SlideShare a Scribd company logo
1 of 8
Download to read offline
JURNAL PARIWISATA PESONA
Volume 04 No 2, Desember 2019: p 132-138
Print ISSN: 1410-7252 | Online ISSN: 2541-5859
DOI: https://doi.org/10.26905/jpp.v4i2.2531
Homepage: http://jurnal.unmer.ac.id/index.php/jpp/
Jurnal Pariwisata Pesona | Terakreditasi Ristekdikti Nomor:21/E/KPT/2018
REVITALISASI DAYA TARIK WISATA BUDAYA DI DESA LINGGA
KABUPATEN KARO
Jhonson Pardosi, Nurcahaya Bangun, Asmyta Surbakti, Samerdanta Sinulingga
D-III Perjalanan Wisata, Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Sumatera Utara
Jl. Dr. Mansyur No. 68 A Kampus USU Padang Bulan
Informasi Artikel Abstract
Dikirim: 26 November 2018 This research is motivated by the problem of the
increasingly weak understanding of the Lingga Village
community regarding the Lingga Traditional House. To
overcome this, the research stages are aimed at: 1)
knowing the tourist attractions contained in the
Traditional House in Lingga Village. 2) to find out the
shape of the Traditional House Revitalization model in
Lingga Village. This research method uses
phenomenological qualitative research methods. The
results of this study are: 1) Lingga Traditional House
can be said as a Tourist Attraction Spot because it has a
Uniqueness, Beauty and Value. 2) The Revitalization
Model of Traditional Houses in Lingga Village consists
of 2 forms, namely the Conservation Form and the
Economic Rehabilitation Form. For our next research we
recommend reviewing the Opportunities and Challenges
Analysis of the Establishment of Tourism Awareness
Groups in Lingga Village as a technical step in
implementing cultural revitalization in this location.
Diterima: 21 Oktober 2019
Korespondensi pada penulis :
Telepon:
08126471549
Email:
jhonsonpardosi@yahoo.com
Keywords: Travel Attractions; Revitalization of Indigenous Houses
PENDAHULUAN
Latar belakang kajian penelitian ini berangkat dari sebuah dilema dalam budaya masyarakat
Batak Karo khususnya masyarakat Desa Lingga. Manuaba (1999) mengatakan ketika suatu kelompok
masyarakat mulai „kehilangan identitas budaya-nya‟ sebagai indikator kepentingan manusiawi yang
mutlak, maka proses kehancuran masyarakat dari segi apapun, baik itu ekonomi, pembangunan dan
lain lain sudah dapat diprediksi. Indikasi ini terbukti dari wawancara yang kami lakukan terhadap
beberapa anggota masyarakat, yang sudah tidak mengetahui bentuk, fungsi dan makna simbol dari
setiap elemen yang tersirat pada Rumah Adat budaya mereka sendiri. Ketidakpahaman ini kemudian
memberikan pengaruh terhadap lemahnya kesadaran masyarakat dalam menjaga kebersihan desa,
kenyamanan tamu yang berkunjung, meningkatnya konflik internal desa dan lain sebagainya, yang
mengungkap bahwa pendapat Manuaba (1999) dalam hal-hal tertentu sudah semakin nyata dewasa
ini.
Rumah adat Lingga dalam lingkungan masyarakat Desa Lingga memiliki positioning yang
sangat penting. Inilah urgensi yang harus dikaji untuk wilayah ini, yaitu: semakin memudarnya
pemahaman masyarakat Desa Lingga mengenai rumah adat Lingga. Sebelum dampak dari hal tersebut
semakin mengakar, maka untuk memfasilitasi permasalahan tersebut, revitalisasi kawasan rumah adat
merupakan hal sederhana namun logis untuk dilakukan pada kawasan ini.
Upaya revitalisasi ini dilakukan karena rumah adat Lingga merupakan rumah adat dengan
arsitektur tradisional yang mampu memberikan proyeksi sejarah desa dan atraksi seni lokal di masa
lalu-sebagai identitas awal kebudayaan masyarakat Karo pada masa itu. Hal inilah yang menjadi tolak
Jhonson Pardosi et al. Volume 04 No 2, Desember 2019
[133]
Copyright © 2018 Jurnal Pariwisata Pesona
ukur Pemerintah Indonesia melalui Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Kabupaten Karo dalam
mengkategorikan rumah adat Lingga sebagai Warisan Budaya Takbenda Indonesia, yang kemudian di
usulkan kepada UNESCO pada tahun 2013. Mengapa dikatakan takbenda? Warisan budaya takbenda
atau intangible cultural heritage bersifat tak dapat dipegang (intangible/abstrak), seperti konsep dan
teknologi; dan sifatnya dapat berlalu dan hilang dalam waktu seiring perkembangan zaman
(pemahaman ini tertuang dalam Konfrensi UNESCO pada tahun 2003). Dikarenakan sifatnya dapat
berlalu dan hilang dalam waktu seiring perkembangan zaman, maka upaya revitalisasi dalam
penelitian ini harus dilakukan.
Di lain sisi, Pengusulan ini juga didasari dari pertimbangan pemerintah yang menganggap
bahwa pariwisata budaya saat ini merupakan sebuah sumber daya wisata dengan pertumbuhan pangsa
pasar terpesat dibandingkan bentuk wisata lainnya (termasuk alam). Pernyataan tersebut diperkuat:
“People visiting cultural and historical resources is one of the largest, most pervasive, and fastest
growing sectors of the tourism industry today. In fact, heritage tourism appears to be growing much
faster than all other forms of tourism, particularly in the developing world, and is thus viewed as an
important potential tool for poverty alleviation and community economic development” Timothy
(2009:3) ahli ini menyatakan selain memiliki pertumbuhan yang pesat, pariwisata budaya dapat
menjadi alat yang potensial untuk mengurangi kemiskinan dan mampu bertindak dalam
pengembangan ekonomi suatu komunitas di dalam suatu masyarakat.
Berdasar pada uraian fenomena di atas, maka teori Revitalisasi dipilih menjadi teori utama
dalam memecahkan masalah dalam penelitian ini. Terdapat 2 struktur kerja dalam Teori Revitalisasi
menurut Undang Undang nomor 11 tahun 2010 pasal 80 ayat 1 dan 2, yaitu: 1) konservasi, yaitu
pemeliharaan serta perbaikan bagian bagian yang rusak dan atau penambahan fasilitas pendukung
pemeliharaan objek daya tarik budaya; dan 2) rehabilitasi ekonomi, yaitu dimana bangunan cagar
budaya hendaknya menjadi “profit centre”, harus diakui bahwa perbaikan fisik (materi) hanya bersifat
jangka pendek, namun dengan konsep rehabilitasi ekonomi diharapkan bisa mengakomodasi kegiatan
ekonomi informal dan formal (local economic development), sehingga mampu memberikan nilai
tambah bagi masyarakat lokal. Landasan permasalahan dan teori yang relevan inilah yang akhirnya
melatarbelakangi penelitian, yang berjudul “Revitalisasi Daya Tarik Wisata Budaya di Desa Lingga
Kabupaten Karo”.
METODE
Penelitian ini menggunakan metode fenomenologi, dimana penelitian dilakukan dengan
melihat fenomena yang terdapat di rumah adat Desa Lingga yang kemudian di interpretasi sesuai
dengan format dari teori Revitalisasi. Teknik penentuan informan dalam penelitian adalah snowball
sampling, dimana informan awal yang kami tentukan adalah guide lokal, beliau kemudian
memberitahu beberapa informan-informan lainnya. Terdapat 3 jenis Informan dalam penelitian
(Yusuf, 2016:369) yaitu: informan kunci (guide lokal, pelaku budaya, Dinas Pariwisata Kabupaten
Karo), informan utama (pemilik dan penjaga rumah adat), dan informan tambahan yaitu masyarakat
Desa Lingga. Sumber data dalam penelitian ini ada 2 yaitu: 1) sumber data primer (wawancara
dengan informan), dan 2) sumber data sekunder (informasi digital/ebook, buku, undang-undang,
film/foto). Metode pengumpulan data menggunakan: wawacara, pengamatan dan dokumentasi. Jenis
wawancara dalam penelitian ini adalah wawancara terencana-tidak tersetruktur, dengan teknik
pengumpuan data menggunakan: pedoman wawancara, alat rekam. Teknik analisis data dalam
penelitian ini menggunakan model Miles dan Huberman dalam Yusuf (2016:407), dengan beberapa
tahapan, seperti: reduksi data, display data, penarikan kesimpulan/verifikasi.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Rumah Adat Lingga Sebagai Daya Tarik Wisata
Menurut Undang Undang Kepariwisataan nomor 10 tahun 2009, dimana daya tarik wisata
adalah segala sesuatu yang memiliki keunikan, keindahan, dan nilai yang berupa keanekaragaman
kekayaan alam, budaya, dan hasil buatan manusia yang menjadi sasaran atau tujuan kunjungan
wisatawan. Apabila defenisi ini dikaji maka terdapat 3 indikator kunci sesuatu dikatakan sebagai daya
tarik wisata yaitu lokasi yang memiliki keunikan, keindahan dan nilai. Rumah adat budaya Lingga
memiliki ketiga indikator kunci tersebut. Keunikan yang dominan dari objek ini adalah rumah adat
siwaluhjabu sangat terpengaruh dengan unsur dinamisme dan animisme dari agama Hindu dan Budha,
Jhonson Pardosi et al. Volume 04 No 2, Desember 2019
[134]
Copyright © 2018 Jurnal Pariwisata Pesona
sehingga dalam hal pembangunannya nuansa atau pengaruh dari kedua agama tersebut sangat lekat.
Mengenai proses pendirian rumah adat Karo, dimasa lampau, segala hal telah diatur dalam adat Karo.
Rumah adat siwaluhjabu, secara arsitektural, bangunan ini dibangun tanpa memakai paku, sedangkan
keunikan nilai sosial budayanya adalah rumah ini merupakan rumah komunal.
Hingga tahun 2018, rumah adat tersebut masih berfungsi dan dapat difungsikan
keberadaannya. Rumah adat ini ditempati sebuah keluarga namun dengan status disewakan-seperti
rumah sewa/kontrak. Keluarga yang menyewakan rumah adat juga berasal dari warga Desa Lingga-
suku karo. Walaupun mereka mengontrak, mereka juga mengemban tugas untuk dapat melestarikan
dan memelihara kondisi rumah adat lingga, sampai saat ini. Siwaluh jabu, artinya 8 keluarga, dimana
dahulunya untuk 1 rumah adat, dapat dihuni hingga 8 kepala keluarga. Penempatan keluarga adat
(jabu) dalam bagian rumah adat dilakukan berdasarkan ketentuan adat Karo. Adapun susunan jabu
dan yang menempatinya adalah sebagai berikut.
1. Jabu benana kayu, terletak di jabu jahe. Kalau kita ke rumah dari ture jahe (lihat gambar 1),
maka letak kamar jabu para keturunan si mantek kuta (golongan pendiri kampung) atau
sembuyaknya terdapat di sebelah kiri.
2. Jabu ujung kayu (anak beru), keluarga (jabu) ini merupakan anak beru kuta atau anak beru dari
jabu benana kayu. Keluarga ini berada di kenjulu rumah adat, sebelah kiri (diagonal) dengan
jabu benana kayu. Fungsi Keluarga ini adalah sebagai komunikator jabu benana kayu.
3. Jabu lepar benana kayu, ture jahe (lihat gambar 1) terletak di sebelah kanan kamar jabu
sembuyak dari jabu benana kayu. Keluarga adat ini bertugas sebagai jabu sungkun berita
(sumber informasi).
4. Jabu Lepar Ujung Kayu, Kalau kita ke rumah dari kenjulu (pintu depan/hulu), maka letak kamar
kalimbubu jabu dari jabu benana kayu terletak di sebelah kanan. Keluarga adat ini bertugas
memberi nasehat dan berkat.
5. Jabu sedapuren benana kayu, kamar ini ditinggali oleh anak beru menteri dari si mantek kuta
(jabu benana kayu), kelurga adat ini dipanggil sebagai jabu peninggel-peninggel.
6. Jabu sidapuren ujung kayu, keluarga ini adalah sembuyak dari ujung kayu. Keluarga ini
berfungsi memberi belo kinapur (persentabin) untuk tamu jabu benana kayu yang datang.
7. Jabu sedapuran lepar ujung kayu, ditempati oleh guru-guru (tabib) yang memiliki kemampuan
mengobati, keluarga (jabu) yang sakit.
8. Jabu sedapuren lepar benana kayu, ruangan ini ditempati puang kalimbubu dari jabu benana
kayu. Keluarga ini merupakan „hakim‟ dari suatu pertemuan. Perkataan merekalah sebagai
penutup suatu pembicaraan, keluarga ini disebut juga jabu pendungi ranan.
Rumah adat Lingga terbuat dari kayu bulat, papan, bambu dan ijuk tanpa menggunakan paku.
Atap rumah adat Lingga berbentuk segitiga disebut ayo-ayo. Terdapat dua pintu dalam rumah adat ini,
yaitu pintu yang menghadap barat dan pintu menghadap timur. Di depan pintu terdapat teras, terbuat
dari bambu bulat (disebut ture), yang berfungsi sebagai ruang bertenun dan menganyam tikar.
Menurut Waksman (2009: 22) bahwa rumah adat siwaluhjabu hanyalah artefak dizaman ini,
hal tersebut beralasan, karena banyak peraturan yang sudah ditinggalkan seiring berubah dan
berkembangnya zaman. Berikut adalah gambar ruangan dari rumah adat siwaluhjabu.
Gambar 1. Keterangan ruang rumah adat siwaluh jabu
Jhonson Pardosi et al. Volume 04 No 2, Desember 2019
[135]
Copyright © 2018 Jurnal Pariwisata Pesona
Dalam konteks nilai (sesuai dengan indikator teori daya tarik wisata yang telah disebutkan
diatas) ada beberapa simbol ornamen tradisional yang tercantum pada dinding bagian luar rumah adat.
Adapun nilai-nilai ornamen tradisional tersebut, yaitu:
1. Bindu matagah, memiliki tujuan sebagai pesilah silamehuli atau menyingkirkan hal jahat.
Ornamen ini sering digunakan juga dalam ukat, gantang beru-beru, pustaka pada melmelen
rumah adat, jambur, dan geriten.
Gambar 1. Bentuk Ukiran Bindu Matagah
2. Tapak raja sulaiman, bertujuan sebagai penolak bala, menahan roh-roh jahat, anti racun, gatal-
gatal dan juga berfungsi sebagai petunjuk jalan supaya jangan tersesat diperjalanan terutama di
hutan. Ragam hias tapak raja sulaiman digunakan pada benda-benda pakai seperti gantang beru-
beru dan terdapat juga pada melmelen rumah adat, dan jambur.
Gambar 2. Bentuk Ukiran Tapak Raja Sulaiman
3. Pengret-ret, berbentuk ukiran mirip cicak atau biawak. Bertujuan sebagai penangkal setan,
membuat keluarga harmonis, kemakmuran dan kewaspadaan. Ukiran ini berasal dari tali ijuk yang
disulam erat dengan papan kayu sebagai dinding rumah (derpih) dengan lubang-lubang yang
posisinya telah di atur (seperti menyulam papan kayu dengan lubang yang telah dipersiapkan,
sulaman inilah yang kemudian berbentuk gambar 4)
Gambar 3. Bentuk Ukiran Pengret-ret
4. Tupak salah silima-lima, berbentuk garis seperti bintang. Bentuk ukiran ini menunjukkan
kehebatan semesta di malam hari. Ukiran ini terletak di pintu masuk rumah adat sebagai simbol
mengenai kokohnya kekerabatan merga silima di masyarakat Karo.
Gambar 5. Bentuk Ukiran Tupak Salah Silima-lima
5. Embun sikawiten, ornamen ini berbentuk alam atau seperti tumbuh-tumbuhan, dengan tujuan
untuk menolak bala, juga digunakan sebagai hiasan. Motif ini terdapat pada melmelen rumah adat.
Gambar 6. Bentuk Ukiran Embun Sikawiten
Jhonson Pardosi et al. Volume 04 No 2, Desember 2019
[136]
Copyright © 2018 Jurnal Pariwisata Pesona
Konservasi
Upaya konservasi rumah adat Lingga pada penelitian ini, lebih ditekankan pada upaya upaya
rekonstruksi pola pikir ataupun mindset warga setempat, dengan tujuan meningkatkan sense of
belonging (rasa memiliki) rumah adat yang mereka miliki. Rekonstruksi pola pikir ataupun mindset
dapat dilakukan dengan upaya Konservasi, dimana konsep ini menekankan pada pemeliharaan yang
ditujukan untuk melestarikan daya tarik wisata rumah adat Lingga. Harus diketahui bahwa ada dua
bentuk material yang menjadi objek konservasi, yaitu bersifat fisik dan nilai. Penelitian ini lebih
difokuskan pada pemeliharaan atau pelestarian nilai-nilai yang tersirat dari rumah adat Lingga.
Sesuai dengan informasi yang telah diterangkan sebelumnya, mengenai kajian DTW yang
telah disebutkan di atas, maka pemeliharaan atau pelestarian nilai-nilai dapat dilakukan dengan aksi
penyuluhan ataupun sosialisasi yang harus berdampak langsung kepada warga lokal. Aksi tersebut
telah dilaksanakan secara sustainable atau berkelanjutan hingga saat ini oleh para stakeholder.
stakeholder yang telah melaksanakan aksi konservasi tersebut yaitu:
1. Stakeholder utama: stakeholder utama dalam kajian ini adalah orang yang memiliki keterkaitan
langsung terhadap rumah adat Lingga, yaitu masyarakat lokal sendiri. Terdapat 2 (dua) upaya
konservasi yang telah dilakukan masyarakat lokal, yaitu: 1) setiap penyelenggaraan event
kebudayaan lokal yang diselenggarakan dengan mengundang warga desa sekitar, seperti pesta
tahun, gendang guro-guro aron dan event budaya lokal lainnya. Masyarakat lokal selalu
mempromosikan rumah adat Lingga dan kebudayaan (tarian, konsep acara, dll) bahwa mereka
adalah desa budaya. Icon “Desa Budaya Lingga” adalah icon yang masyarakat lokal tetapkan
dalam memperkenalkan budaya mereka. Icon yang mereka tetapkan ini menjadi sebuah kunci
pelaksanaan upaya konservasi nyata dari warga setempat, agar warga setempat sendiri hingga
masyarakat luar „harus‟ melestarikan dan memelihara setiap elemen budaya yang dimiliki Desa
Lingga, salah satunya adalah rumah adat Lingga dan setiap elemen yang terkandung di dalamnya.
2) masih difungsikannya rumah adat Lingga sebagai tempat tinggal yang layak untuk ditempati.
Harus disadari bahwa hal yang mampu menghancurkan setiap rumah adat dimanapun berada
adalah ketika rumah adat tersebut hanya menjadi „patung berdiri‟ tanpa fungsi apapun (terutama
fungsi ekonomi). Hal ini merupakan hal yang sangat realistis yang telah dilakukan oleh
masyarakat lokal terkait upaya konservasi rumah adat ini. Sampai saat ini, rumah adat tradisional
ini, masih difungsikan sebagai: tempat tinggal warga lokal (dikontrakkan bagi warga lokal) dan
sebagai penginapan bagi wisatawan yang ingin menginap dan merasakan sensasi budaya dari
rumah adat tradisional ini.
2. Stakeholder pendukung adalah sekelompok orang yang tidak memiliki keterkaitan langsung
namun memiliki kepedulian, seperti perguruan tinggi. Upaya konservasi yang dilakukan oleh
stakeholder pendukung yaitu: upaya sosialisasi sadar wisata yang kerap dilakukan oleh pihak
perguruan tinggi di lokasi ini. Upaya sadar wisata secara teknis dilakukan dengan pengembangan
lokal dan kewirausahaan, peningkatan kualitas SDM, serta pemenuhan infrastruktur. Hal ini kerap
dilakukan oleh perguruan tinggi yang berada di sumatera utara terutama Universitas Sumatera
Utara sendiri. Di tahun 2018, civitas D3 Perjalanan Wisata telah melaksanakan salah satu dari Tri
Dharma Perguruan Tinggi yaitu Praktek Kuliah Lapangan bersama mahasiswa dan Pengabdian
Masyarakat. Hal ini tentu menjadi sebuah indikasi upaya konservasi nyata dari stakeholder
pendukung dalam melaksanakan fungsinya di tengah masyarakat adat yang berada di Desa Lingga
3. Stakeholder Kunci: adalah sekelompok orang yang memiliki kewenangan secara legal dalam
suatu wilayah negara, seperti pemerintah. Upaya konservasi yang dilakukan oleh stakeholder
kunci yaitu: 1) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengkategorikan rumah adat Lingga
sebagai 77 Warisan Budaya Takbenda Indonesia, nominasi ini kemudian diusulkan kepada
UNESCO. Walau belum dipilih UNESCO, namun upaya ini dapat dipandang sebagai sebuah
upaya konservasi yang aktif dari pemerintah. Dalam proses pengusulan tersebut, rumah adat
Lingga telah mendapat restorasi fisik yang sangat baik. 2) dampak pengusulan tersebut, akhirnya
menggerakkan pemerintah daerah untuk melaksanakan aksi kegiatan, seperti: mempersiapkan
lahan relokasi rumah masyarakat yang ada di sekitar rumah siwaluh jabu, melaksanakan Festival
Bunga dan Buah, dan Festival Budaya Mejuah-Juah sebagai alat promosi dan pemugaran rumah
siwaluh jabu.
Jhonson Pardosi et al. Volume 04 No 2, Desember 2019
[137]
Copyright © 2018 Jurnal Pariwisata Pesona
Rehabilitasi Ekonomi
Indikator kerja berikutnya adalah Rehabilitasi Ekonomi, yaitu dimana bangunan cagar budaya
hendaknya menjadi “profit centre” bagi masyarakat lokal. Harus diakui bahwa perbaikan fisik suatu
kawasan bersifat jangka pendek, dengan rehabilitasi ekonomi diharapkan bisa mengakomodasi
kegiatan ekonomi informal dan formal (local economic development), sehingga mampu memberikan
nilai tambah bagi masyarakat lokal. Adapun nilai tambah ekonomi yang telah diterima oleh
masyarakat lokal dari eksistensi rumah adat yang ada di desa tersebut, adalah:
1. Sudah tersedianya tourist information centre yang didirikan secara mandiri oleh masyarakat lokal
setempat. Walaupun kondisinya tidak seperti yang difikirkan, namun setidaknya sudah tersedia di
lokasi tersebut, yang ditujukan untuk memberikan dampak ekonomi yang positif bagi masyarakat
lokal.
2. Sudah tersedianya guide lokal yang memiliki kemampuan yang cukup mumpuni di bidangnya.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di lokasi penelitian, terdapat seorang guide
lokal yang menguasai 3 bahasa asing yaitu, bahasa Belanda, bahasa Jerman dan bahasa Inggris.
Hal ini sangat positif bagi eksistensi rumah adat Karo, karena berkat SDM lokal tersebutlah
sampai saat ini rumah adat Lingga masih memiliki penyedia informasi yang fasih dan akuntabel.
SDM tersebut merupakan anggota aktif Himpunan Pramuwisata Indonesia yang sah untuk
kapasitas lokal (Kabupaten Karo)
3. Sudah tersedianya toko souvenir yang dikelola langsung oleh masyarakat lokal. Dikelola langsung
maksudnya adalah masyarakat yang membuat langsung produk souvenir-nya dan
memasarkannya. Karena keterampilan ini hanya segelintir masyarakat yang memilikinya, Tentu
hasil produksi souvenir menjadi sangat terbatas. Walaupun demikian, toko souvenir tersebut
sudah menjadi bagian ekonomi yang memberikan dampak langsung kepada masyarakat lokal di
Desa Lingga
4. Pembuat souvenir yang masih aktif membuat souvenir simbol-simbol budaya karo di Desa
Lingga. Sampai saat ini dukungan terhadap divisi ini masih sangat lemah, karena murni adalah
usaha yang dirintis dan dijalankan sendiri. Keterampilan yang terbatas ini sebenarnya memiliki
nilai jual ekonomi kreatif yang sangat tinggi. Bisa saja wisatawan mendapat pendidikan ekspress
berupa pengamatan langsung cara membuat souvenir mulai dari bahan mentah hingga akhirnya
berbentuk souvenir seperti gantungan kunci atau alat musik tradisional karo, namun hal tersebut
belum dilakukan sampai saat ini.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
rumah adat Lingga dapat dikategorikan sebagai daya tarik wisata (DTW). Hal tersebut telah dikaji dan
diteliti pada penelitian ini, berdasar pada teori daya tarik wisata yang terdapat di UU No 10 tahun
2009, dimana dikatakan bahwa suatu lokasi disebut sebagai DTW apabila memiliki 3 indikator kunci
yaitu keunikan, keindahan dan nilai. Pertama adalah keunikan fisik rumah adat Lingga: keunikan yang
dominan dari objek ini adalah rumah adat siwaluhjabu sangat terpengaruh dengan unsur dinamisme
dan animisme dari agama Hindu dan Budha, sehingga dalam hal pembangunannya nuansa atau
pengaruh dari kedua agama tersebut sangat lekat. Mengenai proses pendirian rumah adat Karo dimasa
lampau telah diatur dalam adat Karo. Kedua adalah nilai yang terkandung dari rumah adat Lingga:
berasal dari simbol ornamen yang terlukis secara fisik di setiap bangunan yang berdiri. Simbol-simbol
ini memiliki nilai yang terkandung di dalam-nya berupa nasehat dan harapan, seperti: bindu matagah,
dengan motif geometri, memiliki nilai „menyingkirkan yang tidak baik‟, tapak raja sulaiman,
memiliki nilai sebagai „petunjuk jalan supaya jangan tersesat diperjalanan‟, begitupun dengan
pengret-ret, tupak salah silima-lima dan embun sikawiten. Ketiga adalah keindahan yang terdapat di
rumah adat ini adalah dimana terjadinya harmonisasi yang saling bersinergi antara keunikan dan nilai
yang tertampil dalam simbol fisik yang terpatri dalam ornamen tradisonal yang melekat di setiap
ukiran rumah adat Desa Lingga. Hingga saat ini juga, kebersihan lokasi dan kenyamanan pengunjung
juga masih sangat diperhatikan.
Model revitalisasi rumah adat Lingga terdapat 2 bentuk yaitu: upaya konservasi dilakukan
oleh beberapa stakeholder, yaitu: stakeholder Utama (penyelenggaraan event budaya untuk
mendukung eksistensi rumah adat Lingga dan memfungsikan kembali rumah adat Lingga sebagai
tempat tinggal yang layak huni bagi wisatawan dan warga setempat), stakeholder pendukung
Jhonson Pardosi et al. Volume 04 No 2, Desember 2019
[138]
Copyright © 2018 Jurnal Pariwisata Pesona
(penyelenggaraan sosialisasi sadar wisata yang ditujukan untuk menumbuhkan antusiasme warga
lokal dalam melindungi dan memelihara rumah adat Lingga), dan stakeholder kunci (usaha dalam
menetapkan rumah adat Lingga sebagai 77 Warisan Budaya Takbenda Indonesia, nominasi ini
kemudian diusulkan kepada UNESCO. Dalam proses pengusulan tersebut, rumah adat Lingga telah
mendapat restorasi fisik yang sangat baik dan hal yang dilakukan oleh pemerintah daerah adalah
menyiapkan lahan untuk relokasi rumah masyarakat yang ada di sekitar rumah siwaluh jabu,
melaksanakan pemugaran rumah siwaluh jabu, melaksanakan festival budaya mejuah-juah sebagai
alat promosi dan melaksanakan festival budaya di Desa Lingga. Rehabilitasi Ekonomi: tersedianya
tourist information centre, guide lokal, toko souvenir, dan produksi souvenir.
DAFTAR PUSTAKA
Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. (2009). Undang Undang Kepariwisataan No 10 Tahun
2009. Jakarta.
-----------. (2010). Undang Undang Tentang Cagar Alam No 11 Tahun 2010. Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta.
Manuaba, Putera. (1999). Budaya Daerah dan Jati Diri Bangsa: Pemberdayaan Cerita Rakyat dalam
Memasuki Otonomi Daerah dan Globalisasi. Masyarakat, Kebudayaan dan Politik, Th XII,
No 4, Oktober 1999, 57-66.
Sinulingga, Rikka Agustriana., & Mahagangga, I gusti Angung Oka. (2016). Upaya Konservasi
Rumah Adat Karo Dalam Menunjang Pariwisata Budaya Di Desa Lingga Kabupaten Karo
Sumatera Utara. Jurnal Destinasi Pariwisata, 4 (2), 139-145.
Sarosa, Samiaji. 2017. Penelitian Kualitatif (Dasar-Dasar) – Edisi Kedua. Jakarta: Penerbit Indeks.
Sebayang, Vanesia Amelia. (2011). Dalan Gendang: Analisis Pola Ritem Dalam Gendang Lima
Sendalanen oleh Tiga Pemusik Karo. Skripsi Sarjana (S1), Departemen Etnomusikologi,
Fakultas Ilmu Budaya, USU.
Timothy, Dallen J. & Gyan P. Nyaupane. (2009). Cultural Heritage and Tourism in the Developing
World (A regional perspective). Oxon: Routledge.
UNESCO. (2009). Investing in Cultural Diversity and Intercultural Dialogue.
Waksman, Terranova. (2009). Siwaluh Jabu. Majalah Ilmiah Populer Bakosurtanal Ekspedisi
Geografi Indonesia-Sumatera Utara, p.21-22. ISBN: 978-979-26-6955

More Related Content

What's hot

Proposal rintisan-desa-wisata
Proposal rintisan-desa-wisataProposal rintisan-desa-wisata
Proposal rintisan-desa-wisataMamah Mizan Mizan
 
Analisis Pentagon Aset Komunitas Pertanian Kelurahan Tunjung, Kabupaten Bangk...
Analisis Pentagon Aset Komunitas Pertanian Kelurahan Tunjung, Kabupaten Bangk...Analisis Pentagon Aset Komunitas Pertanian Kelurahan Tunjung, Kabupaten Bangk...
Analisis Pentagon Aset Komunitas Pertanian Kelurahan Tunjung, Kabupaten Bangk...AlkautsarAvizena
 
Artikel desa wisata
Artikel desa wisataArtikel desa wisata
Artikel desa wisataedi sofyan
 
Pemberdayaan Transmigran Lokal Di Pulau Enggano Kabupaten Bengkulu Utara
Pemberdayaan Transmigran Lokal Di Pulau Enggano Kabupaten Bengkulu UtaraPemberdayaan Transmigran Lokal Di Pulau Enggano Kabupaten Bengkulu Utara
Pemberdayaan Transmigran Lokal Di Pulau Enggano Kabupaten Bengkulu UtaraTriando Triando
 
Bab i Proposal Teknis Studio Perencanaan Wonogiri Kelompok 4a
Bab i Proposal Teknis Studio Perencanaan Wonogiri Kelompok 4aBab i Proposal Teknis Studio Perencanaan Wonogiri Kelompok 4a
Bab i Proposal Teknis Studio Perencanaan Wonogiri Kelompok 4aLatifah Tio
 
Evaluasi dampak pariwisata terhadap sosial ekonomi masyarakat lokal
Evaluasi dampak pariwisata terhadap sosial ekonomi masyarakat lokalEvaluasi dampak pariwisata terhadap sosial ekonomi masyarakat lokal
Evaluasi dampak pariwisata terhadap sosial ekonomi masyarakat lokalhary hermawan
 
Buletin Sindangkasih Edisi 007 Tahun 2014
Buletin Sindangkasih Edisi 007 Tahun 2014Buletin Sindangkasih Edisi 007 Tahun 2014
Buletin Sindangkasih Edisi 007 Tahun 2014Rbm Majalengka
 

What's hot (9)

Proposal rintisan-desa-wisata
Proposal rintisan-desa-wisataProposal rintisan-desa-wisata
Proposal rintisan-desa-wisata
 
Analisis Pentagon Aset Komunitas Pertanian Kelurahan Tunjung, Kabupaten Bangk...
Analisis Pentagon Aset Komunitas Pertanian Kelurahan Tunjung, Kabupaten Bangk...Analisis Pentagon Aset Komunitas Pertanian Kelurahan Tunjung, Kabupaten Bangk...
Analisis Pentagon Aset Komunitas Pertanian Kelurahan Tunjung, Kabupaten Bangk...
 
Artikel desa wisata
Artikel desa wisataArtikel desa wisata
Artikel desa wisata
 
Pemberdayaan Transmigran Lokal Di Pulau Enggano Kabupaten Bengkulu Utara
Pemberdayaan Transmigran Lokal Di Pulau Enggano Kabupaten Bengkulu UtaraPemberdayaan Transmigran Lokal Di Pulau Enggano Kabupaten Bengkulu Utara
Pemberdayaan Transmigran Lokal Di Pulau Enggano Kabupaten Bengkulu Utara
 
PWK - Studio proses perencanaan fikz
PWK - Studio proses perencanaan fikzPWK - Studio proses perencanaan fikz
PWK - Studio proses perencanaan fikz
 
Bab i Proposal Teknis Studio Perencanaan Wonogiri Kelompok 4a
Bab i Proposal Teknis Studio Perencanaan Wonogiri Kelompok 4aBab i Proposal Teknis Studio Perencanaan Wonogiri Kelompok 4a
Bab i Proposal Teknis Studio Perencanaan Wonogiri Kelompok 4a
 
contoh laporan KKN
contoh laporan KKN contoh laporan KKN
contoh laporan KKN
 
Evaluasi dampak pariwisata terhadap sosial ekonomi masyarakat lokal
Evaluasi dampak pariwisata terhadap sosial ekonomi masyarakat lokalEvaluasi dampak pariwisata terhadap sosial ekonomi masyarakat lokal
Evaluasi dampak pariwisata terhadap sosial ekonomi masyarakat lokal
 
Buletin Sindangkasih Edisi 007 Tahun 2014
Buletin Sindangkasih Edisi 007 Tahun 2014Buletin Sindangkasih Edisi 007 Tahun 2014
Buletin Sindangkasih Edisi 007 Tahun 2014
 

Similar to REVITALISASI DAYA TARIK WISATA BUDAYA DI DESA LINGGA KABUPATEN KARO

laporan kegiatan survei potensi ekowisata desa doulu dan desa semangat gunung
laporan kegiatan survei potensi ekowisata desa doulu dan desa semangat gununglaporan kegiatan survei potensi ekowisata desa doulu dan desa semangat gunung
laporan kegiatan survei potensi ekowisata desa doulu dan desa semangat gunungsamerdanta sinulingga
 
PROPOSAL PENELITIAN AGROWISATA.docx
PROPOSAL PENELITIAN AGROWISATA.docxPROPOSAL PENELITIAN AGROWISATA.docx
PROPOSAL PENELITIAN AGROWISATA.docxTamNe
 
Contoh Format Proposal KKN Mandiri
Contoh Format Proposal KKN MandiriContoh Format Proposal KKN Mandiri
Contoh Format Proposal KKN Mandiriajelestari
 
MASYARAKAT KAMPUNG URUG, SUKAJAYA, BOGOR.pdf
MASYARAKAT KAMPUNG URUG, SUKAJAYA, BOGOR.pdfMASYARAKAT KAMPUNG URUG, SUKAJAYA, BOGOR.pdf
MASYARAKAT KAMPUNG URUG, SUKAJAYA, BOGOR.pdfVitusAntonio
 
Pemberdayaan masyarakat berbasis_kearifa (1)
Pemberdayaan masyarakat berbasis_kearifa (1)Pemberdayaan masyarakat berbasis_kearifa (1)
Pemberdayaan masyarakat berbasis_kearifa (1)adhinpol
 
Cagar budaya sebagai haluan pembangunan nasional
Cagar budaya sebagai haluan pembangunan nasionalCagar budaya sebagai haluan pembangunan nasional
Cagar budaya sebagai haluan pembangunan nasionalWisselMeren
 
Wisata Budaya Yogyakarta
Wisata Budaya YogyakartaWisata Budaya Yogyakarta
Wisata Budaya YogyakartaHanas Yordi
 
jurnal perkembangan desa wisata pangsan.pdf
jurnal perkembangan desa wisata pangsan.pdfjurnal perkembangan desa wisata pangsan.pdf
jurnal perkembangan desa wisata pangsan.pdf'Ade Setiawan
 
Slide Seminar Hasil (Skripsi)
Slide Seminar Hasil (Skripsi)Slide Seminar Hasil (Skripsi)
Slide Seminar Hasil (Skripsi)Nuky Yanuari
 
Etnografi Kelompok 2.pptx
Etnografi Kelompok 2.pptxEtnografi Kelompok 2.pptx
Etnografi Kelompok 2.pptxaswinsetiawan2
 
Pengelolaan pariwisata budaya dan harapan wisatawan
Pengelolaan pariwisata budaya dan harapan wisatawanPengelolaan pariwisata budaya dan harapan wisatawan
Pengelolaan pariwisata budaya dan harapan wisatawansamerdanta sinulingga
 
Bhs%20indonesia%20kelompok%202,2.docx
Bhs%20indonesia%20kelompok%202,2.docxBhs%20indonesia%20kelompok%202,2.docx
Bhs%20indonesia%20kelompok%202,2.docxGuruMagang1
 
Pelibatan tokoh budaya dan masyarakat lokaldalam upaya konservasi kota hutan IKN
Pelibatan tokoh budaya dan masyarakat lokaldalam upaya konservasi kota hutan IKNPelibatan tokoh budaya dan masyarakat lokaldalam upaya konservasi kota hutan IKN
Pelibatan tokoh budaya dan masyarakat lokaldalam upaya konservasi kota hutan IKNCIFOR-ICRAF
 
7 Steps Of Risk Management Process Business Plan by Slidesgo.pptx
7 Steps Of Risk Management Process Business Plan by Slidesgo.pptx7 Steps Of Risk Management Process Business Plan by Slidesgo.pptx
7 Steps Of Risk Management Process Business Plan by Slidesgo.pptxIklilulKarim
 
1800-4340-1-SM.pdf
1800-4340-1-SM.pdf1800-4340-1-SM.pdf
1800-4340-1-SM.pdfCheCheReyaa1
 

Similar to REVITALISASI DAYA TARIK WISATA BUDAYA DI DESA LINGGA KABUPATEN KARO (20)

laporan kegiatan survei potensi ekowisata desa doulu dan desa semangat gunung
laporan kegiatan survei potensi ekowisata desa doulu dan desa semangat gununglaporan kegiatan survei potensi ekowisata desa doulu dan desa semangat gunung
laporan kegiatan survei potensi ekowisata desa doulu dan desa semangat gunung
 
Riset mandiri
Riset mandiriRiset mandiri
Riset mandiri
 
PROPOSAL PENELITIAN AGROWISATA.docx
PROPOSAL PENELITIAN AGROWISATA.docxPROPOSAL PENELITIAN AGROWISATA.docx
PROPOSAL PENELITIAN AGROWISATA.docx
 
Contoh Format Proposal KKN Mandiri
Contoh Format Proposal KKN MandiriContoh Format Proposal KKN Mandiri
Contoh Format Proposal KKN Mandiri
 
MASYARAKAT KAMPUNG URUG, SUKAJAYA, BOGOR.pdf
MASYARAKAT KAMPUNG URUG, SUKAJAYA, BOGOR.pdfMASYARAKAT KAMPUNG URUG, SUKAJAYA, BOGOR.pdf
MASYARAKAT KAMPUNG URUG, SUKAJAYA, BOGOR.pdf
 
Kampung batik
Kampung batikKampung batik
Kampung batik
 
Pemberdayaan masyarakat berbasis_kearifa (1)
Pemberdayaan masyarakat berbasis_kearifa (1)Pemberdayaan masyarakat berbasis_kearifa (1)
Pemberdayaan masyarakat berbasis_kearifa (1)
 
Cagar budaya sebagai haluan pembangunan nasional
Cagar budaya sebagai haluan pembangunan nasionalCagar budaya sebagai haluan pembangunan nasional
Cagar budaya sebagai haluan pembangunan nasional
 
Jurnal rizki
Jurnal rizkiJurnal rizki
Jurnal rizki
 
Wisata Budaya Yogyakarta
Wisata Budaya YogyakartaWisata Budaya Yogyakarta
Wisata Budaya Yogyakarta
 
jurnal perkembangan desa wisata pangsan.pdf
jurnal perkembangan desa wisata pangsan.pdfjurnal perkembangan desa wisata pangsan.pdf
jurnal perkembangan desa wisata pangsan.pdf
 
Slide Seminar Hasil (Skripsi)
Slide Seminar Hasil (Skripsi)Slide Seminar Hasil (Skripsi)
Slide Seminar Hasil (Skripsi)
 
Otonomi daerah
Otonomi daerahOtonomi daerah
Otonomi daerah
 
Etnografi Kelompok 2.pptx
Etnografi Kelompok 2.pptxEtnografi Kelompok 2.pptx
Etnografi Kelompok 2.pptx
 
Pengelolaan pariwisata budaya dan harapan wisatawan
Pengelolaan pariwisata budaya dan harapan wisatawanPengelolaan pariwisata budaya dan harapan wisatawan
Pengelolaan pariwisata budaya dan harapan wisatawan
 
Bhs%20indonesia%20kelompok%202,2.docx
Bhs%20indonesia%20kelompok%202,2.docxBhs%20indonesia%20kelompok%202,2.docx
Bhs%20indonesia%20kelompok%202,2.docx
 
Pelibatan tokoh budaya dan masyarakat lokaldalam upaya konservasi kota hutan IKN
Pelibatan tokoh budaya dan masyarakat lokaldalam upaya konservasi kota hutan IKNPelibatan tokoh budaya dan masyarakat lokaldalam upaya konservasi kota hutan IKN
Pelibatan tokoh budaya dan masyarakat lokaldalam upaya konservasi kota hutan IKN
 
7 Steps Of Risk Management Process Business Plan by Slidesgo.pptx
7 Steps Of Risk Management Process Business Plan by Slidesgo.pptx7 Steps Of Risk Management Process Business Plan by Slidesgo.pptx
7 Steps Of Risk Management Process Business Plan by Slidesgo.pptx
 
1800-4340-1-SM.pdf
1800-4340-1-SM.pdf1800-4340-1-SM.pdf
1800-4340-1-SM.pdf
 
Cultural resource management
Cultural resource managementCultural resource management
Cultural resource management
 

More from samerdanta sinulingga

STORYTELLING, INSTAGRAMABLE, TOURISM FILM PROMOTION (CASE STUDY: THE HEART BE...
STORYTELLING, INSTAGRAMABLE, TOURISM FILM PROMOTION (CASE STUDY: THE HEART BE...STORYTELLING, INSTAGRAMABLE, TOURISM FILM PROMOTION (CASE STUDY: THE HEART BE...
STORYTELLING, INSTAGRAMABLE, TOURISM FILM PROMOTION (CASE STUDY: THE HEART BE...samerdanta sinulingga
 
Tourism & Covid 19 inventarisasi dampak coronavirus terhadap stakeholder pari...
Tourism & Covid 19 inventarisasi dampak coronavirus terhadap stakeholder pari...Tourism & Covid 19 inventarisasi dampak coronavirus terhadap stakeholder pari...
Tourism & Covid 19 inventarisasi dampak coronavirus terhadap stakeholder pari...samerdanta sinulingga
 
Pembuatan film wisata sebagai media promosi instagramable kecamatan harian b...
Pembuatan film wisata sebagai media promosi instagramable  kecamatan harian b...Pembuatan film wisata sebagai media promosi instagramable  kecamatan harian b...
Pembuatan film wisata sebagai media promosi instagramable kecamatan harian b...samerdanta sinulingga
 
Tourism & Covid 19 inventarisasi dampak coronavirus terhadap stakeholder pari...
Tourism & Covid 19 inventarisasi dampak coronavirus terhadap stakeholder pari...Tourism & Covid 19 inventarisasi dampak coronavirus terhadap stakeholder pari...
Tourism & Covid 19 inventarisasi dampak coronavirus terhadap stakeholder pari...samerdanta sinulingga
 
Pembuatan film wisata sebagai media promosi instagramable kecamatan harian b...
Pembuatan film wisata sebagai media promosi instagramable  kecamatan harian b...Pembuatan film wisata sebagai media promosi instagramable  kecamatan harian b...
Pembuatan film wisata sebagai media promosi instagramable kecamatan harian b...samerdanta sinulingga
 
Pembuatan Film Wisata Sebagai Media Promosi Pariwisata di Desa Rumah Galuh Ka...
Pembuatan Film Wisata Sebagai Media Promosi Pariwisata di Desa Rumah Galuh Ka...Pembuatan Film Wisata Sebagai Media Promosi Pariwisata di Desa Rumah Galuh Ka...
Pembuatan Film Wisata Sebagai Media Promosi Pariwisata di Desa Rumah Galuh Ka...samerdanta sinulingga
 
RPS KKNI Perjalanan Wisata D3 PERJALANAN WISATA USU
RPS KKNI Perjalanan Wisata D3 PERJALANAN WISATA USURPS KKNI Perjalanan Wisata D3 PERJALANAN WISATA USU
RPS KKNI Perjalanan Wisata D3 PERJALANAN WISATA USUsamerdanta sinulingga
 
Modul praktikum pengantar perjalanan wisata serius
Modul praktikum pengantar perjalanan wisata seriusModul praktikum pengantar perjalanan wisata serius
Modul praktikum pengantar perjalanan wisata seriussamerdanta sinulingga
 
Laporan Pertangung Jawaban Kelompok 4 Pelaruga
Laporan Pertangung Jawaban Kelompok 4 PelarugaLaporan Pertangung Jawaban Kelompok 4 Pelaruga
Laporan Pertangung Jawaban Kelompok 4 Pelarugasamerdanta sinulingga
 
LAPORAN PERTANGUNG JAWABAN PENJUALAN PAKET WISATA SRI MERSING
LAPORAN PERTANGUNG JAWABAN PENJUALAN PAKET WISATA SRI MERSINGLAPORAN PERTANGUNG JAWABAN PENJUALAN PAKET WISATA SRI MERSING
LAPORAN PERTANGUNG JAWABAN PENJUALAN PAKET WISATA SRI MERSINGsamerdanta sinulingga
 
Laporan Pertangung Jawaban Kelompok 5 Namo Belango
Laporan Pertangung Jawaban Kelompok 5 Namo BelangoLaporan Pertangung Jawaban Kelompok 5 Namo Belango
Laporan Pertangung Jawaban Kelompok 5 Namo Belangosamerdanta sinulingga
 
Laporan Pertangung Jawaban Kelompok 1 Pelaruga
Laporan Pertangung Jawaban Kelompok 1 PelarugaLaporan Pertangung Jawaban Kelompok 1 Pelaruga
Laporan Pertangung Jawaban Kelompok 1 Pelarugasamerdanta sinulingga
 
Laporan Pertangung Jawaban Kelompok 2 Gunung Sibayak
Laporan Pertangung Jawaban Kelompok 2 Gunung SibayakLaporan Pertangung Jawaban Kelompok 2 Gunung Sibayak
Laporan Pertangung Jawaban Kelompok 2 Gunung Sibayaksamerdanta sinulingga
 
Surat kunjungan tahap eksplorasi paling dini
Surat kunjungan tahap eksplorasi paling diniSurat kunjungan tahap eksplorasi paling dini
Surat kunjungan tahap eksplorasi paling dinisamerdanta sinulingga
 

More from samerdanta sinulingga (17)

STORYTELLING, INSTAGRAMABLE, TOURISM FILM PROMOTION (CASE STUDY: THE HEART BE...
STORYTELLING, INSTAGRAMABLE, TOURISM FILM PROMOTION (CASE STUDY: THE HEART BE...STORYTELLING, INSTAGRAMABLE, TOURISM FILM PROMOTION (CASE STUDY: THE HEART BE...
STORYTELLING, INSTAGRAMABLE, TOURISM FILM PROMOTION (CASE STUDY: THE HEART BE...
 
Tourism & Covid 19 inventarisasi dampak coronavirus terhadap stakeholder pari...
Tourism & Covid 19 inventarisasi dampak coronavirus terhadap stakeholder pari...Tourism & Covid 19 inventarisasi dampak coronavirus terhadap stakeholder pari...
Tourism & Covid 19 inventarisasi dampak coronavirus terhadap stakeholder pari...
 
Pembuatan film wisata sebagai media promosi instagramable kecamatan harian b...
Pembuatan film wisata sebagai media promosi instagramable  kecamatan harian b...Pembuatan film wisata sebagai media promosi instagramable  kecamatan harian b...
Pembuatan film wisata sebagai media promosi instagramable kecamatan harian b...
 
Tourism & Covid 19 inventarisasi dampak coronavirus terhadap stakeholder pari...
Tourism & Covid 19 inventarisasi dampak coronavirus terhadap stakeholder pari...Tourism & Covid 19 inventarisasi dampak coronavirus terhadap stakeholder pari...
Tourism & Covid 19 inventarisasi dampak coronavirus terhadap stakeholder pari...
 
Pembuatan film wisata sebagai media promosi instagramable kecamatan harian b...
Pembuatan film wisata sebagai media promosi instagramable  kecamatan harian b...Pembuatan film wisata sebagai media promosi instagramable  kecamatan harian b...
Pembuatan film wisata sebagai media promosi instagramable kecamatan harian b...
 
Pembuatan Film Wisata Sebagai Media Promosi Pariwisata di Desa Rumah Galuh Ka...
Pembuatan Film Wisata Sebagai Media Promosi Pariwisata di Desa Rumah Galuh Ka...Pembuatan Film Wisata Sebagai Media Promosi Pariwisata di Desa Rumah Galuh Ka...
Pembuatan Film Wisata Sebagai Media Promosi Pariwisata di Desa Rumah Galuh Ka...
 
RPS KKNI Perjalanan Wisata D3 PERJALANAN WISATA USU
RPS KKNI Perjalanan Wisata D3 PERJALANAN WISATA USURPS KKNI Perjalanan Wisata D3 PERJALANAN WISATA USU
RPS KKNI Perjalanan Wisata D3 PERJALANAN WISATA USU
 
Modul praktikum pengantar perjalanan wisata serius
Modul praktikum pengantar perjalanan wisata seriusModul praktikum pengantar perjalanan wisata serius
Modul praktikum pengantar perjalanan wisata serius
 
Laporan Pertangung Jawaban Kelompok 4 Pelaruga
Laporan Pertangung Jawaban Kelompok 4 PelarugaLaporan Pertangung Jawaban Kelompok 4 Pelaruga
Laporan Pertangung Jawaban Kelompok 4 Pelaruga
 
LAPORAN PERTANGUNG JAWABAN PENJUALAN PAKET WISATA SRI MERSING
LAPORAN PERTANGUNG JAWABAN PENJUALAN PAKET WISATA SRI MERSINGLAPORAN PERTANGUNG JAWABAN PENJUALAN PAKET WISATA SRI MERSING
LAPORAN PERTANGUNG JAWABAN PENJUALAN PAKET WISATA SRI MERSING
 
Laporan Pertangung Jawaban Kelompok 5 Namo Belango
Laporan Pertangung Jawaban Kelompok 5 Namo BelangoLaporan Pertangung Jawaban Kelompok 5 Namo Belango
Laporan Pertangung Jawaban Kelompok 5 Namo Belango
 
Laporan Pertangung Jawaban Kelompok 1 Pelaruga
Laporan Pertangung Jawaban Kelompok 1 PelarugaLaporan Pertangung Jawaban Kelompok 1 Pelaruga
Laporan Pertangung Jawaban Kelompok 1 Pelaruga
 
Laporan Pertangung Jawaban Kelompok 2 Gunung Sibayak
Laporan Pertangung Jawaban Kelompok 2 Gunung SibayakLaporan Pertangung Jawaban Kelompok 2 Gunung Sibayak
Laporan Pertangung Jawaban Kelompok 2 Gunung Sibayak
 
Ekowisata
EkowisataEkowisata
Ekowisata
 
Inovasi produk dan manajemen
Inovasi produk dan manajemenInovasi produk dan manajemen
Inovasi produk dan manajemen
 
Surat kunjungan tahap eksplorasi paling dini
Surat kunjungan tahap eksplorasi paling diniSurat kunjungan tahap eksplorasi paling dini
Surat kunjungan tahap eksplorasi paling dini
 
Pariwisata dan climate change
Pariwisata dan climate changePariwisata dan climate change
Pariwisata dan climate change
 

REVITALISASI DAYA TARIK WISATA BUDAYA DI DESA LINGGA KABUPATEN KARO

  • 1.
  • 2. JURNAL PARIWISATA PESONA Volume 04 No 2, Desember 2019: p 132-138 Print ISSN: 1410-7252 | Online ISSN: 2541-5859 DOI: https://doi.org/10.26905/jpp.v4i2.2531 Homepage: http://jurnal.unmer.ac.id/index.php/jpp/ Jurnal Pariwisata Pesona | Terakreditasi Ristekdikti Nomor:21/E/KPT/2018 REVITALISASI DAYA TARIK WISATA BUDAYA DI DESA LINGGA KABUPATEN KARO Jhonson Pardosi, Nurcahaya Bangun, Asmyta Surbakti, Samerdanta Sinulingga D-III Perjalanan Wisata, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Jl. Dr. Mansyur No. 68 A Kampus USU Padang Bulan Informasi Artikel Abstract Dikirim: 26 November 2018 This research is motivated by the problem of the increasingly weak understanding of the Lingga Village community regarding the Lingga Traditional House. To overcome this, the research stages are aimed at: 1) knowing the tourist attractions contained in the Traditional House in Lingga Village. 2) to find out the shape of the Traditional House Revitalization model in Lingga Village. This research method uses phenomenological qualitative research methods. The results of this study are: 1) Lingga Traditional House can be said as a Tourist Attraction Spot because it has a Uniqueness, Beauty and Value. 2) The Revitalization Model of Traditional Houses in Lingga Village consists of 2 forms, namely the Conservation Form and the Economic Rehabilitation Form. For our next research we recommend reviewing the Opportunities and Challenges Analysis of the Establishment of Tourism Awareness Groups in Lingga Village as a technical step in implementing cultural revitalization in this location. Diterima: 21 Oktober 2019 Korespondensi pada penulis : Telepon: 08126471549 Email: jhonsonpardosi@yahoo.com Keywords: Travel Attractions; Revitalization of Indigenous Houses PENDAHULUAN Latar belakang kajian penelitian ini berangkat dari sebuah dilema dalam budaya masyarakat Batak Karo khususnya masyarakat Desa Lingga. Manuaba (1999) mengatakan ketika suatu kelompok masyarakat mulai „kehilangan identitas budaya-nya‟ sebagai indikator kepentingan manusiawi yang mutlak, maka proses kehancuran masyarakat dari segi apapun, baik itu ekonomi, pembangunan dan lain lain sudah dapat diprediksi. Indikasi ini terbukti dari wawancara yang kami lakukan terhadap beberapa anggota masyarakat, yang sudah tidak mengetahui bentuk, fungsi dan makna simbol dari setiap elemen yang tersirat pada Rumah Adat budaya mereka sendiri. Ketidakpahaman ini kemudian memberikan pengaruh terhadap lemahnya kesadaran masyarakat dalam menjaga kebersihan desa, kenyamanan tamu yang berkunjung, meningkatnya konflik internal desa dan lain sebagainya, yang mengungkap bahwa pendapat Manuaba (1999) dalam hal-hal tertentu sudah semakin nyata dewasa ini. Rumah adat Lingga dalam lingkungan masyarakat Desa Lingga memiliki positioning yang sangat penting. Inilah urgensi yang harus dikaji untuk wilayah ini, yaitu: semakin memudarnya pemahaman masyarakat Desa Lingga mengenai rumah adat Lingga. Sebelum dampak dari hal tersebut semakin mengakar, maka untuk memfasilitasi permasalahan tersebut, revitalisasi kawasan rumah adat merupakan hal sederhana namun logis untuk dilakukan pada kawasan ini. Upaya revitalisasi ini dilakukan karena rumah adat Lingga merupakan rumah adat dengan arsitektur tradisional yang mampu memberikan proyeksi sejarah desa dan atraksi seni lokal di masa lalu-sebagai identitas awal kebudayaan masyarakat Karo pada masa itu. Hal inilah yang menjadi tolak
  • 3. Jhonson Pardosi et al. Volume 04 No 2, Desember 2019 [133] Copyright © 2018 Jurnal Pariwisata Pesona ukur Pemerintah Indonesia melalui Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Kabupaten Karo dalam mengkategorikan rumah adat Lingga sebagai Warisan Budaya Takbenda Indonesia, yang kemudian di usulkan kepada UNESCO pada tahun 2013. Mengapa dikatakan takbenda? Warisan budaya takbenda atau intangible cultural heritage bersifat tak dapat dipegang (intangible/abstrak), seperti konsep dan teknologi; dan sifatnya dapat berlalu dan hilang dalam waktu seiring perkembangan zaman (pemahaman ini tertuang dalam Konfrensi UNESCO pada tahun 2003). Dikarenakan sifatnya dapat berlalu dan hilang dalam waktu seiring perkembangan zaman, maka upaya revitalisasi dalam penelitian ini harus dilakukan. Di lain sisi, Pengusulan ini juga didasari dari pertimbangan pemerintah yang menganggap bahwa pariwisata budaya saat ini merupakan sebuah sumber daya wisata dengan pertumbuhan pangsa pasar terpesat dibandingkan bentuk wisata lainnya (termasuk alam). Pernyataan tersebut diperkuat: “People visiting cultural and historical resources is one of the largest, most pervasive, and fastest growing sectors of the tourism industry today. In fact, heritage tourism appears to be growing much faster than all other forms of tourism, particularly in the developing world, and is thus viewed as an important potential tool for poverty alleviation and community economic development” Timothy (2009:3) ahli ini menyatakan selain memiliki pertumbuhan yang pesat, pariwisata budaya dapat menjadi alat yang potensial untuk mengurangi kemiskinan dan mampu bertindak dalam pengembangan ekonomi suatu komunitas di dalam suatu masyarakat. Berdasar pada uraian fenomena di atas, maka teori Revitalisasi dipilih menjadi teori utama dalam memecahkan masalah dalam penelitian ini. Terdapat 2 struktur kerja dalam Teori Revitalisasi menurut Undang Undang nomor 11 tahun 2010 pasal 80 ayat 1 dan 2, yaitu: 1) konservasi, yaitu pemeliharaan serta perbaikan bagian bagian yang rusak dan atau penambahan fasilitas pendukung pemeliharaan objek daya tarik budaya; dan 2) rehabilitasi ekonomi, yaitu dimana bangunan cagar budaya hendaknya menjadi “profit centre”, harus diakui bahwa perbaikan fisik (materi) hanya bersifat jangka pendek, namun dengan konsep rehabilitasi ekonomi diharapkan bisa mengakomodasi kegiatan ekonomi informal dan formal (local economic development), sehingga mampu memberikan nilai tambah bagi masyarakat lokal. Landasan permasalahan dan teori yang relevan inilah yang akhirnya melatarbelakangi penelitian, yang berjudul “Revitalisasi Daya Tarik Wisata Budaya di Desa Lingga Kabupaten Karo”. METODE Penelitian ini menggunakan metode fenomenologi, dimana penelitian dilakukan dengan melihat fenomena yang terdapat di rumah adat Desa Lingga yang kemudian di interpretasi sesuai dengan format dari teori Revitalisasi. Teknik penentuan informan dalam penelitian adalah snowball sampling, dimana informan awal yang kami tentukan adalah guide lokal, beliau kemudian memberitahu beberapa informan-informan lainnya. Terdapat 3 jenis Informan dalam penelitian (Yusuf, 2016:369) yaitu: informan kunci (guide lokal, pelaku budaya, Dinas Pariwisata Kabupaten Karo), informan utama (pemilik dan penjaga rumah adat), dan informan tambahan yaitu masyarakat Desa Lingga. Sumber data dalam penelitian ini ada 2 yaitu: 1) sumber data primer (wawancara dengan informan), dan 2) sumber data sekunder (informasi digital/ebook, buku, undang-undang, film/foto). Metode pengumpulan data menggunakan: wawacara, pengamatan dan dokumentasi. Jenis wawancara dalam penelitian ini adalah wawancara terencana-tidak tersetruktur, dengan teknik pengumpuan data menggunakan: pedoman wawancara, alat rekam. Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan model Miles dan Huberman dalam Yusuf (2016:407), dengan beberapa tahapan, seperti: reduksi data, display data, penarikan kesimpulan/verifikasi. HASIL DAN PEMBAHASAN Rumah Adat Lingga Sebagai Daya Tarik Wisata Menurut Undang Undang Kepariwisataan nomor 10 tahun 2009, dimana daya tarik wisata adalah segala sesuatu yang memiliki keunikan, keindahan, dan nilai yang berupa keanekaragaman kekayaan alam, budaya, dan hasil buatan manusia yang menjadi sasaran atau tujuan kunjungan wisatawan. Apabila defenisi ini dikaji maka terdapat 3 indikator kunci sesuatu dikatakan sebagai daya tarik wisata yaitu lokasi yang memiliki keunikan, keindahan dan nilai. Rumah adat budaya Lingga memiliki ketiga indikator kunci tersebut. Keunikan yang dominan dari objek ini adalah rumah adat siwaluhjabu sangat terpengaruh dengan unsur dinamisme dan animisme dari agama Hindu dan Budha,
  • 4. Jhonson Pardosi et al. Volume 04 No 2, Desember 2019 [134] Copyright © 2018 Jurnal Pariwisata Pesona sehingga dalam hal pembangunannya nuansa atau pengaruh dari kedua agama tersebut sangat lekat. Mengenai proses pendirian rumah adat Karo, dimasa lampau, segala hal telah diatur dalam adat Karo. Rumah adat siwaluhjabu, secara arsitektural, bangunan ini dibangun tanpa memakai paku, sedangkan keunikan nilai sosial budayanya adalah rumah ini merupakan rumah komunal. Hingga tahun 2018, rumah adat tersebut masih berfungsi dan dapat difungsikan keberadaannya. Rumah adat ini ditempati sebuah keluarga namun dengan status disewakan-seperti rumah sewa/kontrak. Keluarga yang menyewakan rumah adat juga berasal dari warga Desa Lingga- suku karo. Walaupun mereka mengontrak, mereka juga mengemban tugas untuk dapat melestarikan dan memelihara kondisi rumah adat lingga, sampai saat ini. Siwaluh jabu, artinya 8 keluarga, dimana dahulunya untuk 1 rumah adat, dapat dihuni hingga 8 kepala keluarga. Penempatan keluarga adat (jabu) dalam bagian rumah adat dilakukan berdasarkan ketentuan adat Karo. Adapun susunan jabu dan yang menempatinya adalah sebagai berikut. 1. Jabu benana kayu, terletak di jabu jahe. Kalau kita ke rumah dari ture jahe (lihat gambar 1), maka letak kamar jabu para keturunan si mantek kuta (golongan pendiri kampung) atau sembuyaknya terdapat di sebelah kiri. 2. Jabu ujung kayu (anak beru), keluarga (jabu) ini merupakan anak beru kuta atau anak beru dari jabu benana kayu. Keluarga ini berada di kenjulu rumah adat, sebelah kiri (diagonal) dengan jabu benana kayu. Fungsi Keluarga ini adalah sebagai komunikator jabu benana kayu. 3. Jabu lepar benana kayu, ture jahe (lihat gambar 1) terletak di sebelah kanan kamar jabu sembuyak dari jabu benana kayu. Keluarga adat ini bertugas sebagai jabu sungkun berita (sumber informasi). 4. Jabu Lepar Ujung Kayu, Kalau kita ke rumah dari kenjulu (pintu depan/hulu), maka letak kamar kalimbubu jabu dari jabu benana kayu terletak di sebelah kanan. Keluarga adat ini bertugas memberi nasehat dan berkat. 5. Jabu sedapuren benana kayu, kamar ini ditinggali oleh anak beru menteri dari si mantek kuta (jabu benana kayu), kelurga adat ini dipanggil sebagai jabu peninggel-peninggel. 6. Jabu sidapuren ujung kayu, keluarga ini adalah sembuyak dari ujung kayu. Keluarga ini berfungsi memberi belo kinapur (persentabin) untuk tamu jabu benana kayu yang datang. 7. Jabu sedapuran lepar ujung kayu, ditempati oleh guru-guru (tabib) yang memiliki kemampuan mengobati, keluarga (jabu) yang sakit. 8. Jabu sedapuren lepar benana kayu, ruangan ini ditempati puang kalimbubu dari jabu benana kayu. Keluarga ini merupakan „hakim‟ dari suatu pertemuan. Perkataan merekalah sebagai penutup suatu pembicaraan, keluarga ini disebut juga jabu pendungi ranan. Rumah adat Lingga terbuat dari kayu bulat, papan, bambu dan ijuk tanpa menggunakan paku. Atap rumah adat Lingga berbentuk segitiga disebut ayo-ayo. Terdapat dua pintu dalam rumah adat ini, yaitu pintu yang menghadap barat dan pintu menghadap timur. Di depan pintu terdapat teras, terbuat dari bambu bulat (disebut ture), yang berfungsi sebagai ruang bertenun dan menganyam tikar. Menurut Waksman (2009: 22) bahwa rumah adat siwaluhjabu hanyalah artefak dizaman ini, hal tersebut beralasan, karena banyak peraturan yang sudah ditinggalkan seiring berubah dan berkembangnya zaman. Berikut adalah gambar ruangan dari rumah adat siwaluhjabu. Gambar 1. Keterangan ruang rumah adat siwaluh jabu
  • 5. Jhonson Pardosi et al. Volume 04 No 2, Desember 2019 [135] Copyright © 2018 Jurnal Pariwisata Pesona Dalam konteks nilai (sesuai dengan indikator teori daya tarik wisata yang telah disebutkan diatas) ada beberapa simbol ornamen tradisional yang tercantum pada dinding bagian luar rumah adat. Adapun nilai-nilai ornamen tradisional tersebut, yaitu: 1. Bindu matagah, memiliki tujuan sebagai pesilah silamehuli atau menyingkirkan hal jahat. Ornamen ini sering digunakan juga dalam ukat, gantang beru-beru, pustaka pada melmelen rumah adat, jambur, dan geriten. Gambar 1. Bentuk Ukiran Bindu Matagah 2. Tapak raja sulaiman, bertujuan sebagai penolak bala, menahan roh-roh jahat, anti racun, gatal- gatal dan juga berfungsi sebagai petunjuk jalan supaya jangan tersesat diperjalanan terutama di hutan. Ragam hias tapak raja sulaiman digunakan pada benda-benda pakai seperti gantang beru- beru dan terdapat juga pada melmelen rumah adat, dan jambur. Gambar 2. Bentuk Ukiran Tapak Raja Sulaiman 3. Pengret-ret, berbentuk ukiran mirip cicak atau biawak. Bertujuan sebagai penangkal setan, membuat keluarga harmonis, kemakmuran dan kewaspadaan. Ukiran ini berasal dari tali ijuk yang disulam erat dengan papan kayu sebagai dinding rumah (derpih) dengan lubang-lubang yang posisinya telah di atur (seperti menyulam papan kayu dengan lubang yang telah dipersiapkan, sulaman inilah yang kemudian berbentuk gambar 4) Gambar 3. Bentuk Ukiran Pengret-ret 4. Tupak salah silima-lima, berbentuk garis seperti bintang. Bentuk ukiran ini menunjukkan kehebatan semesta di malam hari. Ukiran ini terletak di pintu masuk rumah adat sebagai simbol mengenai kokohnya kekerabatan merga silima di masyarakat Karo. Gambar 5. Bentuk Ukiran Tupak Salah Silima-lima 5. Embun sikawiten, ornamen ini berbentuk alam atau seperti tumbuh-tumbuhan, dengan tujuan untuk menolak bala, juga digunakan sebagai hiasan. Motif ini terdapat pada melmelen rumah adat. Gambar 6. Bentuk Ukiran Embun Sikawiten
  • 6. Jhonson Pardosi et al. Volume 04 No 2, Desember 2019 [136] Copyright © 2018 Jurnal Pariwisata Pesona Konservasi Upaya konservasi rumah adat Lingga pada penelitian ini, lebih ditekankan pada upaya upaya rekonstruksi pola pikir ataupun mindset warga setempat, dengan tujuan meningkatkan sense of belonging (rasa memiliki) rumah adat yang mereka miliki. Rekonstruksi pola pikir ataupun mindset dapat dilakukan dengan upaya Konservasi, dimana konsep ini menekankan pada pemeliharaan yang ditujukan untuk melestarikan daya tarik wisata rumah adat Lingga. Harus diketahui bahwa ada dua bentuk material yang menjadi objek konservasi, yaitu bersifat fisik dan nilai. Penelitian ini lebih difokuskan pada pemeliharaan atau pelestarian nilai-nilai yang tersirat dari rumah adat Lingga. Sesuai dengan informasi yang telah diterangkan sebelumnya, mengenai kajian DTW yang telah disebutkan di atas, maka pemeliharaan atau pelestarian nilai-nilai dapat dilakukan dengan aksi penyuluhan ataupun sosialisasi yang harus berdampak langsung kepada warga lokal. Aksi tersebut telah dilaksanakan secara sustainable atau berkelanjutan hingga saat ini oleh para stakeholder. stakeholder yang telah melaksanakan aksi konservasi tersebut yaitu: 1. Stakeholder utama: stakeholder utama dalam kajian ini adalah orang yang memiliki keterkaitan langsung terhadap rumah adat Lingga, yaitu masyarakat lokal sendiri. Terdapat 2 (dua) upaya konservasi yang telah dilakukan masyarakat lokal, yaitu: 1) setiap penyelenggaraan event kebudayaan lokal yang diselenggarakan dengan mengundang warga desa sekitar, seperti pesta tahun, gendang guro-guro aron dan event budaya lokal lainnya. Masyarakat lokal selalu mempromosikan rumah adat Lingga dan kebudayaan (tarian, konsep acara, dll) bahwa mereka adalah desa budaya. Icon “Desa Budaya Lingga” adalah icon yang masyarakat lokal tetapkan dalam memperkenalkan budaya mereka. Icon yang mereka tetapkan ini menjadi sebuah kunci pelaksanaan upaya konservasi nyata dari warga setempat, agar warga setempat sendiri hingga masyarakat luar „harus‟ melestarikan dan memelihara setiap elemen budaya yang dimiliki Desa Lingga, salah satunya adalah rumah adat Lingga dan setiap elemen yang terkandung di dalamnya. 2) masih difungsikannya rumah adat Lingga sebagai tempat tinggal yang layak untuk ditempati. Harus disadari bahwa hal yang mampu menghancurkan setiap rumah adat dimanapun berada adalah ketika rumah adat tersebut hanya menjadi „patung berdiri‟ tanpa fungsi apapun (terutama fungsi ekonomi). Hal ini merupakan hal yang sangat realistis yang telah dilakukan oleh masyarakat lokal terkait upaya konservasi rumah adat ini. Sampai saat ini, rumah adat tradisional ini, masih difungsikan sebagai: tempat tinggal warga lokal (dikontrakkan bagi warga lokal) dan sebagai penginapan bagi wisatawan yang ingin menginap dan merasakan sensasi budaya dari rumah adat tradisional ini. 2. Stakeholder pendukung adalah sekelompok orang yang tidak memiliki keterkaitan langsung namun memiliki kepedulian, seperti perguruan tinggi. Upaya konservasi yang dilakukan oleh stakeholder pendukung yaitu: upaya sosialisasi sadar wisata yang kerap dilakukan oleh pihak perguruan tinggi di lokasi ini. Upaya sadar wisata secara teknis dilakukan dengan pengembangan lokal dan kewirausahaan, peningkatan kualitas SDM, serta pemenuhan infrastruktur. Hal ini kerap dilakukan oleh perguruan tinggi yang berada di sumatera utara terutama Universitas Sumatera Utara sendiri. Di tahun 2018, civitas D3 Perjalanan Wisata telah melaksanakan salah satu dari Tri Dharma Perguruan Tinggi yaitu Praktek Kuliah Lapangan bersama mahasiswa dan Pengabdian Masyarakat. Hal ini tentu menjadi sebuah indikasi upaya konservasi nyata dari stakeholder pendukung dalam melaksanakan fungsinya di tengah masyarakat adat yang berada di Desa Lingga 3. Stakeholder Kunci: adalah sekelompok orang yang memiliki kewenangan secara legal dalam suatu wilayah negara, seperti pemerintah. Upaya konservasi yang dilakukan oleh stakeholder kunci yaitu: 1) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengkategorikan rumah adat Lingga sebagai 77 Warisan Budaya Takbenda Indonesia, nominasi ini kemudian diusulkan kepada UNESCO. Walau belum dipilih UNESCO, namun upaya ini dapat dipandang sebagai sebuah upaya konservasi yang aktif dari pemerintah. Dalam proses pengusulan tersebut, rumah adat Lingga telah mendapat restorasi fisik yang sangat baik. 2) dampak pengusulan tersebut, akhirnya menggerakkan pemerintah daerah untuk melaksanakan aksi kegiatan, seperti: mempersiapkan lahan relokasi rumah masyarakat yang ada di sekitar rumah siwaluh jabu, melaksanakan Festival Bunga dan Buah, dan Festival Budaya Mejuah-Juah sebagai alat promosi dan pemugaran rumah siwaluh jabu.
  • 7. Jhonson Pardosi et al. Volume 04 No 2, Desember 2019 [137] Copyright © 2018 Jurnal Pariwisata Pesona Rehabilitasi Ekonomi Indikator kerja berikutnya adalah Rehabilitasi Ekonomi, yaitu dimana bangunan cagar budaya hendaknya menjadi “profit centre” bagi masyarakat lokal. Harus diakui bahwa perbaikan fisik suatu kawasan bersifat jangka pendek, dengan rehabilitasi ekonomi diharapkan bisa mengakomodasi kegiatan ekonomi informal dan formal (local economic development), sehingga mampu memberikan nilai tambah bagi masyarakat lokal. Adapun nilai tambah ekonomi yang telah diterima oleh masyarakat lokal dari eksistensi rumah adat yang ada di desa tersebut, adalah: 1. Sudah tersedianya tourist information centre yang didirikan secara mandiri oleh masyarakat lokal setempat. Walaupun kondisinya tidak seperti yang difikirkan, namun setidaknya sudah tersedia di lokasi tersebut, yang ditujukan untuk memberikan dampak ekonomi yang positif bagi masyarakat lokal. 2. Sudah tersedianya guide lokal yang memiliki kemampuan yang cukup mumpuni di bidangnya. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di lokasi penelitian, terdapat seorang guide lokal yang menguasai 3 bahasa asing yaitu, bahasa Belanda, bahasa Jerman dan bahasa Inggris. Hal ini sangat positif bagi eksistensi rumah adat Karo, karena berkat SDM lokal tersebutlah sampai saat ini rumah adat Lingga masih memiliki penyedia informasi yang fasih dan akuntabel. SDM tersebut merupakan anggota aktif Himpunan Pramuwisata Indonesia yang sah untuk kapasitas lokal (Kabupaten Karo) 3. Sudah tersedianya toko souvenir yang dikelola langsung oleh masyarakat lokal. Dikelola langsung maksudnya adalah masyarakat yang membuat langsung produk souvenir-nya dan memasarkannya. Karena keterampilan ini hanya segelintir masyarakat yang memilikinya, Tentu hasil produksi souvenir menjadi sangat terbatas. Walaupun demikian, toko souvenir tersebut sudah menjadi bagian ekonomi yang memberikan dampak langsung kepada masyarakat lokal di Desa Lingga 4. Pembuat souvenir yang masih aktif membuat souvenir simbol-simbol budaya karo di Desa Lingga. Sampai saat ini dukungan terhadap divisi ini masih sangat lemah, karena murni adalah usaha yang dirintis dan dijalankan sendiri. Keterampilan yang terbatas ini sebenarnya memiliki nilai jual ekonomi kreatif yang sangat tinggi. Bisa saja wisatawan mendapat pendidikan ekspress berupa pengamatan langsung cara membuat souvenir mulai dari bahan mentah hingga akhirnya berbentuk souvenir seperti gantungan kunci atau alat musik tradisional karo, namun hal tersebut belum dilakukan sampai saat ini. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: rumah adat Lingga dapat dikategorikan sebagai daya tarik wisata (DTW). Hal tersebut telah dikaji dan diteliti pada penelitian ini, berdasar pada teori daya tarik wisata yang terdapat di UU No 10 tahun 2009, dimana dikatakan bahwa suatu lokasi disebut sebagai DTW apabila memiliki 3 indikator kunci yaitu keunikan, keindahan dan nilai. Pertama adalah keunikan fisik rumah adat Lingga: keunikan yang dominan dari objek ini adalah rumah adat siwaluhjabu sangat terpengaruh dengan unsur dinamisme dan animisme dari agama Hindu dan Budha, sehingga dalam hal pembangunannya nuansa atau pengaruh dari kedua agama tersebut sangat lekat. Mengenai proses pendirian rumah adat Karo dimasa lampau telah diatur dalam adat Karo. Kedua adalah nilai yang terkandung dari rumah adat Lingga: berasal dari simbol ornamen yang terlukis secara fisik di setiap bangunan yang berdiri. Simbol-simbol ini memiliki nilai yang terkandung di dalam-nya berupa nasehat dan harapan, seperti: bindu matagah, dengan motif geometri, memiliki nilai „menyingkirkan yang tidak baik‟, tapak raja sulaiman, memiliki nilai sebagai „petunjuk jalan supaya jangan tersesat diperjalanan‟, begitupun dengan pengret-ret, tupak salah silima-lima dan embun sikawiten. Ketiga adalah keindahan yang terdapat di rumah adat ini adalah dimana terjadinya harmonisasi yang saling bersinergi antara keunikan dan nilai yang tertampil dalam simbol fisik yang terpatri dalam ornamen tradisonal yang melekat di setiap ukiran rumah adat Desa Lingga. Hingga saat ini juga, kebersihan lokasi dan kenyamanan pengunjung juga masih sangat diperhatikan. Model revitalisasi rumah adat Lingga terdapat 2 bentuk yaitu: upaya konservasi dilakukan oleh beberapa stakeholder, yaitu: stakeholder Utama (penyelenggaraan event budaya untuk mendukung eksistensi rumah adat Lingga dan memfungsikan kembali rumah adat Lingga sebagai tempat tinggal yang layak huni bagi wisatawan dan warga setempat), stakeholder pendukung
  • 8. Jhonson Pardosi et al. Volume 04 No 2, Desember 2019 [138] Copyright © 2018 Jurnal Pariwisata Pesona (penyelenggaraan sosialisasi sadar wisata yang ditujukan untuk menumbuhkan antusiasme warga lokal dalam melindungi dan memelihara rumah adat Lingga), dan stakeholder kunci (usaha dalam menetapkan rumah adat Lingga sebagai 77 Warisan Budaya Takbenda Indonesia, nominasi ini kemudian diusulkan kepada UNESCO. Dalam proses pengusulan tersebut, rumah adat Lingga telah mendapat restorasi fisik yang sangat baik dan hal yang dilakukan oleh pemerintah daerah adalah menyiapkan lahan untuk relokasi rumah masyarakat yang ada di sekitar rumah siwaluh jabu, melaksanakan pemugaran rumah siwaluh jabu, melaksanakan festival budaya mejuah-juah sebagai alat promosi dan melaksanakan festival budaya di Desa Lingga. Rehabilitasi Ekonomi: tersedianya tourist information centre, guide lokal, toko souvenir, dan produksi souvenir. DAFTAR PUSTAKA Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. (2009). Undang Undang Kepariwisataan No 10 Tahun 2009. Jakarta. -----------. (2010). Undang Undang Tentang Cagar Alam No 11 Tahun 2010. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta. Manuaba, Putera. (1999). Budaya Daerah dan Jati Diri Bangsa: Pemberdayaan Cerita Rakyat dalam Memasuki Otonomi Daerah dan Globalisasi. Masyarakat, Kebudayaan dan Politik, Th XII, No 4, Oktober 1999, 57-66. Sinulingga, Rikka Agustriana., & Mahagangga, I gusti Angung Oka. (2016). Upaya Konservasi Rumah Adat Karo Dalam Menunjang Pariwisata Budaya Di Desa Lingga Kabupaten Karo Sumatera Utara. Jurnal Destinasi Pariwisata, 4 (2), 139-145. Sarosa, Samiaji. 2017. Penelitian Kualitatif (Dasar-Dasar) – Edisi Kedua. Jakarta: Penerbit Indeks. Sebayang, Vanesia Amelia. (2011). Dalan Gendang: Analisis Pola Ritem Dalam Gendang Lima Sendalanen oleh Tiga Pemusik Karo. Skripsi Sarjana (S1), Departemen Etnomusikologi, Fakultas Ilmu Budaya, USU. Timothy, Dallen J. & Gyan P. Nyaupane. (2009). Cultural Heritage and Tourism in the Developing World (A regional perspective). Oxon: Routledge. UNESCO. (2009). Investing in Cultural Diversity and Intercultural Dialogue. Waksman, Terranova. (2009). Siwaluh Jabu. Majalah Ilmiah Populer Bakosurtanal Ekspedisi Geografi Indonesia-Sumatera Utara, p.21-22. ISBN: 978-979-26-6955