SlideShare a Scribd company logo
1 of 7
Sunda Wiwitan
Sunda Wiwitan (Bahasa Sunda: "Sunda permulaan", "Sunda sejati", atau "Sunda asli") adalah
agama atau kepercayaan pemujaan terhadap kekuatan alam dan arwah leluhur (animisme dan
dinamisme) yang dianut oleh masyarakat tradisional Sunda.[1]
Akan tetapi ada sementara pihak
yang berpendapat bahwa Agama Sunda Wiwitan juga memiliki unsur monotheisme purba, yaitu
di atas para dewata dan hyang dalam pantheonnya terdapat dewa tunggal tertinggi maha kuasa
yang tak berwujud yang disebut Sang Hyang Kersa yang disamakan dengan Tuhan Yang Maha
Esa.
Penganut ajaran ini dapat ditemukan di beberapa desa di provinsi Banten dan Jawa Barat, seperti
di Kanekes, Lebak, Banten; Ciptagelar Kasepuhan Banten Kidul, Cisolok, Sukabumi; Kampung
Naga; dan Cigugur, Kuningan. Menurut penganutnya, Sunda Wiwitan merupakan kepercayaan
yang dianut sejak lama oleh orang Sunda sebelum datangnya ajaran Hindu dan Islam.
Ajaran Sunda Wiwitan terkandung dalam kitab Sanghyang siksakanda ng karesian, sebuah kitab
yang berasal dari zaman kerajaan Sunda yang berisi ajaran keagamaan dan tuntunan moral,
aturan dan pelajaran budi pekerti. Kitab ini disebut Kropak 630 oleh Perpustakaan Nasional
Indonesia. Berdasarkan keterangan kokolot (tetua) kampung Cikeusik, orang Kanekes bukanlah
penganut Hindu atau Buddha, melainkan penganut animisme, yaitu kepercayaan yang memuja
arwah nenek moyang. Hanya dalam perkembangannya kepercayaan orang Kanekes ini telah
dimasuki oleh unsur-unsur ajaran Hindu, dan hingga batas tertentu, ajaran Islam.[2]
Dalam Carita
Parahyangan kepercayaan ini disebut sebagai ajaran "Jatisunda".
Mitologi dan sistem kepercayaan
Kekuasaan tertinggi berada pada Sang Hyang Kersa (Yang Mahakuasa) atau Nu Ngersakeun
(Yang Menghendaki). Dia juga disebut sebagai Batara Tunggal (Tuhan yang Mahaesa), Batara
Jagat (Penguasa Alam), dan Batara Seda Niskala (Yang Gaib). Dia bersemayam di Buana
Nyungcung. Semua dewa dalam konsep Hindu (Brahma, Wishnu, Shiwa, Indra, Yama, dan lain-
lain) tunduk kepada Batara Seda Niskala.[3]
Ada tiga macam alam dalam kepercayaan Sunda Wiwitan seperti disebutkan dalam pantun
mengenai mitologi orang Kanekes:
1. Buana Nyungcung: tempat bersemayam Sang Hyang Kersa, yang letaknya paling atas
2. Buana Panca Tengah: tempat berdiam manusia dan makhluk lainnya, letaknya di tengah
3. Buana Larang: neraka, letaknya paling bawah
Antara Buana Nyungcung dan Buana Panca Tengah terdapat 18 lapis alam yang tersusun dari
atas ke bawah. Lapisan teratas bernama Bumi Suci Alam Padang atau menurut kropak 630
bernama Alam Kahyangan atau Mandala Hyang. Lapisan alam kedua tertinggi itu merupakan
alam tempat tinggal Nyi Pohaci Sanghyang Asri dan Sunan Ambu.
Sang Hyang Kersa menurunkan tujuh batara di Sasaka Pusaka Buana. Salah satu dari tujuh
batara itu adalah Batara Cikal, paling tua yang dianggap sebagai leluhur orang Kanekes.
Keturunan lainnya merupakan batara-batara yang memerintah di berbagai wilayah lainnya di
tanah Sunda. Pengertian nurunkeun (menurunkan) batara ini bukan melahirkan tetapi
mengadakan atau menciptakan.
Filosofi
Paham atau ajaran dari suatu agama senantiasa mengandung unsur-unsur yang tersurat dan yang
tersirat. Unsur yang tersurat adalah apa yang secara jelas dinyatakan sebagai pola hidup yang
harus dijalani, sedangkan yang tersirat adalah pemahaman yang komprehensif atas ajaran
tersebut. Ajaran Sunda Wiwitan pada dasarnya berangkat dari dua prinsip, yaitu Cara Ciri
Manusia dan Cara Ciri Bangsa.
Cara Ciri Manusia adalah unsur-unsur dasar yang ada di dalam kehidupan manusia. Ada lima
unsur yang termasuk di dalamnya:
Welas asih: cinta kasih
Undak usuk: tatanan dalam kekeluargaan
Tata krama: tatanan perilaku
Budi bahasa dan budaya
Wiwaha yudha naradha: sifat dasar manusia yang selalu memerangi segala sesuatu
sebelum melakukannya
Kalau satu saja cara ciri manusia yang lain tidak sesuai dengan hal tersebut maka manusia pasti
tidak akan melakukannya.
Prinsip yang kedua adalah Cara Ciri Bangsa. Secara universal, semua manusia memang
mempunyai kesamaan di dalam hal Cara Ciri Manusia. Namun, ada hal-hal tertentu yang
membedakan antara manusia satu dengan yang lainnya. Dalam ajaran Sunda Wiwitan,
perbedaan-perbedaan antarmanusia tersebut didasarkan pada Cara Ciri Bangsa yang terdiri dari:
Rupa
Adat
Bahasa
Aksara
Budaya
Kedua prinsip ini tidak secara pasti tersurat di dalam Kitab Sunda Wiwitan, yang bernama Siksa
Kanda-ng karesian. Namun secara mendasar, manusia sebenarnya justru menjalani hidupnya dari
apa yang tersirat. Apa yang tersurat akan selalu dapat dibaca dan dihafalkan. Hal tersebut tidak
memberi jaminan bahwa manusia akan menjalani hidupnya dari apa yang tersurat itu. Justru, apa
yang tersiratlah yang bisa menjadi penuntun manusia di dalam kehidupan.
Awalnya, Sunda Wiwitan tidak mengajarkan banyak tabu kepada para pemeluknya. Tabu utama
yang diajarkan di dalam agama Sunda ini hanya ada dua.
Yang tidak disenangi orang lain dan yang membahayakan orang lain
Yang bisa membahayakan diri sendiri
Akan tetapi karena perkembangannya, untuk menghormati tempat suci dan keramat (Kabuyutan,
yang disebut Sasaka Pusaka Buana dan Sasaka Domas) serta menaati serangkaian aturan
mengenai tradisi bercocok tanam dan panen, maka ajaran Sunda Wiwitan mengenal banyak
larangan dan tabu. Tabu (dalam bahasa orang Kanekes disebut "Buyut") paling banyak
diamalkan oleh mereka yang tinggal di kawasan inti atau paling suci, mereka dikenal sebagai
orang Baduy Dalam.
Tradisi
Dalam ajaran Sunda Wiwitan penyampaian doa dilakukan melalui nyanyian pantun dan kidung
serta gerak tarian. Tradisi ini dapat dilihat dari upacara syukuran panen padi dan perayaan
pergantian tahun yang berdasarkan pada penanggalan Sunda yang dikenal dengan nama
Perayaan Seren Taun. Di berbagai tempat di Jawa Barat, Seren Taun selalu berlangsung meriah
dan dihadiri oleh ribuan orang. Perayaan Seren Taun dapat ditemukan di beberapa desa seperti di
Kanekes, Lebak, Banten; Ciptagelar Kasepuhan Banten Kidul, Cisolok, Sukabumi; Kampung
Naga; dan Cigugur, Kuningan. Di Cigugur, Kuningan sendiri, satu daerah yang masih memegang
teguh budaya Sunda, mereka yang ikut merayakan Seren Taun ini datang dari berbagai penjuru
negeri.
Meskipun sudah terjadi inkulturasi dan banyak orang Sunda yang memeluk agama-agama di luar
Sunda Wiwitan, paham dan adat yang telah diajarkan oleh agama ini masih tetap dijadikan
penuntun di dalam kehidupan orang-orang Sunda. Secara budaya, orang Sunda belum
meninggalkan agama Sunda ini. [4]
Tempat suci
Tempat suci atau tempat pemujaan yang dianggap sakral atau keramat dalam Agama Sunda
Wiwitan adalah Pamunjungan atau disebut Kabuyutan. Pamunjungan merupakan punden
berundak yang biasanya terdapat di bukit dan di Pamunjungan ini biasanya terdapat Menhir,
Arca, Batu Cengkuk, Batu Mangkok, Batu Pipih dan lain-lain.
Pamunjungan atau Kabuyutan banyak sekali di Tatar Sunda seperti Balay Pamujan Genter Bumi,
Situs Cengkuk, Gunung Padang, Kabuyutan Galunggung, Situs Kawali dll. Di Bogor sendiri
sebagi Pusat Nagara Sunda dan Pajajaran dahulu terdapat Banyak Pamunjungan beberapa
diantaranya adalah Pamunjungan Rancamaya nama dahulunya adalah Pamunjungan Sanghyang
Padungkukan yang disebut Bukit Badigul namun sayang saat ini Pamunjungan tersebut sudah
tidak ada lagi digantikan oleh Lapangan Golf.
Pada masanya Pamunjungan yang paling besar dan mewah adalah Pamunjungan Kihara Hyang
yang berlokasi di Leuweung (hutan) Songgom, atau Balay Pamunjungan Mandala Parakan Jati
yang saat ini lokasinya digunakan sebagai Kampung Budaya Sindang Barang.
Dengan banyaknya Pamunjungan atau Kabuyutan tersebut di Tatar Sunda membuktikan bahwa
agama yang dianut atau agama mayoritas orang Sunda dahulu adalah Agama Jati Sunda atau
Sunda Wiwitan, ini adalah jawaban kenapa di Sunda sangat jarang sekali diketemukan Candi.
Namun begitu Hindu dan Budha berkembang baik di Sunda bahkan Raja Salaka Nagara juga
Tarumanagara adalah seorang Hindu yang taat. Candi Hindu yang ditemukan di Tatar Sunda
adalah Candi Cangkuang yang merupakan candi Hindu pemujaan Siwa dan Percandian Batujaya
di Karawang yang merupakan kompleks bangunan stupa Buddha.
Sunda Wiwitan
Sunda Wiwitan (Bahasa Sunda: "Sunda permulaan", "Sunda sejati", atau "Sunda asli") adalah
agama atau kepercayaan pemujaan terhadap kekuatan alam dan arwah leluhur (animisme dan
dinamisme) yang dianut oleh masyarakat tradisional Sunda.[1]
Akan tetapi ada sementara pihak
yang berpendapat bahwa Agama Sunda Wiwitan juga memiliki unsur monotheisme purba, yaitu
di atas para dewata dan hyang dalam pantheonnya terdapat dewa tunggal tertinggi maha kuasa
yang tak berwujud yang disebut Sang Hyang Kersa yang disamakan dengan Tuhan Yang Maha
Esa.
Penganut ajaran ini dapat ditemukan di beberapa desa di provinsi Banten dan Jawa Barat, seperti
di Kanekes, Lebak, Banten; Ciptagelar Kasepuhan Banten Kidul, Cisolok, Sukabumi; Kampung
Naga; dan Cigugur, Kuningan. Menurut penganutnya, Sunda Wiwitan merupakan kepercayaan
yang dianut sejak lama oleh orang Sunda sebelum datangnya ajaran Hindu dan Islam.
Ajaran Sunda Wiwitan terkandung dalam kitab Sanghyang siksakanda ng karesian, sebuah kitab
yang berasal dari zaman kerajaan Sunda yang berisi ajaran keagamaan dan tuntunan moral,
aturan dan pelajaran budi pekerti. Kitab ini disebut Kropak 630 oleh Perpustakaan Nasional
Indonesia. Berdasarkan keterangan kokolot (tetua) kampung Cikeusik, orang Kanekes bukanlah
penganut Hindu atau Buddha, melainkan penganut animisme, yaitu kepercayaan yang memuja
arwah nenek moyang. Hanya dalam perkembangannya kepercayaan orang Kanekes ini telah
dimasuki oleh unsur-unsur ajaran Hindu, dan hingga batas tertentu, ajaran Islam.[2]
Dalam Carita
Parahyangan kepercayaan ini disebut sebagai ajaran "Jatisunda".
Mitologi dan sistem kepercayaan
Kekuasaan tertinggi berada pada Sang Hyang Kersa (Yang Mahakuasa) atau Nu Ngersakeun
(Yang Menghendaki). Dia juga disebut sebagai Batara Tunggal (Tuhan yang Mahaesa), Batara
Jagat (Penguasa Alam), dan Batara Seda Niskala (Yang Gaib). Dia bersemayam di Buana
Nyungcung. Semua dewa dalam konsep Hindu (Brahma, Wishnu, Shiwa, Indra, Yama, dan lain-
lain) tunduk kepada Batara Seda Niskala.[3]
Ada tiga macam alam dalam kepercayaan Sunda Wiwitan seperti disebutkan dalam pantun
mengenai mitologi orang Kanekes:
4. Buana Nyungcung: tempat bersemayam Sang Hyang Kersa, yang letaknya paling atas
5. Buana Panca Tengah: tempat berdiam manusia dan makhluk lainnya, letaknya di tengah
6. Buana Larang: neraka, letaknya paling bawah
Antara Buana Nyungcung dan Buana Panca Tengah terdapat 18 lapis alam yang tersusun dari
atas ke bawah. Lapisan teratas bernama Bumi Suci Alam Padang atau menurut kropak 630
bernama Alam Kahyangan atau Mandala Hyang. Lapisan alam kedua tertinggi itu merupakan
alam tempat tinggal Nyi Pohaci Sanghyang Asri dan Sunan Ambu.
Sang Hyang Kersa menurunkan tujuh batara di Sasaka Pusaka Buana. Salah satu dari tujuh
batara itu adalah Batara Cikal, paling tua yang dianggap sebagai leluhur orang Kanekes.
Keturunan lainnya merupakan batara-batara yang memerintah di berbagai wilayah lainnya di
tanah Sunda. Pengertian nurunkeun (menurunkan) batara ini bukan melahirkan tetapi
mengadakan atau menciptakan.
Filosofi
Paham atau ajaran dari suatu agama senantiasa mengandung unsur-unsur yang tersurat dan yang
tersirat. Unsur yang tersurat adalah apa yang secara jelas dinyatakan sebagai pola hidup yang
harus dijalani, sedangkan yang tersirat adalah pemahaman yang komprehensif atas ajaran
tersebut. Ajaran Sunda Wiwitan pada dasarnya berangkat dari dua prinsip, yaitu Cara Ciri
Manusia dan Cara Ciri Bangsa.
Cara Ciri Manusia adalah unsur-unsur dasar yang ada di dalam kehidupan manusia. Ada lima
unsur yang termasuk di dalamnya:
Welas asih: cinta kasih
Undak usuk: tatanan dalam kekeluargaan
Tata krama: tatanan perilaku
Budi bahasa dan budaya
Wiwaha yudha naradha: sifat dasar manusia yang selalu memerangi segala sesuatu
sebelum melakukannya
Kalau satu saja cara ciri manusia yang lain tidak sesuai dengan hal tersebut maka manusia pasti
tidak akan melakukannya.
Prinsip yang kedua adalah Cara Ciri Bangsa. Secara universal, semua manusia memang
mempunyai kesamaan di dalam hal Cara Ciri Manusia. Namun, ada hal-hal tertentu yang
membedakan antara manusia satu dengan yang lainnya. Dalam ajaran Sunda Wiwitan,
perbedaan-perbedaan antarmanusia tersebut didasarkan pada Cara Ciri Bangsa yang terdiri dari:
Rupa
Adat
Bahasa
Aksara
Budaya
Kedua prinsip ini tidak secara pasti tersurat di dalam Kitab Sunda Wiwitan, yang bernama Siksa
Kanda-ng karesian. Namun secara mendasar, manusia sebenarnya justru menjalani hidupnya dari
apa yang tersirat. Apa yang tersurat akan selalu dapat dibaca dan dihafalkan. Hal tersebut tidak
memberi jaminan bahwa manusia akan menjalani hidupnya dari apa yang tersurat itu. Justru, apa
yang tersiratlah yang bisa menjadi penuntun manusia di dalam kehidupan.
Awalnya, Sunda Wiwitan tidak mengajarkan banyak tabu kepada para pemeluknya. Tabu utama
yang diajarkan di dalam agama Sunda ini hanya ada dua.
Yang tidak disenangi orang lain dan yang membahayakan orang lain
Yang bisa membahayakan diri sendiri
Akan tetapi karena perkembangannya, untuk menghormati tempat suci dan keramat (Kabuyutan,
yang disebut Sasaka Pusaka Buana dan Sasaka Domas) serta menaati serangkaian aturan
mengenai tradisi bercocok tanam dan panen, maka ajaran Sunda Wiwitan mengenal banyak
larangan dan tabu. Tabu (dalam bahasa orang Kanekes disebut "Buyut") paling banyak
diamalkan oleh mereka yang tinggal di kawasan inti atau paling suci, mereka dikenal sebagai
orang Baduy Dalam.
Tradisi
Dalam ajaran Sunda Wiwitan penyampaian doa dilakukan melalui nyanyian pantun dan kidung
serta gerak tarian. Tradisi ini dapat dilihat dari upacara syukuran panen padi dan perayaan
pergantian tahun yang berdasarkan pada penanggalan Sunda yang dikenal dengan nama
Perayaan Seren Taun. Di berbagai tempat di Jawa Barat, Seren Taun selalu berlangsung meriah
dan dihadiri oleh ribuan orang. Perayaan Seren Taun dapat ditemukan di beberapa desa seperti di
Kanekes, Lebak, Banten; Ciptagelar Kasepuhan Banten Kidul, Cisolok, Sukabumi; Kampung
Naga; dan Cigugur, Kuningan. Di Cigugur, Kuningan sendiri, satu daerah yang masih memegang
teguh budaya Sunda, mereka yang ikut merayakan Seren Taun ini datang dari berbagai penjuru
negeri.
Meskipun sudah terjadi inkulturasi dan banyak orang Sunda yang memeluk agama-agama di luar
Sunda Wiwitan, paham dan adat yang telah diajarkan oleh agama ini masih tetap dijadikan
penuntun di dalam kehidupan orang-orang Sunda. Secara budaya, orang Sunda belum
meninggalkan agama Sunda ini. [4]
Tempat suci
Tempat suci atau tempat pemujaan yang dianggap sakral atau keramat dalam Agama Sunda
Wiwitan adalah Pamunjungan atau disebut Kabuyutan. Pamunjungan merupakan punden
berundak yang biasanya terdapat di bukit dan di Pamunjungan ini biasanya terdapat Menhir,
Arca, Batu Cengkuk, Batu Mangkok, Batu Pipih dan lain-lain.
Pamunjungan atau Kabuyutan banyak sekali di Tatar Sunda seperti Balay Pamujan Genter Bumi,
Situs Cengkuk, Gunung Padang, Kabuyutan Galunggung, Situs Kawali dll. Di Bogor sendiri
sebagi Pusat Nagara Sunda dan Pajajaran dahulu terdapat Banyak Pamunjungan beberapa
diantaranya adalah Pamunjungan Rancamaya nama dahulunya adalah Pamunjungan Sanghyang
Padungkukan yang disebut Bukit Badigul namun sayang saat ini Pamunjungan tersebut sudah
tidak ada lagi digantikan oleh Lapangan Golf.
Pada masanya Pamunjungan yang paling besar dan mewah adalah Pamunjungan Kihara Hyang
yang berlokasi di Leuweung (hutan) Songgom, atau Balay Pamunjungan Mandala Parakan Jati
yang saat ini lokasinya digunakan sebagai Kampung Budaya Sindang Barang.
Dengan banyaknya Pamunjungan atau Kabuyutan tersebut di Tatar Sunda membuktikan bahwa
agama yang dianut atau agama mayoritas orang Sunda dahulu adalah Agama Jati Sunda atau
Sunda Wiwitan, ini adalah jawaban kenapa di Sunda sangat jarang sekali diketemukan Candi.
Namun begitu Hindu dan Budha berkembang baik di Sunda bahkan Raja Salaka Nagara juga
Tarumanagara adalah seorang Hindu yang taat. Candi Hindu yang ditemukan di Tatar Sunda
adalah Candi Cangkuang yang merupakan candi Hindu pemujaan Siwa dan Percandian Batujaya
di Karawang yang merupakan kompleks bangunan stupa Buddha.

More Related Content

What's hot

Agama budha
Agama budhaAgama budha
Agama budhanichira
 
Persembahyangan Rahina Purnama Tilem Perspektif Tri Kerangka Agama Hindu (I M...
Persembahyangan Rahina Purnama Tilem Perspektif Tri Kerangka Agama Hindu (I M...Persembahyangan Rahina Purnama Tilem Perspektif Tri Kerangka Agama Hindu (I M...
Persembahyangan Rahina Purnama Tilem Perspektif Tri Kerangka Agama Hindu (I M...dexyudha
 
Makalah kramaning sembah
Makalah kramaning sembahMakalah kramaning sembah
Makalah kramaning sembahmangtrie
 
Kepercayaan sebelum islam
Kepercayaan sebelum islamKepercayaan sebelum islam
Kepercayaan sebelum islamniltyshofiyya
 
Konsep Agama Budha
Konsep Agama BudhaKonsep Agama Budha
Konsep Agama Budhapjj_kemenkes
 
Presentasi agama buddha
Presentasi agama buddhaPresentasi agama buddha
Presentasi agama buddhaAgus Santoso
 
Suplemen kb 2 modul pdab kitab suci tipitaka ok
Suplemen kb 2 modul pdab kitab suci tipitaka okSuplemen kb 2 modul pdab kitab suci tipitaka ok
Suplemen kb 2 modul pdab kitab suci tipitaka okIstna Zakia Iriana
 
Suplemen kb 1 modul pdab sejarah agama buddha ok
Suplemen kb 1 modul pdab sejarah agama buddha okSuplemen kb 1 modul pdab sejarah agama buddha ok
Suplemen kb 1 modul pdab sejarah agama buddha okIstna Zakia Iriana
 
Perbandingan Agama II (Abdul Manam)
Perbandingan Agama II (Abdul Manam)Perbandingan Agama II (Abdul Manam)
Perbandingan Agama II (Abdul Manam)wk_aiman
 

What's hot (16)

Agama Hindu
Agama HinduAgama Hindu
Agama Hindu
 
Agama budha
Agama budhaAgama budha
Agama budha
 
Hindu darma
Hindu darmaHindu darma
Hindu darma
 
Persembahyangan Rahina Purnama Tilem Perspektif Tri Kerangka Agama Hindu (I M...
Persembahyangan Rahina Purnama Tilem Perspektif Tri Kerangka Agama Hindu (I M...Persembahyangan Rahina Purnama Tilem Perspektif Tri Kerangka Agama Hindu (I M...
Persembahyangan Rahina Purnama Tilem Perspektif Tri Kerangka Agama Hindu (I M...
 
Makalah kramaning sembah
Makalah kramaning sembahMakalah kramaning sembah
Makalah kramaning sembah
 
Kepercayaan sebelum islam
Kepercayaan sebelum islamKepercayaan sebelum islam
Kepercayaan sebelum islam
 
Lahirnya agama hindu buddha
Lahirnya agama hindu buddhaLahirnya agama hindu buddha
Lahirnya agama hindu buddha
 
Buddhism
BuddhismBuddhism
Buddhism
 
Lembar CDI - 23
Lembar CDI - 23Lembar CDI - 23
Lembar CDI - 23
 
Konsep Agama Budha
Konsep Agama BudhaKonsep Agama Budha
Konsep Agama Budha
 
Agama hindu
Agama hindu Agama hindu
Agama hindu
 
Agama budha
Agama budhaAgama budha
Agama budha
 
Presentasi agama buddha
Presentasi agama buddhaPresentasi agama buddha
Presentasi agama buddha
 
Suplemen kb 2 modul pdab kitab suci tipitaka ok
Suplemen kb 2 modul pdab kitab suci tipitaka okSuplemen kb 2 modul pdab kitab suci tipitaka ok
Suplemen kb 2 modul pdab kitab suci tipitaka ok
 
Suplemen kb 1 modul pdab sejarah agama buddha ok
Suplemen kb 1 modul pdab sejarah agama buddha okSuplemen kb 1 modul pdab sejarah agama buddha ok
Suplemen kb 1 modul pdab sejarah agama buddha ok
 
Perbandingan Agama II (Abdul Manam)
Perbandingan Agama II (Abdul Manam)Perbandingan Agama II (Abdul Manam)
Perbandingan Agama II (Abdul Manam)
 

Viewers also liked

Type of function
Type of functionType of function
Type of functionscubed
 
Kerajaan pajajaran
Kerajaan pajajaran Kerajaan pajajaran
Kerajaan pajajaran Hulu Kujang
 
Semesta bertasbih tasawuf al hallaj1
Semesta bertasbih  tasawuf al hallaj1Semesta bertasbih  tasawuf al hallaj1
Semesta bertasbih tasawuf al hallaj1Hulu Kujang
 
Tasawuf ibnu athaillah manusia & tuhan
Tasawuf ibnu athaillah   manusia & tuhanTasawuf ibnu athaillah   manusia & tuhan
Tasawuf ibnu athaillah manusia & tuhanHulu Kujang
 
Cikal bakal kerajaan_di_pasundan
Cikal bakal kerajaan_di_pasundanCikal bakal kerajaan_di_pasundan
Cikal bakal kerajaan_di_pasundanHulu Kujang
 
Menyibak Tabir Uga Prabu Siliwangi
Menyibak Tabir Uga Prabu SiliwangiMenyibak Tabir Uga Prabu Siliwangi
Menyibak Tabir Uga Prabu SiliwangiHulu Kujang
 
Ajaran sufi tentang diri yang tercadari
Ajaran sufi tentang diri yang tercadariAjaran sufi tentang diri yang tercadari
Ajaran sufi tentang diri yang tercadariHulu Kujang
 
Tajuk tugasan krsv 2014
Tajuk tugasan krsv 2014Tajuk tugasan krsv 2014
Tajuk tugasan krsv 2014Rb Zana
 
Sejarahkerajaansumedanglarang 130318014133-phpapp02
Sejarahkerajaansumedanglarang 130318014133-phpapp02Sejarahkerajaansumedanglarang 130318014133-phpapp02
Sejarahkerajaansumedanglarang 130318014133-phpapp02Hulu Kujang
 
Catalase lab example
Catalase lab exampleCatalase lab example
Catalase lab exampleamaste03125
 
Sejarahkerajaansumedanglarang 130318014133-phpapp02
Sejarahkerajaansumedanglarang 130318014133-phpapp02Sejarahkerajaansumedanglarang 130318014133-phpapp02
Sejarahkerajaansumedanglarang 130318014133-phpapp02Hulu Kujang
 
How to increase your e commerce traffic on youtube
How to increase your e commerce traffic on youtubeHow to increase your e commerce traffic on youtube
How to increase your e commerce traffic on youtubeAbu Tanvir Md. Shafkat
 

Viewers also liked (13)

Type of function
Type of functionType of function
Type of function
 
Kerajaan pajajaran
Kerajaan pajajaran Kerajaan pajajaran
Kerajaan pajajaran
 
Acey Engineering
Acey EngineeringAcey Engineering
Acey Engineering
 
Semesta bertasbih tasawuf al hallaj1
Semesta bertasbih  tasawuf al hallaj1Semesta bertasbih  tasawuf al hallaj1
Semesta bertasbih tasawuf al hallaj1
 
Tasawuf ibnu athaillah manusia & tuhan
Tasawuf ibnu athaillah   manusia & tuhanTasawuf ibnu athaillah   manusia & tuhan
Tasawuf ibnu athaillah manusia & tuhan
 
Cikal bakal kerajaan_di_pasundan
Cikal bakal kerajaan_di_pasundanCikal bakal kerajaan_di_pasundan
Cikal bakal kerajaan_di_pasundan
 
Menyibak Tabir Uga Prabu Siliwangi
Menyibak Tabir Uga Prabu SiliwangiMenyibak Tabir Uga Prabu Siliwangi
Menyibak Tabir Uga Prabu Siliwangi
 
Ajaran sufi tentang diri yang tercadari
Ajaran sufi tentang diri yang tercadariAjaran sufi tentang diri yang tercadari
Ajaran sufi tentang diri yang tercadari
 
Tajuk tugasan krsv 2014
Tajuk tugasan krsv 2014Tajuk tugasan krsv 2014
Tajuk tugasan krsv 2014
 
Sejarahkerajaansumedanglarang 130318014133-phpapp02
Sejarahkerajaansumedanglarang 130318014133-phpapp02Sejarahkerajaansumedanglarang 130318014133-phpapp02
Sejarahkerajaansumedanglarang 130318014133-phpapp02
 
Catalase lab example
Catalase lab exampleCatalase lab example
Catalase lab example
 
Sejarahkerajaansumedanglarang 130318014133-phpapp02
Sejarahkerajaansumedanglarang 130318014133-phpapp02Sejarahkerajaansumedanglarang 130318014133-phpapp02
Sejarahkerajaansumedanglarang 130318014133-phpapp02
 
How to increase your e commerce traffic on youtube
How to increase your e commerce traffic on youtubeHow to increase your e commerce traffic on youtube
How to increase your e commerce traffic on youtube
 

Similar to Sunda wiwitan

Konsep Agama Kristen Hindu
Konsep Agama Kristen HinduKonsep Agama Kristen Hindu
Konsep Agama Kristen Hindupjj_kemenkes
 
IPS PENINGGALAN KERAJAAN-Presentation2.pptx
IPS PENINGGALAN KERAJAAN-Presentation2.pptxIPS PENINGGALAN KERAJAAN-Presentation2.pptx
IPS PENINGGALAN KERAJAAN-Presentation2.pptxAmaliaSeptiningrum
 
HINDU DHARMA.pptx
HINDU DHARMA.pptxHINDU DHARMA.pptx
HINDU DHARMA.pptxibnunawaji1
 
KELOMPOK MUAMAR.pptx
KELOMPOK MUAMAR.pptxKELOMPOK MUAMAR.pptx
KELOMPOK MUAMAR.pptxDiditRomadon2
 
Agama-Hindu-Petemuan-2.ppt
Agama-Hindu-Petemuan-2.pptAgama-Hindu-Petemuan-2.ppt
Agama-Hindu-Petemuan-2.pptnabilsaliminu
 
1 masuknya-hindu-buda-di-indonesia 2
1 masuknya-hindu-buda-di-indonesia 21 masuknya-hindu-buda-di-indonesia 2
1 masuknya-hindu-buda-di-indonesia 2Ryudan
 
Berdialog dengan Agama dan Kepercayaan Lain (Agama Hindu)
Berdialog dengan Agama dan Kepercayaan Lain (Agama Hindu)Berdialog dengan Agama dan Kepercayaan Lain (Agama Hindu)
Berdialog dengan Agama dan Kepercayaan Lain (Agama Hindu)WellyHannyPolii1
 
2015, BAB 6 HUBUNGAN ETNIK : KEPELBAGAIAN AGAMA DI MALAYSIA
2015, BAB 6 HUBUNGAN ETNIK : KEPELBAGAIAN AGAMA DI MALAYSIA2015, BAB 6 HUBUNGAN ETNIK : KEPELBAGAIAN AGAMA DI MALAYSIA
2015, BAB 6 HUBUNGAN ETNIK : KEPELBAGAIAN AGAMA DI MALAYSIANURUL AQILAH MUSARI
 
PERKEMBANGAN-agama-hindu-dari-India-ke-Indonesia.pdf
PERKEMBANGAN-agama-hindu-dari-India-ke-Indonesia.pdfPERKEMBANGAN-agama-hindu-dari-India-ke-Indonesia.pdf
PERKEMBANGAN-agama-hindu-dari-India-ke-Indonesia.pdfsuastini1
 
6 peninggalan sejarah kebudayaan hindu buddha indonesia
6 peninggalan sejarah kebudayaan hindu buddha indonesia6 peninggalan sejarah kebudayaan hindu buddha indonesia
6 peninggalan sejarah kebudayaan hindu buddha indonesiaOperator Warnet Vast Raha
 
Sejarah Kerajaan Tarumanegara
Sejarah Kerajaan TarumanegaraSejarah Kerajaan Tarumanegara
Sejarah Kerajaan TarumanegaraWira Prabowo
 
Sejarah Hindu-Buddha di Indonesia
Sejarah Hindu-Buddha di IndonesiaSejarah Hindu-Buddha di Indonesia
Sejarah Hindu-Buddha di IndonesiaNur Anisah
 
Presentasi Kel 1 SI.pptx
Presentasi Kel 1 SI.pptxPresentasi Kel 1 SI.pptx
Presentasi Kel 1 SI.pptxaglitoprawoto
 
KD-3.4-TEORI-TEORI-MASUKNYA-KERAJAAN-HINDU-BUDDHA-1.pptx
KD-3.4-TEORI-TEORI-MASUKNYA-KERAJAAN-HINDU-BUDDHA-1.pptxKD-3.4-TEORI-TEORI-MASUKNYA-KERAJAAN-HINDU-BUDDHA-1.pptx
KD-3.4-TEORI-TEORI-MASUKNYA-KERAJAAN-HINDU-BUDDHA-1.pptxIraniDian
 

Similar to Sunda wiwitan (20)

Konsep Agama Kristen Hindu
Konsep Agama Kristen HinduKonsep Agama Kristen Hindu
Konsep Agama Kristen Hindu
 
IPS PENINGGALAN KERAJAAN-Presentation2.pptx
IPS PENINGGALAN KERAJAAN-Presentation2.pptxIPS PENINGGALAN KERAJAAN-Presentation2.pptx
IPS PENINGGALAN KERAJAAN-Presentation2.pptx
 
Pengaruh hindu buddha 1.1
Pengaruh hindu buddha 1.1Pengaruh hindu buddha 1.1
Pengaruh hindu buddha 1.1
 
HINDU DHARMA.pptx
HINDU DHARMA.pptxHINDU DHARMA.pptx
HINDU DHARMA.pptx
 
Agama buddha
Agama buddhaAgama buddha
Agama buddha
 
KELOMPOK MUAMAR.pptx
KELOMPOK MUAMAR.pptxKELOMPOK MUAMAR.pptx
KELOMPOK MUAMAR.pptx
 
Agama-Hindu-Petemuan-2.ppt
Agama-Hindu-Petemuan-2.pptAgama-Hindu-Petemuan-2.ppt
Agama-Hindu-Petemuan-2.ppt
 
1 masuknya-hindu-buda-di-indonesia 2
1 masuknya-hindu-buda-di-indonesia 21 masuknya-hindu-buda-di-indonesia 2
1 masuknya-hindu-buda-di-indonesia 2
 
Berdialog dengan Agama dan Kepercayaan Lain (Agama Hindu)
Berdialog dengan Agama dan Kepercayaan Lain (Agama Hindu)Berdialog dengan Agama dan Kepercayaan Lain (Agama Hindu)
Berdialog dengan Agama dan Kepercayaan Lain (Agama Hindu)
 
Ppt sejarah bab 5 sma x wajib
Ppt sejarah bab 5 sma x wajibPpt sejarah bab 5 sma x wajib
Ppt sejarah bab 5 sma x wajib
 
2015, BAB 6 HUBUNGAN ETNIK : KEPELBAGAIAN AGAMA DI MALAYSIA
2015, BAB 6 HUBUNGAN ETNIK : KEPELBAGAIAN AGAMA DI MALAYSIA2015, BAB 6 HUBUNGAN ETNIK : KEPELBAGAIAN AGAMA DI MALAYSIA
2015, BAB 6 HUBUNGAN ETNIK : KEPELBAGAIAN AGAMA DI MALAYSIA
 
PERKEMBANGAN-agama-hindu-dari-India-ke-Indonesia.pdf
PERKEMBANGAN-agama-hindu-dari-India-ke-Indonesia.pdfPERKEMBANGAN-agama-hindu-dari-India-ke-Indonesia.pdf
PERKEMBANGAN-agama-hindu-dari-India-ke-Indonesia.pdf
 
6 peninggalan sejarah kebudayaan hindu buddha indonesia
6 peninggalan sejarah kebudayaan hindu buddha indonesia6 peninggalan sejarah kebudayaan hindu buddha indonesia
6 peninggalan sejarah kebudayaan hindu buddha indonesia
 
Sejarah
SejarahSejarah
Sejarah
 
Sejarah Kerajaan Tarumanegara
Sejarah Kerajaan TarumanegaraSejarah Kerajaan Tarumanegara
Sejarah Kerajaan Tarumanegara
 
PENGENALAN BUDAYA LOKAL.pptx
PENGENALAN BUDAYA LOKAL.pptxPENGENALAN BUDAYA LOKAL.pptx
PENGENALAN BUDAYA LOKAL.pptx
 
Sejarah Hindu-Buddha di Indonesia
Sejarah Hindu-Buddha di IndonesiaSejarah Hindu-Buddha di Indonesia
Sejarah Hindu-Buddha di Indonesia
 
Agama di indonesia
Agama di indonesiaAgama di indonesia
Agama di indonesia
 
Presentasi Kel 1 SI.pptx
Presentasi Kel 1 SI.pptxPresentasi Kel 1 SI.pptx
Presentasi Kel 1 SI.pptx
 
KD-3.4-TEORI-TEORI-MASUKNYA-KERAJAAN-HINDU-BUDDHA-1.pptx
KD-3.4-TEORI-TEORI-MASUKNYA-KERAJAAN-HINDU-BUDDHA-1.pptxKD-3.4-TEORI-TEORI-MASUKNYA-KERAJAAN-HINDU-BUDDHA-1.pptx
KD-3.4-TEORI-TEORI-MASUKNYA-KERAJAAN-HINDU-BUDDHA-1.pptx
 

Sunda wiwitan

  • 1. Sunda Wiwitan Sunda Wiwitan (Bahasa Sunda: "Sunda permulaan", "Sunda sejati", atau "Sunda asli") adalah agama atau kepercayaan pemujaan terhadap kekuatan alam dan arwah leluhur (animisme dan dinamisme) yang dianut oleh masyarakat tradisional Sunda.[1] Akan tetapi ada sementara pihak yang berpendapat bahwa Agama Sunda Wiwitan juga memiliki unsur monotheisme purba, yaitu di atas para dewata dan hyang dalam pantheonnya terdapat dewa tunggal tertinggi maha kuasa yang tak berwujud yang disebut Sang Hyang Kersa yang disamakan dengan Tuhan Yang Maha Esa. Penganut ajaran ini dapat ditemukan di beberapa desa di provinsi Banten dan Jawa Barat, seperti di Kanekes, Lebak, Banten; Ciptagelar Kasepuhan Banten Kidul, Cisolok, Sukabumi; Kampung Naga; dan Cigugur, Kuningan. Menurut penganutnya, Sunda Wiwitan merupakan kepercayaan yang dianut sejak lama oleh orang Sunda sebelum datangnya ajaran Hindu dan Islam. Ajaran Sunda Wiwitan terkandung dalam kitab Sanghyang siksakanda ng karesian, sebuah kitab yang berasal dari zaman kerajaan Sunda yang berisi ajaran keagamaan dan tuntunan moral, aturan dan pelajaran budi pekerti. Kitab ini disebut Kropak 630 oleh Perpustakaan Nasional Indonesia. Berdasarkan keterangan kokolot (tetua) kampung Cikeusik, orang Kanekes bukanlah penganut Hindu atau Buddha, melainkan penganut animisme, yaitu kepercayaan yang memuja arwah nenek moyang. Hanya dalam perkembangannya kepercayaan orang Kanekes ini telah dimasuki oleh unsur-unsur ajaran Hindu, dan hingga batas tertentu, ajaran Islam.[2] Dalam Carita Parahyangan kepercayaan ini disebut sebagai ajaran "Jatisunda". Mitologi dan sistem kepercayaan Kekuasaan tertinggi berada pada Sang Hyang Kersa (Yang Mahakuasa) atau Nu Ngersakeun (Yang Menghendaki). Dia juga disebut sebagai Batara Tunggal (Tuhan yang Mahaesa), Batara Jagat (Penguasa Alam), dan Batara Seda Niskala (Yang Gaib). Dia bersemayam di Buana Nyungcung. Semua dewa dalam konsep Hindu (Brahma, Wishnu, Shiwa, Indra, Yama, dan lain- lain) tunduk kepada Batara Seda Niskala.[3] Ada tiga macam alam dalam kepercayaan Sunda Wiwitan seperti disebutkan dalam pantun mengenai mitologi orang Kanekes: 1. Buana Nyungcung: tempat bersemayam Sang Hyang Kersa, yang letaknya paling atas 2. Buana Panca Tengah: tempat berdiam manusia dan makhluk lainnya, letaknya di tengah 3. Buana Larang: neraka, letaknya paling bawah Antara Buana Nyungcung dan Buana Panca Tengah terdapat 18 lapis alam yang tersusun dari atas ke bawah. Lapisan teratas bernama Bumi Suci Alam Padang atau menurut kropak 630 bernama Alam Kahyangan atau Mandala Hyang. Lapisan alam kedua tertinggi itu merupakan alam tempat tinggal Nyi Pohaci Sanghyang Asri dan Sunan Ambu.
  • 2. Sang Hyang Kersa menurunkan tujuh batara di Sasaka Pusaka Buana. Salah satu dari tujuh batara itu adalah Batara Cikal, paling tua yang dianggap sebagai leluhur orang Kanekes. Keturunan lainnya merupakan batara-batara yang memerintah di berbagai wilayah lainnya di tanah Sunda. Pengertian nurunkeun (menurunkan) batara ini bukan melahirkan tetapi mengadakan atau menciptakan. Filosofi Paham atau ajaran dari suatu agama senantiasa mengandung unsur-unsur yang tersurat dan yang tersirat. Unsur yang tersurat adalah apa yang secara jelas dinyatakan sebagai pola hidup yang harus dijalani, sedangkan yang tersirat adalah pemahaman yang komprehensif atas ajaran tersebut. Ajaran Sunda Wiwitan pada dasarnya berangkat dari dua prinsip, yaitu Cara Ciri Manusia dan Cara Ciri Bangsa. Cara Ciri Manusia adalah unsur-unsur dasar yang ada di dalam kehidupan manusia. Ada lima unsur yang termasuk di dalamnya: Welas asih: cinta kasih Undak usuk: tatanan dalam kekeluargaan Tata krama: tatanan perilaku Budi bahasa dan budaya Wiwaha yudha naradha: sifat dasar manusia yang selalu memerangi segala sesuatu sebelum melakukannya Kalau satu saja cara ciri manusia yang lain tidak sesuai dengan hal tersebut maka manusia pasti tidak akan melakukannya. Prinsip yang kedua adalah Cara Ciri Bangsa. Secara universal, semua manusia memang mempunyai kesamaan di dalam hal Cara Ciri Manusia. Namun, ada hal-hal tertentu yang membedakan antara manusia satu dengan yang lainnya. Dalam ajaran Sunda Wiwitan, perbedaan-perbedaan antarmanusia tersebut didasarkan pada Cara Ciri Bangsa yang terdiri dari: Rupa Adat Bahasa Aksara Budaya Kedua prinsip ini tidak secara pasti tersurat di dalam Kitab Sunda Wiwitan, yang bernama Siksa Kanda-ng karesian. Namun secara mendasar, manusia sebenarnya justru menjalani hidupnya dari apa yang tersirat. Apa yang tersurat akan selalu dapat dibaca dan dihafalkan. Hal tersebut tidak memberi jaminan bahwa manusia akan menjalani hidupnya dari apa yang tersurat itu. Justru, apa yang tersiratlah yang bisa menjadi penuntun manusia di dalam kehidupan. Awalnya, Sunda Wiwitan tidak mengajarkan banyak tabu kepada para pemeluknya. Tabu utama yang diajarkan di dalam agama Sunda ini hanya ada dua.
  • 3. Yang tidak disenangi orang lain dan yang membahayakan orang lain Yang bisa membahayakan diri sendiri Akan tetapi karena perkembangannya, untuk menghormati tempat suci dan keramat (Kabuyutan, yang disebut Sasaka Pusaka Buana dan Sasaka Domas) serta menaati serangkaian aturan mengenai tradisi bercocok tanam dan panen, maka ajaran Sunda Wiwitan mengenal banyak larangan dan tabu. Tabu (dalam bahasa orang Kanekes disebut "Buyut") paling banyak diamalkan oleh mereka yang tinggal di kawasan inti atau paling suci, mereka dikenal sebagai orang Baduy Dalam. Tradisi Dalam ajaran Sunda Wiwitan penyampaian doa dilakukan melalui nyanyian pantun dan kidung serta gerak tarian. Tradisi ini dapat dilihat dari upacara syukuran panen padi dan perayaan pergantian tahun yang berdasarkan pada penanggalan Sunda yang dikenal dengan nama Perayaan Seren Taun. Di berbagai tempat di Jawa Barat, Seren Taun selalu berlangsung meriah dan dihadiri oleh ribuan orang. Perayaan Seren Taun dapat ditemukan di beberapa desa seperti di Kanekes, Lebak, Banten; Ciptagelar Kasepuhan Banten Kidul, Cisolok, Sukabumi; Kampung Naga; dan Cigugur, Kuningan. Di Cigugur, Kuningan sendiri, satu daerah yang masih memegang teguh budaya Sunda, mereka yang ikut merayakan Seren Taun ini datang dari berbagai penjuru negeri. Meskipun sudah terjadi inkulturasi dan banyak orang Sunda yang memeluk agama-agama di luar Sunda Wiwitan, paham dan adat yang telah diajarkan oleh agama ini masih tetap dijadikan penuntun di dalam kehidupan orang-orang Sunda. Secara budaya, orang Sunda belum meninggalkan agama Sunda ini. [4] Tempat suci Tempat suci atau tempat pemujaan yang dianggap sakral atau keramat dalam Agama Sunda Wiwitan adalah Pamunjungan atau disebut Kabuyutan. Pamunjungan merupakan punden berundak yang biasanya terdapat di bukit dan di Pamunjungan ini biasanya terdapat Menhir, Arca, Batu Cengkuk, Batu Mangkok, Batu Pipih dan lain-lain. Pamunjungan atau Kabuyutan banyak sekali di Tatar Sunda seperti Balay Pamujan Genter Bumi, Situs Cengkuk, Gunung Padang, Kabuyutan Galunggung, Situs Kawali dll. Di Bogor sendiri sebagi Pusat Nagara Sunda dan Pajajaran dahulu terdapat Banyak Pamunjungan beberapa diantaranya adalah Pamunjungan Rancamaya nama dahulunya adalah Pamunjungan Sanghyang Padungkukan yang disebut Bukit Badigul namun sayang saat ini Pamunjungan tersebut sudah tidak ada lagi digantikan oleh Lapangan Golf. Pada masanya Pamunjungan yang paling besar dan mewah adalah Pamunjungan Kihara Hyang yang berlokasi di Leuweung (hutan) Songgom, atau Balay Pamunjungan Mandala Parakan Jati yang saat ini lokasinya digunakan sebagai Kampung Budaya Sindang Barang.
  • 4. Dengan banyaknya Pamunjungan atau Kabuyutan tersebut di Tatar Sunda membuktikan bahwa agama yang dianut atau agama mayoritas orang Sunda dahulu adalah Agama Jati Sunda atau Sunda Wiwitan, ini adalah jawaban kenapa di Sunda sangat jarang sekali diketemukan Candi. Namun begitu Hindu dan Budha berkembang baik di Sunda bahkan Raja Salaka Nagara juga Tarumanagara adalah seorang Hindu yang taat. Candi Hindu yang ditemukan di Tatar Sunda adalah Candi Cangkuang yang merupakan candi Hindu pemujaan Siwa dan Percandian Batujaya di Karawang yang merupakan kompleks bangunan stupa Buddha. Sunda Wiwitan Sunda Wiwitan (Bahasa Sunda: "Sunda permulaan", "Sunda sejati", atau "Sunda asli") adalah agama atau kepercayaan pemujaan terhadap kekuatan alam dan arwah leluhur (animisme dan dinamisme) yang dianut oleh masyarakat tradisional Sunda.[1] Akan tetapi ada sementara pihak yang berpendapat bahwa Agama Sunda Wiwitan juga memiliki unsur monotheisme purba, yaitu di atas para dewata dan hyang dalam pantheonnya terdapat dewa tunggal tertinggi maha kuasa yang tak berwujud yang disebut Sang Hyang Kersa yang disamakan dengan Tuhan Yang Maha Esa. Penganut ajaran ini dapat ditemukan di beberapa desa di provinsi Banten dan Jawa Barat, seperti di Kanekes, Lebak, Banten; Ciptagelar Kasepuhan Banten Kidul, Cisolok, Sukabumi; Kampung Naga; dan Cigugur, Kuningan. Menurut penganutnya, Sunda Wiwitan merupakan kepercayaan yang dianut sejak lama oleh orang Sunda sebelum datangnya ajaran Hindu dan Islam. Ajaran Sunda Wiwitan terkandung dalam kitab Sanghyang siksakanda ng karesian, sebuah kitab yang berasal dari zaman kerajaan Sunda yang berisi ajaran keagamaan dan tuntunan moral, aturan dan pelajaran budi pekerti. Kitab ini disebut Kropak 630 oleh Perpustakaan Nasional Indonesia. Berdasarkan keterangan kokolot (tetua) kampung Cikeusik, orang Kanekes bukanlah penganut Hindu atau Buddha, melainkan penganut animisme, yaitu kepercayaan yang memuja arwah nenek moyang. Hanya dalam perkembangannya kepercayaan orang Kanekes ini telah dimasuki oleh unsur-unsur ajaran Hindu, dan hingga batas tertentu, ajaran Islam.[2] Dalam Carita Parahyangan kepercayaan ini disebut sebagai ajaran "Jatisunda". Mitologi dan sistem kepercayaan Kekuasaan tertinggi berada pada Sang Hyang Kersa (Yang Mahakuasa) atau Nu Ngersakeun (Yang Menghendaki). Dia juga disebut sebagai Batara Tunggal (Tuhan yang Mahaesa), Batara Jagat (Penguasa Alam), dan Batara Seda Niskala (Yang Gaib). Dia bersemayam di Buana Nyungcung. Semua dewa dalam konsep Hindu (Brahma, Wishnu, Shiwa, Indra, Yama, dan lain- lain) tunduk kepada Batara Seda Niskala.[3] Ada tiga macam alam dalam kepercayaan Sunda Wiwitan seperti disebutkan dalam pantun mengenai mitologi orang Kanekes: 4. Buana Nyungcung: tempat bersemayam Sang Hyang Kersa, yang letaknya paling atas 5. Buana Panca Tengah: tempat berdiam manusia dan makhluk lainnya, letaknya di tengah
  • 5. 6. Buana Larang: neraka, letaknya paling bawah Antara Buana Nyungcung dan Buana Panca Tengah terdapat 18 lapis alam yang tersusun dari atas ke bawah. Lapisan teratas bernama Bumi Suci Alam Padang atau menurut kropak 630 bernama Alam Kahyangan atau Mandala Hyang. Lapisan alam kedua tertinggi itu merupakan alam tempat tinggal Nyi Pohaci Sanghyang Asri dan Sunan Ambu. Sang Hyang Kersa menurunkan tujuh batara di Sasaka Pusaka Buana. Salah satu dari tujuh batara itu adalah Batara Cikal, paling tua yang dianggap sebagai leluhur orang Kanekes. Keturunan lainnya merupakan batara-batara yang memerintah di berbagai wilayah lainnya di tanah Sunda. Pengertian nurunkeun (menurunkan) batara ini bukan melahirkan tetapi mengadakan atau menciptakan. Filosofi Paham atau ajaran dari suatu agama senantiasa mengandung unsur-unsur yang tersurat dan yang tersirat. Unsur yang tersurat adalah apa yang secara jelas dinyatakan sebagai pola hidup yang harus dijalani, sedangkan yang tersirat adalah pemahaman yang komprehensif atas ajaran tersebut. Ajaran Sunda Wiwitan pada dasarnya berangkat dari dua prinsip, yaitu Cara Ciri Manusia dan Cara Ciri Bangsa. Cara Ciri Manusia adalah unsur-unsur dasar yang ada di dalam kehidupan manusia. Ada lima unsur yang termasuk di dalamnya: Welas asih: cinta kasih Undak usuk: tatanan dalam kekeluargaan Tata krama: tatanan perilaku Budi bahasa dan budaya Wiwaha yudha naradha: sifat dasar manusia yang selalu memerangi segala sesuatu sebelum melakukannya Kalau satu saja cara ciri manusia yang lain tidak sesuai dengan hal tersebut maka manusia pasti tidak akan melakukannya. Prinsip yang kedua adalah Cara Ciri Bangsa. Secara universal, semua manusia memang mempunyai kesamaan di dalam hal Cara Ciri Manusia. Namun, ada hal-hal tertentu yang membedakan antara manusia satu dengan yang lainnya. Dalam ajaran Sunda Wiwitan, perbedaan-perbedaan antarmanusia tersebut didasarkan pada Cara Ciri Bangsa yang terdiri dari: Rupa Adat Bahasa Aksara Budaya
  • 6. Kedua prinsip ini tidak secara pasti tersurat di dalam Kitab Sunda Wiwitan, yang bernama Siksa Kanda-ng karesian. Namun secara mendasar, manusia sebenarnya justru menjalani hidupnya dari apa yang tersirat. Apa yang tersurat akan selalu dapat dibaca dan dihafalkan. Hal tersebut tidak memberi jaminan bahwa manusia akan menjalani hidupnya dari apa yang tersurat itu. Justru, apa yang tersiratlah yang bisa menjadi penuntun manusia di dalam kehidupan. Awalnya, Sunda Wiwitan tidak mengajarkan banyak tabu kepada para pemeluknya. Tabu utama yang diajarkan di dalam agama Sunda ini hanya ada dua. Yang tidak disenangi orang lain dan yang membahayakan orang lain Yang bisa membahayakan diri sendiri Akan tetapi karena perkembangannya, untuk menghormati tempat suci dan keramat (Kabuyutan, yang disebut Sasaka Pusaka Buana dan Sasaka Domas) serta menaati serangkaian aturan mengenai tradisi bercocok tanam dan panen, maka ajaran Sunda Wiwitan mengenal banyak larangan dan tabu. Tabu (dalam bahasa orang Kanekes disebut "Buyut") paling banyak diamalkan oleh mereka yang tinggal di kawasan inti atau paling suci, mereka dikenal sebagai orang Baduy Dalam. Tradisi Dalam ajaran Sunda Wiwitan penyampaian doa dilakukan melalui nyanyian pantun dan kidung serta gerak tarian. Tradisi ini dapat dilihat dari upacara syukuran panen padi dan perayaan pergantian tahun yang berdasarkan pada penanggalan Sunda yang dikenal dengan nama Perayaan Seren Taun. Di berbagai tempat di Jawa Barat, Seren Taun selalu berlangsung meriah dan dihadiri oleh ribuan orang. Perayaan Seren Taun dapat ditemukan di beberapa desa seperti di Kanekes, Lebak, Banten; Ciptagelar Kasepuhan Banten Kidul, Cisolok, Sukabumi; Kampung Naga; dan Cigugur, Kuningan. Di Cigugur, Kuningan sendiri, satu daerah yang masih memegang teguh budaya Sunda, mereka yang ikut merayakan Seren Taun ini datang dari berbagai penjuru negeri. Meskipun sudah terjadi inkulturasi dan banyak orang Sunda yang memeluk agama-agama di luar Sunda Wiwitan, paham dan adat yang telah diajarkan oleh agama ini masih tetap dijadikan penuntun di dalam kehidupan orang-orang Sunda. Secara budaya, orang Sunda belum meninggalkan agama Sunda ini. [4] Tempat suci Tempat suci atau tempat pemujaan yang dianggap sakral atau keramat dalam Agama Sunda Wiwitan adalah Pamunjungan atau disebut Kabuyutan. Pamunjungan merupakan punden berundak yang biasanya terdapat di bukit dan di Pamunjungan ini biasanya terdapat Menhir, Arca, Batu Cengkuk, Batu Mangkok, Batu Pipih dan lain-lain. Pamunjungan atau Kabuyutan banyak sekali di Tatar Sunda seperti Balay Pamujan Genter Bumi, Situs Cengkuk, Gunung Padang, Kabuyutan Galunggung, Situs Kawali dll. Di Bogor sendiri
  • 7. sebagi Pusat Nagara Sunda dan Pajajaran dahulu terdapat Banyak Pamunjungan beberapa diantaranya adalah Pamunjungan Rancamaya nama dahulunya adalah Pamunjungan Sanghyang Padungkukan yang disebut Bukit Badigul namun sayang saat ini Pamunjungan tersebut sudah tidak ada lagi digantikan oleh Lapangan Golf. Pada masanya Pamunjungan yang paling besar dan mewah adalah Pamunjungan Kihara Hyang yang berlokasi di Leuweung (hutan) Songgom, atau Balay Pamunjungan Mandala Parakan Jati yang saat ini lokasinya digunakan sebagai Kampung Budaya Sindang Barang. Dengan banyaknya Pamunjungan atau Kabuyutan tersebut di Tatar Sunda membuktikan bahwa agama yang dianut atau agama mayoritas orang Sunda dahulu adalah Agama Jati Sunda atau Sunda Wiwitan, ini adalah jawaban kenapa di Sunda sangat jarang sekali diketemukan Candi. Namun begitu Hindu dan Budha berkembang baik di Sunda bahkan Raja Salaka Nagara juga Tarumanagara adalah seorang Hindu yang taat. Candi Hindu yang ditemukan di Tatar Sunda adalah Candi Cangkuang yang merupakan candi Hindu pemujaan Siwa dan Percandian Batujaya di Karawang yang merupakan kompleks bangunan stupa Buddha.