1. Pendeteksian Kanker Paru-Paru … Hanung Tyas Saksono, dkk
Teknologi Elektro 18 Vol. 9 No.1 Januari – Juni 2010
PENDETEKSIAN KANKER PARU–PARU DENGAN MENGGUNAKAN
TRANSFORMASI WAVELET DAN METODE LINEAR DISCRIMINANT ANALYSIS
Hanung Tyas Saksono, Achmad Rizal., Koredianto Usman
Fakultas Elektro dan Komunikasi – Institut Teknologi Telkom Bandung
Jl. Telekomunikasi, Dayeuh Kolot Bandung 40257, Tlp. 022-7564108, Fax. 022-7565200
E-mail : zhaxono goKil@yahoo.co.id, arz@stttelkom.ac.id, kru@stttelkom.ac.id
Abstrak
Kanker merupakan pertumbuhan dan penyebaran sel-sel abnormal yang memiliki karakteristik yang khas.
Kanker yang sudah menyebar dan tidak dapat terkontrol lagi, biasanya akan menyebabkan kematian. Kanker paru-
paru lebih sering menyebabkan pria meninggal dibanding kanker lain, dimana yang sering menjadi penyebab kanker
paru-paru adalah merokok. Cara yang digunakan untuk mendeteksi kanker paru-paru ialah melalui pemeriksaan
hasil foto rontgen dada.
Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan suatu sistem aplikasi yang dapat mendiagnosa citra paru-parudan
mengklasifikasikan paru-paruke dalam tipe kanker, normal atau efusi serta menganalisa performansi sistem yang
digunakan dalam proses pengenalan citra paru-paru. Proses pendeteksian diawali dengan pemrosesan awal pada
citra paru-paru, proses ekstraksi ciri menggunakan Transformasi Wavelet, dan proses klasifikasi menggunakan
Linear Discriminant Analysis (LDA). Pemrosesan awal dilakukan untuk membuang informasi yang tidak
dibutuhkan dalam pengolahan citra. Proses ekstraksi ciri dilakukan dengan cara mengurangi dimensi citra paru- paru
yang akan menjadi masukan pada proses pengenalan menggunakan LDA.
Pada penelitian ini citra latih yang digunakan adalah 60 buah citra, yang terdiri dari 20 kelas citra kondisi
normal, 20 kelas citra kondisi kanker, dan 20 kelas citra kondisi efusi. Citra uji yang akan digunakan juga berjumlah
60 buah citra, yang tediri dari 20 citra untuk masing-masing kelas. Akurasi yang dihasilkan sistem pada
pendeteksian kanker paru-paru ini sebesar 100% untuk citra latih dan 95% untuk citra uji.
Kata kunci : linear discriminant analysis, transformasi wavelet, pengolahan citra.
Abstract
Cancer is growth and spread of abnormal cells that have distinct characteristics. Cancer that has spread and
can’t be controlled again, usually it will cause death. Lung cancer more often causes a man died than the other
cancer where that often can be cause of lung cancer is smoking. The methods that used to detect lung cancer is
through examination of chest X - Ray results.
This Research is used to produce an application system that can diagnose lung image and classify lung into the
cancer, normal, or effusion type, and also analyzing system performance that used in lung image classification
process. Detection process is begun with beginning process at lung image, feature extraction process by using
Wavelet Transform, and classification process by using Linear Discriminant Analysis (LDA). Beginning process is
used to waste unimportant information of lung image processing. Feature extraction process is done by reducing
lung image dimension that will be input in classification process using LDA.
In this final assignment, the used train images are 60 images, that consists of 20 cancer class, 20 normal class,
and 20 effusion class. The used test images are also 60 images, that consists of 20 images for each class. The
produced accuration by system in this lung cancer detection process is 100% for train image and 95% for test image.
Key words : linear discriminant analysis, wavelet transformasi, image
1. PENDAHULUAN
Dalam penelitian ini akan memanfaatkan
pengolahan citra digital. Citra diperoleh melalui hasil
foto rontgen yang terdapat di Rumah Sakit yang
nantinya akan disimpan sebagai basis data. Metode
LDA ini digunakan untuk mengklasifikasikan
karakter yang terdapat pada paru-paru, misalnya
paru-paru dalam keadaan normal artinya citra tidak
memiliki flek-flek yang menutupi bagian-bagian pada
paru-paru.
Pada penelitian ini, transformasi wavelet
digunakan untuk mengekstraksi ciri yang
mengandung informasi penting dari paru-paru. Jenis
wavelet yang digunakan di dalam ekstraksi ciri ini
adalah Haar wavelet. Hasil dekomposisi citra yang
diambil adalah koefisien citra aproksimasi. Setelah
itu LDA digunakan untuk mengklasifikasikan jenis
paru-parudari cirri-ciri yang didapatkan dari proses
ekstraksi cirri untuk kemudian dikenali.
2. Pendeteksian Kanker Paru-Paru … Hanung Tyas Saksono, dkk
Teknologi Elektro 19 Vol. 9 No.1 Januari – Juni 2010
LDA merupakan metode class-specific linear
yang dapat melakukan transformasi pereduksian
dimensi dimana elemen-elemen yang merupakan
anggota sebuah kelas akan dikelompokkan bersama
di dalam ruang dimensi rendah. Selain itu LDA juga
berfungsi untuk memaksimalkan diskriminasi antar
kelas dan meminimalkan persebaran dalam kelas
[1,4].
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Transformasi Wavelet
Secara umum yang dimaksud dengan
Transformasi Wavelet adalah dekomposisi dari suatu
sinyal dengan suatu fungsi Ψs,τ(t) yang telah
terdilatasi dan tertranslasi yang disebut sebagai
mother wavelet. Dengan kata lain sinyal tersebut
direpresentasikan sebagai jumlah dari kumpulan
dilated-version dan translated-vesion fungsi induk
wavelet. Kumpulan fungsi-fungsi tersebut
didefinisikan pada persamaan berikut :
( ) ⎟
⎠
⎞
⎜
⎝
⎛ −
=
s
t
s
ts
τ
ψψ τ
1
,
(1)
Dimana s merupakan parameter dilatasi (s є
real) dan τ merupakan parameter translasi (b є real).
Parameter s menunjukkan lebar dari kurva wavelet,
sehingga apabila nilai s diperbesar akan semakin
lebarlah kurva wavelet dan apabila nilai s diperkecil
maka kurva wavelet akan semakin kecil. Sedangkan
parameter τ menunjukkan lokalisasi dari kurva
wavelet yang terpusat pada ruang t= τ. Untuk data-
data diskrit seperti citra, diperlukan Transformasi
Wavelet Diskrit (DWT), sehingga persamaan (1)
menjadi :
( ) ( ) Zkjtt j
j
s ∈−= ,;22 2
, τψψ τ
(2)
Variabel-variabel j dan k adalah integer yang
menskalakan dan menggeser fungsi mother wavelet
untuk menghasilkan jenis-jenis wavelet seperti Haar
wavelet. Lebar wavelet ditunjukkan oleh skala s dan
posisinya ditunjukkan oleh τ. Transformasi wavelet
diskrit bertujuan untuk mengurangi redudansi yang
terjadi pada transformasi kontinu dengan cara
mengambil nilai diskrit dari parameter s dan τ.
Fungsi wavelet pada persamaan (1) pertama
kali dikenalkan oleh Grossman dan Morlet,
sedangkan persamaan (2) oleh Daubechies. Pada
fungsi Grossman-Morlet, s merupakan parameter
dilatasi dan τ merupakan parameter translasi.
Sedangkan pada fungsi Daubechies, parameter
dilatasi diberikan oleh 2 j
dan parameter translasi
oleh τ. Kedua fungsi Ψ dapat dipandang sebagai
mother wavelet, dan harus memenuhi kondisi [4]:
( ) 0=∫
+∞
∞−
dxxψ (3)
2.2 Transformasi Wavelet pada Citra
Pada pengolahan citra menggunakan
Transformasi Wavelet dua dimensi. Hal tersebut
dikarenakan citra merupakan bentuk sinyal dalam
ruang dimensi dua. Di dalam proses dekomposisinya,
Transformasi Wavelet diskrit dua dimensi dilakukan
dengan memproses baris dan kolom secara terpisah,
yang dapat digambarkan. sebagai berikut:
..
dimana :
cAj = Citra input
= Downsampling kolom,
menyimpan kolom berindeks genap
= Downsampling baris, menyimpan baris berindeks genap
Gambar-1. Proses Dekomposisi Sinyal..
cA (v)
j+1 vertikal
L
H
2
1
2
1
L’
L’
H’
H’
1
2
1
2
1
2
1
2
cAj+1
cA (h)
j+1 horizontal
cA(d)
j+1diagonal
KolomBaris
2 1
1 2
3. Pendeteksian Kanker Paru-Paru … Hanung Tyas Saksono, dkk
Teknologi Elektro 20 Vol. 9 No.1 Januari – Juni 2010
Dari gambar di atas proses dekomposisi di atas
dapat dijelaskan bahwa proses Transformasi Wavelet
dilakukan atas baris-baris dan kolom-kolom. Citra
direpresentasikan sebagai sinyal dua dimensi yang
dimasukkan ke dalam dua blok yaitu blok H yang
merupakan filter pelolos rendah atau Low Pass Filter
dan blok G yang merupakan filter pelolos tinggi atau
High Pass Filter.
2.3 Linear Discriminant Analysis
LDA melakukan analisis secara linier yang
memiliki representasi sendiri-sendiri (vektor-vektor
basis) dari ruang vektor citra paru-paru berdimensi
tinggi, tergantung dari sudut pandang statistiknya.
Dengan memproyeksikan vektor citra paru-paru
ke vektor basisnya akan didapatkan representasi
feature dari setiap citra paru-paru. Pengukuran
kemiripan kemudian akan dilakukan antara
representasi citra paru-paru dengan citra uji.
Representasi di dalam metode ini dianggap sebagai
sebuah transformasi linier dari vektor citra asal ke
dalam sebuah ruang proyeksi (vektor-vektor basis).
XWY T
= (4)
Dimana Y adalah matriks vektor feature
berukuran d x N dengan d adalah dimensi vektor
feature dan N adalah jumlah citra paru-paru serta d
<< N.
Di dalam perhitungannya LDA menggunakan
dua buah matriks sebaran, yaitu matriks SB dan
matriks Sw. kedua matriks tersebut didefinisikan
sebagai berikut:
( )( )T
i
c
i
iBS µµµµ −−= ∑=1
(5)
( )( )T
ik
yyk
ik
c
i
W yyS
i
µµ −−= ∑∑ ∈=1
(6)
dimana :
∑=
=
iN
k
k
i
i Y
N 1
1
µ (7)
dimana SB merupakan sebaran antar kelas dan Sw
merupakan sebaran dalam kelas. Dari rumus di atas
Ni adalah jumlah vektor latih pada kelas i (Ci), µ
didefinisikan sebagai mean global, µi adalah vektor
rata-rata dari kelas i (Ci), dan yk merupakan vektor-
vektor yang berasosiasi dengan kelas i. Dengan
menghitung SB maka akan diketahui jarak atau
pemisah antara vektor rata-rata setiap kelas dengan
mean global, sedangkan Sw akan mengukur jarak atau
pemisah antara vektor-vektor ciri dengan vektor rata-
rata dari kelas masing-masing.
Setelah didapatkan matriks SB dan Sw kemudian
LDA akan mencari proyeksi yang optimal pada
kondisi dimana rasio antara matriks sebaran antar
kelas (SB) dari sampel yang diproyeksikan dengan
matriks sebaran dalam kelas (Sw) dari sampel yang
diproyeksikan, yang dirumuskan sebagai berikut:
WSW
WSW
makW
W
T
B
T
opt arg=
= [w1 w2 ………….wm] (8)
dimana {wi | i = 1,2,…,l} merupakan kumpulan
vektor eigen dari SB dan Sw yang berkorespondensi
dengan eigen value terbesar {ëi | i = 1,2,…,l}.
dimana {wi | i = 1,2,…,l} merupakan kumpulan
vektor eigen dari SB dan Sw yang berkorespondensi
dengan eigen value terbesar {ëi | i = 1,2,…,l}.
Dari rumus di atas maka didapatkan hasil yang
maksimal yaitu dimana persebaran dalam kelas akan
diminimalisasi dan persebaran antar kelas akan
dimaksimalkan.
Kemudian representasi akhir LDA adalah zi
yang seharusnya dapat menghasilkan separabilitas
yang lebih baik dari citra paru-paru. Dimana zi
didefinisikan sebagai berikut :
zi = WT
yi (9)
zi merupakan matriks terproyeksi dengan ukuran d x
N. Dengan d merupakan dimensi dari ruang fisher
dan N merupakan jumlah citra paru-paru serta d <<
N.
3. PERENCANAAN DAN IMPLEMENTASI
PERANGKAT LUNAK
3.1 Rancangan Sistem
Pada bagian ini akan dibahas mengenai sistem
perangkat lunak yang dirancang. Hasil keluaran dari
sistem ini akan mengklasisfikasikan kondisi paru-
paru dalam tiga kondisi, yakni kanker, normal, atau
efusi. Secara umum sistem penelitian yang dirancang
adalah seperti pada gambar 2.
3.2 Klasifikasi Penyakit Pada Paru - paru
Pada penelitian ini citra paru-paru akan
diklasifikasikan ke tiga kondisi, yakni kondisi
normal, kanker, dan efusi yang dibedakan
berdasarkan warna pada paru-paru. Paru-paru normal
akan tampak hitam dan tidak terdapat adanya flek
putih yang menutupi paru-paru. Paru-paru yang
terkena kanker akan terlihat adanya flek-flek putih
yang menutupi paru-paru. Sedangkan untuk efusi
warna putih yang menutupi paru-paru lebih rapat dan
dominan.
3.3 Pengolahan Citra Pada Citra Latih
Citra latih yang akan digunakan pada
Penelitian ini merupakan citra hasil rontgen paru-
paru bagian depan. Citra latih pada Penelitian ini
menggunakan format .*bmp. Citra latih pada
Penelitian ini nantinya akan disimpan sebagai basis
data.
3.4 Pemrosesan Awal
Pemrosesan awal atau disebut juga dengan pre-
processing merupakan sebuah proses awal yang
dilakukan untuk mengambil ciri atau karakteristik
pada suatu citra digital sebelum dilakukan
pemrosesan citra selanjutnya
4. Pendeteksian Kanker Paru-Paru … Hanung Tyas Saksono, dkk
Teknologi Elektro 21 Vol. 9 No.1 Januari – Juni 2010
(a) (b)
Gambar-2. Proses pendeteksian kanker pada paru-
paru(a) Diagram alir proses pelatihan (b) Diagram alir
proses pengujian
(a) (b) (c)
Gambar-3. Klasifikasi Kondisi Pada Paru-paru(a)
normal (b) kanker (c) efusi
3.5 Pengkonversian Citra ke Black and
White
Pada proses ini, citra digital yang berformat
.*bmp akan menjadi input dari sistem ini. Citra
digital yang sudah dalam bentuk grayscale tersebut,
diubah ke Black and White, artinya citra grayscale
tersebut diubah ke dalam citra biner.
Citra paru
Convert to
BW
Filter
median
BW LabelCroppingResize
Proses
berikutnya
Gambar-4. Blok diagram pemrosesan awal citra paru -
paru
3.6 Menghilangkan Noise kecil dengan Median
Filter
Setelah citra dikonversi ke dalam bentuk
Black and White, citra hasil Black and White
memiliki noise yang nantinya akan berpengaruh
dalam proses pengolahan selanjutnya. Oleh karena
itu, untuk menghilangkan noise-noise kecil yang ada
pada citra Black and White, dilakukan proses median
filter. Median filter merupakan salah satu teknik
peningkatan kualitas citra dalam domain spasial.
Metode ini termasuk dalam metode non linear
filtering
3.7 Membuang Objek Kecil dengan BW
Labelling
Pada sistem ini, informasi penting yang harus
diambil adalah informasi tentang paru - paru.
Sehingga paru – paru, tangan, leher, dan beberapa
informasi lain akan disebut sebagai objek. Pada
proses BW Labelling ini, objek-objek tersebut akan
diberi label masing-masing. Dengan menggunakan
acuan nilai threshold, objek yang nilainya lebih kecil
dari threshold akan dibuang. Objek yang diambil
adalah objek yang nilainya lebih besar dari threshold.
3.8 Pemotongan Citra
Citra hasil Black and White hasil dari proses
BW labeling akan digunakan untuk proses
pemotongan citra. Pemotongan citra ini bertujuan
untuk menghilangkan bagian-bagian yang tidak
dibutuhkan.
Tahapan pemotongan citra pada sistem ini adalah:
1. Penjumlahan nilai dari piksel – piksel pada citra
secara vertikal dan horizontal.
2. Pemotongan citra pada masing – masing sisi
3.9 Pengubahan dimensi citra
Karena masing-masing citra memiliki dimensi
yang berbeda-beda setelah dilakukan pemotongan
pada masing-masing sisi citra, diperlukan penyamaan
dimensi semua citra untuk mempermudah dalam
proses pengolahan selanjutnya.
Mulai
Pemrosesan
Awal
Ekstraksi Ciri
dengan
Transformasi
Wavelet
Pengenalan
Klasifikasi
menggunakan
LDA
Citra
Uji
Kondisi
Pada Paru -
Paru
Citra
Latih
Hasil
Mulai
Pemrosesan
Awal
Ekstraksi Ciri
dengan
Transformasi
Wavelet
Citra
Latih
5. Pendeteksian Kanker Paru-Paru … Hanung Tyas Saksono, dkk
Teknologi Elektro 22 Vol. 9 No.1 Januari – Juni 2010
3.10 Ekstraksi Ciri dengan Transformasi
Wavelet
Pada penelitian ini menggunakan transformasi
wavelet pada frekuensi tinggi yaitu transformasi Haar
wavelet. Alasan menggunakan Haar wavelet karena
Haar wavelet merupakan metode yang lebih bagus
digunakan untuk merepresentasikan ciri tekstur dan
bentuk. Disamping itu Haar wavelet memerlukan
waktu komputasi yang lebih kecil dari pada
transformasi wavelet lainnya.
Ciri diperoleh dari citra yang telah melewati
proses dekomposisi. Masing-masing kondisi paru-
paru untuk normal, kanker, dan efusi akan
didekomposisi menjadi empat subbands, yaitu LL,
LH, HL, dan HH. Dari keempat subbands tersebut
yang akan digunakan pada proses selanjutnya adalah
citra aproksimasi atau citra pada subband LL(Low-
Low), karena informasi citra sebagian besar terdapat
pada subband ini.
3.11 Pengolahan Citra pada Citra Uji
Citra yang menjadi citra uji yaitu citra paru-
parudalam format *.bmp. Sejumlah citra uji akan
diproses sama halnya seperti pada pengolahan citra
pada citra latih. Setelah proses ekstraksi ciri, citra uji
dan citra latih akan dilatih menggunakan LDA dan
selanjutnya citra uji akan diklasifikasikan
berdasarkan kondisi citra.
3.12 Linear Discriminant Analysis (LDA)
Proses klasifikasi ciri pada Penelitian ini
digunakan LDA. Linear diskriminant analisis
berfungsi untuk memetakan matriks ke dalam
dimensi yang lebih rendah. Selain itu LDA juga
berfungsi untuk meminimalisasi jarak antar ciri
dalam kelas dan memaksimalkan jarak antar ciri
antara kelas yang berbeda. LDA mempunyai
kekurangan yaitu masalah singularitas pada matriks
Sw. Hal ini dapat terjadi bila jumlah baris pada
matriks ansambel vektor ciri lebih besar dari pada
jumlah kolomnya. Oleh karena itu sebelum masuk ke
dalam proses klasifikasi oleh LDA, diperlukan
pereduksian dimensi citra menggunakan transformasi
wavelet.
Tahap terakhir dari klasifikasi menggunakan
LDA ini adalah memproyeksikan setiap vektor ciri
citra latih ke dalam ruang fisher. Sehingga
diperolehlah vektor ciri citra latih terproyeksi. Vektor
inilah yang nantinya akan diukur kemiripannya
dengan vektor ciri dari citra uji.
3.13 Proses Pengujian Citra Latih
Citra latih yang digunakan dalan penelitian ini
berjumlah 20 citra untuk masing – masing kondisi
citra, sehingga total citra latih berjumlah 60 citra
latih. Vektor masukan proses pelatihan ini berukuran
60x12 yang merupakan vektor hasil dari proses
ekstraksi ciri yang berukuran 1x12 untuk setiap ciri.
Proses ini digunakan untuk mengetahui kecocokan
LDA dalam mengklasifikasikan kondisi citra latih
yang diujikan dengan citra latih yang sebelumnya
sudah disimpan dalam basis data.
3.14 Proses Pengujian Citra Uji
Citra uji yang digunakan dalam penelitian ini
berjumlah 20 untuk masing – masing kondisi paru –
paru. Vektor masukan dari citra uji ini berukuran
1x12 yang merupakan hasil dari ekstraksi ciri untuk
masing – masing kondisi citra. Pada proses pengujian
ini vektor citra uji yang menjadi input dalam sistem
ini akan diuji dengan citra latih yang sudah disimpan
dalam basis data. Keluaran dari proses ini akan
mengenali kondisi paru-parudari citra uji yang berupa
kanker, normal, atau efusi.,
3.15 Pengujian Sistem
Untuk pengujian sistem digunakan parameter
akurasi dan error. Akurasi adalah ukuran ketepatan
sistem dalam mengenali input yang diberikan
sehingga menghasilkan keluaran yang benar. Secara
sistematis dapat dituliskan sebagai berikut :
%100
__
__
×=
nkeseluruhadataJumlah
benardataJumlah
Akurasi
Error adalah tingkat kesalahan sistem dalam
mengenali input yang diberikan terhadap jumlah data
secara keseluruhan. Secara sistematis dapat dituliskan
sebagai berikut:
%100
__
__
×=
nkeseluruhadataJumlah
salahdataJumlah
Error
4. ANALISIS HASIL SIMULASI
Pada bagian ini akan dijelaskan mengenai hasil
penelitian yang berupa simulasi pengolahan citra
beserta pembahasannya. Berikut urutan proses
pengujian yang dilakukan pada penelitian ini yang
ditunjukkan oleh Gambar-5.
4.1 Citra Masukan
Pada penelitian ini citra masukan berupa citra
paru-parutampak bagian depan, yang terdiri dari 60
citra latih sebagai basis data dan 60 citra uji dengan
ukuran atau dimensi yang berbeda-beda.
4.2 Konversi Citra ke Citra Black and White
Proses pengkonversian ke citra Black and
White ini artinya mengubah nilai setiap piksel suatu
citra dengan memperhatikan acuan nilai threshold.
Dalam penelitian ini menggunakan acuan nilai
threshold 200 dengan sintaks di programnya :
”citraBW = inputan > 200”, artinya jika ada
nilai piksel suatu citra yang kurang dari 200 akan
diubah nilainya ke ‘0’, sedangkan jika nilai piksel
yang lebih dari 200 maka akan diubah nilainya ke
‘1’.
6. Pendeteksian Kanker Paru-Paru … Hanung Tyas Saksono, dkk
Teknologi Elektro 23 Vol. 9 No.1 Januari – Juni 2010
Gambar-5. Blok Diagram Proses Pengujian
4.3 Menghilangkan noise kecil dengan Median
Filter
Setelah citra masukan dikonversi ke Black and
White, citra ini terlihat masih memiliki noise–noise
kecil yang akan mempengaruhi proses pengolahan
selanjutnya. Untuk menghilangkan noise–noise kecil
inilah akan digunakan Median Filter. Pada proses
ini menggunakan kernel atau koefisien filter 9x9.
Nilai masing-masing piksel yang bertetanggaan akan
diurutkan.
4.4 Membuang Objek Kecil dengan BW
Labelling
Pada program ini BW Labelling berfungsi
untuk menandai objek-objek yang ada pada suatu
citra Black and White. Setelah itu akan dilakukan
pembandingan luas dari masing-masing objek
tersebut dengan acuan nilai threshold luas. Objek
yang luasnya kurang dari threshold secara otomatis
akan dibuang dari program. Objek yang diambil
untuk proses selanjuntya adalah objek yang luasnya
lebih dari nilai threshold luas.
4.5 Pemotongan Citra
Tujuan pemrosesan awal dimulai dari proses
pengkonversian citra ke Black and White, Median
Filtering, dan BW labeling adalah untuk membuang
informasi yang tidak penting dari suatu citra. Ketiga
proses dari pengkonversian Black and White hingga
BW labeling akan memudahkan pada proses
selanjutnya dalam tahap pemrosesan awal ini, yaitu
proses pemotongan citra. Pada proses pemotongan
citra ini ada beberapa tahap yang dilakukan, yaitu
4.5.1 Penjumlahan nilai dari piksel suatu citra
secara vertikal dan horizontal
Pada tahap ini, citra yang sudah selesai
diproses hingga proses BW labeling akan
dijumlahkan nilai pikselnya secara kolom / nilai
piksel dijumlahkan ke bawah. Sehingga ukuran
matriks yang akan diperoleh terdiri dari 1 baris dan
beberapa kolom. Kemudian dilakukan penjumlahan
nilai piksel–piksel secara baris/horizontal (nilai piksel
dijumlahkan ke kanan). Sehingga ukuran matriks
yang akan diperoleh terdiri dari beberapa baris dan 1
kolom. Penjumlahan tersebut menghasilkan nilai –
nilai yang menyatakan intensitas warna putih pada
tiap kolom atau baris. Sebagai contoh, hasil plot dari
penjumlahan nilai piksel secara vertikal/kolom bisa
dilihat pada Gambar 6 berikut ini.
Gambar-6. Hasil plot penjumlahan nilai piksel secara
kolom/vertikal
Gambar 7 berikut menunjukkan citra masukan
dalam proses penelitian ini dan beberapa citra hasil
dari pemrosesan awal.
(a) (b) (c)
(d) (e) (f)
Gambar-7. Citra yang dihasilkan pada pemrosesan
awal (a) citra masukan (b) citra BW dengan threshold
200 (c) Citra BW dengan threshold 100 (d) Citra hasil
median filter (e) Citra hasil dari BW labeling (f) Citra
hasil pemotongan
Dikenali sebagai kondisi paru paru
Citra masukan
dalam bentuk
grayscale,
format
ekstensi*.bmp
Konversi ke Black and
White
Menghilangkan noise kecil
dengan Median Filter
Membuang objek kecil
dengan BW Labelling
Pemotongan Citra
Pengubahan dimensi
citra
Ekstraksi ciri citra paru -
paru
Klasifikasi dengan LDA
7. Pendeteksian Kanker Paru-Paru … Hanung Tyas Saksono, dkk
Teknologi Elektro 24 Vol. 9 No.1 Januari – Juni 2010
4.5.2 Pemotongan pada masing – masing sisi
suatu citra
Setelah dilakukan penjumlahan nilai piksel –
piksel suatu citra baik penjumlahan ke kanan maupun
ke bawah, selanjutnya akan dilakukan pemotongan
citra pada masing-masing sisinya. Sisi-sisi yang akan
dipotong adalah sisi atas, bawah, samping kanan, dan
samping kiri. Proses ini bertujuan untuk mencari
piksel yang terdapat nilai maksimum/ minimum dari
hasil penjumlahan nilai piksel secara baris maupun
kolom. Dari hasil plot penjumlahan nilai piksel, akan
ditunjukkan nilai maksimum/ minimum yang
nantinya bagian itulah yang harus dipotong.
Untuk mendapatkan hasil pemotongan yang
lebih akurat, maka piksel yang memiliki nilai
maksimum/minimum pada pemotongan bagian atas,
bawah, samping kanan, dan samping kiri tersebut
dikurangkan atau dijumlahkan dengan faktor koreksi
tergantung kondisinya.
4.6 Pengubahan dimensi citra
Setelah dilakukan proses pemotongan citra,
ukuran atau dimensi citra hasil dari proses
pemotongan berbeda-beda. Untuk menyamakan
dimensi semua citra paru-paru setelah melewati
proses pemotongan, dimensi citra akan diatur
menjadi 640 x 480 piksel.
4.7 Ekstraksi Ciri dengan Transformasi
Wavelet
Proses ekstraksi ciri bertujuan untuk mendapatkan
informasi-informasi penting dari citra paru-paru.
Pada penelitian ini teknik ekstraksi ciri-nya
menggunakan transformasi haar wavelet. Citra yang
menjadi masukan pada proses transformasi wavelet
ini adalah citra yang sudah dipotong/dibuang bagian
yang tidak dibutuhkan dalam penelitian ini.
Transformasi wavelet yang digunakan adalah
transformasi wavelet diskret dua dimensi (dwt2) level
satu. Citra yang masuk pada proses ini akan
didekomposisi menjadi empat subband atau frekuensi
yang terdiri dari subband LL (Low-Low), LH(Low-
High), HL(High-Low), dan HH(High-High). Citra
masukan ke dalam proses ini berukuran 640 x 480,
setelah keluar dari proses transformasi wavelet ini
ukuran masing – masing citra hasil dekomposisi
menjadi 320 x 240. Citra yang akan diambil untuk
dilakukan proses selanjutnya adalah citra aproksimasi
(cA) pada subband LL karena seluruh informasi citra
terdapat pada subband LL ini. Karena dirasa dimensi
citra aproksimasi yang masih besar, maka dilakukan
downsampling kembali dengan besar skala
downsampling (nsample) sebesar 100. Sehingga citra
aproksimasi yang akan menjadi masukan pada proses
pengolahan selanjutnya memiliki dimensi 3 x 4
piksel. Matriks dari citra ini akan diubah menjadi
sebuah vektor ciri yang berukuran 1 x 12 piksel.
Vektor ciri yang berukuran 1 x 12 inilah yang akan
menjadi masukan pada proses pengolahan
selanjutnya.
4.8 Linear Discriminant Analysis (LDA)
Proses selanjutnya setelah dilakukan ekstraksi
ciri adalah proses pengenalan kondisi paru dengan
menggunakan LDA. Vektor ciri yang menjadi
masukan ke dalam LDA ini berukuran 1 x 12. Citra
latih adalah citra paru-paru yang vektor cirinya
dilatihkan pada LDA dan hasil pelatihannya disimpan
sebagai basis data. Citra latih yang digunakan terdiri
dari 60 citra paru -paru, yang masing-masing kondisi
paru-paruterdiri dari 20 citra. Dari 60 citra latih
tersebut akan diproses hingga menjadi vektor ciri
yang berukuran 1 x 12 untuk masing-masing citra,
sehingga jumlah vektor ciri citra latih ada 60 buah.
Dari keenam puluh vektor ciri tersebut akan dijadikan
dalam sebuah matriks training yang berukuran 60 x
12. Selanjutnya dibuat tiga buah matriks target sesuai
dengan jumlah kelas. Matriks target ini berukuran 20
x 1 untuk masing-masing kelas. Setiap matriks target
terdiri dari matriks ‘1’ sebagai kondisi kanker,
matriks ‘2’ sebagai kondisi normal, dan matriks ‘3’
sebagai kondisi efusi. Dari ketiga matriks target
tersebut juga akan dijadikan ke dalam sebuah matriks
target total yang berukuran 60 x 1.
Pada saat akan menguji citra latih, citra latih
masukan akan diproses sehingga menjadi matriks
sampel berupa sebuah vektor ciri yang berukuran 1 x
12. Vektor ciri citra latih tersebut akan diuji ke dalam
LDA untuk dikenali sebagai kondisi paru-paru. Citra
uji terdiri dari 60 citra paru-paru, sama halnya dengan
citra latih. Citra uji akan diujikan ke dalam LDA
untuk dibandingkan dengan hasil pelatihan citra yang
sudah disimpan. Apabila hasil pengenalan mendekati
citra latih, maka kondisi citra uji tersebut akan
dikenali seperti kondisi citra latih.
4.9 Pengujian Pengenalan Citra Latih dan
Citra Uji
Citra latih merupakan sekumpulan citra paru-
paruyang digunakan dalam proses pelatihan (training)
pada LDA. Sedangkan citra uji adalah citra yang
diujikan pada LDA untuk dilakukan suatu
pengenalan. Sebelum dilakukan pengujian citra uji,
terlebih dahulu dilakukan proses pengujian citra latih.
Proses pengujian ini dilakukan untuk memperkuat
hipotesis kalau LDA bisa mengenali citra uji sesuai
dengan citra latih yang sudah dilatihkan pada LDA
dan disimpan dalam basis data. Pada proses
pengujian ini, matriks sampel baik vektor ciri citra
latih maupun vektor ciri citra uji yang berukuran 1 x
12 tersebut akan dibandingkan dengan matriks
training yang sudah dilatihkan. Matriks sampel yang
hasil pengelompokkannya mendekati vektor ciri citra
latih, maka kondisi citra sampel tersebut akan
dikenali seperti kondisi vektor ciri citra latih tersebut.
Setelah dilakukan pengujian terhadap citra latih, akan
dilakukan pengujian terhadap citra uji. Dari hasil
8. Pendeteksian Kanker Paru-Paru … Hanung Tyas Saksono, dkk
Teknologi Elektro 25 Vol. 9 No.1 Januari – Juni 2010
pengujian dengan menggunakan 1 vektor ciri secara
bergantian, diperoleh bahwa LDA mampu mengenali
citra paru-paru sesuai kondisinya dengan persentase
keakuratan 100% untuk citra latih dan 95% untuk
citra uji.
Tabel 1 dan Tabel 2 berikut menampilkan
hasil pengenalan citra latih dan citra uji dengan
jumlah citra latih dan citra uji masing-masing
sebanyak 20 buah.
Tabel -1. Hasil Pengenalan Citra Latih
Citra
Latih
Terdeteksi sebagai
Tingkat
Akurasi
Tingka
t Error
Jml
CitraKan
ker
Nor
mal
Efusi
Kan
ker
20 0 0 100% 0% 20
Nor
mal
0 20 0 100% 0% 20
Efusi 0 0 20 100% 0% 20
Rata – rata persentase
keseluruhan
100% 0%
Total
= 60
Tabel -2. Hasil Pengenalan Citra Uji
Dari Tabel 2 di atas, diperoleh rata-rata tingkat
akurasi sebesar 95% atau tingkat error 5%. Ini dapat
disimpulkan bahwa sistem sudah bekerja dengan baik
dalam melakukan pengenalan kondisi paru-paru.
Dari 20 vektor ciri citra uji untuk masing –
masing kondisi paru - paru akan dibuat ke dalam
grafik untuk mengetahui perbedaan vektor ciri citra
uji untuk setiap kondisi. Nilai yang diambil
merupakan nilai rata-rata dari 20 vektor ciri untuk
masing – masing kondisi paru -paru, yang bisa dilihat
pada lampiran.
Dari nilai rata-rata vektor ciri citra untuk
setiap kondisi paru-paru, akan dibuat grafik seperti
pada Gambar 8 berikut.
Pada Gambar 8 tersebut bisa diamati bahwa
intensitas rata-rata vektor ciri dari masing-masing
kondisi paru-paru berbeda-beda. Nilai rata-rata
vektor ciri untuk citra paru-paruefusi adalah yang
paling besar. Kemudian diikuti nilai rata-rata vektor
ciri citra paru-parukanker. Sedangkan citra paru-
parunormal memiliki nilai rata - rata vektor ciri yang
paling kecil. Dari Gambar 8 di atas bisa diamati
bahwa setiap kondisi citra belum menghasilkan nilai
vektor ciri yang optimal. Ini disebabkan karena
adanya ciri dari suatu citra yang menghasilkan nilai
yang belum optimal. Inilah yang akan menyebabkan
kemungkinan terjadinya kesalahan dalam
pendeteksian kondisi paru – paru.
Gambar-8. Nilai rata-rata vektor ciri citra untuk setiap
kondisi paru-paru
5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Pada penelitian dalam tugas akhir ini, mulai
dari tahap perancangan hingga pengujian yang
dilakukan pada sistem pengolahan citra untuk
mendeteksi kanker paru-paru, bisa diambil
kesimpulan sebagai berikut :
1. Rancangan sistem pengenalan kondisi paru-paru
menggunakan Transformasi Wavelet dan
Metode Linear Discriminant Analysis (LDA)
bekerja dengan baik walaupun terjadi beberapa
kesalahan dalam pengenalan.
2. Pengenalan citra paru-paru dengan
menggunakan Linear Discriminant Analysis
menghasilkan tingkat keakurasian sebesar 95%.
3. Teknik ekstraksi ciri yang digunakan adalah
transformasi wavelet dua dimensi level satu dan
ditambah proses downsampling secara baris
dan kolom.
4. Dengan melihat perbandingan performansi
sistem secara keseluruhan, hasil pengujian
terhadap citra latih menggunakan LDA
memiliki performansi yang lebih bagus dari
penelitian sebelumnya.
5.2 Saran
Pengembangan yang dapat dilakukan pada
penelitian ini antara lain :
1. Jumlah citra latih yang digunakan lebih banyak
agar diperoleh performansi yang semakin baik
dalam mengenali kondisi paru-paru.
2. Pemrosesan awal yang tepat agar semua citra
memiliki kondisi yang hampir sama sehingga
akan lebih memudahkan dalam proses
pengolahan citra.
6. DAFTAR PUSTAKA
[1] Carolina, Ribka. “Pendeteksian Kanker Paru-
parudengan menggunakan Principal
Citr
a Uji
Terdeteksi sebagai
Tingkat
Akurasi
Tingkat
Error
Jml
CitraKan
ker
Nor
mal
Efusi
Kan
ker
19 0 1 95% 5% 20
Nor
mal
1 19 0 95% 5% 20
Efus
i
1 0 19 95% 5% 20
Rata – rata persentase 95% 5%
Total
= 60
9. Pendeteksian Kanker Paru-Paru … Hanung Tyas Saksono, dkk
Teknologi Elektro 26 Vol. 9 No.1 Januari – Juni 2010
Components Analysis (PCA) dan Metode
Jaringan Syaraf Tiruan Backpropagation”.
Institut Teknologi Telkom. 2008, Bandung
[2] Balakrishnama, S. & Ganapathiraju, A. Linear
Discriminant Analysis – A Brief Tutorial
[online]. Tersedia: http://www.google.co.id. [5
Maret 2009].
[3] Hamzahan, Amir., Santosa, Gatot., Widiarto,
Wisnu.“Klasifikasi Objek dalam Visi Komputer
dengan Analisis Diskriminan”. Institut Sains &
Teknologi AKPRIND. 2002,Yogyakarta .
[4] Harini, Meika .P. “Pengenalan Pola Wajah
Manusia menggunakan Transformasi Wavelet
dan LDA (Linear Discriminant Analysis)“.
Institut Teknologi Telkom, 2007, Bandung.
[5] Lim, Resmana, “Face Recognition
Menggunakan Metode LINEAR
DISCRIMINANT ANALYSIS (LDA)”. 2002,
Universitas Gunadarma. Jakarta.
[6] Muslim, Krisna. Median Filtering [online].
Tersedia : http://www.google.co.id. [2
Desember 2009].
[7] Raymond, Face Recognition Menggunakan
Metode Linear Discriminant Analysis (LDA)
[online]. Tersedia : http://dewey.petra.ac.id. [25
Januari 2010]
[8] Santosa Budi. DATA MINING TERAPAN
DENGAN MATLAB. Yogyakarta: Graha Ilmu,
2007.
[9] Widiyanto, M.Rahmat,“Deteksi Obyek Manusia
Menggunakan Support Vector Machine”.
Universitas Indonesia,2007, Jakarta.
[10] Wijaya, Marvin.Ch. & Agus Prijono.
Pengolahan Citra Digital Menggunakan
Matlab, Bandung: Informatika, 2007.