SlideShare a Scribd company logo
1 of 13
MAKALAH LOGIKA

SILOGISME HIPOTESIS

DISUSUN OLEH:
Audyra Mauretha
Dinar D.K
Fuji Lestari
Hafidz Nuramdhan
Layalia Selma
Nada Bilqis
Yesaya Ferdinand

ILMU KOMUNIKASI-FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS PADJADJARAN, BANDUNG
2013
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karuniaNya dan
tuntunanNya

dalam membantu menulis menyelesaiakan makalah Silogisme

Hipotesis.

Makalah Silogisme Hipotesis ini merupakan dorongan tim penulis untuk lebih
memperluas pengetahuan pembaca mengenai silogisme hipotesis sebagai sarana
dalam penarikan kesimpulan.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen pengajar Logika atas
dorongannya untuk membuat makalah ini.

Semoga makalah ini dapat berguna bagi para pembaca.

Jatinangor, 19 November 2013

Tim Penulis

‘

2|Page
DAFTAR ISI
Kata Pengantar

2

Daftar Isi

3

BAB 1. Pendahuluan

4

1.1. Latar Belakang Masalah

4

1.2. Rumusan Masalah

4

1.3. Tujuan Penulisan

4

1.4. Manfaat Penulisan

5

BAB 2. Pembahasan

6

2.1. Definisi Silogisme

6

2.2. Definisi Silogisme Hipotesis

7

BAB 3. Kesimpulan

12

3.1. Kesimpulan

12

Daftar Pustaka

13

3|Page
BAB I
PENDAHULUAN
2.1. Latar Belakang
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, silogisme adalah bentuk, cara berpikir
atau menarik simpulan yang terdiri atas premis umum, premis khusus, dan
simpulan (misalnya semua manusia akan mati, si A manusia, jadi si A akan mati).
Premis adalah sesuatu yang dianggap benar sebagai landasan kesimpulan
kemudian; dasar pemikiran; alasan; asumsi; kalimat atau proposisi yg dijadikan
dasar penarikan kesimpulan di dalam logika;
1. Mayor premis yang berisi term yang menjadi predikat kesimpulan;
2. Minor premis yang berisi term yang akan menjadi subjek sebuah kesimpulan;
3. Silogisme dua premis (mayor dan minor) yang mewujudkan anteseden.

Silogisme juga suatu bentuk pemikiran kesimpulan secara deduktif dan tidak
langsung yang mana kesimpulannya ditarik dari dua premis yang tersedia
sekaligus. Dua premis yang dimaksud adalah premis mayor dan premis minor.
Bentuk silogisme terdiri dari silogisme kategoris dan silogisme hipotetis.

1.2. RUMUSAN MASALAH
Dari latar belakang yang dipaparkan diatas, dapat kita rumuskan permasalahan
yang akan dibahas dalam makalah ini. Rumusan permasalahan adalah sebagai
berikut:
1. Apa itu silogisme?
2. Apakah itu silogisme hipotesis dan apa macam-macamnya?

1.3. TUJUAN PENULISAN
Tujuan penulisan dimaksudkan untuk mengetahui jawaban dari rumusan-rumusan
masalah yang ada. Adapun tujuan penulisan masalah makalah ini adalah sebagi
berikut:
1. Mendefinisakan silogisme.
2. Mendefinisikan silogisme hipotesis dan menjabarkan macam-macamnya.
4|Page
1.4. MANFAAT PENULISAN
Manfaat penulisan dalam makalah adalah mengetahui manfaat nyata dari
penulisan makalah ini. Adapun manfaat penulisan makalah ini adalah sebagai
berikut:
1. Mengetahui definisi silogisme.
2. Mengetahui definisi silogisme hipotesis beserta macamnya.

5|Page
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1. DEFINISI SILOGISME
Silogisme adalah proses logis yang terdiri dari 3 bagian. 2 bagian pertama
merupakan premis-premis atau pangkal tolak penalaran (deduktif) syllogistic.
Sedangkan bagian ketiga merupakan perumusan hubungan yang terdapat pada
kedua bagian pertama melalui perpotongan trem penengah (M). Bagian ketiga ini
disebut juga kesimpulan yang berupa pengetahuan baru (konsekuens). Proses
menarik suatu kesimpulan dari premis-premis tersebut disebut penyimpulan.

Suatu premis adalah suatu pernyataan yang dirumuskan sedemikian rupa sehingga
pernyataan tadi menegaskan atau menolak bahwa sesuatu itu benar atau tidak
benar. Suatu premis dapat mengatakan suatu fakta, suatu generalisasi atau sekedar
suatu asumsi atau sesuatu yang spesifik.

Atas dasar premis-premis tersebut, kita menarik deduksi. Sering kali tidak dengan
seketika dapat dikatakan apakah suatu P (predikat) harus atau dapat diakui atau
dipungkiri oleh suatu S (subjek). Maka sebelum pikiran dapat „memutuskan‟ S=P,
diperlukan pertimbangan-pertimbangan dan analisis, yakni pikiran maju langkah
demi langkah dengan membandingkan term S dan P dengan suatu term lain yang
dapat menghubungkan S dan P tersebut. Term lain itu disebut term penengah,
disingkat M. Peranan M adalah menunjukan alasan mengapa S dan P dipersatukan
atau dipisahkan dalam kesimpulan.
Pada pokoknya, silogisme mempunyai 2 bentuk asli :
1. Silogisme

kategoris,

yakni

premis-premisnya

berupa

pernyataan

kategoris: P diakui atau dipungkiri tentang S secara mutlak tidak
bergantung pada suatu syarat (karena.....maka....).
2. Silogisme hipotetis.

Pada makalah ini kami akan membahas mengenai silogisme hipotesis dan
macamnya.
6|Page
2.2. SILOGISME HIPOTETIS DAN MACAMNYA
Silogisme hipotesis merupakan proses penalaran yang premisnya berupa
pernyataan bersyarat: P diakui atau dipungkiri tentang S tidak secara mutlak,
melainkan bergantung pada suatu syarat (kalau.....maka.....).

Silogisme Hipotesis memiliki macam-macam bentuk, diantaranya:
2.2.1. Silogisme Kondisional
Silogisme kondisional (bersyarat, conditional syllogism) ialah silogisme
yang premis mayornya berupa keputusan kondisional. Keputusan
kondisional adalah keputusan yang mengandung suatu syarat, yaitu terdiri
dari dua bagian, yang satu dinyatakan benar jika syarat yang dinyatakan
dalam bagian lain dipenuhi. Misalnya, “jika hujan turun, maka jalan
menjadi basah.” Putusan kondisional itu benar jika hubungan bersyarat
yang dinyatakan di dalamnya itu benar, dan salah jika hubungan bersyarat
itu tidak benar. Misalnya, “kalau kamu lulus ujian, maka harus kamu
ulangi sekali lagi.” Bagian putusan kondisional yang mengandung syarat
disebut antecedens. Bagian yang mengandung apa yang dikondisikan
disebut konsekuens. Hubungan antara antecedens dan konsekuens adalah
inti putusan kondisional (menentukan benar tidaknya putusan itu).
Contoh silogisme kondisional:
Kalau turun hujan, maka jalan-jalan basah

kalau A,

(antecedens)

maka B

(konsekuens)

Nah, sekarang turun hujan

Nah, A,

Jadi, jalan-jalan basah

jadi B.

Mayor menyatakan suatu syarat (A) yang menjadi sandaran benartidaknya konsekuens (B). Minor menyatakan dipenuhi syarat itu.
Kesimpulan menyatakan benarnya konsekuens.

Hukum-hukum Silogisme Kondisional
1. Kalau antecedens benar (dan hubungannya sah), maka kesimpulan akan
benar.

7|Page
2. Kalau kesimpulan salah (dan hubungannya sah), maka antecedens salah
pula.

Berdasarkan hukum-hukum ini, maka dapat disusun bagan silogisme
kondisional :
Bentuk-bentuk silogisme kondisional yang sah
1. Jika (A), maka <B>
Nah, (A).
Jadi <B>
2. Jika (A), maka <B>
Nah, tidak <B>
Jadi tidak (A)

Perumusan Hukum-hukum
Jika mayor merupakan putusan kondisional yang benar, dan antecedens
(syaratnya), kita sebut A, konsenkuensinya disebut B, maka:
a) A benar (dipenuhi),

B benar pula.

b) B salah (tidak dipenuhi),

A salah pula.

Tetapi
c) A salah (tidak dipenuhi),
d) B benar (dipenuhi),

B dapat salah, dapat benar
A dapat salah, dapat benar

Jadi, bentuk-bentuk yang tidak sah:
3. Jika (A), maka <B>
Nah, <B>
Jadi (A)
4. Jika (A), maka <B>
Nah, tidak (A)
Jadi tidak <B>

Bentuk-bentuk yang terakhir ini paling banter hanya menunjukan suatu
kemungkinan. (Jadi kesimpulan seharusnya: mungkin (A), dan mungkin

8|Page
tidak <B>. Bentuk-bentuk ini hanya sah, jika syarat yang dinyatakan
dalam (A) merupakan satu-satunya syarat. Tetapi ini lalu harus dinyatakan
pula, dengan mengatakan: “Hanya jika (A), maka B; jadi kalau B; maka
pula A.”

2.2.2. Silogisme Disjungtif
Silogisme disjungtif ialah silogisme yang premis mayornya terdiri dari
keputusan disjungtif. Premis minor menyatakan atau memungkiri salah
satu dari „kemungkinan‟ yang disebut dalam mayor. Kesimpulan
mengandung kemungkinan yang lain.
Bagan silogisme disjungtif:
A atau B

A atau B

Nah, A

Nah, bukan A

Jadi bukan B

Jadi B

Keputusan disjungtif ialah: keputusan yang di dalamnya terkandung suatu
pilihan suatu pilihan antara dua (atau lebih) kemungkinan (menunjukkan
apa yang disebut suatu „alternatif‟, dinyatakan dalam kalimat dengan atau .
. . atau . . . .).

Dibedakan:
a) Disjungtif dalam arti sempit (dalam arti sebenarnya)
Hanya mengandung dua kemungkinan, tidak lebih dan tidak kurang,
tidak dapat bersama-sama benar, dan tidak ada kemungkinan ketiga.
Jadi, dari dua kemungkinan yang disebut hanya satu dapat benar.
Karena itu, „A atau B‟ dapat juga dirumuskan: “Tidak dapat bersamasama A dan B. Nah, A; jadi bukan B.” Atau “Kalai A, bukan B. Nah,
A; jadi bukan B.”
Jika A dan B dapat bersama-sama benar, atau ada kemungkinan ketiga
(ialah C), maka silogisme tidak sah. Misalnya:

9|Page
1. Kesebelasan kita menang atau kalah. Nah, tidak kalah, jadi
menang (salah, sebab ada kemungkinan ketiga, yaitu sama kuat).
2. Bunga itu merah atau berwarna.... (yang satu mengandung yang
lain).
3. Ia masuk atau tinggal di luar (=tidak masuk). Nah, ia masuk, jadi
tidak tinggal di luar (ini sah, sebab antara masuk dan tidak masuk
tak ada kemungkinan lain).

b) Disjungtif dalam arti luas
Dalam arti luas, A dan B dapat sama-sama benar, bahkan dapat terjadi
kemungkinan ketiga. Misalnya: “Dialah yang pergi, atau saya (dapat
juga bersama-sama).” Atau: “Memperkecil volume suatu gas itu dapat
dengan dua jalan: merendahkan derajat panasnya atau menambah
tekanan (tetapi dapat juga kedua-duanya bersama-sama).”

2.2.3. Dilema
Dilema adalah semacam pembuktian, yang di dalamnya terdiri dari dua
atau lebih putusan disjungtif untuk ditarik kesimpulan yang sama; atau
dibuktikan bahwa dari masing-masing kemungkinan harus ditarik
kesimpulan yang tidak dikehendaki.
Dilema merupakan suatu kombinasi dari berbagai bentuk silogisme.
Mayor terdiri dari sebuah putusan disjungtif. Dalam minor diambil
kesimpulan yang sama dari kedua alternatif.
Bentuk dilema dapat bermacam-macam. Bentuk pokoknya sebagai
berikut:
A, atau tidak A.
Nah, kalau A, maka B.
Kalau tidak A, toh B
Jadi B.
Bentuk-bentuk lain misalnya:
A dan B

A atau B

Kalau A, maka X

Nah, kalau A, maka X

10 | P a g e
Kalau B, juga X

Kalau B, maka Y

Jadi X.

Jadi X atau Y

Kalau A, maka B dan C

Kalau A, maka X: dan kalau

B maka Y
Nah, ataukah tidak B

Nah, tidak A atau tidak Y

Ataukah tidak C

Jadi tidak A atau tidak B

Jadi tidak A.

Bentuk yang penting: dari konsekuensi yang tidak dikehendaki menarik
kesimpulan: memungkiri mayor.
Misalnya demikian:
A atau tidak A
Nah, kalau A, maka B
Tetapi tidak B, karena...
Jadi tidak A.

Hukum-hukum dilema
1. Putusan disjungtif harus lengkap, menyebut semua kemungkinan.
2. Konsekuensinya harus sah
3. Kesimpulan lain tidak mungkin (tak boleh dapat di-„retorsi‟ atau
dibalik)

11 | P a g e
BAB 3
KESIMPULAN
3.1. KESIMPULAN
Silogisme atau penalaran deduktif yang biasanya diawali dengan adanya suatu
pernyataan/premis yang bersifat umum kemudian diikuti dengan premis yang
bersifat khusus, kemudian kita dapat menarik kesimpulan dari premis yang ada
sebelumnya, dengan cara menggabungkan kesamaan dari premis umum dan
khusus tersebut. Sedangkan silogisme hipotesis adalah silogisme yang premis
mayornya adalah proposisi hipotesis atau proposisi majemuk, dan premis
minornya mengakui atau menolak salah satu bagian premis mayor.

12 | P a g e
DAFTAR PUSAKA
Poespoprodjo, W., & Gilarso, T. (1989). Logika Ilmu Menalar. Bandung:
Remadja Karya

13 | P a g e

More Related Content

What's hot

MAKALAH QASHASH AL-QUR’AN
MAKALAH QASHASH AL-QUR’ANMAKALAH QASHASH AL-QUR’AN
MAKALAH QASHASH AL-QUR’ANAmalia Damayanti
 
Akidah, ushuluddin, teologi, tauhid, dan ilmu kalam
Akidah, ushuluddin, teologi, tauhid, dan ilmu kalamAkidah, ushuluddin, teologi, tauhid, dan ilmu kalam
Akidah, ushuluddin, teologi, tauhid, dan ilmu kalamAbulkhair Abdullah
 
Makalah tentang akhlak dan ruang ligkupnya
Makalah tentang akhlak dan ruang ligkupnyaMakalah tentang akhlak dan ruang ligkupnya
Makalah tentang akhlak dan ruang ligkupnyaSchool
 
PPT fiqh (sejarah pembentukan empat mahzab dalam fiqh) Kelompok 5
PPT fiqh (sejarah pembentukan empat mahzab dalam fiqh) Kelompok 5PPT fiqh (sejarah pembentukan empat mahzab dalam fiqh) Kelompok 5
PPT fiqh (sejarah pembentukan empat mahzab dalam fiqh) Kelompok 5NavenAbsurd
 
Studi islam dalam pendekatan historis
Studi islam dalam pendekatan historisStudi islam dalam pendekatan historis
Studi islam dalam pendekatan historisatjehh
 
Fiqh Muamalah - Pinjam Meminjam ('Ariyah)
Fiqh Muamalah - Pinjam Meminjam ('Ariyah)Fiqh Muamalah - Pinjam Meminjam ('Ariyah)
Fiqh Muamalah - Pinjam Meminjam ('Ariyah)Izzatul Ulya
 
Pembagian Hadits Secara Umum Berdasarkan Kualitas dan Kuantitas Rawi
Pembagian Hadits Secara Umum Berdasarkan Kualitas dan Kuantitas RawiPembagian Hadits Secara Umum Berdasarkan Kualitas dan Kuantitas Rawi
Pembagian Hadits Secara Umum Berdasarkan Kualitas dan Kuantitas RawiFakhri Cool
 
Ilmu tasawuf
Ilmu tasawufIlmu tasawuf
Ilmu tasawufLia Lia
 
HUBUNGAN TASAUF DENGAN TAREKAT DAN HUBUNGAN TASAWUF DENGAN SYARI'AT
HUBUNGAN TASAUF DENGAN TAREKAT DAN HUBUNGAN TASAWUF DENGAN SYARI'ATHUBUNGAN TASAUF DENGAN TAREKAT DAN HUBUNGAN TASAWUF DENGAN SYARI'AT
HUBUNGAN TASAUF DENGAN TAREKAT DAN HUBUNGAN TASAWUF DENGAN SYARI'ATMutiara permatasari
 
Pertemuan i dasar dan sejarah timbulnya ilmu kalam
Pertemuan i dasar dan sejarah timbulnya ilmu kalamPertemuan i dasar dan sejarah timbulnya ilmu kalam
Pertemuan i dasar dan sejarah timbulnya ilmu kalamIsa Ansori
 
Filsafat Islam - Al Ghazali
Filsafat Islam - Al GhazaliFilsafat Islam - Al Ghazali
Filsafat Islam - Al GhazaliEneng Susanti
 
Masa keemasan dan kemunduran fiqh
Masa keemasan dan kemunduran fiqhMasa keemasan dan kemunduran fiqh
Masa keemasan dan kemunduran fiqhfriskacaca
 
Power Point Filsafat Islam
Power Point Filsafat IslamPower Point Filsafat Islam
Power Point Filsafat IslamFirdika Arini
 
Kaidah cabang al umuru bi maqasidiha
Kaidah cabang al umuru bi maqasidihaKaidah cabang al umuru bi maqasidiha
Kaidah cabang al umuru bi maqasidihaDodyk Fallen
 
3. studi islam di barat, timur, indonesia
3. studi islam di barat, timur, indonesia3. studi islam di barat, timur, indonesia
3. studi islam di barat, timur, indonesiaMarhamah Saleh
 
Makalah filsafat umum
Makalah filsafat umumMakalah filsafat umum
Makalah filsafat umumAyah Abeeb
 
Kaidah2 fiqh Al yaqini yuzalu bi syak dan kebolehan dalam darurat
Kaidah2 fiqh Al yaqini yuzalu bi syak dan kebolehan dalam daruratKaidah2 fiqh Al yaqini yuzalu bi syak dan kebolehan dalam darurat
Kaidah2 fiqh Al yaqini yuzalu bi syak dan kebolehan dalam daruratArif Arif
 

What's hot (20)

MAKALAH QASHASH AL-QUR’AN
MAKALAH QASHASH AL-QUR’ANMAKALAH QASHASH AL-QUR’AN
MAKALAH QASHASH AL-QUR’AN
 
Akidah, ushuluddin, teologi, tauhid, dan ilmu kalam
Akidah, ushuluddin, teologi, tauhid, dan ilmu kalamAkidah, ushuluddin, teologi, tauhid, dan ilmu kalam
Akidah, ushuluddin, teologi, tauhid, dan ilmu kalam
 
Konsep pendidikan
Konsep pendidikanKonsep pendidikan
Konsep pendidikan
 
Makalah tentang akhlak dan ruang ligkupnya
Makalah tentang akhlak dan ruang ligkupnyaMakalah tentang akhlak dan ruang ligkupnya
Makalah tentang akhlak dan ruang ligkupnya
 
PPT fiqh (sejarah pembentukan empat mahzab dalam fiqh) Kelompok 5
PPT fiqh (sejarah pembentukan empat mahzab dalam fiqh) Kelompok 5PPT fiqh (sejarah pembentukan empat mahzab dalam fiqh) Kelompok 5
PPT fiqh (sejarah pembentukan empat mahzab dalam fiqh) Kelompok 5
 
Studi islam dalam pendekatan historis
Studi islam dalam pendekatan historisStudi islam dalam pendekatan historis
Studi islam dalam pendekatan historis
 
Fiqh Muamalah - Pinjam Meminjam ('Ariyah)
Fiqh Muamalah - Pinjam Meminjam ('Ariyah)Fiqh Muamalah - Pinjam Meminjam ('Ariyah)
Fiqh Muamalah - Pinjam Meminjam ('Ariyah)
 
Pembagian Hadits Secara Umum Berdasarkan Kualitas dan Kuantitas Rawi
Pembagian Hadits Secara Umum Berdasarkan Kualitas dan Kuantitas RawiPembagian Hadits Secara Umum Berdasarkan Kualitas dan Kuantitas Rawi
Pembagian Hadits Secara Umum Berdasarkan Kualitas dan Kuantitas Rawi
 
Ilmu tasawuf
Ilmu tasawufIlmu tasawuf
Ilmu tasawuf
 
HUBUNGAN TASAUF DENGAN TAREKAT DAN HUBUNGAN TASAWUF DENGAN SYARI'AT
HUBUNGAN TASAUF DENGAN TAREKAT DAN HUBUNGAN TASAWUF DENGAN SYARI'ATHUBUNGAN TASAUF DENGAN TAREKAT DAN HUBUNGAN TASAWUF DENGAN SYARI'AT
HUBUNGAN TASAUF DENGAN TAREKAT DAN HUBUNGAN TASAWUF DENGAN SYARI'AT
 
Pertemuan i dasar dan sejarah timbulnya ilmu kalam
Pertemuan i dasar dan sejarah timbulnya ilmu kalamPertemuan i dasar dan sejarah timbulnya ilmu kalam
Pertemuan i dasar dan sejarah timbulnya ilmu kalam
 
Filsafat Islam - Al Ghazali
Filsafat Islam - Al GhazaliFilsafat Islam - Al Ghazali
Filsafat Islam - Al Ghazali
 
Masa keemasan dan kemunduran fiqh
Masa keemasan dan kemunduran fiqhMasa keemasan dan kemunduran fiqh
Masa keemasan dan kemunduran fiqh
 
Aik ppt 1
Aik ppt 1Aik ppt 1
Aik ppt 1
 
Power Point Filsafat Islam
Power Point Filsafat IslamPower Point Filsafat Islam
Power Point Filsafat Islam
 
Hukum Waris (Faraidh)
Hukum Waris (Faraidh)Hukum Waris (Faraidh)
Hukum Waris (Faraidh)
 
Kaidah cabang al umuru bi maqasidiha
Kaidah cabang al umuru bi maqasidihaKaidah cabang al umuru bi maqasidiha
Kaidah cabang al umuru bi maqasidiha
 
3. studi islam di barat, timur, indonesia
3. studi islam di barat, timur, indonesia3. studi islam di barat, timur, indonesia
3. studi islam di barat, timur, indonesia
 
Makalah filsafat umum
Makalah filsafat umumMakalah filsafat umum
Makalah filsafat umum
 
Kaidah2 fiqh Al yaqini yuzalu bi syak dan kebolehan dalam darurat
Kaidah2 fiqh Al yaqini yuzalu bi syak dan kebolehan dalam daruratKaidah2 fiqh Al yaqini yuzalu bi syak dan kebolehan dalam darurat
Kaidah2 fiqh Al yaqini yuzalu bi syak dan kebolehan dalam darurat
 

Viewers also liked

Viewers also liked (20)

Isi tugas logika
Isi tugas logikaIsi tugas logika
Isi tugas logika
 
Metode Memahami Hadits
Metode Memahami Hadits Metode Memahami Hadits
Metode Memahami Hadits
 
Hukum wadh'i bentuk pdf
Hukum wadh'i bentuk pdfHukum wadh'i bentuk pdf
Hukum wadh'i bentuk pdf
 
Hukum silogisme
Hukum silogismeHukum silogisme
Hukum silogisme
 
Let's Count How Many Triangles
Let's Count How Many TrianglesLet's Count How Many Triangles
Let's Count How Many Triangles
 
Logika lanjutan
Logika lanjutanLogika lanjutan
Logika lanjutan
 
Logika (logic)
Logika (logic)Logika (logic)
Logika (logic)
 
DASAR DASAR LOGIKA
DASAR DASAR LOGIKADASAR DASAR LOGIKA
DASAR DASAR LOGIKA
 
Game Media Pembelajaran
Game Media PembelajaranGame Media Pembelajaran
Game Media Pembelajaran
 
Seberapah cerdaskah anda
Seberapah cerdaskah andaSeberapah cerdaskah anda
Seberapah cerdaskah anda
 
Teka teki
Teka tekiTeka teki
Teka teki
 
Ushul fiqh hukum taklifi
Ushul fiqh hukum taklifiUshul fiqh hukum taklifi
Ushul fiqh hukum taklifi
 
Teka teki professor
Teka teki professorTeka teki professor
Teka teki professor
 
Pengertian logika dan silogisme
Pengertian logika dan silogismePengertian logika dan silogisme
Pengertian logika dan silogisme
 
silogisme
silogismesilogisme
silogisme
 
Teka-teki
Teka-tekiTeka-teki
Teka-teki
 
Makalah hukum islam, hukum taklifi dan hukum wadi
Makalah hukum islam, hukum taklifi dan hukum wadiMakalah hukum islam, hukum taklifi dan hukum wadi
Makalah hukum islam, hukum taklifi dan hukum wadi
 
SILOGISME, DILEMA DAN SESAT PIKIR
SILOGISME, DILEMA DAN SESAT PIKIRSILOGISME, DILEMA DAN SESAT PIKIR
SILOGISME, DILEMA DAN SESAT PIKIR
 
Teka teki Ciri-ciri Bentuk 2 Dimensi
Teka teki Ciri-ciri Bentuk 2 DimensiTeka teki Ciri-ciri Bentuk 2 Dimensi
Teka teki Ciri-ciri Bentuk 2 Dimensi
 
Bab 1 proposisi
Bab 1 proposisiBab 1 proposisi
Bab 1 proposisi
 

Similar to Makalah logika

Macam-macam Penalaran Deduktif
Macam-macam Penalaran DeduktifMacam-macam Penalaran Deduktif
Macam-macam Penalaran DeduktifSiti Hardiyanti
 
Ppt silogisme.pptx [autosaved]
Ppt silogisme.pptx [autosaved]Ppt silogisme.pptx [autosaved]
Ppt silogisme.pptx [autosaved]Rika Ceriia
 
Silogisme hipotesis
Silogisme hipotesisSilogisme hipotesis
Silogisme hipotesisFuji Lestari
 
Alvian mitha s
Alvian mitha sAlvian mitha s
Alvian mitha staufiq99
 
Critical ( silogisme kategorik )
Critical ( silogisme kategorik )Critical ( silogisme kategorik )
Critical ( silogisme kategorik )Nari Chaos
 
Filsafat ilmu - Definisi dan Penalaran
Filsafat ilmu - Definisi dan PenalaranFilsafat ilmu - Definisi dan Penalaran
Filsafat ilmu - Definisi dan PenalaranRyan Ahd
 
KEL 8_AZAS PEMIKIRAN & JENIS SESAT PIKIR.pptx
KEL 8_AZAS PEMIKIRAN & JENIS SESAT PIKIR.pptxKEL 8_AZAS PEMIKIRAN & JENIS SESAT PIKIR.pptx
KEL 8_AZAS PEMIKIRAN & JENIS SESAT PIKIR.pptxtaufik366687
 
Penalaran deduktif bagian 2-kelompok 2 kelas 3 ea16
Penalaran deduktif bagian 2-kelompok 2 kelas 3 ea16Penalaran deduktif bagian 2-kelompok 2 kelas 3 ea16
Penalaran deduktif bagian 2-kelompok 2 kelas 3 ea16Tutis Pebriyani
 
Jawaban filsafat
Jawaban filsafatJawaban filsafat
Jawaban filsafatRz Rachman
 
Makalah logika matematika
Makalah logika matematikaMakalah logika matematika
Makalah logika matematikaNasifah LasMana
 
Makalah logika matematika
Makalah logika matematikaMakalah logika matematika
Makalah logika matematikaNasifah LasMana
 
Makalah logika matematika
Makalah logika matematikaMakalah logika matematika
Makalah logika matematikaNasifah LasMana
 

Similar to Makalah logika (20)

Dwi n
Dwi nDwi n
Dwi n
 
Macam-macam Penalaran Deduktif
Macam-macam Penalaran DeduktifMacam-macam Penalaran Deduktif
Macam-macam Penalaran Deduktif
 
SILOGISME.pdf
SILOGISME.pdfSILOGISME.pdf
SILOGISME.pdf
 
Ppt silogisme.pptx [autosaved]
Ppt silogisme.pptx [autosaved]Ppt silogisme.pptx [autosaved]
Ppt silogisme.pptx [autosaved]
 
Silogisme hipotesis
Silogisme hipotesisSilogisme hipotesis
Silogisme hipotesis
 
Penalaran Deduktif
Penalaran DeduktifPenalaran Deduktif
Penalaran Deduktif
 
Alvian mitha s
Alvian mitha sAlvian mitha s
Alvian mitha s
 
Silogisme - ILMU MANTIQ
Silogisme - ILMU MANTIQSilogisme - ILMU MANTIQ
Silogisme - ILMU MANTIQ
 
Silogisme_Hamka Husein Hs
Silogisme_Hamka Husein HsSilogisme_Hamka Husein Hs
Silogisme_Hamka Husein Hs
 
Silogisme
Silogisme Silogisme
Silogisme
 
Critical ( silogisme kategorik )
Critical ( silogisme kategorik )Critical ( silogisme kategorik )
Critical ( silogisme kategorik )
 
Filsafat ilmu - Definisi dan Penalaran
Filsafat ilmu - Definisi dan PenalaranFilsafat ilmu - Definisi dan Penalaran
Filsafat ilmu - Definisi dan Penalaran
 
mantiq
mantiqmantiq
mantiq
 
KEL 8_AZAS PEMIKIRAN & JENIS SESAT PIKIR.pptx
KEL 8_AZAS PEMIKIRAN & JENIS SESAT PIKIR.pptxKEL 8_AZAS PEMIKIRAN & JENIS SESAT PIKIR.pptx
KEL 8_AZAS PEMIKIRAN & JENIS SESAT PIKIR.pptx
 
Penalaran deduktif 27/12/13
Penalaran deduktif 27/12/13Penalaran deduktif 27/12/13
Penalaran deduktif 27/12/13
 
Penalaran deduktif bagian 2-kelompok 2 kelas 3 ea16
Penalaran deduktif bagian 2-kelompok 2 kelas 3 ea16Penalaran deduktif bagian 2-kelompok 2 kelas 3 ea16
Penalaran deduktif bagian 2-kelompok 2 kelas 3 ea16
 
Jawaban filsafat
Jawaban filsafatJawaban filsafat
Jawaban filsafat
 
Makalah logika matematika
Makalah logika matematikaMakalah logika matematika
Makalah logika matematika
 
Makalah logika matematika
Makalah logika matematikaMakalah logika matematika
Makalah logika matematika
 
Makalah logika matematika
Makalah logika matematikaMakalah logika matematika
Makalah logika matematika
 

More from Fuji Lestari

Bahasa dan budaya dalam komunikasi lintas budaya
Bahasa dan budaya dalam komunikasi lintas budayaBahasa dan budaya dalam komunikasi lintas budaya
Bahasa dan budaya dalam komunikasi lintas budayaFuji Lestari
 
Bahasa dan budaya dalam komunikasi lintas budaya
Bahasa dan budaya dalam komunikasi lintas budayaBahasa dan budaya dalam komunikasi lintas budaya
Bahasa dan budaya dalam komunikasi lintas budayaFuji Lestari
 
Teori teori relevan dengan komunikasi politik
Teori   teori relevan dengan komunikasi politikTeori   teori relevan dengan komunikasi politik
Teori teori relevan dengan komunikasi politikFuji Lestari
 
Riset formatif kampanye dan propaganda
Riset formatif kampanye dan propagandaRiset formatif kampanye dan propaganda
Riset formatif kampanye dan propagandaFuji Lestari
 
Logika (kesalahan berpikir)
Logika (kesalahan berpikir)Logika (kesalahan berpikir)
Logika (kesalahan berpikir)Fuji Lestari
 
Permasalahan Pemilu 2009
Permasalahan Pemilu 2009Permasalahan Pemilu 2009
Permasalahan Pemilu 2009Fuji Lestari
 
Pelanggaran terhadap polstranas di bidang hukum
Pelanggaran terhadap polstranas di bidang hukumPelanggaran terhadap polstranas di bidang hukum
Pelanggaran terhadap polstranas di bidang hukumFuji Lestari
 
Pelangaran terhadap polstranas di bidang hukum
Pelangaran terhadap polstranas di bidang hukumPelangaran terhadap polstranas di bidang hukum
Pelangaran terhadap polstranas di bidang hukumFuji Lestari
 
Aktualisasi penyampaian
Aktualisasi penyampaianAktualisasi penyampaian
Aktualisasi penyampaianFuji Lestari
 
Optimalisasi persiapan berpidato
Optimalisasi persiapan berpidatoOptimalisasi persiapan berpidato
Optimalisasi persiapan berpidatoFuji Lestari
 

More from Fuji Lestari (12)

Bahasa dan budaya dalam komunikasi lintas budaya
Bahasa dan budaya dalam komunikasi lintas budayaBahasa dan budaya dalam komunikasi lintas budaya
Bahasa dan budaya dalam komunikasi lintas budaya
 
Bahasa dan budaya dalam komunikasi lintas budaya
Bahasa dan budaya dalam komunikasi lintas budayaBahasa dan budaya dalam komunikasi lintas budaya
Bahasa dan budaya dalam komunikasi lintas budaya
 
Teori teori relevan dengan komunikasi politik
Teori   teori relevan dengan komunikasi politikTeori   teori relevan dengan komunikasi politik
Teori teori relevan dengan komunikasi politik
 
Riset formatif kampanye dan propaganda
Riset formatif kampanye dan propagandaRiset formatif kampanye dan propaganda
Riset formatif kampanye dan propaganda
 
Iklim kelompok
Iklim kelompokIklim kelompok
Iklim kelompok
 
Logika (kesalahan berpikir)
Logika (kesalahan berpikir)Logika (kesalahan berpikir)
Logika (kesalahan berpikir)
 
Permasalahan Pemilu 2009
Permasalahan Pemilu 2009Permasalahan Pemilu 2009
Permasalahan Pemilu 2009
 
Pelanggaran terhadap polstranas di bidang hukum
Pelanggaran terhadap polstranas di bidang hukumPelanggaran terhadap polstranas di bidang hukum
Pelanggaran terhadap polstranas di bidang hukum
 
Pelangaran terhadap polstranas di bidang hukum
Pelangaran terhadap polstranas di bidang hukumPelangaran terhadap polstranas di bidang hukum
Pelangaran terhadap polstranas di bidang hukum
 
Komunikan
KomunikanKomunikan
Komunikan
 
Aktualisasi penyampaian
Aktualisasi penyampaianAktualisasi penyampaian
Aktualisasi penyampaian
 
Optimalisasi persiapan berpidato
Optimalisasi persiapan berpidatoOptimalisasi persiapan berpidato
Optimalisasi persiapan berpidato
 

Makalah logika

  • 1. MAKALAH LOGIKA SILOGISME HIPOTESIS DISUSUN OLEH: Audyra Mauretha Dinar D.K Fuji Lestari Hafidz Nuramdhan Layalia Selma Nada Bilqis Yesaya Ferdinand ILMU KOMUNIKASI-FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS PADJADJARAN, BANDUNG 2013
  • 2. KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karuniaNya dan tuntunanNya dalam membantu menulis menyelesaiakan makalah Silogisme Hipotesis. Makalah Silogisme Hipotesis ini merupakan dorongan tim penulis untuk lebih memperluas pengetahuan pembaca mengenai silogisme hipotesis sebagai sarana dalam penarikan kesimpulan. Penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen pengajar Logika atas dorongannya untuk membuat makalah ini. Semoga makalah ini dapat berguna bagi para pembaca. Jatinangor, 19 November 2013 Tim Penulis ‘ 2|Page
  • 3. DAFTAR ISI Kata Pengantar 2 Daftar Isi 3 BAB 1. Pendahuluan 4 1.1. Latar Belakang Masalah 4 1.2. Rumusan Masalah 4 1.3. Tujuan Penulisan 4 1.4. Manfaat Penulisan 5 BAB 2. Pembahasan 6 2.1. Definisi Silogisme 6 2.2. Definisi Silogisme Hipotesis 7 BAB 3. Kesimpulan 12 3.1. Kesimpulan 12 Daftar Pustaka 13 3|Page
  • 4. BAB I PENDAHULUAN 2.1. Latar Belakang Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, silogisme adalah bentuk, cara berpikir atau menarik simpulan yang terdiri atas premis umum, premis khusus, dan simpulan (misalnya semua manusia akan mati, si A manusia, jadi si A akan mati). Premis adalah sesuatu yang dianggap benar sebagai landasan kesimpulan kemudian; dasar pemikiran; alasan; asumsi; kalimat atau proposisi yg dijadikan dasar penarikan kesimpulan di dalam logika; 1. Mayor premis yang berisi term yang menjadi predikat kesimpulan; 2. Minor premis yang berisi term yang akan menjadi subjek sebuah kesimpulan; 3. Silogisme dua premis (mayor dan minor) yang mewujudkan anteseden. Silogisme juga suatu bentuk pemikiran kesimpulan secara deduktif dan tidak langsung yang mana kesimpulannya ditarik dari dua premis yang tersedia sekaligus. Dua premis yang dimaksud adalah premis mayor dan premis minor. Bentuk silogisme terdiri dari silogisme kategoris dan silogisme hipotetis. 1.2. RUMUSAN MASALAH Dari latar belakang yang dipaparkan diatas, dapat kita rumuskan permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini. Rumusan permasalahan adalah sebagai berikut: 1. Apa itu silogisme? 2. Apakah itu silogisme hipotesis dan apa macam-macamnya? 1.3. TUJUAN PENULISAN Tujuan penulisan dimaksudkan untuk mengetahui jawaban dari rumusan-rumusan masalah yang ada. Adapun tujuan penulisan masalah makalah ini adalah sebagi berikut: 1. Mendefinisakan silogisme. 2. Mendefinisikan silogisme hipotesis dan menjabarkan macam-macamnya. 4|Page
  • 5. 1.4. MANFAAT PENULISAN Manfaat penulisan dalam makalah adalah mengetahui manfaat nyata dari penulisan makalah ini. Adapun manfaat penulisan makalah ini adalah sebagai berikut: 1. Mengetahui definisi silogisme. 2. Mengetahui definisi silogisme hipotesis beserta macamnya. 5|Page
  • 6. BAB 2 PEMBAHASAN 2.1. DEFINISI SILOGISME Silogisme adalah proses logis yang terdiri dari 3 bagian. 2 bagian pertama merupakan premis-premis atau pangkal tolak penalaran (deduktif) syllogistic. Sedangkan bagian ketiga merupakan perumusan hubungan yang terdapat pada kedua bagian pertama melalui perpotongan trem penengah (M). Bagian ketiga ini disebut juga kesimpulan yang berupa pengetahuan baru (konsekuens). Proses menarik suatu kesimpulan dari premis-premis tersebut disebut penyimpulan. Suatu premis adalah suatu pernyataan yang dirumuskan sedemikian rupa sehingga pernyataan tadi menegaskan atau menolak bahwa sesuatu itu benar atau tidak benar. Suatu premis dapat mengatakan suatu fakta, suatu generalisasi atau sekedar suatu asumsi atau sesuatu yang spesifik. Atas dasar premis-premis tersebut, kita menarik deduksi. Sering kali tidak dengan seketika dapat dikatakan apakah suatu P (predikat) harus atau dapat diakui atau dipungkiri oleh suatu S (subjek). Maka sebelum pikiran dapat „memutuskan‟ S=P, diperlukan pertimbangan-pertimbangan dan analisis, yakni pikiran maju langkah demi langkah dengan membandingkan term S dan P dengan suatu term lain yang dapat menghubungkan S dan P tersebut. Term lain itu disebut term penengah, disingkat M. Peranan M adalah menunjukan alasan mengapa S dan P dipersatukan atau dipisahkan dalam kesimpulan. Pada pokoknya, silogisme mempunyai 2 bentuk asli : 1. Silogisme kategoris, yakni premis-premisnya berupa pernyataan kategoris: P diakui atau dipungkiri tentang S secara mutlak tidak bergantung pada suatu syarat (karena.....maka....). 2. Silogisme hipotetis. Pada makalah ini kami akan membahas mengenai silogisme hipotesis dan macamnya. 6|Page
  • 7. 2.2. SILOGISME HIPOTETIS DAN MACAMNYA Silogisme hipotesis merupakan proses penalaran yang premisnya berupa pernyataan bersyarat: P diakui atau dipungkiri tentang S tidak secara mutlak, melainkan bergantung pada suatu syarat (kalau.....maka.....). Silogisme Hipotesis memiliki macam-macam bentuk, diantaranya: 2.2.1. Silogisme Kondisional Silogisme kondisional (bersyarat, conditional syllogism) ialah silogisme yang premis mayornya berupa keputusan kondisional. Keputusan kondisional adalah keputusan yang mengandung suatu syarat, yaitu terdiri dari dua bagian, yang satu dinyatakan benar jika syarat yang dinyatakan dalam bagian lain dipenuhi. Misalnya, “jika hujan turun, maka jalan menjadi basah.” Putusan kondisional itu benar jika hubungan bersyarat yang dinyatakan di dalamnya itu benar, dan salah jika hubungan bersyarat itu tidak benar. Misalnya, “kalau kamu lulus ujian, maka harus kamu ulangi sekali lagi.” Bagian putusan kondisional yang mengandung syarat disebut antecedens. Bagian yang mengandung apa yang dikondisikan disebut konsekuens. Hubungan antara antecedens dan konsekuens adalah inti putusan kondisional (menentukan benar tidaknya putusan itu). Contoh silogisme kondisional: Kalau turun hujan, maka jalan-jalan basah kalau A, (antecedens) maka B (konsekuens) Nah, sekarang turun hujan Nah, A, Jadi, jalan-jalan basah jadi B. Mayor menyatakan suatu syarat (A) yang menjadi sandaran benartidaknya konsekuens (B). Minor menyatakan dipenuhi syarat itu. Kesimpulan menyatakan benarnya konsekuens. Hukum-hukum Silogisme Kondisional 1. Kalau antecedens benar (dan hubungannya sah), maka kesimpulan akan benar. 7|Page
  • 8. 2. Kalau kesimpulan salah (dan hubungannya sah), maka antecedens salah pula. Berdasarkan hukum-hukum ini, maka dapat disusun bagan silogisme kondisional : Bentuk-bentuk silogisme kondisional yang sah 1. Jika (A), maka <B> Nah, (A). Jadi <B> 2. Jika (A), maka <B> Nah, tidak <B> Jadi tidak (A) Perumusan Hukum-hukum Jika mayor merupakan putusan kondisional yang benar, dan antecedens (syaratnya), kita sebut A, konsenkuensinya disebut B, maka: a) A benar (dipenuhi), B benar pula. b) B salah (tidak dipenuhi), A salah pula. Tetapi c) A salah (tidak dipenuhi), d) B benar (dipenuhi), B dapat salah, dapat benar A dapat salah, dapat benar Jadi, bentuk-bentuk yang tidak sah: 3. Jika (A), maka <B> Nah, <B> Jadi (A) 4. Jika (A), maka <B> Nah, tidak (A) Jadi tidak <B> Bentuk-bentuk yang terakhir ini paling banter hanya menunjukan suatu kemungkinan. (Jadi kesimpulan seharusnya: mungkin (A), dan mungkin 8|Page
  • 9. tidak <B>. Bentuk-bentuk ini hanya sah, jika syarat yang dinyatakan dalam (A) merupakan satu-satunya syarat. Tetapi ini lalu harus dinyatakan pula, dengan mengatakan: “Hanya jika (A), maka B; jadi kalau B; maka pula A.” 2.2.2. Silogisme Disjungtif Silogisme disjungtif ialah silogisme yang premis mayornya terdiri dari keputusan disjungtif. Premis minor menyatakan atau memungkiri salah satu dari „kemungkinan‟ yang disebut dalam mayor. Kesimpulan mengandung kemungkinan yang lain. Bagan silogisme disjungtif: A atau B A atau B Nah, A Nah, bukan A Jadi bukan B Jadi B Keputusan disjungtif ialah: keputusan yang di dalamnya terkandung suatu pilihan suatu pilihan antara dua (atau lebih) kemungkinan (menunjukkan apa yang disebut suatu „alternatif‟, dinyatakan dalam kalimat dengan atau . . . atau . . . .). Dibedakan: a) Disjungtif dalam arti sempit (dalam arti sebenarnya) Hanya mengandung dua kemungkinan, tidak lebih dan tidak kurang, tidak dapat bersama-sama benar, dan tidak ada kemungkinan ketiga. Jadi, dari dua kemungkinan yang disebut hanya satu dapat benar. Karena itu, „A atau B‟ dapat juga dirumuskan: “Tidak dapat bersamasama A dan B. Nah, A; jadi bukan B.” Atau “Kalai A, bukan B. Nah, A; jadi bukan B.” Jika A dan B dapat bersama-sama benar, atau ada kemungkinan ketiga (ialah C), maka silogisme tidak sah. Misalnya: 9|Page
  • 10. 1. Kesebelasan kita menang atau kalah. Nah, tidak kalah, jadi menang (salah, sebab ada kemungkinan ketiga, yaitu sama kuat). 2. Bunga itu merah atau berwarna.... (yang satu mengandung yang lain). 3. Ia masuk atau tinggal di luar (=tidak masuk). Nah, ia masuk, jadi tidak tinggal di luar (ini sah, sebab antara masuk dan tidak masuk tak ada kemungkinan lain). b) Disjungtif dalam arti luas Dalam arti luas, A dan B dapat sama-sama benar, bahkan dapat terjadi kemungkinan ketiga. Misalnya: “Dialah yang pergi, atau saya (dapat juga bersama-sama).” Atau: “Memperkecil volume suatu gas itu dapat dengan dua jalan: merendahkan derajat panasnya atau menambah tekanan (tetapi dapat juga kedua-duanya bersama-sama).” 2.2.3. Dilema Dilema adalah semacam pembuktian, yang di dalamnya terdiri dari dua atau lebih putusan disjungtif untuk ditarik kesimpulan yang sama; atau dibuktikan bahwa dari masing-masing kemungkinan harus ditarik kesimpulan yang tidak dikehendaki. Dilema merupakan suatu kombinasi dari berbagai bentuk silogisme. Mayor terdiri dari sebuah putusan disjungtif. Dalam minor diambil kesimpulan yang sama dari kedua alternatif. Bentuk dilema dapat bermacam-macam. Bentuk pokoknya sebagai berikut: A, atau tidak A. Nah, kalau A, maka B. Kalau tidak A, toh B Jadi B. Bentuk-bentuk lain misalnya: A dan B A atau B Kalau A, maka X Nah, kalau A, maka X 10 | P a g e
  • 11. Kalau B, juga X Kalau B, maka Y Jadi X. Jadi X atau Y Kalau A, maka B dan C Kalau A, maka X: dan kalau B maka Y Nah, ataukah tidak B Nah, tidak A atau tidak Y Ataukah tidak C Jadi tidak A atau tidak B Jadi tidak A. Bentuk yang penting: dari konsekuensi yang tidak dikehendaki menarik kesimpulan: memungkiri mayor. Misalnya demikian: A atau tidak A Nah, kalau A, maka B Tetapi tidak B, karena... Jadi tidak A. Hukum-hukum dilema 1. Putusan disjungtif harus lengkap, menyebut semua kemungkinan. 2. Konsekuensinya harus sah 3. Kesimpulan lain tidak mungkin (tak boleh dapat di-„retorsi‟ atau dibalik) 11 | P a g e
  • 12. BAB 3 KESIMPULAN 3.1. KESIMPULAN Silogisme atau penalaran deduktif yang biasanya diawali dengan adanya suatu pernyataan/premis yang bersifat umum kemudian diikuti dengan premis yang bersifat khusus, kemudian kita dapat menarik kesimpulan dari premis yang ada sebelumnya, dengan cara menggabungkan kesamaan dari premis umum dan khusus tersebut. Sedangkan silogisme hipotesis adalah silogisme yang premis mayornya adalah proposisi hipotesis atau proposisi majemuk, dan premis minornya mengakui atau menolak salah satu bagian premis mayor. 12 | P a g e
  • 13. DAFTAR PUSAKA Poespoprodjo, W., & Gilarso, T. (1989). Logika Ilmu Menalar. Bandung: Remadja Karya 13 | P a g e