2. Penjelasan umum
Kerajaan Pajajaran adalah nama lain dari Kerajaan Sunda saat kerajaan ini
beribukota di kota Pajajaran atau Pakuan Pajajaran (Bogor) di Jawa Barat yang terletak
di Parahyangan (Sunda). Kata Pakuan sendiri berasal dari kata Pakuwuan yang berarti
kota.
Beberapa catatan menyebutkan bahwa kerajaan ini didirikan tahun 923 oleh Sri
Jayabhupati, seperti yang disebutkan dalam Prasasti Sanghyang Tapak (1030 M) di
kampung Pangcalikan dan Bantarmuncang, tepi Sungai Cicatih, Cibadak, Suka Bumi.
3. Letak
Lokasi pusat dari Pajajaran terletak antara
Sungai Besar dengan Sungai Tangerang
(disebut juga Ciliwung dan Cisadane) yang
sejajar. Lokasi Pakuan merupakan lahan
dataran tinggi yang satu sisinya terbuka
menghadap ke arah Gunung Pangrango.
Tebing Ciliwung, Cisadane dan Cipaku
merupakan pelindung alamiah.
4. Awal Berdirinya
Pada masa kejatuhan Prabu Kertabumi (Brawijaya V),mengalir pengungsi dari kerabat Kerajaan
Majapahit ke ibukota Kerajaan Galuh di Kawali, Kuningan, Jawa Barat.
Raden Baribin, salah seorang saudara Prabu Kertabumi termasuk di antaranya. Selain diterima
dengan damai oleh Raja Dewa Niskala ia bahkan dinikahkan dengan Ratna Ayu Kirana salah
seorang putri Raja Dewa Niskala. Tak sampai di situ saja, sang Raja juga menikah dengan salah
satu keluarga pengungsi yang ada dalam rombongan Raden Barinbin.
Pernikahan Dewa Niskala itu mengundang kemarahan Raja Susuktunggal dari Kerajaan Sunda.
Dewa Niskala dianggap telah melanggar aturan yang seharusnya ditaati. Aturan itu keluar sejak
“Peristiwa Bubat” yang menyebutkan bahwa orang Sunda-Galuh dilarang menikah dengan
keturunan dari Majapahit.
5. Nyaris terjadi peperangan di antara dua raja yang sebenarnya adalah
besan (Jayadewata, putra raja Dewa Niskala adalah menantu dari Raja
Susuktunggal.)
Untungnya, kemudian dewan penasehat berhasil mendamaikan
keduanya dengan keputusan: dua raja itu harus turun dari tahta dan
menyerahkan tahta kepada putera mahkota yang ditunjuk.
Dewa Niskala menunjuk Jayadewata, anaknya, sebagai penerus
kekuasaan. Prabu Susuktunggal pun menunjuk nama yang sama.
Demikianlah, akhirnya Jayadewata menyatukan dua kerajaan itu.
Jayadewata yang kemudian bergelar Sri Baduga Maharaja mulai
memerintah di Pakuan Pajajaran pada tahun 1482.
6. Kehidupan Politik
Selama pemerintahan Kerajaan Pajajaran pernah dipimpin oleh enam raja.
• Sri Baduga Maharaja (Prabu Siliwangi)(1482-1521)
• Surawisesa (1521-1535)
• Ratu Dewata (1535-1543)
• Ratu Sakti (1543-1551)
• Ratu Nilakendra (1551-1567)
Mereka semua memerintah Kerajaan Pajajaran di daerah Pakuan, dan Ratu Nilakendra adalah
raja terakhir yang meninggalkan wilayah Pakuan. Sebab, pada saat itu Kerajaan Pajajaran
diserang oleh Sultan Hasanuddin.
• Raga Mulya (Prabu Surya Kencana) (1567-1579)
Setelah jatuhnya pemerintahan di Pakuan, kerajaan Pajajaran mengalihkan pusat kekuasaannya
di wilayah Pandeglang. Di Pandeglang, Pajajaran dipimpin oleh seorang raja bernama Raga
Mulya. Dan Raga Mulya ini merupakan raja terakhir di kerajaan Pajajaran yang memerintah
pada tahun 1567-1579) dan dikenal juga sebagai Prabu Surya Kencana.
7. Kehidupan Sosial-Budaya
Kehidupan sosial masyarakat Sunda dan Pakwan Pajajaran secara garis besar dapat
digolongkan ke dalam golongan seniman, peladang (pecocok tanam), pedagang. Dari
bukti-bukti sejarah diketahui, umumnya masyarakat Pajajaran hidup dari hasil
perladangan. Seperti masyarakat Tarumanagara dan Galuh, mereka umumnya selalu
berpindah-pindah. Hal ini berpengaruh pada bentuk rumah tempat tinggal mereka
yang sederhana. Dalam hal tenaga kerja, yang menjadi anggota militer diambil dari
rakyat jelata dan sebagian anak bangsawan. Mereka dibiayai oleh Negara.
Kehidupan budaya masyarakat Pajajaran sangat di pengaruhi oleh agama Hindu.
Peninggalan-peninggalannya berupa kitab Cerita Parahyangan dan kitab Sangyang
Siksakanda, prasasti-prasasti, dan jenis-jenis batik.
8. Kehidupan Ekonomi
Dalam bidang ekonomi, Kerajaan Sunda dan Pajajaran telah lebih maju dari masa
Tarumanagara. Kerajaan Sunda-Pajajaran memiliki setidaknya enam pelabuhan penting:
Banten, Pontang, Cigede, Tamgara, Sunda Kelapa, dan Cimanuk. Setiap pelabuhan ini
dikepalai oleh seorang syahbandar yang bertanggung jawab kepada raja. Para
syahbandar ini bertindak sebagai wakil raja di pelabuhan-pelabuhan yang dikuasainya,
sekaligus menarik pajak dari para pedagang yang ingin berjualan di daerah ini pajak
tersebut berupa kiriman upeti berwujud barang dagangan yang mahal atau uang. Dalam
hal transportasi air, selain melalui laut, dilakukan pula melalui sungai-sungai besar seperi
Citarum dan Cimanuk, sebagai jalur perairan dalam negeri.
Melalui pelabuhan ini, Pajajaran melakukan aktifitas perdagangan dengan negara
lain. Dalam berbagai peninggalan sejarah diketahui, masyarakat Pajajaran telah berlayar
hingga ke Malaka bahkan ke Kepulauan Maladewa yang kecil di sebelah selatan India.
Barang-barang dagangan mereka umumnya bahan makanan dan lada. Di samping itu,
ada jenis bahan pakaian yang didatangkan dari Kambay (India). Sementara mata uang
yang dipakai sebagai alat tukar adalah mata uang Cina.
9. Sumber Hukum
Sumber hukum dari Kerajaan Pajajaran adalah Sanghiyang Siksa Kanda ng Karesian danSéwaka
Darma yang merupakan ajaran berdasarkan pengetahuan dan pengalaman para leluhur serta
disampaikan secara lisan dan tulisan dari satu generasi ke generasi berikutnya.
Sanghyang Siksa Kanda ng Karesian membicarakan perbuatan-perbuatan manusia yang salah,
yaitu catur buta (empat hal yang mengerikan), antara lain burangkak, marende, mariris dan wirang.
Sedangkan salah satu ajaran dari Séwaka Darma (abad ke-16) tertulis dalam bentuk puisi
pada Kropak 408 di bawah ini :
Ini kawih panyaraman, pikawiheun ubar keueung, ngaranna pangwereg darma, ngawangun rasa
sorangan, awakaneun sang sisya, nu huning Séwaka Darma (Inilah Kidung nasihat, untuk
dikawihkan sebagai obat rasa takut, namanya penggerak darma, untuk membangun rasa pribadi,
untuk diamalkan sang siswa, yang paham Sewaka Darma).
10. Masa Kejayaan
Kerajaan Pajajaran pada masa pemerintahan Sri Baduga Maharaja mengalami
masa keemasan. Alasan ini pula yang banyak diingat dan dituturkan masyarakat
Jawa Barat, seolah-olah Sri Baduga atau Siliwangi adalah Raja yang tak pernah
purna, senantiasa hidup abadi dihati dan pikiran masyarakat.
Pembangunan Pajajaran di masa Sri Baduga menyangkut seluruh aspek
kehidupan. Tentang pembangunan spiritual dikisahkan dalam Carita
Parahyangan.
11. Sang Maharaja membuat karya besar, yaitu ;
• Membuat talaga besar yang bernama maharena wijaya,
• Membuat jalan yang menuju ke ibukota pakuan dan wanagiri.
• Memperteguh (pertahanan) ibu kota,
• Memberikan desa perdikan kepada semua pendeta dan pengikutnya untuk
menggairahkan kegiatan agama yang menjadi penuntun kehidupan rakyat.
• Kemudian membuat kabinihajian (kaputren), kesatriaan (asrama prajurit),
pagelaran (bermacam-macam formasi tempur), pamingtonan (tempat
pertunjukan),
• Memperkuat angkatan perang,
• Mengatur pemungutan upeti dari raja-raja bawahan dan menyusun
undang-undang kerajaan
12. Masa Keruntuhan
Kerajaan Pajajaran runtuh pada tahun 1579 akibat serangan kerajaan Sunda
lainnya, yaitu Kesultanan Banten. Berakhirnya zaman Pajajaran ditandai
dengan diboyongnya Palangka Sriman Sriwacana (singgahsana raja), dari
Pakuan Pajajaran ke Keraton Surosowan di Banten oleh pasukan Maulana
Yusuf.
18. Kitab Carita Kidung Sundaya
Menceritakan tentang
kekalahan pasukan Pajajaran
dalam pertempuran Bubat
(Majapahit) dan kekalahan Sri
Baduga Maharaja beserta
Putrinya