SlideShare a Scribd company logo
1 of 11
Download to read offline
1 / 11



                          UNDANG-UNDANG (UU)
                          UNDANG-
                      Nomor: 21 TAHUN 1997 (21/1997)
                       Tanggal: 29 MEI 1997(JAKARTA)
                    Sumber: LN NO. 1997/44; TLN NO.3688
                                   Tentang
              BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN


                   DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
                       PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Menimbang :
a. bahwa Negara Republik Indonesia adalah Negara hukum berdasarkan Pancasila
     dan Undang-Undang Dasar 1945, dalam perkembangannya telah menghasilkan
     pembangunan yang pesat dalam kehidupan nasional yang perlu dilanjutkan
     dengan dukungan Pemerintah dan seluruh potensi masyarakat, karena itu
     menempatkan perpajakan sebagai salah satu perwujudan kewajiban kenegaraan
     yang merupakan sarana peran serta dalam pembiayaan Negara dan
     pembangunan nasional;
b.   bahwa baik tanah yang mempunyai fungsi sosial sebagai karunia Tuhan Yang
     Maha Esa maupun bangunan memberikan keuntungan dan atau kedudukan sosial
     ekonomi yang lebih baik bagi orang pribadi atau badan yang memperoleh suatu
     hak atasnya, oleh karena itu wajar bila mereka yang memperoleh hak atas tanah
     dan atau bangunan diwajibkan membayar pajak kepada Negara;
c.   bahwa dengan berlakunya Undang-undang tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok
     Agraria, maka hak-hak atas tanah menurut hukum barat menjadi tidak berlaku
     lagi, oleh karena itu pengutan Bea Balik Nama atas pemindahan harta tetap
     berdasarkan Ordonansi Bea Balik Nama menurut Staatsblad 1924 Nomor 291 tidak
     dapat dilaksanakan;
d.   bahwa terhadap orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan
     atau bangunan, berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku perlu
     dikenakan pajak dengan nama Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan;
e.   bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut pada huruf a, huruf b, huruf c, dan
     huruf d perlu dibentuk Undang-undang tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan
     Bangunan;

Mengingat :
Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), Pasal 23 ayat (2), dan Pasal 33 ayat (3) Undang-
Undang Dasar 1945;

Dengan Persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
UNDANG-UNDANG TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN.
UNDANG-
2 / 11



                                         BAB I
                                 KETENTUAN UMUM
                                        Pasal 1
                                        Pasal
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan :
1. Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan adalah pajak yang dikenakan atas
    perolehan hak atas tanah dan atau bangunan, yang selanjutnya disebut pajak;
2. Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan adalah perbuatan atau peristiwa hukum
    yang mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan atau bangunan oleh orang
    pribadi atau badan;
3. Hak atas tanah adalah hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-
    undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria dan
    peraturan perundang-undangan yang berlaku;
4. Surat Tagihan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, yang dapat disingkat
    STB, adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan atau saknsi administrasi
    berupa bunga dan atau denda;
5. Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar, yang
    dapat disingkat SKBKB, adalah surat keputusan yang menentukan besarnya jumlah
    pajak yang terutang, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya
    sanksi administrasi, dan jumlah yang masih harus dibayar;
6. Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar
    Tambahan, yang dapat disingkat SKBKBT, adalah surat keputusan yang
    menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan;
7. Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Lebih Bayar, yang
    dapat disingkat SKBLB, adalah surat keputusan yang menentukan jumlah
    kelebihan pembayaran pajak karena jumlah pajak yang telah dibayar lebih besar
    daripada pajak yang seharusnya terutang;
8. Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Nihil, yang dapat
    disingkat SKBN, adalah surat keputusan yang menentukan jumlah pajak yang
    terutang sama besarnya dengan jumlah pajak yang dibayar;
9. Surat Setoran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, yang dapat disingkat
    SSB, adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melakukan pembayaran
    atau penyetoran pajak yang terutang ke Kas Negara atau tempat lain yang
    ditetapkan oleh Menteri dan sekaligus untuk melaporkan data perolehan hak atas
    tanah dan atau bangunan;
10. Surat Keputusan Pembetulan adalah surat keputusan untuk membetulkan
    kesalahan tulis, kesalahan hitung dan atau kekeliruan dalam penerapan peraturan
    perundang-undangan perpajakan yang terdapat dalam Surat Ketetapan Bea
    Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar, Surat Ketetapan Bea
    Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan
    Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Lebih Bayar, Surat Ketetapan Bea
    Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Nihil, atau Surat Tagihan Bea Perolehan
    Hak atas Tanah dan Bangunan.
11. Surat Keputusan Keberatan adalah surat keputusan atas keberatan terhadap Surat
    Ketetapan Bea Perolahan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar, Surat
    Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bagunan Kurang Bayar Tambahan,
    Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Lebih Bayar, atau
3 / 11



    Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Nihil yang diajukan
    oleh Wajib Pajak;
12. Putusan Banding adalah putusan Badan Penyelesaian Sengketa Pajak atas banding
    terhadap Surat Keputusan Keberatan yang diajukan oleh Wajib Pejak;
13. Menteri adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia.

                                         BAB II
                                     OBJEK PAJAK
                                        Pasal 2
1.   Yang menjadi objek pajak adalah perolehan hak atas tanah dan atau bangunan.
2.   Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
     meliputi :
        a. Pemindahan hak karena :
            1. jual beli;
            2. tukar-menukar;
            3. hibah;
            4. hibah wasiat;
            5. pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnnya;
            6. pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan;
            7. penunjukan pembeli dalam lelang;
            8. pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap;
            9. hadiah.
        b. Pemberian hak baru karena :
            1. kelanjutan pelepasan hak;
            2. di luar pelepasan hak.
3.   Hak atas tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah :
     a. hak milik;
     b. hak guna usaha;
     c. hak guna bangunan;
     d. hak pakai;
     e. hak milik atas satuan rumah susun;
     f. hak pengelolaan.
                                        Pasal 3
1.   Objek pajak yang tidak dikenakan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
     adalah objek pajak yang diperoleh :
     a. perwakilan diplomatik, konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik;
     b. Negara untuk penyelenggaraan pemerintahan dan atau untuk pelaksanaan
        pembangunan guna kepentingan umum;
     c. badan atau perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan oleh Menteri;
     d. orang pribadi atau badan karena konversi hak dan perbuatan hukum lain
        dengan tidak adanya perubahan nama;
     e. karena wakaf;
     f. karena warisan;
     g. untuk digunakan kepentingan ibadah.
4 / 11



2. Objek pajak yang diperoleh karena hibah wasiat dan hak pengelolaan pengenaan
   pajaknya diatur dengan Peraturan Pemerintah.

                                     BAB III
                                 SUBYEK PAJAK
                                     Pasal 4
1. Yang menjadi subyek pajak adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh
   hak atas tanah dan atau bangunan.
2. Subjek pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dikenakan kewajiban
   membayar pajak menjadi Wajib Pajak menurut Undang-undang ini.

                                       BAB IV
                                    TARIF PAJAK
                                       Pasal 5
Tarif pajak ditetapkan sebesar 5 % (lima persen).

                                           BAB V
                                   DASAR PENGENAAN
                          DAN CARA PENGHITUNGAN PAJAK
                                           Pasal 6
1.   Dasar pengenaan pajak adalah Nilai Perolehan Objek Pajak.
2.   Nilai Perolehan Objek Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dalam hal :
     a. jual beli adalah harga transaksi;
     b. tukar-menukar adalah nilai pasar objek pajak tersebut;
     c. hibah adalah nilai pasar objek pajak tersebut;
     d. pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya adalah nilai pasar
         objek pajak tersebut;
     e. pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan adalah nilai pasar objek pajak
         tersebut;
     f. penunjukan pembeli dalam lelang adalah harga transaksi yang tercantum
         dalam Risalah Lelang;
     g. peralihan hak karena pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan
         hukum tetap adalh nilai pasar objek pajak tersebut;
     h. pemberian hak baru atas tanah sebagai kelanjutan dari pelepasan hak adalah
         nilai pasar objek pajak tersebut.
     i. pemberian hak baru atas tanah di luar pelepasan hak adalah nilai pasar objek
         pajak tersebut.
3.   Apabila Nilai Perolehan Objek Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak
     diketahui atau lebih rendah daripada Nilai Jual Objek Pajak yang digunakan dalam
     pengenaan pajak yang dipakai adalah Nilai Jual Objek Pajak Pajak Bumi dan
     Bangunan.
4.   Apabila Nilai Jual Objek Pajak Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana dimaksud
     pada ayat (3) belum ditetapkan, Menteri dapat menetapkan besarnya Nilai Jual
     Objek Pajak Pajak Bumi dan Bangunan.
5 / 12



                                        Pasal 7
1. Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak ditetapkan sebesar Rp.
   30.000.000,00 (tiga puluh juta rupiah).
2. Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat
   (1) dapat diubah dengan Peraturan Pemerintah.

                                     Pasal 8
1. Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak adalah Nilai Perolehan Objek Pajak
   dikurangi dengan Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak.
2. Besarnya pajak yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak
   dengan Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak.

                                          BAB VI
                     SAAT DAN TEMPAT PAJAK YANG TERUTANG
                                          Pasal 9
1.   Saat yang menentukan pajak yang terutang atas perolehan hak atas tanah dan atau
     bangunan untuk :
     a. jual beli adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;
     b. tukar- menukar adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;
     c. hibah adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;
     d. pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya adalah sejak tanggal
        dibuat dan ditandatanganinya akta;
     e. pemisahan hak yang mengakubatkan peralihan adalah sejak tanggal dibuat
        dan ditandatanganinya akta;
     f. lelang adalah sejak tanggal penunjukkan pemenang lelang;
     g. putusan hakim adalah sejak tanggal putusan pangadilan yang mempunyai
        kekuatan hukum yang tetap;
     h. hibah wasiat adalah sejak tanggal yang bersangkutan mendaftarkan peralihan
        haknya ke Kantor Pertanahan;
     i. pemberian hak baru atas tanah sebagai kelanjutan dari pelepasan hak adalah
        sejak tanggal diterbitkannya surat keputusan pemberian hak;
     j. pemberian hak baru di luar pelepasan hak adalah sejak tanggal diterbitkanyya
        surat keputusan pemberian hak;
     k. hibah adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta.
2.   Pajak yang terutang harus dilunasi pada saat terjadinya perolehan hak
     sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
3.   Tempat pajak yang terutang adalah di wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II, atau
     Kotamadya Daerah Tingkat II, atau Propinsi Daerah Tingkat I untuk Kotamadya
     Administratif yang meliputi letak tanah dan atau bangunan.
                                         BAB VII
                    PEMBAYARAN, PENETAPAN, DAN PENAGIHAN
                                         Pasal 10
1.   Wajib Pajak wajib membayar pajak yang terutang dengan tidak mendasarkan
     pada adanya surat ketetapan pajak.
2.   Pajak yang terutang dibayar di Bank Persepsi atau Kantor Pos dan Giro atau
     tempat pembayaran lain yang ditunjuk oleh Menteri.
6 / 12



3. Tata cara pembayaran pajak diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri.

                                      Pasal 11
1. Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sesudah saat terutangnya pajak, Direktur
   Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah
   dan Bangunan Kurang Bayar apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau
   keterangan lain ternyata jumlah pajak yang terutang kurang dibayar.
2. Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak
   atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar sebagaimana dimaksud pada yata (1)
   ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen)
   sebulan untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan, dihitung
   mulai saat terutangnya pajak sampai dengan diterbitkannya Surat Ketetapan Bea
   Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar.

                                      Pasal 12
1. Dala jangka waktu 5 (lima) tahun sesudah saat terttangnya pajak, Direktur Jenderal
   Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan Bea Perolehan hak Atas Tanah dan
   Bangunan Kurang Bayar Tambahan apabila ditemukan data baru dan atau data
   yang semula belum terungkap yang menyebabkan penambahan jumlah pajak
   yang terutang setelah diterbitkannya Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas
   Tanah dan Bangunan Kurang Bayar.
2. Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak
   atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar Tambahan sebagaimana dimaksud pada
   ayat (1) ditambah dengan sanksi adminitrasi berupa kenaikan sebesar 100%
   (seratus persen) dari jumlah kekurangan pajak tersebut, kecuali Wajib Pajak
   melaporkan sendiri sebelum dilakukan tindakan pemeriksaan.

                                        Pasal 13
1.   Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Tagihan Bea Perolehan Hak atas
     Tanah dan Bangunan apabila :
     a. pajak yang terutang tidak atau kurang dibayar;
     b. dari hasil pemeriksaan Surat Setoran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan
        Bangunan terdapat kekurangan pembayaran pajak sebagai akibat salah tulis
        dan atau salah hitung;
     c. Wajib Pajak dikenakan sanksi administrasi berupa denda dan atau bunga.
2.   Jumlah pajak yang terutang yang tidak atau kurang dibayar dalam Surat Tagihan
     Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
     huruf a dan huruf b ditambah sanksi adminstrasi berupa bunga sebesar 2% (dua
     persen) sebulan untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan sejak
     saat terutangnya pajak.
3.   Surat Tagihan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan sebagaimana
     dimaksud pada ayat (1) mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan surat
     ketetapan pajak.
                                        Pasal 14
1.   Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar, surat
     Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar Tambahan,
7 / 12



   Surat Tagihan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, dan Surat Keputusan
   Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan maupun Putusan Banding yang
   menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah, merupakan dasar
   penagihan pajak.
2. Pajak yang terutang berdasarkan Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah
   dan Bagunan Kurang Bayar, Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan
   Bangunan Kurang Bayar Tambahan, Surat Tagihan Bea Perolehan Hak atas Tanah
   dan Bangunan, dan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan
   maupun Putusan Banding yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar
   bertambah, harus dilunasi dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan sejak
   diterima oleh Wajib Pajak.
3. Tata cara penagihan pajak diatur dengan Keputusan Menteri.

                                     Pasal 15
Jumlah pajak yang terutang berdasarkan Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas
Tanah dan Bangunan Kurang Bayar, Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah
dan Bangunan Kurang Bayar Tambahan, Surat Tagihan Bea Perolehan Hak atas Tanah
dan Bangunan, dan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan maupun
Putusan Banding yang menyebabkan junlah pajak yang harus dibayar bertambah,
yang tidak atau kurang dibayar pada waktunya dapat ditagih dengan Surat Paksa.

                                       BAB VIII
                    KEBERATAN, BANDING, DAN PENGURANGAN
                                       Pasal 16
1.   Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada Direktur Jenderal Pajak
     atas suatu :
     a. Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar;
     b. Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar
         Tambahan;
     c. Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Lebih Bayar;
     d. Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Nihil.
2.   Keberatan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan
     mengemukakan jumlah pajak yang terutang menurut perhitungan Wajib Pajak
     dengan disertai alasan-alasan yang jelas.
3.   Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak
     tanggal diterimanya Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
     Kurang Bayar atau Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
     Kurang Bayar Tambahan atau Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan
     Bangunan Lebih Bayar atau Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan
     Bangunan Nihil oleh Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kecuali
     apabila Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa jangka waktu itu tidak dapat
     dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaannya.
4.   Keberatan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat
     (2) dan ayat (3) tidak dianggap sebagai Surat Keberatan sehingga tidak
     dipertimbangkan.
8 / 12



5. Tanda penerimaan Surat Keberatan yang diberikan oleh pejabat Direktorat
   Jenderal Pajak yang ditunjuk untuk itu atau tanda pengiriman Surat Keberatan
   melalui pos tercatat menjadi tanda bukti penerimaan Surat Keberatan tersebut
   bagi kepentingan Wajib Pajak.
6. Apabila diminta oleh Wajib Pajak untuk keperluan pengajuan keberatan, Direktur
   Jenderal Pajak wajib memberikan keterangan secara tertulis hal-hal yang menjadi
   dasar pengenaan pajak.
7. Pengajuan keberatan tidak menunda kewajiban membayar pajak dan pelaksanaan
   penagihan pajak.

                                      Pasal 17
1. Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan
   sejak tanggal Surat Keberatan diterima, harus memberi keputusan atas keberatan
   yang diajukan.
2. Sebelum surat keputusan diterbitkan, Wajib Pajak dapat menyampaikan alasan
   tambahan atau penjelasan tertulis.
3. Keputusan Direktur Jenderal Pajak atas keberatan dapat berupa mengabulkan
   seluruhnya atau sebagian, menolak, atau menambah besarnya jumlah pajak yang
   terutang.
4. Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah lewat dan
   Direktur Jenderal Pajak tidak memberi suatu keputusan, keberatan yang diajukan
   tersebut dianggap dikabulkan.

                                      Pasal 18
1. Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan banding hanya kepada Badan
   Penyelesaian Sengketa Pajak terhadap keputusan mengenai keberatannya yang
   ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
2. Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan secara tertulis dalam
   Bahasa Indonesia dengan disertai alasan-alasan yang jelas dalam jangka waktu
   paling lama 3 (tiga) bulan sejak keputusan keberatan diterima, dilampiri salinan
   dari surat keputusan tersebut.
3. Pengajuan permohonan banding tidak menunda kewajiban membayar pajak dan
   pelaksanaan penagihan pajak.

                                       Pasal 19
Apabila pengajuan keberatan atau permohonan banding dikabulkan sebagian atau
seluruhnya, kelebihan pembayaran pajak dikembalikan dengan ditambah imbalan
bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan untuk jangka waktu paling lama 24 (dua
puluh empat) bulan.
                                       Pasal 20
1. Atas permohonan Wajib Pajak, Menteri dapat memberikan pengurangan pajak
    yang terutang karena hal-hal tertentu.
2. Ketentuan mengenai pemberian pengurangan pajak yang terutang sebagaimana
    dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Keputusan Menteri.
9 / 12



                                     BAB IX
                  PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN
                                    Pasal 21
1. Wajib pajak dapat mengajukan permohonan pengembalian atas kelebihan
   pembayaran pajak kepada Direktur Jenderal Pajak.
2. Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan
   sejak diterimanya permohonan sebagimana dimaksud pada ayat (1) harus
   memberikan keputusan.

                                      Pasal 22
1. Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan pemeriksaan menerbitkan :
   a. Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Lebih Bayar,
       apabila jumlah pajak yang dibayar ternyata lebih besar daripada jumlah pajak
       yang terutang atau dilakukan pembayaran pajak yang tidak seharusnya
       terutang;
   b. Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Nihil, apabila
       jumlah pajak yang dibayar sama dengan jumlah pajak yang terutang.
2. Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) telah
   terlampaui dan Direktur Jenderal Pajak tidak memberi keputusan, permohonan
   kelebihan pembayaran pajak dianggap dikabulkan serta Surat Ketetapan Bea
   Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Lebih Bayar harus diterbitkan dalam
   jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan.
3. Pengembalian kelebihan pembayaran pajak dilakukan dalam jangka waktu paling
   lama 2 (dua) bulan sejak diterbitkannya Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas
   Tanah dan Bangunan Lebih Bayar.
4. Apabila pengembalian kelebihan pembayaran dilakukan setelah lewat jangka
   waktu 2 (dua) bulan, Direktur Jenderal Pajak memberikan imbalan bunga sebesar
   2% (dua persen) sebulan atas keterlambatan pembayaran kelebihan pembayaran
   pajak.
5. Tata cara pengembalian pembayaran pajak diatur dengan Keputusan Menteri.

                                          BAB X
                      PEMBAGIAN HASIL PENERIMAAN PAJAK
                                         Pasal 23
1. Hasil penerimaan pajak merupakan penerimaan Negara yang dibagi antara
   Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dengan imbangan pembagian
   sekurang-kurangnya 80% (delapan puluh persen) untuk Pemerintah Daerah
   Tingkat II dan Pemerintah Daerah Tingkat I.
2. Bagian penerimaan Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
   sebagian besar diberikan kepada Pemerintah Daerah Tingkat II.
3. Imbangan pembagian hasil penerimaan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat
   (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
10/ 12
                                                                            10 /



                                     BAB XI
                          KETENTUAN BAGI PEJABAT
                                    Pasal 24
1. Pejabat Pembuat Akta Tanah/Notaris hanya dapat menandatangani akta
   pemindahan hak atas tanah dan atau bangunan setelah Wajib Pajak menyerahkan
   bukti pembayaran pajak.
2. Kepala Kantor Lelang Negara hanya dapat menandatangani risalah lelang
   perolehan hak atas tanah dan atau bangunan setelah Wajib Pajak menyerahkan
   bukti pembayaran pajak.
3. Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya hanya dapat melakukan
   pendaftaran hak atas tanah atau pendaftaran peralihan hak atas tanah setelah
   Wajib Pajak menyerahkan bukti pembayaran pajak.

                                   Pasal 25
1. Pejabat Pembuat Akta Tanah/Notaris dan Kepala Kantor Lelang Negara
   melaporkan pembuatan akta atau risalah lelang perolehan hak atas tanah dan atau
   bangunan kepada Direktorat Jenderal Pajak selambat-lambatnya pada tanggal 10
   (sepuluh) bulan berikutnya.
2. Tata cara pelaporan bagi pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
   dengan Peraturan Pemerintah.

                                     Pasal 26
1. Pejabat Pembuat Akta Tanah/Notaris dan Kepala Kantor Lelang Negara, yang
   melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) dan ayat (2),
   dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp. 5.000.000,00 (lima juta
   rupiah) untuk setiap pelanggaran.
2. Pejabat Pembuat Akta Tanah Notaris dan Kepala Kantor Lelang Negara, yang
   melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) dan ayat (2),
   dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp. 100.000,00 (seratus ribu
   rupiah) untuk setiap laporan.
3. Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya, yang melanggar ketentuan
   sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (3), dikenakan sanksi menurut
   peraturan perundang-undangan yang berlaku.
4. Besarnya sanksi administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
   dapat ditinjau kembali dengan Peraturan Pemerintah.

                                    BAB XII
                            KETENTUAN PENUTUP
                                    Pasal 27
Dengan berlakunya Undang-undang ini, Ordonansi Bea Balik Nama Staatsblad 1924
Nomor 291 dengan segala perubahannya sepanjang mengenai pungutan Bea Balik
Nama atas pemindahan harta tetap yang berupa tanah dan atau bangunan, dinyatakan
tidak berlaku.
11/ 12
                                                                    11 /



                                    Pasal 28
Undang-undang ini mulai berlaku sejak tanggal 1 Januari 1998.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang
ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.


Disahkan di Jakarta
pada tanggal 29 Mei 1997
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
SOEHARTO

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 29 Mei 1997
MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA
MOERDIONO

More Related Content

What's hot

BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN
BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNANBEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN
BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNANDwi Paris Caesar
 
UU 28 tahun 2009_cintayasir
UU 28 tahun 2009_cintayasirUU 28 tahun 2009_cintayasir
UU 28 tahun 2009_cintayasirYasir Partomo
 
Pengetahuan hukum bagi broker properti
Pengetahuan hukum bagi broker propertiPengetahuan hukum bagi broker properti
Pengetahuan hukum bagi broker propertiLeks&Co
 
Pajak Bumi dan Bangunan
Pajak Bumi dan BangunanPajak Bumi dan Bangunan
Pajak Bumi dan BangunanAbu Tholib
 
Pp 35 th97 ttg bphtb utk hibah wasiat
Pp 35 th97 ttg bphtb utk hibah wasiatPp 35 th97 ttg bphtb utk hibah wasiat
Pp 35 th97 ttg bphtb utk hibah wasiatJimmy Agung Silitonga
 
Pembayaran BPHTB
Pembayaran BPHTBPembayaran BPHTB
Pembayaran BPHTBBbe Mee
 
UU 012 tahun 1985 Pajak bumi dan bangunan
UU 012 tahun 1985   Pajak bumi dan bangunanUU 012 tahun 1985   Pajak bumi dan bangunan
UU 012 tahun 1985 Pajak bumi dan bangunanPajeg Lempung
 
Hak milik atas tanah powerpoint
Hak milik atas tanah powerpointHak milik atas tanah powerpoint
Hak milik atas tanah powerpointAndhika Pratama
 
Per 26/PJ/2010 Ttg Tata Cara Penelitian SSP
Per 26/PJ/2010 Ttg Tata Cara Penelitian SSPPer 26/PJ/2010 Ttg Tata Cara Penelitian SSP
Per 26/PJ/2010 Ttg Tata Cara Penelitian SSPyudi maulana
 
Hukum Pertanahan Pasca UU Cipta Kerja PP No 18 Tahun 2021
Hukum Pertanahan Pasca UU Cipta Kerja PP No 18 Tahun 2021Hukum Pertanahan Pasca UU Cipta Kerja PP No 18 Tahun 2021
Hukum Pertanahan Pasca UU Cipta Kerja PP No 18 Tahun 2021Leks&Co
 
Dasar - Dasar Hukum Pertanahan (Seri 2)
Dasar - Dasar Hukum Pertanahan (Seri 2)Dasar - Dasar Hukum Pertanahan (Seri 2)
Dasar - Dasar Hukum Pertanahan (Seri 2)Leks&Co
 
Hukum pertanahan indonesia
Hukum pertanahan indonesiaHukum pertanahan indonesia
Hukum pertanahan indonesiaTaufik Rahman
 
Contoh Kasus Pertanahan By Ivor Pasaribu
Contoh Kasus Pertanahan By Ivor PasaribuContoh Kasus Pertanahan By Ivor Pasaribu
Contoh Kasus Pertanahan By Ivor PasaribuLeks&Co
 

What's hot (20)

UU 20 2000
UU 20 2000UU 20 2000
UU 20 2000
 
Pp 112 2000
Pp 112 2000Pp 112 2000
Pp 112 2000
 
Pertemuan 11 pajak
Pertemuan 11 pajakPertemuan 11 pajak
Pertemuan 11 pajak
 
BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN
BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNANBEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN
BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN
 
UU 28 tahun 2009_cintayasir
UU 28 tahun 2009_cintayasirUU 28 tahun 2009_cintayasir
UU 28 tahun 2009_cintayasir
 
Pengetahuan hukum bagi broker properti
Pengetahuan hukum bagi broker propertiPengetahuan hukum bagi broker properti
Pengetahuan hukum bagi broker properti
 
Pajak Bumi dan Bangunan
Pajak Bumi dan BangunanPajak Bumi dan Bangunan
Pajak Bumi dan Bangunan
 
UU 12 th 1994
UU 12 th 1994UU 12 th 1994
UU 12 th 1994
 
Pp 35 th97 ttg bphtb utk hibah wasiat
Pp 35 th97 ttg bphtb utk hibah wasiatPp 35 th97 ttg bphtb utk hibah wasiat
Pp 35 th97 ttg bphtb utk hibah wasiat
 
Pembayaran BPHTB
Pembayaran BPHTBPembayaran BPHTB
Pembayaran BPHTB
 
Uu 1985 12
Uu 1985 12Uu 1985 12
Uu 1985 12
 
UU 012 tahun 1985 Pajak bumi dan bangunan
UU 012 tahun 1985   Pajak bumi dan bangunanUU 012 tahun 1985   Pajak bumi dan bangunan
UU 012 tahun 1985 Pajak bumi dan bangunan
 
Bea+meterai
Bea+meteraiBea+meterai
Bea+meterai
 
Hak milik atas tanah powerpoint
Hak milik atas tanah powerpointHak milik atas tanah powerpoint
Hak milik atas tanah powerpoint
 
Per 26/PJ/2010 Ttg Tata Cara Penelitian SSP
Per 26/PJ/2010 Ttg Tata Cara Penelitian SSPPer 26/PJ/2010 Ttg Tata Cara Penelitian SSP
Per 26/PJ/2010 Ttg Tata Cara Penelitian SSP
 
Hukum Pertanahan Pasca UU Cipta Kerja PP No 18 Tahun 2021
Hukum Pertanahan Pasca UU Cipta Kerja PP No 18 Tahun 2021Hukum Pertanahan Pasca UU Cipta Kerja PP No 18 Tahun 2021
Hukum Pertanahan Pasca UU Cipta Kerja PP No 18 Tahun 2021
 
Pwer point
Pwer pointPwer point
Pwer point
 
Dasar - Dasar Hukum Pertanahan (Seri 2)
Dasar - Dasar Hukum Pertanahan (Seri 2)Dasar - Dasar Hukum Pertanahan (Seri 2)
Dasar - Dasar Hukum Pertanahan (Seri 2)
 
Hukum pertanahan indonesia
Hukum pertanahan indonesiaHukum pertanahan indonesia
Hukum pertanahan indonesia
 
Contoh Kasus Pertanahan By Ivor Pasaribu
Contoh Kasus Pertanahan By Ivor PasaribuContoh Kasus Pertanahan By Ivor Pasaribu
Contoh Kasus Pertanahan By Ivor Pasaribu
 

Similar to UU Bea Perolehan Hak Tanah

15. PPT PAJAK BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN.pptx
15. PPT PAJAK BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN.pptx15. PPT PAJAK BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN.pptx
15. PPT PAJAK BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN.pptxdaniameida
 
PP-No-40-Tahun-1996-tentang-HGU-HGB-dan-Hak-Pakai_2.pdf
PP-No-40-Tahun-1996-tentang-HGU-HGB-dan-Hak-Pakai_2.pdfPP-No-40-Tahun-1996-tentang-HGU-HGB-dan-Hak-Pakai_2.pdf
PP-No-40-Tahun-1996-tentang-HGU-HGB-dan-Hak-Pakai_2.pdfnesyanurhalimah1
 
PRESENTASI AHDB KEL1.pptx
PRESENTASI AHDB KEL1.pptxPRESENTASI AHDB KEL1.pptx
PRESENTASI AHDB KEL1.pptxIcha257332
 
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 24 Tahun 1997
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 24 Tahun 1997Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 24 Tahun 1997
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 24 Tahun 1997guesta10a2a
 
Pengadaan Tanah
Pengadaan TanahPengadaan Tanah
Pengadaan TanahLeks&Co
 
Penangaan Sengketa, Blokir & Sita.pptx
Penangaan Sengketa, Blokir & Sita.pptxPenangaan Sengketa, Blokir & Sita.pptx
Penangaan Sengketa, Blokir & Sita.pptxFaizRivaldy1
 
LAND LAW - Sekatan Urusniaga (Kaveat/Perintah Larangan)
LAND LAW - Sekatan Urusniaga (Kaveat/Perintah Larangan)LAND LAW - Sekatan Urusniaga (Kaveat/Perintah Larangan)
LAND LAW - Sekatan Urusniaga (Kaveat/Perintah Larangan)AmirulAfiq30
 
Jual Beli Hak Atas Tanah - Ricco S Yubaidi
Jual Beli Hak Atas Tanah - Ricco S YubaidiJual Beli Hak Atas Tanah - Ricco S Yubaidi
Jual Beli Hak Atas Tanah - Ricco S YubaidiRicco Survival Yubaidi
 
Buku Saku Perpajakan Pemilik Indekos
Buku Saku Perpajakan Pemilik IndekosBuku Saku Perpajakan Pemilik Indekos
Buku Saku Perpajakan Pemilik Indekosinideedee
 
Akta Pembagian Hak Bersama | Ricco S. Yubaidi, S.H., M.Kn.
Akta Pembagian Hak Bersama | Ricco S. Yubaidi, S.H., M.Kn.Akta Pembagian Hak Bersama | Ricco S. Yubaidi, S.H., M.Kn.
Akta Pembagian Hak Bersama | Ricco S. Yubaidi, S.H., M.Kn.Ricco Survival Yubaidi
 
14. perda kab sumbawa tentang pbb p2
14. perda kab sumbawa tentang pbb p214. perda kab sumbawa tentang pbb p2
14. perda kab sumbawa tentang pbb p2WEST NUSA TENGGARA
 
Peraturan bupati-no.-30-ttg-izin-lokasi
Peraturan bupati-no.-30-ttg-izin-lokasiPeraturan bupati-no.-30-ttg-izin-lokasi
Peraturan bupati-no.-30-ttg-izin-lokasippbkab
 
Pajak_Bumi_dan_Bangunan_PBB.docx
Pajak_Bumi_dan_Bangunan_PBB.docxPajak_Bumi_dan_Bangunan_PBB.docx
Pajak_Bumi_dan_Bangunan_PBB.docxFiqarJusfikar
 
aspek hukum hak tanggung1
aspek hukum hak tanggung1aspek hukum hak tanggung1
aspek hukum hak tanggung1Sukman Sukman
 

Similar to UU Bea Perolehan Hak Tanah (20)

Materi_BPHTB.pptx
Materi_BPHTB.pptxMateri_BPHTB.pptx
Materi_BPHTB.pptx
 
15. PPT PAJAK BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN.pptx
15. PPT PAJAK BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN.pptx15. PPT PAJAK BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN.pptx
15. PPT PAJAK BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN.pptx
 
Makalah perpajakan
Makalah perpajakanMakalah perpajakan
Makalah perpajakan
 
Uu 4-1996
Uu 4-1996Uu 4-1996
Uu 4-1996
 
PP-No-40-Tahun-1996-tentang-HGU-HGB-dan-Hak-Pakai_2.pdf
PP-No-40-Tahun-1996-tentang-HGU-HGB-dan-Hak-Pakai_2.pdfPP-No-40-Tahun-1996-tentang-HGU-HGB-dan-Hak-Pakai_2.pdf
PP-No-40-Tahun-1996-tentang-HGU-HGB-dan-Hak-Pakai_2.pdf
 
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
 
Bab 1 dan 2
Bab 1 dan 2Bab 1 dan 2
Bab 1 dan 2
 
PRESENTASI AHDB KEL1.pptx
PRESENTASI AHDB KEL1.pptxPRESENTASI AHDB KEL1.pptx
PRESENTASI AHDB KEL1.pptx
 
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 24 Tahun 1997
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 24 Tahun 1997Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 24 Tahun 1997
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 24 Tahun 1997
 
Pengadaan Tanah
Pengadaan TanahPengadaan Tanah
Pengadaan Tanah
 
Penangaan Sengketa, Blokir & Sita.pptx
Penangaan Sengketa, Blokir & Sita.pptxPenangaan Sengketa, Blokir & Sita.pptx
Penangaan Sengketa, Blokir & Sita.pptx
 
LAND LAW - Sekatan Urusniaga (Kaveat/Perintah Larangan)
LAND LAW - Sekatan Urusniaga (Kaveat/Perintah Larangan)LAND LAW - Sekatan Urusniaga (Kaveat/Perintah Larangan)
LAND LAW - Sekatan Urusniaga (Kaveat/Perintah Larangan)
 
Jual Beli Hak Atas Tanah - Ricco S Yubaidi
Jual Beli Hak Atas Tanah - Ricco S YubaidiJual Beli Hak Atas Tanah - Ricco S Yubaidi
Jual Beli Hak Atas Tanah - Ricco S Yubaidi
 
Buku Saku Perpajakan Pemilik Indekos
Buku Saku Perpajakan Pemilik IndekosBuku Saku Perpajakan Pemilik Indekos
Buku Saku Perpajakan Pemilik Indekos
 
Akta Pembagian Hak Bersama | Ricco S. Yubaidi, S.H., M.Kn.
Akta Pembagian Hak Bersama | Ricco S. Yubaidi, S.H., M.Kn.Akta Pembagian Hak Bersama | Ricco S. Yubaidi, S.H., M.Kn.
Akta Pembagian Hak Bersama | Ricco S. Yubaidi, S.H., M.Kn.
 
bphtb-new.pdf
bphtb-new.pdfbphtb-new.pdf
bphtb-new.pdf
 
14. perda kab sumbawa tentang pbb p2
14. perda kab sumbawa tentang pbb p214. perda kab sumbawa tentang pbb p2
14. perda kab sumbawa tentang pbb p2
 
Peraturan bupati-no.-30-ttg-izin-lokasi
Peraturan bupati-no.-30-ttg-izin-lokasiPeraturan bupati-no.-30-ttg-izin-lokasi
Peraturan bupati-no.-30-ttg-izin-lokasi
 
Pajak_Bumi_dan_Bangunan_PBB.docx
Pajak_Bumi_dan_Bangunan_PBB.docxPajak_Bumi_dan_Bangunan_PBB.docx
Pajak_Bumi_dan_Bangunan_PBB.docx
 
aspek hukum hak tanggung1
aspek hukum hak tanggung1aspek hukum hak tanggung1
aspek hukum hak tanggung1
 

More from People Power

Kebijakan program perhutanan sosial 2015 2019
Kebijakan program perhutanan sosial 2015 2019Kebijakan program perhutanan sosial 2015 2019
Kebijakan program perhutanan sosial 2015 2019People Power
 
sahabat walhi riau by Tya
sahabat walhi riau by Tyasahabat walhi riau by Tya
sahabat walhi riau by TyaPeople Power
 
Kronologis kejadian dugaan kriminalisasi petani di polres kampar
Kronologis kejadian dugaan kriminalisasi petani di polres kamparKronologis kejadian dugaan kriminalisasi petani di polres kampar
Kronologis kejadian dugaan kriminalisasi petani di polres kamparPeople Power
 
Kronologis penolakan - di jakarta malam senin
Kronologis penolakan - di jakarta malam seninKronologis penolakan - di jakarta malam senin
Kronologis penolakan - di jakarta malam seninPeople Power
 
Langkah langkah pemetaan pengingat pribadi
Langkah langkah pemetaan pengingat pribadiLangkah langkah pemetaan pengingat pribadi
Langkah langkah pemetaan pengingat pribadiPeople Power
 
Daftar penerima dana hibah dan bansos 2013
Daftar penerima dana hibah dan bansos 2013Daftar penerima dana hibah dan bansos 2013
Daftar penerima dana hibah dan bansos 2013People Power
 
Kronologi aksi Front Komunikasi Masyarakat Berdaulat Pulau Padang 8_januari_2013
Kronologi aksi Front Komunikasi Masyarakat Berdaulat Pulau Padang 8_januari_2013Kronologi aksi Front Komunikasi Masyarakat Berdaulat Pulau Padang 8_januari_2013
Kronologi aksi Front Komunikasi Masyarakat Berdaulat Pulau Padang 8_januari_2013People Power
 
Kesepakatan Antara Buruh dan tani tanggal 20 Des 2012 yang telah dilanggar Ol...
Kesepakatan Antara Buruh dan tani tanggal 20 Des 2012 yang telah dilanggar Ol...Kesepakatan Antara Buruh dan tani tanggal 20 Des 2012 yang telah dilanggar Ol...
Kesepakatan Antara Buruh dan tani tanggal 20 Des 2012 yang telah dilanggar Ol...People Power
 
Bubarkan bp migas putusan sidang 36 puu 2012 migas - telah baca 13 nov 2012
Bubarkan bp migas putusan sidang 36 puu 2012 migas - telah baca 13 nov 2012Bubarkan bp migas putusan sidang 36 puu 2012 migas - telah baca 13 nov 2012
Bubarkan bp migas putusan sidang 36 puu 2012 migas - telah baca 13 nov 2012People Power
 
Pendapat Hukum (Legal Opinion) Tim Pendukung Penyelamat Semenanjung Kampar (T...
Pendapat Hukum (Legal Opinion) Tim Pendukung Penyelamat Semenanjung Kampar (T...Pendapat Hukum (Legal Opinion) Tim Pendukung Penyelamat Semenanjung Kampar (T...
Pendapat Hukum (Legal Opinion) Tim Pendukung Penyelamat Semenanjung Kampar (T...People Power
 
090112 konflik pulau padang potret buram tata ruang dan tata kelola hutan di...
090112 konflik pulau padang  potret buram tata ruang dan tata kelola hutan di...090112 konflik pulau padang  potret buram tata ruang dan tata kelola hutan di...
090112 konflik pulau padang potret buram tata ruang dan tata kelola hutan di...People Power
 
Pengelolaan Lansekap di Pulau Padang
Pengelolaan Lansekap di Pulau PadangPengelolaan Lansekap di Pulau Padang
Pengelolaan Lansekap di Pulau PadangPeople Power
 
Masyarakat PULAU PADANG Akan Lakukan ‘’AKSI BAKAR DIRI’’ Di Istana Negara.
Masyarakat PULAU PADANG Akan Lakukan ‘’AKSI BAKAR DIRI’’ Di Istana Negara.Masyarakat PULAU PADANG Akan Lakukan ‘’AKSI BAKAR DIRI’’ Di Istana Negara.
Masyarakat PULAU PADANG Akan Lakukan ‘’AKSI BAKAR DIRI’’ Di Istana Negara.People Power
 
Surat STR menolak TIM MEDIASI
Surat STR menolak TIM MEDIASISurat STR menolak TIM MEDIASI
Surat STR menolak TIM MEDIASIPeople Power
 
Surat kementri tentang penolakan tim MEDIASI
Surat kementri tentang penolakan tim MEDIASISurat kementri tentang penolakan tim MEDIASI
Surat kementri tentang penolakan tim MEDIASIPeople Power
 

More from People Power (20)

Strategi advokasi
Strategi advokasiStrategi advokasi
Strategi advokasi
 
Kebijakan program perhutanan sosial 2015 2019
Kebijakan program perhutanan sosial 2015 2019Kebijakan program perhutanan sosial 2015 2019
Kebijakan program perhutanan sosial 2015 2019
 
sahabat walhi riau by Tya
sahabat walhi riau by Tyasahabat walhi riau by Tya
sahabat walhi riau by Tya
 
Kronologis kejadian dugaan kriminalisasi petani di polres kampar
Kronologis kejadian dugaan kriminalisasi petani di polres kamparKronologis kejadian dugaan kriminalisasi petani di polres kampar
Kronologis kejadian dugaan kriminalisasi petani di polres kampar
 
Kronologis 1
Kronologis 1Kronologis 1
Kronologis 1
 
Kronologis 2
Kronologis 2Kronologis 2
Kronologis 2
 
Kronologis 4
Kronologis 4Kronologis 4
Kronologis 4
 
Kronologis penolakan - di jakarta malam senin
Kronologis penolakan - di jakarta malam seninKronologis penolakan - di jakarta malam senin
Kronologis penolakan - di jakarta malam senin
 
Kronologis 3
Kronologis 3Kronologis 3
Kronologis 3
 
Langkah langkah pemetaan pengingat pribadi
Langkah langkah pemetaan pengingat pribadiLangkah langkah pemetaan pengingat pribadi
Langkah langkah pemetaan pengingat pribadi
 
Daftar penerima dana hibah dan bansos 2013
Daftar penerima dana hibah dan bansos 2013Daftar penerima dana hibah dan bansos 2013
Daftar penerima dana hibah dan bansos 2013
 
Kronologi aksi Front Komunikasi Masyarakat Berdaulat Pulau Padang 8_januari_2013
Kronologi aksi Front Komunikasi Masyarakat Berdaulat Pulau Padang 8_januari_2013Kronologi aksi Front Komunikasi Masyarakat Berdaulat Pulau Padang 8_januari_2013
Kronologi aksi Front Komunikasi Masyarakat Berdaulat Pulau Padang 8_januari_2013
 
Kesepakatan Antara Buruh dan tani tanggal 20 Des 2012 yang telah dilanggar Ol...
Kesepakatan Antara Buruh dan tani tanggal 20 Des 2012 yang telah dilanggar Ol...Kesepakatan Antara Buruh dan tani tanggal 20 Des 2012 yang telah dilanggar Ol...
Kesepakatan Antara Buruh dan tani tanggal 20 Des 2012 yang telah dilanggar Ol...
 
Bubarkan bp migas putusan sidang 36 puu 2012 migas - telah baca 13 nov 2012
Bubarkan bp migas putusan sidang 36 puu 2012 migas - telah baca 13 nov 2012Bubarkan bp migas putusan sidang 36 puu 2012 migas - telah baca 13 nov 2012
Bubarkan bp migas putusan sidang 36 puu 2012 migas - telah baca 13 nov 2012
 
Pendapat Hukum (Legal Opinion) Tim Pendukung Penyelamat Semenanjung Kampar (T...
Pendapat Hukum (Legal Opinion) Tim Pendukung Penyelamat Semenanjung Kampar (T...Pendapat Hukum (Legal Opinion) Tim Pendukung Penyelamat Semenanjung Kampar (T...
Pendapat Hukum (Legal Opinion) Tim Pendukung Penyelamat Semenanjung Kampar (T...
 
090112 konflik pulau padang potret buram tata ruang dan tata kelola hutan di...
090112 konflik pulau padang  potret buram tata ruang dan tata kelola hutan di...090112 konflik pulau padang  potret buram tata ruang dan tata kelola hutan di...
090112 konflik pulau padang potret buram tata ruang dan tata kelola hutan di...
 
Pengelolaan Lansekap di Pulau Padang
Pengelolaan Lansekap di Pulau PadangPengelolaan Lansekap di Pulau Padang
Pengelolaan Lansekap di Pulau Padang
 
Masyarakat PULAU PADANG Akan Lakukan ‘’AKSI BAKAR DIRI’’ Di Istana Negara.
Masyarakat PULAU PADANG Akan Lakukan ‘’AKSI BAKAR DIRI’’ Di Istana Negara.Masyarakat PULAU PADANG Akan Lakukan ‘’AKSI BAKAR DIRI’’ Di Istana Negara.
Masyarakat PULAU PADANG Akan Lakukan ‘’AKSI BAKAR DIRI’’ Di Istana Negara.
 
Surat STR menolak TIM MEDIASI
Surat STR menolak TIM MEDIASISurat STR menolak TIM MEDIASI
Surat STR menolak TIM MEDIASI
 
Surat kementri tentang penolakan tim MEDIASI
Surat kementri tentang penolakan tim MEDIASISurat kementri tentang penolakan tim MEDIASI
Surat kementri tentang penolakan tim MEDIASI
 

UU Bea Perolehan Hak Tanah

  • 1. 1 / 11 UNDANG-UNDANG (UU) UNDANG- Nomor: 21 TAHUN 1997 (21/1997) Tanggal: 29 MEI 1997(JAKARTA) Sumber: LN NO. 1997/44; TLN NO.3688 Tentang BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa Negara Republik Indonesia adalah Negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, dalam perkembangannya telah menghasilkan pembangunan yang pesat dalam kehidupan nasional yang perlu dilanjutkan dengan dukungan Pemerintah dan seluruh potensi masyarakat, karena itu menempatkan perpajakan sebagai salah satu perwujudan kewajiban kenegaraan yang merupakan sarana peran serta dalam pembiayaan Negara dan pembangunan nasional; b. bahwa baik tanah yang mempunyai fungsi sosial sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa maupun bangunan memberikan keuntungan dan atau kedudukan sosial ekonomi yang lebih baik bagi orang pribadi atau badan yang memperoleh suatu hak atasnya, oleh karena itu wajar bila mereka yang memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan diwajibkan membayar pajak kepada Negara; c. bahwa dengan berlakunya Undang-undang tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, maka hak-hak atas tanah menurut hukum barat menjadi tidak berlaku lagi, oleh karena itu pengutan Bea Balik Nama atas pemindahan harta tetap berdasarkan Ordonansi Bea Balik Nama menurut Staatsblad 1924 Nomor 291 tidak dapat dilaksanakan; d. bahwa terhadap orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan, berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku perlu dikenakan pajak dengan nama Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan; e. bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut pada huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d perlu dibentuk Undang-undang tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan; Mengingat : Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), Pasal 23 ayat (2), dan Pasal 33 ayat (3) Undang- Undang Dasar 1945; Dengan Persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN : Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN. UNDANG-
  • 2. 2 / 11 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Pasal Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan : 1. Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan adalah pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan, yang selanjutnya disebut pajak; 2. Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan adalah perbuatan atau peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan atau bangunan oleh orang pribadi atau badan; 3. Hak atas tanah adalah hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang- undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria dan peraturan perundang-undangan yang berlaku; 4. Surat Tagihan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, yang dapat disingkat STB, adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan atau saknsi administrasi berupa bunga dan atau denda; 5. Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar, yang dapat disingkat SKBKB, adalah surat keputusan yang menentukan besarnya jumlah pajak yang terutang, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi, dan jumlah yang masih harus dibayar; 6. Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar Tambahan, yang dapat disingkat SKBKBT, adalah surat keputusan yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan; 7. Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Lebih Bayar, yang dapat disingkat SKBLB, adalah surat keputusan yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah pajak yang telah dibayar lebih besar daripada pajak yang seharusnya terutang; 8. Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Nihil, yang dapat disingkat SKBN, adalah surat keputusan yang menentukan jumlah pajak yang terutang sama besarnya dengan jumlah pajak yang dibayar; 9. Surat Setoran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, yang dapat disingkat SSB, adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melakukan pembayaran atau penyetoran pajak yang terutang ke Kas Negara atau tempat lain yang ditetapkan oleh Menteri dan sekaligus untuk melaporkan data perolehan hak atas tanah dan atau bangunan; 10. Surat Keputusan Pembetulan adalah surat keputusan untuk membetulkan kesalahan tulis, kesalahan hitung dan atau kekeliruan dalam penerapan peraturan perundang-undangan perpajakan yang terdapat dalam Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar, Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Lebih Bayar, Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Nihil, atau Surat Tagihan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan. 11. Surat Keputusan Keberatan adalah surat keputusan atas keberatan terhadap Surat Ketetapan Bea Perolahan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar, Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bagunan Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Lebih Bayar, atau
  • 3. 3 / 11 Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Nihil yang diajukan oleh Wajib Pajak; 12. Putusan Banding adalah putusan Badan Penyelesaian Sengketa Pajak atas banding terhadap Surat Keputusan Keberatan yang diajukan oleh Wajib Pejak; 13. Menteri adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia. BAB II OBJEK PAJAK Pasal 2 1. Yang menjadi objek pajak adalah perolehan hak atas tanah dan atau bangunan. 2. Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi : a. Pemindahan hak karena : 1. jual beli; 2. tukar-menukar; 3. hibah; 4. hibah wasiat; 5. pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnnya; 6. pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan; 7. penunjukan pembeli dalam lelang; 8. pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap; 9. hadiah. b. Pemberian hak baru karena : 1. kelanjutan pelepasan hak; 2. di luar pelepasan hak. 3. Hak atas tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah : a. hak milik; b. hak guna usaha; c. hak guna bangunan; d. hak pakai; e. hak milik atas satuan rumah susun; f. hak pengelolaan. Pasal 3 1. Objek pajak yang tidak dikenakan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah objek pajak yang diperoleh : a. perwakilan diplomatik, konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik; b. Negara untuk penyelenggaraan pemerintahan dan atau untuk pelaksanaan pembangunan guna kepentingan umum; c. badan atau perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan oleh Menteri; d. orang pribadi atau badan karena konversi hak dan perbuatan hukum lain dengan tidak adanya perubahan nama; e. karena wakaf; f. karena warisan; g. untuk digunakan kepentingan ibadah.
  • 4. 4 / 11 2. Objek pajak yang diperoleh karena hibah wasiat dan hak pengelolaan pengenaan pajaknya diatur dengan Peraturan Pemerintah. BAB III SUBYEK PAJAK Pasal 4 1. Yang menjadi subyek pajak adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan. 2. Subjek pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dikenakan kewajiban membayar pajak menjadi Wajib Pajak menurut Undang-undang ini. BAB IV TARIF PAJAK Pasal 5 Tarif pajak ditetapkan sebesar 5 % (lima persen). BAB V DASAR PENGENAAN DAN CARA PENGHITUNGAN PAJAK Pasal 6 1. Dasar pengenaan pajak adalah Nilai Perolehan Objek Pajak. 2. Nilai Perolehan Objek Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dalam hal : a. jual beli adalah harga transaksi; b. tukar-menukar adalah nilai pasar objek pajak tersebut; c. hibah adalah nilai pasar objek pajak tersebut; d. pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya adalah nilai pasar objek pajak tersebut; e. pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan adalah nilai pasar objek pajak tersebut; f. penunjukan pembeli dalam lelang adalah harga transaksi yang tercantum dalam Risalah Lelang; g. peralihan hak karena pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap adalh nilai pasar objek pajak tersebut; h. pemberian hak baru atas tanah sebagai kelanjutan dari pelepasan hak adalah nilai pasar objek pajak tersebut. i. pemberian hak baru atas tanah di luar pelepasan hak adalah nilai pasar objek pajak tersebut. 3. Apabila Nilai Perolehan Objek Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak diketahui atau lebih rendah daripada Nilai Jual Objek Pajak yang digunakan dalam pengenaan pajak yang dipakai adalah Nilai Jual Objek Pajak Pajak Bumi dan Bangunan. 4. Apabila Nilai Jual Objek Pajak Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) belum ditetapkan, Menteri dapat menetapkan besarnya Nilai Jual Objek Pajak Pajak Bumi dan Bangunan.
  • 5. 5 / 12 Pasal 7 1. Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak ditetapkan sebesar Rp. 30.000.000,00 (tiga puluh juta rupiah). 2. Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diubah dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 8 1. Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak adalah Nilai Perolehan Objek Pajak dikurangi dengan Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak. 2. Besarnya pajak yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak dengan Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak. BAB VI SAAT DAN TEMPAT PAJAK YANG TERUTANG Pasal 9 1. Saat yang menentukan pajak yang terutang atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan untuk : a. jual beli adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta; b. tukar- menukar adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta; c. hibah adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta; d. pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta; e. pemisahan hak yang mengakubatkan peralihan adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta; f. lelang adalah sejak tanggal penunjukkan pemenang lelang; g. putusan hakim adalah sejak tanggal putusan pangadilan yang mempunyai kekuatan hukum yang tetap; h. hibah wasiat adalah sejak tanggal yang bersangkutan mendaftarkan peralihan haknya ke Kantor Pertanahan; i. pemberian hak baru atas tanah sebagai kelanjutan dari pelepasan hak adalah sejak tanggal diterbitkannya surat keputusan pemberian hak; j. pemberian hak baru di luar pelepasan hak adalah sejak tanggal diterbitkanyya surat keputusan pemberian hak; k. hibah adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta. 2. Pajak yang terutang harus dilunasi pada saat terjadinya perolehan hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1). 3. Tempat pajak yang terutang adalah di wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II, atau Kotamadya Daerah Tingkat II, atau Propinsi Daerah Tingkat I untuk Kotamadya Administratif yang meliputi letak tanah dan atau bangunan. BAB VII PEMBAYARAN, PENETAPAN, DAN PENAGIHAN Pasal 10 1. Wajib Pajak wajib membayar pajak yang terutang dengan tidak mendasarkan pada adanya surat ketetapan pajak. 2. Pajak yang terutang dibayar di Bank Persepsi atau Kantor Pos dan Giro atau tempat pembayaran lain yang ditunjuk oleh Menteri.
  • 6. 6 / 12 3. Tata cara pembayaran pajak diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri. Pasal 11 1. Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sesudah saat terutangnya pajak, Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain ternyata jumlah pajak yang terutang kurang dibayar. 2. Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar sebagaimana dimaksud pada yata (1) ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan, dihitung mulai saat terutangnya pajak sampai dengan diterbitkannya Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar. Pasal 12 1. Dala jangka waktu 5 (lima) tahun sesudah saat terttangnya pajak, Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan Bea Perolehan hak Atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar Tambahan apabila ditemukan data baru dan atau data yang semula belum terungkap yang menyebabkan penambahan jumlah pajak yang terutang setelah diterbitkannya Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar. 2. Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar Tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah dengan sanksi adminitrasi berupa kenaikan sebesar 100% (seratus persen) dari jumlah kekurangan pajak tersebut, kecuali Wajib Pajak melaporkan sendiri sebelum dilakukan tindakan pemeriksaan. Pasal 13 1. Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Tagihan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan apabila : a. pajak yang terutang tidak atau kurang dibayar; b. dari hasil pemeriksaan Surat Setoran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan terdapat kekurangan pembayaran pajak sebagai akibat salah tulis dan atau salah hitung; c. Wajib Pajak dikenakan sanksi administrasi berupa denda dan atau bunga. 2. Jumlah pajak yang terutang yang tidak atau kurang dibayar dalam Surat Tagihan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b ditambah sanksi adminstrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan sejak saat terutangnya pajak. 3. Surat Tagihan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan surat ketetapan pajak. Pasal 14 1. Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar, surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar Tambahan,
  • 7. 7 / 12 Surat Tagihan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, dan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan maupun Putusan Banding yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah, merupakan dasar penagihan pajak. 2. Pajak yang terutang berdasarkan Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bagunan Kurang Bayar, Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar Tambahan, Surat Tagihan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, dan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan maupun Putusan Banding yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah, harus dilunasi dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan sejak diterima oleh Wajib Pajak. 3. Tata cara penagihan pajak diatur dengan Keputusan Menteri. Pasal 15 Jumlah pajak yang terutang berdasarkan Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar, Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar Tambahan, Surat Tagihan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, dan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan maupun Putusan Banding yang menyebabkan junlah pajak yang harus dibayar bertambah, yang tidak atau kurang dibayar pada waktunya dapat ditagih dengan Surat Paksa. BAB VIII KEBERATAN, BANDING, DAN PENGURANGAN Pasal 16 1. Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada Direktur Jenderal Pajak atas suatu : a. Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar; b. Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar Tambahan; c. Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Lebih Bayar; d. Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Nihil. 2. Keberatan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan mengemukakan jumlah pajak yang terutang menurut perhitungan Wajib Pajak dengan disertai alasan-alasan yang jelas. 3. Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal diterimanya Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar atau Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar Tambahan atau Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Lebih Bayar atau Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Nihil oleh Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kecuali apabila Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaannya. 4. Keberatan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) tidak dianggap sebagai Surat Keberatan sehingga tidak dipertimbangkan.
  • 8. 8 / 12 5. Tanda penerimaan Surat Keberatan yang diberikan oleh pejabat Direktorat Jenderal Pajak yang ditunjuk untuk itu atau tanda pengiriman Surat Keberatan melalui pos tercatat menjadi tanda bukti penerimaan Surat Keberatan tersebut bagi kepentingan Wajib Pajak. 6. Apabila diminta oleh Wajib Pajak untuk keperluan pengajuan keberatan, Direktur Jenderal Pajak wajib memberikan keterangan secara tertulis hal-hal yang menjadi dasar pengenaan pajak. 7. Pengajuan keberatan tidak menunda kewajiban membayar pajak dan pelaksanaan penagihan pajak. Pasal 17 1. Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan sejak tanggal Surat Keberatan diterima, harus memberi keputusan atas keberatan yang diajukan. 2. Sebelum surat keputusan diterbitkan, Wajib Pajak dapat menyampaikan alasan tambahan atau penjelasan tertulis. 3. Keputusan Direktur Jenderal Pajak atas keberatan dapat berupa mengabulkan seluruhnya atau sebagian, menolak, atau menambah besarnya jumlah pajak yang terutang. 4. Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah lewat dan Direktur Jenderal Pajak tidak memberi suatu keputusan, keberatan yang diajukan tersebut dianggap dikabulkan. Pasal 18 1. Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan banding hanya kepada Badan Penyelesaian Sengketa Pajak terhadap keputusan mengenai keberatannya yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak. 2. Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia dengan disertai alasan-alasan yang jelas dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak keputusan keberatan diterima, dilampiri salinan dari surat keputusan tersebut. 3. Pengajuan permohonan banding tidak menunda kewajiban membayar pajak dan pelaksanaan penagihan pajak. Pasal 19 Apabila pengajuan keberatan atau permohonan banding dikabulkan sebagian atau seluruhnya, kelebihan pembayaran pajak dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan. Pasal 20 1. Atas permohonan Wajib Pajak, Menteri dapat memberikan pengurangan pajak yang terutang karena hal-hal tertentu. 2. Ketentuan mengenai pemberian pengurangan pajak yang terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Keputusan Menteri.
  • 9. 9 / 12 BAB IX PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN Pasal 21 1. Wajib pajak dapat mengajukan permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak kepada Direktur Jenderal Pajak. 2. Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan sejak diterimanya permohonan sebagimana dimaksud pada ayat (1) harus memberikan keputusan. Pasal 22 1. Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan pemeriksaan menerbitkan : a. Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Lebih Bayar, apabila jumlah pajak yang dibayar ternyata lebih besar daripada jumlah pajak yang terutang atau dilakukan pembayaran pajak yang tidak seharusnya terutang; b. Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Nihil, apabila jumlah pajak yang dibayar sama dengan jumlah pajak yang terutang. 2. Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) telah terlampaui dan Direktur Jenderal Pajak tidak memberi keputusan, permohonan kelebihan pembayaran pajak dianggap dikabulkan serta Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Lebih Bayar harus diterbitkan dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan. 3. Pengembalian kelebihan pembayaran pajak dilakukan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) bulan sejak diterbitkannya Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Lebih Bayar. 4. Apabila pengembalian kelebihan pembayaran dilakukan setelah lewat jangka waktu 2 (dua) bulan, Direktur Jenderal Pajak memberikan imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan atas keterlambatan pembayaran kelebihan pembayaran pajak. 5. Tata cara pengembalian pembayaran pajak diatur dengan Keputusan Menteri. BAB X PEMBAGIAN HASIL PENERIMAAN PAJAK Pasal 23 1. Hasil penerimaan pajak merupakan penerimaan Negara yang dibagi antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dengan imbangan pembagian sekurang-kurangnya 80% (delapan puluh persen) untuk Pemerintah Daerah Tingkat II dan Pemerintah Daerah Tingkat I. 2. Bagian penerimaan Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebagian besar diberikan kepada Pemerintah Daerah Tingkat II. 3. Imbangan pembagian hasil penerimaan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
  • 10. 10/ 12 10 / BAB XI KETENTUAN BAGI PEJABAT Pasal 24 1. Pejabat Pembuat Akta Tanah/Notaris hanya dapat menandatangani akta pemindahan hak atas tanah dan atau bangunan setelah Wajib Pajak menyerahkan bukti pembayaran pajak. 2. Kepala Kantor Lelang Negara hanya dapat menandatangani risalah lelang perolehan hak atas tanah dan atau bangunan setelah Wajib Pajak menyerahkan bukti pembayaran pajak. 3. Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya hanya dapat melakukan pendaftaran hak atas tanah atau pendaftaran peralihan hak atas tanah setelah Wajib Pajak menyerahkan bukti pembayaran pajak. Pasal 25 1. Pejabat Pembuat Akta Tanah/Notaris dan Kepala Kantor Lelang Negara melaporkan pembuatan akta atau risalah lelang perolehan hak atas tanah dan atau bangunan kepada Direktorat Jenderal Pajak selambat-lambatnya pada tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya. 2. Tata cara pelaporan bagi pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 26 1. Pejabat Pembuat Akta Tanah/Notaris dan Kepala Kantor Lelang Negara, yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) dan ayat (2), dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp. 5.000.000,00 (lima juta rupiah) untuk setiap pelanggaran. 2. Pejabat Pembuat Akta Tanah Notaris dan Kepala Kantor Lelang Negara, yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) dan ayat (2), dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp. 100.000,00 (seratus ribu rupiah) untuk setiap laporan. 3. Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya, yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (3), dikenakan sanksi menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. 4. Besarnya sanksi administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dapat ditinjau kembali dengan Peraturan Pemerintah. BAB XII KETENTUAN PENUTUP Pasal 27 Dengan berlakunya Undang-undang ini, Ordonansi Bea Balik Nama Staatsblad 1924 Nomor 291 dengan segala perubahannya sepanjang mengenai pungutan Bea Balik Nama atas pemindahan harta tetap yang berupa tanah dan atau bangunan, dinyatakan tidak berlaku.
  • 11. 11/ 12 11 / Pasal 28 Undang-undang ini mulai berlaku sejak tanggal 1 Januari 1998. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Disahkan di Jakarta pada tanggal 29 Mei 1997 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA SOEHARTO Diundangkan di Jakarta pada tanggal 29 Mei 1997 MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA MOERDIONO