SlideShare a Scribd company logo
1 of 21
TUGAS KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN PENYAKIT MIASTENIA
GRAVIS



Dosen : Dewi Baririet Baroroh S.Kep., Ns.




OLEH :

KELOMPOK IV

PSIK VII C




PROGRAM STUDI ILMUKEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2012


TUGAS KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN PENYAKIT MIASTENIA
GRAVIS
Dosen : Dewi Baririet Baroroh, S. Kep., Ns.




OLEH :

                            1.    Maulana Hendrawan (09060135)
                            2.    Rahmayatun Najah (09060155)
                            3.    Imam Abdul Nasir      (09060171)



PROGRAM STUDI ILMUKEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2012


KATA PENGANTAR




       Puji syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat, hidayah serta inayah-Nya sehingga makalah Keperawatan Medika Bedah III dengan
judul Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Penyakit Miastenia Gravis, dapat terselesaikan
dengan baik.
Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Teman-teman kelompok yang telah
memberikan dukungan dari awal hingga akhir pembuatan makalah ini, Ibu Dewi Baririet
Baroroh, S.Kep.,Ns. selaku dosen mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah III yang telah
membimbing dan memberi arahan kepada kami, serta seluruh pihak yang turut membantu
penyelesaian makalah ini.

       Kami menyadari bahwa masih banyak terdapat kesalahan dalam makalah ini, karena itu
kritik dan saran yang mendukung sangat kami harapkan demi perbaikan dalam penulisan
makalah selanjutnya.

       Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada
umumnya.




Malang, 5 Oktober 2012




                                                                 Penulis
BAB I

                                          PENDAHULUAN




1.1.      Latar Belakang
          Penderita SLE diperkirakan mencapai 5 juta orang di seluruh dunia (Yayasan Lupus
       Indonesia). Prevalensi pada berbagai populasi berbeda-beda bervariasi antara 3 – 400 orang
       per 100.000 penduduk (Albar, 2003). SLE lebih sering ditemukan pada ras-ras tertentu
       seperti bangsa Afrika – Amerika, Cina, dan mungkin juga Filipina.
          Di Amerika, prevalensi SLE kira-kira 1 kasus per 2000 populasi dan insiden berkisar 1
       kasus per 10.000 populasi (Bartels, 2006). Prevalensi penderita SLE di Cina adalah 1 :1000
       (Isenberg and Horsfall,1998). Meskipun bangsa Afrika yang hidup di Amerika mempunyai
       prevalensi yang tinggi terhadap SLE, penyakit ini ternyata sangat jarang ditemukan pada
       orang kulit hitam yang hidup di Afrika. Di Inggris, SLE mempunyai prevalensi 12 kasus per
       100.000 populasi, sedangkan di Swedia 39 kasus per 100.000 populasi. Di New Zealand,
       prevalensi penyakit ini pada Polynesian sebanyak 50 kasus per 100.000 populasi dan hanya
       14,6 kasus per 100.000 populasi pada orang kulit putih (Bartels, 2006).
          Indonesia sendiri jumlah penderita SLE secara tepat belum diketahui tetapi diperkirakan
       sama dengan jumlah penderita SLE di Amerika yaitu 1.500.000 orang (Yayasan Lupus
       Indonesia). Berdasarkan hasil survey, data morbiditas penderita SLE di RSU Dr. Soetomo
       Surabaya selama tahun 2005 sebanyak 81 orang dan prevalensi penyakit ini menempati
       urutan keempat setelah osteoartritis, reumatoid artritis, dan low back pain. Setiap tahun
       ditemukan lebih dari 100.000 penderita baru. Hal ini disebabkan oleh manifestasi penyakit
       yang sering terlambat diketahui sehingga berakibat pada pemberian terapi yang inadekuat,
       penurunan kualitas pelayanan, dan peningkatan masalah yang dihadapi oleh penderita SLE.
       Masalah lain yang timbul adalah belum terpenuhinya kebutuhan penderita SLE dan
       keluarganya tentang informasi, pendidikan, dan dukungan yang terkait dengan SLE. Oleh
       karena itu penting sekali meningkatkan kewaspadaan masyarakat tentang dampak buruk
       penyakit SLE terhadap kesehatan serta dampak psikologi dan sosialnya yang cukup berat
       untuk penderita maupun keluarganya
1.2.   Rumusan Masalah
       1. Apakah definisi dari penyakit SLE?
       2. Bagaimana etiologi dari penyakit SLE?
       3. Bagaimana manifestasi klinik dari SLE?
       4. Bagaimana patofisiologi penyakit SLE?
       5. Apakah factor-faktor penunjang pemeriksaan pasien SLE?
       6. Untuk mengetahui pemeriksaan laboratorium pada pasien miastenia gravis
       7. Apakah komlikasi yang disebabkan oleh penyakit SLE?
       8. Bgaimana Pengobatan pada klien dengan penyakit SLE?
       9. Bagaimana Diagnosa keperawatan, NIC dan NOC pada pasien SLE?


1.3.   Tujuan
       Tujuan umum :
       1) Untuk mengetahui asuhan keperawatan klien yang tepat dengan SLE

       Tujuan Khusus :
       a) Untuk mengetahui definisi dari penyakit SLE
       b) Untuk mengetahui etiologi dari penyakit SLE
       c) Untuk mengetahui manifestasi klinik dari SLE
       d) Untuk mengetahui patofisiologi penyakit SLE
       e) Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang SLE
       f) Untuk mengetahui pemeriksaan laboratorium pada pasien SLE
       g) Untuk mengetahui komplikasi yang disebabkan oleh penyakit SLE
       h) Untuk mengetahui Pengobatan pada klien dengan penyakit SLE
       i) Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan dari kasus
BAB II

PEMBAHASAN




A. Definisi SLE
             (Sistemisc lupus erythematosus) adalah penyakti radang multisistem yang
    sebabnya belum diketahui, dengan perjalanan penyakit yang mungkin akut dan fulminan
    atau kronik remisi dan eksaserbasi disertai oleh terdapatnya berbagai macam autoantibodi
    dalam tubuh.
             SLE adalah penyakit radang multisistem yang penyebabnya belum diketahui,
    dengan perjalanan penyakit yang mungkin akut dan fulminan atau kronik remisi dan
    eksaserbasi, disertai oleh terdapatnya berbagai macam autoantibody dalam tubuh. SLE
    merupakan prototype penyakit autoimun multisistem yang ditandai oleh munculnya
    sekumpulan reaksi imun abnormal yang menghasilkan beragam manifestasi klinik
             Sytemic lupus erythematosis (SLE) adalah suatu penyakit inflamasi outoimun pada
    jaringan penyambungbyang dapat mencakup ruam kulit,nyeri sendi dan keletihan.(
    Elizabeth J.C ,Jakarta : EGC,2009)
             SLE adalah suatu penyakit autoimun pada jaringan ikat yang menunjukkan berbagai
    manifestasi paling sering berupa artritis,dapat juga timbul manisfestasi dikulit,ginjal dan
    neurologis. (Amanda dkk ,2009)
             SLE adalah penyakit inflamasi autoimun kronis yang melewati tiga bentuk dasar
    lupus discoid yang menyerang kulit lupus disebabkan oleh bahan kimia/obat – obatan dan
    sistemik lupus eritemotosus yang menyerang system organ besar (Diane C.B, Joann C.H,
    ,2000)
             SLE adalah penyakit autoimun sistemik ditandai oleh produksi autobantibodi dan
    keragaman manifestasi klinis (Cyntnia, Betty Diamond Meggan MackayMM, 2009)


B. Etiologi SLE
             Menurut Buku saku patofisiologi, Elizabeth J .Corwin ,Jakarta : EGC,2009
   ,Sampai saat ini faktor yang merangsang sistem pertahanan diri untuk menjadi tidak normal
   belum diketahui. Ada kemungkinan
-      faktor genetic
                Penelitian menunjukkan bahwa banyak Gen yang berperan terutama yang
                mengkode system Imun seperti Gen yang mengkode reseptor sel T,
                Imunoglobulin dan sitokin.
         -      sinar ultraviolet.
         -      obat-obatan tertentu memainkan peranan.
         -      Hormonal


C. Manifestasi Klinis SLE
    No   Tempat            Gejala

    1    muskuloskel                 berupa artritis,
         etal                        atralgia, dan
                                     mialgia
                                     sendi interfalangeal proksimal diikuti oleh lutut, pergelangan
                                     tangan, metakarpofalangeal, siku, dan pergelangan kaki
                                     (Delafuente, 2002).



    2    Mukokutan                   ruam kulit berbentuk kupu-kupu (butterfly rash) berupa eritema
                                     yang agak edematus pada hidung dan kedua pipi.
                                     vaskulitis eritema periungual,
                                     livido retikularis,
                                     alopesia,
                                     ulserasi, dan
                                     fenomena Raynaud (Delafuente, 2002).



    3    jantung                     gangguan katup jantung (biasanya aorta atau mitral) termasuk
                                     gejala endokarditis Libman-Sachs
                                     perikarditis,
                                     miokarditis,
4    Paru - paru           pleuritis dan
                               efusi pleura Pneumonitis lupus



    5    abdomen               mual,
                               diare,
                               dispepsia
                               vaskulitis,
                               perforasi usus,
                               pankreatitis, dan
                               hepatosplenomegali (Delafuente, 2002).



    6    saraf                 neuropati perifer
                               disfungsi kognitif,
                               psikosis,
                               depresi,
                               kejang, dan
                               stroke (Delafuente, 2002).



    7    ginjal                lupus nefritis
                               tingginya serum kreatinin
                               adanya proteinuria




D. Klasifikasi Miastenia Gravis
   Penyakit Lupus dapat diklasifikasikan menjadi 3 macam yaitu discoid lupus, systemic lupus
   erythematosus, dan lupus yang diinduksi oleh obat.
   1. Discoid Lupus
Lesi berbentuk lingkaran atau cakram dan ditandai oleh batas eritema yang meninggi,
      skuama, sumbatan folikuler, dan telangiektasia. Lesi ini timbul di kulit kepala, telinga,
      wajah, lengan, punggung, dan dada. Penyakit ini dapat menimbulkan kecacatan karena
      lesi ini memperlihatkan atrofi dan jaringan parut di bagian tengahnya serta hilangnya
      apendiks kulit secara menetap (Hahn, 2005).
   2. Systemic Lupus Erythematosus
      SLE merupakan penyakit radang atau inflamasi multisistem yang disebabkan oleh banyak
      faktor (Isenberg and Horsfall,1998) dan dikarakterisasi oleh adanya gangguan disregulasi
      sistem imun berupa peningkatan sistem imun dan produksi autoantibodi yang berlebihan
      (Albar, 2003). Terbentuknya autoantibodi terhadap dsDNA, berbagai macam
      ribonukleoprotein intraseluler, sel-sel darah, dan fosfolipid dapat menyebabkan
      kerusakan jaringan (Albar, 2003) melalui mekanime pengaktivan komplemen (Epstein,
      1998).
   3. Lupus yang diinduksi oleh obat
      Lupus yang disebabkan oleh induksi obat tertentu khususnya pada asetilator lambat yang
      mempunyai gen HLA DR-4 menyebabkan asetilasi obat menjadi lambat, obat banyak
      terakumulasi di tubuh sehingga memberikan kesempatan obat untuk berikatan dengan
      protein tubuh. Hal ini direspon sebagai benda asing oleh tubuh sehingga tubuh
      membentuk kompleks antibodi antinuklear (ANA) untuk menyerang benda asing tersebut
      (Herfindal et al., 2000).


E. Patofisiologi SLE

   Lembar berikutnya
F. pemeriksaan Penunjang SLE
   Menurut Robin Graham-Brown. Jakarta : Erlangga, 2005, Pemeriksaan untuk menentukan
   adanya penyakit ini bervariasi, diantaranya:
   1. Pemeriksaan darah
      Antinuclear antibody (ANA) yang juga disebut antinuclear factor (ANF), dan antibodi
      DNA ditemukan pada sebagian besar pasien SLE. Antibodi-antibodi terhadap DNA
      untai-ganda ini merupakan hal yang karakteristik. Sejumlah autoantibodi yang lain bisa
      juga ditemukan, seperti anti-Ro dan anti-La, antibodi limfosititoksik, antibodi
antiplatelet, dan antikoagulan lupus. Dapat juga ditemukan adanya faktor reumatoid
   positif dan tes serologis terhadap sifilis secara biologis bisa positif palsu.
2. Pemeriksaan histologis dari biopsi yang dilakukan pada kulit yang secara klinis terkena,
   memberikan gambaran khusus, sedangkan pemeriksaan dengan imunofluresensi langsung
   menunjukkan adanya deposisi linier dari imunoglobulin G (IgG) atau imunoglobulin M
   (IgM) dan C3 pada pertemuan dermis-epidermis.(brown. R.g, 2005)
3. Pemeriksaan darah untuk mengukur kadar komplemen (protein yang berperan dalam
   sistem kekebalan) dan untuk menemukan antibodi lainnya, mungkin perlu dilakukan
   untuk memperkirakan aktivitas dan lamanya penyakit.
4. Ruam kulit atau lesi yang khas
5. Rontgen dada menunjukkan pleuritis atau perikarditis
6. Pemeriksaan dada dengan bantuan stetoskop menunjukkan adanya gesekan pleura atau
   jantung
7. Analisa air kemih menunjukkan adanya darah atau protein
8. Hitung jenis darah menunjukkan adanya penurunan beberapa jenis sel darah
9. Biopsi ginjal
10. Pemeriksaan saraf
11. Pemeriksaan Laboratorium meliputi
   Uji laboratorium yang penting untuk mendiagnosa Lupus
   Untuk menegakkan diagnosis SLE, diperlukan beberapa jenis uji diagnostik (pemeriksaan
   laboratoium) terutama bila gejala-gejala kurang jelas. Tidak ada uji diagnostik tunggal
   untuk Lupus. Ada beberapa          pemeriksaan laboratorium yang sering dipakai untuk
   menegakkan diagnosis SLE, yaitu:
   a. Antinuclear Antibody (ANA)
       Disebut juga sebagai Anti Nuclear Factor (ANF) adalah suatu antibodi yang
       menyerang atau mengikat inti sel yang merupakan pusat perintah sel. Tes darah ANA
       merupakan tes yang sangat sensitif untuk Lupus. Ketika ada tiga atau lebih ciri khas
       Lupus seperti keterlibatan kulit, sendi, ginjal, paru-paru, jantung, darah, atau sistem
       saraf, maka tes ANA yang positif merupakan konfirmasi adanya Lupus. Namun, hasil
       tes ANA positif tidak selalu berati memilki Lupus. ANA dapat menjadi positif pada
       orang denga penyakit lain, atau positif pada orang yang tidak sakit. ANA juga bisa
berubah dari positif ke negatif, atau negatif ke positif pada orang yang sama. Namun,
   Antibodi antinuclear biasanya ditemukan (97%) dalam darah penderit Lupus.


b. Antibodi terhadap fosfolipid (aPLs)
   Antibodi ini dapat menyebabkan penyempitan pembuluh darah, pembekuan darah di
   kaki atau paru-paru, stroke, serangan jantung, atau keguguran. Yang paling sering
   aPLs diukur adalah antikoagulan Lupus, antibodi anticadiolipin, dan anti-Beta2
   glikoprotein. Hampir 30% orang dengan Lupus akan mendapatkan hasil tes positif
   untuk antibodi antifosfolipid.
   Catatan : Fosfolipid selain ditemukan pada Lupus juga ditemukan pada penyakit
   Syphilis, jadi hasil positif untuk tes sifilis tidak berarti bahwa telah atau pernah
   menderita Syphilis karena sekitar 20% dari penderita Lupus akan memiliki hasil tes
   Syphilis positif palsu.


c. Antibodi terhadap protein Sm dalam inti sel (Anti Sm)
   Antibodi Sm ditemukan pada 30-40% orang dengan Lupus, keberadaan antibodi ini
   hampir selalu dapat diartikan bahwa seseorang mengidap Lupus.


d. Antibodi untuk Ro/SS-A dan La/SS-B
   Antibodi untuk Ro/SS-A dan La/SS-B (Ro dan La adalah nama-nama protein lain
   dalam inti sel). Ati-Ro terutama ditemukan pada Lupus bentuk kutan (kulit), suatu
   bentuk Lupus yang menyebabkan ruam yang sangat sensitif terhadap sinar matahari.
   Pada wanita hamil, antibodi Ro dan La dapat melewati plasenta dan dapat
   menyebabkan Lupus Neonatal pada bayi. Lupus Neonatal jarang terjadi dan biasanya
   tidak berbahaya, tetapi bisa serius dalam beberapa kasus Komplemen (Complement)
   C3 dan C4 yang rendah. Komplemen adalah sekelompok protein yang berfungsi
   membantu kerja sistem kekebalan tubuh dan berperan dalam proses peradangan. Ada
   9 macam komplemen yang bergerak bebas di dalam aliran darah yaitu C1 sampai C9.
   Komplemen yang penting dalan diagnosis SLE adalah C3 dan C4. Level normal C3
   dan C4 dalam darah untuk perempuan 13-75 mg/dL dan untuk laki-laki 12-72 mg/dL.
   Pada SLE aktif, biasanya C3 dan C4 turun dibawah level normal.
e. Antibodi untuk DNA untai ganda (anti-dsDNA)
          Antibodi ini menyerang DNA (suatu material genetik di dalam inti sel). Anti-dsDNA
          ditemukan pada 50% penderita Lupus, tetapi kadang antibodi ini tidak terdeteksi pada
          penderita Lupus.




  G. Komplikasi
      komplikasi SLE meliputi :
      1. infeksi, gagal jantung,
      2. kerusakan saraf permanen dan
      3. kematian. gang. ginjal,
      4. rentan infeksi,
      5. gang pembuluh darah
      6. jantung, paru,
      7. keguguran berulang
      8. Dll


  H. Penatalaksanaan
Dalam garis besarnya penatalaksanaan SLE dibagi dalam 3 golongan besar, yaitu:
  1. Konseling dan tindakan suportif
      Penderita perlu diberi penjelasan mengenai penyakit yang dideritanya (perjalanan
      penyakit, komplikasi, prognosis dan sebagainya) sehingga diharapkan penderita dapat
      bersikap positif terhadap penanggulangan penyakitnya.
      Istirahat diperlukan sampai gejala akut penyakitnya hilang. Aktivitas normal dapat
      dimulai kembali secara bertahap, kecuali jika timbul kelelahan penderita boleh kembali
      ke aktivitas semula. Kebersihan tubuh dan gizi yang baik juga diperlukan.
      Kontak dengan sinar matahari harus dikurangi atau dihindari, karena sinar ultra violet
      dapat merusak dan merubah membran lisosom dan DNA sel-sel kulit, sehingga dapat
      memacu eksaserbasi penyakitnya. Dapat dipakai lotion tertentu (sun screener lotion)
      untuk mengurangi kontak langsung dengan sinar matahari.
Beberapa hal yang juga perlu diperhatikan dan dihindarkan dari penderita SLE adalah
   stress psikis, kerusakan jaringan baik karena trauma maupun operasi, infeksi dan
   pemakaian obat-obatan, antara lain sulfonamid, prokainamid, antikonvulsi, isoniazid,
   klorpromazin, klortalidon, metildopa, propiltiourasil, metiltiourasil, klonidin dan
   penghambat beta.
   Kontrasepsi oral yang mengandung estrogen sebaiknya hanya diberikan dengan takaran
   minimal pada penderita yang telah terkendali dengan baik. Vaksinasi juga sebaiknya
   dihindari.


2. Obat-obatan
   a. Anti Inflamasi Non Steroid (AINS)
      Kelainan muskuloskeletal sering dijumpai pada penserita SLE. Artralgia, artritis dan
      mialgia serta kelainan sistemik lainnya seperti demam dan serositis ringan dapat
      diatasi dengan obat anti inflamasi non steroid.


   b. Obat Anti Malaria
      Obat anti malaria mula-mula diperkenalkan sebagai obat untuk artritis reumatoid,
      setelah melalui beberapa percobaan, ternyata juga berguna untuk mengatasi kelainan
      kulit dan artritis pada SLE.
      Pemakaian obat ini dalam jangka waktu yang lama akan menimbulkan efek samping
      terutama pada mata, berupa infiltrasi kornea yang bersifat reversibel dengan
      diberhentikanya pengobatan, dan retinopati, yang mungkin bersifat irreversibel
      disertai dengan kebutaan. Oleh karena itu pemakaian obat ini harus disertai dengan
      pemeriksaan mata secara teratur setiap 3 bulan.


   c. Kortikosteroid
       yaitu penderita SLE dengan kelainan kulit yang memburuk dan tak responsif
      terhadap pengobatan konservatif, dalam keadaan ini biasanya diperlukan takaran
      rendah sampai sedang, keadaan lain dimana diperlukan kortikosteroid ialah adanya
      gejala gangguan saraf pusat, perikarditis, miokarditis, pleuritis, pneumonitis, hepatitis
      dan demam yang tinggi.
Pemakaian kortikosteroid dalam jangka panjang dapat menimbulkan beberapa efek
   samping, antara lain osteoporosis, gangguan toleransi glukosa, sampai timbul
   diabetes, kenaikan tekanan intrakranial, pengecilan otot, terutama pada paha, bahu
   dan pinggul, gangguan psikologis, hipertensi, nekrosis tulang aseptik, memudahkan
   terjadinya infeksi, miopati, hipokalemia, katarak dan glaukoma. Selain itu juga ada
   efek samping akibat penghentian pemakaiannya secara mendadak atau tiba-tiba, yaitu
   berupa hipoglikemia, hipotensi, gangguan elektrolit dan syok.


d. Obat Imunosupresif/Sitotoksis
   Indikasi utama penggunaannya adalah ubtuk nefritis lupus dengan gambaran
   histologis proliferatif difus. Biasanya obat ini diberikan bersama dengan
   kortikosteroid. Namun penggunaan obat ini masih diperdebatkan untuk penderita
   SLE. Karena akan timbul efek samping yang berat karena pemakaian kortikosteroid
   tersebut, juga pada penderita yang ada kontaindikasi untuk mendapatkan
   kortikosteroid, dan pada penderita yang sudah tidak responsif lagi terhadap
   pemakaian kortikosteroid.
   Efek samping dari obat imunosupresif/sitotoksis adalah penekanan sumsum tulang,
   kegagalan gonad yang irreversibel, hepatotoksik dan sistitis hemoragi serta
   peningkatan kemungkinan timbulnya keganasan.


e. Terapi hormonal
   Keterlibatan faktor hormonal pada SLE ditemukan dalam penelitian pada manusia
   dan binatang. Dilaporkan adanya metabolisme estrogen yang abnormal pada
   penderita pria maupun wanita. Tetapi belum diketahui secara pasti bagaimana
   mekanisme pengaruh hormon terhadap respon imun. Tampaknya estrogen
   memperbesar respon imunitas humoral dan menekan imunitas seluler, sedangkan
   androgen dapat mengurangi autoimunitas.




f. Stimulasi Imunologik
   Karena ditemukannya kelainan pada populasi sel T        pada penderita SLE, maka
kemudian dicoba obat-obatan yang tampaknya dapat berperan pada diferensiasi sel T.
       Levamisol termasuk dalam golongan obat tersebut (immune modulation).


   g. Plasmaferesis
       Plasmaferesis dilakukan dalam penatalaksanaan berbagai kelainan imunologis.
       Diperkenalkan pertma kali penggunaannya untuk penderita SLE pada tahun 1974.
       Plasmaferesis menunjukkan keberhasilan dalam mengatasi beberapa gejala SLE pada
       eksaserbasi yang berat dan kehamilan.
       Dengan plasmaferesis, secara sentrifugasi plasma penderita SLE yang mengandung
       kompleks imun dipisahkan dari darah, sel-sel darahnya kemudian dikembalikan lagi
       ke dalam tubuh bersama dengan pengganti plasma berupa albumin atau plasma segar.
       Mula-mula 1,5 – 3,0 liter plasma diganti setiap hari, setelah penyakitnya terkendali,
       penggantian tersebut dapat dijarangkan setiap beberap minggu atau bulan.


3. Pengobatan terhadap komplikasi
   Komplikasi yang sering timbul pada penderita SLE adalah infeksi sekunder, antibiotik
   dengan daya jangkau luas perlu diberikan lebih dulu sebelm adanya hasil uji kepekaan
   kuman terhadap antibiotik.
   Pada sistem kardiopulmoner mungkin dapat timbul efusi pleura, efusi perikard sampai
   temponade jantung yang memerlukan tindakan invasif seperti perikardiektomi.
   Obat antikonvulsi diberikan untuk mengatasi kejang pada penderita SLE dengan
   gangguan susunan saraf pusat. Sedang pada kelainan muskuloskeletal mungkin
   diperlukan fisioterapi dan tindakan rehabilitasi untuk mencegah kerusakan lebih lanjut
   pada sendi dan ototnya serta untuk mempertahankan kemampuan mobilisasi yang masih
   ada.
   Kelainan ginjal dapat berupa kegagalan fungsi ginjal yang ringan sampai berat. Dalam
   keadaan ini dipertimbangkan pemberian diuretik, obat anti hipertensi, dan mungkin juga
   dialisis.
   Antikoagulasi oral dapat diberikan untuk mencegah trombosis vena yang berulang dan
   tromboflebitis. Obat ini juga diberikan pada pebderita SLE dengan sindrom nefrotik yang
   berat, dimana biasanya disertai dengan keadaan hiperkoagulasi dan trombosis vena
rebalis atau trombosis vena-vena kecil dalam ginjal. Heparin diberikan dalam takaran
antikoagulasi, kemudian dilanjutkan dengan takaran pemeliharaan 250mg/hari subkutan.
Untuk penderita SLE dengan trombosis arteri dapat diberikan obat anti platelet, yaitu
asam asetilsalisilat (ASA) takaran rendah (100mg/hari).
I. Asuhan Keperawatan SLE
  KASUS SLE
  Nn. Y, 26 tahun, belum menikah, masuk puskesmas Sidowaras tanggal 5 Juli 2012 dengan
  keluhan pegel linu, dan dirujuk ke RSU Kepanjen pada tanggal 8 Juli 2012, pasien mengeluh
  nyeri di persendian kedua kaki, oedem kedua kaki dan demam (39 C). Pasien didiagnosa SLE
  setelah dilakukan berbagai macam pemeriksaan diagnostik. Ketika pengkajian didapatkan
  data bahwa nyeri hilang timbul, dan meningkat ketika bergerak, skala 7 sehingga
  mengganggu tidurnya. Tidur pasien hanya 5 jam sehari dan sering bangun di malam hari.
  Hasil lab didapatkan kadar Hb = 9 g/dl, trombosit = 90.000/ µl, penurunan faktor prmbekuan
  darah. Selain itu pasien juga merasa malu karena ada ruam di wajah dan terus bertanya
  kepada perawat apakah ruam tersebut bisa hilang kalau penyakitnya sembuh.




  1. Analisis data
       Nama          : Nn. Y
       Umur          : 26 Tahun
       MRS           : puskesmas Sidowaras 5 Juli 2012
       Dirujuk       : ke RSU Kepanjen pada tanggal 8 Juli 2012


   No     Data                                   Etiologi               Masalah

   1      Ds:                                    Gangguan rasa nyeri    Gangguan       Pola
                 -   Pasien        mengatakan                           tidur 134
                     tidurnya kurang puas
                 -   Pasien mengatakan sering
                     terbangun di malam hari

          Do :

                 -   Tidur pasien kurang (5
                     jam)
-   pasien terganggu dengan
           nyerinya
Ds:                                       Nyeri                  Hambatan
       -   pasien mengeluh nyeri di                              Mobilitas Fisik 143
           persendian kedua kaki

Do:

       -   Keterbatasan kiemampuan
           untuk           melakukan
           ketrampilan motorik kasar
       -   Keterbatasan         rentang
           pergerakan sendi
       -   Nyeri    meningkat    ketika
           bergerak menjadi skala 7
Ds :                                      Imobilisasi (nyeri di Intoleransi Aktifitas
       -   Pasien mengatakan dirinya persendian)
           seperti tidak punya daya,
           letih , lesu

Do:

       -   Respon kadar hemoglobin
           9 g/dl
       -   nyeri      di   persendian
           meningkat            setelah
           melakukan pergerakan
Ds :                                      Agen                   Nyeri Akut 410
       -   pasien mengeluh nyeri di cedera(biologis)
           persendian kedua kaki

Do:

       -   nyeri hilang timbul, dan
meningkat ketika bergerak
            -   skala nyeri 7
            -   klien    menolak      perawat
                yang     akan       memegang
                sendinya
    Ds:                                           Penyakit SLE         Hipertermi
            -   pasien mengeluh dingin
                dan menggigil
    Do:
            -   suhu pasien tinggi (39
                derajar celcius)
            -   kulit pasien terawa hangat
            -   kulit      pasien     tampak
                kemerahan
`   Ds :-                                         Gangguan             Kelebihan    volume
    Do:                                           mekanisme regulasi   cairan
            -   Odema      di   kedua     kaki
                pasien
            -   Adanya      penurunan      hb(
                9g/dl)
            -   Perubahan berat jenis urin
    Ds:                                           Koagulopati          Resiko Perdarahan
    Do:                                           inkoherensi
            -   kadar    Hb     =    9     g/dl (trombositopenia)
                (normalnya 12g/dl),
            -   trombosit = 90.000/ µl
                (normalnya 200.000 µl –
                500.000 µl
            -   penurunan                faktor
                prmbekuan darah
2. Prioritas diagnose

   a. Kelebihan volume cairan b/d Gangguan mekanisme regulasi
   b. Nyeri Akut b/d Agen cedera(biologis)
   c. Hipertermi b/d infeksi penyakit SLE
DAFTAR PUSTAKA

.(Buku saku patofisiologi, Elizabeth J .Corwin ,Jakarta : EGC,2009)
(Panduan pemeriksaan antenatal, Amanda Sullivan,lucy kean,Alison cryer,Jakarta : EGC ,2009)
(Keperawatan medical bedah ,Diane C. Baughman, Joann C.Hackley, Jakarta : EGC,2000)
Obstetri & ginekologi : panduan praktik , Geri Morgan ,Carole Hamilton, Jakarta 2009
HYPERLINK "http://doktersehat.com/lupus-apa-itu-penyakit-lupus/"
http://www.ekologi.litbang.depkes.go.id/data/vol%207/3-Fredy.pdf
http://doktersehat.com/lupus-apa-itu-penyakit-lupus/
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000435.htm
http://buletinsehat.com/obat/sistemik-lupus-eritematosus-sle/

More Related Content

What's hot

Patologi radang
Patologi  radangPatologi  radang
Patologi radangBang Jay
 
Makalah gagal jantung 2
Makalah gagal jantung 2Makalah gagal jantung 2
Makalah gagal jantung 2Warnet Raha
 
Makalah atritis reumatoid pada lansia
Makalah atritis reumatoid pada lansiaMakalah atritis reumatoid pada lansia
Makalah atritis reumatoid pada lansiaKANDA IZUL
 
Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Penglihatan (Katarak)
Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan  Gangguan Penglihatan (Katarak)Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan  Gangguan Penglihatan (Katarak)
Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Penglihatan (Katarak)pjj_kemenkes
 
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN PERADANGAN PADA MATA (KONJUNGTIVITIS)
ASUHAN KEPERAWATAN  PADA PASIEN DENGAN PERADANGAN PADA MATA (KONJUNGTIVITIS) ASUHAN KEPERAWATAN  PADA PASIEN DENGAN PERADANGAN PADA MATA (KONJUNGTIVITIS)
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN PERADANGAN PADA MATA (KONJUNGTIVITIS) pjj_kemenkes
 
ASKEP VENTRICULAR SEPTAL DEFECT (VSD)
ASKEP VENTRICULAR SEPTAL DEFECT (VSD)ASKEP VENTRICULAR SEPTAL DEFECT (VSD)
ASKEP VENTRICULAR SEPTAL DEFECT (VSD)Sulistia Rini
 
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM SIRKULASI KORONER (INFA...
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM SIRKULASI KORONER (INFA...ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM SIRKULASI KORONER (INFA...
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM SIRKULASI KORONER (INFA...pjj_kemenkes
 
Asuhan keperawatan pada ny. d dengan post partum normal di wilayah kerja pusk...
Asuhan keperawatan pada ny. d dengan post partum normal di wilayah kerja pusk...Asuhan keperawatan pada ny. d dengan post partum normal di wilayah kerja pusk...
Asuhan keperawatan pada ny. d dengan post partum normal di wilayah kerja pusk...Septian Muna Barakati
 
Inflamasi
InflamasiInflamasi
Inflamasiwidipta
 

What's hot (20)

Patologi radang
Patologi  radangPatologi  radang
Patologi radang
 
Askep dermatitis
Askep dermatitisAskep dermatitis
Askep dermatitis
 
Makalah gagal jantung 2
Makalah gagal jantung 2Makalah gagal jantung 2
Makalah gagal jantung 2
 
Askep dermatitis
Askep dermatitisAskep dermatitis
Askep dermatitis
 
Makalah atritis reumatoid pada lansia
Makalah atritis reumatoid pada lansiaMakalah atritis reumatoid pada lansia
Makalah atritis reumatoid pada lansia
 
Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Penglihatan (Katarak)
Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan  Gangguan Penglihatan (Katarak)Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan  Gangguan Penglihatan (Katarak)
Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Penglihatan (Katarak)
 
Askep multiple sklerosis
Askep multiple sklerosisAskep multiple sklerosis
Askep multiple sklerosis
 
Askep infark miokard
Askep infark miokardAskep infark miokard
Askep infark miokard
 
Makalah keganasan
Makalah keganasanMakalah keganasan
Makalah keganasan
 
Asuhan Keperawatan Meningitis
Asuhan Keperawatan MeningitisAsuhan Keperawatan Meningitis
Asuhan Keperawatan Meningitis
 
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN PERADANGAN PADA MATA (KONJUNGTIVITIS)
ASUHAN KEPERAWATAN  PADA PASIEN DENGAN PERADANGAN PADA MATA (KONJUNGTIVITIS) ASUHAN KEPERAWATAN  PADA PASIEN DENGAN PERADANGAN PADA MATA (KONJUNGTIVITIS)
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN PERADANGAN PADA MATA (KONJUNGTIVITIS)
 
ASKEP VENTRICULAR SEPTAL DEFECT (VSD)
ASKEP VENTRICULAR SEPTAL DEFECT (VSD)ASKEP VENTRICULAR SEPTAL DEFECT (VSD)
ASKEP VENTRICULAR SEPTAL DEFECT (VSD)
 
Asuhan keperawatan pada klien dengan gangren
Asuhan keperawatan pada klien dengan gangrenAsuhan keperawatan pada klien dengan gangren
Asuhan keperawatan pada klien dengan gangren
 
Artritis Gout
Artritis GoutArtritis Gout
Artritis Gout
 
Kumpulan nanda nic noc r cl
Kumpulan nanda nic noc r clKumpulan nanda nic noc r cl
Kumpulan nanda nic noc r cl
 
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM SIRKULASI KORONER (INFA...
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM SIRKULASI KORONER (INFA...ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM SIRKULASI KORONER (INFA...
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM SIRKULASI KORONER (INFA...
 
Asuhan keperawatan pada ny. d dengan post partum normal di wilayah kerja pusk...
Asuhan keperawatan pada ny. d dengan post partum normal di wilayah kerja pusk...Asuhan keperawatan pada ny. d dengan post partum normal di wilayah kerja pusk...
Asuhan keperawatan pada ny. d dengan post partum normal di wilayah kerja pusk...
 
Pathways ggk
Pathways ggkPathways ggk
Pathways ggk
 
Inflamasi
InflamasiInflamasi
Inflamasi
 
Pengkajian anemia
Pengkajian anemiaPengkajian anemia
Pengkajian anemia
 

Viewers also liked

SYSTEMIC LUPUS ERYTHEMATOSUS Sle pathophysiology and management
SYSTEMIC LUPUS ERYTHEMATOSUS Sle pathophysiology and managementSYSTEMIC LUPUS ERYTHEMATOSUS Sle pathophysiology and management
SYSTEMIC LUPUS ERYTHEMATOSUS Sle pathophysiology and managementsamirelansary
 
Lupus eritematosus sistemik
Lupus eritematosus sistemikLupus eritematosus sistemik
Lupus eritematosus sistemikFawzia Fathin
 
Systemic Lupus Erythematosus
Systemic Lupus ErythematosusSystemic Lupus Erythematosus
Systemic Lupus ErythematosusSheelendra Shakya
 
Systemic lupus erythematosus
Systemic lupus erythematosusSystemic lupus erythematosus
Systemic lupus erythematosusFurqan Khan
 

Viewers also liked (6)

SYSTEMIC LUPUS ERYTHEMATOSUS Sle pathophysiology and management
SYSTEMIC LUPUS ERYTHEMATOSUS Sle pathophysiology and managementSYSTEMIC LUPUS ERYTHEMATOSUS Sle pathophysiology and management
SYSTEMIC LUPUS ERYTHEMATOSUS Sle pathophysiology and management
 
Lupus eritematosus sistemik
Lupus eritematosus sistemikLupus eritematosus sistemik
Lupus eritematosus sistemik
 
Penyakit lupus
Penyakit lupusPenyakit lupus
Penyakit lupus
 
Systemic Lupus Erythematosus
Systemic Lupus ErythematosusSystemic Lupus Erythematosus
Systemic Lupus Erythematosus
 
Lupus Ppt
Lupus PptLupus Ppt
Lupus Ppt
 
Systemic lupus erythematosus
Systemic lupus erythematosusSystemic lupus erythematosus
Systemic lupus erythematosus
 

Similar to Sle jadi

LAPORAN PENDAHULUAN MYELITIS
LAPORAN PENDAHULUAN MYELITISLAPORAN PENDAHULUAN MYELITIS
LAPORAN PENDAHULUAN MYELITISnurhalimah rofi
 
MAKALAH IMUNOLOGI "LUPUS"
MAKALAH IMUNOLOGI "LUPUS"MAKALAH IMUNOLOGI "LUPUS"
MAKALAH IMUNOLOGI "LUPUS"DION RANGGA
 
Lp kmb ulkus dm
Lp kmb ulkus dmLp kmb ulkus dm
Lp kmb ulkus dmifaaa
 
Konsep asuhan keperawatan Leukemia
Konsep asuhan keperawatan LeukemiaKonsep asuhan keperawatan Leukemia
Konsep asuhan keperawatan LeukemiaVerar Oka
 
Makalah Multiple sklerosis
Makalah Multiple sklerosisMakalah Multiple sklerosis
Makalah Multiple sklerosisLailia Hameeda
 
Karya tulis penyakit lupus
Karya tulis penyakit lupusKarya tulis penyakit lupus
Karya tulis penyakit lupusMazaya Faridhal
 
PPT SARPUS IKA YANG BARU(1).pptx
PPT SARPUS IKA YANG BARU(1).pptxPPT SARPUS IKA YANG BARU(1).pptx
PPT SARPUS IKA YANG BARU(1).pptxkristyagaki
 
Asuhan Keperawatan Akibat Peradangan Muskuluskeletal
 Asuhan Keperawatan Akibat Peradangan Muskuluskeletal Asuhan Keperawatan Akibat Peradangan Muskuluskeletal
Asuhan Keperawatan Akibat Peradangan Muskuluskeletalpjj_kemenkes
 
Asuhan Keperawatan Akibat Peradangan Muskuluskeletal
 Asuhan Keperawatan Akibat Peradangan Muskuluskeletal Asuhan Keperawatan Akibat Peradangan Muskuluskeletal
Asuhan Keperawatan Akibat Peradangan Muskuluskeletalpjj_kemenkes
 
KMB SLE (Sistemik Lupus Eritematosus)
KMB SLE (Sistemik Lupus Eritematosus)KMB SLE (Sistemik Lupus Eritematosus)
KMB SLE (Sistemik Lupus Eritematosus)Victor Madritsta
 
Neural tube defect
Neural tube defectNeural tube defect
Neural tube defectIsma Jihan
 
ASKEP Gerontik.pptx
ASKEP Gerontik.pptxASKEP Gerontik.pptx
ASKEP Gerontik.pptxRidoniJoy
 
FAKTOR LINGKUNGAN YANG DAPAT MENINGKATKAN RISIKO PENYAKIT LUPUS ERITEMATOSUS ...
FAKTOR LINGKUNGAN YANG DAPAT MENINGKATKAN RISIKO PENYAKIT LUPUS ERITEMATOSUS ...FAKTOR LINGKUNGAN YANG DAPAT MENINGKATKAN RISIKO PENYAKIT LUPUS ERITEMATOSUS ...
FAKTOR LINGKUNGAN YANG DAPAT MENINGKATKAN RISIKO PENYAKIT LUPUS ERITEMATOSUS ...KANDA IZUL
 

Similar to Sle jadi (20)

PJBL SLE
PJBL SLEPJBL SLE
PJBL SLE
 
LAPORAN PENDAHULUAN MYELITIS
LAPORAN PENDAHULUAN MYELITISLAPORAN PENDAHULUAN MYELITIS
LAPORAN PENDAHULUAN MYELITIS
 
MAKALAH IMUNOLOGI "LUPUS"
MAKALAH IMUNOLOGI "LUPUS"MAKALAH IMUNOLOGI "LUPUS"
MAKALAH IMUNOLOGI "LUPUS"
 
Systemic Lupus Erythematosus (SLE)
Systemic Lupus Erythematosus (SLE)Systemic Lupus Erythematosus (SLE)
Systemic Lupus Erythematosus (SLE)
 
Lp kmb ulkus dm
Lp kmb ulkus dmLp kmb ulkus dm
Lp kmb ulkus dm
 
Kelompok
KelompokKelompok
Kelompok
 
Konsep asuhan keperawatan Leukemia
Konsep asuhan keperawatan LeukemiaKonsep asuhan keperawatan Leukemia
Konsep asuhan keperawatan Leukemia
 
Makalah Multiple sklerosis
Makalah Multiple sklerosisMakalah Multiple sklerosis
Makalah Multiple sklerosis
 
Karya tulis penyakit lupus
Karya tulis penyakit lupusKarya tulis penyakit lupus
Karya tulis penyakit lupus
 
PPT SARPUS IKA YANG BARU(1).pptx
PPT SARPUS IKA YANG BARU(1).pptxPPT SARPUS IKA YANG BARU(1).pptx
PPT SARPUS IKA YANG BARU(1).pptx
 
Askep sle
Askep sleAskep sle
Askep sle
 
Asuhan Keperawatan Akibat Peradangan Muskuluskeletal
 Asuhan Keperawatan Akibat Peradangan Muskuluskeletal Asuhan Keperawatan Akibat Peradangan Muskuluskeletal
Asuhan Keperawatan Akibat Peradangan Muskuluskeletal
 
Asuhan Keperawatan Akibat Peradangan Muskuluskeletal
 Asuhan Keperawatan Akibat Peradangan Muskuluskeletal Asuhan Keperawatan Akibat Peradangan Muskuluskeletal
Asuhan Keperawatan Akibat Peradangan Muskuluskeletal
 
ASKEP LUPUS
ASKEP LUPUSASKEP LUPUS
ASKEP LUPUS
 
KMB SLE (Sistemik Lupus Eritematosus)
KMB SLE (Sistemik Lupus Eritematosus)KMB SLE (Sistemik Lupus Eritematosus)
KMB SLE (Sistemik Lupus Eritematosus)
 
Neural tube defect
Neural tube defectNeural tube defect
Neural tube defect
 
Askep all
Askep allAskep all
Askep all
 
ASKEP Gerontik.pptx
ASKEP Gerontik.pptxASKEP Gerontik.pptx
ASKEP Gerontik.pptx
 
Leukemia P6.pptx
Leukemia P6.pptxLeukemia P6.pptx
Leukemia P6.pptx
 
FAKTOR LINGKUNGAN YANG DAPAT MENINGKATKAN RISIKO PENYAKIT LUPUS ERITEMATOSUS ...
FAKTOR LINGKUNGAN YANG DAPAT MENINGKATKAN RISIKO PENYAKIT LUPUS ERITEMATOSUS ...FAKTOR LINGKUNGAN YANG DAPAT MENINGKATKAN RISIKO PENYAKIT LUPUS ERITEMATOSUS ...
FAKTOR LINGKUNGAN YANG DAPAT MENINGKATKAN RISIKO PENYAKIT LUPUS ERITEMATOSUS ...
 

Sle jadi

  • 1. TUGAS KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH III ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN PENYAKIT MIASTENIA GRAVIS Dosen : Dewi Baririet Baroroh S.Kep., Ns. OLEH : KELOMPOK IV PSIK VII C PROGRAM STUDI ILMUKEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG 2012 TUGAS KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH III ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN PENYAKIT MIASTENIA GRAVIS
  • 2. Dosen : Dewi Baririet Baroroh, S. Kep., Ns. OLEH : 1. Maulana Hendrawan (09060135) 2. Rahmayatun Najah (09060155) 3. Imam Abdul Nasir (09060171) PROGRAM STUDI ILMUKEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG 2012 KATA PENGANTAR Puji syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, hidayah serta inayah-Nya sehingga makalah Keperawatan Medika Bedah III dengan judul Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Penyakit Miastenia Gravis, dapat terselesaikan dengan baik.
  • 3. Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Teman-teman kelompok yang telah memberikan dukungan dari awal hingga akhir pembuatan makalah ini, Ibu Dewi Baririet Baroroh, S.Kep.,Ns. selaku dosen mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah III yang telah membimbing dan memberi arahan kepada kami, serta seluruh pihak yang turut membantu penyelesaian makalah ini. Kami menyadari bahwa masih banyak terdapat kesalahan dalam makalah ini, karena itu kritik dan saran yang mendukung sangat kami harapkan demi perbaikan dalam penulisan makalah selanjutnya. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya. Malang, 5 Oktober 2012 Penulis
  • 4. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penderita SLE diperkirakan mencapai 5 juta orang di seluruh dunia (Yayasan Lupus Indonesia). Prevalensi pada berbagai populasi berbeda-beda bervariasi antara 3 – 400 orang per 100.000 penduduk (Albar, 2003). SLE lebih sering ditemukan pada ras-ras tertentu seperti bangsa Afrika – Amerika, Cina, dan mungkin juga Filipina. Di Amerika, prevalensi SLE kira-kira 1 kasus per 2000 populasi dan insiden berkisar 1 kasus per 10.000 populasi (Bartels, 2006). Prevalensi penderita SLE di Cina adalah 1 :1000 (Isenberg and Horsfall,1998). Meskipun bangsa Afrika yang hidup di Amerika mempunyai prevalensi yang tinggi terhadap SLE, penyakit ini ternyata sangat jarang ditemukan pada orang kulit hitam yang hidup di Afrika. Di Inggris, SLE mempunyai prevalensi 12 kasus per 100.000 populasi, sedangkan di Swedia 39 kasus per 100.000 populasi. Di New Zealand, prevalensi penyakit ini pada Polynesian sebanyak 50 kasus per 100.000 populasi dan hanya 14,6 kasus per 100.000 populasi pada orang kulit putih (Bartels, 2006). Indonesia sendiri jumlah penderita SLE secara tepat belum diketahui tetapi diperkirakan sama dengan jumlah penderita SLE di Amerika yaitu 1.500.000 orang (Yayasan Lupus Indonesia). Berdasarkan hasil survey, data morbiditas penderita SLE di RSU Dr. Soetomo Surabaya selama tahun 2005 sebanyak 81 orang dan prevalensi penyakit ini menempati urutan keempat setelah osteoartritis, reumatoid artritis, dan low back pain. Setiap tahun ditemukan lebih dari 100.000 penderita baru. Hal ini disebabkan oleh manifestasi penyakit yang sering terlambat diketahui sehingga berakibat pada pemberian terapi yang inadekuat, penurunan kualitas pelayanan, dan peningkatan masalah yang dihadapi oleh penderita SLE. Masalah lain yang timbul adalah belum terpenuhinya kebutuhan penderita SLE dan keluarganya tentang informasi, pendidikan, dan dukungan yang terkait dengan SLE. Oleh karena itu penting sekali meningkatkan kewaspadaan masyarakat tentang dampak buruk penyakit SLE terhadap kesehatan serta dampak psikologi dan sosialnya yang cukup berat untuk penderita maupun keluarganya
  • 5. 1.2. Rumusan Masalah 1. Apakah definisi dari penyakit SLE? 2. Bagaimana etiologi dari penyakit SLE? 3. Bagaimana manifestasi klinik dari SLE? 4. Bagaimana patofisiologi penyakit SLE? 5. Apakah factor-faktor penunjang pemeriksaan pasien SLE? 6. Untuk mengetahui pemeriksaan laboratorium pada pasien miastenia gravis 7. Apakah komlikasi yang disebabkan oleh penyakit SLE? 8. Bgaimana Pengobatan pada klien dengan penyakit SLE? 9. Bagaimana Diagnosa keperawatan, NIC dan NOC pada pasien SLE? 1.3. Tujuan Tujuan umum : 1) Untuk mengetahui asuhan keperawatan klien yang tepat dengan SLE Tujuan Khusus : a) Untuk mengetahui definisi dari penyakit SLE b) Untuk mengetahui etiologi dari penyakit SLE c) Untuk mengetahui manifestasi klinik dari SLE d) Untuk mengetahui patofisiologi penyakit SLE e) Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang SLE f) Untuk mengetahui pemeriksaan laboratorium pada pasien SLE g) Untuk mengetahui komplikasi yang disebabkan oleh penyakit SLE h) Untuk mengetahui Pengobatan pada klien dengan penyakit SLE i) Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan dari kasus
  • 6. BAB II PEMBAHASAN A. Definisi SLE (Sistemisc lupus erythematosus) adalah penyakti radang multisistem yang sebabnya belum diketahui, dengan perjalanan penyakit yang mungkin akut dan fulminan atau kronik remisi dan eksaserbasi disertai oleh terdapatnya berbagai macam autoantibodi dalam tubuh. SLE adalah penyakit radang multisistem yang penyebabnya belum diketahui, dengan perjalanan penyakit yang mungkin akut dan fulminan atau kronik remisi dan eksaserbasi, disertai oleh terdapatnya berbagai macam autoantibody dalam tubuh. SLE merupakan prototype penyakit autoimun multisistem yang ditandai oleh munculnya sekumpulan reaksi imun abnormal yang menghasilkan beragam manifestasi klinik Sytemic lupus erythematosis (SLE) adalah suatu penyakit inflamasi outoimun pada jaringan penyambungbyang dapat mencakup ruam kulit,nyeri sendi dan keletihan.( Elizabeth J.C ,Jakarta : EGC,2009) SLE adalah suatu penyakit autoimun pada jaringan ikat yang menunjukkan berbagai manifestasi paling sering berupa artritis,dapat juga timbul manisfestasi dikulit,ginjal dan neurologis. (Amanda dkk ,2009) SLE adalah penyakit inflamasi autoimun kronis yang melewati tiga bentuk dasar lupus discoid yang menyerang kulit lupus disebabkan oleh bahan kimia/obat – obatan dan sistemik lupus eritemotosus yang menyerang system organ besar (Diane C.B, Joann C.H, ,2000) SLE adalah penyakit autoimun sistemik ditandai oleh produksi autobantibodi dan keragaman manifestasi klinis (Cyntnia, Betty Diamond Meggan MackayMM, 2009) B. Etiologi SLE Menurut Buku saku patofisiologi, Elizabeth J .Corwin ,Jakarta : EGC,2009 ,Sampai saat ini faktor yang merangsang sistem pertahanan diri untuk menjadi tidak normal belum diketahui. Ada kemungkinan
  • 7. - faktor genetic Penelitian menunjukkan bahwa banyak Gen yang berperan terutama yang mengkode system Imun seperti Gen yang mengkode reseptor sel T, Imunoglobulin dan sitokin. - sinar ultraviolet. - obat-obatan tertentu memainkan peranan. - Hormonal C. Manifestasi Klinis SLE No Tempat Gejala 1 muskuloskel berupa artritis, etal atralgia, dan mialgia sendi interfalangeal proksimal diikuti oleh lutut, pergelangan tangan, metakarpofalangeal, siku, dan pergelangan kaki (Delafuente, 2002). 2 Mukokutan ruam kulit berbentuk kupu-kupu (butterfly rash) berupa eritema yang agak edematus pada hidung dan kedua pipi. vaskulitis eritema periungual, livido retikularis, alopesia, ulserasi, dan fenomena Raynaud (Delafuente, 2002). 3 jantung gangguan katup jantung (biasanya aorta atau mitral) termasuk gejala endokarditis Libman-Sachs perikarditis, miokarditis,
  • 8. 4 Paru - paru pleuritis dan efusi pleura Pneumonitis lupus 5 abdomen mual, diare, dispepsia vaskulitis, perforasi usus, pankreatitis, dan hepatosplenomegali (Delafuente, 2002). 6 saraf neuropati perifer disfungsi kognitif, psikosis, depresi, kejang, dan stroke (Delafuente, 2002). 7 ginjal lupus nefritis tingginya serum kreatinin adanya proteinuria D. Klasifikasi Miastenia Gravis Penyakit Lupus dapat diklasifikasikan menjadi 3 macam yaitu discoid lupus, systemic lupus erythematosus, dan lupus yang diinduksi oleh obat. 1. Discoid Lupus
  • 9. Lesi berbentuk lingkaran atau cakram dan ditandai oleh batas eritema yang meninggi, skuama, sumbatan folikuler, dan telangiektasia. Lesi ini timbul di kulit kepala, telinga, wajah, lengan, punggung, dan dada. Penyakit ini dapat menimbulkan kecacatan karena lesi ini memperlihatkan atrofi dan jaringan parut di bagian tengahnya serta hilangnya apendiks kulit secara menetap (Hahn, 2005). 2. Systemic Lupus Erythematosus SLE merupakan penyakit radang atau inflamasi multisistem yang disebabkan oleh banyak faktor (Isenberg and Horsfall,1998) dan dikarakterisasi oleh adanya gangguan disregulasi sistem imun berupa peningkatan sistem imun dan produksi autoantibodi yang berlebihan (Albar, 2003). Terbentuknya autoantibodi terhadap dsDNA, berbagai macam ribonukleoprotein intraseluler, sel-sel darah, dan fosfolipid dapat menyebabkan kerusakan jaringan (Albar, 2003) melalui mekanime pengaktivan komplemen (Epstein, 1998). 3. Lupus yang diinduksi oleh obat Lupus yang disebabkan oleh induksi obat tertentu khususnya pada asetilator lambat yang mempunyai gen HLA DR-4 menyebabkan asetilasi obat menjadi lambat, obat banyak terakumulasi di tubuh sehingga memberikan kesempatan obat untuk berikatan dengan protein tubuh. Hal ini direspon sebagai benda asing oleh tubuh sehingga tubuh membentuk kompleks antibodi antinuklear (ANA) untuk menyerang benda asing tersebut (Herfindal et al., 2000). E. Patofisiologi SLE Lembar berikutnya F. pemeriksaan Penunjang SLE Menurut Robin Graham-Brown. Jakarta : Erlangga, 2005, Pemeriksaan untuk menentukan adanya penyakit ini bervariasi, diantaranya: 1. Pemeriksaan darah Antinuclear antibody (ANA) yang juga disebut antinuclear factor (ANF), dan antibodi DNA ditemukan pada sebagian besar pasien SLE. Antibodi-antibodi terhadap DNA untai-ganda ini merupakan hal yang karakteristik. Sejumlah autoantibodi yang lain bisa juga ditemukan, seperti anti-Ro dan anti-La, antibodi limfosititoksik, antibodi
  • 10. antiplatelet, dan antikoagulan lupus. Dapat juga ditemukan adanya faktor reumatoid positif dan tes serologis terhadap sifilis secara biologis bisa positif palsu. 2. Pemeriksaan histologis dari biopsi yang dilakukan pada kulit yang secara klinis terkena, memberikan gambaran khusus, sedangkan pemeriksaan dengan imunofluresensi langsung menunjukkan adanya deposisi linier dari imunoglobulin G (IgG) atau imunoglobulin M (IgM) dan C3 pada pertemuan dermis-epidermis.(brown. R.g, 2005) 3. Pemeriksaan darah untuk mengukur kadar komplemen (protein yang berperan dalam sistem kekebalan) dan untuk menemukan antibodi lainnya, mungkin perlu dilakukan untuk memperkirakan aktivitas dan lamanya penyakit. 4. Ruam kulit atau lesi yang khas 5. Rontgen dada menunjukkan pleuritis atau perikarditis 6. Pemeriksaan dada dengan bantuan stetoskop menunjukkan adanya gesekan pleura atau jantung 7. Analisa air kemih menunjukkan adanya darah atau protein 8. Hitung jenis darah menunjukkan adanya penurunan beberapa jenis sel darah 9. Biopsi ginjal 10. Pemeriksaan saraf 11. Pemeriksaan Laboratorium meliputi Uji laboratorium yang penting untuk mendiagnosa Lupus Untuk menegakkan diagnosis SLE, diperlukan beberapa jenis uji diagnostik (pemeriksaan laboratoium) terutama bila gejala-gejala kurang jelas. Tidak ada uji diagnostik tunggal untuk Lupus. Ada beberapa pemeriksaan laboratorium yang sering dipakai untuk menegakkan diagnosis SLE, yaitu: a. Antinuclear Antibody (ANA) Disebut juga sebagai Anti Nuclear Factor (ANF) adalah suatu antibodi yang menyerang atau mengikat inti sel yang merupakan pusat perintah sel. Tes darah ANA merupakan tes yang sangat sensitif untuk Lupus. Ketika ada tiga atau lebih ciri khas Lupus seperti keterlibatan kulit, sendi, ginjal, paru-paru, jantung, darah, atau sistem saraf, maka tes ANA yang positif merupakan konfirmasi adanya Lupus. Namun, hasil tes ANA positif tidak selalu berati memilki Lupus. ANA dapat menjadi positif pada orang denga penyakit lain, atau positif pada orang yang tidak sakit. ANA juga bisa
  • 11. berubah dari positif ke negatif, atau negatif ke positif pada orang yang sama. Namun, Antibodi antinuclear biasanya ditemukan (97%) dalam darah penderit Lupus. b. Antibodi terhadap fosfolipid (aPLs) Antibodi ini dapat menyebabkan penyempitan pembuluh darah, pembekuan darah di kaki atau paru-paru, stroke, serangan jantung, atau keguguran. Yang paling sering aPLs diukur adalah antikoagulan Lupus, antibodi anticadiolipin, dan anti-Beta2 glikoprotein. Hampir 30% orang dengan Lupus akan mendapatkan hasil tes positif untuk antibodi antifosfolipid. Catatan : Fosfolipid selain ditemukan pada Lupus juga ditemukan pada penyakit Syphilis, jadi hasil positif untuk tes sifilis tidak berarti bahwa telah atau pernah menderita Syphilis karena sekitar 20% dari penderita Lupus akan memiliki hasil tes Syphilis positif palsu. c. Antibodi terhadap protein Sm dalam inti sel (Anti Sm) Antibodi Sm ditemukan pada 30-40% orang dengan Lupus, keberadaan antibodi ini hampir selalu dapat diartikan bahwa seseorang mengidap Lupus. d. Antibodi untuk Ro/SS-A dan La/SS-B Antibodi untuk Ro/SS-A dan La/SS-B (Ro dan La adalah nama-nama protein lain dalam inti sel). Ati-Ro terutama ditemukan pada Lupus bentuk kutan (kulit), suatu bentuk Lupus yang menyebabkan ruam yang sangat sensitif terhadap sinar matahari. Pada wanita hamil, antibodi Ro dan La dapat melewati plasenta dan dapat menyebabkan Lupus Neonatal pada bayi. Lupus Neonatal jarang terjadi dan biasanya tidak berbahaya, tetapi bisa serius dalam beberapa kasus Komplemen (Complement) C3 dan C4 yang rendah. Komplemen adalah sekelompok protein yang berfungsi membantu kerja sistem kekebalan tubuh dan berperan dalam proses peradangan. Ada 9 macam komplemen yang bergerak bebas di dalam aliran darah yaitu C1 sampai C9. Komplemen yang penting dalan diagnosis SLE adalah C3 dan C4. Level normal C3 dan C4 dalam darah untuk perempuan 13-75 mg/dL dan untuk laki-laki 12-72 mg/dL. Pada SLE aktif, biasanya C3 dan C4 turun dibawah level normal.
  • 12. e. Antibodi untuk DNA untai ganda (anti-dsDNA) Antibodi ini menyerang DNA (suatu material genetik di dalam inti sel). Anti-dsDNA ditemukan pada 50% penderita Lupus, tetapi kadang antibodi ini tidak terdeteksi pada penderita Lupus. G. Komplikasi komplikasi SLE meliputi : 1. infeksi, gagal jantung, 2. kerusakan saraf permanen dan 3. kematian. gang. ginjal, 4. rentan infeksi, 5. gang pembuluh darah 6. jantung, paru, 7. keguguran berulang 8. Dll H. Penatalaksanaan Dalam garis besarnya penatalaksanaan SLE dibagi dalam 3 golongan besar, yaitu: 1. Konseling dan tindakan suportif Penderita perlu diberi penjelasan mengenai penyakit yang dideritanya (perjalanan penyakit, komplikasi, prognosis dan sebagainya) sehingga diharapkan penderita dapat bersikap positif terhadap penanggulangan penyakitnya. Istirahat diperlukan sampai gejala akut penyakitnya hilang. Aktivitas normal dapat dimulai kembali secara bertahap, kecuali jika timbul kelelahan penderita boleh kembali ke aktivitas semula. Kebersihan tubuh dan gizi yang baik juga diperlukan. Kontak dengan sinar matahari harus dikurangi atau dihindari, karena sinar ultra violet dapat merusak dan merubah membran lisosom dan DNA sel-sel kulit, sehingga dapat memacu eksaserbasi penyakitnya. Dapat dipakai lotion tertentu (sun screener lotion) untuk mengurangi kontak langsung dengan sinar matahari.
  • 13. Beberapa hal yang juga perlu diperhatikan dan dihindarkan dari penderita SLE adalah stress psikis, kerusakan jaringan baik karena trauma maupun operasi, infeksi dan pemakaian obat-obatan, antara lain sulfonamid, prokainamid, antikonvulsi, isoniazid, klorpromazin, klortalidon, metildopa, propiltiourasil, metiltiourasil, klonidin dan penghambat beta. Kontrasepsi oral yang mengandung estrogen sebaiknya hanya diberikan dengan takaran minimal pada penderita yang telah terkendali dengan baik. Vaksinasi juga sebaiknya dihindari. 2. Obat-obatan a. Anti Inflamasi Non Steroid (AINS) Kelainan muskuloskeletal sering dijumpai pada penserita SLE. Artralgia, artritis dan mialgia serta kelainan sistemik lainnya seperti demam dan serositis ringan dapat diatasi dengan obat anti inflamasi non steroid. b. Obat Anti Malaria Obat anti malaria mula-mula diperkenalkan sebagai obat untuk artritis reumatoid, setelah melalui beberapa percobaan, ternyata juga berguna untuk mengatasi kelainan kulit dan artritis pada SLE. Pemakaian obat ini dalam jangka waktu yang lama akan menimbulkan efek samping terutama pada mata, berupa infiltrasi kornea yang bersifat reversibel dengan diberhentikanya pengobatan, dan retinopati, yang mungkin bersifat irreversibel disertai dengan kebutaan. Oleh karena itu pemakaian obat ini harus disertai dengan pemeriksaan mata secara teratur setiap 3 bulan. c. Kortikosteroid yaitu penderita SLE dengan kelainan kulit yang memburuk dan tak responsif terhadap pengobatan konservatif, dalam keadaan ini biasanya diperlukan takaran rendah sampai sedang, keadaan lain dimana diperlukan kortikosteroid ialah adanya gejala gangguan saraf pusat, perikarditis, miokarditis, pleuritis, pneumonitis, hepatitis dan demam yang tinggi.
  • 14. Pemakaian kortikosteroid dalam jangka panjang dapat menimbulkan beberapa efek samping, antara lain osteoporosis, gangguan toleransi glukosa, sampai timbul diabetes, kenaikan tekanan intrakranial, pengecilan otot, terutama pada paha, bahu dan pinggul, gangguan psikologis, hipertensi, nekrosis tulang aseptik, memudahkan terjadinya infeksi, miopati, hipokalemia, katarak dan glaukoma. Selain itu juga ada efek samping akibat penghentian pemakaiannya secara mendadak atau tiba-tiba, yaitu berupa hipoglikemia, hipotensi, gangguan elektrolit dan syok. d. Obat Imunosupresif/Sitotoksis Indikasi utama penggunaannya adalah ubtuk nefritis lupus dengan gambaran histologis proliferatif difus. Biasanya obat ini diberikan bersama dengan kortikosteroid. Namun penggunaan obat ini masih diperdebatkan untuk penderita SLE. Karena akan timbul efek samping yang berat karena pemakaian kortikosteroid tersebut, juga pada penderita yang ada kontaindikasi untuk mendapatkan kortikosteroid, dan pada penderita yang sudah tidak responsif lagi terhadap pemakaian kortikosteroid. Efek samping dari obat imunosupresif/sitotoksis adalah penekanan sumsum tulang, kegagalan gonad yang irreversibel, hepatotoksik dan sistitis hemoragi serta peningkatan kemungkinan timbulnya keganasan. e. Terapi hormonal Keterlibatan faktor hormonal pada SLE ditemukan dalam penelitian pada manusia dan binatang. Dilaporkan adanya metabolisme estrogen yang abnormal pada penderita pria maupun wanita. Tetapi belum diketahui secara pasti bagaimana mekanisme pengaruh hormon terhadap respon imun. Tampaknya estrogen memperbesar respon imunitas humoral dan menekan imunitas seluler, sedangkan androgen dapat mengurangi autoimunitas. f. Stimulasi Imunologik Karena ditemukannya kelainan pada populasi sel T pada penderita SLE, maka
  • 15. kemudian dicoba obat-obatan yang tampaknya dapat berperan pada diferensiasi sel T. Levamisol termasuk dalam golongan obat tersebut (immune modulation). g. Plasmaferesis Plasmaferesis dilakukan dalam penatalaksanaan berbagai kelainan imunologis. Diperkenalkan pertma kali penggunaannya untuk penderita SLE pada tahun 1974. Plasmaferesis menunjukkan keberhasilan dalam mengatasi beberapa gejala SLE pada eksaserbasi yang berat dan kehamilan. Dengan plasmaferesis, secara sentrifugasi plasma penderita SLE yang mengandung kompleks imun dipisahkan dari darah, sel-sel darahnya kemudian dikembalikan lagi ke dalam tubuh bersama dengan pengganti plasma berupa albumin atau plasma segar. Mula-mula 1,5 – 3,0 liter plasma diganti setiap hari, setelah penyakitnya terkendali, penggantian tersebut dapat dijarangkan setiap beberap minggu atau bulan. 3. Pengobatan terhadap komplikasi Komplikasi yang sering timbul pada penderita SLE adalah infeksi sekunder, antibiotik dengan daya jangkau luas perlu diberikan lebih dulu sebelm adanya hasil uji kepekaan kuman terhadap antibiotik. Pada sistem kardiopulmoner mungkin dapat timbul efusi pleura, efusi perikard sampai temponade jantung yang memerlukan tindakan invasif seperti perikardiektomi. Obat antikonvulsi diberikan untuk mengatasi kejang pada penderita SLE dengan gangguan susunan saraf pusat. Sedang pada kelainan muskuloskeletal mungkin diperlukan fisioterapi dan tindakan rehabilitasi untuk mencegah kerusakan lebih lanjut pada sendi dan ototnya serta untuk mempertahankan kemampuan mobilisasi yang masih ada. Kelainan ginjal dapat berupa kegagalan fungsi ginjal yang ringan sampai berat. Dalam keadaan ini dipertimbangkan pemberian diuretik, obat anti hipertensi, dan mungkin juga dialisis. Antikoagulasi oral dapat diberikan untuk mencegah trombosis vena yang berulang dan tromboflebitis. Obat ini juga diberikan pada pebderita SLE dengan sindrom nefrotik yang berat, dimana biasanya disertai dengan keadaan hiperkoagulasi dan trombosis vena
  • 16. rebalis atau trombosis vena-vena kecil dalam ginjal. Heparin diberikan dalam takaran antikoagulasi, kemudian dilanjutkan dengan takaran pemeliharaan 250mg/hari subkutan. Untuk penderita SLE dengan trombosis arteri dapat diberikan obat anti platelet, yaitu asam asetilsalisilat (ASA) takaran rendah (100mg/hari).
  • 17. I. Asuhan Keperawatan SLE KASUS SLE Nn. Y, 26 tahun, belum menikah, masuk puskesmas Sidowaras tanggal 5 Juli 2012 dengan keluhan pegel linu, dan dirujuk ke RSU Kepanjen pada tanggal 8 Juli 2012, pasien mengeluh nyeri di persendian kedua kaki, oedem kedua kaki dan demam (39 C). Pasien didiagnosa SLE setelah dilakukan berbagai macam pemeriksaan diagnostik. Ketika pengkajian didapatkan data bahwa nyeri hilang timbul, dan meningkat ketika bergerak, skala 7 sehingga mengganggu tidurnya. Tidur pasien hanya 5 jam sehari dan sering bangun di malam hari. Hasil lab didapatkan kadar Hb = 9 g/dl, trombosit = 90.000/ µl, penurunan faktor prmbekuan darah. Selain itu pasien juga merasa malu karena ada ruam di wajah dan terus bertanya kepada perawat apakah ruam tersebut bisa hilang kalau penyakitnya sembuh. 1. Analisis data Nama : Nn. Y Umur : 26 Tahun MRS : puskesmas Sidowaras 5 Juli 2012 Dirujuk : ke RSU Kepanjen pada tanggal 8 Juli 2012 No Data Etiologi Masalah 1 Ds: Gangguan rasa nyeri Gangguan Pola - Pasien mengatakan tidur 134 tidurnya kurang puas - Pasien mengatakan sering terbangun di malam hari Do : - Tidur pasien kurang (5 jam)
  • 18. - pasien terganggu dengan nyerinya Ds: Nyeri Hambatan - pasien mengeluh nyeri di Mobilitas Fisik 143 persendian kedua kaki Do: - Keterbatasan kiemampuan untuk melakukan ketrampilan motorik kasar - Keterbatasan rentang pergerakan sendi - Nyeri meningkat ketika bergerak menjadi skala 7 Ds : Imobilisasi (nyeri di Intoleransi Aktifitas - Pasien mengatakan dirinya persendian) seperti tidak punya daya, letih , lesu Do: - Respon kadar hemoglobin 9 g/dl - nyeri di persendian meningkat setelah melakukan pergerakan Ds : Agen Nyeri Akut 410 - pasien mengeluh nyeri di cedera(biologis) persendian kedua kaki Do: - nyeri hilang timbul, dan
  • 19. meningkat ketika bergerak - skala nyeri 7 - klien menolak perawat yang akan memegang sendinya Ds: Penyakit SLE Hipertermi - pasien mengeluh dingin dan menggigil Do: - suhu pasien tinggi (39 derajar celcius) - kulit pasien terawa hangat - kulit pasien tampak kemerahan ` Ds :- Gangguan Kelebihan volume Do: mekanisme regulasi cairan - Odema di kedua kaki pasien - Adanya penurunan hb( 9g/dl) - Perubahan berat jenis urin Ds: Koagulopati Resiko Perdarahan Do: inkoherensi - kadar Hb = 9 g/dl (trombositopenia) (normalnya 12g/dl), - trombosit = 90.000/ µl (normalnya 200.000 µl – 500.000 µl - penurunan faktor prmbekuan darah
  • 20. 2. Prioritas diagnose a. Kelebihan volume cairan b/d Gangguan mekanisme regulasi b. Nyeri Akut b/d Agen cedera(biologis) c. Hipertermi b/d infeksi penyakit SLE
  • 21. DAFTAR PUSTAKA .(Buku saku patofisiologi, Elizabeth J .Corwin ,Jakarta : EGC,2009) (Panduan pemeriksaan antenatal, Amanda Sullivan,lucy kean,Alison cryer,Jakarta : EGC ,2009) (Keperawatan medical bedah ,Diane C. Baughman, Joann C.Hackley, Jakarta : EGC,2000) Obstetri & ginekologi : panduan praktik , Geri Morgan ,Carole Hamilton, Jakarta 2009 HYPERLINK "http://doktersehat.com/lupus-apa-itu-penyakit-lupus/" http://www.ekologi.litbang.depkes.go.id/data/vol%207/3-Fredy.pdf http://doktersehat.com/lupus-apa-itu-penyakit-lupus/ http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000435.htm http://buletinsehat.com/obat/sistemik-lupus-eritematosus-sle/