Tim Yang Lolos Pendanaan Hibah Kepedulian pada Masyarakat UI 2024
Makalah_31 Makalah diskusi 1 fisik jelek kimia baik gbngan
1. MAKALAH
“Usaha Perbaikkan Media Tanam dalam Mempertahankan Ketahanan
Pangan dalam Kondisi Fisik Jelek dan Kimia Baik”
Disusun untuk memenuhi mata kuliah Kesuburan Tanah dan Nutrisi Tanaman III
Semester Genap Tahun 2010
Kelompok 5
Martha Christy 150110080209
Muthia Syafika Haq 150110080083
Raden Bondan E B 150110080162
Viktor 150110080167
PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI F
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS PADJAJARAN
JATINANGOR
2. BAB I
PENDAHULUAN
Media tanam merupakan komponen utama ketika akan bercocok tanam. Media tanam yang
akan digunakan harus disesuaikan dengan jenis tanaman yang ingin ditanam. Menentukan media
tanam yang tepat dan standar untuk jenis tanaman yang berbeda habitat asalnya merupakan hal
yang sulit. Hal ini dikarenakan setiap daerah memiliki kelembapan dan kecepatan angin yang
berbeda. Secara umum, media tanam harus dapat menjaga kelembapan daerah sekitar akar,
menyediakan cukup udara, dan dapat menahan ketersediaan unsur hara.
Jenis media tanam yang digunakan pada setiap daerah tidak selalu sama. Di Asia Tenggara,
misalnya, sejak tahun 1940 menggunakan media tanam berupa pecahan batu bata, arang, sabut
kelapa, kulit kelapa, atau batang pakis. Bahan-bahan tersebut juga tidak hanya digunakan secara
tunggal, tetapi bisa dikombinasikan antara bahan satu dengan lainnya.
Misalnya, pakis dan arang dicampur dengan perbandingan tertentu hingga menjadi media tanam
baru. Pakis juga bisa dicampur dengan pecahan batu bata.
Untuk mendapatkan media tanam yang baik dan sesuai dengan jenis tanaman yang akan
ditanam, seorang hobiis harus memiliki pemahaman mengenai karakteristik media tanam yang
mungkin berbeda-beda dari setiap jenisnya. 8erdasarkan jenis bahan penyusunnya, media tanam
dibedakan menjadi bahan organik dan anorganik.
BAB II
2
3. PEMBAHASAN
1. Pengertian tanah
Pengertian tanah dapat diartikan dalam berbagai kepentingan dan aspek, sehingga setiap
orang dapat memberikan pengertian yang beragam tergantung kepada kepentingan dan aspek
yang menjadi perhatiannya. . Dari aspek geologi, tanah dapat diartikan sebagai kulit terluar
dari permukaan bumi yang telah mengalami pelapukan. Sedang dilihat dari aspek morfologi,
tanah dapat diartikan sebagai bahan anatomi tubuh tanah. Dokuchaev, Hilgard, Marbut,
Kellog dan para ilmuwan lainnya mengajar kita untuk mengetahui sifat tanah dengan cara
mendeskripsikan sifat-sifat tanah yang membentuk tubuh tanah (solum) secara anatomis
(susunan horison, horison penciri, warna, tekstur, struktur, konsistensi, dan lain-lain).
Pengertian tanah yang berkenaan dengan produksi tanaman sering digunakan istilah
edafologi (edaphic atau edaphon = tanah yang subur tempat tumbuh tanaman, logos = ilmu),
yaitu tanah sebagai habitat atau tempat/media tumbuh bagi tanaman yang diusahakan.
Edafologi mempelajari tanah sebagai tempat tumbuh dan penyedia unsur hara bagi
tumbuhan. Edafologi mengidentifikasikan dan menerangkan mengapa adanya perbedaan
produktivitas, perbedaan kesesuian atau kemampuan penggunaan tanah, mengembangkan
cara-cara meningkatkan produktivitas tanah, memelihara kelestarian fungsi tanah dan
memperbaiki tanah-tanah yang rusak (Sitanala Arsyad, 2006). Edafologi dapat berfungsi
demikian, jika reaksi-reaksi tertentu dan sifat-sifat dasar tanah telah diungkapkan oleh
pedologi.
Tanah sebagai sumberdaya alam untuk pertanian mempunyai dua fungsi utama :
1) Sebagai matriks tempat akar tumbuhan berjangkar dan air tanah tersimpan
2) Sebagai sumber unsur hara bagi tumbuhan.
Kedua fungsi tanah itu dapat menurun atau hilang. Dan menurunnya atau hilangnya
fungsi tanah inilah yang disebut sebagai kerusakan tanah atau degradasi tanah. Menurunnya
fungsi tanah dapat diperbaiki dengan pemupukan, sedangkan hilangnya fungsi tanah tidak
mudah diperbaiki atau diperbaharui, oleh karena memerlukan waktu lama, bisa puluhan
tahun atau bahkan ratusan tahun untuk pembentukan tanah itu.
3
4. 2. Ketahanan Pangan
Ketahanan pangan merupakan hal yang sangat strategis dan penting. Pangan adalah
kebutuhan pokok sekaligus menjadi esensi kehidupan manusia, karenanya hak atas pangan
menjadi bagian sangat penting dari hak azasi manusia. Disamping itu ketahanan pangan
adalah bagian dari ketahanan nasional yang saat ini dinilai paling rapuh. Pembangunan
ketahanan pangan di Indonesia telah ditegaskan dalam Undang-undang nomor 7 tahun 1996
tentang Pangan yang dirumuskannya sebagai usaha mewujudkan ketersediaan pangan bagi
seluruh rurnah tangga, dalam jumlah yang cukup, mutu dan gizi yang layak, arnan
dikonsumsi, merata serta terjangkau oleh setiap individu.
Ketahanan pangan merupakan suatu sistem yang terdiri dari subsistem ketersediaan,
distribusi, dan konsumsi. Subsistem ketersediaan pangan berfungsi menjamin pasokan
pangan untuk memenuhi kebutuhan seluruh penduduk, baik dari segi kuantitas, kualitas,
keragaman dan keamanannya. Subsistem distribusi berfungsi mewujudkan sistem distribusi
yang efektif dan efisien untuk menjamin agar seluruh rumah tangga dapat memperoleh
pangan dalam jumlah dan kualitas yang cukup sepanjang waktu dengan harga yang
terjangkau. Sedangkan subsistem konsumsi berfungsi mengarahkan agar pola pemanfaatan
pangan secara nasional memenuhi kaidah mutu, keragaman, kandungan gizi, kemananan dan
kehalalannya. Situasi ketahanan pangan di negara kita masih lemah. Hal ini ditunjukkan
antara lain oleh: (a) jumlah penduduk rawan pangan (tingkat konsumsi < 90% dari
rekomendasi 2.000 kkal/kap/hari) dan sangat rawan pangan (tingkat konsumsi <70 % dari
rekomendasi) masih cukup besar, yaitu masing-masing 36,85 juta dan 15,48 juta jiwa untuk
tahun 2002; (b) anak-anak balita kurang gizi masih cukup besar, yaitu 5,02 juta dan 5,12 juta
jiwa untuk tahun 2002 dan 2003 (Ali Khomsan, 2003)
Menurut Bustanul Arifin (2005) ketahanan pangan merupakan tantangan yang
mendapatkan prioritas untuk mencapai kesejahteraan bangsa pada abad milenium ini.
Apabila melihat Penjelasan PP 68/2002 tersebut, upaya mewujudkan ketahanan pangan
nasional harus bertumpu pada sumber daya pangan lokal yang mengandung keragaman antar
daerah.
4
5. Sejak tahun 1798 ketika Thomas Malthus memberi peringatan bahwa jumlah manusia
meningkat secara eksponensial, sedangkan usaha pertambahan persediaan pangan hanya
dapat meningkat secara aritmatika. Dalam perjalanan sejarah dapat dicatat berbagai peristiwa
kelaparan lokal yang kadang-kadang meluas menjadi kelaparan nasional yang sangat parah
diberbagai Negara. Permasalahan diatas adalah cirri sebuah Negara yang belum mandiri
dalam hal ketahanan pangan (Nasoetion, 2008)
Kebutuhan pangan di dunia semakin meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah
penduduk di dunia. Pada tahun 1930, penduduk dunia hanya 2 miliar dan 30 tahun kemudian
pada tahun 1960 baru mencapai 3 miliar. Lonjakan penduduk dunia mencapai peningkatan
yang tinggi setelah tahun 1960, hal ini dapat kita lihat dari jumlah penduduk tahun 2000an
yang mencapai kurang lebih 6 miliar orang, tentu saja dengan pertumbuhan penduduk ini
akan mengkibatkan berbagai permasalahan diantaranya kerawanan pangan. Di Indonesia
sendiri, permasalah pangan tidak dapat kita hindari, walaupun kita sering disebut sebagai
negara agararis yang sebagian besar penduduknya adalah petani. Kenyataannya masih
banyak kekurangan pangan yang melanda Indonesia, hal ini seiring dengan meningkatnya
penduduk. Bahkan dua peneliti AS pernah menyampaikan bahwa pada tahun 2100, penduduk
dunia akan mengahadapi krisis pangan (Nasoetion, 2008) .Bertambahnya penduduk bukan
hanya menjadi satu-satunya permasalahan yang menghambat untuk menuju ketahanan
pangan nasional. Berkurangnya lahan pertanian yang dikonversi menjadi pemukiman dan
lahan industri, telah menjadi ancaman dan tantangan tersendiri bagi bangsa Indonesia untuk
menjadi bangsa yang mandiri dalam bidang pangan.
Permasalahan yang mengahambat dalam mencapai ketahanan pangan dan menjauhkan
Indonesia dari keadaan rawan pangan adalah konversi lahan pertanian menjadi daerah
industri. Menurut Tambunan (2003) dengan semakin sempitnya lahan pertanian ini, maka
sulit untuk mengharapkan petani kita berproduksi secara optimum. Roosita (2002) dalam
Tambunan (2003) memperkirakan bahwa konversi lahan pertanian ke nonpertanian di
Indonesia akan semakin meningkat dengan rata-rata 30.000-50.000 ha per tahun, yang
diperkirakan jumlah petani gurem telah mencapai sekitar 12 juta orang.
Tabel.3 Lahan Pertanian di Beberapa Negara Asia
5
6. 6
Negara Lahan Pertanian (ha per kapita)
1979-81 1996-1998
1. Bangladesh
2. China
3. India
4. Indonesia
5. Jepang
6. Korea Selatan
7. Malaysia
8. Pakistan
9. Filipina
10. Sri Lanka
11. Thailand
12. Vietnam
0,10
0,10
0,24
0,12
0,04
0,05
0,07
0,24
0,11
0,06
0,35
0,11
0,06
0,10
0,17
0,09
0,04
0,04
0,08
0,17
0,08
0,05
0,28
0,07
7. Sumber : World Bank database dalam Tambunan (2003)
Selain itu,ancaman rapuhnya ketahanan pangan di Indonesia dapat disebabkan dari
kemampuan tanah yang tidak memadai untuk lahan pertanian. Banyaknya kondisi tanah yang
kurang baik di Indonesia bagi lahan pertanian menjadikan hambatan dalam melakukan
kegiatan pertanian dan tercukupinya kebutuhan pangan nasional. Untuk itu, perlunya
pengolahan tanah dalam mendukung ketahanan pangan di Indonesia perlu diperhatikan agar
kebutuhan pangan nasional pun dapat terpenuhi.
3. Contoh Tanah yang Memiliki sifat Fisik Jelek dan Kima Baik adalah Tanah Vertisol
Vertisols adalah tanah-tanah mineral yang mempunyai warna abu kehitaman, bertekstur
liat dengan kandungan 30% pada horizon permukaan sampai kedalaman 50 cm dan
didominasi jenis lempung montmorillonit. Faktor dominan yang mempengarugi
pembentukan tanah ini adalah iklim utamanya iklim kering dan batuan tanah yang kaya
terhadap kation. Oleh karena itu tanah-tanah ini ditemukan kebanyakan di NTT (0.198 juta
ha), Jawa Timur (0.96 juta ha), NTB (0.125 juta ha), Sulawesi Selatan (0.22 juta ha) dan
Jawa Tengah (0.4 juta ha).
7
8. a) Sifat fisik
Vertisol merupakan salah satu order tanah yang memiliki beberapa kondisi sifat fisik
yang tidak dikehendaki baik dari segi pertanian maupun teknik. Salah satu kondisi sifat fisik
tersebut adalah kemampuannya untuk mengembang dan mengerut secara intensif yang
menyebabkan tanah tersebut tidak stabil. Lempung ini sifatnya mudah membentuk rekahan
lebar dan dalam di musim kemarau dan mudah mengembang di musim hujan. Pengembangan
tanah menyebabkan tanah mudah terdispersi dan pori-pori tanah tersumbat, sehingga
permeabilitas tanahnya menjadi rendah. Pengerutan tanah membentuk retakan-retakan lebar
dan dalam, yang dapat menimbulkan masalah seperti retaknya dinding bangunan-bangunan,
sarana keperluan pertanian, ataupun jalan-jalan yang dibuat di atasnya. Bagi tanaman,
pengerutan tanah dapat menghambat pertumbuhan akar, bahkan memutuskannya. Meskipun
demikian, disamping sifat-sifat fisik tersebut di atas.
Salah satu alternatif untuk memanipulasi sifat-sifat Vertisol yang tidak dikehendaki yaitu
dengan penambahan polimer hidroksi Aluminium (PHA) ke dalam tanah. Menurut Bamhisel
dan Bertsch (1989), ion Aluminium akan diikat lebih kuat oleh liat yang dapat mengembang
daripada ion lainnya dan jumlahnya di dalam tanah relatif lebih banyak serta PHA
mempunyai struktur berupa lempengan sehingga dapat menjadi agen penyemen yang sangat
baik. Dengan menggunakan mineral liat montmorillonit, diketahui bahwa PHA mampu
mengurangi dan bahkan menghilangkan daya mengembang dan mengerut mineral liat
tersebut (Keren, 1980; Hsu, 1989) Perlakuan penambahan PHA berpengaruh positif terhadap
beberapa sifat fisik tanah yang ditunjukkan oleh menurunnya secara nyata bobot isi tanah,
cenderung menurunnya nilai COLE, cenderung meningkatnya stabilitas agregat dan
meningkatnya dengan sangat nyata permeabilitas tanah. Namun demikian, perlakuan PHA
cenderung menurunkan kadar air tersedia. Selain itu, tanah jenis vertisol yang akan
digunakan sebagai lahan pertanian akan memberikan banyak masalah terutama kesuburan
yang cenderung rendah, maka solusinya adalah memperbanyak bahan organik seperti
kompos dan pupuk kandang, karena benda-benda ini akan bersifat sebagai buffer/penyangga
yang berfungsi mengurangi daya mengembang atau mengkerut tanah. Pengembangan
(swelling) dan (shrinkage) pada tanah lempung pada prinsipnya adalah peristiwa perubahan
volume.
8
9. Penyusutan tanah terjadi karena adanya penurunan kadar air akibat evaporasi pada musim
kering dan pengembangan terjadi karena adanya penambahan kadar air akibat musim hujan.
Peristiwa itu akan berlangsung sepanjang tahun seiring dengan adanya perubahan musim.
Untuk menanggulangi peristiwa kembang susut tersebut dapat dilakukan dengan mengubah
gradasi butir tanah atau menjaga kadar air dalam tanah tidak mengalami perubahan.
b) Sifat kimia
Vertisol juga memiliki beberapa sifat baik, antara lain kapasitas kation, kejenuhan basa
dan kapasitas menahan airnya yang tinggi serta dapat menjadi tempat persemaian yang baik
(Dudal, 1989). Reaksi tanah bervariasi dari asam lemah hingga alkaline lemah; nilai pH
antara 6,0 sampai 8,0. pH tinggi (8,0-9,0) terjadi pada Vertisol dengan ESP yang tinggi
(Munir, 1996).
Vertisol menggambarkan penyebaran tanah-tanah dengan tekstur liat dan mempunyai
warna gelap, pH yang relatif tinggi serta kapasitas tukar kation dan kejenuhan basa yang juga
relatif tinggi. Vertisol tersebar luas pada daratan dengan iklim tropis dan subtropis (Munir,
1996).
Dalam perkembangan klasifikasi ordo Vertisol, pH tanah dan pengaruhnya tidak cukup
mendapat perhatian. Walaupun hampir semua tanah dalam ordo ini mempunyai pH yang
tinggi, pada daerah-daerah tropis dan subtropis umumnya dijumpai Vertisol dengan pH yang
rendah. Dalam menilai potensi Vertisol untuk pertanian hendaknya diketahui bahwa
hubungan pH dengan Al terakstraksi berbeda disbanding dengan ordo lainnya. pH dapat
tukar nampaknya lebih tepat digunakan dalam menentukan nilai pH Vertisol masam
dibanding dengan kelompok masam dari ordo-ordo lainnya. Perbedaan tersebut akan
mempunyai implikasi dalam penggunaan tanah ini untuk pertumbuhan tanaman. Batas-batas
antara antara kelompok masam dan tidak masam berkisar pada pH 4,5 dan sekitar 5 dalam air
(Lopulisa, 2004).
Proses pembentukan tanah ini telah menghasilkan suatu bentuk mikrotopografi yang
khusus yang terdiri dari cekungan dan gundukan kecil yang biasa disebut topografi gilgai.
Kadang-kadang disebut juga topografi polygonal (Hardjowigeno, 1993). Koloid tanah yang
9
10. memiliki muatan negetif besar akan dapat menjerap sejumlah besar kation. Jumlah kation
yang dapat dijerap koloid dalam bentuk dapat tukar pH tertentu disebut kapasitas tukar
kation. KTK merupakan jumlah muatan negatif persatuan berat koloid yang dinetralisasi oleh
kation yang muda diganti(Pairunan,dkk,1997).
Tanah-tanah dengan kandungan bahan organik atau dengan kadar liat tinggi mempunyai
KTK lebih tinggi dari pada tanah-tanah dengan kandungan bahan organik rendah atau tanah-
tanah berpasir. Jenis-jenis mineral liat juga menentuka besarnya KTK tanah
(Hakim,dkk,1986). Pada umumnya Vertisol juga defisiensi P. Setelah N, unsure P
merupakan pembatas hara terbesar pada Vertisol. Kekurangan unsure P jika kandungan P
kurang dari 5 ppm. Ini berpengaruh pada pemupukan P yang cukup kecil jika produksi
tanaman pada musim berikutnya rendah. P menjadi nyata jika tanaman yang tumbuh pada
kondisi irigasi yang baik, jika produksinya tinggi maka dianjurkan untuk mencoba
menambah pemakaian pupuk N (Munir, 1996).
Kadar fosfor Vertisol ditentukn oleh banyak atau sedikitnya cadangan mineral yang
megandung fosfor dan tingkat pelapukannya. Permasalahan fosfor ini meliputi beberapa hal
yaitu peredaran fosfor di dalam tanah, bentuk-bentuk fosfor tanah, dan ketersediaan fosfor
(Pairunan, dkk, 1997). Pada tanah Vertisol P tersedia adalah sangat tinggi pada Vertisol yang
berkembang dari batuan basik tetapi rendah pada tanah yang berkembang dari bahan
vulkanis. Pada segi lain vertisol yang berkembang dari bahan induk marl atau napal,
kandungan P total tersedia adalah rendah (Soepardi, 1979).
Vertisol adalah tanah yang memiliki KTK dan kejenuhan hara yang tinggi. Rekasi tanah
bervariasi dengan asam lemah hingga alkaline lemah, nilai pH antara 6,0 sampai 8,0, pH
tinggi (8,0 – 9,0) terjadi pada Vertisol dengan ESP yang tinggi dan Vertisol masam (pH 5,0 –
6,2) (Munir, 1996). KTK tanah-tanah Vertisol umumnya sangat tinggi disbanding dengan
tanah-tanah mineral lainnya. Hal ini disebabkan oleh tingginya kandungan liat yang
terbungkus mineral Montmorillonit dengan muatan tetap yang tinggi. Kandungan bahan
organik sungguhpun tidak selalu harus tinggi mempunyai KTK yang sangat tinggi. Kation-
kation dapat tukar yang dominant adalah Ca dan Mg sdan pengaruhnya satu sama lain sangat
berkaitan dengan asal tanah (Lopulisa, 2004). Kejenuhan basa yang tinggi, KTK yang tinggi,
10
11. tekstur yang relative halus, permeabilitas yang rendah dan pH yang relative tinggi dan status
hara yang tidak seimbang merupaka karakteristik Vertisol (Hardjowigeno, 1985).
3.1 Cara memperbaiki sifat fisik jelek
Begitu banyaknya petani yang mengeluh di masa sekarang ini, karena berbagai macam
persoalan, antara lain, produksi yang terus menurun, tanah tak lagi subur dan begitu
mudahnya tanaman terserang hama dan penyakit. Cara umum para petani mengatasi masalah
tersebut biasanya dengan menambah dosis pupuk, dosis insektisida yang akhirnya berujung
pada meningkatnya biaya usaha tani.Ternyata ada masalah besar yang lebih besar menanti,
dengan budidaya seperti itu-pemberian pupuk dan pestisida yang berlebihan-cenderung
mengabaikan keseimbangan ekologi sehingga kondisi fisik dan biologis tanah menjadi
terganggu. Jika cara seperti ini dilakukan terus menerus akan mengakibatkan tanah menjadi
tidak sehat, bersifat pathogen dan struktur tanah berkurang. Dan pada akhirnya akan merusak
kesehatan manusia sebagai konsumen.
Pada tahun 1980-an, Prof. Dr. Teruo Higa dari University of The Ryukus, Okinawa,
Jepang telah mengadakan penelitian terhadap sekelompok mikroorganisme yang dengan
efektif dapat bermanfaat dalam memperbaiki kondisi tanah, menekan pertumbuhan mikroba
yang menimbulkan penyakit dan memperbaiki efisiensi penggunaan bahan organik oleh
tanaman. Kelompok mikroorganisme tersebut disebut dengan Effective Microorganisms
yang disingkat EM. Teknologi EM dikembangkan untuk menunjang pembangunan pertanian
ramah lingkungan, menekan penggunaan pupuk kimia dan pestisida dengan sistem alami
yang akhirnya dapat meningkatkan produktivitas tanah, mengurangi biaya produksi dan
menghasilkan bahan pangan yang bebas bahan kimia sehingga bersih dan sehat untuk di
konsumsi.
Teknologi EM yang sudah mulai akrab dengan masyarakat adalah Effective
Microorganisms-4 biasa disingkat EM-4 adalah suatu kultur campuran beberapa
mikroorganisme yang dapat digunakan sebagai inokulan mikroba yang berfungsi sebagai alat
pengendali biologis. Mikroorganisme tersebut berfungsi dalam lingkungan hidup tanaman
sebagai penekan dan pengendali perkembangan hama dan penyakit.
11
12. EM-4 mengandung beberapa mikroorganisme utama yaitu bakteri fotosintetik, bakteri asam
laktat, Ragi ( yeast ), Actinomycetes dan jamur fermentasi
1. Bakteri Fotosintetik ( Rhodopseudomonas spp. )
Bakteri ini adalah mikroorganisme mandiri dan swasembada. Bakteri ini
membentuk senyawa-senyawa bermanfaat dari sekresi akar tumbuhan, bahan organik dan
gas-gas berbahaya dengan sinar matahari dan panas bumi sebagai sumber energi. Zat-zat
bermanfaat yang terbentuk anatara lain, asam amino asam nukleik, zat bioaktif dan gula
yang semuanya berfungsi mempercepat pertumbuhan. Hasil metabolisme ini dapat
langsung diserap tanaman dan berfungsi sebagai substrat bagi mikroorganisme lain
sehingga jumlahnya terus bertambah.
2. Bakteri asam laktat ( Lactobacillus spp.)
Bakteri ini dapat mengakibatkan kemandulan ( sterilizer) oleh karena itu bakteri
ini dapat menekan pertumbuhan mikroorganisme yang merugikan; meningkatkan
percepatan perombakan bahan organik; menghancurkan bahan organik seperti lignin dan
selulosa serta memfermentasikannya tanpa menimbulkan senyawa beracun yang
ditimbulkan dari pembusukan bahan organik Bakteri ini dapat menekan pertumbuhan
fusarium, yaitu mikroorganime merugikan yang menimbukan penyakit pada
lahan/tanaman yang terus menerus ditanami.
3. Ragi / Yeast ( Saccharomyces spp. )
Melalui proses fermentasi, ragi menghasilkan senyawa-senyawa bermanfaat bagi
pertumbuhan tanaman dari asam amino dan gula yang dikeluarkan oleh bakteri
fotosintetik atau bahan organik dan akar-akar tanaman. Ragi juga menghasilkan zat-zat
bioaktif seperti hormon dan enzim untuk meningkatkan jumlah sel aktif dan
perkembangan akar. Sekresi Ragi adalah substrat yang baik bakteri asam laktat dan
Actinomycetes.
4. Actinomycetes
12
13. Actinomycetes menghasilkan zat-zat anti mikroba dari asam amino yang
dihasilkan bakteri fotosintetik. Zat-zat anti mikroba ini menekan pertumbuhan jamur dan
bakteri. Actinomycetes hidup berdampingan dengan bakteri fotosintetik bersama-sama
menongkatkan mutu lingkungan tanah dengan cara meningkatkan aktivitas anti mikroba
tanah.
5. Jamur Fermentasi
Jamur fermentasi ( Aspergillus dan Penicilium ) menguraikan bahan secara cepat
untuk menghasilkan alkohol, ester dan zat-zat anti mikroba. Pertumbuhan jamur ini
membantu menghilangkan bau dan mencegah serbuan serangga dan ulat-ulat merugikan
dengan cara menghilangkan penyediaan makanannya.
Tiap species mikroorganisme mempunyai fungsi masing-masing tetapi yang terpenting
adalah bakteri fotosintetik yang menjadi pelaksana kegiatan EM terpenting. Bakteri ini
disamping mendukung kegiatan mikroorganisme lainnya, ia juga memanfaatkan zat-zat yang
dihasilkan mikroorganisme lain. Secara umum manfaat Teknologi EM-4 dalam bidang
pertanian adalah sebagai berikut :
1. Memperbaiki sifat biologis, fisik dan kimia tanah
2. Meningkatkan produksi tanaman dan menjaga kestabilan produksi
3. Memfermentasi bahan organik tanah dan mempercepat dekomposisi.
4. .Menghasilkan kualitas dan kuantitas hasil pertanian berwawasan lingkungan.
5. Meningkatkan keragaman mikroba yang menguntungkan di dalam tanah
Aplikasi Teknologi EM-4 EM_4 dikulturkan dalam bentuk medium cair berwarna coklat
dalam kondisi dorman. Pada saat disemprotkan ke dalam tanah atau tubuh tanaman (proses
inokulasi) EM-4 secara aktif memfermentasikan bahan organik (sisa-sisa tanaman, pupuk
hijau, pupuk kandang dll ). Hasil fermentasi dapat diserap langsung oleh perakaran tanaman,
misalnya gula, alkohol, asam amino, protein, karbohidrat dan senyawa organik lainnya
Selain itu, EM-4 merangsang perkembangan mikroorganisme yang menguntungkan tanaman;
13
14. melindungi tanaman dari serangan penyakit sehingga pada akhirnya dapat menyuburkan
tanah, meningkatkan produktifitas tanaman dengan biaya minimal
BAB III
PENUTUP
Media tanam adalah tempat tumbuh tanaman yang menyediakan unsur hara, udara dan air
bagi kebutuhan aktivitas fisiologis dan pertumbuhan tanaman. Media tanam yang lazim dan
berperan sangat luas adalah tanah. Sedangkan media tanam lainnya yang kini mulai
dikembangkan adalah larutan hara dalam media hidrofonik dan aerofonik di rumah kaca/plastik
atau growth chamber.
Kesuburan tanah sebagai media tanam sangat dipengaruhi oleh beberapa sifat tubuh tanah
(edafik) dan lingkungan tempat tumbuhnya. Sedangkan dari aspek produksi selain kedua faktor
tersebut dipengaruhi oleh sifat dan potensi genetik tanaman yang diusahakan. Dilihat dari aspek
tanah, faktor-faktor yang mempengaruhi tanah sebagai media tanaman adalah : sifat fisik, kimia
dan biologi tanah.
14
15. Daftar pustaka
• http://blog-indonesia.com/blog-archive-7988-43.html
• http://arie-yona.blogspot.com/2009/01/tanah-vertisol-vertisol-soil.html
• http://wahyuaskari.wordpress.com/literatur/tanah-vertisol/
• Dudal, R. 1989. Vertisols of subhumid and humid zones. In Management of Vertisols for
Improved Agricultural Production. Proceeding of an IBSRAM Inangular Workshop, ICRISTAT
Center, India. International Crops Research Institute for The Semi-Arid Tropics. pp.55-60.
• Djusar,Desmayanti;Wahyu Purwakusuma dan Iskandar.1997.jurnal : Aplikasi Polimer
Hidroksi Alumunium sebagai Alternatif Perbaikan Beberapa Sifat Fisik Tanah Vertisol.
• http://www.ekonomirakyat.org/index5.php
• http://sosbud.kompasiana.com/2010/01/09/tantangan-menuju-ketahanan-pangan/
• http://Teknologi EM-4, Dimensi Baru Dalam Pertanian Modern.html
15