1. BAB V
PERENCANAAN STRUKTUR BAWAH
BANGUNAN BAWAH
Bangunan bawah dari suatu jembatan terdiri dari abutmen atau pangkal pada ujung-
ujung jembatan, pilar-pilar diantara bentang jembatan, pondasi, dan bangunan
pelengkap lainnya seperti dinding penahan tanah. Disamping itu, termasuk dalam
bangunan bawah ini adalah perletakan (bearing) sebagai alas balok pada abutmen
dan/atau pilar pada jembatan tipe balok.
5.1 ABUTMEN
Abutmen atau pangkal jembatan adalah bagian dari substruktur jembatan yang
menumpu gelegar jembatan dan meneruskan semua beban bangunan atas ke
bangunan pondasi di bawahnya. Abutmen sebagai bangunan peralihan dari
superstruktur ke landasan/pondasi, dalam perencanaannya dianalisis sebagai dinding
penahan tanah (retaining wall) dengan tambahan beban berupa beban terpusat dari
gelegar jembatan. Abutmen juga dilengkapi dengan bangunan pelengkap seperti sayap-
sayap di sebelah kiri-kanan ke arah belakang. Sayap-sayap ini berfungsi untuk
memberikan perlindungan pada bagian bawah abutmen agar terhindar dari
gerusan/erosi dan longsoran. Tipe-tipe abutmen yang umum dibangun di Indoneisa
ditunjukkan seperti pada Gambar 5.1.
Abutmen tipe gravitasi (Gambar 5.1.a) mengandalkan beratnya sendiri dalam
mempertahankan stabilitas struktur sehingga terhindar dari bahaya guling akibat tekanan
tanah horizontal. Abutmen tipe T-terbalik (Gambar 5.1.b) terdiri dari bagian toe, heel
Teknik Jembatan Oleh: Made Sukrawa-Jurusan Teknik Sipil-FT-Unud Halaman 1 dari 19
2. (tumit), dan stem (dinding) yang ketiganya menjadi satu kesatuan dalam menahan gaya-
gaya luar. Bagian dinding berupa kantilever yang terjepit pada pangkalnya, demikian
juga bagian toe dan heel. Tipe berikutnya berupa dinding kantilever dengan perkuatan
berupa counterfort (Gambar 5.1.c) yang berfungsi untuk memperkuat bagian dinding
yang tinggi. Dengan dipakainya kanterpot ini maka perilaku dinding tidak lagi sebagai
kantilever, tetapi menjadi lebih rumit dengan adanya tumpuan ke arah horisontal dinding.
Ketiga tipe abutmen di atas biasanya duduk langsung di atas tanah dasar yang mantap
berupa pondasi langsung. Tetapi, kadang-kadang dinding penahan semacam ini
dibangun pada tanah lunak sehingga membutuhkan pondasi dalam berupa sumuran,
tiang pancang ataupun tiang bor. Untuk pondasi tipe gravitasi biasanya dibangun pada
tanah dasar kuat karena berat sendirinya besar.
(a) Ab. tipe gravitasi (b) Ab. tipe T- terbalik (c) Ab. kantilever dg kanterpot
Gambar 5.1 Tipe abutmen yang umum
Dalam pemilihan tipe abutmen, tinggi pangkal jembatan sangat berpengaruh. Tipe
gravitasi lebih ekonomis untuk abutmen yang rendah, sedangkan untuk abutmen yang
lebih tinggi lebih baik memakai tipe kantilever. Tabel 5.1 menunjukkan tipe-tipe abutmen
Teknik Jembatan Oleh: Made Sukrawa-Jurusan Teknik Sipil-FT-Unud Halaman 2 dari 19
3. yang sesuai untuk berbagai ketinggian. Dalam table tersebut, disamping ketiga tipe
abutmen yang umum, juga disajikan tipe abutmen lain seperti tipe kantilever dengan
angker, tembok tanah bertulang (reinforced earth) dan tipe lain yang jarang dibangun di
Indonesia.
Perencanaan abutmen tipe kantilever secara ringkas dapat ditunjukkan berupa diagram
alir seperti pada Gambar 5.2. Perencanaan dimulai dengan menentukan kondisi
perencanaan yang meliputi pengumpulan data tentang keadaan tanah dasar dalam
kaitannya dengan daya dukung tanah, struktur atas jembatan dalam kaitannya dengan
pembebanan, dan data lain seperti ketersediaan bahan dan teknologi pelaksanaan yang
ada. Kemudian, tipe abutmen dapat dipilih sesuai dengan ketinggiannya, untuk
selanjutnya dihitung pembebanan yang bekerja pada abutmen.
Tabel 5.1 Jenis-jenis abutmen untuk berbagai ketinggian
Jenis Abutmen Tinggi (m)
0 10 20 30
Pangkal tembok penahan gravitasi
4
Kantilever dengan / tanpa angker
Teknik Jembatan Oleh: Made Sukrawa-Jurusan Teknik Sipil-FT-Unud Halaman 3 dari 19
4. 8
Tembok penahan kontrafort
8
Kolom ‘Spill-through’
Balok cap tiang sederhana
Tanah bertulang
5 15
Dimensi dinding dan pelat abutmen ditentukan berdasarkan kekuatan yang diperlukan
untuk menahan beban-beban serta kemantapan abutmen secara keseluruhan.
Penentuan dimensi ini ditetapkan dengan cara coba-coba sampai diperoleh hasil yang
memuaskan dalam arti memenuhi semua criteria perencanaan, baik dari segi
keamanan, kestabilan, maupun dari segi pelaksanaan dan ekonomi.
Teknik Jembatan Oleh: Made Sukrawa-Jurusan Teknik Sipil-FT-Unud Halaman 4 dari 19
Penentuan Kondisi
Perencanaan
Daya Dukung Tanah,
Pembebanan
Penentuan Tipe
Sesuai Kondisi
Perhitungan Kemantapan
(Guling, Geser dan Daya Dukung)
dan Penulangan (Beton Bertulang)
Perencanaan Dimensi
Dinding Dan Pelat
Dasar
Pemilihan
Bahan
Perhitungan
Gaya-gaya Luar
Hasil
Tidak
Memuaskan ?
Selesai
Ya
5. Gambar 5.2 Diagram Alir Perencanaan Abutmen
Pembebanan pada abutmen meliputi semua beban yang mungkin terjadi selama
pelaksanaan dan masa layan jembatan. Diantara beban tersebut adalah:
• Beban struktur atas berupa reaksi vertikal balok, Rb dan beban horizontal akibat
gaya rem atau aksi lingkungan, H
• Beban timbunan (surcharge), Psc
• Berat sendiri beton, Wc dan tanah di belakang tembok, Ws
Teknik Jembatan Oleh: Made Sukrawa-Jurusan Teknik Sipil-FT-Unud Halaman 5 dari 19
6. • Tekanan tanah aktif, Pa
• Tekanan tanah pada pondasi, Pqt
Diagram pembebanan pada abutmen tipe kantilever disajikan pada Gambar 5.3. Akibat
berbagai jenis beban tersebut akan timbul tegangan normal (tarik/tekan) dan geser.
Tegangan tarik biasanya diatasi dengan pemasangan tulangan sedangkan tegangan
geser diatur sedemikian rupa sehingga kuat geser beton tidak dilampaui.
Gambar 5.3 Diagram pembebanan pada abutmen
Struktur abutmen beton bertulang membutuhkan penulangan lentur pada bagian badan
dan pelatnya, yang besarnya tergantung dari momen lentur yang terjadi dan ketebalan
struktur. Memperhatikan arah beban dan reaksi tanah dasar pada abutmen maka garis
elastis dari struktur abutmen dapat ditentukan. Dengan demikian posisi tulangan utama
dari struktur abutmen harus dipasang pada serat tertarik, seperti tampak pada Gambar
5.4.
Teknik Jembatan Oleh: Made Sukrawa-Jurusan Teknik Sipil-FT-Unud Halaman 6 dari 19
7. Dalam prakteknya, struktur abutmen juga memerlukan tulangan lain, selain tulangan
tarik utama, berupa tulangan susut dan tulangan pembagi sehingga tulangannya
menjadi dua lapis dalam dua arah. Namun demikian, tulangan selain tulangan utama
ukurannya biasa dibuat lebih kecil dengan jarak antar tulangan lebih besar pula. Lebih
detail tentang persyaratan penulangan ini diatur dalam peraturan perencanaan beton
bertulang seperti BMS Bagian 6 Perencanaan Beton Struktural.
.
Gambar 5.4 Garis elastis dan tulangan utama abutmen
Disamping persyaratan kekuatan, abutmen juga harus dirancang untuk tetap stabil
selama pelaksanaan maupun masa layan jembatan. Tinjauan terhadap guling pada
ujung depan pondasi harus memenuhi persyaratan:
M-guling < M-penahan
Persyaratan lainnya adalah geser (sliding) antara dasar pondasi dengan tanah dasar.
Dalam hal ini rasio antara jumlah beban vertikal dan beban horisontal harus lebih besar
dari 1. Dalam beberapa kasus kunci geser (shear key) ditambahkan pada dasar pondasi
untuk menambah tahan gelincir (sliding resistance).
Teknik Jembatan Oleh: Made Sukrawa-Jurusan Teknik Sipil-FT-Unud Halaman 7 dari 19
8. 5.2 PILAR (PIER)
Pilar merupakan bangunan pendukung antara pada jembatan, yang berfungsi
menyalurkan gaya-gaya vertikal dan horizontal dari bangunan atas ke pondasi. Dengan
adanya pilar pada tengah-tengah bentang maka momen maksimum dan lendutan yang
terjadi pada balok akan lebih kecil. Perencanaan pilar pada jembatan tergantung pada
besarnya beban-beban yang bekerja sebagai reaksi dari struktur atas jembatan.
Disamping itu, tipe / bentuk pilar dan jenis pondasinya juga mempengaruhi perencanaan
ini. Berdasarkan tinggi pilar (tinggi jembatan terhadap tanah dasar) maka dapat dipilih
jenis-jenis pilar yang sesuai, seperti pada Tabel 5.2.
Pilar yang direncanakan pada aliran sungai harus direncanakan terhadap bahaya
gerusan akibat aliran air turbulen dan benda-benda hanyutan berupa beban tumbukan,
disamping beban seret akibat aliran air. Untuk menghindari bahaya gerusan maka
pondasi pilar biasanya direncanakan sebagai pondasi dalam berupa sumuran ataupun
tiang pancang dan tiang bor.
Tabel 5.2 Jenis-jenis pilar
Jenis Pilar Tinggi Tipikal (m)
0 10 20 30
Pilar balok cap tiang sederhana
Pilar kolom tunggal
Dianjurkan kolom sirkular pada aliran air.
5 15
Teknik Jembatan Oleh: Made Sukrawa-Jurusan Teknik Sipil-FT-Unud Halaman 8 dari 19
9. Pilar tembok
5
25
Pilar portal satu tingkat
5 15
Pilar portal dua tingkat
15 25
Pilar tembok – Penampang I
25
Catatan: Kolom pilar biasanya dibuat bundar dan bentuk pilar berupa tembok dibuat
streamline untuk mengurangi gaya aliran dan gerusan lokal.
Pilar juga harus direncanakan terhadap beban gempa, beban angin, dan beban
horisontal akibat gaya rem. Tergantung dari tingginya, perencanaan pilar akibat beban
gempa dapat mendominasi beban-beban lain akibat berat sendiri struktur maupun beban
lalu-lintas. Pada daerah-daerah dimana selisih suhu tertinggi dan terendah besar maka
pilar jembatan juga harus direncanakan terhadap beban temperatur. Jika pilar berada
pada alur lalu-lintas, baik jalan, jalan rel maupun navigasi air, maka pilar juga harus
direncanakan terhadap beban tumbukan seperti diatur dalam peraturan perencanaan.
Lebih lanjut tentang pembebanan pilar jembatan dibahas dalam BAB III mengenai
pembebanan.
Teknik Jembatan Oleh: Made Sukrawa-Jurusan Teknik Sipil-FT-Unud Halaman 9 dari 19
10. 5.3 TURAP (Sheet Pile)
Turap atau Sheet Pile adalah konstruksi penahan tanah dan atau material timbunan lain
dimana tiang-tiangnya berupa lembaran digabungkan merapat satu sama lain sehingga
membentuk suatu dinding, ditempatkan pada satu posisi yang tepat kemudian kepala
tiang turap dihubungkan satu dengan yang lain secara kaku. Konstruksi ini secara teknis
berbeda dengan konstruksi dinding penahan tanah. Perbedaan yang paling mendasar
adalah dari analisis perilaku struktur terhadap beban yang bekerja. Turap dapat terbuat
dari baja, beton, atau kayu dan dapat dikombinasikan dengan angker. Konstruksi turap
berupa dinding turap lebih tipis/ramping dan sebagian dinding tertanam di dalam tanah
sehingga tidak memerlukan tempat yang luas. Jadi turap tidak saja berfungsi sebagai
dinding penahan tetapi juga dapat berfungsi sebagai pondasi. Gambar 5.5 menunjukkan
sketsa tiang turap sebagai dinding penahan.
Gambar 5.5 Konstruksi turap sebagai dinding penahan
Teknik Jembatan Oleh: Made Sukrawa-Jurusan Teknik Sipil-FT-Unud Halaman 10 dari 19
H1
H2
H3
11. Turap sering dimanfaatkan untuk konstruksi penahan tanah pada badan jalan yang
cukup tinggi (dan tidak tersedia ruang yang cukup bila dipasang GRW atau CRW), Oprit
dan Abutmen jembatan, dermaga pelabuhan, ruang bawah tanah (basement/bunker),
kolam, tangki bawah tanah, dam pengelak, dam sementara, dll. Pada jembatan turap
sering digunakan sebagai konstruksi sementara untuk menahan tanah galian selama
pelaksanaan pondasi.
5.4 PONDASI
Pondasi berfungsi menghubungkan suatu struktur dengan tanah yang mendukung di
tempat berdirinya konstruksi tersebut. Pondasi selalu berinteraksi dengan tanah, jadi
sifat-sifat tanah akan sangat mempengaruhi perecanaannya. Pondasi juga merupakan
bagian dari struktur, sehingga pengetahuan tentang komponen struktur, pembebanan
dan bahannya juga sangat diperlukan dalam perencanaan pondasi.
Pondasi, berdasarkan letaknya (kedalamannya) dari permukaan tanah, dapat dibedakan
dalam 3 (tiga) kelompok, yaitu pondasi dangkal, pondasi dalam dan pondasi peralihan.
Pemilihan jenis pondasi sangat bergantung dari kedalaman tanah yang memberikan
daya dukung yang cukup, besar dan sifat beban yang akan dipikul oleh pondasi, dan hal
khusus lain seperti kemudahan bekerja, teknologi konstruksi yang tersedia, material
yang tersedia serta kekuatan dan nilai ekonominya. Secara umum jenis-jenis pondasi
dapat digambarkan seperti pada Gambar 5.6 dan ketentuan-ketentuan dalam pemilihan
pondasi berdasarkan dimensi dan beban rencana pada keadaan batas ultimate
ditunjukkan pada Tabel 5.3.
Teknik Jembatan Oleh: Made Sukrawa-Jurusan Teknik Sipil-FT-Unud Halaman 11 dari 19
12. Pada Gambar 5.6 tidak tampak adanya pondasi peralihan antara pondasi dangkal dan
pondasi dalam. Dalam hal ini, pondasi sumuran merupakan jenis pondasi yang biasa
dipakai pada kondisi antara tersebut. Pondasi sumuran juga dapat dipakai sebagai
pondasi dalam selama proses pelaksanaannya memungkinkan. Lebih detail tentang
masing-masing jenis pondasi ini dibahas dalam bagian terpisah.
Gambar 5.6 Jenis-jenis pondasi tipikal
Tabel 5.3 Dimensi dan beban rencana berbagai tipe pondasi
Tiang Pancang
Butir Pondasi
Langsung
Sumuran Baja, H Baja,
Pipa
Beton
Bertulang
Pracetak
Beton
Pratekan
Pracetak
Diameter
Nominal (mm)
_ 3000 100 x 100
- 400 x
400
300 -
600
300 - 600 400 -
600
Kedalaman
Maks (m)
5 15 Tidak
terbatas
Tidak
terbatas
30 60
Teknik Jembatan Oleh: Made Sukrawa-Jurusan Teknik Sipil-FT-Unud Halaman 12 dari 19
13. Kedalaman
Optimum (m)
0,3 -
3
7- 9 7 –
40
7 -
40
12 –
5
18 –
30
Beban Maks
(kN)
20000 + 20000 + 3750 3000 1300 13000
Variasi Beban
Optimum (kN)
_ _ 500 -
1500
600 -
1500
500 –
1000
500
-5000
PONDASI DANGKAL
Pondasi dangkal adalah jenis pondasi yang menyalurkan beban-beban struktural di
atasnya ke tanah, dimana tanah keras yang cukup memberikan daya dukung yang
diperlukan berada dekat dengan permukaan (kurang dari 5 meter). Sebagai acuan untuk
menentukan suatu pondasi digolongkan sebagai pondasi dangkal adalah jika
perbandingan antara lebar pondasi, B dengan kedalamannya, D sebagai berikut:
D/B < 4 Pondasi dangkal.
Pondasi dangkal dapat berupa pondasi telapak setempat (bujur sangkar, segi empat,
lingkaran atau bentuk lain yang khusus), pondasi telapak menerus, pondasi telapak kaki
gabungan (segi empat, trapesium, strap) dan pondasi rakit (mat foundation). Abutmen
jembatan yang dibangun pada tanah cadas dan bebas dari bahaya gerusan air sering
dibangun di atas pondasi telapak.
PONDASI SUMURAN
Pondasi sumuran sering disebut sebagai pondasi peralihan dari pondasi dangkal ke
pondasi dalam. Hal ini dikarenakan pondasi jenis ini sering dimanfaatkan bila kedalaman
tanah keras yang memberikan daya dukung cukup berada pada kedalaman “tanggung”
diantara pondasi dangkal dan pondasi dalam.
Teknik Jembatan Oleh: Made Sukrawa-Jurusan Teknik Sipil-FT-Unud Halaman 13 dari 19
14. PONDASI DALAM
Pondasi dalam sering diidentikkan dengan pondasi tiang, baik tiang pancang maupun
tiang bor. Suatu pondasi dikatakan sebagai pondasi dalam bila memenuhi perbandingan
dalam pondasi, D dan lebar/diameter pondasi, B lebih besar dari 4 atau
D / B > 4 Pondasi dalam.
Kondisi ini dapat terjadi bila daya dukung yang dibutuhkan cukup besar dan letak tanah
keras yang memberikan daya dukung cukup jauh di bawah permukaan. Pondasi tiang
digolongkan berdasarkan jenis materialnya (Gambar 5.6), analisis, dan cara
pelaksanaan.
PONDASI TIANG PANCANG
Pondasi tiang yang cara instalasinya dilakukan dengan pemancangan atau driving
disebut dengan pondasi tiang pancang. Pondasi ini dapat dibuat dari baja, beton
maupun kayu. Pondasi tiang pancang biasanya dibuat dalam satu kelompok tiang
dimana kepala tiang satu dengan yang lain dihubungkan dengan satu pelat pengaku
yang disebut Poer atau pile cap.
Tiang pancang banyak dimanfaatkan untuk pondasi jembatan dengan panjang bentang
menengah sampai panjang. Pada umumnya tiang pancang direncanakan dengan
mengikuti prosedur sebagai berikut:
• Penyelidikan tanah untuk mengetahui daya dukung, penyelidikan terhadap
keadaan bangunan di sekitar lokasi pemancangan, diameter tiang, dan bahan
tiang.
Teknik Jembatan Oleh: Made Sukrawa-Jurusan Teknik Sipil-FT-Unud Halaman 14 dari 19
15. • Daya dukung tiang tunggal dan kelompok tiang yang telah dihitung dengan
berbagai kondisi yang paling kritis (beban gempa, gerusan tanah pada selimut
tiang, dsb.)
• Penurunan tiang dan kelompok tiang yang diijinkan.
Gambar 5.7 menunjukkan model pondasi tiang digunakan pada struktur pilar jembatan
dimana sekelompok tiang terdiri dari 12 buah tiang disatukan dengan pelat poer sebagai
kepala tiang.
Gambar 5.7 Pemakaian pondasi tiang pada struktur pilar jembatan.
Dalam melaksanakan pekerjaan pemancangan tiang (instalasi), perubahan kerapatan
tanah tidak dapat dihindari. Ini berarti ada perubahan parameter-parameter tanah yang
menyebabkan turunnya daya dukung atau secara umum membuat perubahan sifat
tanah pendukung pondasi.
Teknik Jembatan Oleh: Made Sukrawa-Jurusan Teknik Sipil-FT-Unud Halaman 15 dari 19
16. PONDASI TIANG BOR
Pondasi tiang bor adalah pondasi tiang yang dibuat/dicor langsung di tempat dimana
sebelumnya telah dilakukan pengeboran yang dilengkapi selimut (Casing) ataupun tidak
dan pemasangan tulangan. Pondasi tiang bor memepunyai fungsi yang sama dengan
pondasi tiang pancang. Alasan pemilihan pondasi tiang bor antara lain:
• Tidak tersedianya ruang yang cukup untuk pekerjaan pemancangan,
• Lokasi di sekitar tempat dibangunnya pondasi tidak memungkinkan dilakukan
pemancangan (bising, getaran yang ditimbulkan), dan
• Keadaan tanah yang rentan terhadap getaran (tanah cadas yang mudah retak
akibat getaran), dll.
Urutan pekerjaan pondasi tiang bor:
• Pengeboran lubang tiang bor
• Pemasangan casing (diperlukan bila tiang dibuat pada tanah berpasir)
• Pemasangan tulangan
• Pengecoran beton
• Pengangkatan casing (dilakukan bersamaan dengan pengecoran beton)
Lebih detail tentang perencanaan struktur bawah dapat merujuk buku-buku pegangan
tentang Pondasi dan bahan bacaan lainnya.
5.5 PERLETAKAN
Perletakan pada jembatan berfungsi untuk meneruskan gaya-gaya dari struktur atas ke
struktur bawah yang memungkinkan pergerakan berupa translasi dan rotasi pada
jembatan. Pemilihan tipe perletakan yang tepat sangatlah penting dalam perencanaan
Teknik Jembatan Oleh: Made Sukrawa-Jurusan Teknik Sipil-FT-Unud Halaman 16 dari 19
17. untuk menghindari kegagalan jembatan akibat kegagalan perletakan. AASHTO (1994)
LRFD Bridge Specifications menyediakan petunjuk pemilihan tipe perletakan yang
sesuai untuk mengakomodasi berbagai tipe beban dan pergerakan. Tabel 5.4
menunjukkan beberapa tipe perletakan dimaksud.
Perletakan Elastomer
Perletakan elastomer (elastomeric bearing) merupakan salah satu tipe yang paling baru
dan banyak dipakai, khususnya untuk jembatan balok yang lurus dengan berbagai
ukuran dan kekuatan. Ada dua tipe perletakan elastomer, tanpa dan dengan tulangan.
Elastomer tanpa tulangan biasa dipakai untuk jembatan kecil dengan regangan geser
dan tekan relatif kecil. Elastomer bertulang terdiri dari beberapa lapis yang disatukan
dengan bahan tulangan berupa fiberglass, katun, atau pelat baja, dalam bentuk
sandwich. Elastomer ini harus direncanakan memiliki kapasitas geser untuk menampung
translasi dan juga memiliki kapasitas rotasi untuk menampung putaran sudut pada balok
jembatan. Gambar 5.8 menunjukkan contoh penampang elastomer bertulang dengan
dimensi sebagai berikut: Tebal total, hrt; Tebal pelat, t; Tebal lapisan elastomer, hri;
Lebar, W.
Perletakan tipe lain meliputi Sliding Bearing, Disk Bearing, Pot Bearing, Rocker Bearing,
Roller Beraing, Link Bearing dll. Maisng-masing tipe memiliki kelebihan dan kekhususan
tersendiri yang secara lebih terinci dapat dirujuk pada buku acuan. Pada Lampiran
disajikan contoh perhitungan lengkap tentang perancangan perletakan elastomer.
Teknik Jembatan Oleh: Made Sukrawa-Jurusan Teknik Sipil-FT-Unud Halaman 17 dari 19
hri
hrt
t
Lapis Elastomer Pelat Baja
W
18. Gambar 5.8 Perletakan elastomer dengan tulangan pelat baja
Contoh Soal
1. Apa fungsi Expansion joint, perletakan, Rip-rap dan shear key pada gambar abutmen
di bawah ?
2. Gambar berikut menunjukkan contoh kegagalan pada pilar jembatan. Jelaskan
kemungkinan penyebab kegagalan tersebut.
Teknik Jembatan Oleh: Made Sukrawa-Jurusan Teknik Sipil-FT-Unud Halaman 18 dari 19