1. Pengelolaan Limbah Cair Dalam Kawasan Tambak
Studi Kasus Teknologi Pemanfaatan Limbah Cair Pengolahan Udang
Dengan Penggunaan Chitosan
Oleh :
Julianto Subekti K2A 007 032
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2012
2. I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kualitas produk pengolahan udang antara lain udang tanpa kepala (Head
less), kulit yang terdiri atas chitin dikelupas (produk headless, peeled) sehingga
hasil samping dari proses ini didapatkan limbah padat (kulit) dan limbah cair hasil
pengolahan udang. Sejalan dengan terus berkembangnya produksi udang di
daerah ini, dengan demikian limbah cair maupun limbah padat dari proses
pengolahanpun akan semakin bertambah. Sementara ini penanganan yang
dilakukan terhadap limbah hanyalah pembuatan petis dari kepala udang,
sedangkan kulit udang dan limbah cair udang hanya dibuang tanpa penanganan
atau perlakuan tertentu.
Permasalahan yang kemudian timbul adalah terjadinya pencemaran
lingkungan terutama lingkungan perairan disekitar tambak. Dampak pencemaran
yang ditimbulkan dan berakibat pada masyarakatnya disekitar adalah mulai yang
paling ringan yaitu bau yang menusuk hidung, gatal - gatal pada kulit bila
dikontak langsung, iritasi pada kulit, kemudian pada limbah (cair dan padat)
menumpuk tanpa penanganan, akan merupakan sumber penyakit karena pada
limbah tersebut merupakan media untuk berkembangbiaknya bermacam-macam
bibit penyakit.
1.2. Karakteristik Limbah Pengolahan Udang
Menurut Amsyari (1994) dalam Purwanti (2003), Limbah pengolahan
udang berupa limbah padat dan cair. Limbah padat yang berupa kepala biasanya
masuk pabrik sebagai bahan dasar terasi, kerupuk atau petis, sedang limbah yang
berupa kulit udang, belum banyak dimanfaatkan. Demikian juga limbah cair,
biasanya langsung dibuang tanpa penanganan lebih lanjut. Kadar bahan-bahan
terlarut limbah cair adalah sangat tinggi. Benda-benda padat limbah dapat
berbentuk organik maupun anorganik. Zat organik dalam limbah terdiri dari
bahan-bahan nitrogen, karbohidrat, lemak, protein dan lain-lain. Mereka bersifat
tidak tetap dan menjadi busuk, mengeluarkan bau-bauan yang tidak sedap seperti
3. sifat-sifat khas limbah – limbah dan menyebabkan kesulitan-kesulitan yang besar
dalam pembuangannya. Benda-benda padat organik biasanya tidak merugikan.
Limbah yang masih baru hanya sedikit berwarna keruh tetapi kemudian
menjadi kelam dan berbau menyengat. Limbah yang baru berisi sedikit oksigen
larut, nitrit, alkali dan mineral. Limbah basi menyebarkan bau-bau yang
memuakan yang bersumber hidrogen sulfida dan gas – gas lainnya. Partikel-
partikel besar dan kecil, sisa-sisa larutan dalam bentuk koloid dan setengah koloid
merupakan tempat berbiak khususnya bakteri, virus dan protozoa. Kebanyakan
dari bakteri secara relatif tidak berbahaya namun sebagian dari pada mereka
secara positif berbahaya karena ada hubungannya penyakit (patogenik) atau
penyebab penyakit. Jadi penting sekali untuk segera membuang dan membenahi
limbah secara tuntas agar tidak menimbulkan masalah lingkungan. Berbagai uji
coba dapat dikelompokan atau dipilih untuk disesuaikan dengan kebutuhan-
kebutuhan khusus setempat. Ujian-ujian secara fisik mencakup pula uji coba atas
benda-benda padat dalam berbagai keadaannya. Benda-benda padat yang benar-
benar padat yang tetap dan menguap, benda padat yang terlarut (ZPT),
pemeriksaan kimiawi meliputi kekeruhan, suhu, bau, amoniak, nitrit, khlorida,
BOD, pH, COD dan uji coba pemeriksaan bakteriolesis.
Menurut Cesio (1982) kulit udang (limbah padat) mengandung chitin
sebesar 18,1%. Kemudian hasil penelitian Bough (1975) chitin tersebut dapat
dibuat menjadi tepung yang disebut tepung chitosan dengan proses deproteinasi
(dengan NaOH), kemudian deminaralisasi (Hcl) deasetilasi (NaOH). Hasil yang
didapat berupa tepung chitosan berfungsi sebagai agensi pengumpul dan
penanganan limbah, dengan perlakuan deasetilasi menggu-nakan basa pekat.
Dengan metode-metode ini selain diharapkan akan didapat hasil akhir berupa
limbah cair yang memenuhi standart baku tumbuh limbah cair, juga memiliki nilai
ekonomi yaitu endapan protein yang berasal dari limbah cair yang dihasilkan.
4. 1.3. Manfaat
Beberapa manfaat yang dapat diperoleh dalam penggunaan chitosan dalam
pemanfaatan limbah cair pengolahan udang antara lain :
1. Limbah padat hasil pengolahan udang yang berupa kulit atau chitin dibuat
tepungchitosan yang berfungsi salah satunya sebagai agensia penanganan
limbah cair (koagulan cairan limbah).
2. Hasil proses penangan limbah cair salah satunya akan dihasilkan endapan
protein (akibat penggumpalan) yang dapat digunakan untuk campuran
ransum makanan ternak (40,06% setiap 500 ml cairan limbah).
3. Hasil akhir pengolahan limbah cair, didapatkan air dengan zat padat terlalu
rendah, COD, pH mendekati netral rendah sehingga tidak menyebabkan
pencemaran atau air buangan standart baku mutu.
5. II. METODE PELAKSANAAN
2.1. Metode Pemanfaatan Limbah Pengolahan Udang
Dalam pemanfaatan limbah pengolahan udang dibagi menjadi beberapa
bagian, antara lain :
a. Penyuluhan
Proses penyuluhan, meliputi :
1. Penjelasan tentang limbah, keberadaan, bahayanya, dan nilai ekonomisnya
bila diolah atau dimanfaatkan.
2. Penjelasan tentang zat-zat yang masih terdapat pada kulit udang, terutama
besarnya kandungan chitin.
3. Penjelasan tentang tepung chitosan, cara-cara pembuatannya dan
manfaatnya.
4. Nilai ekonomi, dari endapan protein yang didapat setelah pengolahan
limbah cair.
5. Penjelasan cara-cara penanganan limbah cair udang, untuk mendapatkan
endapan protein dan mendapatkan limbah cair yang memenuhi standart
baku mutu sehingga tidak menimbulkan masalah pencemaran
b. Pelaksanaan
Proses pemanfaatan limbah pengolahan udang antara lain meliputi :
1. Proses Penyimpanan
Proses penyimpanan hasil limbah pengolahan udang terlebih dahulu
dilakukan pencucian dengan air yang mengalir, kemudian setelah
dilakukan proses pencucian maka limbah hasil pengolahan udang tersebut
dikeringkan. Setelah dilakukan proses pengeringan, hasil limbah kulit
udang dikelompokan untuk dilakukan proses pengecilan ukuran.
Kemudian setelah proses tersebut, dilakukaan proses pengayakan yang
nantinya akan didapatkan tepung kulit udang.
6. 2. Proses Pembuatan Chitosan
Tepung kulit udang yang sudah didapat kemudian dilakukan proses
deproteinasi dengan menggunakan NaOH selama 2,5 jam dalam suhu 100
0
C dengan perbandingan 1:10. Setelah itu dilakukan proses pencucian
dengan aquades, dan kemudian dilakukan proses pengeringan. Setelah
proses pengeringan selesai, kemudian hasil yang sudah didapatkan
dilakukan proses dimeneralisasi dengan menggunakan HCL 40% selama 2
jam dalam suhu kamar. Setelah itu dilakukan proses pencucian dengan
aquades, dan kemudian dilakukan proses pengeringan. Setelah proses
pengeringan selesai, kemudian hasil yang sudah didapatkan dilakukan
proses diasetilasi dengan menggunakan NaOH 40% selama 30 menit
dalam suhu 140 0
C. Setelah itu dilakukan proses pencucian dengan
aquades dan dilakukan proses penyaringan, kemudian dilakukan proses
pengeringan, dan akan didapatkan tepung chitosan.
3. Pengolahan Limbah Cair
Dalam pengolahan limbah cair, proses yang dilakukan menggunakan
tepung chitosan yang sudah dihasilkan dengan asam asetat 2% selama 30
menit dalam suhu 100 0
C. Setelah itu diambil 25 ml larutan chitosan yang
dihasilkan yang dilanjutkan dengan proses pengadukan padat dalam suhu
175 0
C selama 2 menit. Kemudian hasil dari proses sebelumnya
diendapkan selama 1-2 jam. Setelah proses tersebut dilakukan
(pengendapan), hal terakhir yang dilakukan adalah analisa kandungan pH,
BOD, COD, Kekeruhan, TSS, dan kandungan protein.
7. DAFTAR PUSTAKA
Amsyari, F. 1994. Prinsip-prinsip Masalah Pencemaran Lingkungan. Gholiad.
Surabaya
Bought, 1975. Food Processing Waste Disposal, Make and sewageworks. Sept.
1975. Hal 417-420
Cesio, 1982. Perification of phenolic waster in the oswiecin chemical works.
Purwanti. E, Sukarsono, Zaenab. S. 2003. Teknologi Pemanfaatan Limbah Cair
Pengolahan Udang Dengan Metode Deasetilasi. Jurnal Dedikasi Volume
1 No. 1 Mei 2003. Universitas Muhammadiyah Malang.