1. TASAWUF AL-Hallaj
Tasawuf Al-Hallaj
BAB I
PENDAHULUAN
Husain ibn Manshur al-Hallaj barangkali adalah syekh sufi abad ke - 9 dan ke - 10
M yang paling terkenal. Ia terkenal karena berkata, ”Akulah Kebenaran”, ucapan mana
yang membuatnya dieksekusi secara brutal. Bagi para ulama ortodoks, kematian ini
dijustifikasi dengan alasan bidah, sebab Islam eksoteris tidak menerima pandangan
bahwa seorang manusia bisa bersatu dengan Allah – dan karena kebenaran (Al-Haqq)
adalah salah satu nama Allah, maka ini berarti bahwa al-Hallaj menyatakan
ketuhanannya sendiri. Kaum sufi sezaman dengan al-Hallaj juga terkejut oleh
pernyataannya, karena mereka yakin bahwa seorang sufi semestinya tidak boleh
mengungkapkan segenap pengalaman batiniahnya kepada orang lain. Mereka
berpandangan bahwa al-Hallaj tudak mampu menyembunyikan berbagai misteri atau
rahasia Ilahi, dan eksekusi atas dirinya adalah akibat dari kemurkaan Allah lantaran ia
telah mengungkapkan segenap rahasia tersebut.
Meskipun al-Hallaj tidak punya banyak pendukung dikalangan kaum sufi
sezamannya, hampir semua syekh sufi sesudahnya memuji dirinya dan berbagai
pelajaran yang diajarkannya.’Ahthar, dalam karyanya Tadzkirah al-Awliya; menyuguhkan
kepada kita banyak legenda seputar al-Hallaj. Dalam komentarnya, ia menyatakan,
”Saya heran bahwa kita bisa menerima semak – belukar terbakar [ yakni, mengacu pada
percakapan Allah dengan Nabi Musa as ] yang mengatakan, ‘Aku adalah Allah, ‘serta
benar – benar meyakini bahwa kata – kata itu adalah kata – kata Allah, tapi kita tidak
bisa menerima ucapan al-Hallaj, ‘Akulah Kebenaran,’ padahal itu adalah kata – kata
Allah sendiri!” Di dalam syair epiknya, Matsnawi, Rumi mengatakan, “kata – kata ‘akulah
2. kebenaran’ adalah pancaran cahaya di bibir Manshur, sementara ‘akulah Tuhan’ yang
berasal dari Fir’aun adlah kezaliman.”
Guna mengetahui al-Hallaj secara lebih baik dan memahami hal ihwal mengapa ia
mengucapkan kata – katanya yang terkenal itu, perlu kiranya kita mempelajari sedikit
latar belakang kehidupannya. Namun, al-Hallaj bukan sekedar seorang tokoh sejarah; ia
juga sebuah legenda. Kisah – kisah tentang dirinya membuatnya masih dikenang hingga
sekarang ini. Sebagian orang mengutuknya lantaran apa yang diyakininya, dan sebagian
lagi hanya memuji dan menyanjungnya.
BAB II
PEMBAHASAN
I. KEHIDUPAN AL-HALLAJ
Nama lengkapnya adalah Abu Al – Mugis Al – Husain bin Mansur bin Muhammad al –
Baidawi, dan lebih dikenal dengan nama al-Hallaj. Al-Hallaj dilahirkan pada tahun
244H./858 di Tur, salah satu desa dekat Baida di Persia. Neneknya, Muhammad adalah
seorang penyembah api, pemeluk agama Majusi sebelum ia masuk Islam. Ada yang
mengatakan bahwa al-Hallaj berasal dari keturunan Abu Ayyub, sahabat Rasulullah.
Sejak kecil al-Hallaj sudah banyak bergaul dengan orang-orang sufi terkenal. Pada waktu
ia berumur 16 tahun, ia pernah berguru kepada Sahl bin Abdullah al-Tusturi, salah
seorang tokoh sufi terkenal pada abad ketiga Hijriah. Tetapi setelah dua tahun belajar
kepadanya, dengan latihan-latihan berat, ia pergi ke Basrah dan dan dari sini pergi ke
Bagdad. Ia pernah hidup dalam pertapaan dari tahun 873 sampai tahun 879 M.
Bersama-sama dengan guru sufi al-Tusturi,’Amr al-Makki dan Junaid al-Bagdadi.
Setelah itu al-Hallaj pergi mengembara dari satu negeri ke negeri lain, menambah
pengetahuan dan pengalaman dalam ilmu tasawuf, sehingga tidak ada seorang syekh
ternama, katanya, yang tidak pernah dimintainya nasihat dan tuntutannya. Dikatakan
bahwa dia telah tiga kali menunaikan ibadah haji.
Dalam perjalanan dan pertemuannya dengan ahli-ahli sufi itu, timbullah pribadi dan
pandangan hidupnya sendiri sehingga dalam usia 53 tahun ia telah menjadi
pembicaraan ulama pada waktu itu karena paham tasawufnya yang berbeda dengan
yang lainnya. Karena pahamnya itu, seorang ulama fiqh terkemuka, Ibnu Daud al-
Isfahani mengeluarkan fatwa yang mengatakan bahwa ajaran al-Hallaj sesat. Atas dasar
fatwa ini al-Hallaj dipenjarakan.Tetapi setelah satu tahun didalam penjara, dia dapat
melarikan diri dengan pertolongan seorang penjaga yang menaruh simpati kepadanya.
Ia melarikan diri dan bersembunyi ke Sus dalam wilayah Ahwas selama empat tahun
lamanya. Namun pada tahun 301 H/903 M. dapat pula ia ditangkap dan dimasukkan lagi
dalam penjara sampai delapan tahun lamanya. Akhirnya pada tahun 309 H/921 M.
diadakan persidangan ulama dibawah kerajaan Bani Abbas di massa khalifah al-
Muktadirbillah.
Pada tanggal 18 Zulkaidah 309 H. Jatuhlah hukuman kepadanya. Dia dihukum bunuh
dengan mula-mula dipukul dan dicambuk dengan cemeti. Lalu disalib, sesudah itu
3. dipotong kedua tangan dankakinya, dipenggal lehernya dan ditinggalkan tergantung
pecahan-pecahan tubuh itu di pintu gerbang kota bagdad. Kemudian dibakar dan
abunya dihanyutkan ke sungai Dajlah.
Figur al-Hallaj mendapat simpati dari pengikut-pengikutnya; dan bahkan dia dikultuskan.
Sebagian berpendapat, bahwa dia tidak mati sewaktu disalib, tetapi diangkat ke langit
seperti al-Masih. Sementara yang lain mengatakan, bahwa dia dibangkitkan kembali
setelah empat puluh hari. Kemudian diceritakan bahwa pada tahun dibunuhnya al-
Hallaj, sungai Dajlah meluap sehingga mendorong pengikutnya untuk berpendapat
bahwa luapan air tersebut adalah karena abunya yang dibuang ke sungai itu.
Diriwayatkan, bahwa sebelum sampai ke puncak penyiksaan, seluruh tubuhnya
dicabik-cabik dengan cemeti. Darah keluar dengan deras dari tubuhnya yang telah
berusia 53 tahun; tapi tak sepatah katapun keluar dari mulutnya sebagai tanda
kesakitan. Al-Hallaj dengan tabah menerima siksaan itu. Salah seorang muridnya yang
ada dalam kerumunan orang ramai itu berteriak histeris, melihat wajahnya yang telah
memerah oleh percikan darah. Al-Hallaj menoleh kepada muridnya itu, lalu berkata:
“Bukan darah, tetapi bekas air wudu.”
Riwayat hidup al-Hallaj yang berakhir dengan peristiwa tragis seperti digambarkan di
atas telah banyak mendapat perhatian ulama dan pengamat tasawuf.
Intisari ajaran tasawuf al-Hallaj yang kadang-kadang dinyatakan dalam bentuk syair dan
kadang-kadang berupa nasr dengan kata-kata yang dalam, meliputi tiga persoalan
pokok, yaitu: (a) Hulul, (b) Haqiqah Muhammadiyah, (c) Wahdah Al-Adyan.
II. Hulul, Haqiqah Muhammadiyah, dan Wahdah Al-Adyan.
A. HULUL.
Para ulama maupun sarjana berbeda pendapat tentang hakikat ajaran hulul al-Hallaj
ini. Al-Taftazani telah berusaha menampilkan beberapa pendapat tentang hal tersebut.
Di dalam kesimpulannya, dia mengatakan bahwa hululnya al-Hallaj itu bersifat majazi,
tidak dalam pengertian yang sesungguhnya. Sebagaimana telah disebutkan di atas,
‘Irfan ‘Abd al-Hamid Fattah berpendapat bahwa paham “kesatuan wujud” telah mulai
tampak sejak hadir Abu Yazid al-Bustami dengan paham ittihadnya. Dan paham hulul al-
Hallaj ini, menurut al-Taftazani, merupakan perkembangan dan bentuk lain dari paham
ittihad yang diajarkan oleh Abu Yazid itu. Jika dilihat lebih jauh, sebenarnya antara
ittihad dan hulul terdapat perbedaan. Dalam ittihad, diri Abu Yazid hancur dan yang ada
hanya diri Allah; sedang dalam hulul, diri al-Hallaj tidak hancur. Juga, dalam paham
ittihad, yang dilihat hanya satu wujud; sedang dalam paham hulul, ada dua wujud,
tetapi bersatu dalam satu tubuh.
Menurut al-Hallaj, Allah mempunyai dua sifat dasar, yaitu sifat ketuhanan (Lahut)
dan sifat kemanusiaan(nasut). Demikian pula manusia, disamping mempunyai sifat
kemanusiaan, juga mempunyai sifat ketuhanan dalam dirinya. Paham al-Hallaj ini dapat
pula dilihat dari tafsirrnnya mengenai kejadian Adam(al-Qur’an surah al-Baqarah ayat
34): Dan (Ingatlah) ketika kami berfirman kepada para malaikat: Sujudlah kamu kepada
4. Adam,’maka sujudlah mereka kecuali iblis; ia enggan dan takabur; dan ia termasuk
golongan orang-orang yang kafir. (QS.2:34).
Menurut al-Hallaj, Allah memberikan perintah kepada malaikat untuk sujud kepada
Adam karena pada diri Adam, Allah menjelma sebagaimana Dia menjelma (hulul) dalam
diri ‘Isa a.s. Paham bahwa Allah menjelma dalam diri Adam, berarti pula Allah
menjadikan Adam sesuai dengan bentukNya. Dengan kata lain, Adam itu adalah copy
dari diriTuhan. Paham ini berpangkal dari sebuah Hadist yang berpengaruh besar bagi
kaum sufi: “Sesungguhnya Allah menciptakan Adam sesuai dengan bentukNya.”
Paham al-Hallaj ini lebih jelas kelihatan dalam gubahan syairnya:
Maha suci Zat yang menyatakan nasutNya
Dengan lahutNya, yang cerlang seiring bersama
Lalu dalam makhlukNya pun tampak nyata
Bagai si peminum serta si pemakan tampak sosokNya
Hingga semua makhlukNya melihatNya
Bagai bertemunya dua kelopak mata
Dengan demikian menurut paham tasawuf al-Hallaj, dalam diri manusia terdapat
sifat ketuhanan dan dalam diri Tuhan terdapat sifat kemanusiaan. Karena itu persatuan
antara Tuhan dengan manusia bisa terjadi; dan persatuan itu mengambil bentuk hulul.
Agar manusia dapat bersatu itu, ia harus terlebih dahulu menghilangkan sifat-sifat
kemanusiaan melalui fana’. Kalau sifat-sifat kemanusiaan itu telah hilang dan yang
tinggal hanya sifat ketuhanan dalam dirinya, disitulah baru Tuhan dapat mengambil
tempat (hulul) dalam dirinya dan ketika itu roh Tuhan dan roh manusia bersatu dalam
tubuh manusia.
Dari ungkapan al-Hallaj di atas, ternyata paham hulul ini begitu kontradiktif.
Terkadang hulul dinyatakan dalam bentuk penyatuan, namun di pihak lain dia negasikan
penyatuan, dan secara tegas ia meniadakan segala macam bentuk atau unsur
anthropomorphisme. Thoulk seorang pemerhati al-Hallaj menginterpretasikan bahwa
dia ketika menyatakan penyatuan berada dalam keadaan fana’. Atau bisa juga dikatakan
sebagai cara al-Hallaj untuk menghadapi para fuqaha pada masa itu. Atau juga, seperti
telah disebutkan di atas, diduga kuat bahwa hulul, menurut al-Hallaj, berciri figuratif dan
bukannya riil.
B. HAQIQAH MUHAMMADIYAH.
Haqiqah Muhammadiyah atau Nur Muhammad, menurut al-Hallaj, merupakan asal
atau sumber dari segala sesuatu, segala kejadian, amal perbuatan dan ilmu
pengetahuan. Dan dengan perantaraannyalah alam ini dijadikan. Al-Hallaj lah yang
mula-mula sekali menyatakan bahwa kejadian alam ini pada mulanya adalah dari
Haqiqah Muhammadiyah atau Nur Muhammad. Di dalam kitabnya al-Tawasin, al-Hallaj
menulis :
5. Ta Sin. Sinar cahaya gaib pun tampak dan kembali. Sinar itu pun melintasi dan
mendominasi segala sesuatu. Sebuah bulan bersinar cemerlang di antara berbagai
bulan,
Zodiaknya ada dalam bintang rahasia. Yang Maha Benar memberinya nama “
Ummi”
untuk menghimpun ceritanya, “murni” karena nikmatnya kepadanya dan “Makki”
karena ketetapannya pada kedekatannya
Kemudian katanya lagi :
Cahaya-cahaya kenabian memancar dari cahayanya. Cahaya-cahaya mereka pun
terbit dari cahayanya. Dalam cahaya-cahaya itu tidak ada satupun cahaya yang lebih
cemerlang, gemerlap dan terdahulu dari cahaya pemegang kemuliaan(Muhammad
SWT). Cita-citanya lebih terdahulu ketimbang segala cita-cita. Wujudnya lebih terdahulu
ketimbang ketiadaan. Dan namanya lebih terdahulu ketimbang qalam, sebab ia telah
ada sebelum makhluk-makhluk lain.
Pendeknya, Nur Muhammad itulah pusat kesatuan alam dan pusat kesatuan
nubuwwat segala nabi. Dan nabi-nabi itu, nubuwwatnya, ataupun dirinya hanyalah
sebagian daripada cahaya Nur Muhammad itu. Segala macam ilmu, hikmat dan
nubuwwat adalah pancaran belaka dari sinarnya.
Menurut al-Hallaj, kejadian Nabi Muhammad terbentuk dari dua rupa. Pertama,
rupanya yang qadim dan azali, yaitu dia telah terjadi sebelum terjadinya segala yang ada
ini. Kedua, ialah rupanya sebagai manusia, sebagai seorang Rasul dan Nabi yang diutus
Tuhan. Rupanya sebagai manusia akan mengalami maut, tetapi rupanya yang qadim
akan tetap ada meliputi alam.
Dalam teori kejadian alam dari Nur Muhammad ini nampak adanya pengaruh ajaran
filsafat. Kalau dalam filsafat Islam, teori terjadinya alam semesta diperkenalkan oleh al-
Farabi dengan mentransfer teori emanasi Neo Platonisme Plotinus, maka dalam tasawuf
teori ini mula-mula diperkenalkan oleh al-Hallaj dengan konsep barunya yang ia sebut
dengan Nur Muhammad atau Haqiqah Muhammadiyah sebagai sumber dari segala yang
maujud.
C. WAHDAH AL- ADYAN.
Semua agama yang ada pada hakikatnya adalah satu, karena semuanya mempunyai
tujuan yang sama, yaitu mengakui dan menyembah Allah, Tuhan semesta alam, Tuhan
semua agama. Nama agama berbagai macam, ada Islam, Kristen, Yahudi dan lain-lain,
semuanya hanyalah perbedaan nama, namun hakikatnya sama saja.
Semua agama adalah agama Allah, maksudnya ialah menuju kepada Allah. Orang
memilih suatu agama, atau lahir dalam suatu agama bukanlah atas kehendaknya, tetapi
dikehendaki untuknya. Tidak ada faedahnya seseorang mencela orang yang berlainan
agama dengan dia, karena, itu adalah takdir (ketentuan) Tuhan buat orang itu.
Paham Wahdah al-adyan (kesatuan semua agama) ini muncul sebagai konsekuensi
logis dari pahamnya tentang Nur Muhammad. Yakni, pendapat al-Hallaj tentang
6. qadimnya Nur Muhammad telah mendorongnya berkesimpulan tentang kesatuan
semua agama, karena dalam kasus tersebut sumber suatu agama adalah satu.
Menurutnya, agama-agama itu diberikan kepada manusia bukan atas pilihannya sendiri,
tetapi dipilihkan untuknya.
Dengan demikian dapat dikatakan, sekiranya Nur Muhammad asal segala sesuatu,
termasuk adanya hidayah dan agama; juga semua para nabi, sejak Nabi Adam hingga
Nabi Isa a.s., maka agama-agama yang ada kembali kepada pokok atau sumber yang
sama, yakni pancaran dari suatu cahaya. Perbedaan yang ada dalam agama-agam itu
hanya sekedar bentuk dan sifatnya, sedang hakikat dan tujuannya sama, karena
semuanya bertujuan untuk menyembah Tuhan Yang Maha Esa. Hal ini berarti tidak ada
perbedaan antara monotheisme dan polotheisme, atau antara iman dan kufur. Dalam
kaitan ini al-Hallaj pernah berkata, sebagaimana dikutip oleh ‘Abd al-Hakim Hassan:
“Antara kufur dan iman hanya berbeda dari segi namanya saja, sedang dari segi
hakikatnya tidak ada perbedaan antara keduanya”.
Banyak ulama tidak dapat menerima ajaran tasawuf yang dibawa al-Hallaj ini. Tetapi
tidak pula sedikit ulama yang membelanya. Pembela-pembela al-Hallaj berusaha
menjernihkannya dari apa yang pernah dituduhkan kepadanya. Menurut Nicholson,
pembelaan yang mereka gunakan adalah : (1) al-Hallaj tidak melakukan dosa terhadap
kebenaran, tetapi ia dihukum karena tindakannya yang dipandang bertentangan dengan
hukum. Ia membuka rahasia tentang Tuhan dengan mengemukakan segala yang
dianggap sebagai misteri tertinggi, yang selayaknya hanya boleh diketahui oleh orang-
orang terpilih saja, (2) al-Hallaj berbicara di bawah pengaruh ketidaksadaran dari
ekstasi. Ia membayangkan dirinya telah telah bersatu dengan inti Ilahi, yang dalam
kenyataannya ia hanya bersatu dengan salah satu sifat Ilahi, dan (3) al-Hallaj
mengatakan bahwa tidak ada pemisahan antara Tuhan dengan makhlukNya
sebagaimana dengan kesatuan Ilahi yang melingkupi makhlukNya. Yang berbicara : Ana
Al-Haqq Bukanlah al-Hallaj pribadi, namun Tuhan sendiri melalui mulut al-Hallaj.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Inti sari ajaran tasawuf al-Hallaj yang kadang-kadang dinyatakan dalam bentuk syair dan
kadang-kadang berupa nasr dengan kata-kata yang dalam, meliputi tiga persoalan
pokok, yaitu : (a) Hulul, (b) Haqiqah Muhammadiyah, dan (c) Wahdah Al-Adyan.
Menurut al-Hallaj, Allah mempunyai dua sifat dasar, yaitu sifat ketuhanan (lahut) dan
sifat kemanusiaan (nasut). Demikian pula manusia, disamping mempunyai sifat
kemanusiaan (nasut), juga mempunyai sifat ketuhanan (lahut) dalam dirinya.
Kejadian Nabi Muhammad terbentuk dari dua rupa. Pertama, rupanya yang qadim dan
azali, yaitu dia telah terjadi sebelum terjadinya segala yang ada ini. Kedua, ialah rupanya
sebagai manusia, sebagai seorang Rasul dan Nabi yang diutus Tuhan.
7. Pembela-pembela al-Hallaj berusaha menjernihkannya dari apa yang pernah dituduhkan
kepadanya. Pembelaan yang mereka gunakan adalah: (1) al-Hallaj tidak melakukan dosa
terhadap kebenaran, tetapi ia dihukum karena tindakannya yang dipandang
bertentangan dengan hukum. (2) al-Hallaj berbicara di bawah pengaruh ketidaksadaran
dari ekstasi. (3) al-Hallaj mengatakan bahwa tidak ada pemisahan antara Tuhan dengan
makhlukNya sebagaimana dengan kesatuan Ilahi yang melingkupi makhlukNya.