Dokumen tersebut berisi 41 kalimat pendek (dhawuh) yang merupakan pesan-pesan spiritual dari seorang kiai bernama Gus Miek. Pesan-pesan tersebut mencakup topik seperti pentingnya mengikuti sema'an Al Qur'an, makna dzikrul ghofilin, dan pentingnya memperoleh ilmu agama sekaligus keterampilan.
1. DAWUH MBAH YAI HAMID
PASURUAN ... Allahummarham hu ..
"FILOSOFI WIT KAMBIL(POHON
KELAPA)"
“awakmu weroh ta lek krambil iku gak
kiro dadi kelopo kabeh. Yo onok sing
lugur, onok sing dadi degan langsung
di Undoh, onok seng dadi kelopo iku
mek titik, loh ngono iku mau masio
wes dadi kelopo kadang sek dipangan
bajing. Cobak pikiren maneH,
seumpamane lek kembang ikudadi
kabeh, sing sa aken iku uwite nggak
kuat engkok”.ngoten Dawuh e kyai
hamid...
Kiai Hamid dawuh maleh. “anggepen
ae wet kelopo iku mau guru, lek onok
guru muride dadi kabeh yo angel, yo
onok sing bijine elek, yo onok sing
pas-pasan. Yo onok mane sing apik.
Engko lek muride oleh nilai apik
kabeh sak’aken gurune, biso-biso lek
nggak kuat guru iku mau biso
ngomong “ikiloh didikanku, dadi
kabeh sopo disek gurune” lah akhire
isok nimbulno sifat sombong.
Paham awakmu ....? Lek paham wes
ndang siyap" terawih, wes
wayahe ....” (anggepen ae witklopo
iku mawu gurumu)....
Dawuh-Dawuh Gus Miek (Pesan Gus Miek)
4 Maret 2012 pukul 10:09
Dhawuh 1
Saya adalah mursyid tunggal Dzikrul Ghofilin.
“Lho, Gus kok berkata begitu bagaimana dengan farid dan syauki..?” tanya Gus Ali sidoarjo.”mereka hanya meramaikan saja” , jawab
Gus Miek
Dhawuh 2
Demi Allah, saya hanya bisa menangis kepada Allah, semoga sami’in yang setia, pengamal Dzikrul Ghofilin, semua maslah-
masalahnya tuntas diperhatikan oleh Allah.
Dhawuh 3
Bila mengikuti Dzikrul Ghofilin, kalau tidak tahu artinya yang penting hatinya yakin.
Dhawuh 4
Barusan ada orang bertanya: Gus, Dzikrul Ghofilin itu apa..? saya jawab: “Jamu”.
Dhawuh 5
Dzikrul Ghofilin itu senjata pamungkas, khususnya menghadapi tahun 2000 ke atas
Dhawuh 6
Ulama sesepuh yang dikirimi fatihah oleh orang-orang yang tertera atau tercantum dalam Dzikrul Ghofilin itu yang akan saya dan
kalian ikuti di akhirat nanti.
Dhawuh 7
Dekatlan kepada Allah..! kalau tidak bisa, dekatlah dengan orang yang dekat denganNya.
Dhawuh 8
Kemanunggalan sema’an Al Qur’an dan Dzikrul Ghofilin adalah sesuatu yang harus di wujudkan oleh pendherek, pimpinan Dzikrul
Ghofilin, dan jama’ah sema’an Al Qur’an. Sebab antara sema’an Al Qur’an kaliyan Dzikrul Ghofilin ingkang sampun dipun simboli
kaliyan fatihah miata marroh ba’da kulli shalatin, meniko berkaitan manunggal.
Dhawuh 9
2. Semoga Dzikrul Ghofilin ini menjadi ketahanan batiniah kita, sekaligus penyangga kita di hari Hisab (hari perhitungan amal). Itulah
yang paling penting..!
Dhawuh 10
Nuzulul Qur’an yang bersamaan dengan turunnya hujan ini, semoga menjadi isyarat turunnya petunjuk kepada saya dan kalian
semua, seperti firman Allah: “Ulaika ‘ala hudan min rabbihim wa ulaika hum al-muflihun” (Mereka telah berada di jalan petunjuk , dan
mereka adalah orang-orang yang beruntung).
Dhawuh 11
Barusan ada orang yang bertanya: Gus, bagaimana saya ini, saya tidak bisa membaca Al Qur’an..? saya jawab: “Paham atau tidak,
yang penting sampean datang ke acara sema’an, karena mendengarkan saja besar pahalanya”.
Dhawuh 12
Sejak sekarang, yang kecil harus berpikir: kelak kalau besar, aku besar seperti apa, yang besar harus berpikir, kalau tua kelak, aku
tua seperti apa, yang tua juga harus berpikir, kelak kalau mati, aku mati dalam keadaan seperti apa.
Dhawuh 13
Dalam sema’an ada seorang pembaca Al Qur’an, huffazhul Qur’an dan sami’in. Seperti ditegaskan oleh sebuah hadits: Baik
pembaca maupun pendengar setia Al Qur’an pahalanya sama. Malah di dalam ulasan tokoh lain dikatakan: pendengar itu pahalanya
lebih besar daripada pembacanya. Sebab pendengar lebih main hati, pikiran, dan telinganya. Pendengar dituntut untuk lebih menata
hati dan pikirannya dan lebih memfokuskan pendekatan diri kepada Allah.
Dhawuh 14
Satu-satunya tempat yang baik untuk mengutarakan sesuatu kepada Allah adalah majelis sema’an Al Qur’an. Hal ini tertera di dalam
(kalau tidak salah) tiga hadits. Antara lain Man arada an yatakallam ma’a Allah falyaqra’ Al Qur’an (siapa ingin berkomunikasi dengan
Allah, hendaknya ia membaca Al Qur’an).
Dhawuh 15
Seorang yang ikut sema’an berturut-turut 20 kali saya jamin apa pun masalah yang sedang dihadapinya pasti akan beres/tuntas.
Dhawuh16
Ada seorang datang kepada saya: “Gus, problem saya bertumpuk-tumpuk, saya sudah mengikuti sema’an 19 kali, tinggal 1 kali lagi,
kira-kira masalah saya nanti tuntas atau tidak..?” saya jawab: “yang sial itu saya, kok bertemu dengan orang yang mempunyai
masalah seperti itu.”
Dhawuh 17
Saya sendiri sebagai pencetus sema’an Al Qur’an ternyata kurang konsekuen, sementara sami’in datang dari jauh, bahkan hadir
sejak subuh, mulai surat Al fatihah dibaca sampai berakhir setelah doa khotmil Qur’an malam berikutnya baru mereka pulang.
Sedang saya ini, baru datang kalau sema’an Al Qur’an akan diakhiri. Itu pun tidak pasti. Terkadang saya berpikir, saya ini seorang
yang dipaksakan untuk siap dipanggil kiai.
Dhawuh 18
Berapa yang hadir setiap sema’an? Jangan lebih lima persen. Nanti bila sami’innya terlalu banyak, saya hanya menangis dan
membaca Al Fatihah, lalu pulang. Saya sadar, saya tidak mampu berbuat apa-apa. Jangankan untuk orang banyak, untuk satu orang
saja saya tidak bisa.
Dhawuh 19
Kalau saya nongol, mungkin tak cukup semalaman. Satu persatu harus dilayani. Saya besok ke mana? Apa yang harus saya
lakukan? Kami tidak punya modal? Itulah pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan, Dan, saya dituntut untuk memberikan keterangan
yang bisa mereka terima, setidaknya agak menghibur, dengan lelucon atau dengan pengarahan yang pas.
Dhawuh 20
Semoga sema’an dan Dzikrul Ghofilin ini kelak menjadi tempat duduk-duduk dan hiburan anak cucu kita semua.
Dhawuh 21
Alhamdulillah, saya adalah yang pertama memberitahukan kepada “anak-anak” tentang makna dan kegunaan sema’an Al Qur’an. Di
tengah maraknya Al Qur’an diseminarkan dan didiskusikan, Alhamdulillah masih ada kelompok kecil yang menyakini bahwa Al Qur’an
itu mengandung berkah.
Dhawuh 22
Saya mengambil langkah silang dengan mengatakan kepada anak-anak yang berkumpu agar sebulan sekali mengadakan
pertemuan, ngobrol-ngobrol, guyon-guyon santai, syukur bisa menghibur diri dengan hiburan yang berbau ibadah yang menyentuh
rahmat dan nikmat Allah. Kebetulan saya menemukan satu pakem bahwa pertemuan yang dibarengi dengan alunan Al Qur’an,
membaca dan mendengarkannya, syukur-syukur dari awal sampai akhir, Allah akan memberikan rahmat dan nikmatNya. Jadi, secara
batiniah, sema’an Al Qur’an ini menurut saya adalah hiburan yang bersifat hasnah (bernilai baik). Juga, pendekat diri kita kepada
Allah dan tabungan di hari akhir. Itu pula yang benar-benar diyakini para pengikut sema’an Al Qur’an.
Dhawuh 23
3. Di bukit ini terdapat 3 tiang kokoh (panutan), yaitu (1) Syaikh Abdul Qodir Khoiri, seorang wali yang penuh kasih, (2) Abdul Sholih As-
Saliki, seorang wali yang terus menjaga wudhunya demi menempuh jalan berkah, (3) Muhammad Herman, ia adalah wali penutup,
orang-orang terbaik berbaur dengannya. Wahai tuhanku, berilah manfaat dan berkah mereka. Kumpulkan aku bersama mereka.
Dhawuh 24
Mengenai tata krama ziarah kubur, selayaknya lahir batin ditata dengan baik. Saya juga berpesan, kalau seseorang berceramah,
hendaknya ia tidak meneliti siapa yang dimakamkan, juga riwayat hidupnya. Setidaknya hal demikian ini hukumnya makruh.
Dhawuh 25
Tiga orang yang tidur ini hidup sebelum Wali songo. Orang-orang banyak datang kesini. Demikian juga orang-orang yang sakit,
mereka kalau datang ke sini sembuh.
Dhawuh 26
Kelak, bila aku sudah tiada, yang saya tempati ini (makam tambak) bertambah ramai (makmur)
Dhawuh 27
Saya disini hanya ittiba’(mengikuti) kiai sepuh, seperti kiai Fattah dan kiai Mundzir. Di sini, dulu pernah dibuat pertemuan kiai-kiai
pondok besar.
Dhawuh 28
Makam ini yang menemukan keturunan Pangeran Diponegaoro. Dulu, desa ini pernah dibuat istirahat oleh pangeran Diponegoro. Di
desa ini tidak ada shalat dan tidak ada apapun. Keturunan Diponegoro ini ada dua, yang satu menjadi dukun sunat tetapi kalau
berdandan nyentrik, sedang adiknya jadi pemimpin seni jaranan.
Dhawuh 29
Berbaik sangka itu sulit. Jangankan berbaik sangka kepada Allah, kepada para wali dan para kiai sepuh saja sulit.
Dhawuh 30
Di tambak itu, kalau bisa bersabar, akan terasa seperti lautan, dan kalau bisa memanfaatkan, akan banyak sekali manfaatnya. Tapi
kalau tidak bisa memanfaatkan, ia akan bisa menenggelamkan.
Dhawuh 31
Huruf hijaiyah itu ada banyak ada ba’, jim, dhot, sampai ya’. Demikian juga dengan taraf ilmu seseorang. Ada orang yang ilmunya
cuma sampai ba’, ada orang yang ilmunya sampai jim, ada orang yang ilmunya sampai dhot saja. Nah, orang yang ilmunya seperti itu
tidak paham kalau di omongi huruf tha’, apalagi huruf hamzah dan ya’.
Dhawuh 32
Saya bukan kiai, saya ini orang yang terpaksa siap dipanggil kiai. Saya juga bukan ulama. Ulama dan kiai itu beda. Kiai dituntut untuk
punya santri dan pesantren. Ulama itu kata jamak yang artinya beberapa ilmuwan. Ketepatan saja saya punya bapak yang bisa ngaji
dan punya pesantren. Itu pun tidak ada hubungannya dengan saya yang lebih banyak berkelana. Dari berkelana itu lahirlah sema’an
Al Qur’an. Jadi, hiburan “anak-anak” dan saya datang bukan atas nama apa-apa. Hanya salah satu pengikut sama’an Al Qur’an, yang
bukan sami’in setia bukan pengikut yang aktif.
Dhawuh 33
Nanti, kalau suamimu berani menjadi kiai harus sanggup hidup melarat.
Dhawuh 34
Akhirnya (maaf), kita menyadari bahwa kaum ulama, lebih-lebih seperti saya, dituntut untuk menggali dana yang lebih baik, dana
yang benar-benar halal, kalau kita memang mendambakan ridho Allah.
Dhawuh 35
Di era globalisasi ini kita dituntut untuk lebih praktis, tidak terlalu teoretis. Semua kiai dan ulama sekarang ini dituntut mengerti bahwa
dirinya punya satu tugas dari Allah, yakni membawa misi manusiawi.
Dhawuh 36
Kalau ingin pondok pesantrennya besar, itu harus kaya terlebih dahulu. Nah, kaya inilah yang sulit.
Dhawuh 37
Pondok pesantren ini, walaupun kecil, mbok ya biarkan hidup, yang luar biar di luar, yang dalam biar di dalam.
Dhawuh 38
Saya punya pertanyaan buat diri saya sendiri: mampukah saya mengatarkan “anak-anak?” Sedang ulama saja banyak yang kurang
mampu mengantarkan anak-anak untuk saleh dan sukses. Suksenya diraih, salehnya meleset. Di dalam pesantren sama sekali tidak
diajarkan keterampilan. Timbul pertanyaan: Bagaimana anak-anak kami nanti di masa mendatang, bisnisnya, ekonominya, nafkahnya
hariannya? Mungkinkah mereka berumah tangga dengan kondisi seperti ini?.
Dhawuh 39
Mbah, manusia itu kalau punya keinginan, hambatannya Cuma dua. Godaan dan hawa nafsu. Kuat cobaan apa tidak, kuat dicoba
apa tidak.
4. Dhawuh 40
Para santri itu lemah pendidikan keterampilannya. Sudah terlanjur sejak awalnya begitu. Tapi Alhamdulillah, di pesantren-pesantren
seperti Gontor dan pondok pabelan diajarkan keterampilan-keterampilan. Di sana, keterampilannya ada, tapi wiridannya tidak ada.
Saya senang pesantren yang ada wiridannya.
Dhawuh 41
Sukses dalam studi belum menjamin sukses dalam hidup. Pokoknya, di luar buku, di luar bangku, di luar kampus, masih ada kampus
yang lebih besar, yakni kampus Allah. Kita harus banyak belajar. Antara lain belajar dangdut Jawa, belajar tolak berhala, dan belajar
tolak berhala itu sulit sekali! Sulit sekali.
Dhawuh 42
Hidup ini sejak lahir hingga mati, adalah kuliah tanpa bangku.
Dhawuh 43
Mbah, kamu itu ketika mengaji, jika dipanggil ayah, ibu atau putra-putra ayah, siapa saja itu, jangan menunggu selesai mengaji,
langsung saja ditaruh kitabnya, lalu menghadap dengan niat mengaji.
Dhawuh 44
Seorang (santri) yang tak kuat menahan lapar, bahayanya orang (santri) itu di pondok bisa berani banyak utang.
Dhawuh 45
Mbah, kalau kamu menggantungkan kiriman dari rumah, kalau belum dikirim jangan mengharap-harap dikirim, semua sudah diatur
oleh Allah.
Dhawuh 46
Sekarang, mencari orang bodah itu sulit, sebab orang bodoh kini mengaku pintar. Kelak, kalau kamu sekolah, berlaku bodah saja.
Bagaimana caranya? Pura-pura saja, dan harus bisa pura-pura bodoh. Maksudnya, kamu harus pintar membedakan antara orang
bodoh dengan orang yang pura-pura bodoh.
Dhawuh 47
Dunia itu memang sedikit, tapi tanpa dunia, seseorang bisa mecicil (blingsatan).
Dhawuh 48
Jadi orang itu harus mencari yang halal, jangan sampai jadi tukang cukur merangkap jagal.
Dhawuh 49
Miskin dunia sedikitnya berapa, tak ada batasannya demikian juga kaya dunia. Seorang yang kaya pasti ada yang di atasnya,
seorang yang melarat banyak temannya. Orang kaya pasti ada kurangnya. Ini adalah ilmu Jawa, tidak perlu muluk-muluk mengkaji
kitab kuning.
Dhawuh 50
Kamu memilih kaya-sengsara atau melarat-terlunta? Maksudnya, kaya-sengsara itu adalah di dunia diganggu hartanya, sedang di
akhirat banyak pertanyaannya.
Dhawuh 51
Gus, tolong saya didoakan kaya. “kaya buat apa?”, tanya Gus Miek. Buat membiayai anak saya. Royan, kamu tak usah khawatir,
saya berdoa kepada tuhan agar orang selalu baik dan membantu kamu. Adapun orang yang berbuat buruk atau berniat buruk
kepadamu akan saya potong tangannya. Kelak, dirimu saya carikan tempat yang lebih baik dari dunia ini.
Dhawuh 52
Royan, kamu ingin kaya ya? Kalau sudah kaya, nanti kamu repot lho.
Dhawuh 53
Orang kaya yang masuk surga itu syaratnya harus baik dengan tetangganya yang fakir.
Dhawuh 54
Seorang fakir yang tahan uji, yang tetap bisa tertawa dan periang. Sedang hatinya terus mensyukuri keadaan-keadaannya, masih
lebih terhormat dan lebih unggul melebihi siapa pun, termasuk orang dermawan yang 99% hak milinya diberikan karena Allah, tetap
saja masih unggul fakir yang saleh tadi.
Dhawuh 55
Saat memimpin doa pada acara haul KH. Djazuli Ustman, Gus Miek membaca Ayyuha ad-dunya thallaqtuka fa’anta thaliqah.(Wahai
dunia, aku telah menalak kamu, sungguh aku telah mentalak kamu). Gus Miek lalu berhenti dan berkomentar:
Doa-doa seperti ini janan sampai kalian ikut mengamini, belum mengamini saja sudah senin kemis, apalagi mengamini, bertambah
dalam (terperosok) lagi.
Dhawuh 56
5. Maaf, kalau saya harus mengatakan: Anda sebaiknya punya keterampilan. Jangan malu mengerjakan yang kecil, asal halal. Karena
banyak sekali rekanan saya yang malu, misalnya jualan kopi di ujung sana, di sektor informal. Kok jualan kopi sih? Padahal saya
mendambakan menjadi karyawan bank, biar terdengar keren dengan gaji tinggi. Kok ini? Kata mereka. Padahal ini halal menurut
Allah dan sangat mulia. Sayang, mereka salah menempatkan, menjaga gengsi di hadapan manusia. Nah, ini tidak konsekuen, ini
terlanjur salah kaprah. Kalau saya mengatakannya secara salah, saya yang terjepit.
Dhawuh 57
Saya ini kan lain. Walau income resmi enggak ada, tanah tak punya, tapi ada rekanan yang lucu-lucu. Hingga rasa tasyakurlah yang
lebih berkobar. Bukan rasa kurang atau yang lain.
Dhawuh 58
Ada satu kios kecil yang isi dengan kebutuhan kampung seperti lombok, beras dan gula, di tempat yang sami’in tidak tahu. Kios itu
saya percayakan pada seseorang. Terserah dia! Dan, tidak harus untung. Mungkin dia sendiri harus belajar untuk menerima
kenyataan. Termasuk untuk tidak untung.
Dhawuh 59
Jadilah seburuk-buruk manusia di mata manusia tetapi luhur di mata Allah.
Dhawuh 60
Tidak apa-apa dianggap seperti PKI tetapi kelak masuk surga.
Dhawuh 61
Hidup itu yang penting satu, keteladanan.
Dhawuh 62
Kunci sukses adalah bergaul, dan di dalam bergaul kita harus ramah terhadap siapa saja. Sedang prinsipnya adalah bahwa
pergaulan harus menjadikan cita-cita dan idaman kita tercapai, jangan sebaliknya.
Dhawuh 63
Segala langkah, ucapan, dan perbuatan itu yang penting ikhlas, hatinya ditata yang benar, tidak pamrih apa-apa.
Dhawuh 64
Kalau ada orang yang menggunjing aku, aku enggak usah kamu bela. Kalau masih kuat, silakan dengarkan, tapi kalau sudah tidak
kuat, menyingkirlah.
Dhawuh 65
Kalau ada orang yang menjelek-jelekkan, temani saja, jangan menjelek-jelekkan orang yang menjelek-jelekkan. Kalau memang
senang mengikuti sunnah nabi, ya jangan dijauhi mereka itu karena nabi itu rahmatan lil alamin.
Dhawuh 66
Kita anggota sami’in Dzikrul Ghofilin khususnya, ayo ramah tamah secara lahir dan batin dengan orang lain, dengan sesame, kita
sama-sama manusia, walaupun berbeda wirid dan aliran. Kita harus mendukung kanan dan kiri yang sudah terlanjur mantab dalam
Naqsabandiyah, Qodiriyah, atau ustadz-ustadz Tarekat Mu’tabarah. Jangan sampai terpancing untuk tidak suka, tidak menghormati
pada salah satu wirid yang jelas muktabar dengan pedoman-pedoman yang sudah terang, khusus dan tegas
Dhawuh 67
Tadi ada orang bertanya: Gus, saya ini di kampung bersama orang banyak. Jawab saya: Yang penting ingat pada Allah, tidak merasa
lebih suci dari yang lain, tidak sempat melirik maksiat orang lain, dengan siapa saja mempunyai hati yang baik, itulah ciri khas
pengamal Dzikrul Ghofilin.
Dhawuh 68
Era sekarang, orang yang selamat itu adalah orang yang apa adanya, lugu dan menyisihkan diri.
Dhawuh 69
“Miftah, kamu masih tetap suka bertarung pencak silat?” Tanya Gus Miek. Lha bagaimana Gus, saya ikut, jawab Miftah. “Kalau kamu
masih suka (bertarung) pencak, jangan mengharap baunya surga.”
Dhawuh 70
Saya lebih tertarik pada salah seorang ulama terdahulu, contohnya Ahmad bin Hambal. Kalau masuk tempat hiburan yang
diharamkan Islam, dia justru berdoa: “Ya Allah, seperti halnya Kau buat orang-orang ini berpesta pora di tempat seperti ini, semoga
berpesta poralah mereka di akhirat nanti. Seperti halnya orang-orang di sini bahagia, semoga berbahagia pula mereka di akhirat
nanti.” Ini kan doa yang mahal sekali dan sangat halus. Tampak bahwa Ahmad bin Hambal tidak suka model unjuk rasa, demonstrasi
anti ini anti itu. Apalagi seperti saya yang seorang musafir, saya dituntut untuk lebih menguasai bahasa kata, bahasa gaul, dan
bahasa hati.
Dhawuh 71
Seorang yang diolok-olok atau dicela orang lain, apa itu termasuk sabar? Badanya sakit, anaknya juga sakit, istrinya meninggal, apa
itu juga termasuk sabar? Hartanya hancur, istrinya mati, anaknya juga mati, apa itu termasuk orang yang sudah sabar? Seperti itu
tidak bisa disebut sebagai orang sabar, entah sabar itu bagaimana, aku sendiri tidak mengerti.
6. Dhawuh 72
Tadi, ada orang yang bertanya: periuk terguling, anak-istri rewel, hati sumpek, pikiran ruwet, apa perlu pikulan ini (tanggung jawab
keluarga) saya lepaskan untuk mencari sungai yang dalam (buat bunuh diri). Saya jawab: Jangan kecil hati, siapa ingin berbincng-
bincang dengan Allah, bacalah Al Qur’an.
Dhawuh 73
Tadi ada yang bertanya: Gus, bagaimana ya, ibadah saya sudah bagus, shalat saya juga bagus, tetapi musibah kok datang dan
pergi? Saya jawab: mungkin masih banyak dosanya, mungkin juga bakal diangkat derajat akhiratnya oleh Allah; janganlah berkecil
hati.
Dhawuh 74
Orang-orang membacakan Al-Fatehah untukku, katanya aku ini sakit. Aku ini tidak sakit, hanya fisikku saja yang tidak kuat karena
aktivitasku ini hanya dari mobil ke mobil, dan tidak pernah libur.
Dhawuh 75
Ada empat macam perempuan yan diidam-idamkan semua orang (lelaki). Perempuan yang kaya, perempuan bangsawan, dan
perempuan yang cantik. Tapi ada satu kelebihan yan tidak dimiliki oleh ketiga perempuan itu, yaitu perempuan yang berbudi.
Dhawuh 76
Anaknya orang biasa itu ada yang baik dan ada yang jelek. Demikian juga anaknya kiai, ada yang baik dan ada yang jelek.
Jangankan anaknya orang biasa atau anaknya kiai, anaknya nabi pun ada yang berisi dan ada yang kosong. Kalau sudah begini,
yang paling baik bagi kita adalah berdoa.
Dhawuh 77
Di tengah-tengah sulitnya kita mengarahkan istri, menata rumah tangga, dan sulitnya menciptakan sesuatu yang indah, sedang
tanda-tanda musibah pun tampak di depan mata, semua itu menuntut kita menyusun ketahanan batiniah, berusaha bagaimana agar
Allah sayang dan perhatian kepada kita semua.
Dhawuh 78
Tadi, ada orang yang bertanya: anak saya nakal, ditekan justru menjadi-jadi, bagaimana Gus? Nasehat orang tua terhadap anaknya
janganlah menggunakan bahasa militer, pakailah bahasa kata, bahasa gaul, dan bahasa hati.
Dhawuh 79
Gus, kenapa Anda menamakan anak Anda dengan bahasa Arab dan non Arab? Begini, alas an saya menamakan dengan dua
bahasa itu karena mbahnya dua; mbahnya di sini santri, mbahnya di sana bukan. Mbahnya di sini biar memanggil Tajud karena
santri, mbahnya di sana yang bukan santri biar memanggil Herucokro; mbanya di sini biar memanggil sabuth, mbahnya di sana biar
memanggil panotoprojo.
Dhawuh 80
Menurut Anda, bagaimana sebaik-baiknya busana muslim itu? Jilbab kan banyak dipertentangkan akhir-akhir ini? Pada akhirnya,
seperti penggabungan Indonesia, Siangapura, Malaysia, Thailand, Brunei, dan Filipina menjadi ASEAN, tidak menutup kemungkinan,
ada bahasa dan busana ASEAN. Sehingga siapa pun dengan terpaksa untuk ikut dan patuh. Ya, kita sebagai orang tua harus diam
kalau itu nanti terjadi, dan kalau ingin selamat, ya mulai sekarang kita harus berbenah.
Dhawuh 81
Saya kira-kira dituntut untuk lebih menggalakkan ibadatul qalbi (ibadah dalam hati). Mungkin begitu. Sebetulnya putrid rekan-rekan
ulama juga sudah banya yang terbawa arus; ya sebagian ada yang masih mengikuti aturan, tetap berjilbab, misalnya. Tetapi ada juga
yang tetap berjilbab karena sungkan lantaran orang tuanya mubaligh. Secara umum, sudah banyak yang terbawa arus.
Dhawuh 82
Dunia ini semakin lama semakin gelap, banyak hamba Allah yang bingung, dan sebagian sudah gila. Sahabat Muazd bin Jabbal
berkata: “siapa yang ingat Allah di tengah-tengah dunia yang ramainya seperti pasar ini, dia sama dengan menyinari alam ini.”
Dhawuh 83
Memiliki lidah atau mulut itu jangan dibirkan saja, lebih baik dibuat zikir pada Allah, dilanggengkan membaca lafal Allah.
Dhawuh 84
Hadirin tadi ada orang yang bertanya: Gus, pendengar Al Qur’an ini kalau usai shalat fardhu, yang terbaik membaca apa ya? Saya
jawab: Untuk wiridan, kecuali kalian yang sudah mengikuti sebagian tarekat mu’tabarah, baik membaca Al Fatehah 100 kali. Ini juga
menjadi simbolnya Dzikrul Ghofilin. Resepnya, mengikuti imam Abu Hamid Al Ghazali, yang juga diijasahnya oleh adiknya, Syaikh
Ahmad Al Ghazali.
Dhawuh 85
Trimah, kamu pasti mau bertanya: Kiai, wiridannya apa, mau bertanya begitu kan? Tidak sulit-sulit, baca shalawat sekali, pahalanya
10 kali lipat; jangan repot-repot, baca shallallah ‘ala Muhammad, itu saja, yang penting benar.
Dhawuh 86
7. Saya punya penyakit yang orang lain tidak tahu. Saya ini terus terang tamak, takabur yang terselubung, dan diam-diam ingin kaya.
Padahal saya punya persoalan khusu dengan Allah. Artinya, saya adalah hamba yang diceramahkan, sedang Allah yang sudah saya
yakini adalah sutradara.
Dhawuh 87
Persoalan mengenai hakikat hidup di dunia masih sering kita anggap remeh. Olih karena itu, sangat perlu dilakukan sebentuk
muhasabah. Sejauh mana tauhid kita, misalnya. Dan, ternyata kita belum apa-apa. Kita belum menjadi mukmin dan muslim yang
kuat.
Dhawuh 88
Taqarrub (pendekatan) kita kepada Allah seharusnya menjadi obat penawar bagi kita. Apa pun yang terjadi, apa pun yang diberikan
Allah, syukuri saja. Sayang, terkadang kita belum bisa menciptakan keadaan yang demikian. Kita seharusnya bangga menjadi orang
yang fakir. Sebab sebagian penghuni surga itu adalah orang –orang fakir yang baik.
Dhawuh 89
Dahulu, pada usia sekitar 10 tahun, saya sering didekati orang,dikira saya itu siapa. Ungkapan orang yang datang kepada saya itu-itu
saja: minta restu atau mengungkapkan kekurangan, terutama yang berhubungan dengan materi. Perempuan yang mau melahirkan
juga datang. Dikira saya ini bidan. Karena makin banyak orang berdatangan, lalu saya menyimpulkan: jangan-jangan saya ini senang
dihormati orang, jangan-jangan saya ini dianggap dukun tiban juru penolong atau orang sakti.
Dhawuh 90
Surga itu miliknya orang-orang yang sembahyang tepat pada waktunya.
Dhawuh 91
Shalat itu, yang paling baik, di tengah-tengah Al-Fatehah harus jernih pikiran dan hati.
Dhawuh 92
Shalat itu, yang paling baik adalah berpikir di tengah-tengah membaca Al-Fatehah.
Dhawuh 93
Coro pethek bodon. Di akhirat, bila berbuat buruk satu, berbuat baik satu itu rugi. Di akhirat, bila berbuat buruk satu, berbuat baik dua
itu rugi. Di akhirat, bila berbuat buruk satu, berbuat baik tiga itu baru untung.
Dhawuh 94
Kalau kamu ingin meningkat satu strip, barang yang kamu sayangi ketika diminta orang, berikan saja. Itu naik 1 strip, lebih-lebih
sebelum diminta, tentu akan naik 1 strip lagi.
Dhawuh 95
Seorang yang berani melakukan dosa, harus berani pula bertobat.
Dhawuh 96
Kalau kamu mengerjakan kebaikan, sebaiknya kau simpan rapat-rapat; kalau melakukan keburukan, terserah kamu saja: mau kau
simpan atau kau siarkan.
Dhawuh 97
Kowe arep nandi Sir? Tanya Gus Miek. Badhe tumut ujian, jawab Siroj. Kapan? tanya Gus miek . sak niki, jawab Siroj. Golek opo?,
Tanya Gus Miek lagi. “Ijasah,” jawab Siroj juga. Lho kowe ntukmu melu ujian ki mung golek ijasah, e mbok sepuluh tak gaekne. Yoh,
dolan melu aku.
Artinya:
Kalau kamu ikut ujian hanya untuk ijasah, sini, mau 10 saya buatkan, ayo ikut saya.
Dhawuh 98
“Kamu mau kemana sir?” Mau ngaji. “Biar dapat apa?” Biar masuk surga. “jadi, alasan kamu mengaji itu hanya untuk mencari surga?
Jadi, surga bisa kamu peroleh dengan mengaji? Kalau begitu, sudah kitabmu ditaruh saja, ayo ikut bersama saya ke Malang.
Dhawuh 99
Saya katakana kepada anak-anak, Dzikrul Ghofilin jangan sampai diiklankan atau dipromosikan sebagai senjata pengatrol
kesuksesan duniawi.
Dhawuh 100
Saya imbau, jangan sampai ada yang berjaga lailatul Qodar, itu ibarat memikat burung perkutut.
Dhawuh 101
Belum tahun 2000 saja sudah begini; bagaimana kelak di atas tahun 2000? Dunia ini semakin lama semakin panas, semakin lama
semakin panas, semakin lama semakin panas.
Dhawuh 102
Saya senang orang-orang Nganjuk karena orangnya kecil-kecil. Ini sesuai sabda nabi: “Orang itu yang baik berat badannya 50.”
Juga, ada sabda lain yang menguatkan : “Orang paling aku cintai di antara kalian adalah orang yang paling sedikit makannya.” Ini
8. sesuai firman Allah: Yang telah memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan rasa lapar dan mengamankan mereka dari
rasa takut (QS. Quraiys: 4).
Lapar adalah syarat untuk menghasilkan tujuan. Maka, siapa tidak senang lapar, ia bukan bagian dari ahli khalwat (menyendiri).
Dhawuh 103
Miftah, kalau kamu nanti sudah pulang dari mondok, jangan suka menjadi orang terdepan.
Dhawuh 104
Biarkan dunia ini maju. Akan tetapi, bagi kita umat Islam, akan lebih baik kalau kemajuan di bidang lahiriah dan umumiyah ini
dibarengi dengan iman, ubudiyah, serta sejumlah keterampilan positif. Jadi, memasuki era globalisasi menuntut kita untuk lebih
meyakini bahwa shalat lima waktu itu, misalnya, adalah senam atau olah raga yang paling baik. Setidak-tidaknya, bagi orang Jawa
bangun pagi itu tentu baik. Apalagi kita yang mukmin. Dengan bangun pagi dan menyakini bahwa kegiatan shalat Subuh adalah
senam olah raga yang paling baik, otomatis kita tersentuh untuk bergegas selakukan itu.
Dhawuh 105
Sir, kalau kamu mau bertemu aku, bacalah Al-Fatehah 100 kali.
Dhawuh 106
Kalau mau mencari aku, di mana dan kapan saja, silakan baca surah Al-Fatehah.
Dhawuh 107
Mbah, kalau kamu mau bertemu aku, sedang kamu masih repot, kirimi saja aku Al-Fatehah, 41kali.
Dhawuh 108
Mencari aku itu sulit; kalau mau bertemu dengan aku, akrablah dengan keluargaku, itu sama saja dengan bertemu aku.
“KI DAWUH MBAH KYAI TANJANG
babatan aLas sesepoh dusun
DONTANG”
Kewajiban kito ono saben dino.. Ngelakoni dateng printahe agomo.. Ngajak Bagus Nyegah Munkar Ojo leno..
Mbesok Uripe supoyo Ora Tuno.. iki Zaman Zaman kemajuan.. Zaman Modrn Wes akeh Kemungkaran.. Al-qur'an
Mung ditumpuk kanggo perhiasan.. malah seng diutama'ake moco koran.. mugi allah maringi kenikmatan.. dateng
kito tetep seger kwarasan.. Urep Kanthi netepi taqwa lan iman.. supoyo besok angsal syafa'ate alqur'an..