This research aims to map the problems posed by COVID-19 to tourism conditions in North Sumatra to near the condition of zero tourism. To date, no effort can be made by the tourism industry to solve the problem of COVID-19, only await the government in tackling it. From The study it was found that the keys indicators in measuring the impact of COVID-19 on tourism are; The impact on economic, social, environmental also the assessment through time, change, and quality of tourism. A new founding is that the impact of tourism can also be assessed through time, change, and quality of tourism. This data is using qualitative methods through in-depth interviews to four major stakeholders of the tourism industry; management of tourist destinations, tour agencies, accommodation and transportation services. The results of this study illustrated the chronology of tourism activities to zero tourism situation, from the four main stakholders, which in charge of transportation services and tour agency was the most affected
stakeholder and could not operate in the time of COVID-19. The results of the study can be a formula in formulating strategic tourism management policy during the outbreak until the tourism activity can be normal again.
1. Jurnal ini sudah publish dalam bahasa inggris dengan judul :
Tourism & Covid-19 (Coronavirus Impact Inventory to Tourism Stakeholders in North
Sumatera)
Samerdanta Sinulingga
Universitas Sumatera Utara, Indonesia
danta@usu.ac.id
Budapest International Research and Critics Institute-Journal (BIRCI-Journal)
Volume 4, No. 1, February 2021, Page: 170-179
e-ISSN: 2615-3076 (Online), p-ISSN: 2615-1715 (Print)
www.bircu-journal.com/index.php/birci
email: birci.journal@gmail.com
DOI: https://doi.org/10.33258/birci.v4i1.1562
http://www.bircu-journal.com/index.php/birci/article/view/1562/0
2. TOURISM & COVID-19
(INVENTARISASI DAMPAK CORONAVIRUS
TERHADAP STAKEHOLDER PARIWISATA DI SUMATERA UTARA)
Samerdanta Sinulingga*, Solahuddin Nasution
Universitas Sumatera Utara
email: danta@usu.ac.id
ORCID ID: 0000-0002-9178-4335
Abstract
This research aims to map the problems posed by COVID-19 to tourism conditions in North
Sumatra to near the condition of zero tourism. To date, no effort can be made by the tourism
industry to solve the problem of COVID-19, only await the government in tackling it. From The
study it was found that the keys indicators in measuring the impact of COVID-19 on tourism are;
The impact on economic, social, environmental also the assessment through time, change, and
quality of tourism. A new founding is that the impact of tourism can also be assessed through time,
change, and quality of tourism. This data is using qualitative methods through in-depth interviews
to four major stakeholders of the tourism industry; management of tourist destinations, tour
agencies, accommodation and transportation services. The results of this study illustrated the
chronology of tourism activities to zero tourism situation, from the four main stakholders, which
in charge of transportation services and tour agency was the most affected
stakeholder and could not operate in the time of COVID-19. The results of the study can be a
formula in formulating strategic tourism management policy during the outbreak until the tourism
activity can be normal again.
Keywords: impact COVID-19, tourism stakeholder, 4 'A's of tourism, tourism impact
Pendahuluan
Coronavirus atau COVID-19 memberikan dampak sangat besar terhadap atmosfir pariwisata
secara global khususnya di tahun 2020. Dengan penyebaran yang sangat cepat, COVID-19 mampu
membuat berbagai negara di dunia mengkarantina diri dan mempengaruhi 60 juta orang di seluruh
dunia baik secara ekonomi, sosial dan lingkungan (Zandi, Februari 06, 2020). COVID-19 sudah
dikategorikan sebagai pandemi, membatasi pergerakan manusia dan barang, mengganggu
komponen vital kehidupan manusia seperti: perjalanan, perdagangan, persediaan makanan, pasar
keuangan (OSHA, Maret 13, 2020; Chinazzi et al, 2020) dan yang terparah adalah manusia tidak
bisa serta-merta memberikan bantuan teknis tanpa perlengkapan yang memadai, ketidaksiapan
dalam penyaluran bantuan juga dapat berdampak berbahaya (World Health Organization, Februari
03, 2020). Apabila diperhatikan dengan seksama, wabah ini hampir membuat manusia tidak bisa
3. melakukan apapun terkecuali berdiam di rumah (Stay at Home) (World Tourism Organization,
Maret 23, 2020).
Pariwisata merupakan pendorong kuat pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan
kerja (Kementerian Kelautan dan Perikanan, Desember 11, 2019). Dengan pertumbuhan
menyentuh angka US$ 7 trillion, sektor jasa pariwisata menyumbang 10,4 persen dari Produk
Domestik Bruto (PDB) global, dari hal ini menjadikan pariwisata sebagai sektor ekspor global
terbesar ketiga di dunia, setelah bahan kimia dan bahan bakar. Kontribusi pariwisata terhadap PDB
global diperkirakan akan tumbuh rata-rata 3,8 persen per tahun selama 10 tahun ke depan.
Pariwisata dapat dikatakan sebagai mesin pencipta lapangan kerja, yang mampu mendukung 313
juta orang di seluruh dunia, atau satu dari sepuluh pekerjaan yang ada di seluruh dunia (Ward,
Januari 01, 2017; Perrottet, Januari 01, 2019).
Berbagai hal di atas kemudian terkoreksi secara signifikan oleh wabah COVID-19.
Pariwisata global lumpuh dalam kurun waktu beberapa bulan saja (OECD. Maret 2, 2020).
Kejadian ini membuat seluruh pariwisata di Asia sangat terpukul dengan kehilangan penerimaan
Negara mencapai $ 105-115 billion (Carnell, Februari 24, 2020). UNWTO memprediksi akan
terjadi penurunan kunjungan wisatawan 20%-30% di tahun 2020 (World Tourism Organization.
Maret 27, 2020). Apabila hal ini terus berlanjut, WTTC memprediksi pariwisata global dapat
terkena dampak negatif hingga 25 persen tahun 2020. Ini setara dengan hilangnya tiga bulan masa
perjalanan global. Hal tersebut bisa mengarah pada pengurangan pekerjaan 12-14 persen (World
Travel & Tourism Council, Maret 13, 2020).
Dampak COVID-19 juga sangat mempengaruhi sektor pariwisata di Indonesia (Budiyanti,
2020), khususnya Provinsi Sumatera Utara. Tercatat kunjungan wisatawan mancanegara ke
Sumatera Utara turun 14,82 persen Januari 2020 (Alfi, Maret 02, 2020), hingga april hampir
menyentuh zero tourism atau sebuah masa hilangnya aktivitas wisata karena karantina wilayah.
Apabila ditelisik kembali ke belakang, telah banyak usaha yang dilakukan pemerintah untuk
meningkatkan pembangunan di sektor pariwisata agar mampu menarik minat wisatawan (Utami,
2016) khususnya di Provinsi Sumatera Utara. Provinsi Sumatera Utara sendiri memiliki salah-satu
destinasi pariwisata super prioritas pembangunan pariwisata Indonesia yaitu Danau Toba
(Kementerian PUPR, 2019). Melalui visi Mewujudkan Kawasan Strategis pariwisata Nasional
Danau Toba sebagai destinasi pariwisata terkemuka, berkelas dunia, berdaya saing, dalam
lingkungan masyarakat yang maju, mandiri dan sejahtera (Badan Pengembangan Infrastruktur
Wilayah, Maret 27, 2020), pemerintah mengumpulkan dana dengan nilai total investasi swasta
hingga 6,1 triliun rupiah (Tri, Desember 6, 2019) untuk pembangunan destinasi wisata
internasional di Sumatera Utara.
Berdasarkan data di atas, hal yang pertama kali harus dilakukan adalah mengidentifikasi
permasalahan dari dampak COVID-19 terhadap sektor pariwisata di Sumatera Utara. Hal ini
dilakukan karena semakin merebaknya spekulasi/simpang-siur informasi mengenai dampak
COVID-19 terhadap Pariwisata di Sumatera Utara (Sudiar, Maret 27, 2020). Disinilah letak
urgensi penelitian ini, karena masyarakat dan peneliti lainnya ingin mendapat informasi secara
akurat, utuh dan ilmiah mengenai hal tersebut. Penelitian ini akan memperjelas dampak dan
4. permasalahan yang dihadapi oleh stakeholder pariwisata di Sumatera Utara. Informasi Tourism
dan COVID-19 di Sumatera Utara masih sebatas berita online, surat kabar dan opini-opini individu
yang perlu disusun dan dikaji sehingga dapat ditampilkan secara ilmiah. Hasil inventarisasi dari
penelitian ini dapat digunakan dalam penyusunan strategi mitigasi dan penanganan pariwisata di
Sumatera Utara saat dan pasca isu COVID-19. Kesalahan dalam mengidentifikasi permasalahan
akan berimbas pada kekeliruan menyusun skema perencanaan hingga pelaksanaan nantinya
(Avwontom, Maret 27, 2020). Matherne (2004) menyatakan ‘If you fail to plan, you are planning
to fail’. Tujuan dari penelitian ini menginventarisasi seluruh dampak dan permasalahan yang
sedang dihadapi oleh seluruh stakeholder pariwisata di Sumatera Utara. Inventarisasi inilah yang
akan menjadi sumbangsih kepada masyarakat dan penelitian berikutnya yang ingin mengkaji
solusi dari dampak COVID-19 terhadap pariwisata di Provinsi Sumatera Utara.
Teori
Inventarisasi Dampak Pariwisata
Dalam laporan UNWTO yang berjudul “Impact assessment of the COVID-19 outbreak on
international tourism” menunjukkan pola teori dalam meng-inventarisasi dampak COVID-19
terhadap berbagai sektor pariwisata (World Tourism Organization. Maret 27, 2020). Dalam
assessment atau teknik penilaian UNWTO, tersusun beberapa indikator yang dapat diukur, yaitu:
1. Penilaian Dampak Melalui Waktu: dampak COVID-19 terhadap pariwisata diukur dengan
cara membandingkan sebelum dan sesudah wabah tersebut berlangsung.
2. Penilaian Dampak Melalui Perubahan: dampak COVID-19 terhadap pariwisata diukur
melalui perubahan yang terjadi secara signifikan di dalam Industri Pariwisata di Provinsi
Sumatera Utara, dapat berwujud negatif maupun positif (Muresherwa, 2020). Secara
umum pengaruh negatif dari pariwisata dapat berupa hal konflik, shock, penurunan,
kelemahan dan sebagainya, sedangkah pengaruh positif dapat berupa pertumbuhan,
peluang, support (dukungan), peningkatan kualitas dan sebagainya. Penilaian dampak
melalui perubahan dapat diukur dari dua sudut pandang yaitu dampak langsung atau aktif
dan dampak tidak langsung atau pasif (Ciangă, 2017), dan dalam penelitian ini yang diukur
hanyalah dampak langsung COVID-19 terhadap stakeholder pariwisata di Sumatera Utara.
3. Penilaian Dampak Melalui Kualitas Pariwisata: dampak COVID-19 terhadap pariwisata
diukur dari terimbasnya komponen 4A yaitu Atraksi Wisata, Aksesibilitas Wisata,
Amenities, Ancillary Services (Cooper, 2000), di Provinsi Sumatera Utara. dalam
mengukur kualitas pariwisata dapat juga melihat bagaimana tingkat kepercayaan
wisatawan dalam mengunjungi lokasi wisata di moment wabah ini berlangsung pada
Provinsi Sumatera Utara.
4. Penilaian Dampak Melalui Ekonomi, Sosial dan Lingkungan: dampak COVID-19 terhadap
pariwisata diukur dari pengaruh yang diberikan kepada Ekonomi, Sosial dan Lingkungan
(Muresherwa, 2020). Secara umum, lingkup kajian ini sangatlah luas, memerlukan sumber
daya yang besar dalam pelaksanaanya, memakai ragam metode dan referensi yang besar
5. karena menyentuh berbagai elemen di dalam bidang ilmu pariwisata. UNWTO sangat
menyadari kesulitan dalam mengukur elemen ini, maka dari itu peneliti lainnya dibebaskan
untuk mengambil ranah spesifik ataupun umum di dalam penelitiannya dari ketiga kategori
tersebut.
Teori di atas merupakan sebuah kesatuan yang dapat dijelaskan secara sekaligus dalam hal
tertentu, karena satu dengan yang lainnya memiliki hubungan yang erat.
Stakeholder Pariwisata
Zehrer (2014) menyatakan bahwa human resources atau sumber daya manusia dalam
pariwisata dapat diartikan sebagai stakeholder atau pelaku yang melaksanakan layanan pariwisata
baik secara aktif maupun pasif. Stakeholder sendiri menurut Nare (2017) terbagi dua jenis yaitu
major stakeholders dan minor stakeholders. Dijelaskan oleh Nare bahwa: “…Major stakeholders
have a high level of ability to influence the outcome of a decision and also have an interest in the
outcome while minor stakeholders have low ability to influence the decision. Dalam penelitian ini
dampak yang akan dikaji berasal dari pelaku yang berada dalam lingkup komponen 4A yang
merupakan major stakeholders di dalam: Atraksi Wisata, Aksesibilitas Wisata, Amenities,
Ancillary Services (Cooper, 2000). maka penelitian ini akan mengkaji: Dampak COVID-19
terhadap Penyedia jasa Daya Tarik Wisata, Dampak COVID-19 terhadap Tour Agency, Dampak
COVID-19 terhadap Akomodasi, Dampak COVID-19 terhadap penyedia jasa Transportasi Wisata
di Provinsi Sumatera Utara.
Metode Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif, menggunakan ilmu fenomenologi. Subjek
penelitian dalam penelitian ini adalah major stakeholder yaitu pemangku kepentingan yang
memiliki kepentingan langsung di Provinsi Sumatera Utara, seperti: Penyedia jasa Daya Tarik
Wisata, Tour Agency, Akomodasi dan penyedia jasa Transportasi Wisata. Untuk memberikan
generalisasi maka yang menjadi narasumber adalah Ketua Gabungan Industri Pariwisata Sumatera
Utara sebagai informan kunci, Informan Utama yaitu Ketua Perhimpuan Hotel dan Restoran
Indonesia Region Sumatera Utara, Asosiasi Experiential Learning Indonesia (AELI) region
Sumatera Utara, Komunitas Pemandu Alam Sumatera Utara, Ketua Association of The Indonesian
Tours And Travel Agencies (ASITA) Region Sumatera Utara. Rentang waktu penelitian sampai
terakhir data dikumpulkan yaitu data 3 tahun terakhir (berdasarkan skema pertanyaan/wawancara
dengan informan) hingga tanggal 6 April 2020. Teknik pengambilan informan menggunakan
purposive sampling dan snowball sampling. Sumber data dalam penelitian ini ada 2 yaitu: 1)
sumber data primer (wawancara dengan informan), 2) sumber data sekunder (informasi
digital/ebook, sumber berita online, buku). Instrumen Penelitian ini menggunakan pedoman
wawancara semi-struktur. Teknik observasi menggunakan observasi Non-Partisipatoris. Teknik
analisis data dalam penelitian ini menggunakan model Miles dan Huberman dalam Yusuf
(2016:407), seperti: reduksi data, display data, penarikan kesimpulan/verifikasi.
6. Hasil dan Temuan
Dampak COVID-19 terhadap Penyedia Jasa Daya Tarik Wisata (DTW)
Asosiasi Experiential Learning Indonesia (AELI) region Sumatera Utara yang
beranggotakan seluruh penyedia jasa Outbound/Outdoor dibawah sertifikasi Kementerian
Pariwisata dan ekonomi kreatif menyatakan bahwa dalam kurun waktu 3 tahun (2017-2019)
peningkatan permintaan jenis wisata outbound di Sumatera Utara sangat besar. Permintaan
tersebut mampu menyentuh angka hingga 30% di akhir tahun 2019 atau 2 permintaan per bulannya
di setiap penyedia jasa, namun, hal tersebut terkoreksi secara signifikan hingga Zero/Nol di bulan
Maret tahun 2020 (seiring dengan instruksi pemerintah surat edaran Nomor: 440/2666/2020
mengenai Peningkatan Kewaspadaan Terhadap Resiko Penularan Infeksi Corona Virus Disease
(Covid-19) Di Sumatera Utara. Penyedia jasa mengestimasi kerugian mampu menyentuh angka
1,2 Miliar Rupiah di Semester I. Apabila di semester I tahun 2020 ini ternyata isu COVID-19 tidak
juga menunjukkan perubahan yang positif, setiap penyedia jasa akan merumahkan pekerja atau
staff-nya hingga 50% dari 2.368 pekerja di penyedia jasa daya tarik Outbound/Outdoor, dan jika
dampak wabah masih terus berlanjut maka di semester II, meningkat 25%. Penyedia jasa
menyiapkan skenario jika isu ini selesai pada semester I maka hal yang dilakukan adalah
meningkatkan volume pemberitaan positif kondisi wisata dengan skala massive/besar sehingga
mampu memotivasi calon wisatawan untuk melakukan kegiatan wisata outbound/outdoor.
Hal tersebut juga berlaku di seluruh penyedia jasa wisata alam, budaya dan buatan manusia
di Provinsi Sumatera Utara seperti jasa wisata pemandian alam, museum, Kebun Binatang, Fun-
land, pusat-pusat wisata belanja dan pusat wisata sejarah. Pemandu Wisata Alam Kabupaten
Langkat menyatakan bahwa pergerakan penurunan kunjungan wisatawan karena dampak COVID-
19 mulai terjadi pada awal bulan Februari tahun 2020. Dimana sejak tahun 2017-2019,
peningkatan kunjungan wisatawan ke lokasi Body Rafting Kabupaten Langkat bertumbuh secara
bertahap, dan tercatat penyedia jasa pemandian alam mampu menerima kunjungan lebih dari 5000
orang per minggu yang menyebar di setiap lokasi pemandian alam yang tersedia di Kabupaten
Langkat. Penyedia Jasa DTW meraup pendapatan lebih dari 7 juta rupiah per minggunya. Untuk
saat ini, mulai bulan Maret hingga pertengahan April, wisatawan yang berkunjung hanya 15 orang
atau 0,3% dari total keseluruhan, dan terus menunjukkan tren hingga Zero Tourism atau sebuah
masa hilangnya aktivitas wisata karena karantina wilayah. Melalui data lapangan, sebenarnya
antusiasme wisatawan domestik masih terbilang cukup tinggi dalam berwisata, masih ada
pemesanan dan order walau Surat Edaran Gubernur telah disampaikan, namun hal yang terjadi
adalah Pengelola Wisata saat ini tidak percaya kepada tamu atau wisatawan yang berkunjung.
Pengelola jasa sangat khawatir bahwa besar kemungkinan wisatawan atau tamu yang berkunjung
dapat saja membawa wabah pandemi ini.
Hal ini juga menjadi keresahan bagi wisatawan terutama wisatawan mancanegara
(khususnya Eropa). Penyedia jasa wisata yang memiliki hubungan yang baik dengan wisatawan
mancanegara menyampaikan bahwa adanya kecenderungan trauma yang luar biasa bagi
wisatawan Eropa berkunjung kembali ke destinasi wisata di Asia. Besar kemungkinan market
7. wisatawan Eropa akan sangat tidak stabil hingga awal tahun 2021. Dengan pariwisata yang rentan
terhadap isu-isu sosial, terutama isu pembukaan kembali pasar di Wuhan yang tetap menjual
binatang-binatang liar terutama kelelawar yang diduga menjadi sumber awal penyakit virus
corona, menjadi sebuah aspek besar yang mempengaruhi keputusan berwisata wisatawan Eropa
mengunjungi wilayah Asia. Dampak hal ini tentu akan menjadi tantangan dan hambatan yang
sangat besar bagi penyedia jasa daya tarik wisata di Provinsi Sumatera Utara yang mengincar
market wisatawan Eropa.
Dari hal negatif tersebut, terdapat pula hal positif yang terjadi dari karantina wilayah ini,
terutama pada kawasan yang mengangkat tema alam khususnya protected area atau kawasan
terlindungi seperti Tangkahan dan Bukit Lawang. Walaupun larangan berkerumun telah
disampaikan, masyarakat tetap berinisiatif untuk me-revitalisasi kondisi alam melalui pembersihan
palung dan sempadan sungai juga hutan. masyarakat pemerhati lingkungan di sekitar kawasan
terlindungi tersebut mengungkapkan bahwa kondisi ini membuka peluang yang sangat besar untuk
alam (khususnya zona penyangga/zona pemanfaatan) dalam me-recover diri.
Dampak COVID-19 terhadap Tour Agency
Dampak Zero Tourism yang diakibatkan oleh COVID-19 juga sangat mempengaruhi
sektor-sektor yang menjual tour package. Titik pertama permasalahan tour agency dimulai awal
tahun 2018 dengan naikknya harga tiket dan adanya beban biaya tambahan bagi kostumer yang
memiliki kelebihan berat bagasi. Sistem ekonomi tour packaging Indonesia yang selalu
mengutamakan harga yang kompetitif harus terkoreksi secara signifikan. Lonjakan harga tiket
pesawat berdampak pada perubahan harga paket tour yang semakin mahal. Tour agency harus
memperbaiki tarif harga secara cepat yang membuat atmosfer pariwisata di Indonesia shock
terutama paket tour domestik dan inbound. Keluhan wisatawan tak dapat dihindari terutama saat
peningkatan harga tidak sama dengan peningkatan jasa layanan yang diterima kostumer. Dengan
harga yang meningkat masih ada juga kerusakan bagasi yang terjadi, dan permasalahan lainnya
yang sama ketika harga belum berubah. Untuk mempertahankan harga yang sebelumnya telah
dipasarkan secara besar-besaran, tour agency terpaksa harus menciptakan strategi agar tidak
kehilangan pasar wisata yaitu dengan cara merubah jalur transit. Paket wisata Medan-Bali yang
merupakan paket wisata utama, direvisi, dimana biasanya Medan-Jakarta-Bali menjadi Medan-
Kuala Lumpur-Bali. Keluhan ini terus bergulir dan dirapatkan baik di tingkat lokal hingga
Kementerian hingga akhir 2019 yang merupakan awal isu COVID-19 terjadi.
Belum selesai permasalahan mengenai harga tiket pesawat tersebut, tour agency
dihadapkan pada permasalahan baru yaitu COVID-19 yang mulai memasuki sistem
kepariwisataan Indonesia di Februari 2020. Pasar wisata terus menunjukkan perubahan negatif dan
menukik tajam di akhir Maret atau awal April hingga akhirnya menunjukkan angka zero/nol.
Pembatalan dimulai dari paket wisata inbound, yang menunjukkan penurunan 10% di awal Januari
2020 yang artinya dari 10 group wisata akan ada 1 group yang membatalkan pesanan walaupun
uang muka telah diberikan. Untuk mengontrol gejolak pasar, pemerintah kemudian memberikan
diskon hingga 50% untuk tiket pesawat terbang, namun hal tersebut tidak banyak menolong situasi
8. pasar wisata, malah menimbulkan sentimen negatif dan penyebaran ketakutan yang lebih massive
bagi pengunjung. Pada bulan Februari pembatalan melesat menuju 40%, dan akhir bulan Maret
surat edaran Gubernur akan peningkatan kewaspadaan keluar, yang menjadi titik awal zero tourism
di Provinsi Sumatera Utara.
Tour agency memiliki naungan organisasi besar yaitu ASITA Sumatera Utara. Terdapat
300 perusahaan dimana 40% merupakan pelaku tour inbound dan outbound. Mereka
mengestimasikan bahwa di semester I ini kerugian dialami dari COVID-19 tersebut lebih dari 100
juta rupiah di masing-masing perusahaan penyedia jasa, atau rugi berkisar 100 miliar rupiah dari
akumulasi keanggotaan di atas. Di akhir Maret seluruh perusahaan tour memberikan opsi kepada
pekerjanya yaitu antara pemutusan hubungan kerja atau dirumahkan tanpa pemberian gaji.
Berdasarkan wawancara: seluruh pekerja atau 100% pilihan memberikan keputusan untuk
dirumahkan tanpa gaji, namun yang menjadi permasalahan berikutnya adalah biaya operasional
dari fixed cost perusahaan seperti biaya listrik, air, terutama maintenance website wisata yang pasti
membutuhkan biaya besar setiap bulannya. COVID-19 membuat ketidakpastian dan keresahan
yang sangat tinggi, karena hanya satu yang dapat dilakukan saat ini yaitu menunggu kebijakan dan
strategi pemerintah dalam mengatasi problem tersebut.
Dampak COVID-19 terhadap Akomodasi
Secara umum terdapat tiga kali dalam satu tahun bagi akomodasi di Sumatera Utara meraup
keuntungan yang signifikan yaitu pada bulan Januari, Februari dan bulan puasa. Tantangannya
tidak jauh berbeda dari tour agency, di tahun 2019 merupakan tahun yang sulit bagi sektor hotel
dan restoran terkait dengan harga tiket pesawat yang mampu membuat wisatawan berfikir untuk
berwisata. Perbandingan harga antara berwisata di dalam negeri sendiri lebih besar dua kali lipat
dari pada berwisata ke luar negeri karena adanya dampak pada peningkatan harga tiket pesawat
domestik.
Dibandingkan tahun 2019, gejolak pasar wisata tertinggi terjadi pada tahun 2018 seiring
dengan ditetapkannya wilayah Danau Toba menjadi Kawasan Super-Super Prioritas Pemerintah
Republik Indonesia. Motivasi pasar wisata baik domestik dan inbound menunjukkan perubahan
signifikan. Apabila diambil rata-rata, tingkat okupansi hotel di tahun 2018, mampu menembus
angka lebih dari 75% dan hal tersebut melebihi ekspektasi pelaku bisnis hotel dan restoran di
Sumatera Utara. Hal tersebut terjadi karena 1) Intensitas pemerintah pusat yang kerap melakukan
kunjungan ke Provinsi Sumatera Utara, 2) Dilakukannya direct selling “Ayo Ke Toba” baik di
dalam maupun di luar negeri, 3) Adanya harga promo hotel hingga 50% potongan harga, yang
kemudian meningkatkan ekspektasi pasar untuk mengunjungi Sumatera Utara.
Pada bulan Januari tahun 2020 dampak COVID-19 tidak terlalu besar bagi akupansi hotel,
karena pangsa pasar wisata utama Sumatera Utara adalah wisatawan domestik, Malaysia dan
Singapura. Bagi provinsi lain yang mengincar wisatawan cina tentu sangat berdampak pada
tungkat hunian hotelnya. Di tanggal 1-15 Februari, akupansi hotel sempat meningkat setelah Natal
dan tahun baru, di tanggal tersebut tingkat hunian hotel masih sesuai ekspektasi pelaku jasa
9. akmodasi. Setelah tanggal 15, dampak COVID-19 mulai mempengaruhi penurunan tingkat hunian
hotel hingga 15-20% dari total 22.039 kamar hotel berbagai bintang di seluruh sumatera utara.
Walau begitu tingkat hunian hotel masih mampu sedikit bertahan. Pada pertengahan bulan maret
tercatat penurunan akupansi hotel sebesar 50% dibandingkan awal dan pertengahan bulan
Februari, hingga pada saat pengumuman peningkatan kewaspadaan, tingkat hunian anjlok diangka
satu digit atau dibawah 10% diikuti dengan pengumuman surat edaran Bubernur. Sampai saat ini
terdapat 24 usaha hotel dan restoran dibawah naungan PHRI Provinsi Sumatera Utara yang
mengumumkan lockdown atau menutup diri dari seluruh aktivitas pariwisata. Kerugian yang
dirasakan pada semester I dari dampak COVID-19 ini mampu mencapai lebih dari 1 tiliun rupiah
sudah termasuk pada pembatalan MICE dan acara lainnya. Sampai pada bulan April 2020, pekerja
layanan jasa hotel dan restoran yang telah dirumahkan menyentuh angka lebih dari 80% dari ±
20.000 pekerja hotel dan restoran di Sumatera Utara, beberapa hotel tetap membuka jasa layanan
inap kamar namun tidak menyediakan jasa layanan MICE atau acara lainnya.
Dampak COVID-19 terhadap penyedia jasa Transportasi Wisata
Terdapat empat kali dalam satu tahun masa high season bagi jasa transportasi wisata seperti
bus wisata di Provinsi Sumatera Utara, dan hal tersebut mulai tahun 2017-2019 menunjukkan
pergerakan ekonomi yang stabil. Masa high season bagi jasa bus wisata berada di masa Natal dan
Tahun Baru, Lebaran, libur sekolah dan hari raya besar Cina. Ada peningkatan sedikit di tahun
2018 sebesar 10% karena event ‘Ayo ke Toba’ yang diselenggarakan oleh Kementerian Pariwisata
melalui Indonesia Travel. Angka taksiran yang mampu diperoleh oleh jasa Transportasi Wisata
sekitar 10-15 juta per bulan pada masa high season per masing-masing unit bus wisata. Secara
umum hal yang biasanya dilakukan oleh pengelola jasa transport apabila kondisi stabil seperti
biasanya, mereka umumnya akan menambah jumlah unit bus wisata, baik itu kredit ataupun
pembelian cash. Sampai pada bulan Februari 2020, diperkirakan Provinsi Sumatera Utara
memiliki 150-200 bus pariwisata. Stabilnya kondisi pariwisata secara berturut-turut hingga pada
tahun 2019, diprediksi pada tahun 2020 jumlah unit bus wisata akan bertambah seiring dengan
peningkatan motivasi berwisata namun hal tersebut terhambat karena adanya dampak yang
dihasilkan oleh COVID-19 terhadap pariwisata.
Dampak COVID-19 terhadap pengelola transportasi wisata termasuk sangat parah, lebih
terpuruk dari masa reformasi pada tahun 1998 silam. Pergerakan negatif dimulai pada awal
februari, dimana wisata inbound seperti Malaysia dan Singapura yang merupakan pangsa pasar
utama jasa wisata di Sumatera Utara menunjukkan penurunan hingga 20-25%, namun seluruhnya
masih bisa ter-cover oleh permintaan pasar domestik. Di awal maret 2020 merupakan group
terakhir yang diangkut oleh jasa transportasi wisata hingga April 2020 telah menyentuh posisi zero
tourism. Di awal April 2020, pekerja yang telah dirumahkan menyentuh angka 50% namun tetap
menerima gaji secara full, di beberapa kebijakan perusahaan ada yang menerima hanya setengah
gaji. Untuk bulan Mei 2020, di beberapa kebijakan perusahaan masih ada yang menerima gaji
secara full atau setengah gaji namun tidak diberikan tunjangan hari raya (THR). Di bulan Juni
apabila tidak terjadi perubahan mengenai COVID-19 di Sumatera Utara, secara total pekerja tidak
10. menerima gaji sama sekali, dan memiliki hak untuk mencari pekerjaan lainnya (pengunduran diri
atau pemutusan hubungan kerja secara terhormat).
Dampak COVID-19 terhadap pelaku jasa transportasi wisata khususnya penyedia Bus
Wisata sangat terasa karena di sebagian besar pelaku jasa mengambil bus dengan cicilan ataupun
kredit ke leasing atau Bank dengan pengeluaran per-bulan mencapai 10-30 juta per unit bus.
Perintah Presiden Republik Indonesia mengenai Penangguhan Kredit Kendaraan yang dimulai
pada 1 April 2020 tidak berdampak besar secara realita di lapangan. Tercatat sekitar 30% pelaku
jasa transportasi di Sumatera Utara telah menjual Bus Wisata yang mereka miliki baik secara
langsung maupun online. Apabila situasi megenai COVID-19 juga belum berakhir sampai Bulan
Juni 2020 diperkirakan 40-50% pelaku jasa transportasi akan menjual aset yang mereka miliki ke
pasar. Perhitungan tersebut ditempuh karena jasa sewa lahan untuk parkir bus menjadi tugas yang
sangat membebani bagi pengelola, dengan harga berkisar 500-600 ribu rupiah per-bus per-bulan.
Apabila pengelola memiliki 4 bus saja maka pengeluaran wajib dapat mencapai angka 2 juta per
bulannya, dan terhitung sebagian besar pemilik bus wisata tidak memiliki lahan pribadi sendiri.
11. Pola Dampak COVID-19 terhadap Stakeholder Pariwisata Di Sumatera Utara
IMPACT
THROUGH
TIME
IMPACT
THROUGH
TOURISM
QUALITY
PERUBAHAN POSITIF
Dari sisi Lingkungan: Tersedianya
waktu bagi alam untuk me-recover diri
Kualitas Pariwisata di berbagai sektor diragukan,
Tingkat rasa tanggap pemerintah baik pusat mapun
daerah sangat lambat dan kurang empati, terhadap
COVID-19. Dampaknya adalah penilaian wisatawan
terhadap Kualitas Pariwisata secara Global sangat
rendah termasuk kualitas pariwisata di Sumatera Utara.
PERUBAHAN NEGATIF
BEFORE
Secara Ekonomi:
1. Peningkatan status Danau Toba
menjadi Kawasan Super-Super Prioritas
Republik Indonesia menghasilkan
kesepakatan 6,1 Triliun
2. Penghasilan dari Sektor Pariwisata
yang mampu menghasilkan lebih dari 1
trilliun per tahun dari sektor pariwisata
3. Banyak pekerja yang terserap di
Sektor Pariwisata
4. Iklim investasi yang tinggi membuat
Pengelola melakukan pembelian Aset
5. Ekspektasi yang tinggi terhadap iklim
pariwisata yang tinggi di tahun 2020
Secara Sosial:
1. Malaysia dan Singapura merupakan
tamu utama di Provinsi Sumatera Utara
2. Citra Pariwisata Indonesia ramah
dengan iklim wisata yang baik,
meningkatkan motivasi berwisata ke
Sumatera Utara
AFTER
Secara Ekonomi:
1. Pembangunan Wisata Bali Baru di
Danau Toba tertunda
2. Sektor Pariwisata mengalami
kerugian hampir 1 Triliun Rupiah pada
semester I tahun 2020
3. Apabila di semester I tidak terdapat
perubahan yang signifikan, hampir 95%
pekerja wisata harus mencari pekerjaan
baru
4. Aset yang telah dibeli dibeberapa
kasus harus dijual kembali
5. Ekspektasi yang rendah terhadap
iklim pariwisata hingga tahun 2021
6. Sudah 24 Hotel dan restoran yang
mengumumkan lock down pribadi.
Secara Sosial:
1. Malaysia dan Singapura telah
mengumumkan lock down
2. Tidak adanya kepercayaan dari pasar
dalam melakukan wisata saat ini.
IMPACT
THROUGH
CHANGE
COVID-19
IMPACT
STAKEHOLDER
PARIWISATA DI
SUMATERA UTARA
Bagan 1.1
Pola Dampak COVID-19 terhadap Stakeholder Pariwisata Di Sumatera Utara
12. Kesimpulan
Walaupun wisatawan Cina berada di urutan kunjungan wisata ke tiga tertinggi di Provinisi
Sumatera Utara, namun tidak terlalu berdampak buruk kepada sektor pariwisata domestik hingga
maret 2020, yang berdampak buruk adalah penyebaran virus corona yang diduga berasal dari Cina
tersebut. Sentimen negatif pasar wisata tidak dapat dihindari karena dampak wabah yang
dihasilkan, alasannya sederhana, karena tidak ada satu wisatawan pun yang ingin dirawat ataupun
meninggal saat mereka selesai ataupun ketika berwisata di suatu tujuan wisata. Kenyamanan dan
rasa aman adalah hal terpenting bagi wisatawan walaupun mereka memberikan budget rendah
ketika berwisata. Sentimen tersebut berdampak negatif ke seluruh lini pariwisata, termasuk
stakeholder pariwisata yang mencari penghidupan dari aktivitas wisata tersebut.
Dampak COVID-19 sangat terasa bagi stakeholder pariwisata di Sumatera Utara, dimana
baru kali pertama ini, pariwisata mampu menyentuh level zero tourism di Provinsi Sumatera Utara.
Dari berbagai stakeholder wisata, yang paling terpuruk adalah sektor transportasi wisata, dan yang
masih mampu beroperasional adalah Sektor Akomodasi yang tetap melayani jasa inap walaupun
24 diantara mereka telah mengumumkan status lock down pribadi. UNWTO dalam laporannya
yang berjudul ‘Impact Assessment Of The COVID-19 Outbreak On International Tourism’
memberika pola dampak yang harus dianalisis hingga akhirnya ditemukan 4 elemen utama dalam
artikel tersebut yaitu penilaian dampak melalui waktu, penilaian dampak melalui perubahan,
penilaian dampak kualitas pariwisata, dan penilaian dampak melalui ekonomi, sosial, lingkungan.
Walaupun hasil akhirnya adalah kondisi pariwisata di Sumatera Utara hampir menyentuh zero
tourism, namun melalui data ini dapat dilihat sektor mana yang masih mampu beroperasional dan
mana yang sangat terpuruk dari Dampak yang dihasilkan oleh COVID-19 terhadap sektor
pariwisata di Provinsi Sumatera Utara.
References
Alfi, A. N. (2020, March2). Kunjungan wisman ke Sumut turun 14,82 persen. Sumatra. [Blog
post]. Retrieved April 9, 2020, from
https://sumatra.bisnis.com/read/20200302/534/1207938/kunjungan-wisman-ke-sumut-
turun-1482-persen-pada-januari-2020
Avwontom, F. (2016). If you fail to plan, you are planning to fail: Can business plans reduce the high
failure rate of SMEs?. Retrieved March 27, 2020, from
http://idev.afdb.org/sites/default/files/documents/files/article%204%20Towards%20defi
ning%20and%20advancing%20“Made%20in%20Africa%20Evaluation.pdf
13. Badan Pengembangan Infrastruktur Wilayah. (2015). Integrated tourism master plan for Lake Toba.
Retrieved from
http://bpiw.pu.go.id/uploads/itmp/Konsep_Pengembangan_Wilayah_dan_
Infrastruktur_KSPN_Danau_Toba.pdf
Bao, J., Chen, G., &Jin, X. (2018). China tourism research: A review of publications from four top
international journals. Journal of China tourism research, 14(1), 1-19.
Budiyanti, E. (2020). Dampak virus corona terhadap sektor perdagangan dan pariwisata
Indonesia. Kajian Singkat Terhadap Isu Aktual dan Strategis, 12(4), 19-24.
Carnell, R. (2020, February 24). Coronavirus: Slumping tourism will cost Asia up to $115bn this
year. Think Economic and Financial Analysis. [Blog post]. Retrieved February 24, 2020from
https://think.ing.com/articles/holidays-in-hell-slumping-tourism-will-cost-asia-105-
115bn-in-2020/
Chinazzi, M., et al. (2020). The effect of travel restrictions on the spread of the 2019 Novel
Coronavirus (COVID-19) outbreak. American Association for the Advancement of Science.
doi: 10.1126/science.aba9757
Ciangă, N. (2017). The impact of tourism activities: A point of view. Risks and Catastrophes
Journal, 20, 25-40.
Kementerian Kelautan dan Perikanan. (2019). Strategi pengembangan pariwisata bahari berstandar
internasional. Retrieved from https://kkp.go.id/an-component/media/upload-gambar-
pendukung/DitJaskel/workshop/gelar%20wisata%20bahari/Strategi%20Pengembangan
%20Pariwisata %20Bahari%20Berstandar%20Internasional.pdf
Kementerian PUPR. (2019). Dukungan masif infrastruktur PUPR untuk lima destinasi
pariwisata super prioritas. Badan Pengembangan Infrastruktur Wilayah (BPIW). Jakarta
Selatan: Kementerian PUPR.
Matherne, B. (2004). If you fail to plan, do you plan to fail?. Academy of Management Executive,
18, 156-157.
Muresherwa, G., Amony, I., Iwu, C. G., & Dube, C. N. (2020). The impact of Mountain Gorilla
tourism: A residents’ perspective. African Journal of Hospitality, Tourism, and Leisure, 9(2).
14. Nare, T. A., Musikavanhu, G. M., & Chiutsi, S. (2017). Tourism diversification in Botswana-a
stakeholder perspective. African Journal of Hospitality, Tourism, and Leisure, 6(3).
OECD. (2020). OECD interim economic assessment Coronavirus: the world economy at risk. Retrieved
March 2, 2020, from https://www.oecd.org/berlin/publikationen/Interim-Economic-
Assessment-2-March-2020.pdf
OSHA. (2020). Guidance on preparing workplaces for COVID-19. Retrieved March 13, 2020, from
https://www.osha.gov/Publications/OSHA3990.pdf
Perrottet, J. G., & Twining-Ward, L. D. (2019). Tourism diagnostic toolkit (English) tourism for
development knowledge series. Retrieved January 1, 2020, from
http://documents.worldbank.org/curated/en/240451562621614728/pdf/Tourism-
Diagnostic-Toolkit.pdf
Sudiar, N. (2020). Amankah berwisata di Indonesia di tengah merebaknya virus corona? Retrieved
March 2, 2020, from https://news.detik.com/kolom/d-4921691/amankah-berwisata-di-
indonesia-di-tengah-merebaknya-virus-corona
Tri, R. (2019). Dimulai 2020, proyek Danau Toba telan anggaran Rp 6,1 triliun. Retrieved December
6, 2020, from https://bisnis.tempo.co/read/1280775/dimulai-2020-proyek-danau-toba-
telan-anggaran-rp-61-triliun
Utami, A. R. (2016). Kompetensi khas di sektor pariwisata. Jurnal Bisnis dan Manajemen, 6(1). doi:
10.15408/ess.v6i1.3122
Ward, T., et al. (2017). 20 reasons sustainable tourism counts for development (English). Retrieved
January 1, 2020, from
http://documents.worldbank.org/curated/en/558121506324624240/20-reasons-
sustainable-tourism-counts-for-development
World Health Organization. (2020). 2019 Novel Coronavirus (2019 nCoV): Strategic preparedness
and response plan. Retrieved February 3, 2020, from https://www.who.int/docs/default-
source/coronaviruse/srp-04022020.pdf
World Tourism Organization. (2020). UN Tourism News. Retrieved March 2, 2020, from
https://www.unwto.org/sites/default/files/news/un-tourism-news-10.html
15. World Tourism Organization. (2020). Impact assessment of the Covid-19 outbreak on international
tourism. Retrieved March 27, 2020, from
https://www.unwto.org/sites/default/files/news/un-tourism-news-10.html
World Travel & Tourism Council. (2020). Coronavirus puts up to 50 million travel and tourism jobs
at risk says WTTC. Retrieved March 13, 2020, from https://www.wttc.org/about /media-
centre/press-releases/press-releases/2020/coronavirus-puts-up-to-50-million-travel-
and-tourism-jobs-at-risk-says-wttc/
Yusuf, A. M. (2013). Metode penelitian (kuantitatif, kualitatif, penelitian gabungan). Indonesia:
Prenadamedia Group.
Zandi, M. (2020). Coronavirus - the global economic threat. Retrieved February 6, 2020, from
https://www.moodysanalytics.com/-/media/article/2020/china-coronavirus.pdf
Zehrer, A., Muskat, B., & Muskat, M. (2014). Services research in tourism - advocating the
integration of the supplier side. Journal of Vacation Marketing, 20, 353-363.
16. Profil Penulis
Samerdanta Sinulingga, S.ST.Par., M.Par. adalah seorang dosen di Universitas Sumatera Utara,
Fakultas Ilmu Budaya, DIII Perjalanan Wisata. Beliau merupakan alumni dari Fakultas Pariwisata
dan Magister Kajian Pariwisata Universitas Udayana. Di USU beliau mengajar mata kuliah Sistem
Informasi Pariwisata I dan II yang berfokus pada konten seperti tulisan, foto dan pembuatan video
promosi sebagai produk dari Sistem Informasi secara general.