SlideShare a Scribd company logo
No. 003
tahun I
Tgl. 15 Januari - 14 FEBRUARI 2018
Pemprov Papua Barat Berkomitmen Sajikan
Pelayanan Prima dan Semangat Melayani
Papua Barat Membentang
Mulai Dari Puncak Gunung Hingga Lembah
Potensi Perikanan Pulau Papua
Sangat Besar
catatan redaksi
SUSUNAN REDAKSI
TABLOID WEST PAPUA
Pemimpin Redaksi
Khariri Makmun
Redaktur Pelaksana
Paulus Cahyono
Staff Redaksi
Aan Humaidi
F. Ozy Domingus
Eky Natalia
Kontributor
Christian Hadi
John L. Bustami
Ricky Sanjaya
Desain Grafis
George Ts. L.
Website	 : westpapuatabloid.com
Email 	 : info@westpapuatabloid.com
DITERBITKAN OLEH :
West Papua Lovers Community (KPWP)
Para pembaca tabloid West Papua Update yang terhormat,
pada edisi ke-3 kali ini, kami menampilkan topik utama mengenai
potensi sumberdaya laut dan perikanan di Indonesia, khususnya
di Provinsi Papua Barat. Potensi ikan lestari di Indonesia
diperkirakan mencapai sekitar 6,4 juta Ton per tahun sehingga
sangat berpotensi untuk dikembangkannya industri perikanan.
Selain itu, perairan Indonesia juga dikenal sebagai sumber
plasma nutfah terbesar di dunia, karena lebih dari 37 persen
jenis ikan yang telah teridentifikasi di seluruh dunia, terdapat di
perairan Indonesia.
Di sisi lain, sumberdaya laut dan perikanan di Provinsi
Papua Barat juga dikenal memiliki potensi yang cukup besar,
baik berupa perikanan budidaya dan perikanan tangkap maupun
berbagai macam biota laut dan ekosistem air lainnya.
Sektor perikanan menyumbang sekitar 4,36 persen pada
PDRB Provinsi Papua Barat, dan penyumbang terbesar di sektor
ini adalah subsektor perikanan budidaya. Subsektor ini memiliki
nilai tambah yang lebih besar dibanding subsektor lainnya karena
dikelola secara berkelanjutan dengan pembiayaan yang relatif
kecil.
Kota Sorong, Kabupaten Fakfak, dan Kabupaten Manokwari
merupakan wilayah dengan produksi perikanan tertinggi di
Papua Barat. Industri perikanan di tiga wilayah ini bahkan
diprediksi dapat menggerakkan perekonomian Papua Barat dan
memberikan efek positif terhadap sektor-sektor lainnya.
Untuk dapat mengembangkan industri perikanan secara
maksimal dan lestari, Pemprov Papua Barat memerlukan
dukungan penuh dari para pengusaha, investor dan segenap
pihak terkait lainnya. Dengan berkembangnya industri perikanan
di Papua Barat, hal ini diharapkan dapat mendorong terwujudnya
kesejahteraan masyarakat, khususnya para nelayan.
Topik lainnya yang kami sajikan pada edisi ke-3 kali ini
adalah mengenai sense of belonging seluruh masyarakat Papua
Barat untuk bersama-sama membangun Papua Barat, disamping
juga perhatian penuh Pemerintah Pusat terhadap pembangunan
di Papua Barat.
Berikutnya adalah komitmen Pemprov Papua Barat untuk
menyajikan pelayanan prima dan semangat melayani yang
tinggi kepada segenap masyarakat dalam rangka menyongsong
pembangunan jangka menengah tahap ke tiga.
Kemudian juga kami tampilkan topik mengenai berbagai
kegiatan strategis yang akan dilaksanakan oleh Pemprov Papua
Barat hingga tahun 2019, termasuk skema baru penggunaan
dana otsus, percepatan pembangunan infrastruktur serta
peningkatan pertumbuhan ekonomi dan ekspor.
Melengkapi topik utama pada edisi ke-3 ini, beberapa
topik lainnya yang menarik juga kami tampilkan, diantaranya
mengenai potensi dan perkembangan sektor pariwisata di Papua
Barat, termasuk bisnis perhotelan dan investasi. Saat ini, bisnis
pariwisata merupakan penggerak utama kemajuan sosio-ekonomi
di Papua Barat.
Selain industri pertambangan dan pertanian, industri
kelautan dan perikanan, serta industri pariwisata merupakan
kontributor yang penting bagi PDRB Provinsi Papua Barat.
Demikian sajian kami pada edisi kali ini, selamat membaca.
Headline
4	 Sense of Belonging Seluruh Masyarakat Papua Barat
	 Untuk Bersama-sama Membangun Papua Barat
4	 Pemerintah Pusat Memberikan Perhatian Besar Pada Pembangunan di Papua
5	 Industrialisasi Sektor Perikanan Mampu Menggerakkan Perekonomian Papua Barat
6	 Potensi Perikanan Pulau Papua Sangat Besar
7	 Potensi Ikan Pelagis dan Ikan Demersal di Perairan Papua Mencapai 842.600 ton/tahun
7	 Kota Sorong Hasilkan 1.748,68 Ton Ikan Pelagis dan 238,38 Ton Ikan Demersal
Fokus
8	 3 Kabupaten di Papua Barat Penghasil Perikanan Tertinggi
9	 Kontribusi Sektor Perikanan di Raja Ampat Terhadap PDRB Papua
Barat
9	 Lebih Dari 37 Persen Jenis Ikan Di Dunia Terdapat Di Perairan
Indonesia
10	 Nelayan di Teluk Bintuni Hasilkan Tangkapan 6,17 Ton Udang/Bulan
11	 Perairan Papua Barat adalah Daerah Penangkapan Ikan dan Udang
yang Potensial
12	 Perikanan Hasil Olahan Industri Memiliki Nilai Tambah Yang Tinggi
12	 Teluk Bintuni Diinisiasi Sebagai Kawasan Konservasi
13	 Potensi Kelautan dan Perikanan Indonesia : US$ 1,2 Triliun per
Tahun
14	 Papua Barat Membentang Mulai Dari Puncak Gunung Hingga
Lembah
15	 Pengembangan dan Pengelolaan Perikanan Tangkap
16	 Pemprov Papua Barat Berkomitmen Menyajikan Pelayanan Prima
dan Semangat Melayani
17	 Menyongsong Pembangunan Jangka Menengah Tahap Ke-3
Laporan
18	 Papua Barat Ekspor Bahan Bakar Mineral
18	 Kegiatan Strategis Pemprov Papua Barat Periode 2015-2019
19	 Papua Barat Berpotensi Besar Jadi Penggerak Ekonomi Indonesia
Bagian Timur
19	 Mengurangi Kesenjangan Dengan Percepatan Pembangunan
Infrastruktur
20	 Trend Pertumbuhan Ekonomi Papua Barat Meningkat Setiap Tahun
21	 Papua Barat Terapkan Skema Baru Penggunaan Dana Otsus 
21	 Bisnis Hotel di Papua Barat
Fokus_11
daftar isi
19 Laporan
23 Sorot
Sorot
22	 Bisnis Pariwisata Sebagai Penggerak Utama Kemajuan Sosio-
Ekonomi
23	 Fasilitasi Destinasi Wisata Alam Raja Ampat
24	 Investasi di Sektor Pariwisata
Fasilitasi Destinasi
Wisata Alam Raja Ampat
Papua Barat Berpotensi Besar
Jadi Penggerak Ekonomi
Indonesia Bagian Timur
No. 003 Tahun I- 15 Januari - 14 Februari 2018
Tabloid West Papua
HEADLINE
4
Seluruh Masyarakat Papua Barat
Untuk Bersama-sama Membangun Papua Barat
K
egiatan pembangunan yang akan diselenggarakan oleh
pemerintah, masyarakat dan pemangku kepentingan/
stakeholder lainnya di Provinsi Papua Barat membutuhkan
daya dukung lahan yang efisien, efektif, produktif dan lestari.
Dalam hal ini RPJPD berpedoman pada struktur, pola dan arahan
Kebijakan Pemanfaatan Ruang dalam RTRW Provinsi, termasuk
dalam hal tahapan dan prioritas pembangunan Provinsi Papua
Barat yang termuat dalam RPJPD Provinsi Papua Barat.
Hal ini untuk menjamin agar arah kebijakan dan sasaran
pokok dalam RPJPD Provinsi Papua Barat selaras atau tidak
menyimpang dari arah kebijakan RTRW Provinsi Papua Barat.
Visi, misi dan kebijakan jangka panjang daerah Provinsi
Papua Barat menjadi acuan bagi visi, misi dan kebijakan jangka
panjang daerah bagi seluruh
kabupaten di Provinsi Papua
Barat. RPJPD Provinsi Papua
Barat Tahun 2012-2025
ditetapkan dengan maksud
memberikan arah sekaligus
menjadi acuan bagi seluruh
komponen pembangunan
(pemerintah, masyarakat,
dan dunia usaha) di dalam
mewujudkan cita-cita dan tujuan
pembangunan nasional dan
Otonomi Khusus Papua sesuai
dengan visi, misi, dan arah
pembangunan yang disepakati
bersama sehingga seluruh
upaya yang dilakukan oleh
pelaku pembangunan bersifat
sinergis, koordinatif, dan saling
melengkapi satu dengan yang
lainnya di dalam satu pola sikap
dan pola tindak.
Berdasarkan Pasal 2
ayat (4) Undang-Undang
Nomor 25 Tahun 2004, tujuan
penyusunan RPJPD adalah
untuk: a. mendukung koordinasi
antar pelaku pembangunan; b.
menjamin terciptanya integrasi,
sinkronisasi dan sinergi antara daerah, antara ruang, antara
waktu, dan antara fungsi pemerintah; c. menjamin keterkaitan dan
konsistensi antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan
dan pengawasan; d. mengotimalkan partisipasi masyarakat; dan,
e. menjamin tercapainya penggunaan sumberdaya secara efisien,
efektif, berkeadilan dan berkelanjutan.
Partisipasi stakeholders dan masyarakat Provinsi Papua
Barat, mulai dari proses penyusunan rencana dan anggaran,
dilakukan melalui forum musrenbang, proses pelaksanaan, dan
proses pengawasan sehingga seluruh masyarakat Papua Barat
memiliki sense of belonging (rasa memiliki) untuk bersama-sama
membangun dan mewujudkan visi Provinsi Papua Barat.
MENYADARI BAHWA RENCANA PEMBANGUNAN MEMILIKI NILAI STRATEGIS DALAM SISTEM PERENCANAAN
PEMBANGUNAN NASIONAL, PEMBANGUNAN DAERAH DAN PEMBANGUNAN SEKTORAL DENGAN TETAP
MENGEDEPANKAN PENDEKATAN SISTEMIK DALAM PENCAPAIAN TUJUAN DAN SASARAN PEMBANGUNAN, OLEH
KARENA ITU MAKA VISI, MISI DAN ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN YANG DIAMANATKAN DALAM RPJPN MENJADI
ACUAN DALAM PROSES PENYUSUNAN RPJPD.
Edo Kondologit
artis
Matahari terbit dan menyinari Indonesia
dari sebelah timur, sehingga wilayah Papua
seharusnya lebih dahulu maju dibanding
wilayah lain. Ketika orang-orang di Jawa
dan Sumatera masih tidur, orang-orang
Papua sudah bangun dan melakukan
aktivitas sehari-hari. Namun, kenyataannya
saat ini, Papua masih tertinggal dibanding
wilayah lain. Papua bisa berubah maju, tapi
kalau kita ingin berubah, itu harus dimulai
dari diri kita sendiri.
Besarnya perhatian pemerintah
terhadap Papua saat ini merupakan
momentum bagi warga Papua untuk
berubah dan mencapai kemajuan.
Pemerintah Pusat saat ini memberikan
perhatian yang besar pada pembangunan
di Papua, termasuk pembangunan
infrastruktur, seperti jalan darat, jalur kereta
api, pelabuhan udara, dan pelabuhan
laut. Sebagian sudah selesai dikerjakan,
sebagian lagi sedang dikerjakan,
dan sebagian lainnya telah dalam
perencanaan. 
Pemerintah Pusat Memberikan Perhatian
Besar Pada Pembangunan di Papua
No. 003 Tahun I- 15 Januari - 14 Februari 2018
Tabloid West Papua
HEADLINE
5
P
rovinsi Papua Barat dikenal memiliki kekayaan alam bahari
yang begitu besar berupa hasil perikanan yang berlimpah
dan keanekaragaman ekosistem air, dimana sektor
perikanan menyumbang sekitar 4,36 persen pada PDRB Provinsi
Papua Barat.
Dari sisi hasil usaha, sektor perikanan budidaya memiliki
nilai tambah yang lebih besar, berkelanjutan dan pembiayaan
yang relatif lebih minim dibandingkan sektor perikanan tangkap.
Secara ekonomis, budidaya ikan memerlukan waktu yang lebih
lama dibandingkan menangkap ikan di laut maupun di perairan
umum, tapi penangkapan ikan memerlukan biaya yang cukup
besar. Dari sisi ekonomi, sektor perikanan budidaya lebih
menguntungkan karena tidak terpengaruh oleh musim.
Dari sisi potensi sumberdaya, sebenarnya Provinsi Papua
Barat memiliki kekayaan laut yang cukup melimpah karena
dikelilingi oleh perairan laut bebas, terutama Kabupaten Raja
Ampat. Papua Barat juga memiliki pulau yang cukup banyak yaitu
sebanyak 1.945 pulau dan ini berarti bahwa Papua Barat memiliki
potensi perikanan yang besar dan dapat mensuplai kebutuhan
bahan baku ke sektor industri pengolahan hasil-hasil perikanan
seperti ikan kaleng atau udang beku.
Upaya industrialisasi sektor perikanan ini diprediksi mampu
menggerakkan perekonomian Papua Barat karena tidak perlu
impor bahan baku, sehingga keberadaan sektor ini akan
memberikan efek terhadap sektor-sektor lain. Industrialisasi
ini dikenal dengan istilah Ekonomi Biru (Blue Economy) yang
merupakan sebuah paradigma baru yang bertujuan untuk
menghasilkan pertumbuhan ekonomi dari sektor kelautan dan
perikanan, sekaligus menjamin kelestarian sumberdaya serta
lingkungan pesisir dan lautan.
Pendekatan pembangunan industrialisasi kelautan dan
perikanan melalui blue economy merupakan model pendekatan
pembangunan ekonomi yang tidak lagi mengandalkan
pembangunan ekonomi berbasis eksploitasi sumber daya alam
dan lingkungan yang berlebihan karena konsep blue economy
tetap memperhatikan aspek ekosistem perairan.
Industrialisasi perikanan merupakan upaya untuk
menjadikan sektor perikanan menjadi sebuah kegiatan industri
dan berorientasi pada skala industri. Industrialisasi perikanan
mengembangkan sektor perikanan secara terintegrasi dari hulu
hingga ke hilir. Integrasi ini akan menciptakan kesetaraan usaha
perikanan hulu dan hilir.
Konsep industrialisasi perikanan yang dikembangkan oleh
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) ini merupakan
program industrialisasi perikanan yang bertujuan untuk
meningkatkan produktivitas dan nilai tambah produk perikanan
(value added), sekaligus meningkatkan daya saing yang berbasis
pada ilmu pengetahuan dan teknologi.
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam industrialisasi
perikanan berbasis blue economy ini adalah; peningkatan nilai
tambah; peningkatan daya saing; modernisasi sistem produksi
hulu dan hilir; penguatan pelaku industri perikanan berbasis
komoditas, wilayah dan sistem manajemen; berkelanjutan, serta;
transformasi sosial.
Konsep industrialisasi perikanan sebenarnya dapat
memberikan manfaat yang tepat bila sasarannya jelas,
programnya fokus, dan berkelanjutan. Salah satu masalah
dalam pengembangan sektor perikanan di Papua Barat adalah
minimnya daerah pemasaran, terutama karena nelayan tidak
memiliki posisi tawar-menawar harga yang seimbang dengan
pedagang besar ikan.
Karena itu Pemerintah Daerah seharusnya bisa lebih
giat dalam mendorong pengembangan perikanan budidaya,
khususnya budidaya ikan laut. Nasib nelayan perlu mendapat
perhatian, tidak hanya terbatas pada pemberian bantuan alat
tangkap ikan saja, namun juga dalam hal penyediaan daerah
pemasaran ikan.
Meningkatnya produksi perikanan tidak selalu berdampak
pada kesejahteraan nelayan. Nilai tambah yang lebih tinggi
adalah produk perikanan hasil olahan industri karena selain dapat
memenuhi kebutuhan domestik di Papua Barat, juga memberikan
sumbangan terhadap peningkatan Pendapatan Asli Daerah
melalui ekspor. Dan nilai ekspor produk pertanian hasil olahan
industri jauh lebih tinggi daripada nilai komoditas perikanan
mentah.
Blue economy sangat tepat diterapkan untuk pengembangan
ekonomi kerakyatan yang berbasis sektor perikanan seperti
di Papua Barat. Fokusnya bukanlah pada peningkatan
produksi pertanian setiap tahunnya tetapi pada bagaimana
mengoptimalkan potensi perikanan di wilayah Papua Barat
melalui program yang bersinergi, berkelanjutan dan berwawasan
lingkungan.
Industrialisasi perikanan perlu dikembangkan tanpa harus
mengeksploitasi ekosistem laut secara berlebihan karena
utamanya adalah peningkatan kesejahteraan nelayan khususnya
di daerah pesisir pantai. Karena itu, pemerintah daerah perlu
menyusun suatu masterplan blue economy yang terarah dan
berorientasi pada peningkatan subsektor perikanan sebagai
penggerak perekonomian, khususnya perikanan budidaya.
Ini tentunya tidak lepas dari dukungan pemerintah karena
sebagian besar rumah tangga perikanan memiliki skala usaha
menengah ke bawah. Konsep blue economy harus diterapkan
dengan dukungaan penuh dari pemerintah daerah, pengusaha,
investor dan pihak terkait lainnya demi masa depan subsektor
perikanan di Papua Barat yang lebih baik serta terwujudnya
kesejahteraan masyarakat, khususnya nelayan.
Sektor Perikanan Mampu Menggerakkan
Perekonomian Papua Barat
No. 003 Tahun I- 15 Januari - 14 Februari 2018
Tabloid West Papua
HEADLINE
6
Potensi Perikanan Pulau Papua
Sangat Besar
P
otensi perikanan dan kelautan di wilayah Pulau Papua
sangatlah melimpah karena wilayah ini memiliki teritorial
perairan yang sangat luas dan sekaligus juga memiliki
berbagai jenis biota laut yang bernilai ekonomi tinggi. Karena itu
maka sektor perikanan dan kelautan menjadi salah satu sektor
unggulan di Provinsi Papua Barat sebagai sumber Pendapatan
Asli Daerah.
Sektor perikanan dan kelautan di Provinsi Papua Barat
mempunyai peluang yang sangat besar untuk dapat terus
dipacu dan dikembangkan. Sebagian besar produksi perikanan
di wilayah ini adalah berupa perikanan tangkap, perikanan
budidaya laut, tambak, kolam, karamba, jaring apung dan sawah
(mina padi), dan perikanan budidaya laut merupakan kontributor
terbesar di sektor perikanan Provinsi Papua Barat.
Karena itu, sesuai dengan tema pengembangan wilayah
yang didasarkan pada potensi dan keunggulan wilayah, maka
tema besar pembangunan di Papua Barat adalah; Percepatan
pengembangan ekonomi kemaritiman melalui pengembangan
industri perikanan dan parawisata bahari, serta; Percepatan
pengembangan pariwisata budaya dan alam melalui
pengembangan potensi sosial budaya dan keanekaragaman
hayati.
Strategi pemertahanan dan pelestarian kawasan
perairan yang memiliki nilai ekologis tinggi adalah dengan
mengendalikan kegiatan budidaya di laut yang mengancam
keanekaragaman hayati laut
Strategi untuk pengembangan kawasan minapolitan, meliputi
mengembangkan kawasan peruntukan perikanan yang dilengkapi
dengan prasarana dan sarana yang didukung teknologi tepat
guna dan memperhatikan kesejahteraan masyarakat.
Mengembangkan kawasan peruntukan industri berbasis
komoditas perikanan; d. Mengembangkan kawasan peruntukan
perikanan yang dilengkapi prasarana dan sarana dengan
memperhatikan kesejahteraan Kampung Masyarakat Adat
No. 003 Tahun I- 15 Januari - 14 Februari 2018
Tabloid West Papua
HEADLINE
7
K
egiatan pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir
yang dilakukan oleh pemerintah baik pada tingkat
nasional, provinsi dan kabupaten, telah pula mendorong
peningkatan jumlah alat tangkap, terutama pada skala perikanan
menengah ke bawah. Bantuan yang diberikan adalah berupa
sarana produksi perikanan seperti alat penangkap ikan (motor
tempel, jaring, alat pendingin) dengan sistem kredit bergulir, telah
memberikan kontribusi secara nyata terhadap peningkatan hasil
tangkapan nelayan.
Namun demikian produksi perikanan tangkap di Provinsi
Papua Barat masih berada jauh di bawah potensi lestari perairan
Papua. Potensi lestari ikan pelagis besar di perairan Papua
adalah sebesar 612.200 ton/tahun, sedangkan potensi lestari
perikanan demersal adalah sebesar 230.400 ton/tahun.
Udang merupakan salah satu komoditas sumberdaya
perikanan yang penting, baik dalam kegiatan ekspor hasil
Potensi Ikan Pelagis dan Ikan Demersal
di Perairan Papua Mencapai 842.600 ton/tahun
BERDASARKAN STATISTIK PERIKANAN PROVINSI PAPUA BARAT,
PRODUKSI PERIKANAN LAUT DARI KABUPATEN-KABUPATEN
YANG ADA DI WILAYAH PAPUA BARAT MENUNJUKKAN
PENINGKATAN PRODUKSI TANGKAPAN IKAN PADA SETIAP
TAHUNNYA. HAL INI BERKAITAN DENGAN KECENDERUNGAN
KENAIKAN RUMAH TANGGA PERIKANAN (SKALA KECIL DAN
MENENGAH) DAN PENAMBAHAN JUMLAH ALAT TANGKAP
IKAN, DISAMPING JUGA TERJADINYA PERTUMBUHAN IKLIM
INVESTASI YANG LEBIH BAIK.
perikanan maupun dalam menyumbang devisa. Di Indonesia
terdapat lebih dari 83 jenis udang famili Penaeidea yang
menyebar hampir di sepanjang pantai Indonesia. Di antara jenis
yang ada, baru sebagian kecil saja yang sudah dimanfaatkan.
Jenis udang yang penting di Indonesia yaitu; udang windu
(Penaeus monodon), udang jerbung (Penaeus merguensis) dan
udang dogol (Metapenaeus sp). Nilai densitas udang (windu,
jerbung dan dogol) adalah sebesar 0,364 ton/Km2. Sementara
Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Papua Barat mencatat
bahwa perairan Teluk Bintuni memiliki potensi udang sebesar
0,041 ton/Km2/tahun dan ikan demersal sebesar 1.059 ton/Km2/
tahun.
Ditinjau dari wilayah perairannya, potensi udang yang cukup
tinggi terdapat di Laut Arafura, tetapi tingkat pemanfaatannya
sudah melebihi Total Allowable Catch nasional yang menetapkan
maksimum 80% dari nilai MSY (maximum sustainable yield).
Artinya bahwa secara nasiona, pemanfaatan sumber daya udang
yang berasal dari hasil tangkapan di laut sudah over exploitation.
Di wilayah perairan Papua, daerah penangkapan udang
utama adalah meliputi perairan pantai selatan, termasuk Selat
Sele, perairan Inanwatan, Teluk Bintuni dan Laut Arafura, serta
perairan bagian utara yang meliputi perairan Mamberamo dan
bagian selatan Pulau Yapen Waropen.
Kegiatan perikanan udang di Provinsi Papua Barat,
cenderung berfluktuasi dari waktu ke waktu. Secara akumulatif
kenaikan ataupun penurunan produksinya lebih disebabkan oleh
intensitas penangkapan kapal-kapal penangkap udang yang
beroperasi di perairan Papua Barat.
Kota Sorong Hasilkan 1.748,68 Ton
Ikan Pelagis dan 238,38 Ton Ikan Demersal
H
asil perikanan rakyat di Kota
Sorong Provinsi Papua Barat
saat ini mencapai 1.987,06 Ton.
Hasil tangkapan tersebut terbagi dalam
2 (dua) jenis, yaitu ikan Pelagis dan
ikan Demersal. Produksi perikanan jenis
pelagis yang paling banyak dihasilkan
adalah ikan Teri dengan hasil produksi
sebesar 278,76 Ton, ikan Lemuru sebesar
223,14 Ton, ikan Terbang sebesar 222,8
Ton, ikan Kembung sebesar 221,27 Ton,
dan ikan-ikan pelagis lainnya, sehingga
total produksi ikan pelagis secara
keseluruhan mencapai 1.748,68 Ton.
Sedangkan produksi perikanan jenis
demersal yang paling banyak dihasilkan
di Kota Sorong adalah ikan
Ekor Kuning, yaitu sebesar
85,65 Ton, ikan Bubara
sebesar 44,25 Ton, ikan
Merah sebesar 40,62 Ton,
ikan Kerapu sebesar 32,83
Ton, ikan Lencam sebesar
22,18 Ton, ikan Kurisi
sebesar 6,7 Ton, dan ikan
Layur sebesar 6,15 Ton,
sehingga total produksi
ikan demersal secara
keseluruhan adalah sebesar
238,38 Ton.
(Sumber; DKP Kota Sorong)
FOKUS
8 No. 003 Tahun I- 15 Januari - 14 Februari 2018
Tabloid West Papua
FOKUS
3 Kabupaten di Papua Barat
Penghasil Perikanan Tertinggi
B
eberapa komoditi perikanan yang
dihasilkan dari ketiga kabupaten
tersebut memiliki nilai ekonomis
yang tinggi, diantaranya adalah kakap,
kerapu dan napoleon yang memiliki
peluang besar untuk ekspor karena
adanya permintaan yang tinggi di pasaran
luar negeri.
Terkait hal tersebut, Pemprov
Papua Barat menetapkan Rencana
Pola Ruang yang mencakup rencana
Kawasan Lindung Provinsi dan arahan
pengembangan kawasan budidaya yang
memiliki nilai strategis nasional.
Penetapan Kawasan Strategis
Provinsi ini kemudian menghasilkan
kawasan-kawasan yang penataan
ruangnya kemudian diprioritaskan karena
memiliki pengaruh yang sangat penting
dalam lingkup nasional.
Penataan pola ruang di Papua Barat
terbagi menjadi Kawasan Budidaya,
Kawasan Lindung, dan Kawasan Hutan
Produksi. Kawasan Budidaya, merupakan
kawasan yang diperuntukkan sebagai
lahan tertentu dan menjadi bagian dari
kegiatan manusia untuk memenuhi
kebutuhannya, diantaranya kawasan
budidaya perikanan darat dan laut.
Provinsi Papua Barat memiliki
sumberdaya laut yang besar, namun
karena sifat fisik ruang habitatnya,
maka sumberdaya laut ini cenderung
tidak sepenuhnya dapat dimanfaatkan
oleh penduduk. Ada peluang infiltrasi
pemanfaatan oleh kekuatan ekonomi
dari luar daerah, yang dari segi teknologi
maupun organisasi produksinya cenderung
lebih unggul.
Namun demikian, penduduk Papua
Barat setidaknya memiliki dua zona di
mana mereka mempunyai keunggulan
akses, baik secara fisik maupun hukum,
yaitu di wilayah perairan Zona I (kurang
dari 6 mil) dan perairan interface (payau).
Dalam mengelola sumberdaya alam
(SDA) yang dimiliki, Provinsi Papua Barat
menggunakan prinsip berkelanjutan,
dengan sasaran kebijakan berupa
pendayagunaan SDA yang terbarukan,
seperti hutan, pertanian, dan perikanan
yang dikelola dan dimanfaatkan secara
rasional, optimal, efisien, dan bertanggung
jawab dengan mendayagunakan seluruh
fungsi dan manfaat secara seimbang.
Upaya berikutnya adalah peningkatan
dan penguatan kompetensi SDM di bidang
perikanan dan kelautan yang didukung
oleh pengembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi dengan mengoptimalkan
pemanfaatan sumber kekayaan laut
secara berkelanjutan.
No. 001 Tahun I- 15 November- 14 Desember 2017
Tabloid West Papua
8
NILAI PRODUKSI
PERIKANAN DI TIGA
KABUPATEN/KOTA DI
PROVINSI PAPUA BARAT
YAITU KOTA SORONG,
KABUPATEN FAKFAK, DAN
KABUPATEN MANOKWARI
MERUPAKAN WILAYAH
DENGAN PRODUKSI
PERIKANAN TERTINGGI DI
PROVINSI PAPUA BARAT,
DENGAN MASING-MASING
NILAI PRODUKSI MENCAPAI
36.786,4 TON (KOTA
SORONG), 24.571,2 TON
(KABUPATEN FAK FAK), DAN
11.987,2 TON (KABUPATEN
MANOKWARI).
FOKUS
9No. 003 Tahun I- 15 Januari - 14 Februari 2018
Tabloid West Papua
Kontribusi Sektor Perikanan
di Raja Ampat Terhadap PDRB Papua Barat
K
abupaten Raja Ampat di Provinsi
Papua Barat memiliki luas wilayah
sekitar 71.600 Km2 yang sebagian
besar (91,50%) adalah berupa lautan yang
kaya sumberdaya perikanan, serta sangat
cocok untuk kegiatan budidaya laut.
Dengan kondisi wilayah yang
demikian, maka sektor perikanan di
Kabupaten Raja Ampat tentunya memiliki
potensi sebagai kontributor utama dalam
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
Kabupaten Raja Ampat. Di sisi lain, PDRB
Barat adalah sebesar 17,93% per tahun.
Kontribusi subsektor perikanan hasil
laut terhadap PDRB sektor perikanan
Kabupaten Raja Ampat adalah sebesar
55% per tahun.
Kontribusi PDRB Kabupaten Raja
Ampat terhadap PDRB Provinsi Papua
Barat adalah sebesar 4,99% per tahun.
Namun jika tanpa sektor Migas, maka
kontribusi PDRB Kabupaten Raja Ampat
adalah sebesar 4,40% per tahun terhadap
PDRB Provinsi Papua Barat.
merupakan salah satu indikator untuk
mengetahui struktur perekonomian suatu
daerah.
Kontribusi sektor perikanan terhadap
PDRB Kabupaten Raja Ampat adalah
sebesar 26,30% per tahun. Tapi jika tanpa
sektor Migas, kontribusi sektor perikanan
adalah sebesar 49,71% per tahun
terhadap PDRB Kabupaten Raja Ampat.
Sedangkan kontribusi sektor
perikanan Kabupaten Raja Ampat
terhadap PDRB perikanan Provinsi Papua
P
erairan di Indonesia memiliki
potensi sumberdaya perikanan yang
melimpah. Potensi ikan lestari di
Indonesia diperkirakan mencapai sekitar
6,4 juta Ton per tahun dan karena itu sangat
berpotensi untuk mengembangkan industri
perikanan.
Sejauh ini terdapat sekitar 78 jenis
organisme laut yang memiliki nilai ekonomis
tinggi yang sudah dimanfaatkan oleh nelayan
Indonesia. Jenis organisme laut tersebut
terdiri dari 51 jenis ikan, 9 jenis krustase,
9 jenis moluska, 5 hewan air, dan 4 jenis
rumput laut.
Selain itu, perairan Indonesia juga
merupakan sumber plasma nutfah terbesar di
dunia, karena lebih dari 37 persen jenis ikan
yang telah teridentifikasi di seluruh dunia,
terdapat di perairan Indonesia.
Namun demikian, Indonesia
menerapkan prinsip Blue Economy dalam
mengembangkan industri perikanan, dimana
para nelayan dan para pelaku industri
perikanan hanya boleh mengambil maksimal
80 persen dari jumlah potensi ikan lestari di
Indonesia yang diperkirakan mencapai sekitar
6,4 juta Ton per tahun. Hal ini dimaksudkan
agar sumberdaya perikanan tersebut
dapat dimanfaatkan dan dikelola secara
berkelanjutan.
Lebih Dari 37 Persen Jenis Ikan Di Dunia
Terdapat Di Perairan Indonesia
FOKUS
10 No. 003 Tahun I- 15 Januari - 14 Februari 2018
Tabloid West Papua
Nelayan di Teluk Bintuni
Hasilkan Tangkapan 6,17 Ton Udang/Bulan
P
erairan Teluk Bintuni adalah
kawasan yang memiliki formasi
mangrove terluas di Provinsi Papua
Barat yaitu seluas 260.000 Ha atau
sekitar 10 persen dari total luas kawasan
mangrove di Indonesia. Inilah yang
menjadikan perairan Teluk Bintuni memiliki
potensi sumberdaya perikanan yang tinggi.
Padatnya hutan mangrove di Teluk
Bintuni juga menjadikan wilayah ini
sebagai basis penangkapan udang dengan
tingkat potensi yang tinggi disamping
sebagai area fishing base bagi nelayan.
Sepanjang pesisir Teluk Bintuni
merupakan daerah potensial untuk
aktivitas penangkapan nelayan. Salah
satunya adalah komoditas udang, karena
udang sangat dominan di perairan Teluk
Bintuni.
Ekosistem mangrove dengan
perairan berlumpur dan sungai besar yang
bermuara di teluk ini menjadikan Teluk
Bintuni sebagai habitat yang baik untuk
perkembangbiakan udang. Para nelayan
yang melakukan aktivitas penangkapan
udang di kawasan ini rata-rata dapat
memperoleh hasil tangkapan 6,17 Ton
udang pada setiap bulannya.
Di sisi lain, kawasan Teluk Bintuni
juga memiliki potensi cadangan gas alam
yang cukup tinggi, khususnya di area
perairan yang meliputi perairan Taroi
dan Weriagar. Potensi ini tentunya juga
merupakan berkah alam yang perlu di
eksplorasi dan dimanfaatkan dengan
sebaik mungkin untuk kepentingan
masyarakat.
Namun sebagaimana diketahui, cara
eksplorisasi dan eksploitasi sumberdaya
gas alam ini masih menggunakan
teknologi seismik atau gelombang bunyi
yang tentunya akan mempengaruhi
lingungan sekitar, khsususnya sumberdaya
perikanan di Teluk Bintuni. Gelombang
bunyi memang tidak membahayakan
lingkungan, tetapi jika dilakukan terus
menerus, tentunya akan berdampak buruk
terhadap perairan sekitar, yaitu ternjadinya
kerusakan fisik ikan dan spesies
lainnya. Hal ini tentunya harus menjadi
pertimbangan tersendiri.
Karena itulah Pemprov Papua
Barat didorong untuk menginisiasi
kawasan konservasi baru di Teluk Bintuni,
yaitu sebuah kawasan perairan yang
dilindungi dan dikelola secara baik untuk
mewujudkan pengelolaan sumberdaya
ikan dan lingkungan secara berkelanjutan.
Tentu saja isu konservasi ini
diharapkan dapat berjalan beriringan
dengan perkembangan, atau lebih
tepatnya sebagai penyeimbang
lingkungan. Karena jika pengelolaannya
hanya difokuskan pada kegiatan
eksplorasi sumberdaya alam saja tanpa
memerhatikan konservasi, maka akan
terjadi ketimpangan lingkungan.
FOKUS
11No. 003 Tahun I- 15 Januari - 14 Februari 2018
Tabloid West Papua
Perairan Papua Barat adalah
Daerah Penangkapan Ikan dan Udang
yang Potensial
P
erairan di Papua sangat dipengaruhi
oleh dua musim, yaitu musim barat
dan musim timur dimana masing-
masing puncaknya terjadi pada bulan
Februari dan Agustus. Pada saat musim
barat, suhu permukaan laut cenderung
lebih panas bila dibandingkan pada musim
timur. Dinginnya suhu permukaan di
musim timur tersebut membuat perairan
cenderung lebih subur, yaitu dengan
adanya peningkatan fitoplankton dan
zooplankton.
Wilayah perairan selatan Papua
merupakan perairan yang memiliki
karakteristik massa air yang agak berbeda
dengan perairan di wilayah Indonesia lain.
Hal ini disebabkan oleh letak geografis
perairan tersebut yang berdekatan dan
lebih terbuka dengan laut Banda, laut
Timor dan samudera Hindia.
Pada musim timur kondisi
oseanografis perairan ini banyak
dipengaruhi oleh massa air dari Laut
Banda. Hal ini berpengaruh besar
terhadap sebaran klorofila dan nitruen
serta ikan-ikan pelagis di wilayah tersebut
sehingga perairan ini juga dikenal sebagai
salah satu daerah penangkapan ikan dan
udang yang potensial, terutama ikan-ikan
Bintuni diantaranya adalah; ikan hiu bodoh
(whale shark), lumba-lumba hidung botol
(botlenose dolphin), penyu hijau (green
turtle), penyu sisik semu (olive turtle), paus
bongkok (humpback whale), kima sisik,
kima raksasa, dan triton.
Selain itu jenis biota laut lainnya
adalah berupa Molusca yang terdiri dari
56 famili dan 196 jenis. Sebanyak 153
jenis diantaranya adalah jenis moluska
Gastropoda atau keong (36 suku dan 58
genera), 40 jenis moluska katup ganda
atau kerang (18 suku dan 30 genera) dan
3 jenis moluska Cephalopoda (2 suku dan
2 genera).
Diantara jenis-jenis moluska tersebut
ada jenis yang dilindungi, antara lain
Kima raksasa (Tridacna gigas), kima
besar (Tridacna maxima), kima tapak
kuda (Hippopus hippopus), dan kima
lubang (Tridacna coreacea) dari famili
Tridacnidae. Berikutnya adalah Triton
trompet (Charonia tritonis) dari famili
Cymatidae, kima kepala kambing (Cassis
cornuta) dari famili Cassidae, lola (Trochus
niloticus) dari famili Trochidae, dan batu
laga (Turbo marmoratus) dari famili
Trubinidae.
pelagis.
Sedangkan kadar oksigen terlarut
(DO) di perairan utara dan selatan
berkisar antara 2,12 - 4.51 ml per liter, dan
kandungan konsentrasi fosfat berkisar
antara 0.02 - 3.39 μg-A per liter. Kadar
konsentrasi nitrat berkisar antara 0.19
μg-A per liter sampai 40,94 μg-A per liter,
serta kadar konsentrasi silikat yang terukur
berkisar antara 0.83 - 91.34 μg-A per liter.
Sementara itu sungai-sungai besar
hingga kecil yang berasal dari wilayah
pegunungan di bagian tengah Kepala
Burung mengalir ke arah dataran rendah
dan bermuara di Teluk Bintuni. Selain
itu, terdapat pula sejumlah sungai yang
mengalir ke arah selatan dan bermuara di
pantai selatan dan pantai utara.
Beberapa sungai besar yang
bermuara di Teluk Bintuni adalah Sungai
Arandai, Wiryagar, Kalitami, Seganoi,
Kais, Kamundan, Teminabuan, Sermuk,
Maambar, Woronggei dan Sanindar.
Selain sungai juga dijumpai danau di
daerah pegunungan, yaitu danau Anggi
Giji dan Anggi Gita serta danau Ayamaru.
Sumberdaya hayati, terutama
sumberdaya perikanan yang sudah
teridentifikasi di Laut Arafuru dan Teluk
Dok.pesonavitalis.com
FOKUS
12 No. 003 Tahun I- 15 Januari - 14 Februari 2018
Tabloid West Papua
No. 106 Tahun X - 15 Juni - 14 Juli 2017
Perikanan Hasil Olahan Industri
Memiliki Nilai Tambah Yang Tinggi
S
ejauh ini, peningkatan produksi
perikanan tidak serta merta
berdampak langsung pada
peningkatan kesejahteraan nelayan.
Hal ini disebabkan karena beberapa
hal, diantaranya karena minimnya
daerah pemasaran, tidak seimbangnya
posisi tawar nelayan dengan pedagang
memberikan sumbangan terhadap
peningkatan Pendapatan Asli Daerah
(PAD) berupa ekspor. Nilai ekspor produk
perikanan hasil olahan industri jauh lebih
tinggi dibandingkan komoditas perikanan
mentah.
Terkait hal ini, konsep blue economy
dirasa tepat untuk pengembangan
ekonomi kerakyatan yang berbasis pada
subsektor perikanan di Papua Barat.
Dalam hal ini Pemprov Papua Barat dan
seluruh stakeholder diharapkan untuk
serius mengembangkan industri perikanan
dengan konsep blue economy.
Konsep ini tidak berfokus pada
hasil peningkatan produksi pada setiap
tahunnya tetapi fokus pada bagaimana
mengoptimalkan potensi perikanan
di Papua Barat melalui program yang
bersinergi, berkelanjutan dan berwawasan
lingkungan.
Dengan berbasis pada blue economy,
industrialisasi perikanan tidaklah harus
dengan mengeskploitasi ekosistem laut
secara berlebihan karena yang menjadi
fokus utamanya adalah peningkatan
kesejahteraan nelayan, terutama yang
bermukim di daerah pesisir pantai.
Karena itu Pemprov Papua Barat
perlu menyusun masterplan blue economy
yang terarah dan berorientasi pada
peningkatan subsektor perikanan sebagai
penggerak perekonomian. Dalam hal ini
subsektor perikanan khususnya perikanan
budidaya tidak lepas dari dukungan
pemerintah karena sebagian besar rumah
tangga perikanan di Papua Barat memiliki
skala usaha menengah ke bawah.
Konsep blue economy juga
memerlukan dukungan penuh dari
para pengusaha, investor dan pihak-
pihak terkait lainnya agar subsektor
perikanan di Papua Barat menjadi lebih
baik dan dapat mendorong terwujudnya
kesejahteraan masyarakat, khususnya
para nelayan. Industrialisasi perikanan
diharapkan menjadi salah satu penggerak
perekonomian daerah dan memberi
dampak terhadap sektor lainnya untuk
juga menjadi penggerak perekonomian.
sebagaimana disebutkan di atas, serta
tidak adanya nilai tambah dari hasil
produksi perikanan hasil tangkapan
nelayan.
Nilai tambah yang tinggi dapat
diperoleh dari perikanan hasil olahan
industri, karena selain dapat memenuhi
kebutuhan domestik juga dapat
SALAH SATU MASALAH DALAM PENGEMBANGAN SEKTOR PERIKANAN DI PAPUA
BARAT ADALAH MINIMNYA DAERAH PEMASARAN, TERUTAMA KARENA NELAYAN
TIDAK MEMILIKI POSISI TAWAR YANG SEIMBANG DENGAN PEDAGANG BESAR IKAN.
TERKAIT HAL INI PEMERINTAH DIHARAPKAN MEMBERIKAN PERHATIAN TERHADAP
NASIB NELAYAN, AGAR TIDAK HANYA MEMBERIKAN BANTUAN DALAM BENTUK
BANTUAN ALAT TANGKAP SAJA, NAMUN JUGA DALAM HAL PENYEDIAAN DAERAH
PEMASARAN IKAN.
Teluk Bintuni Diinisiasi
Sebagai Kawasan Konservasi
P
erairan Teluk Bintuni di Provinsi
Papua Barat memiliki formasi
hutan mangrove seluas 260.000
Ha atau sekitar 10 persen dari luas
kawasan mangrove di Indonesia. Hal
ini menjadikan kawasan Teluk Bintuni
sebagai wilayah perairan dengan
potensi perikanan yang tinggi.
Sepanjang pesisir Teluk Bintuni
merupakan daerah potensial untuk
aktivitas penangkapan bagi nelayan.
Salah satunya adalah udang, yang
sangat dominan di perairan Teluk
Bintuni.
Ekosistem mangrove dengan
perairan berlumpur dan sungai besar
yang bermuara di teluk merupakan
habitat yang baik untuk udang
berkembang-biak. Berdasarkan hasil
survei pada periode Oktober 2016 -
April 2017 produksi udang rata-rata
yang berhasil ditangkap oleh nelayan di
perairan Teluk Bintuni adalah sebanyak
6,17 Ton per bulan.
Di sisi lain, kawasan Teluk Bintuni
juga memiliki potensi cadangan gas
alam yang cukup besar, termasuk di
area perairan Taroi dan Weriagar yang
merupakan area penangkapan bagi
masyarakat.
Teknologi seismik yang digunakan
dalam eksplorasi dan eksploitasi gas
alam dikhawatirkan akan mempengaruhi
lingungan sekitar, khsususnya
sumberdaya perikanan. Kerusakan fisik
bagi ikan dan spesies lainnya yang ada
dikawasan sangat bergantung pada
karakteristik suara impuls dari teknologi
seismik yang digunakan.
Karena itulah banyak pihak,
terutama ormas, yang mendorong
Pemprov Papua Barat untuk
menginisiasi kawasan konservasi
baru di Teluk Bintuni sebagai kawasan
perairan yang dilindungi dan dikelola
untuk mewujudkan pengelolaan
sumberdaya ikan dan lingkungan secara
berkelanjutan.
Tentunya upaya konservasi sumber
daya alam diharapkan dapat berjalan
beriringan dengan perkembangan
yang ada. Karena suatu kegiatan
eksplorasi tanpa diimbangi dengan
upaya konservasi akan mengakibatkan
terjadinya ketidakseimbangan
lingkungan.
FOKUS
13No. 003 Tahun I- 15 Januari - 14 Februari 2018
Tabloid West Papua
No. 106 Tahun X - 15 Juni - 14 Juli 2017
Potensi Kelautan dan Perikanan Indonesia:
US$ 1,2 Triliun per Tahun
S
ebagai negara kepulauan terbesar
di dunia, dimana sekitar 75
persen wilayahnya merupakan
perairan dengan panjang garis pantai
mencapai 104 ribu Km, Indonesia
merupakan negara yang memiliki potensi
kelautan dan perikanan yang luar biasa,
karena Indonesia dikaruniai dengan
keanekaragaman hayati perikanan yang
tinggi dan potensi sumber daya kelautan
yang melimpah.
Jika dinilai secara ekonomi, potensi
ekonomi kelautan dan perikanan Indonesia
diperkirakan mencapai 1,2 triliun dolar
AS per tahun. Namun demikian, potensi
yang telah dikelola dan dimanfaatkan
diperkirakan masih kurang dari 10 persen.
Salah satu kandungan kekayaan
alam di perairan Indonesia adalah
kekayaan sumber daya ikan yang
melimpah, baik dari sisi jumlah maupun
keanekaragamannya. Potensi sumber
daya ikan di perairan laut Indonesia
Sebagian besar
pelaku usaha di sektor
ini merupakan nelayan
kecil, karena itu
pemerintah melakukan
intervensi kebijakan
berupa pemberian
fasilitasi permodalan,
sarana dan prasarana
usaha, dukungan
infrastruktur,
pendampingan/
pembinaan,
penguatan
kelembagaan usaha,
serta akses pasar,
teknologi, dan
peningkatan SDM.
Di samping
menyerap tenaga
kerja nelayan,
usaha perikanan
tangkap juga mampu
membuka lapangan
kerja  di berbagai
bidang lainnya,
baik di sektor hulu
maupun hilir, antara
lain di bidang usaha
galangan kapal, alat tangkap maupun
usaha pengolahan dan pemasaran hasil
perikanan.
Kebijakan Pemerintah di sektor
perikanan tangkap adalah untuk
mendukung empat pilar pembangunan
nasional, yaitu; (1) menanggulangi
kemiskinan (pro poor), (2) menyediakan
lapangan kerja yang luas bagi masyarakat
(pro job), (3) mendorong pertumbuhan
dan pemerataan manfaat ekonomi
(pro growth), dan (4) mengedepankan
kelestarian lingkungan (pro environment).
Selain itu kebijakan Pemerintah
juga diarahkan untuk mendukung
berbagai kebijakan nasional, antara lain
adalah implementasi MP3EI (Masterplan
Percepatan dan Perluasan Pembangunan
Ekonomi Indonesia), MP3KI (Masterplan
Percepatan Pengurangan Kemiskinan
Indonesia), P4B (Percepatan
Pembangunan Papua-Papua Barat), dan
Lumbung Ikan Nasional.
diperkirakan mencapai 7,3 juta ton/tahun.
Selain di perairan laut, sumber
daya ikan yang melimpah juga berada
di  berbagai perairan umum daratan, baik
di danau, rawa, waduk, maupun sungai.
Sumber daya ikan yang berasal dari
perairan umum daratan ini dikenal sebagai
sektor perikanan tangkap.
Sektor ini memiliki peran strategis
sebagai penyedia  lapangan kerja
khususnya bagi masyarakat di daerah
pesisir dan sekitar perairan umum daratan,
penyedia bahan pangan (protein hewani),
penghasil devisa, pendorong tumbuhnya
industri-industri lain terkait, dan penggerak
pertumbuhan ekonomi di daerah.
Sektor perikanan tangkap ini
digerakkan oleh kegiatan usaha
penangkapan ikan yang  dilakukan
oleh sekitar 2,7 juta nelayan yang
tersebar di seluruh Indonesia dengan
mengoperasikan sekitar 557.140 unit kapal
penangkap ikan.
FOKUS
14 No. 003 Tahun I- 15 Januari - 14 Februari 2018
Tabloid West Papua
Papua Barat Membentang
Mulai Dari Puncak Gunung Hingga Lembah
LUAS WILAYAH PROVINSI PAPUA BARAT
YANG MENCAPAI 97.024,37KM² TERDIRI
DARI 10 KABUPATEN (FAKFAK, KAIMANA,
TELUK WONDAMA, TELUK BINTUNI,
MANOKWARI, SORONG SELATAN,
SORONG, RAJA AMPAT, TAMBRAUW, DAN
MAYBRAT), 1 KOTA (KOTA SORONG), 154
DISTRIK DAN 1.421 KAMPUNG.
S
ecara administratif, batas wilayah
Provinsi Papua Barat adalah
berbatasan dengan Samudera
Pasifik di sebelah utara, dengan Laut
Banda dan Provinsi Maluku di sebelah
selatan, dengan Laut Seram dan Provinsi
Maluku di sebelah barat, dan dengan
Provinsi Papua di sebelah timur.
Provinsi Papua Barat secara
astronomis terletak pada 124°-132° Bujur
Timur dan 0°-4° Lintang Selatan, atau
tepat berada di bawah garis khatulistiwa.
Kondisi topografi Provinsi Papua
Barat sangat bervariasi, membentang
mulai dari puncak gunung (7,95 persen)
hingga lembah (18,73 persen), dan
sebagian sisanya adalah berupa
hamparan dataran. Seluruh wilayah
Kabupaten/Kota di Papua Barat
berbatasan dengan laut, namun hanya
37,04 persen saja perkampungan yang
berada di daerah pesisir, sebagian besar
perkampungan lainnya (62,96 persen)
tidak berada di wilayah pesisir.
Tipe tutupan lahan di Provinsi Papua
Barat adalah berupa hutan hujan tropis,
padang rumput dan padang alang-alang.
Ketinggian wilayah di Provinsi Papua Barat
bervariasi dari 0 s.d > 1000 m. Kondisi ini
merupakan salah satu hambatan dalam
pengembangan transportasi antar wilayah,
terutama transportasi darat.
Sebagian besar wilayah Provinsi
Papua Barat memiliki kelas lereng > 40%
dengan bentuk wilayah berupa perbukitan.
Kondisi tersebut menjadi kendala utama
bagi pemanfaatan lahan baik untuk
pengembangan sarana dan prasarana
fisik, sistem transportasi darat maupun
bagi pengembangan budidaya pertanian
terutama untuk tanaman pangan. Karena
yang termasuk dalam kategoti sungai
terpanjang diantaranya adalah Sungai
Kamundan (425 km), Sungai Beraur (360
km), dan Sungai Warsamsan (320 km).
Sedangkan sungai-sungai yang termasuk
kategori sungai terlebar adalah Sungai
Kaibus (80-2700 m), Sungai Minika (40-
2200 m), Sungai Karabra (40-1300 m),
Sungai Seramuk (45-1250 m), dan Sungai
Kamundan (140-1200 m).
Beberapa sungai juga berpotensi
sebagai pembangkit listrik karena memiliki
arus yang cukup deras, diantaranya
adalah Sungai Seramuk (3,06 km/jam),
Sungai Kaibus (3,06 km/jam), Sungai
Beraur (2,95 km/jam), Sungai Aifat (2,88
km/jam), dan Sungai Karabra (2,88 km/
jam).
Sungai-sungai yang tersebar di
beberapa wilayah Kabupaten/Kota
tersebut sebagian besar mengalir di
Wilayah Pengembangan Sorong dan
membentuk menjadi sebuah sistem daerah
aliran sungai yang mengalir sepanjang
tahun.
itu maka pemanfaatan lahan di Papua
Barat lebih diarahkan sebagai hutan
konservasi yang salah satu manfaatnya
adalah untuk mencegah terjadinya bahaya
erosi dan longsor.
Secara geofisik, evolusi tektonik
Wilayah Papua Barat merupakan hasil dari
pertumbukan Lempeng Samudera Pasifik
dan Lempeng Australia. Kondisi inilah
yang menyebabkan wilayah ini rentan
terhadap gempa bumi, karena berada
dalam lintasan sesar yang besar.
Papua Barat merupakan kawasan
yang sering mengalami gempa bumi
dan berpotensi menimbulkan tsunami.
Daerah patahan sesar merupakan zona
yang sangat rawan gempa bumi, seperti
misalnya daerah Sorong dan Manokwari.
Di Provinsi Papua Barat terdapat
beberapa sungai yang membentuk
sejumlah Daerah Aliran Sungai (DAS)
dan sebagian besar berada di beberapa
Kabupaten yang termasuk dalam Wilayah
Pengembangan Sorong.
Sungai-sungai di Papua Barat
FOKUS
15No. 003 Tahun I- 15 Januari - 14 Februari 2018
Tabloid West Papua
Pengembangan dan Pengelolaan
Perikanan Tangkap
P
engembangan perikanan
tangkap di Indonesia bertujuan
untuk meningkatkan produksi
dan produktivitas usaha perikanan
tangkap berbasis pengelolaan sumber
daya ikan yang berkelajutan, serta
meningkatkan kesejahteraan nelayan.
Sedangkan sasaran strategis yang ingin
dicapai adalah: Meningkatnya produksi
perikanan tangkap di perairan laut dan
perairan umum; Meningkatnya pendapatan
nelayan, dan; Meningkatnya nilai tukar
nelayan (NTN).
Untuk itu, Pemerintah melalui
Ditjen Perikanan Tangkap Kementerian
Kelautan dan Perikanan telah
melaksanakan program pengembangan
dan pengelolaan perikanan tangkap,
yaitu berupa; Pengelolaan sumber daya
ikan; Pembinaan dan pengembangan
kapal perikanan, alat penangkap ikan,
dan pengawakan kapal perikanan;
Pembangunan, pengembangan, dan
pengelolaan Pelabuhan Perikanan;
Pengembangan usaha penangkapan
ikan dan pemberdayaan nelayan kecil;
Pelayanan usaha perikanan tangkap yang
efisien, tertib, dan berkelanjutan, serta
dukungan manajemen.
Upaya pembinaan dan
pengembangan kapal perikanan serta alat
penangkap ikan dan pengawakan kapal
perikanan, antara lain dilakukan dalam
bentuk: pembinaan dan pengembangan
rancang bangun dan kelaikan kapal
perikanan; standardisasi dan sertifikasi
kapal perikanan, alat penangkapan ikan
dan awak kapal perikanan; pembangunan
kapal penangkap ikan > 30 GT dan 10-30
GT; pemberian bantuan sarana penangkap
ikan, alat bantu penangkapan ikan, dan
sarana penanganan ikan di atas kapal,
serta; dukungan perekayasaan teknologi
kapal perikanan dan alat penangkap ikan.
Sementara program pembangunan,
pengembangan, dan pengelolaan
pelabuhan perikanan dilakukan melalui:
pengembangan pusat informasi
pelabuhan perikanan (PIPP); pelayanan
kesyahbandaran dan sertifikasi hasil
tangkapan ikan (SHTI) di Pelabuhan
Perikanan; peningkatkan pelayanan di
sarana penanganan ikan di atas kapal ke
berbagai kabupaten/kota.
Sedangkan dalam upaya
pemberdayaan nelayan, pemerintah telah
meningkatkan akses permodalan usaha
melalui Pengembangan Usaha Mina
Perdesaan (PUMP) Perikanan Tangkap.
Selain itu juga terus dilakukan fasilitasi dan
peningkatan akses permodalan melalui
peningkatan penyaluran Kredit Usaha
Rakyat (KUR), serta Kredit Ketahanan
Pangan dan Energi (KKP-E).
Peningkatan akses permodalan
tersebut kemudian diperkuat dengan
memberikan jaminan kepastian
kepemilikan aset, khususnya tanah dan
kapal. Terkait hal ini, telah dikembangkan
kegiatan sertifikasi tanah nelayan
bekerjasama dengan BPN.
Selanjutnya juga telah dilakukan
pengembangan asuransi jaminan
sosial tenaga kerja bagi nelayan untuk
memberikan kepastian perlindungan
keselamatan dan jaminan sosial bagi
nelayan yang ruang lingkup pekerjaannya
memiliki risiko cukup tinggi.
Untuk mengurangi kemiskinan
nelayan di sentra-sentra perikanan,
pemerintah juga telah menjalankan
program Peningkatan Kehidupan Nelayan
(PKN), seperti: pembuatan rumah sangat
murah, pengembangan pekerjaan alternatif
dan tambahan bagi keluarga nelayan,
fasilitasi akses pendidikan dan kesehatan,
dan sebagainya.
Sedangkan upaya yang dilakukan
untuk meningkatkan pelayanan usaha
penangkapan ikan agar semakin prima
adalah; pengembangan Data Sharing
System (DSS), pelayanan perizinan on-
line, perbantuan perizinan pusat di daerah,
dan lain-lain.
Pembangunan perikanan tangkap
yang berkelanjutan membutuhkan
dukungan dari segenap stakeholder, baik
dari pemerintah, pelaku usaha, akademisi
maupun masyarakat luas. Selain itu
pembangunan perikanan tangkap juga
membutuhkan kepekaan dan kepedulian
secara bijak untuk bisa berkontribusi
secara nyata dalam peningkatan
kesejahteraan masyarakat.
pelabuhan perikanan untuk penyediaan
BBM, es, dan air bersih; memberikan
pelayanan prima kepada para pelaku
usaha di pelabuhan, serta inisiasi
pengembangan pelabuhan perikanan yang
berwawasan lingkungan.
Sedangkan pengembangan usaha
penangkapan ikan dan pemberdayaan
nelayan kecil dilakukan melalui:
peningkatan akses permodalan;
pengembangan usaha mina perdesaan
(PUMP), pengembangan diversifikasi
usaha nelayan, pengembangan
kelembagaan usaha perikanan
tangkap, peningkatan perlindungan
nelayan dan keselamatan kerja
nelayan; pengembangan kemitraan
usaha; pengembangan kartu nelayan;
pengembangan kawasan minapolitan, dan
berbagai kegiatan pemberdayaan nelayan
lainnya.
Pembangunan perikanan tangkap
selama lima tahun terakhir menunjukkan
kinerja  yang menggembirakan, dimana
produksi perikanan tangkap tumbuh rata-
rata 3,8% per tahun. Nilai tukar nelayan
(NTN) juga terus megalami peningkatan.
Selama lima tahun terakhir NTN telah
berada di atas angka 100 dan terus
menunjukkan kecenderunggan menaik.
Hal ini menunjukkan bahwa tingkat
kesejahteraan nelayan sudah semakin
baik.
Dari segi infrastruktur, saat ini telah
tersedia 816 unit pelabuhan perikanan,
terdiri dari 22 Pelabuhan Perikanan UPT
Pusat, 792 Pelabuhan Perikanan Daerah
(Provinsi dan Kab/Kota), dan 2 Pelabuhan
Perikanan swasta. Pelabuhan-pelabuhan
tersebut terus ditingkatkan kapasitasnya,
baik dari sisi infrastruktur maupun sistem
dan manajemenya untuk dapat menunjang
dan meningkatkan kegiatan ekonomi serta
bisnis di bidang perikanan tangkap.
Untuk pengembangan sarana
perikanan tangkap, pemerintah telah
mengalokasikan bantuan 1.000 unit kapal
perikanan >30 GT yang disalurkan kepada
Kelompok Usaha Bersama perikanan
tangkap. Selain itu, telah dialokasikan pula
bantuan kapal  perikanan berukuran 10-30
GT, alat bantu penangkapan ikan serta
LAPORAN
16 No. 003 Tahun I- 15 Januari - 14 Februari 2018
Tabloid West Papua
No. 001 Tahun I- 15 November- 14 Desember 2017
Tabloid West Papua
LAPORAN
16
Pemprov Papua Barat
Berkomitmen Menyajikan
Pelayanan Prima dan Semangat Melayani
P
enciptaan dan pengokohan sistem
politik, keamanan, dan pertahanan
di provinsi Papua Barat dilakukan
melalui peningkatan upaya perlindungan
wilayah, serta pemenuhan kebutuhan
sarana dan prasarana pertahanan dan
keamanan, disamping juga melakukan
penempatan aparat di wilayah rawan
konflik.
Untuk pemenuhan dan pengelolaan
kebutuhan bahan makanan pokok serta
kebutuhan bahan makanan sumber protein
masyarakat, pada RPJM tahap ke-3
(2017-2022) Pemprov Papua Barat fokus
pada peningkatan volume dan kontinuitas
produksi pertanian serta stimulasi
pertumbuhan unit usaha pertanian
bahan makanan pokok, peternakan, dan
perikanan serta pada upaya memperlancar
distribusi bahan makanan pokok ke
wilayah-wilayah strategis.
Fokus berikutnya adalah pada
pengembangan pola pangan serta
peningkatan nilai tambah pertanian untuk
peningkatan kesejahteraan petani melalui
peningkatan diversifikasi pangan, nilai
tambah, daya saing, dan ekspor dengan
pendirian industri serta penciptaan iklim
usaha yang kondusif.
Untuk membuka akses ke seluruh
wilayah agar lebih mudah dijangkau,
pemprov Papua Barat fokus pada
pemenuhan kebutuhan infrastruktur
transportasi berupa; Pemeliharaan
jaringan jalan dan jembatan sehingga
mampu secara mudah dilewati kendaraan;
Pemeliharaan dan rehabilitasi seluruh
prasarana dan sarana transportasi darat,
laut, udara, serta transportasi sungai,
danau dan penyeberangan sehingga dapat
berfungsi maksimal.
Pemenuhan kebutuhan prasarana
dan sarana utilitas serta pelayanan publik
melalui pemeliharaan serta rehabilitasi
seluruh sarana utilitas dan pelayanan
publik sehingga dapat berfungsi maksimal.
Dalam hal Pendapatan Asli Daerah
(PAD), pemprov Papua Barat fokus untuk
meningkatkan PAD melalui identifikasi
yang sifatnya menyangkut publik; dan
Perancangan sistem yang memfasilitasi
aspirasi masyarakat baik berupa kritik,
saran, pengaduan, maupun pertanyaan.
Perancangan dan penerapan sistem
yang menjamin pelaksanaan monitoring,
evaluasi, dan pertanggungjawaban atas
kinerja pemerintah dan penyelenggaraan
pembangunan secara terbuka;
Penyusunan standar operasional
pelaksanaan dan rencana teknis
pelaksanaan tugas yang lengkap, jelas,
dan mudah dimengerti.
Optimalisasi peran DPRD, Pengawas
Pegawai Negeri Sipil (PPNS), pers/
media, Lembaga Swadaya Masyarakat
(LSM), peneliti, dan masyarakat dalam
pelaksanaan mengawasi penyelenggaraan
pemerintahan dan program pembangunan
daerah.
Penciptaan mekanisme standardisasi
dan penurunan informasi serta koordinasi
informal sebagai tanggung jawab
personil lama kepada personil baru
ketika regenerasi atau restrukturisasi
pemerintahan.
Pelibatan publik dalam setiap proses
penyusunan rencana, implementasi
program, dan pengawasan jalannya
kegiatan pemerintahan dan pembangunan.
Penggiatan penyelenggaraan public
hearing, stakeholders meeting, jajak
pendapat umum, pelaporan penelitian
dan kajian, pemungutan suara sederhana,
diskusi dan konsultasi publik, dan forum
publik lainnya untuk membahas hal-hal
yang menyangkut kepentingan publik.
Pembagian tugas dan wewenang
secara eksplisit dan tersurat serta
sosialisasi dan implementasi sistem
komando dan koordinasi antar dan intern
instansi pemerintah bersama masyarakat
dan swasta dalam pelaksanaan tugas
administratif pemerintahan maupun tugas
terkait teknis pembangunan daerah agar
berjalan efektif dan efisien.
sumber-sumber kekayaan daerah yang
potensial serta melakukan pengelolaan
kekayaan daerah dengan membentuk
BUMD dan juga sistem kerjasama dengan
swasta atau pemerintah daerah lain.
Peningkatan PAD ini juga dimaksudkan
untuk mengurangi ketergantungan
terhadap Dana Perimbangan dalam
pembiayaan pembangunan di Papua
Barat.
Untuk itu Pemprov Papua Barat
fokus melakukan pembinaan kompetensi
dan profesionalitas aparat pemerintah
melalui; Penyelenggaraan pendidikan
dan pelatihan fungsional sebagai upaya
peningkatan kapasitas, kapabilitas,
netralitas, dan kesadaran aparat
pemerintah terkait peran, tugas pokok,
dan fungsinya masing-masing, termasuk
penguasaan pengetahuan umum,
keterampilan bahasa asing, komputer, dan
teknologi;
Penanaman dan penguasaan visi
misi Provinsi Papua Barat kepada aparat
pemerintah sebagai upaya pengarahan
mental agar menjadikan visi-misi sebagai
orientasi utama dari seluruh peran, posisi,
tugas pokok, dan fungsi yang dijalankan;
Pengawasan kinerja aparat dalam
rangka menyajikan pelayanan prima
dengan ketulusan dan semangat melayani
bagi seluruh masyarakat; Perancangan
sistem penilaian kinerja aparatur
pemerintahan yang berbasis prestasi dan
sanksi; Peningkatan pemahaman dan
keterlibatan aparatur pemerintahan dalam
penyusunan rencana kerja dan rencana
pembangunan wilayah.
Berikutnya adalah penciptaan dan
penerapan sistem pemerintahan yang
sesuai dengan prinsip-prinsip good
governance melalui; Penyelenggaraan
proses rekruitmen yang bersih
dan profesional; Perancangan dan
penerapan sistem keuangan dan
kinerja pemerintahan yang akuntabel;
Perancangan dan penerapan sistem yang
menjamin keterbukaan informasi terkait
data, regulasi, prosedur, dan sebagainya
LAPORAN
17No. 003 Tahun I- 15 Januari - 14 Februari 2018
Tabloid West Papua
Menyongsong Pembangunan
Jangka Menengah Tahap Ke-3
M
emasuki periode Pembangunan
Jangka Menengah tahap ke-3
(2017-2022), pembangunan di
provinsi Papua Barat diprioritaskan untuk
mewujudkan Provinsi Papua Barat yang
berdaya saing, yaitu memiliki SDM dan
perekonomian yang mampu beradaptasi
terhadap perubahan internal dan eksternal
untuk meraih keberhasilan dalam upaya
meningkatkan kesejahteraan dan masa
depan yang lebih baik dengan tetap
terbuka pada persaingan nasional,
regional dan global.
Kemampuan untuk berdaya saing
merupakan kunci untuk mencapai
kemajuan sekaligus kemandirian, sehingga
gejolak yang berasal dari dalam maupun
luar wilayah dapat diredam oleh ketahanan
ekonomi. Pada tahap ini, pembangunan
dan pengembangan SDM serta
perekonomian wilayah diharapkan berada
dalam satu tingkatan lebih maju, yaitu
mulai mengembangkan dan menaikkan
standar untuk lebih dekat dengan kondisi
eksternal, sehingga diharapkan betul-betul
memiliki daya saing di ranah eksternal
Papua Barat.
Sasaran dan kebijakan pembangunan
Papua Barat pada periode ini difokuskan
pada; Penciptaan dan pengokohan sistem
politik, keamanan, dan pertahanan;
Pemenuhan dan pengelolaan kebutuhan
bahan makanan pokok dan bahan
makanan sumber protein; Pengembangan
pola pangan dan peningkatan nilai
tambah pertanian untuk meningkatkan
kesejahteraan petani.
Kebijakan yang berkaitan dengan
kebutuhan publik, yaitu; Pemenuhan
kebutuhan infrastruktur transportasi untuk
membuka akses ke seluruh wilayah;
Pemenuhan kebutuhan prasarana dan
sarana utilitas publik; serta Pemenuhan
kebutuhan prasarana dan sarana
pelayanan publik.
Di bidang pemerintahan, fokus
kebijakan yang menjadi prioritas
Pemprop Papua Barat adalah;
Peningkatan Pendapatan Asli Daerah
(PAD); Pembinaan kompetensi dan
profesionalitas aparat pemerintah;
dan pembinaan masyarakat Penyandang
Masalah Kesejahteraan Sosial; serta
Pembinaan keimanan, ketaqwaan, dan
budaya luhur masyarakat berbasis kearifan
lokal.
Fokus kebijakan lainnya yang
diprioritaskan oleh Pemprov Papua Barat
pada Pembangunan Jangka Menengah
Tahap Ke-3 ini adalah; Penerapan sistem
dan regulasi ekonomi yang berpihak
kepada masyarakat; Perancangan
dan penerapan sistem hukum yang
berpihak kepada masyarakat; Prioritas
pembangunan bagi masyarakat miskin
serta masyarakat yang tinggal di daerah
terpencil dan daerah terisolir;
Pendayagunaan SDA terbarukan;
Pengelolaan pemanfaatan SDA yang tidak
terbarukan; Pelestarian dan pemeliharaan
Sumber Daya Air; Peningkatan
nilai tambah pemanfaatan SDA;
Pengembangan SDA khas; Perencanaan,
pemanfaatan dan pengendalian tata ruang
berbasis konservasi; serta Melestarikan
dan memproteksi keanekaragaman
budaya dari akulturasi budaya negatif.
Penerapan sistem pemerintahan sesuai
prinsip good governance; Pemenuhan
kebutuhan legal formal pemerintahan;
Kelengkapan struktur pemerintahan
sesuai dengan kebutuhan spesifik daerah;
serta Peningkatan besaran dan laju
pertumbuhan PDRB.
Sedangkan fokus kebijakan yang
berkaitan dengan ekonomi adalah
berupa; Peningkatan ekonomi wilayah
berbasis keunggulan komparatif dan
keu nggulan kompetitif; Peningkatan
kerjasama ekonomi; serta Peningkatan
pertumbuhan dan daya saing unit-unit
usaha masyarakat.
Di bidang kemasyarakatan
yang berkaitan dengan nilai Indeks
Pembangunan Manusia (IPM), kebijakan
yang diambil oleh Pemprop Papua Barat
adalah; Peningkatan derajat pendidikan
masyarakat; Peningkatan derajat
kesehatan masyarakat; Penanggulangan
kemiskinan di perkotaan dan di
perkampungan; Pemenuhan prasarana
perumahan dan prasarana pendukung
lingkungan perumahan; Pengayoman
LAPORAN
18 No. 003 Tahun I- 15 Januari - 14 Februari 2018
Tabloid West Papua
Papua Barat
Ekspor Bahan Bakar Mineral
Kegiatan Strategis Pemprov Papua Barat
Periode 2015-2019
P
rioritas percepatan pembangunan
dalam rangka pengembangan wilayah
Provinsi Papua Barat, pada periode
2015-2019 ditekankan pada beberapa
sektor. Di sektor perhubungan darat, yang
menjadi prioritas adalah pembangunan
jalur kereta api Sorong-Manokwari dan
pembangunan sejumlah ruas jalan, yaitu
ruas jalan; Mameh-Wendesi-Ambuni-Tandia;
Manokwari-Bintuni; Sorong-Pelabuhan
Arar; ring road Raja Ampat; Susumuk-
Bintuni; Tandia-Yahour; Fakfak-Bourof-
Windesi; Yaur-Windesi-Mameh-Manokwari;
Manokwari-Sorong; dan Kaimana-Bourof.
Di sektor perhubungan udara, yang
menjadi prioritas adalah; pengembangan
bandara Domine Eduard Osok, Bintuni,
Rendani, Segun, dan Siboru serta
pembangunan bandara Werur.
Sedangkan prioritas di sektor
perhubungan laut adalah; pengembangan
pelabuhan Kaimana, Owi, Teminabuan,
Saunek, Kokas, Arar, Fak Fak, dan Sorong.
Pembangunan pelabuhan Seget, Biak,
Saukorem, Abun, Bomberai, Maruni, dan
P
rioritas percepatan pembangunan
dalam rangka pengembangan wilayah
Provinsi Papua Barat, pada periode
2015-2019 ditekankan pada beberapa sektor.
Di sektor perhubungan darat, yang menjadi
prioritas adalah pembangunan jalur kereta
api Sorong-Manokwari dan pembangunan
sejumlah ruas jalan, yaitu ruas jalan; Mameh-
Wendesi-Ambuni-Tandia; Manokwari-Bintuni;
Sorong-Pelabuhan Arar; ring road Raja
Ampat; Susumuk-Bintuni; Tandia-Yahour;
Fakfak-Bourof-Windesi; Yaur-Windesi-
Mameh-Manokwari; Manokwari-Sorong; dan
Kaimana-Bourof.
Di sektor perhubungan udara, yang
menjadi prioritas adalah; pengembangan
bandara Domine Eduard Osok, Bintuni,
Rendani, Segun, dan Siboru serta
pembangunan bandara Werur.
Sedangkan prioritas di sektor
perhubungan laut adalah; pengembangan
pelabuhan Kaimana, Owi, Teminabuan,
Saunek, Kokas, Arar, Fak Fak, dan Sorong.
Pembangunan pelabuhan Seget, Biak,
Saukorem, Abun, Bomberai, Maruni, dan
fasilitas pelabuhan laut Arar.
Di sektor angkutan sungai, yang
irigasi Rawa di Kabupaten Sorong (750
Ha), dan irigasi Tambak Danau Ayamaru di
Kabupaten Maybrat.
Berikutnya adalah instalasi
pengendalian banjir Sungai Aimasi, Sungai
Ransiki, Sungai Wariori, dan Sungai Tubhi
serta instalasi pengaman pantai Pasir Putih,
Wosi, Rendani, Kaimana, Rado, Miey,
Biriosi, Wirsi, Maruni, Maripi, Oransbari,
Ransiki, Tanjung Kasuari, Pulau Fani,
Makbon, Sausapor, Seget, Sailolof, Kotam
dan beberapa pantai lainnya yang berada
di kabupaten Teluk Bintuni, kabupaten
Nabire, kabupaten Mimika, dan kabupaten
Manokwari Selatan.
Prioritas berikutnya adalah
pembangunan beberapa Embung di
sejumlah kabupaten, yaitu di kabupaten
Raja Ampat, Sorong, Fak-Fak, Manokwari,
Teluk Bintuni, Nabire, Sorong Selatan,
Kaimana, dan Dogiyai.
Di sektor pendidikan, Pemprov Papua
Barat memprioritaskan pembangunan SMP
dan SMA berpola asrama. Sedangkan
di sektor kesehatan, yang menjadi
prioritas adalah pengembangan RS
Daerah Kabupaten Sorong untuk praktek
mahasiswa FK Universitas Negeri Papua
dan mengusulkan pengembangan RS
Pusat pada periode pembangunan jangka
menengah berikutnya.
pengendalian banjir Sungai Aimasi, Sungai
Ransiki, Sungai Wariori, dan Sungai Tubhi
serta instalasi pengaman pantai Pasir Putih,
Wosi, Rendani, Kaimana, Rado, Miey,
Biriosi, Wirsi, Maruni, Maripi, Oransbari,
Ransiki, Tanjung Kasuari, Pulau Fani,
Makbon, Sausapor, Seget, Sailolof, Kotam
dan beberapa pantai lainnya yang berada
di kabupaten Teluk Bintuni, kabupaten
Nabire, kabupaten Mimika, dan kabupaten
Manokwari Selatan.
Prioritas berikutnya adalah
pembangunan beberapa Embung di sejumlah
kabupaten, yaitu di kabupaten Raja Ampat,
Sorong, Fak-Fak, Manokwari, Teluk Bintuni,
Nabire, Sorong Selatan, Kaimana, dan
Dogiyai.
Di sektor pendidikan, Pemprov Papua
Barat memprioritaskan pembangunan SMP
dan SMA berpola asrama. Sedangkan
di sektor kesehatan, yang menjadi
prioritas adalah pengembangan RS
Daerah Kabupaten Sorong untuk praktek
mahasiswa FK Universitas Negeri Papua dan
mengusulkan pengembangan RS Pusat pada
periode pembangunan jangka menengah
berikutnya.
fasilitas pelabuhan laut Arar.
Di sektor angkutan sungai, yang
menjadi prioritas adalah; pengembangan
dermaga penyeberangan Raja Ampat,
Kaimana, Fak-Fak, Arar, Waigeo, dan Folley.
Di sektor tenaga listrik, Pemprov
Papua Barat menempatkan pembangunan
PLTU Klalin (30 MW), PLTMG Mobile PP
Manokwari (20 MW), PLTU Andai (14 MW),
PLTMG Fak-Fak (10 MW) dan PLTMG
Bintuni (10 MW) sebagai prioritas yang
harus segera diselesaikan.
Pengembangan jaringan transmisi
serta distribusi telekomunikasi dan
informatika, juga menjadi perhatian
Pemprov Papua Barat untuk di prioritaskan,
khususnya pembangunan backbone Palapa
Ring, serat optik antar kabupaten/kota, dan
pengembangan transmisi penyiaran TVRI.
Di sektor Sumber Daya Air, prioritas
ditujukan pada kelanjutan pembangunan
Bendung Wariori, peningkatan jaringan
irigasi Oransbari (3.016 Ha) di Kabupaten
Manokwari, pembangunan jaringan irigasi
Mariyat (1.500 Ha) di Kabupaten Sorong,
menjadi prioritas adalah; pengembangan
dermaga penyeberangan Raja Ampat,
Kaimana, Fak-Fak, Arar, Waigeo, dan Folley.
Di sektor tenaga listrik, Pemprov
Papua Barat menempatkan pembangunan
PLTU Klalin (30 MW), PLTMG Mobile PP
Manokwari (20 MW), PLTU Andai (14 MW),
PLTMG Fak-Fak (10 MW) dan PLTMG
Bintuni (10 MW) sebagai prioritas yang harus
segera diselesaikan.
Pengembangan jaringan transmisi serta
distribusi telekomunikasi dan informatika,
juga menjadi perhatian Pemprov Papua
Barat untuk di prioritaskan, khususnya
pembangunan backbone Palapa Ring,
serat optik antar kabupaten/kota, dan
pengembangan transmisi penyiaran TVRI.
Di sektor Sumber Daya Air, prioritas
ditujukan pada kelanjutan pembangunan
Bendung Wariori, peningkatan jaringan
irigasi Oransbari (3.016 Ha) di Kabupaten
Manokwari, pembangunan jaringan irigasi
Mariyat (1.500 Ha) di Kabupaten Sorong,
irigasi Rawa di Kabupaten Sorong (750
Ha), dan irigasi Tambak Danau Ayamaru di
Kabupaten Maybrat.
Berikutnya adalah instalasi
LAPORAN
19No. 003 Tahun I- 15 Januari - 14 Februari 2018
Tabloid West Papua
Mengurangi Kesenjangan
Dengan Percepatan Pembangunan Infrastruktur
H
ingga tahun 2019 mendatang
Kementerian Desa, Pembangunan
Daerah Tertinggal dan Transmigrasi
(DPDTT) tengah memprioritaskan
program pengentasan 80 daerah tertinggal
untuk menjadikannya sebagai daerah
maju, dari sebanyak 122 daerah yang
tergolong sebagai daerah tertinggal.
Selain itu, Kementerian DPDTT juga
tengah memprioritaskan percepatan
pembangunan di 39.091 desa tertinggal
dan 17.268 desa sangat tertinggal. 
Program tersebut merupakan
bagian dari Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Nasional (RPJMN)
tahun 2015-2019 dengan target berupa
peningkatan pertumbuhan ekonomi
daerah tertinggal menjadi 7,24 persen
pada tahun 2019. Selanjutnya adalah
menurunkan persentase penduduk miskin
daerah tertinggal menjadi 14,00 persen
Kalimantan, 18 kabupaten di Sulawesi, 26
kabupaten di Nusa Tenggara Timur dan
Nusa Tenggara Barat, 14 kabupaten di
Maluku, dan 33 kabupaten di Papua.
Dari data tersebut terlihat bahwa
kawasan Timur Indonesia menjadi wilayah
yang paling banyak daerah tertinggalnya.
Karena itu harus segara ada upaya
kebijakan mengurangi kesenjangan
dengan percepatan pembangunan
infrastruktur, pengelolaan potensi dan
pengembangan kawasan transmigrasi
yang lebih mandiri. 
Tentunya ini bukan pekerjaan mudah.
Harus benar-benar punya kesiapan yang
matang agar target mengentaskan daerah
tertinggal menjadi lebih baik. Minimal
daerah tertinggal sudah punya akses
dengan kawasan yang perekonomiannya
sudah berjalan. Sehingga terjadi
pertukaran nilai ekonomi masyarakat.
serta meningkatkan Indeks Pembangunan
Manusia (IPM) menjadi sekitar 69,59
persen.
Agar target tersebut dapat tercapai,
maka perlu ada strategi yang mujarab.
Antara lain adalah memanfaatkan sumber
daya alam untuk sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat, serta menerapkan
pola pembangunan dengan meminimalisir
ketimpangan wilayah. 
Yang paling penting adalah sumber
daya manusia yang berkualitas, inovasi,
kreativitas dan mampu menerapkan
teknologi yang tepat.  Setelah itu barulah
kita mendorong investasi yang bisa
meningkatkan produktivitas rakyat. 
Sebagaimana kita ketahui, 122
daerah tertinggal yang ada di Indonesia
itu tersebar di beberapa wilayah, yaitu
19 kabupaten di Sumatera, 6 kabupaten
di Jawa dan Bali, 12 kabupaten di
Papua Barat Berpotensi Besar Jadi
Penggerak Ekonomi Indonesia Bagian Timur
S
esuai dengan Rencana Kerja
Pemerintah (RKP) Tahun 2018, pada
tahun ini program pengembangan
wilayah yang dilakukan oleh pemerintah
difokuskan untuk pertumbuhan dan
pemerataan pembangunan.
Pertumbuhan pembangunan daerah
pada tahun 2018 ini akan didorong
melalui pertumbuhan peranan sektor
jasa, industri pengolahan dan pertanian.
Peningkatan kontribusi sektor-sektor
tersebut dilakukan seiring dengan terus
dikembangkannya kawasan-kawasan
strategis di wilayah yang menjadi main
prime mover (pendorong pertumbuhan
utama), diantaranya adalah; Kawasan
Ekonomi Khusus (KEK), Kawasan Industri
(KI), Kawasan Perkotaan (megapolitan
dan metropolitan), Kawasan Pariwisata
serta Kawasan berbasis Pertanian dan
Potensi Wilayah seperti Agropolitan dan
Minapolitan.
Dalam hal pemerataan
pembangunan, kebijakan pembangunan
daerah diarahkan untuk mempersempit
kesenjangan antarwilayah, terutama
pembangunan Kawasan Barat dan
Kawasan Timur Indonesia, termasuk
wilayah perdesaan, daerah tertinggal dan
perbatasan.
Kebijakan yang dilakukan pemerintah
untuk wilayah Papua dan Papua Barat
adalah dengan mendorong transformasi
dan akselerasi pembangunan infrastruktur
serta mendorong peningkatan investasi.
Sasaran pengembangan wilayah
pada tahun 2018 ini ditujukan pada
pertumbuhan dan pemerataan
antarwilayah dengan lebih meningkatkan
peran ekonomi, dimana peran wilayah
Papua dan Papua Barat terhadap
perekonomian nasional diharapkan dapat
semakin meningkat dengan fokus pada
pengembangan potensi dan keunggulan
wilayah masing-masing.
Selanjutnya, pengembangan
infrastruktur di Papua dan Papua
Barat pada tahun 2018 ini diarahkan
pada upaya penurunan kesenjangan
intrawilayah, khususnya di wilayah-wilayah
pegunungan.
Pada sektor perekonomian,
Provinsi Papua dan Provinsi Papua
Barat diharapkan dapat meningkatkan
kontribusinya menjadi sebesar 1,88 persen
terhadap perekonomian nasional dengan
rata-rata pertumbuhan ekonomi minimal 6
persen pada tahun ini.
Provinsi Papua dan Provinsi Papua
Barat berpotensi besar untuk menjadi
penggerak ekonomi Indonesia bagian
timur melalui kelimpahan sumber
daya alamnya di berbagai sektor, baik
perikanan, pertanian/perkebunan, industri
agro dan pangan, pariwisata bahari dan
alam, maupun pertambangan.
Selain itu, arah kebijakan
pembangunan di Papua dan Papua Barat
juga ditujukan untuk mendukung upaya
dalam mewujudkan Pusat Pengembangan
Wilayah berbasis Kampung Masyarakat
Adat yang didukung oleh prasarana dan
sarana yang handal.
LAPORAN
20 No. 003 Tahun I- 15 Januari - 14 Februari 2018
Tabloid West Papua
Trend Pertumbuhan Ekonomi Papua Barat
Meningkat Setiap Tahun
P
ertumbuhan ekonomi di provinsi Papua Barat mengalami
peningkatan dari tahun ke tahun. Rata-rata sebesar
9,6 persen atau diatas rata-rata pertumbuhan ekonomi
nasional sebesar 5,9 persen. Pemerintah Provinsi Papua Barat
juga telah cukup berhasil dalam menurunkan jumlah penduduk
miskin menjadi 27,13 persen, namun masih berada jauh di atas
persentase penduduk miskin nasional sebesar 11,25 persen.
Pada periode RPJMN 2010-2014 wilayah Papua terdiri dari
2 provinsi dengan total 42 kabupaten/kota, dimana 83,3 persen
atau 35 kabupaten masuk dalam kategori daerah tertinggal.
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di wilayah ini sebesar
60,33, berada dibawah target IPM rata-rata nasional di daerah
tertinggal dalam RPJMN 2010-2014 sebesar 72,2. Pertumbuhan
ekonomi sebesar 9,07 persen, melampaui target yang diharapkan
pada RPJMN 2010-2014, sebesar 7,1 persen. Angka kemiskinan
di daerah tertinggal wilayah Papua masih sebesar 32,98 persen,
jauh dari target Angka Kemiskinan secara nasional di daerah
tertinggal dalam RPJMN 2010-2014, sebesar 14,2 persen.
Dalam periode RPJMN 2010-2014 di wilayah Papua telah
ditetapkan 35 kabupaten tertinggal yang menjadi lokus agenda
percepatan pembangunan daerah tertinggal. Pada akhir tahun
2014 diindikasikan terdapat 2 kabupaten tertinggal yang dapat
terentaskan. Sehingga pada periode RPJMN 2015-2019 jumlah
daerah tertinggal di wilayah Papua sebanyak 33 kabupaten.
Pada akhir periode RPJMN 2015- 2019 ditargetkan sebanyak 9
kabupaten tertinggal dapat terentaskan
Dalam hal pencapaian tingkat pengangguran terbuka (TPT),
Pemerintah Provinsi Papua Barat juga telah berhasil menurunkan
TPT menjadi 3,70 persen dan sudah berada di bawah TPT
nasional sebesar 5,70 persen.
Sedangkan dalam hal kualitas sumber daya manusia,
pemprov Papua Barat masih harus bekerja keras untuk
melakukan peningkatan. Hal ini diindikasikan dengan nilai Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) di Provinsi Papua Barat yang
hanya mencapai 70,62 atau masih berada di bawah rata-rata IPM
nasional sebesar 73,81. Namun demikian, dari tahun ke tahun
nilai IPM di provinsi Papua Barat terus mengalami peningkatan.
Upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia untuk
mendukung pengembangan kawasan ekonomi di Provinsi
Papua Barat, dilakukan dengan strategi berikut: 1) Pembinaan
kelembagaan pengelola kawasan untuk mendukung pengelolaan
kawasan yang berdaya saing; 2) Penguatan kemampuan Pemda
dalam menyusun peraturan pemanfaatan lahan ulayat bersama
masyarakat adat untuk memberikan kemudahan investasi. )
Penyiapan tenaga kerja berkualitas dengan kompetensi unggulan
di bidang industri petrokimia dan pengolahan pertambangan
mineral, pertanian, kawasan Arar, kawasan peternakan
Bomberai, Kebar dan Salawati; 4) Pembangunan Science
Park berteknologi tinggi sebagai sarana peningkatan kualitas
SDM kawasan; 5) Pelatihan dan pendampingan SDM untuk
meningkatkan kompetensi untuk mengelola produktivitas dan
nilai tambah komoditas unggulan di masing-masing kawasan
pengembangan ekonomi; 6) Peningkatan kapasitas Orang Asli
Papua (OAP) untuk mendapatkan akses sumber daya ekonomi;
7) Pendampingan dalam proses produksi dan manajemen usaha-
usaha masyarakat; 8) Pembangunan Technology Park bidang
pangan dan maritim untuk meningkatkan inovasi teknologi;
9) Restrukturisasi kelembagaan dalam pengelolaan kawasan
pengembangan ekonomi.
Dari sisi distribusi pendapatan antar golongan masyarakat,
dari tahun ke tahun di provinsi Papua Barat mengalami kenaikan
kesenjangan pendapatan antar golongan (Rasio Gini) menjadi
0,431 atau masih berada di atas rata-rata rasio gini nasional
yaitu 0,413. Ke depan, hal ini perlu mendapatkan perhatian
agar proses pembangunan dapat lebih melibatkan masyarakat
secara inklusif, sehingga hasil-hasil pembangunan tersebut dapat
dinikmati secara merata oleh masyarakat.
Pengembangan kawasan strategis bidang ekonomi di
Kawasan Papua difokuskan pada pengembangan industri/
hilirisasi berbasis komoditas unggulan. Percepatan pembangunan
kawasan strategis di Wilayah Papua dilakukan melalui strategi
sebagai berikut: 1. Peningkatan Potensi Ekonomi Wilayah
di Wilayah Papua Kekayaan alam di Wilayah Papua selain
sektor tambang dan mineral, sektor pertanian dan perkebunan
juga melimpah, dimana potensi ini dapat menjadi sektor yang
mempunyai prospek baik untuk dikembangkan menjadi kekuatan
ekonomi yang dapat diandalkan untuk meningkatkan tingkat
kesejahteraan masyarakat lokal. Dengan demikian, dilakukan
pemetaan wilayah-wilayah yang akan dijadikan basis industri
dengan mempertimbangkan potensi kekayaan alam yang menjadi
komoditas unggulan daerah baik di Provinsi Papua dan Provinsi
Papua Barat.
Pengembangan kegiatan ekonomi di kawasan strategis
di Provinsi Papua Barat dilakukan dengan strategi sebagai
berikut: a) Pengembangan kawasan industri petrokimia; b)
Pengembangan Industri berbasis migas dan pupuk di Teluk
Bintuni; c) Peningkatan produktivitas ekspor untuk produk minyak-
gas, pengolahan pertambangan mineral, pertanian/ perkebunan,
dan hasil laut; d) Pengembangan kawasan pertanian di Karas dan
Teluk Arguni; e) Pengembangan sentra ternak sapi Pola Ranch di
Bomberai, Kebar, dan Salawati; f) Pengembangan Pala di Fakfak;
g) Pengembangan sagu rakyat dan investasi industri komoditas
sagu di Sorong Selatan; h) Pengembangan kawasan wisata
bahari terpadu di kawasan Raja Ampat, dan kawasan wisata
religi Mansinam; i) Pengembangan pusat-pusat kegiatan ekonomi
kecil dan menengah guna mendukung potensi sektor pariwisata,
terutama industri kreatif dan makanan olahan khas wilayah
Sorong, Manokwari, dan Fak-fak; serta j) Pembinaan terhadap
mutu produk usaha kecil dan menengah di Kawasan Sorong,
Manokwari, dan Fak-fak.
di Provinsi Papua Barat, akan dikembangkan kawasan
ekonomi khusus dengan fokus industri petrokimia,
pengembangan industri pengolahan pertambangan mineral, dan
kawasan industri Teluk Bintuni.
SOROT
West
Papua
21No. 003 Tahun I- 15 Januari - 14 Februari 2018
Tabloid West Papua
SOROT
West
Papua
Papua Barat Terapkan Skema
Baru Penggunaan Dana Otsus
Bisnis Hotel di Papua Barat
P
ada tahun 2018 ini, Provinsi Papua Barat menerima
dana otonomi khusus (otsus) sebesar Rp. 2,4 triliun dan
dana tambahan infrastruktur otonomi khusus sebesar
Rp.1,6 triliun. Jumlah dana tambahan ini lebih besar dibanding
tahun lalu yang hanya Rp. 875 miliar.
Pembagian dana Otsus di Papua Barat mulai tahun ini
menggunakan skema baru sebagaimana tertuang dalam
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD)
Papua Barat tahun 2017-2022, dimana 90 persen pengelolaan
dana otsus tersebut diserahkan kepada kabupaten/kota
sementara provinsi hanya mengelola 10 persen saja.
Terkait hal tersebut Pemprov Papua Barat menegaskan
bahwa seluruh Pemkab/ Pemkot berkewajiban untuk melakukan
P
eningkatan jumlah wisatawan yang berkunjung ke
Indonesia telah mendorong peningkatan jumlah usaha
akomodasi, baik di tingkat nasional maupun di tingkat
provinsi. Sebanyak 172 hotel bintang lima, 422 hotel bintang
empat, 739 hotel bintang tiga, 496 hotel bintang dua, 368 hotel
bintang satu, 10.387 hotel melati, 425 penginapan remaja, 2.910
Pondok Wisata, dan 2.434 jasa akomodasi lainnya telah tersedia.
Di Provinsi Papua Barat sendiri telah tersedia 3 hotel bintang
empat, 7 hotel bintang tiga, 14 hotel bintang dua, 33 hotel bintang
satu, 79 hotel melati, 3 penginapan remaja, 20 pondok wisata,
dan 117 jasa akomodasi lainnya.
Banyaknya kamar hotel dan bentuk akomodasi lainnya di
Indonesia adalah 37.950 kamar hotel bintang lima, 63.978 kamar
hotel bintang empat, 65.920 kamar hotel bintang tiga, 32.332
kamar hotel bintang dua, 17.294 kamar hotel bintang satu,
235.738 kamar hotel melati, 5.402 kamar penginapan remaja,
23.790 kamar pondok wisata, 24.797 kamar bentuk akomodasi
lainnya.
Provinsi Papua Barat sendiri memiliki 294 kamar hotel
bintang empat, 454 kamar hotel bintang tiga, 78 kamar hotel
bintang dua, 183 kamar hotel bintang satu, 1.615 kamar hotel
melati, 41 kamar penginapan remaja, dan 223 kamar bentuk
akomodasi lainnya.
Jumlah rata-rata tamu/wisatawan yang menginap per
harinya di Indonesia adalah sebanyak 26.245 tamu di hotel
bintang lima, 42.811 tamu di hotel bintang empat, 39.096 tamu di
hotel bintang tiga, 19.683 tamu di hotel bintang dua, 7.801 tamu
di hotel bintang satu, 113.737 tamu di hotel melati, 1.301 tamu di
penginapan remaja, 6.950 tamu di pondok wisata, 8.069 tamu di
bentuk akomodasi lainnya.
Sedangkan jumlah rata-rata tamu/wisatawan yang menginap
per harinya di provinsi Papua Barat adalah sebanyak 159 tamu
di hotel bintang empat, 133 tamu di hotel bintang tiga, 6 tamu
pengelolaan dana otsus dengan penuh tanggungjawab dan juga
transparan, sedangkan laporan pertanggungjawaban penggunaan
dana otsus tersebut harus disampaikan secara berkala dan tepat
waktu.
Sementara itu, untuk dana tambahan infrastruktur,
pengelolaannya diserahkan kepada Dinas Pekerjaan Umum
dan Dinas Perhubungan. Dana tersebut akan dimanfaatkan
untuk percepatan pembangunan infrastruktur seperti jalan dan
jembatan. 
Untuk evaluasi terhadap kemajuan masing-masing daerah
dalam pelaksanaan otsus, para kepala daerah sepakat menggelar
pertemuan serta pameran hasil pembangunan otsus setiap tahun,
dan pada tahun ini akan dilakukan di Kabupaten Teluk Wondama.
di hotel bintang dua, 96 tamu di hotel bintang satu, 261 tamu di
hotel melati, 7 tamu di penginapan remaja, dan 24 tamu di bentuk
akomodasi lainnya.
Secara nasional, tingkat penghunian kamar hotel bintang
lima adalah 60,84%, hotel bintang empat 56,11%, hotel bintang
tiga 53,45%, hotel bintang dua 48,89%, hotel bintang satu
42,83%, sehingga secara rata-rata tingkat penghunian kamar
hotel di Indonesia adalah 53,92%.
Di provinsi Papua Barat tingkat penghunian kamar hotel
bintang empat adalah 45,15%, hotel bintang tiga 32,65%, hotel
bintang dua 28,01%, hotel bintang satu 66,78%, dan secara
rata-rata tingkat penghunian kamar hotel di provinsi Papua Barat
adalah 42,85%.
Sedangkan rata-rata lama menginap tamu hotel bintang lima
adalah 2,37 hari, hotel bintang empat 1,94 hari, hotel bintang tiga
1,93 hari, hotel bintang dua 1,70 hari, hotel bintang satu 1,68 hari.
Jadi rata-rata lama menginap tamu/wisatawan di hotel berbintang
adalah 1,94 hari.
Rata-rata lama menginap tamu di hotel melati adalah 1,42
hari, di penginapan remaja 1,40 hari, di pondok wisata 1,50 hari,
dan di bentuk akomodasi lainnya 1,53 hari sehingga rata-rata
lama menginap tamu di penginapan non hotel berbintang adalah
1,48 hari.
Sedangkan rata-rata lama menginap tamu di Provinsi
Papua Barat adalah 1,85 hari di hotel bintang empat; 2,85 hari
di hotel bintang tiga; 1,74 hari di hotel bintang dua; 2,77 hari di
hotel bintang satu. Jadi rata-rata lama menginap tamu di hotel
berbintang adalah 2,30 hari.
Rata-rata lama menginap tamu di hotel melati adalah 2,16
hari, di penginapan remaja 2,05 hari, di pondok wisata 2,00 hari,
dan di bentuk akomodasi lainnya 2,06 hari. Sehingga rata-rata
lama menginap tamu di akomodasi non hotel berbintang di
provinsi Papua Barat adalah 2,06 hari.
SOROT
West
Papua
22 No. 003 Tahun I- 15 Januari - 14 Februari 2018
Tabloid West Papua
S
aat ini pariwisata telah menjadi salah satu sektor ekonomi
terbesar dan mempunyai tingkat pertumbuhan paling
pesat di dunia. Pembukaan daerah tujuan wisata baru
dan investasi di bidang pariwisata telah mengubah pariwisata
sebagai salah satu penggerak utama kemajuan sosio-ekonomi
suatu negara melalui penerimaan devisa, penciptaan lapangan
pekerjaan dan kesempatan berusaha, serta pembangunan
infrastruktur.
Organisasi Pariwisata Dunia (United Nation World Tourism
Organization/UNWTO) memperkirakan jumlah wisatawan
internasional akan mencapai 1,8 miliar pada tahun 2030 dengan
tingkat pertumbuhan kunjungan per tahun sebesar 3,3 persen.
Sekarang ini telah muncul banyak daerah tujuan wisata
baru di berbagai negara di dunia, dan kawasan Asia Pasifik
diperkirakan mempunyai pertumbuhan yang paling tinggi
dibanding kawasan lainnya.
Pengelolaan pariwisata bukanlah hal yang mudah karena
melibatkan hampir semua sektor ekonomi, baik industri yang
berkarakter pariwisata (tourism characteristic industry), seperti
hotel dan restoran, maupun industri yang sepintas tidak berkaitan
langsung dengan industri pariwisata, namun
sebagian permintaannya (demand) berasal dari
pariwisata (tourism connected industry).
Jumlah industri yang terkait dan menerima
dampak dari kegiatan pariwisata sangat banyak,
tapi pemerintah Indonesia telah berkomitmen untuk
terus mendorong pembangunan pariwisata sehingga
dapat bersaing dengan negara-negara lain.
Melalui upaya promosi dan peningkatan
pelayanan, didukung membaiknya situasi
keamanan, serta pemulihan dari krisis ekonomi
global yang banyak dialami negara-negara Eropa,
jumlah kedatangan wisatawan mancanegara
(wisman) ke Indonesia menunjukkan peningkatan
yang cukup signifikan pada setiap tahunnya.
Pada tahun 2016 jumlah kunjungan wisman
ke Indonesia mencapai 10,41 juta, naik 10,29%
dibanding tahun sebelumnya. Faktor lain yang juga
sangat berpengaruh terhadap industri pariwisata
Indonesia adalah pergerakan wisatawan Nusantara
(wisnus) yang berperan besar dalam menciptakan
dampak ekonomi.
Karena itu, dengan slogan “Pesona Indonesia”,
pemerintah semakin gencar melakukan promosi
pariwisata dan diharapkan semakin banyak
penduduk Indonesia yang ingin mengetahui lebih
banyak tentang negerinya sendiri.
Dengan adanya kegiatan perjalanan wisata,
diharapkan akan tercipta konsumsi wisatawan di dalam negeri
yang merupakan faktor pendorong bagi pengembangan sarana
dan prasarana pariwisata yang pada akhirnya akan mendorong
perkembangan pariwisata khususnya dan perekonomian pada
umumnya.
Nilai ekonomi penjualan jasa pariwisata terkadang tidak
dapat diukur secara nyata dalam bentuk nominal. Namun,
sesungguhnya nilai ekonomi kegiatan pariwisata itu tidak
hanya dinikmati oleh satu sektor tertentu, melainkan juga oleh
berbagai sektor. Dengan semakin meningkatnya jumlah konsumsi
wisatawan, maka akan semakin besar pula dampak ekonomi
yang dinikmati, dan semakin banyak sektor yang terkait.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009,
usaha pariwisata meliputi tiga belas jenis utama, yaitu: daya
tarik wisata, kawasan pariwisata, jasa transportasi wisata, jasa
perjalanan wisata, jasa makanan dan minuman, penyediaan
akomodasi, penyelenggaraan kegiatan hiburan dan rekreasi,
penyelenggaraan pertemuan, perjalanan insentif, konferensi dan
pameran, jasa informasi pariwisata, jasa konsultan pariwisata,
wisata tirta, serta spa.
Bisnis Pariwisata Sebagai Penggerak
Utama Kemajuan Sosio-Ekonomi
SOROT
West
Papua
23No. 003 Tahun I- 15 Januari - 14 Februari 2018
Tabloid West Papua
Fasilitasi Destinasi
Wisata Alam Raja Ampat
P
emerintah telah mentargetkan sebanyak 25 lokasi untuk
difasilitasi terkait peningkatan destinasi wisata budaya,
wisata alam dan wisata buatan, dan salah satunya adalah
obyek wisata Raja Ampat yang terletak di Provinsi Papua Barat.
Fasilitasi yang dilakukan ternyata mampu memberikan
dampak dan capaian yang positif, diantaranya adalah berupa
peningkatan kunjungan kapal Yacht dan Cruise ke Raja Ampat.
Salah satu langkah pengembangan untuk destinasi wisata
bahari adalah dengan ditetapkannya Peraturan Presiden Nomor
105 Tahun 2015 tentang kunjungan kapal wisata (yacht) asing
ke Indonesia. Perpres ini memberikan beberapa kemudahan,
di antaranya adalah menghapus ketentuan mengenai CAIT
(Clearance Approval for Indonesia Territory).
Sebagai tindak lanjut dari Perpres Nomor 105 Tahun 2015
tersebut juga telah diundangkan Peraturan Menteri Perhubungan
RI Nomor PM 171 Tahun 2015 tentang Tata Cara Pelayanan
Kapal Wisata (Yacht) Asing di Perairan Indonesia.
Kemudahan diberikan kepada kapal yacht dan cruise yang
masuk dan keluar melalui 18 pelabuhan. Kemudahan tersebut
memberikan dampak positif bagi pertumbuhan kunjungan kapal
yacht dan juga kapal cruise.
Pada tahun 2015 tercatat ada sebanyak 1.198 kedatangan
kapal yacht dengan 3.594 wisman, sedangkan pada 2016 terjadi
peningkatan menjadi 1.900 kedatangan kapal yacht dengan 4.500
wisman. Sementara untuk kapal cruise, pada tahun 2015 tercatat
ada sebanyak 361 kedatangan kapal cruise dengan 108.300
wisman, dan pada 2016 terdapat 357 kedatangan kapal cruise
dengan 107.100 wisman.
Upaya peningkatan tata kelola destinasi pariwisata
difokuskan pada dua faktor critical success, yaitu Management
Destinasi yang meliputi finansial, operasional, marketing, SDM,
dan inovasi; serta Pembenahan Destinasi yang dikonsentrasikan
pada pembangunan infrastruktur dalam rangka dukungan
pengembangan aksesibilitas, amenitas dan fasilitas pendukung
pariwisata lainnya
Dari 25 lokasi (cluster) yang ditargetkan, Pemerintah telah
merealisasikan sebanyak 27 lokasi atau sebesar 108%, terdiri
dari 25 cluster existing dan 2 cluster baru. Cluster existing
terseut adalah Sabang, Toba, Nias, Muaro Jambi, Palembang,
Kota Tua, Kepulauan Seribu, Pangandaran, Borobudur, Bromo
Tengger Semeru, Pemuteran, Batur, Sanur, Rinjani, Komodo,
Flores, Wakatobi, Toraja, Bunaken, Derawan, Sentarum, Belitung
(Tanjung Kelayang), Tanjung Puting, Pulau Morotai, dan Raja
Ampat.
Sebanyak 13.388 wisatawan telah berkunjung ke Raja
Ampat, terdiri dari 10.427 wisatawan mancanegara (wisman) dan
2.961 wisatawan Nusantara (wisnus).
UNTUK MENINGKATKAN
KUALITAS DESTINASI PARIWISATA,
PEMERINTAH MELAKUKAN UPAYA
PENGEMBANGAN DESTINASI
PARIWISATA MELALUI FASILITASI
TERHADAP DESTINASI WISATA
BUDAYA, WISATA ALAM DAN
WISATA BUATAN.
No. 003
tahun I
Tgl. 15 Januari - 14 februari 2018
D
ari data tersebut terlihat bahwa total
investasi swasta yang ditujukan
untuk mendukung kegiatan
pariwisata adalah sebesar 3,83% dari
total investasi sebesar Rp 3.829,98 triliun.
Investasi pariwisata ini terdiri dari investasi
oleh pihak swasta sebesar Rp 146,1 triliun
atau sebesar 99,73%, sedangkan sisanya
sebesar 0,27% dilakukan oleh pemerintah.
Dalam hal ini pemerintah tidak
melakukan investasi untuk pembangunan
gedung atau bangunan yang berkaitan
dengan kegiatan pariwisata langsung,
seperti bangunan hotel, restoran dan
sebagainya. Hal ini antara lain disebabkan
karena minimnya dan terbatasnya
anggaran pemerintah. Disamping itu,
pemerintah juga ingin memberikan
peluang seluas-luasnya kepada dunia
usaha dan swasta untuk berkiprah dan
melakukan investasi di sektor pariwisata.
Kalangan swasta diharapkan semakin
menyadarari dan memahami pentingnya
investasi di bidang pariwisata untuk
menangkap peluang semakin banyaknya
wisatawan yang berkunjung ke Indonesia
pada tahun-tahun mendatang.
Investasi pariwisata yang dilakukan
oleh pemerintah dan swasta terus
mengalami kenaikan yang cukup signifikan
dari tahun ke tahun. Investasi yang
dilakukan oleh pemerintah, sebagian besar
adalah untuk mesin, peralatan dan alat
angkutan, masing-masing sebesar Rp
233,54 miliar (58,99%) dan Rp 91,62 miliar
(23,14%).
Sedikit berbeda dengan tahun tahun
sebelumnya, dimana investasi swasta
terbesar adalah untuk pembangunan
infrastruktur, hotel dan akomodasi lainnya,
maka sejak tahun 2015, pihak swasta
lebih banyak melakukan investasi untuk
pembangunan bangunan bukan tempat
tinggal, yaitu senilai Rp 30,50 triliun atau
20,87% terhadap total investasi swasta.
Menyusul berikutnya adalah investasi
di bidang infrastruktur, yaitu sebesar
Rp 26,33 triliun, bangunan hotel dan
akomodasi lainnya sebesar Rp 25,30
triliun, serta bangunan olahraga, rekreasi,
hiburan seni dan budaya sebesar Rp
16,38 triliun. Investasi ini mencakup
penambahan hotel baru dan juga renovasi
hotel dan akomodasi lainnya, seperti
pembangunan gedung untuk kegiatan
budaya dan pariwisata.
Secara keseluruhan, investasi
terbesar adalah untuk bangunan non
tempat tinggal yang mencapai 20,82%,
dan peran swasta sangat besar di
sektor ini. Berikutnya adalah investasi
untuk infrastruktur, bangunan hotel dan
akomodasi lainnya yang masing-masing
mencapai 17,98% dan 17,27% dari total
investasi.
Investasi
di Sektor
Pariwisata
BESARNYA INVESTASI DI SEKTOR
PARIWISATA BAIK SECARA LANGSUNG
MAUPUN TIDAK LANGSUNG DAPAT
DIUKUR DENGAN MENGGUNAKAN DATA
PEMBENTUKAN MODAL TETAP BRUTO
(PMTB) YANG DITURUNKAN DARI DATA
PRODUK DOMESTIK BRUTO (PDB).

More Related Content

What's hot

Pembangunan terpadu lombok timur
Pembangunan terpadu lombok timurPembangunan terpadu lombok timur
Pembangunan terpadu lombok timur
Setiono Winardi
 

What's hot (12)

Piagam mid semester tahun 2015
Piagam mid semester tahun 2015Piagam mid semester tahun 2015
Piagam mid semester tahun 2015
 
Inpres nomor 9_tahun_2017
Inpres nomor 9_tahun_2017Inpres nomor 9_tahun_2017
Inpres nomor 9_tahun_2017
 
Sejarahberdirinyakab 150119081311-conversion-gate02
Sejarahberdirinyakab 150119081311-conversion-gate02Sejarahberdirinyakab 150119081311-conversion-gate02
Sejarahberdirinyakab 150119081311-conversion-gate02
 
Pembangunan terpadu lombok timur
Pembangunan terpadu lombok timurPembangunan terpadu lombok timur
Pembangunan terpadu lombok timur
 
Profil kampung kb Bina sejahtera
Profil kampung kb Bina sejahteraProfil kampung kb Bina sejahtera
Profil kampung kb Bina sejahtera
 
Potensi alam di sulawesi utara
Potensi alam di sulawesi utaraPotensi alam di sulawesi utara
Potensi alam di sulawesi utara
 
BUKU II: LAPORAN STUDI STRATEGIS DALAM NEGERI TENTANG PEMBANGUNAN NASIONAL DI...
BUKU II: LAPORAN STUDI STRATEGIS DALAM NEGERI TENTANG PEMBANGUNAN NASIONAL DI...BUKU II: LAPORAN STUDI STRATEGIS DALAM NEGERI TENTANG PEMBANGUNAN NASIONAL DI...
BUKU II: LAPORAN STUDI STRATEGIS DALAM NEGERI TENTANG PEMBANGUNAN NASIONAL DI...
 
Proposal sarpras gedung dakwah nu
Proposal sarpras gedung dakwah nuProposal sarpras gedung dakwah nu
Proposal sarpras gedung dakwah nu
 
Proposal kegiatan pelatihan keterampilan pengelasan di Cilacap, PLS UNNES 2013
Proposal kegiatan pelatihan keterampilan pengelasan di Cilacap, PLS UNNES 2013Proposal kegiatan pelatihan keterampilan pengelasan di Cilacap, PLS UNNES 2013
Proposal kegiatan pelatihan keterampilan pengelasan di Cilacap, PLS UNNES 2013
 
Executive Summary: LAPORAN STUDI STRATEGIS DALAM NEGERI TENTANG PEMBANGUNAN ...
Executive Summary:  LAPORAN STUDI STRATEGIS DALAM NEGERI TENTANG PEMBANGUNAN ...Executive Summary:  LAPORAN STUDI STRATEGIS DALAM NEGERI TENTANG PEMBANGUNAN ...
Executive Summary: LAPORAN STUDI STRATEGIS DALAM NEGERI TENTANG PEMBANGUNAN ...
 
BP SAFIRA VII-2017
BP SAFIRA VII-2017BP SAFIRA VII-2017
BP SAFIRA VII-2017
 
PERAN KEMENTERIAN DALAM NEGERI DALAM PENINGKATAN PERAN PENDIDIKAN
PERAN KEMENTERIAN DALAM NEGERI DALAM PENINGKATAN PERAN PENDIDIKANPERAN KEMENTERIAN DALAM NEGERI DALAM PENINGKATAN PERAN PENDIDIKAN
PERAN KEMENTERIAN DALAM NEGERI DALAM PENINGKATAN PERAN PENDIDIKAN
 

Similar to West Papua Tabloid Edisi 3

Berinvestasi bidang perikanan di Aceh
Berinvestasi bidang perikanan di AcehBerinvestasi bidang perikanan di Aceh
Berinvestasi bidang perikanan di Aceh
Ibnu Sahidhir
 
Musni Umar di Kabupaten Banggai "Membangun Dari Desa"
Musni Umar di Kabupaten Banggai "Membangun Dari Desa"Musni Umar di Kabupaten Banggai "Membangun Dari Desa"
Musni Umar di Kabupaten Banggai "Membangun Dari Desa"
musniumar
 
Risalah pertemuan managing our nation ppm manajemen
Risalah pertemuan managing our nation ppm manajemenRisalah pertemuan managing our nation ppm manajemen
Risalah pertemuan managing our nation ppm manajemen
pdatarawa
 
Laporan profil bitung
Laporan profil bitung Laporan profil bitung
Laporan profil bitung
Dimas Hastomo
 

Similar to West Papua Tabloid Edisi 3 (20)

Proposal Talkshow Ekonomi SUMUT 2021
Proposal Talkshow Ekonomi SUMUT 2021Proposal Talkshow Ekonomi SUMUT 2021
Proposal Talkshow Ekonomi SUMUT 2021
 
Arahan Pemanfaatan Ruang dan Arahan Pengendalian Pemanfaatan Ruang Pulau/Kepu...
Arahan Pemanfaatan Ruang dan Arahan Pengendalian Pemanfaatan Ruang Pulau/Kepu...Arahan Pemanfaatan Ruang dan Arahan Pengendalian Pemanfaatan Ruang Pulau/Kepu...
Arahan Pemanfaatan Ruang dan Arahan Pengendalian Pemanfaatan Ruang Pulau/Kepu...
 
rancangan rpjmn 2015 2019
rancangan rpjmn 2015 2019rancangan rpjmn 2015 2019
rancangan rpjmn 2015 2019
 
Peluang pengembangan Talas Ungu
Peluang pengembangan Talas UnguPeluang pengembangan Talas Ungu
Peluang pengembangan Talas Ungu
 
Buku pmt
Buku pmtBuku pmt
Buku pmt
 
Berinvestasi bidang perikanan di Aceh
Berinvestasi bidang perikanan di AcehBerinvestasi bidang perikanan di Aceh
Berinvestasi bidang perikanan di Aceh
 
RPJMD kabupaten mappi (tugas manajemen program)
RPJMD kabupaten mappi (tugas manajemen program)RPJMD kabupaten mappi (tugas manajemen program)
RPJMD kabupaten mappi (tugas manajemen program)
 
Tunas sawa erma group pembangunan daerah 3 t korindo dan relevansinya dengan ...
Tunas sawa erma group pembangunan daerah 3 t korindo dan relevansinya dengan ...Tunas sawa erma group pembangunan daerah 3 t korindo dan relevansinya dengan ...
Tunas sawa erma group pembangunan daerah 3 t korindo dan relevansinya dengan ...
 
Bahan Sekda Forum Bisnis.pptx
Bahan Sekda Forum Bisnis.pptxBahan Sekda Forum Bisnis.pptx
Bahan Sekda Forum Bisnis.pptx
 
Profil Anggota Koalisi PWYP Indonesia
Profil Anggota Koalisi PWYP IndonesiaProfil Anggota Koalisi PWYP Indonesia
Profil Anggota Koalisi PWYP Indonesia
 
Musni Umar di Kabupaten Banggai "Membangun Dari Desa"
Musni Umar di Kabupaten Banggai "Membangun Dari Desa"Musni Umar di Kabupaten Banggai "Membangun Dari Desa"
Musni Umar di Kabupaten Banggai "Membangun Dari Desa"
 
Risalah pertemuan managing our nation ppm manajemen
Risalah pertemuan managing our nation ppm manajemenRisalah pertemuan managing our nation ppm manajemen
Risalah pertemuan managing our nation ppm manajemen
 
EKONOMI SANTRI.pptx
EKONOMI SANTRI.pptxEKONOMI SANTRI.pptx
EKONOMI SANTRI.pptx
 
Laporan profil bitung
Laporan profil bitung Laporan profil bitung
Laporan profil bitung
 
Sambutan Kemendagri pada Musrenbag Prov Jambi Tahun 2017
Sambutan Kemendagri pada Musrenbag Prov Jambi Tahun 2017Sambutan Kemendagri pada Musrenbag Prov Jambi Tahun 2017
Sambutan Kemendagri pada Musrenbag Prov Jambi Tahun 2017
 
Skripsi optimalisasi peran dinas kelautan dan perikanan
Skripsi optimalisasi peran dinas kelautan dan perikananSkripsi optimalisasi peran dinas kelautan dan perikanan
Skripsi optimalisasi peran dinas kelautan dan perikanan
 
Coba-Coba Dana Desa
Coba-Coba Dana DesaCoba-Coba Dana Desa
Coba-Coba Dana Desa
 
ARTIKEL SAIL KOMODO
ARTIKEL SAIL KOMODOARTIKEL SAIL KOMODO
ARTIKEL SAIL KOMODO
 
ARTIKEL SAIL KOMODO
ARTIKEL SAIL KOMODOARTIKEL SAIL KOMODO
ARTIKEL SAIL KOMODO
 
BUMDes Desa Wisata
BUMDes Desa WisataBUMDes Desa Wisata
BUMDes Desa Wisata
 

West Papua Tabloid Edisi 3

  • 1. No. 003 tahun I Tgl. 15 Januari - 14 FEBRUARI 2018 Pemprov Papua Barat Berkomitmen Sajikan Pelayanan Prima dan Semangat Melayani Papua Barat Membentang Mulai Dari Puncak Gunung Hingga Lembah Potensi Perikanan Pulau Papua Sangat Besar
  • 2. catatan redaksi SUSUNAN REDAKSI TABLOID WEST PAPUA Pemimpin Redaksi Khariri Makmun Redaktur Pelaksana Paulus Cahyono Staff Redaksi Aan Humaidi F. Ozy Domingus Eky Natalia Kontributor Christian Hadi John L. Bustami Ricky Sanjaya Desain Grafis George Ts. L. Website : westpapuatabloid.com Email : info@westpapuatabloid.com DITERBITKAN OLEH : West Papua Lovers Community (KPWP) Para pembaca tabloid West Papua Update yang terhormat, pada edisi ke-3 kali ini, kami menampilkan topik utama mengenai potensi sumberdaya laut dan perikanan di Indonesia, khususnya di Provinsi Papua Barat. Potensi ikan lestari di Indonesia diperkirakan mencapai sekitar 6,4 juta Ton per tahun sehingga sangat berpotensi untuk dikembangkannya industri perikanan. Selain itu, perairan Indonesia juga dikenal sebagai sumber plasma nutfah terbesar di dunia, karena lebih dari 37 persen jenis ikan yang telah teridentifikasi di seluruh dunia, terdapat di perairan Indonesia. Di sisi lain, sumberdaya laut dan perikanan di Provinsi Papua Barat juga dikenal memiliki potensi yang cukup besar, baik berupa perikanan budidaya dan perikanan tangkap maupun berbagai macam biota laut dan ekosistem air lainnya. Sektor perikanan menyumbang sekitar 4,36 persen pada PDRB Provinsi Papua Barat, dan penyumbang terbesar di sektor ini adalah subsektor perikanan budidaya. Subsektor ini memiliki nilai tambah yang lebih besar dibanding subsektor lainnya karena dikelola secara berkelanjutan dengan pembiayaan yang relatif kecil. Kota Sorong, Kabupaten Fakfak, dan Kabupaten Manokwari merupakan wilayah dengan produksi perikanan tertinggi di Papua Barat. Industri perikanan di tiga wilayah ini bahkan diprediksi dapat menggerakkan perekonomian Papua Barat dan memberikan efek positif terhadap sektor-sektor lainnya. Untuk dapat mengembangkan industri perikanan secara maksimal dan lestari, Pemprov Papua Barat memerlukan dukungan penuh dari para pengusaha, investor dan segenap pihak terkait lainnya. Dengan berkembangnya industri perikanan di Papua Barat, hal ini diharapkan dapat mendorong terwujudnya kesejahteraan masyarakat, khususnya para nelayan. Topik lainnya yang kami sajikan pada edisi ke-3 kali ini adalah mengenai sense of belonging seluruh masyarakat Papua Barat untuk bersama-sama membangun Papua Barat, disamping juga perhatian penuh Pemerintah Pusat terhadap pembangunan di Papua Barat. Berikutnya adalah komitmen Pemprov Papua Barat untuk menyajikan pelayanan prima dan semangat melayani yang tinggi kepada segenap masyarakat dalam rangka menyongsong pembangunan jangka menengah tahap ke tiga. Kemudian juga kami tampilkan topik mengenai berbagai kegiatan strategis yang akan dilaksanakan oleh Pemprov Papua Barat hingga tahun 2019, termasuk skema baru penggunaan dana otsus, percepatan pembangunan infrastruktur serta peningkatan pertumbuhan ekonomi dan ekspor. Melengkapi topik utama pada edisi ke-3 ini, beberapa topik lainnya yang menarik juga kami tampilkan, diantaranya mengenai potensi dan perkembangan sektor pariwisata di Papua Barat, termasuk bisnis perhotelan dan investasi. Saat ini, bisnis pariwisata merupakan penggerak utama kemajuan sosio-ekonomi di Papua Barat. Selain industri pertambangan dan pertanian, industri kelautan dan perikanan, serta industri pariwisata merupakan kontributor yang penting bagi PDRB Provinsi Papua Barat. Demikian sajian kami pada edisi kali ini, selamat membaca.
  • 3. Headline 4 Sense of Belonging Seluruh Masyarakat Papua Barat Untuk Bersama-sama Membangun Papua Barat 4 Pemerintah Pusat Memberikan Perhatian Besar Pada Pembangunan di Papua 5 Industrialisasi Sektor Perikanan Mampu Menggerakkan Perekonomian Papua Barat 6 Potensi Perikanan Pulau Papua Sangat Besar 7 Potensi Ikan Pelagis dan Ikan Demersal di Perairan Papua Mencapai 842.600 ton/tahun 7 Kota Sorong Hasilkan 1.748,68 Ton Ikan Pelagis dan 238,38 Ton Ikan Demersal Fokus 8 3 Kabupaten di Papua Barat Penghasil Perikanan Tertinggi 9 Kontribusi Sektor Perikanan di Raja Ampat Terhadap PDRB Papua Barat 9 Lebih Dari 37 Persen Jenis Ikan Di Dunia Terdapat Di Perairan Indonesia 10 Nelayan di Teluk Bintuni Hasilkan Tangkapan 6,17 Ton Udang/Bulan 11 Perairan Papua Barat adalah Daerah Penangkapan Ikan dan Udang yang Potensial 12 Perikanan Hasil Olahan Industri Memiliki Nilai Tambah Yang Tinggi 12 Teluk Bintuni Diinisiasi Sebagai Kawasan Konservasi 13 Potensi Kelautan dan Perikanan Indonesia : US$ 1,2 Triliun per Tahun 14 Papua Barat Membentang Mulai Dari Puncak Gunung Hingga Lembah 15 Pengembangan dan Pengelolaan Perikanan Tangkap 16 Pemprov Papua Barat Berkomitmen Menyajikan Pelayanan Prima dan Semangat Melayani 17 Menyongsong Pembangunan Jangka Menengah Tahap Ke-3 Laporan 18 Papua Barat Ekspor Bahan Bakar Mineral 18 Kegiatan Strategis Pemprov Papua Barat Periode 2015-2019 19 Papua Barat Berpotensi Besar Jadi Penggerak Ekonomi Indonesia Bagian Timur 19 Mengurangi Kesenjangan Dengan Percepatan Pembangunan Infrastruktur 20 Trend Pertumbuhan Ekonomi Papua Barat Meningkat Setiap Tahun 21 Papua Barat Terapkan Skema Baru Penggunaan Dana Otsus  21 Bisnis Hotel di Papua Barat Fokus_11 daftar isi 19 Laporan 23 Sorot Sorot 22 Bisnis Pariwisata Sebagai Penggerak Utama Kemajuan Sosio- Ekonomi 23 Fasilitasi Destinasi Wisata Alam Raja Ampat 24 Investasi di Sektor Pariwisata Fasilitasi Destinasi Wisata Alam Raja Ampat Papua Barat Berpotensi Besar Jadi Penggerak Ekonomi Indonesia Bagian Timur
  • 4. No. 003 Tahun I- 15 Januari - 14 Februari 2018 Tabloid West Papua HEADLINE 4 Seluruh Masyarakat Papua Barat Untuk Bersama-sama Membangun Papua Barat K egiatan pembangunan yang akan diselenggarakan oleh pemerintah, masyarakat dan pemangku kepentingan/ stakeholder lainnya di Provinsi Papua Barat membutuhkan daya dukung lahan yang efisien, efektif, produktif dan lestari. Dalam hal ini RPJPD berpedoman pada struktur, pola dan arahan Kebijakan Pemanfaatan Ruang dalam RTRW Provinsi, termasuk dalam hal tahapan dan prioritas pembangunan Provinsi Papua Barat yang termuat dalam RPJPD Provinsi Papua Barat. Hal ini untuk menjamin agar arah kebijakan dan sasaran pokok dalam RPJPD Provinsi Papua Barat selaras atau tidak menyimpang dari arah kebijakan RTRW Provinsi Papua Barat. Visi, misi dan kebijakan jangka panjang daerah Provinsi Papua Barat menjadi acuan bagi visi, misi dan kebijakan jangka panjang daerah bagi seluruh kabupaten di Provinsi Papua Barat. RPJPD Provinsi Papua Barat Tahun 2012-2025 ditetapkan dengan maksud memberikan arah sekaligus menjadi acuan bagi seluruh komponen pembangunan (pemerintah, masyarakat, dan dunia usaha) di dalam mewujudkan cita-cita dan tujuan pembangunan nasional dan Otonomi Khusus Papua sesuai dengan visi, misi, dan arah pembangunan yang disepakati bersama sehingga seluruh upaya yang dilakukan oleh pelaku pembangunan bersifat sinergis, koordinatif, dan saling melengkapi satu dengan yang lainnya di dalam satu pola sikap dan pola tindak. Berdasarkan Pasal 2 ayat (4) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004, tujuan penyusunan RPJPD adalah untuk: a. mendukung koordinasi antar pelaku pembangunan; b. menjamin terciptanya integrasi, sinkronisasi dan sinergi antara daerah, antara ruang, antara waktu, dan antara fungsi pemerintah; c. menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan dan pengawasan; d. mengotimalkan partisipasi masyarakat; dan, e. menjamin tercapainya penggunaan sumberdaya secara efisien, efektif, berkeadilan dan berkelanjutan. Partisipasi stakeholders dan masyarakat Provinsi Papua Barat, mulai dari proses penyusunan rencana dan anggaran, dilakukan melalui forum musrenbang, proses pelaksanaan, dan proses pengawasan sehingga seluruh masyarakat Papua Barat memiliki sense of belonging (rasa memiliki) untuk bersama-sama membangun dan mewujudkan visi Provinsi Papua Barat. MENYADARI BAHWA RENCANA PEMBANGUNAN MEMILIKI NILAI STRATEGIS DALAM SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL, PEMBANGUNAN DAERAH DAN PEMBANGUNAN SEKTORAL DENGAN TETAP MENGEDEPANKAN PENDEKATAN SISTEMIK DALAM PENCAPAIAN TUJUAN DAN SASARAN PEMBANGUNAN, OLEH KARENA ITU MAKA VISI, MISI DAN ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN YANG DIAMANATKAN DALAM RPJPN MENJADI ACUAN DALAM PROSES PENYUSUNAN RPJPD. Edo Kondologit artis Matahari terbit dan menyinari Indonesia dari sebelah timur, sehingga wilayah Papua seharusnya lebih dahulu maju dibanding wilayah lain. Ketika orang-orang di Jawa dan Sumatera masih tidur, orang-orang Papua sudah bangun dan melakukan aktivitas sehari-hari. Namun, kenyataannya saat ini, Papua masih tertinggal dibanding wilayah lain. Papua bisa berubah maju, tapi kalau kita ingin berubah, itu harus dimulai dari diri kita sendiri. Besarnya perhatian pemerintah terhadap Papua saat ini merupakan momentum bagi warga Papua untuk berubah dan mencapai kemajuan. Pemerintah Pusat saat ini memberikan perhatian yang besar pada pembangunan di Papua, termasuk pembangunan infrastruktur, seperti jalan darat, jalur kereta api, pelabuhan udara, dan pelabuhan laut. Sebagian sudah selesai dikerjakan, sebagian lagi sedang dikerjakan, dan sebagian lainnya telah dalam perencanaan.  Pemerintah Pusat Memberikan Perhatian Besar Pada Pembangunan di Papua
  • 5. No. 003 Tahun I- 15 Januari - 14 Februari 2018 Tabloid West Papua HEADLINE 5 P rovinsi Papua Barat dikenal memiliki kekayaan alam bahari yang begitu besar berupa hasil perikanan yang berlimpah dan keanekaragaman ekosistem air, dimana sektor perikanan menyumbang sekitar 4,36 persen pada PDRB Provinsi Papua Barat. Dari sisi hasil usaha, sektor perikanan budidaya memiliki nilai tambah yang lebih besar, berkelanjutan dan pembiayaan yang relatif lebih minim dibandingkan sektor perikanan tangkap. Secara ekonomis, budidaya ikan memerlukan waktu yang lebih lama dibandingkan menangkap ikan di laut maupun di perairan umum, tapi penangkapan ikan memerlukan biaya yang cukup besar. Dari sisi ekonomi, sektor perikanan budidaya lebih menguntungkan karena tidak terpengaruh oleh musim. Dari sisi potensi sumberdaya, sebenarnya Provinsi Papua Barat memiliki kekayaan laut yang cukup melimpah karena dikelilingi oleh perairan laut bebas, terutama Kabupaten Raja Ampat. Papua Barat juga memiliki pulau yang cukup banyak yaitu sebanyak 1.945 pulau dan ini berarti bahwa Papua Barat memiliki potensi perikanan yang besar dan dapat mensuplai kebutuhan bahan baku ke sektor industri pengolahan hasil-hasil perikanan seperti ikan kaleng atau udang beku. Upaya industrialisasi sektor perikanan ini diprediksi mampu menggerakkan perekonomian Papua Barat karena tidak perlu impor bahan baku, sehingga keberadaan sektor ini akan memberikan efek terhadap sektor-sektor lain. Industrialisasi ini dikenal dengan istilah Ekonomi Biru (Blue Economy) yang merupakan sebuah paradigma baru yang bertujuan untuk menghasilkan pertumbuhan ekonomi dari sektor kelautan dan perikanan, sekaligus menjamin kelestarian sumberdaya serta lingkungan pesisir dan lautan. Pendekatan pembangunan industrialisasi kelautan dan perikanan melalui blue economy merupakan model pendekatan pembangunan ekonomi yang tidak lagi mengandalkan pembangunan ekonomi berbasis eksploitasi sumber daya alam dan lingkungan yang berlebihan karena konsep blue economy tetap memperhatikan aspek ekosistem perairan. Industrialisasi perikanan merupakan upaya untuk menjadikan sektor perikanan menjadi sebuah kegiatan industri dan berorientasi pada skala industri. Industrialisasi perikanan mengembangkan sektor perikanan secara terintegrasi dari hulu hingga ke hilir. Integrasi ini akan menciptakan kesetaraan usaha perikanan hulu dan hilir. Konsep industrialisasi perikanan yang dikembangkan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) ini merupakan program industrialisasi perikanan yang bertujuan untuk meningkatkan produktivitas dan nilai tambah produk perikanan (value added), sekaligus meningkatkan daya saing yang berbasis pada ilmu pengetahuan dan teknologi. Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam industrialisasi perikanan berbasis blue economy ini adalah; peningkatan nilai tambah; peningkatan daya saing; modernisasi sistem produksi hulu dan hilir; penguatan pelaku industri perikanan berbasis komoditas, wilayah dan sistem manajemen; berkelanjutan, serta; transformasi sosial. Konsep industrialisasi perikanan sebenarnya dapat memberikan manfaat yang tepat bila sasarannya jelas, programnya fokus, dan berkelanjutan. Salah satu masalah dalam pengembangan sektor perikanan di Papua Barat adalah minimnya daerah pemasaran, terutama karena nelayan tidak memiliki posisi tawar-menawar harga yang seimbang dengan pedagang besar ikan. Karena itu Pemerintah Daerah seharusnya bisa lebih giat dalam mendorong pengembangan perikanan budidaya, khususnya budidaya ikan laut. Nasib nelayan perlu mendapat perhatian, tidak hanya terbatas pada pemberian bantuan alat tangkap ikan saja, namun juga dalam hal penyediaan daerah pemasaran ikan. Meningkatnya produksi perikanan tidak selalu berdampak pada kesejahteraan nelayan. Nilai tambah yang lebih tinggi adalah produk perikanan hasil olahan industri karena selain dapat memenuhi kebutuhan domestik di Papua Barat, juga memberikan sumbangan terhadap peningkatan Pendapatan Asli Daerah melalui ekspor. Dan nilai ekspor produk pertanian hasil olahan industri jauh lebih tinggi daripada nilai komoditas perikanan mentah. Blue economy sangat tepat diterapkan untuk pengembangan ekonomi kerakyatan yang berbasis sektor perikanan seperti di Papua Barat. Fokusnya bukanlah pada peningkatan produksi pertanian setiap tahunnya tetapi pada bagaimana mengoptimalkan potensi perikanan di wilayah Papua Barat melalui program yang bersinergi, berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Industrialisasi perikanan perlu dikembangkan tanpa harus mengeksploitasi ekosistem laut secara berlebihan karena utamanya adalah peningkatan kesejahteraan nelayan khususnya di daerah pesisir pantai. Karena itu, pemerintah daerah perlu menyusun suatu masterplan blue economy yang terarah dan berorientasi pada peningkatan subsektor perikanan sebagai penggerak perekonomian, khususnya perikanan budidaya. Ini tentunya tidak lepas dari dukungan pemerintah karena sebagian besar rumah tangga perikanan memiliki skala usaha menengah ke bawah. Konsep blue economy harus diterapkan dengan dukungaan penuh dari pemerintah daerah, pengusaha, investor dan pihak terkait lainnya demi masa depan subsektor perikanan di Papua Barat yang lebih baik serta terwujudnya kesejahteraan masyarakat, khususnya nelayan. Sektor Perikanan Mampu Menggerakkan Perekonomian Papua Barat
  • 6. No. 003 Tahun I- 15 Januari - 14 Februari 2018 Tabloid West Papua HEADLINE 6 Potensi Perikanan Pulau Papua Sangat Besar P otensi perikanan dan kelautan di wilayah Pulau Papua sangatlah melimpah karena wilayah ini memiliki teritorial perairan yang sangat luas dan sekaligus juga memiliki berbagai jenis biota laut yang bernilai ekonomi tinggi. Karena itu maka sektor perikanan dan kelautan menjadi salah satu sektor unggulan di Provinsi Papua Barat sebagai sumber Pendapatan Asli Daerah. Sektor perikanan dan kelautan di Provinsi Papua Barat mempunyai peluang yang sangat besar untuk dapat terus dipacu dan dikembangkan. Sebagian besar produksi perikanan di wilayah ini adalah berupa perikanan tangkap, perikanan budidaya laut, tambak, kolam, karamba, jaring apung dan sawah (mina padi), dan perikanan budidaya laut merupakan kontributor terbesar di sektor perikanan Provinsi Papua Barat. Karena itu, sesuai dengan tema pengembangan wilayah yang didasarkan pada potensi dan keunggulan wilayah, maka tema besar pembangunan di Papua Barat adalah; Percepatan pengembangan ekonomi kemaritiman melalui pengembangan industri perikanan dan parawisata bahari, serta; Percepatan pengembangan pariwisata budaya dan alam melalui pengembangan potensi sosial budaya dan keanekaragaman hayati. Strategi pemertahanan dan pelestarian kawasan perairan yang memiliki nilai ekologis tinggi adalah dengan mengendalikan kegiatan budidaya di laut yang mengancam keanekaragaman hayati laut Strategi untuk pengembangan kawasan minapolitan, meliputi mengembangkan kawasan peruntukan perikanan yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana yang didukung teknologi tepat guna dan memperhatikan kesejahteraan masyarakat. Mengembangkan kawasan peruntukan industri berbasis komoditas perikanan; d. Mengembangkan kawasan peruntukan perikanan yang dilengkapi prasarana dan sarana dengan memperhatikan kesejahteraan Kampung Masyarakat Adat
  • 7. No. 003 Tahun I- 15 Januari - 14 Februari 2018 Tabloid West Papua HEADLINE 7 K egiatan pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir yang dilakukan oleh pemerintah baik pada tingkat nasional, provinsi dan kabupaten, telah pula mendorong peningkatan jumlah alat tangkap, terutama pada skala perikanan menengah ke bawah. Bantuan yang diberikan adalah berupa sarana produksi perikanan seperti alat penangkap ikan (motor tempel, jaring, alat pendingin) dengan sistem kredit bergulir, telah memberikan kontribusi secara nyata terhadap peningkatan hasil tangkapan nelayan. Namun demikian produksi perikanan tangkap di Provinsi Papua Barat masih berada jauh di bawah potensi lestari perairan Papua. Potensi lestari ikan pelagis besar di perairan Papua adalah sebesar 612.200 ton/tahun, sedangkan potensi lestari perikanan demersal adalah sebesar 230.400 ton/tahun. Udang merupakan salah satu komoditas sumberdaya perikanan yang penting, baik dalam kegiatan ekspor hasil Potensi Ikan Pelagis dan Ikan Demersal di Perairan Papua Mencapai 842.600 ton/tahun BERDASARKAN STATISTIK PERIKANAN PROVINSI PAPUA BARAT, PRODUKSI PERIKANAN LAUT DARI KABUPATEN-KABUPATEN YANG ADA DI WILAYAH PAPUA BARAT MENUNJUKKAN PENINGKATAN PRODUKSI TANGKAPAN IKAN PADA SETIAP TAHUNNYA. HAL INI BERKAITAN DENGAN KECENDERUNGAN KENAIKAN RUMAH TANGGA PERIKANAN (SKALA KECIL DAN MENENGAH) DAN PENAMBAHAN JUMLAH ALAT TANGKAP IKAN, DISAMPING JUGA TERJADINYA PERTUMBUHAN IKLIM INVESTASI YANG LEBIH BAIK. perikanan maupun dalam menyumbang devisa. Di Indonesia terdapat lebih dari 83 jenis udang famili Penaeidea yang menyebar hampir di sepanjang pantai Indonesia. Di antara jenis yang ada, baru sebagian kecil saja yang sudah dimanfaatkan. Jenis udang yang penting di Indonesia yaitu; udang windu (Penaeus monodon), udang jerbung (Penaeus merguensis) dan udang dogol (Metapenaeus sp). Nilai densitas udang (windu, jerbung dan dogol) adalah sebesar 0,364 ton/Km2. Sementara Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Papua Barat mencatat bahwa perairan Teluk Bintuni memiliki potensi udang sebesar 0,041 ton/Km2/tahun dan ikan demersal sebesar 1.059 ton/Km2/ tahun. Ditinjau dari wilayah perairannya, potensi udang yang cukup tinggi terdapat di Laut Arafura, tetapi tingkat pemanfaatannya sudah melebihi Total Allowable Catch nasional yang menetapkan maksimum 80% dari nilai MSY (maximum sustainable yield). Artinya bahwa secara nasiona, pemanfaatan sumber daya udang yang berasal dari hasil tangkapan di laut sudah over exploitation. Di wilayah perairan Papua, daerah penangkapan udang utama adalah meliputi perairan pantai selatan, termasuk Selat Sele, perairan Inanwatan, Teluk Bintuni dan Laut Arafura, serta perairan bagian utara yang meliputi perairan Mamberamo dan bagian selatan Pulau Yapen Waropen. Kegiatan perikanan udang di Provinsi Papua Barat, cenderung berfluktuasi dari waktu ke waktu. Secara akumulatif kenaikan ataupun penurunan produksinya lebih disebabkan oleh intensitas penangkapan kapal-kapal penangkap udang yang beroperasi di perairan Papua Barat. Kota Sorong Hasilkan 1.748,68 Ton Ikan Pelagis dan 238,38 Ton Ikan Demersal H asil perikanan rakyat di Kota Sorong Provinsi Papua Barat saat ini mencapai 1.987,06 Ton. Hasil tangkapan tersebut terbagi dalam 2 (dua) jenis, yaitu ikan Pelagis dan ikan Demersal. Produksi perikanan jenis pelagis yang paling banyak dihasilkan adalah ikan Teri dengan hasil produksi sebesar 278,76 Ton, ikan Lemuru sebesar 223,14 Ton, ikan Terbang sebesar 222,8 Ton, ikan Kembung sebesar 221,27 Ton, dan ikan-ikan pelagis lainnya, sehingga total produksi ikan pelagis secara keseluruhan mencapai 1.748,68 Ton. Sedangkan produksi perikanan jenis demersal yang paling banyak dihasilkan di Kota Sorong adalah ikan Ekor Kuning, yaitu sebesar 85,65 Ton, ikan Bubara sebesar 44,25 Ton, ikan Merah sebesar 40,62 Ton, ikan Kerapu sebesar 32,83 Ton, ikan Lencam sebesar 22,18 Ton, ikan Kurisi sebesar 6,7 Ton, dan ikan Layur sebesar 6,15 Ton, sehingga total produksi ikan demersal secara keseluruhan adalah sebesar 238,38 Ton. (Sumber; DKP Kota Sorong)
  • 8. FOKUS 8 No. 003 Tahun I- 15 Januari - 14 Februari 2018 Tabloid West Papua FOKUS 3 Kabupaten di Papua Barat Penghasil Perikanan Tertinggi B eberapa komoditi perikanan yang dihasilkan dari ketiga kabupaten tersebut memiliki nilai ekonomis yang tinggi, diantaranya adalah kakap, kerapu dan napoleon yang memiliki peluang besar untuk ekspor karena adanya permintaan yang tinggi di pasaran luar negeri. Terkait hal tersebut, Pemprov Papua Barat menetapkan Rencana Pola Ruang yang mencakup rencana Kawasan Lindung Provinsi dan arahan pengembangan kawasan budidaya yang memiliki nilai strategis nasional. Penetapan Kawasan Strategis Provinsi ini kemudian menghasilkan kawasan-kawasan yang penataan ruangnya kemudian diprioritaskan karena memiliki pengaruh yang sangat penting dalam lingkup nasional. Penataan pola ruang di Papua Barat terbagi menjadi Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung, dan Kawasan Hutan Produksi. Kawasan Budidaya, merupakan kawasan yang diperuntukkan sebagai lahan tertentu dan menjadi bagian dari kegiatan manusia untuk memenuhi kebutuhannya, diantaranya kawasan budidaya perikanan darat dan laut. Provinsi Papua Barat memiliki sumberdaya laut yang besar, namun karena sifat fisik ruang habitatnya, maka sumberdaya laut ini cenderung tidak sepenuhnya dapat dimanfaatkan oleh penduduk. Ada peluang infiltrasi pemanfaatan oleh kekuatan ekonomi dari luar daerah, yang dari segi teknologi maupun organisasi produksinya cenderung lebih unggul. Namun demikian, penduduk Papua Barat setidaknya memiliki dua zona di mana mereka mempunyai keunggulan akses, baik secara fisik maupun hukum, yaitu di wilayah perairan Zona I (kurang dari 6 mil) dan perairan interface (payau). Dalam mengelola sumberdaya alam (SDA) yang dimiliki, Provinsi Papua Barat menggunakan prinsip berkelanjutan, dengan sasaran kebijakan berupa pendayagunaan SDA yang terbarukan, seperti hutan, pertanian, dan perikanan yang dikelola dan dimanfaatkan secara rasional, optimal, efisien, dan bertanggung jawab dengan mendayagunakan seluruh fungsi dan manfaat secara seimbang. Upaya berikutnya adalah peningkatan dan penguatan kompetensi SDM di bidang perikanan dan kelautan yang didukung oleh pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan mengoptimalkan pemanfaatan sumber kekayaan laut secara berkelanjutan. No. 001 Tahun I- 15 November- 14 Desember 2017 Tabloid West Papua 8 NILAI PRODUKSI PERIKANAN DI TIGA KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI PAPUA BARAT YAITU KOTA SORONG, KABUPATEN FAKFAK, DAN KABUPATEN MANOKWARI MERUPAKAN WILAYAH DENGAN PRODUKSI PERIKANAN TERTINGGI DI PROVINSI PAPUA BARAT, DENGAN MASING-MASING NILAI PRODUKSI MENCAPAI 36.786,4 TON (KOTA SORONG), 24.571,2 TON (KABUPATEN FAK FAK), DAN 11.987,2 TON (KABUPATEN MANOKWARI).
  • 9. FOKUS 9No. 003 Tahun I- 15 Januari - 14 Februari 2018 Tabloid West Papua Kontribusi Sektor Perikanan di Raja Ampat Terhadap PDRB Papua Barat K abupaten Raja Ampat di Provinsi Papua Barat memiliki luas wilayah sekitar 71.600 Km2 yang sebagian besar (91,50%) adalah berupa lautan yang kaya sumberdaya perikanan, serta sangat cocok untuk kegiatan budidaya laut. Dengan kondisi wilayah yang demikian, maka sektor perikanan di Kabupaten Raja Ampat tentunya memiliki potensi sebagai kontributor utama dalam Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Raja Ampat. Di sisi lain, PDRB Barat adalah sebesar 17,93% per tahun. Kontribusi subsektor perikanan hasil laut terhadap PDRB sektor perikanan Kabupaten Raja Ampat adalah sebesar 55% per tahun. Kontribusi PDRB Kabupaten Raja Ampat terhadap PDRB Provinsi Papua Barat adalah sebesar 4,99% per tahun. Namun jika tanpa sektor Migas, maka kontribusi PDRB Kabupaten Raja Ampat adalah sebesar 4,40% per tahun terhadap PDRB Provinsi Papua Barat. merupakan salah satu indikator untuk mengetahui struktur perekonomian suatu daerah. Kontribusi sektor perikanan terhadap PDRB Kabupaten Raja Ampat adalah sebesar 26,30% per tahun. Tapi jika tanpa sektor Migas, kontribusi sektor perikanan adalah sebesar 49,71% per tahun terhadap PDRB Kabupaten Raja Ampat. Sedangkan kontribusi sektor perikanan Kabupaten Raja Ampat terhadap PDRB perikanan Provinsi Papua P erairan di Indonesia memiliki potensi sumberdaya perikanan yang melimpah. Potensi ikan lestari di Indonesia diperkirakan mencapai sekitar 6,4 juta Ton per tahun dan karena itu sangat berpotensi untuk mengembangkan industri perikanan. Sejauh ini terdapat sekitar 78 jenis organisme laut yang memiliki nilai ekonomis tinggi yang sudah dimanfaatkan oleh nelayan Indonesia. Jenis organisme laut tersebut terdiri dari 51 jenis ikan, 9 jenis krustase, 9 jenis moluska, 5 hewan air, dan 4 jenis rumput laut. Selain itu, perairan Indonesia juga merupakan sumber plasma nutfah terbesar di dunia, karena lebih dari 37 persen jenis ikan yang telah teridentifikasi di seluruh dunia, terdapat di perairan Indonesia. Namun demikian, Indonesia menerapkan prinsip Blue Economy dalam mengembangkan industri perikanan, dimana para nelayan dan para pelaku industri perikanan hanya boleh mengambil maksimal 80 persen dari jumlah potensi ikan lestari di Indonesia yang diperkirakan mencapai sekitar 6,4 juta Ton per tahun. Hal ini dimaksudkan agar sumberdaya perikanan tersebut dapat dimanfaatkan dan dikelola secara berkelanjutan. Lebih Dari 37 Persen Jenis Ikan Di Dunia Terdapat Di Perairan Indonesia
  • 10. FOKUS 10 No. 003 Tahun I- 15 Januari - 14 Februari 2018 Tabloid West Papua Nelayan di Teluk Bintuni Hasilkan Tangkapan 6,17 Ton Udang/Bulan P erairan Teluk Bintuni adalah kawasan yang memiliki formasi mangrove terluas di Provinsi Papua Barat yaitu seluas 260.000 Ha atau sekitar 10 persen dari total luas kawasan mangrove di Indonesia. Inilah yang menjadikan perairan Teluk Bintuni memiliki potensi sumberdaya perikanan yang tinggi. Padatnya hutan mangrove di Teluk Bintuni juga menjadikan wilayah ini sebagai basis penangkapan udang dengan tingkat potensi yang tinggi disamping sebagai area fishing base bagi nelayan. Sepanjang pesisir Teluk Bintuni merupakan daerah potensial untuk aktivitas penangkapan nelayan. Salah satunya adalah komoditas udang, karena udang sangat dominan di perairan Teluk Bintuni. Ekosistem mangrove dengan perairan berlumpur dan sungai besar yang bermuara di teluk ini menjadikan Teluk Bintuni sebagai habitat yang baik untuk perkembangbiakan udang. Para nelayan yang melakukan aktivitas penangkapan udang di kawasan ini rata-rata dapat memperoleh hasil tangkapan 6,17 Ton udang pada setiap bulannya. Di sisi lain, kawasan Teluk Bintuni juga memiliki potensi cadangan gas alam yang cukup tinggi, khususnya di area perairan yang meliputi perairan Taroi dan Weriagar. Potensi ini tentunya juga merupakan berkah alam yang perlu di eksplorasi dan dimanfaatkan dengan sebaik mungkin untuk kepentingan masyarakat. Namun sebagaimana diketahui, cara eksplorisasi dan eksploitasi sumberdaya gas alam ini masih menggunakan teknologi seismik atau gelombang bunyi yang tentunya akan mempengaruhi lingungan sekitar, khsususnya sumberdaya perikanan di Teluk Bintuni. Gelombang bunyi memang tidak membahayakan lingkungan, tetapi jika dilakukan terus menerus, tentunya akan berdampak buruk terhadap perairan sekitar, yaitu ternjadinya kerusakan fisik ikan dan spesies lainnya. Hal ini tentunya harus menjadi pertimbangan tersendiri. Karena itulah Pemprov Papua Barat didorong untuk menginisiasi kawasan konservasi baru di Teluk Bintuni, yaitu sebuah kawasan perairan yang dilindungi dan dikelola secara baik untuk mewujudkan pengelolaan sumberdaya ikan dan lingkungan secara berkelanjutan. Tentu saja isu konservasi ini diharapkan dapat berjalan beriringan dengan perkembangan, atau lebih tepatnya sebagai penyeimbang lingkungan. Karena jika pengelolaannya hanya difokuskan pada kegiatan eksplorasi sumberdaya alam saja tanpa memerhatikan konservasi, maka akan terjadi ketimpangan lingkungan.
  • 11. FOKUS 11No. 003 Tahun I- 15 Januari - 14 Februari 2018 Tabloid West Papua Perairan Papua Barat adalah Daerah Penangkapan Ikan dan Udang yang Potensial P erairan di Papua sangat dipengaruhi oleh dua musim, yaitu musim barat dan musim timur dimana masing- masing puncaknya terjadi pada bulan Februari dan Agustus. Pada saat musim barat, suhu permukaan laut cenderung lebih panas bila dibandingkan pada musim timur. Dinginnya suhu permukaan di musim timur tersebut membuat perairan cenderung lebih subur, yaitu dengan adanya peningkatan fitoplankton dan zooplankton. Wilayah perairan selatan Papua merupakan perairan yang memiliki karakteristik massa air yang agak berbeda dengan perairan di wilayah Indonesia lain. Hal ini disebabkan oleh letak geografis perairan tersebut yang berdekatan dan lebih terbuka dengan laut Banda, laut Timor dan samudera Hindia. Pada musim timur kondisi oseanografis perairan ini banyak dipengaruhi oleh massa air dari Laut Banda. Hal ini berpengaruh besar terhadap sebaran klorofila dan nitruen serta ikan-ikan pelagis di wilayah tersebut sehingga perairan ini juga dikenal sebagai salah satu daerah penangkapan ikan dan udang yang potensial, terutama ikan-ikan Bintuni diantaranya adalah; ikan hiu bodoh (whale shark), lumba-lumba hidung botol (botlenose dolphin), penyu hijau (green turtle), penyu sisik semu (olive turtle), paus bongkok (humpback whale), kima sisik, kima raksasa, dan triton. Selain itu jenis biota laut lainnya adalah berupa Molusca yang terdiri dari 56 famili dan 196 jenis. Sebanyak 153 jenis diantaranya adalah jenis moluska Gastropoda atau keong (36 suku dan 58 genera), 40 jenis moluska katup ganda atau kerang (18 suku dan 30 genera) dan 3 jenis moluska Cephalopoda (2 suku dan 2 genera). Diantara jenis-jenis moluska tersebut ada jenis yang dilindungi, antara lain Kima raksasa (Tridacna gigas), kima besar (Tridacna maxima), kima tapak kuda (Hippopus hippopus), dan kima lubang (Tridacna coreacea) dari famili Tridacnidae. Berikutnya adalah Triton trompet (Charonia tritonis) dari famili Cymatidae, kima kepala kambing (Cassis cornuta) dari famili Cassidae, lola (Trochus niloticus) dari famili Trochidae, dan batu laga (Turbo marmoratus) dari famili Trubinidae. pelagis. Sedangkan kadar oksigen terlarut (DO) di perairan utara dan selatan berkisar antara 2,12 - 4.51 ml per liter, dan kandungan konsentrasi fosfat berkisar antara 0.02 - 3.39 μg-A per liter. Kadar konsentrasi nitrat berkisar antara 0.19 μg-A per liter sampai 40,94 μg-A per liter, serta kadar konsentrasi silikat yang terukur berkisar antara 0.83 - 91.34 μg-A per liter. Sementara itu sungai-sungai besar hingga kecil yang berasal dari wilayah pegunungan di bagian tengah Kepala Burung mengalir ke arah dataran rendah dan bermuara di Teluk Bintuni. Selain itu, terdapat pula sejumlah sungai yang mengalir ke arah selatan dan bermuara di pantai selatan dan pantai utara. Beberapa sungai besar yang bermuara di Teluk Bintuni adalah Sungai Arandai, Wiryagar, Kalitami, Seganoi, Kais, Kamundan, Teminabuan, Sermuk, Maambar, Woronggei dan Sanindar. Selain sungai juga dijumpai danau di daerah pegunungan, yaitu danau Anggi Giji dan Anggi Gita serta danau Ayamaru. Sumberdaya hayati, terutama sumberdaya perikanan yang sudah teridentifikasi di Laut Arafuru dan Teluk Dok.pesonavitalis.com
  • 12. FOKUS 12 No. 003 Tahun I- 15 Januari - 14 Februari 2018 Tabloid West Papua No. 106 Tahun X - 15 Juni - 14 Juli 2017 Perikanan Hasil Olahan Industri Memiliki Nilai Tambah Yang Tinggi S ejauh ini, peningkatan produksi perikanan tidak serta merta berdampak langsung pada peningkatan kesejahteraan nelayan. Hal ini disebabkan karena beberapa hal, diantaranya karena minimnya daerah pemasaran, tidak seimbangnya posisi tawar nelayan dengan pedagang memberikan sumbangan terhadap peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) berupa ekspor. Nilai ekspor produk perikanan hasil olahan industri jauh lebih tinggi dibandingkan komoditas perikanan mentah. Terkait hal ini, konsep blue economy dirasa tepat untuk pengembangan ekonomi kerakyatan yang berbasis pada subsektor perikanan di Papua Barat. Dalam hal ini Pemprov Papua Barat dan seluruh stakeholder diharapkan untuk serius mengembangkan industri perikanan dengan konsep blue economy. Konsep ini tidak berfokus pada hasil peningkatan produksi pada setiap tahunnya tetapi fokus pada bagaimana mengoptimalkan potensi perikanan di Papua Barat melalui program yang bersinergi, berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Dengan berbasis pada blue economy, industrialisasi perikanan tidaklah harus dengan mengeskploitasi ekosistem laut secara berlebihan karena yang menjadi fokus utamanya adalah peningkatan kesejahteraan nelayan, terutama yang bermukim di daerah pesisir pantai. Karena itu Pemprov Papua Barat perlu menyusun masterplan blue economy yang terarah dan berorientasi pada peningkatan subsektor perikanan sebagai penggerak perekonomian. Dalam hal ini subsektor perikanan khususnya perikanan budidaya tidak lepas dari dukungan pemerintah karena sebagian besar rumah tangga perikanan di Papua Barat memiliki skala usaha menengah ke bawah. Konsep blue economy juga memerlukan dukungan penuh dari para pengusaha, investor dan pihak- pihak terkait lainnya agar subsektor perikanan di Papua Barat menjadi lebih baik dan dapat mendorong terwujudnya kesejahteraan masyarakat, khususnya para nelayan. Industrialisasi perikanan diharapkan menjadi salah satu penggerak perekonomian daerah dan memberi dampak terhadap sektor lainnya untuk juga menjadi penggerak perekonomian. sebagaimana disebutkan di atas, serta tidak adanya nilai tambah dari hasil produksi perikanan hasil tangkapan nelayan. Nilai tambah yang tinggi dapat diperoleh dari perikanan hasil olahan industri, karena selain dapat memenuhi kebutuhan domestik juga dapat SALAH SATU MASALAH DALAM PENGEMBANGAN SEKTOR PERIKANAN DI PAPUA BARAT ADALAH MINIMNYA DAERAH PEMASARAN, TERUTAMA KARENA NELAYAN TIDAK MEMILIKI POSISI TAWAR YANG SEIMBANG DENGAN PEDAGANG BESAR IKAN. TERKAIT HAL INI PEMERINTAH DIHARAPKAN MEMBERIKAN PERHATIAN TERHADAP NASIB NELAYAN, AGAR TIDAK HANYA MEMBERIKAN BANTUAN DALAM BENTUK BANTUAN ALAT TANGKAP SAJA, NAMUN JUGA DALAM HAL PENYEDIAAN DAERAH PEMASARAN IKAN. Teluk Bintuni Diinisiasi Sebagai Kawasan Konservasi P erairan Teluk Bintuni di Provinsi Papua Barat memiliki formasi hutan mangrove seluas 260.000 Ha atau sekitar 10 persen dari luas kawasan mangrove di Indonesia. Hal ini menjadikan kawasan Teluk Bintuni sebagai wilayah perairan dengan potensi perikanan yang tinggi. Sepanjang pesisir Teluk Bintuni merupakan daerah potensial untuk aktivitas penangkapan bagi nelayan. Salah satunya adalah udang, yang sangat dominan di perairan Teluk Bintuni. Ekosistem mangrove dengan perairan berlumpur dan sungai besar yang bermuara di teluk merupakan habitat yang baik untuk udang berkembang-biak. Berdasarkan hasil survei pada periode Oktober 2016 - April 2017 produksi udang rata-rata yang berhasil ditangkap oleh nelayan di perairan Teluk Bintuni adalah sebanyak 6,17 Ton per bulan. Di sisi lain, kawasan Teluk Bintuni juga memiliki potensi cadangan gas alam yang cukup besar, termasuk di area perairan Taroi dan Weriagar yang merupakan area penangkapan bagi masyarakat. Teknologi seismik yang digunakan dalam eksplorasi dan eksploitasi gas alam dikhawatirkan akan mempengaruhi lingungan sekitar, khsususnya sumberdaya perikanan. Kerusakan fisik bagi ikan dan spesies lainnya yang ada dikawasan sangat bergantung pada karakteristik suara impuls dari teknologi seismik yang digunakan. Karena itulah banyak pihak, terutama ormas, yang mendorong Pemprov Papua Barat untuk menginisiasi kawasan konservasi baru di Teluk Bintuni sebagai kawasan perairan yang dilindungi dan dikelola untuk mewujudkan pengelolaan sumberdaya ikan dan lingkungan secara berkelanjutan. Tentunya upaya konservasi sumber daya alam diharapkan dapat berjalan beriringan dengan perkembangan yang ada. Karena suatu kegiatan eksplorasi tanpa diimbangi dengan upaya konservasi akan mengakibatkan terjadinya ketidakseimbangan lingkungan.
  • 13. FOKUS 13No. 003 Tahun I- 15 Januari - 14 Februari 2018 Tabloid West Papua No. 106 Tahun X - 15 Juni - 14 Juli 2017 Potensi Kelautan dan Perikanan Indonesia: US$ 1,2 Triliun per Tahun S ebagai negara kepulauan terbesar di dunia, dimana sekitar 75 persen wilayahnya merupakan perairan dengan panjang garis pantai mencapai 104 ribu Km, Indonesia merupakan negara yang memiliki potensi kelautan dan perikanan yang luar biasa, karena Indonesia dikaruniai dengan keanekaragaman hayati perikanan yang tinggi dan potensi sumber daya kelautan yang melimpah. Jika dinilai secara ekonomi, potensi ekonomi kelautan dan perikanan Indonesia diperkirakan mencapai 1,2 triliun dolar AS per tahun. Namun demikian, potensi yang telah dikelola dan dimanfaatkan diperkirakan masih kurang dari 10 persen. Salah satu kandungan kekayaan alam di perairan Indonesia adalah kekayaan sumber daya ikan yang melimpah, baik dari sisi jumlah maupun keanekaragamannya. Potensi sumber daya ikan di perairan laut Indonesia Sebagian besar pelaku usaha di sektor ini merupakan nelayan kecil, karena itu pemerintah melakukan intervensi kebijakan berupa pemberian fasilitasi permodalan, sarana dan prasarana usaha, dukungan infrastruktur, pendampingan/ pembinaan, penguatan kelembagaan usaha, serta akses pasar, teknologi, dan peningkatan SDM. Di samping menyerap tenaga kerja nelayan, usaha perikanan tangkap juga mampu membuka lapangan kerja  di berbagai bidang lainnya, baik di sektor hulu maupun hilir, antara lain di bidang usaha galangan kapal, alat tangkap maupun usaha pengolahan dan pemasaran hasil perikanan. Kebijakan Pemerintah di sektor perikanan tangkap adalah untuk mendukung empat pilar pembangunan nasional, yaitu; (1) menanggulangi kemiskinan (pro poor), (2) menyediakan lapangan kerja yang luas bagi masyarakat (pro job), (3) mendorong pertumbuhan dan pemerataan manfaat ekonomi (pro growth), dan (4) mengedepankan kelestarian lingkungan (pro environment). Selain itu kebijakan Pemerintah juga diarahkan untuk mendukung berbagai kebijakan nasional, antara lain adalah implementasi MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia), MP3KI (Masterplan Percepatan Pengurangan Kemiskinan Indonesia), P4B (Percepatan Pembangunan Papua-Papua Barat), dan Lumbung Ikan Nasional. diperkirakan mencapai 7,3 juta ton/tahun. Selain di perairan laut, sumber daya ikan yang melimpah juga berada di  berbagai perairan umum daratan, baik di danau, rawa, waduk, maupun sungai. Sumber daya ikan yang berasal dari perairan umum daratan ini dikenal sebagai sektor perikanan tangkap. Sektor ini memiliki peran strategis sebagai penyedia  lapangan kerja khususnya bagi masyarakat di daerah pesisir dan sekitar perairan umum daratan, penyedia bahan pangan (protein hewani), penghasil devisa, pendorong tumbuhnya industri-industri lain terkait, dan penggerak pertumbuhan ekonomi di daerah. Sektor perikanan tangkap ini digerakkan oleh kegiatan usaha penangkapan ikan yang  dilakukan oleh sekitar 2,7 juta nelayan yang tersebar di seluruh Indonesia dengan mengoperasikan sekitar 557.140 unit kapal penangkap ikan.
  • 14. FOKUS 14 No. 003 Tahun I- 15 Januari - 14 Februari 2018 Tabloid West Papua Papua Barat Membentang Mulai Dari Puncak Gunung Hingga Lembah LUAS WILAYAH PROVINSI PAPUA BARAT YANG MENCAPAI 97.024,37KM² TERDIRI DARI 10 KABUPATEN (FAKFAK, KAIMANA, TELUK WONDAMA, TELUK BINTUNI, MANOKWARI, SORONG SELATAN, SORONG, RAJA AMPAT, TAMBRAUW, DAN MAYBRAT), 1 KOTA (KOTA SORONG), 154 DISTRIK DAN 1.421 KAMPUNG. S ecara administratif, batas wilayah Provinsi Papua Barat adalah berbatasan dengan Samudera Pasifik di sebelah utara, dengan Laut Banda dan Provinsi Maluku di sebelah selatan, dengan Laut Seram dan Provinsi Maluku di sebelah barat, dan dengan Provinsi Papua di sebelah timur. Provinsi Papua Barat secara astronomis terletak pada 124°-132° Bujur Timur dan 0°-4° Lintang Selatan, atau tepat berada di bawah garis khatulistiwa. Kondisi topografi Provinsi Papua Barat sangat bervariasi, membentang mulai dari puncak gunung (7,95 persen) hingga lembah (18,73 persen), dan sebagian sisanya adalah berupa hamparan dataran. Seluruh wilayah Kabupaten/Kota di Papua Barat berbatasan dengan laut, namun hanya 37,04 persen saja perkampungan yang berada di daerah pesisir, sebagian besar perkampungan lainnya (62,96 persen) tidak berada di wilayah pesisir. Tipe tutupan lahan di Provinsi Papua Barat adalah berupa hutan hujan tropis, padang rumput dan padang alang-alang. Ketinggian wilayah di Provinsi Papua Barat bervariasi dari 0 s.d > 1000 m. Kondisi ini merupakan salah satu hambatan dalam pengembangan transportasi antar wilayah, terutama transportasi darat. Sebagian besar wilayah Provinsi Papua Barat memiliki kelas lereng > 40% dengan bentuk wilayah berupa perbukitan. Kondisi tersebut menjadi kendala utama bagi pemanfaatan lahan baik untuk pengembangan sarana dan prasarana fisik, sistem transportasi darat maupun bagi pengembangan budidaya pertanian terutama untuk tanaman pangan. Karena yang termasuk dalam kategoti sungai terpanjang diantaranya adalah Sungai Kamundan (425 km), Sungai Beraur (360 km), dan Sungai Warsamsan (320 km). Sedangkan sungai-sungai yang termasuk kategori sungai terlebar adalah Sungai Kaibus (80-2700 m), Sungai Minika (40- 2200 m), Sungai Karabra (40-1300 m), Sungai Seramuk (45-1250 m), dan Sungai Kamundan (140-1200 m). Beberapa sungai juga berpotensi sebagai pembangkit listrik karena memiliki arus yang cukup deras, diantaranya adalah Sungai Seramuk (3,06 km/jam), Sungai Kaibus (3,06 km/jam), Sungai Beraur (2,95 km/jam), Sungai Aifat (2,88 km/jam), dan Sungai Karabra (2,88 km/ jam). Sungai-sungai yang tersebar di beberapa wilayah Kabupaten/Kota tersebut sebagian besar mengalir di Wilayah Pengembangan Sorong dan membentuk menjadi sebuah sistem daerah aliran sungai yang mengalir sepanjang tahun. itu maka pemanfaatan lahan di Papua Barat lebih diarahkan sebagai hutan konservasi yang salah satu manfaatnya adalah untuk mencegah terjadinya bahaya erosi dan longsor. Secara geofisik, evolusi tektonik Wilayah Papua Barat merupakan hasil dari pertumbukan Lempeng Samudera Pasifik dan Lempeng Australia. Kondisi inilah yang menyebabkan wilayah ini rentan terhadap gempa bumi, karena berada dalam lintasan sesar yang besar. Papua Barat merupakan kawasan yang sering mengalami gempa bumi dan berpotensi menimbulkan tsunami. Daerah patahan sesar merupakan zona yang sangat rawan gempa bumi, seperti misalnya daerah Sorong dan Manokwari. Di Provinsi Papua Barat terdapat beberapa sungai yang membentuk sejumlah Daerah Aliran Sungai (DAS) dan sebagian besar berada di beberapa Kabupaten yang termasuk dalam Wilayah Pengembangan Sorong. Sungai-sungai di Papua Barat
  • 15. FOKUS 15No. 003 Tahun I- 15 Januari - 14 Februari 2018 Tabloid West Papua Pengembangan dan Pengelolaan Perikanan Tangkap P engembangan perikanan tangkap di Indonesia bertujuan untuk meningkatkan produksi dan produktivitas usaha perikanan tangkap berbasis pengelolaan sumber daya ikan yang berkelajutan, serta meningkatkan kesejahteraan nelayan. Sedangkan sasaran strategis yang ingin dicapai adalah: Meningkatnya produksi perikanan tangkap di perairan laut dan perairan umum; Meningkatnya pendapatan nelayan, dan; Meningkatnya nilai tukar nelayan (NTN). Untuk itu, Pemerintah melalui Ditjen Perikanan Tangkap Kementerian Kelautan dan Perikanan telah melaksanakan program pengembangan dan pengelolaan perikanan tangkap, yaitu berupa; Pengelolaan sumber daya ikan; Pembinaan dan pengembangan kapal perikanan, alat penangkap ikan, dan pengawakan kapal perikanan; Pembangunan, pengembangan, dan pengelolaan Pelabuhan Perikanan; Pengembangan usaha penangkapan ikan dan pemberdayaan nelayan kecil; Pelayanan usaha perikanan tangkap yang efisien, tertib, dan berkelanjutan, serta dukungan manajemen. Upaya pembinaan dan pengembangan kapal perikanan serta alat penangkap ikan dan pengawakan kapal perikanan, antara lain dilakukan dalam bentuk: pembinaan dan pengembangan rancang bangun dan kelaikan kapal perikanan; standardisasi dan sertifikasi kapal perikanan, alat penangkapan ikan dan awak kapal perikanan; pembangunan kapal penangkap ikan > 30 GT dan 10-30 GT; pemberian bantuan sarana penangkap ikan, alat bantu penangkapan ikan, dan sarana penanganan ikan di atas kapal, serta; dukungan perekayasaan teknologi kapal perikanan dan alat penangkap ikan. Sementara program pembangunan, pengembangan, dan pengelolaan pelabuhan perikanan dilakukan melalui: pengembangan pusat informasi pelabuhan perikanan (PIPP); pelayanan kesyahbandaran dan sertifikasi hasil tangkapan ikan (SHTI) di Pelabuhan Perikanan; peningkatkan pelayanan di sarana penanganan ikan di atas kapal ke berbagai kabupaten/kota. Sedangkan dalam upaya pemberdayaan nelayan, pemerintah telah meningkatkan akses permodalan usaha melalui Pengembangan Usaha Mina Perdesaan (PUMP) Perikanan Tangkap. Selain itu juga terus dilakukan fasilitasi dan peningkatan akses permodalan melalui peningkatan penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR), serta Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKP-E). Peningkatan akses permodalan tersebut kemudian diperkuat dengan memberikan jaminan kepastian kepemilikan aset, khususnya tanah dan kapal. Terkait hal ini, telah dikembangkan kegiatan sertifikasi tanah nelayan bekerjasama dengan BPN. Selanjutnya juga telah dilakukan pengembangan asuransi jaminan sosial tenaga kerja bagi nelayan untuk memberikan kepastian perlindungan keselamatan dan jaminan sosial bagi nelayan yang ruang lingkup pekerjaannya memiliki risiko cukup tinggi. Untuk mengurangi kemiskinan nelayan di sentra-sentra perikanan, pemerintah juga telah menjalankan program Peningkatan Kehidupan Nelayan (PKN), seperti: pembuatan rumah sangat murah, pengembangan pekerjaan alternatif dan tambahan bagi keluarga nelayan, fasilitasi akses pendidikan dan kesehatan, dan sebagainya. Sedangkan upaya yang dilakukan untuk meningkatkan pelayanan usaha penangkapan ikan agar semakin prima adalah; pengembangan Data Sharing System (DSS), pelayanan perizinan on- line, perbantuan perizinan pusat di daerah, dan lain-lain. Pembangunan perikanan tangkap yang berkelanjutan membutuhkan dukungan dari segenap stakeholder, baik dari pemerintah, pelaku usaha, akademisi maupun masyarakat luas. Selain itu pembangunan perikanan tangkap juga membutuhkan kepekaan dan kepedulian secara bijak untuk bisa berkontribusi secara nyata dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat. pelabuhan perikanan untuk penyediaan BBM, es, dan air bersih; memberikan pelayanan prima kepada para pelaku usaha di pelabuhan, serta inisiasi pengembangan pelabuhan perikanan yang berwawasan lingkungan. Sedangkan pengembangan usaha penangkapan ikan dan pemberdayaan nelayan kecil dilakukan melalui: peningkatan akses permodalan; pengembangan usaha mina perdesaan (PUMP), pengembangan diversifikasi usaha nelayan, pengembangan kelembagaan usaha perikanan tangkap, peningkatan perlindungan nelayan dan keselamatan kerja nelayan; pengembangan kemitraan usaha; pengembangan kartu nelayan; pengembangan kawasan minapolitan, dan berbagai kegiatan pemberdayaan nelayan lainnya. Pembangunan perikanan tangkap selama lima tahun terakhir menunjukkan kinerja  yang menggembirakan, dimana produksi perikanan tangkap tumbuh rata- rata 3,8% per tahun. Nilai tukar nelayan (NTN) juga terus megalami peningkatan. Selama lima tahun terakhir NTN telah berada di atas angka 100 dan terus menunjukkan kecenderunggan menaik. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat kesejahteraan nelayan sudah semakin baik. Dari segi infrastruktur, saat ini telah tersedia 816 unit pelabuhan perikanan, terdiri dari 22 Pelabuhan Perikanan UPT Pusat, 792 Pelabuhan Perikanan Daerah (Provinsi dan Kab/Kota), dan 2 Pelabuhan Perikanan swasta. Pelabuhan-pelabuhan tersebut terus ditingkatkan kapasitasnya, baik dari sisi infrastruktur maupun sistem dan manajemenya untuk dapat menunjang dan meningkatkan kegiatan ekonomi serta bisnis di bidang perikanan tangkap. Untuk pengembangan sarana perikanan tangkap, pemerintah telah mengalokasikan bantuan 1.000 unit kapal perikanan >30 GT yang disalurkan kepada Kelompok Usaha Bersama perikanan tangkap. Selain itu, telah dialokasikan pula bantuan kapal  perikanan berukuran 10-30 GT, alat bantu penangkapan ikan serta
  • 16. LAPORAN 16 No. 003 Tahun I- 15 Januari - 14 Februari 2018 Tabloid West Papua No. 001 Tahun I- 15 November- 14 Desember 2017 Tabloid West Papua LAPORAN 16 Pemprov Papua Barat Berkomitmen Menyajikan Pelayanan Prima dan Semangat Melayani P enciptaan dan pengokohan sistem politik, keamanan, dan pertahanan di provinsi Papua Barat dilakukan melalui peningkatan upaya perlindungan wilayah, serta pemenuhan kebutuhan sarana dan prasarana pertahanan dan keamanan, disamping juga melakukan penempatan aparat di wilayah rawan konflik. Untuk pemenuhan dan pengelolaan kebutuhan bahan makanan pokok serta kebutuhan bahan makanan sumber protein masyarakat, pada RPJM tahap ke-3 (2017-2022) Pemprov Papua Barat fokus pada peningkatan volume dan kontinuitas produksi pertanian serta stimulasi pertumbuhan unit usaha pertanian bahan makanan pokok, peternakan, dan perikanan serta pada upaya memperlancar distribusi bahan makanan pokok ke wilayah-wilayah strategis. Fokus berikutnya adalah pada pengembangan pola pangan serta peningkatan nilai tambah pertanian untuk peningkatan kesejahteraan petani melalui peningkatan diversifikasi pangan, nilai tambah, daya saing, dan ekspor dengan pendirian industri serta penciptaan iklim usaha yang kondusif. Untuk membuka akses ke seluruh wilayah agar lebih mudah dijangkau, pemprov Papua Barat fokus pada pemenuhan kebutuhan infrastruktur transportasi berupa; Pemeliharaan jaringan jalan dan jembatan sehingga mampu secara mudah dilewati kendaraan; Pemeliharaan dan rehabilitasi seluruh prasarana dan sarana transportasi darat, laut, udara, serta transportasi sungai, danau dan penyeberangan sehingga dapat berfungsi maksimal. Pemenuhan kebutuhan prasarana dan sarana utilitas serta pelayanan publik melalui pemeliharaan serta rehabilitasi seluruh sarana utilitas dan pelayanan publik sehingga dapat berfungsi maksimal. Dalam hal Pendapatan Asli Daerah (PAD), pemprov Papua Barat fokus untuk meningkatkan PAD melalui identifikasi yang sifatnya menyangkut publik; dan Perancangan sistem yang memfasilitasi aspirasi masyarakat baik berupa kritik, saran, pengaduan, maupun pertanyaan. Perancangan dan penerapan sistem yang menjamin pelaksanaan monitoring, evaluasi, dan pertanggungjawaban atas kinerja pemerintah dan penyelenggaraan pembangunan secara terbuka; Penyusunan standar operasional pelaksanaan dan rencana teknis pelaksanaan tugas yang lengkap, jelas, dan mudah dimengerti. Optimalisasi peran DPRD, Pengawas Pegawai Negeri Sipil (PPNS), pers/ media, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), peneliti, dan masyarakat dalam pelaksanaan mengawasi penyelenggaraan pemerintahan dan program pembangunan daerah. Penciptaan mekanisme standardisasi dan penurunan informasi serta koordinasi informal sebagai tanggung jawab personil lama kepada personil baru ketika regenerasi atau restrukturisasi pemerintahan. Pelibatan publik dalam setiap proses penyusunan rencana, implementasi program, dan pengawasan jalannya kegiatan pemerintahan dan pembangunan. Penggiatan penyelenggaraan public hearing, stakeholders meeting, jajak pendapat umum, pelaporan penelitian dan kajian, pemungutan suara sederhana, diskusi dan konsultasi publik, dan forum publik lainnya untuk membahas hal-hal yang menyangkut kepentingan publik. Pembagian tugas dan wewenang secara eksplisit dan tersurat serta sosialisasi dan implementasi sistem komando dan koordinasi antar dan intern instansi pemerintah bersama masyarakat dan swasta dalam pelaksanaan tugas administratif pemerintahan maupun tugas terkait teknis pembangunan daerah agar berjalan efektif dan efisien. sumber-sumber kekayaan daerah yang potensial serta melakukan pengelolaan kekayaan daerah dengan membentuk BUMD dan juga sistem kerjasama dengan swasta atau pemerintah daerah lain. Peningkatan PAD ini juga dimaksudkan untuk mengurangi ketergantungan terhadap Dana Perimbangan dalam pembiayaan pembangunan di Papua Barat. Untuk itu Pemprov Papua Barat fokus melakukan pembinaan kompetensi dan profesionalitas aparat pemerintah melalui; Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan fungsional sebagai upaya peningkatan kapasitas, kapabilitas, netralitas, dan kesadaran aparat pemerintah terkait peran, tugas pokok, dan fungsinya masing-masing, termasuk penguasaan pengetahuan umum, keterampilan bahasa asing, komputer, dan teknologi; Penanaman dan penguasaan visi misi Provinsi Papua Barat kepada aparat pemerintah sebagai upaya pengarahan mental agar menjadikan visi-misi sebagai orientasi utama dari seluruh peran, posisi, tugas pokok, dan fungsi yang dijalankan; Pengawasan kinerja aparat dalam rangka menyajikan pelayanan prima dengan ketulusan dan semangat melayani bagi seluruh masyarakat; Perancangan sistem penilaian kinerja aparatur pemerintahan yang berbasis prestasi dan sanksi; Peningkatan pemahaman dan keterlibatan aparatur pemerintahan dalam penyusunan rencana kerja dan rencana pembangunan wilayah. Berikutnya adalah penciptaan dan penerapan sistem pemerintahan yang sesuai dengan prinsip-prinsip good governance melalui; Penyelenggaraan proses rekruitmen yang bersih dan profesional; Perancangan dan penerapan sistem keuangan dan kinerja pemerintahan yang akuntabel; Perancangan dan penerapan sistem yang menjamin keterbukaan informasi terkait data, regulasi, prosedur, dan sebagainya
  • 17. LAPORAN 17No. 003 Tahun I- 15 Januari - 14 Februari 2018 Tabloid West Papua Menyongsong Pembangunan Jangka Menengah Tahap Ke-3 M emasuki periode Pembangunan Jangka Menengah tahap ke-3 (2017-2022), pembangunan di provinsi Papua Barat diprioritaskan untuk mewujudkan Provinsi Papua Barat yang berdaya saing, yaitu memiliki SDM dan perekonomian yang mampu beradaptasi terhadap perubahan internal dan eksternal untuk meraih keberhasilan dalam upaya meningkatkan kesejahteraan dan masa depan yang lebih baik dengan tetap terbuka pada persaingan nasional, regional dan global. Kemampuan untuk berdaya saing merupakan kunci untuk mencapai kemajuan sekaligus kemandirian, sehingga gejolak yang berasal dari dalam maupun luar wilayah dapat diredam oleh ketahanan ekonomi. Pada tahap ini, pembangunan dan pengembangan SDM serta perekonomian wilayah diharapkan berada dalam satu tingkatan lebih maju, yaitu mulai mengembangkan dan menaikkan standar untuk lebih dekat dengan kondisi eksternal, sehingga diharapkan betul-betul memiliki daya saing di ranah eksternal Papua Barat. Sasaran dan kebijakan pembangunan Papua Barat pada periode ini difokuskan pada; Penciptaan dan pengokohan sistem politik, keamanan, dan pertahanan; Pemenuhan dan pengelolaan kebutuhan bahan makanan pokok dan bahan makanan sumber protein; Pengembangan pola pangan dan peningkatan nilai tambah pertanian untuk meningkatkan kesejahteraan petani. Kebijakan yang berkaitan dengan kebutuhan publik, yaitu; Pemenuhan kebutuhan infrastruktur transportasi untuk membuka akses ke seluruh wilayah; Pemenuhan kebutuhan prasarana dan sarana utilitas publik; serta Pemenuhan kebutuhan prasarana dan sarana pelayanan publik. Di bidang pemerintahan, fokus kebijakan yang menjadi prioritas Pemprop Papua Barat adalah; Peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD); Pembinaan kompetensi dan profesionalitas aparat pemerintah; dan pembinaan masyarakat Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial; serta Pembinaan keimanan, ketaqwaan, dan budaya luhur masyarakat berbasis kearifan lokal. Fokus kebijakan lainnya yang diprioritaskan oleh Pemprov Papua Barat pada Pembangunan Jangka Menengah Tahap Ke-3 ini adalah; Penerapan sistem dan regulasi ekonomi yang berpihak kepada masyarakat; Perancangan dan penerapan sistem hukum yang berpihak kepada masyarakat; Prioritas pembangunan bagi masyarakat miskin serta masyarakat yang tinggal di daerah terpencil dan daerah terisolir; Pendayagunaan SDA terbarukan; Pengelolaan pemanfaatan SDA yang tidak terbarukan; Pelestarian dan pemeliharaan Sumber Daya Air; Peningkatan nilai tambah pemanfaatan SDA; Pengembangan SDA khas; Perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian tata ruang berbasis konservasi; serta Melestarikan dan memproteksi keanekaragaman budaya dari akulturasi budaya negatif. Penerapan sistem pemerintahan sesuai prinsip good governance; Pemenuhan kebutuhan legal formal pemerintahan; Kelengkapan struktur pemerintahan sesuai dengan kebutuhan spesifik daerah; serta Peningkatan besaran dan laju pertumbuhan PDRB. Sedangkan fokus kebijakan yang berkaitan dengan ekonomi adalah berupa; Peningkatan ekonomi wilayah berbasis keunggulan komparatif dan keu nggulan kompetitif; Peningkatan kerjasama ekonomi; serta Peningkatan pertumbuhan dan daya saing unit-unit usaha masyarakat. Di bidang kemasyarakatan yang berkaitan dengan nilai Indeks Pembangunan Manusia (IPM), kebijakan yang diambil oleh Pemprop Papua Barat adalah; Peningkatan derajat pendidikan masyarakat; Peningkatan derajat kesehatan masyarakat; Penanggulangan kemiskinan di perkotaan dan di perkampungan; Pemenuhan prasarana perumahan dan prasarana pendukung lingkungan perumahan; Pengayoman
  • 18. LAPORAN 18 No. 003 Tahun I- 15 Januari - 14 Februari 2018 Tabloid West Papua Papua Barat Ekspor Bahan Bakar Mineral Kegiatan Strategis Pemprov Papua Barat Periode 2015-2019 P rioritas percepatan pembangunan dalam rangka pengembangan wilayah Provinsi Papua Barat, pada periode 2015-2019 ditekankan pada beberapa sektor. Di sektor perhubungan darat, yang menjadi prioritas adalah pembangunan jalur kereta api Sorong-Manokwari dan pembangunan sejumlah ruas jalan, yaitu ruas jalan; Mameh-Wendesi-Ambuni-Tandia; Manokwari-Bintuni; Sorong-Pelabuhan Arar; ring road Raja Ampat; Susumuk- Bintuni; Tandia-Yahour; Fakfak-Bourof- Windesi; Yaur-Windesi-Mameh-Manokwari; Manokwari-Sorong; dan Kaimana-Bourof. Di sektor perhubungan udara, yang menjadi prioritas adalah; pengembangan bandara Domine Eduard Osok, Bintuni, Rendani, Segun, dan Siboru serta pembangunan bandara Werur. Sedangkan prioritas di sektor perhubungan laut adalah; pengembangan pelabuhan Kaimana, Owi, Teminabuan, Saunek, Kokas, Arar, Fak Fak, dan Sorong. Pembangunan pelabuhan Seget, Biak, Saukorem, Abun, Bomberai, Maruni, dan P rioritas percepatan pembangunan dalam rangka pengembangan wilayah Provinsi Papua Barat, pada periode 2015-2019 ditekankan pada beberapa sektor. Di sektor perhubungan darat, yang menjadi prioritas adalah pembangunan jalur kereta api Sorong-Manokwari dan pembangunan sejumlah ruas jalan, yaitu ruas jalan; Mameh- Wendesi-Ambuni-Tandia; Manokwari-Bintuni; Sorong-Pelabuhan Arar; ring road Raja Ampat; Susumuk-Bintuni; Tandia-Yahour; Fakfak-Bourof-Windesi; Yaur-Windesi- Mameh-Manokwari; Manokwari-Sorong; dan Kaimana-Bourof. Di sektor perhubungan udara, yang menjadi prioritas adalah; pengembangan bandara Domine Eduard Osok, Bintuni, Rendani, Segun, dan Siboru serta pembangunan bandara Werur. Sedangkan prioritas di sektor perhubungan laut adalah; pengembangan pelabuhan Kaimana, Owi, Teminabuan, Saunek, Kokas, Arar, Fak Fak, dan Sorong. Pembangunan pelabuhan Seget, Biak, Saukorem, Abun, Bomberai, Maruni, dan fasilitas pelabuhan laut Arar. Di sektor angkutan sungai, yang irigasi Rawa di Kabupaten Sorong (750 Ha), dan irigasi Tambak Danau Ayamaru di Kabupaten Maybrat. Berikutnya adalah instalasi pengendalian banjir Sungai Aimasi, Sungai Ransiki, Sungai Wariori, dan Sungai Tubhi serta instalasi pengaman pantai Pasir Putih, Wosi, Rendani, Kaimana, Rado, Miey, Biriosi, Wirsi, Maruni, Maripi, Oransbari, Ransiki, Tanjung Kasuari, Pulau Fani, Makbon, Sausapor, Seget, Sailolof, Kotam dan beberapa pantai lainnya yang berada di kabupaten Teluk Bintuni, kabupaten Nabire, kabupaten Mimika, dan kabupaten Manokwari Selatan. Prioritas berikutnya adalah pembangunan beberapa Embung di sejumlah kabupaten, yaitu di kabupaten Raja Ampat, Sorong, Fak-Fak, Manokwari, Teluk Bintuni, Nabire, Sorong Selatan, Kaimana, dan Dogiyai. Di sektor pendidikan, Pemprov Papua Barat memprioritaskan pembangunan SMP dan SMA berpola asrama. Sedangkan di sektor kesehatan, yang menjadi prioritas adalah pengembangan RS Daerah Kabupaten Sorong untuk praktek mahasiswa FK Universitas Negeri Papua dan mengusulkan pengembangan RS Pusat pada periode pembangunan jangka menengah berikutnya. pengendalian banjir Sungai Aimasi, Sungai Ransiki, Sungai Wariori, dan Sungai Tubhi serta instalasi pengaman pantai Pasir Putih, Wosi, Rendani, Kaimana, Rado, Miey, Biriosi, Wirsi, Maruni, Maripi, Oransbari, Ransiki, Tanjung Kasuari, Pulau Fani, Makbon, Sausapor, Seget, Sailolof, Kotam dan beberapa pantai lainnya yang berada di kabupaten Teluk Bintuni, kabupaten Nabire, kabupaten Mimika, dan kabupaten Manokwari Selatan. Prioritas berikutnya adalah pembangunan beberapa Embung di sejumlah kabupaten, yaitu di kabupaten Raja Ampat, Sorong, Fak-Fak, Manokwari, Teluk Bintuni, Nabire, Sorong Selatan, Kaimana, dan Dogiyai. Di sektor pendidikan, Pemprov Papua Barat memprioritaskan pembangunan SMP dan SMA berpola asrama. Sedangkan di sektor kesehatan, yang menjadi prioritas adalah pengembangan RS Daerah Kabupaten Sorong untuk praktek mahasiswa FK Universitas Negeri Papua dan mengusulkan pengembangan RS Pusat pada periode pembangunan jangka menengah berikutnya. fasilitas pelabuhan laut Arar. Di sektor angkutan sungai, yang menjadi prioritas adalah; pengembangan dermaga penyeberangan Raja Ampat, Kaimana, Fak-Fak, Arar, Waigeo, dan Folley. Di sektor tenaga listrik, Pemprov Papua Barat menempatkan pembangunan PLTU Klalin (30 MW), PLTMG Mobile PP Manokwari (20 MW), PLTU Andai (14 MW), PLTMG Fak-Fak (10 MW) dan PLTMG Bintuni (10 MW) sebagai prioritas yang harus segera diselesaikan. Pengembangan jaringan transmisi serta distribusi telekomunikasi dan informatika, juga menjadi perhatian Pemprov Papua Barat untuk di prioritaskan, khususnya pembangunan backbone Palapa Ring, serat optik antar kabupaten/kota, dan pengembangan transmisi penyiaran TVRI. Di sektor Sumber Daya Air, prioritas ditujukan pada kelanjutan pembangunan Bendung Wariori, peningkatan jaringan irigasi Oransbari (3.016 Ha) di Kabupaten Manokwari, pembangunan jaringan irigasi Mariyat (1.500 Ha) di Kabupaten Sorong, menjadi prioritas adalah; pengembangan dermaga penyeberangan Raja Ampat, Kaimana, Fak-Fak, Arar, Waigeo, dan Folley. Di sektor tenaga listrik, Pemprov Papua Barat menempatkan pembangunan PLTU Klalin (30 MW), PLTMG Mobile PP Manokwari (20 MW), PLTU Andai (14 MW), PLTMG Fak-Fak (10 MW) dan PLTMG Bintuni (10 MW) sebagai prioritas yang harus segera diselesaikan. Pengembangan jaringan transmisi serta distribusi telekomunikasi dan informatika, juga menjadi perhatian Pemprov Papua Barat untuk di prioritaskan, khususnya pembangunan backbone Palapa Ring, serat optik antar kabupaten/kota, dan pengembangan transmisi penyiaran TVRI. Di sektor Sumber Daya Air, prioritas ditujukan pada kelanjutan pembangunan Bendung Wariori, peningkatan jaringan irigasi Oransbari (3.016 Ha) di Kabupaten Manokwari, pembangunan jaringan irigasi Mariyat (1.500 Ha) di Kabupaten Sorong, irigasi Rawa di Kabupaten Sorong (750 Ha), dan irigasi Tambak Danau Ayamaru di Kabupaten Maybrat. Berikutnya adalah instalasi
  • 19. LAPORAN 19No. 003 Tahun I- 15 Januari - 14 Februari 2018 Tabloid West Papua Mengurangi Kesenjangan Dengan Percepatan Pembangunan Infrastruktur H ingga tahun 2019 mendatang Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (DPDTT) tengah memprioritaskan program pengentasan 80 daerah tertinggal untuk menjadikannya sebagai daerah maju, dari sebanyak 122 daerah yang tergolong sebagai daerah tertinggal. Selain itu, Kementerian DPDTT juga tengah memprioritaskan percepatan pembangunan di 39.091 desa tertinggal dan 17.268 desa sangat tertinggal.  Program tersebut merupakan bagian dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2015-2019 dengan target berupa peningkatan pertumbuhan ekonomi daerah tertinggal menjadi 7,24 persen pada tahun 2019. Selanjutnya adalah menurunkan persentase penduduk miskin daerah tertinggal menjadi 14,00 persen Kalimantan, 18 kabupaten di Sulawesi, 26 kabupaten di Nusa Tenggara Timur dan Nusa Tenggara Barat, 14 kabupaten di Maluku, dan 33 kabupaten di Papua. Dari data tersebut terlihat bahwa kawasan Timur Indonesia menjadi wilayah yang paling banyak daerah tertinggalnya. Karena itu harus segara ada upaya kebijakan mengurangi kesenjangan dengan percepatan pembangunan infrastruktur, pengelolaan potensi dan pengembangan kawasan transmigrasi yang lebih mandiri.  Tentunya ini bukan pekerjaan mudah. Harus benar-benar punya kesiapan yang matang agar target mengentaskan daerah tertinggal menjadi lebih baik. Minimal daerah tertinggal sudah punya akses dengan kawasan yang perekonomiannya sudah berjalan. Sehingga terjadi pertukaran nilai ekonomi masyarakat. serta meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) menjadi sekitar 69,59 persen. Agar target tersebut dapat tercapai, maka perlu ada strategi yang mujarab. Antara lain adalah memanfaatkan sumber daya alam untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, serta menerapkan pola pembangunan dengan meminimalisir ketimpangan wilayah.  Yang paling penting adalah sumber daya manusia yang berkualitas, inovasi, kreativitas dan mampu menerapkan teknologi yang tepat.  Setelah itu barulah kita mendorong investasi yang bisa meningkatkan produktivitas rakyat.  Sebagaimana kita ketahui, 122 daerah tertinggal yang ada di Indonesia itu tersebar di beberapa wilayah, yaitu 19 kabupaten di Sumatera, 6 kabupaten di Jawa dan Bali, 12 kabupaten di Papua Barat Berpotensi Besar Jadi Penggerak Ekonomi Indonesia Bagian Timur S esuai dengan Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2018, pada tahun ini program pengembangan wilayah yang dilakukan oleh pemerintah difokuskan untuk pertumbuhan dan pemerataan pembangunan. Pertumbuhan pembangunan daerah pada tahun 2018 ini akan didorong melalui pertumbuhan peranan sektor jasa, industri pengolahan dan pertanian. Peningkatan kontribusi sektor-sektor tersebut dilakukan seiring dengan terus dikembangkannya kawasan-kawasan strategis di wilayah yang menjadi main prime mover (pendorong pertumbuhan utama), diantaranya adalah; Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), Kawasan Industri (KI), Kawasan Perkotaan (megapolitan dan metropolitan), Kawasan Pariwisata serta Kawasan berbasis Pertanian dan Potensi Wilayah seperti Agropolitan dan Minapolitan. Dalam hal pemerataan pembangunan, kebijakan pembangunan daerah diarahkan untuk mempersempit kesenjangan antarwilayah, terutama pembangunan Kawasan Barat dan Kawasan Timur Indonesia, termasuk wilayah perdesaan, daerah tertinggal dan perbatasan. Kebijakan yang dilakukan pemerintah untuk wilayah Papua dan Papua Barat adalah dengan mendorong transformasi dan akselerasi pembangunan infrastruktur serta mendorong peningkatan investasi. Sasaran pengembangan wilayah pada tahun 2018 ini ditujukan pada pertumbuhan dan pemerataan antarwilayah dengan lebih meningkatkan peran ekonomi, dimana peran wilayah Papua dan Papua Barat terhadap perekonomian nasional diharapkan dapat semakin meningkat dengan fokus pada pengembangan potensi dan keunggulan wilayah masing-masing. Selanjutnya, pengembangan infrastruktur di Papua dan Papua Barat pada tahun 2018 ini diarahkan pada upaya penurunan kesenjangan intrawilayah, khususnya di wilayah-wilayah pegunungan. Pada sektor perekonomian, Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat diharapkan dapat meningkatkan kontribusinya menjadi sebesar 1,88 persen terhadap perekonomian nasional dengan rata-rata pertumbuhan ekonomi minimal 6 persen pada tahun ini. Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat berpotensi besar untuk menjadi penggerak ekonomi Indonesia bagian timur melalui kelimpahan sumber daya alamnya di berbagai sektor, baik perikanan, pertanian/perkebunan, industri agro dan pangan, pariwisata bahari dan alam, maupun pertambangan. Selain itu, arah kebijakan pembangunan di Papua dan Papua Barat juga ditujukan untuk mendukung upaya dalam mewujudkan Pusat Pengembangan Wilayah berbasis Kampung Masyarakat Adat yang didukung oleh prasarana dan sarana yang handal.
  • 20. LAPORAN 20 No. 003 Tahun I- 15 Januari - 14 Februari 2018 Tabloid West Papua Trend Pertumbuhan Ekonomi Papua Barat Meningkat Setiap Tahun P ertumbuhan ekonomi di provinsi Papua Barat mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Rata-rata sebesar 9,6 persen atau diatas rata-rata pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 5,9 persen. Pemerintah Provinsi Papua Barat juga telah cukup berhasil dalam menurunkan jumlah penduduk miskin menjadi 27,13 persen, namun masih berada jauh di atas persentase penduduk miskin nasional sebesar 11,25 persen. Pada periode RPJMN 2010-2014 wilayah Papua terdiri dari 2 provinsi dengan total 42 kabupaten/kota, dimana 83,3 persen atau 35 kabupaten masuk dalam kategori daerah tertinggal. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di wilayah ini sebesar 60,33, berada dibawah target IPM rata-rata nasional di daerah tertinggal dalam RPJMN 2010-2014 sebesar 72,2. Pertumbuhan ekonomi sebesar 9,07 persen, melampaui target yang diharapkan pada RPJMN 2010-2014, sebesar 7,1 persen. Angka kemiskinan di daerah tertinggal wilayah Papua masih sebesar 32,98 persen, jauh dari target Angka Kemiskinan secara nasional di daerah tertinggal dalam RPJMN 2010-2014, sebesar 14,2 persen. Dalam periode RPJMN 2010-2014 di wilayah Papua telah ditetapkan 35 kabupaten tertinggal yang menjadi lokus agenda percepatan pembangunan daerah tertinggal. Pada akhir tahun 2014 diindikasikan terdapat 2 kabupaten tertinggal yang dapat terentaskan. Sehingga pada periode RPJMN 2015-2019 jumlah daerah tertinggal di wilayah Papua sebanyak 33 kabupaten. Pada akhir periode RPJMN 2015- 2019 ditargetkan sebanyak 9 kabupaten tertinggal dapat terentaskan Dalam hal pencapaian tingkat pengangguran terbuka (TPT), Pemerintah Provinsi Papua Barat juga telah berhasil menurunkan TPT menjadi 3,70 persen dan sudah berada di bawah TPT nasional sebesar 5,70 persen. Sedangkan dalam hal kualitas sumber daya manusia, pemprov Papua Barat masih harus bekerja keras untuk melakukan peningkatan. Hal ini diindikasikan dengan nilai Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Provinsi Papua Barat yang hanya mencapai 70,62 atau masih berada di bawah rata-rata IPM nasional sebesar 73,81. Namun demikian, dari tahun ke tahun nilai IPM di provinsi Papua Barat terus mengalami peningkatan. Upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia untuk mendukung pengembangan kawasan ekonomi di Provinsi Papua Barat, dilakukan dengan strategi berikut: 1) Pembinaan kelembagaan pengelola kawasan untuk mendukung pengelolaan kawasan yang berdaya saing; 2) Penguatan kemampuan Pemda dalam menyusun peraturan pemanfaatan lahan ulayat bersama masyarakat adat untuk memberikan kemudahan investasi. ) Penyiapan tenaga kerja berkualitas dengan kompetensi unggulan di bidang industri petrokimia dan pengolahan pertambangan mineral, pertanian, kawasan Arar, kawasan peternakan Bomberai, Kebar dan Salawati; 4) Pembangunan Science Park berteknologi tinggi sebagai sarana peningkatan kualitas SDM kawasan; 5) Pelatihan dan pendampingan SDM untuk meningkatkan kompetensi untuk mengelola produktivitas dan nilai tambah komoditas unggulan di masing-masing kawasan pengembangan ekonomi; 6) Peningkatan kapasitas Orang Asli Papua (OAP) untuk mendapatkan akses sumber daya ekonomi; 7) Pendampingan dalam proses produksi dan manajemen usaha- usaha masyarakat; 8) Pembangunan Technology Park bidang pangan dan maritim untuk meningkatkan inovasi teknologi; 9) Restrukturisasi kelembagaan dalam pengelolaan kawasan pengembangan ekonomi. Dari sisi distribusi pendapatan antar golongan masyarakat, dari tahun ke tahun di provinsi Papua Barat mengalami kenaikan kesenjangan pendapatan antar golongan (Rasio Gini) menjadi 0,431 atau masih berada di atas rata-rata rasio gini nasional yaitu 0,413. Ke depan, hal ini perlu mendapatkan perhatian agar proses pembangunan dapat lebih melibatkan masyarakat secara inklusif, sehingga hasil-hasil pembangunan tersebut dapat dinikmati secara merata oleh masyarakat. Pengembangan kawasan strategis bidang ekonomi di Kawasan Papua difokuskan pada pengembangan industri/ hilirisasi berbasis komoditas unggulan. Percepatan pembangunan kawasan strategis di Wilayah Papua dilakukan melalui strategi sebagai berikut: 1. Peningkatan Potensi Ekonomi Wilayah di Wilayah Papua Kekayaan alam di Wilayah Papua selain sektor tambang dan mineral, sektor pertanian dan perkebunan juga melimpah, dimana potensi ini dapat menjadi sektor yang mempunyai prospek baik untuk dikembangkan menjadi kekuatan ekonomi yang dapat diandalkan untuk meningkatkan tingkat kesejahteraan masyarakat lokal. Dengan demikian, dilakukan pemetaan wilayah-wilayah yang akan dijadikan basis industri dengan mempertimbangkan potensi kekayaan alam yang menjadi komoditas unggulan daerah baik di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat. Pengembangan kegiatan ekonomi di kawasan strategis di Provinsi Papua Barat dilakukan dengan strategi sebagai berikut: a) Pengembangan kawasan industri petrokimia; b) Pengembangan Industri berbasis migas dan pupuk di Teluk Bintuni; c) Peningkatan produktivitas ekspor untuk produk minyak- gas, pengolahan pertambangan mineral, pertanian/ perkebunan, dan hasil laut; d) Pengembangan kawasan pertanian di Karas dan Teluk Arguni; e) Pengembangan sentra ternak sapi Pola Ranch di Bomberai, Kebar, dan Salawati; f) Pengembangan Pala di Fakfak; g) Pengembangan sagu rakyat dan investasi industri komoditas sagu di Sorong Selatan; h) Pengembangan kawasan wisata bahari terpadu di kawasan Raja Ampat, dan kawasan wisata religi Mansinam; i) Pengembangan pusat-pusat kegiatan ekonomi kecil dan menengah guna mendukung potensi sektor pariwisata, terutama industri kreatif dan makanan olahan khas wilayah Sorong, Manokwari, dan Fak-fak; serta j) Pembinaan terhadap mutu produk usaha kecil dan menengah di Kawasan Sorong, Manokwari, dan Fak-fak. di Provinsi Papua Barat, akan dikembangkan kawasan ekonomi khusus dengan fokus industri petrokimia, pengembangan industri pengolahan pertambangan mineral, dan kawasan industri Teluk Bintuni.
  • 21. SOROT West Papua 21No. 003 Tahun I- 15 Januari - 14 Februari 2018 Tabloid West Papua SOROT West Papua Papua Barat Terapkan Skema Baru Penggunaan Dana Otsus Bisnis Hotel di Papua Barat P ada tahun 2018 ini, Provinsi Papua Barat menerima dana otonomi khusus (otsus) sebesar Rp. 2,4 triliun dan dana tambahan infrastruktur otonomi khusus sebesar Rp.1,6 triliun. Jumlah dana tambahan ini lebih besar dibanding tahun lalu yang hanya Rp. 875 miliar. Pembagian dana Otsus di Papua Barat mulai tahun ini menggunakan skema baru sebagaimana tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Papua Barat tahun 2017-2022, dimana 90 persen pengelolaan dana otsus tersebut diserahkan kepada kabupaten/kota sementara provinsi hanya mengelola 10 persen saja. Terkait hal tersebut Pemprov Papua Barat menegaskan bahwa seluruh Pemkab/ Pemkot berkewajiban untuk melakukan P eningkatan jumlah wisatawan yang berkunjung ke Indonesia telah mendorong peningkatan jumlah usaha akomodasi, baik di tingkat nasional maupun di tingkat provinsi. Sebanyak 172 hotel bintang lima, 422 hotel bintang empat, 739 hotel bintang tiga, 496 hotel bintang dua, 368 hotel bintang satu, 10.387 hotel melati, 425 penginapan remaja, 2.910 Pondok Wisata, dan 2.434 jasa akomodasi lainnya telah tersedia. Di Provinsi Papua Barat sendiri telah tersedia 3 hotel bintang empat, 7 hotel bintang tiga, 14 hotel bintang dua, 33 hotel bintang satu, 79 hotel melati, 3 penginapan remaja, 20 pondok wisata, dan 117 jasa akomodasi lainnya. Banyaknya kamar hotel dan bentuk akomodasi lainnya di Indonesia adalah 37.950 kamar hotel bintang lima, 63.978 kamar hotel bintang empat, 65.920 kamar hotel bintang tiga, 32.332 kamar hotel bintang dua, 17.294 kamar hotel bintang satu, 235.738 kamar hotel melati, 5.402 kamar penginapan remaja, 23.790 kamar pondok wisata, 24.797 kamar bentuk akomodasi lainnya. Provinsi Papua Barat sendiri memiliki 294 kamar hotel bintang empat, 454 kamar hotel bintang tiga, 78 kamar hotel bintang dua, 183 kamar hotel bintang satu, 1.615 kamar hotel melati, 41 kamar penginapan remaja, dan 223 kamar bentuk akomodasi lainnya. Jumlah rata-rata tamu/wisatawan yang menginap per harinya di Indonesia adalah sebanyak 26.245 tamu di hotel bintang lima, 42.811 tamu di hotel bintang empat, 39.096 tamu di hotel bintang tiga, 19.683 tamu di hotel bintang dua, 7.801 tamu di hotel bintang satu, 113.737 tamu di hotel melati, 1.301 tamu di penginapan remaja, 6.950 tamu di pondok wisata, 8.069 tamu di bentuk akomodasi lainnya. Sedangkan jumlah rata-rata tamu/wisatawan yang menginap per harinya di provinsi Papua Barat adalah sebanyak 159 tamu di hotel bintang empat, 133 tamu di hotel bintang tiga, 6 tamu pengelolaan dana otsus dengan penuh tanggungjawab dan juga transparan, sedangkan laporan pertanggungjawaban penggunaan dana otsus tersebut harus disampaikan secara berkala dan tepat waktu. Sementara itu, untuk dana tambahan infrastruktur, pengelolaannya diserahkan kepada Dinas Pekerjaan Umum dan Dinas Perhubungan. Dana tersebut akan dimanfaatkan untuk percepatan pembangunan infrastruktur seperti jalan dan jembatan.  Untuk evaluasi terhadap kemajuan masing-masing daerah dalam pelaksanaan otsus, para kepala daerah sepakat menggelar pertemuan serta pameran hasil pembangunan otsus setiap tahun, dan pada tahun ini akan dilakukan di Kabupaten Teluk Wondama. di hotel bintang dua, 96 tamu di hotel bintang satu, 261 tamu di hotel melati, 7 tamu di penginapan remaja, dan 24 tamu di bentuk akomodasi lainnya. Secara nasional, tingkat penghunian kamar hotel bintang lima adalah 60,84%, hotel bintang empat 56,11%, hotel bintang tiga 53,45%, hotel bintang dua 48,89%, hotel bintang satu 42,83%, sehingga secara rata-rata tingkat penghunian kamar hotel di Indonesia adalah 53,92%. Di provinsi Papua Barat tingkat penghunian kamar hotel bintang empat adalah 45,15%, hotel bintang tiga 32,65%, hotel bintang dua 28,01%, hotel bintang satu 66,78%, dan secara rata-rata tingkat penghunian kamar hotel di provinsi Papua Barat adalah 42,85%. Sedangkan rata-rata lama menginap tamu hotel bintang lima adalah 2,37 hari, hotel bintang empat 1,94 hari, hotel bintang tiga 1,93 hari, hotel bintang dua 1,70 hari, hotel bintang satu 1,68 hari. Jadi rata-rata lama menginap tamu/wisatawan di hotel berbintang adalah 1,94 hari. Rata-rata lama menginap tamu di hotel melati adalah 1,42 hari, di penginapan remaja 1,40 hari, di pondok wisata 1,50 hari, dan di bentuk akomodasi lainnya 1,53 hari sehingga rata-rata lama menginap tamu di penginapan non hotel berbintang adalah 1,48 hari. Sedangkan rata-rata lama menginap tamu di Provinsi Papua Barat adalah 1,85 hari di hotel bintang empat; 2,85 hari di hotel bintang tiga; 1,74 hari di hotel bintang dua; 2,77 hari di hotel bintang satu. Jadi rata-rata lama menginap tamu di hotel berbintang adalah 2,30 hari. Rata-rata lama menginap tamu di hotel melati adalah 2,16 hari, di penginapan remaja 2,05 hari, di pondok wisata 2,00 hari, dan di bentuk akomodasi lainnya 2,06 hari. Sehingga rata-rata lama menginap tamu di akomodasi non hotel berbintang di provinsi Papua Barat adalah 2,06 hari.
  • 22. SOROT West Papua 22 No. 003 Tahun I- 15 Januari - 14 Februari 2018 Tabloid West Papua S aat ini pariwisata telah menjadi salah satu sektor ekonomi terbesar dan mempunyai tingkat pertumbuhan paling pesat di dunia. Pembukaan daerah tujuan wisata baru dan investasi di bidang pariwisata telah mengubah pariwisata sebagai salah satu penggerak utama kemajuan sosio-ekonomi suatu negara melalui penerimaan devisa, penciptaan lapangan pekerjaan dan kesempatan berusaha, serta pembangunan infrastruktur. Organisasi Pariwisata Dunia (United Nation World Tourism Organization/UNWTO) memperkirakan jumlah wisatawan internasional akan mencapai 1,8 miliar pada tahun 2030 dengan tingkat pertumbuhan kunjungan per tahun sebesar 3,3 persen. Sekarang ini telah muncul banyak daerah tujuan wisata baru di berbagai negara di dunia, dan kawasan Asia Pasifik diperkirakan mempunyai pertumbuhan yang paling tinggi dibanding kawasan lainnya. Pengelolaan pariwisata bukanlah hal yang mudah karena melibatkan hampir semua sektor ekonomi, baik industri yang berkarakter pariwisata (tourism characteristic industry), seperti hotel dan restoran, maupun industri yang sepintas tidak berkaitan langsung dengan industri pariwisata, namun sebagian permintaannya (demand) berasal dari pariwisata (tourism connected industry). Jumlah industri yang terkait dan menerima dampak dari kegiatan pariwisata sangat banyak, tapi pemerintah Indonesia telah berkomitmen untuk terus mendorong pembangunan pariwisata sehingga dapat bersaing dengan negara-negara lain. Melalui upaya promosi dan peningkatan pelayanan, didukung membaiknya situasi keamanan, serta pemulihan dari krisis ekonomi global yang banyak dialami negara-negara Eropa, jumlah kedatangan wisatawan mancanegara (wisman) ke Indonesia menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan pada setiap tahunnya. Pada tahun 2016 jumlah kunjungan wisman ke Indonesia mencapai 10,41 juta, naik 10,29% dibanding tahun sebelumnya. Faktor lain yang juga sangat berpengaruh terhadap industri pariwisata Indonesia adalah pergerakan wisatawan Nusantara (wisnus) yang berperan besar dalam menciptakan dampak ekonomi. Karena itu, dengan slogan “Pesona Indonesia”, pemerintah semakin gencar melakukan promosi pariwisata dan diharapkan semakin banyak penduduk Indonesia yang ingin mengetahui lebih banyak tentang negerinya sendiri. Dengan adanya kegiatan perjalanan wisata, diharapkan akan tercipta konsumsi wisatawan di dalam negeri yang merupakan faktor pendorong bagi pengembangan sarana dan prasarana pariwisata yang pada akhirnya akan mendorong perkembangan pariwisata khususnya dan perekonomian pada umumnya. Nilai ekonomi penjualan jasa pariwisata terkadang tidak dapat diukur secara nyata dalam bentuk nominal. Namun, sesungguhnya nilai ekonomi kegiatan pariwisata itu tidak hanya dinikmati oleh satu sektor tertentu, melainkan juga oleh berbagai sektor. Dengan semakin meningkatnya jumlah konsumsi wisatawan, maka akan semakin besar pula dampak ekonomi yang dinikmati, dan semakin banyak sektor yang terkait. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009, usaha pariwisata meliputi tiga belas jenis utama, yaitu: daya tarik wisata, kawasan pariwisata, jasa transportasi wisata, jasa perjalanan wisata, jasa makanan dan minuman, penyediaan akomodasi, penyelenggaraan kegiatan hiburan dan rekreasi, penyelenggaraan pertemuan, perjalanan insentif, konferensi dan pameran, jasa informasi pariwisata, jasa konsultan pariwisata, wisata tirta, serta spa. Bisnis Pariwisata Sebagai Penggerak Utama Kemajuan Sosio-Ekonomi
  • 23. SOROT West Papua 23No. 003 Tahun I- 15 Januari - 14 Februari 2018 Tabloid West Papua Fasilitasi Destinasi Wisata Alam Raja Ampat P emerintah telah mentargetkan sebanyak 25 lokasi untuk difasilitasi terkait peningkatan destinasi wisata budaya, wisata alam dan wisata buatan, dan salah satunya adalah obyek wisata Raja Ampat yang terletak di Provinsi Papua Barat. Fasilitasi yang dilakukan ternyata mampu memberikan dampak dan capaian yang positif, diantaranya adalah berupa peningkatan kunjungan kapal Yacht dan Cruise ke Raja Ampat. Salah satu langkah pengembangan untuk destinasi wisata bahari adalah dengan ditetapkannya Peraturan Presiden Nomor 105 Tahun 2015 tentang kunjungan kapal wisata (yacht) asing ke Indonesia. Perpres ini memberikan beberapa kemudahan, di antaranya adalah menghapus ketentuan mengenai CAIT (Clearance Approval for Indonesia Territory). Sebagai tindak lanjut dari Perpres Nomor 105 Tahun 2015 tersebut juga telah diundangkan Peraturan Menteri Perhubungan RI Nomor PM 171 Tahun 2015 tentang Tata Cara Pelayanan Kapal Wisata (Yacht) Asing di Perairan Indonesia. Kemudahan diberikan kepada kapal yacht dan cruise yang masuk dan keluar melalui 18 pelabuhan. Kemudahan tersebut memberikan dampak positif bagi pertumbuhan kunjungan kapal yacht dan juga kapal cruise. Pada tahun 2015 tercatat ada sebanyak 1.198 kedatangan kapal yacht dengan 3.594 wisman, sedangkan pada 2016 terjadi peningkatan menjadi 1.900 kedatangan kapal yacht dengan 4.500 wisman. Sementara untuk kapal cruise, pada tahun 2015 tercatat ada sebanyak 361 kedatangan kapal cruise dengan 108.300 wisman, dan pada 2016 terdapat 357 kedatangan kapal cruise dengan 107.100 wisman. Upaya peningkatan tata kelola destinasi pariwisata difokuskan pada dua faktor critical success, yaitu Management Destinasi yang meliputi finansial, operasional, marketing, SDM, dan inovasi; serta Pembenahan Destinasi yang dikonsentrasikan pada pembangunan infrastruktur dalam rangka dukungan pengembangan aksesibilitas, amenitas dan fasilitas pendukung pariwisata lainnya Dari 25 lokasi (cluster) yang ditargetkan, Pemerintah telah merealisasikan sebanyak 27 lokasi atau sebesar 108%, terdiri dari 25 cluster existing dan 2 cluster baru. Cluster existing terseut adalah Sabang, Toba, Nias, Muaro Jambi, Palembang, Kota Tua, Kepulauan Seribu, Pangandaran, Borobudur, Bromo Tengger Semeru, Pemuteran, Batur, Sanur, Rinjani, Komodo, Flores, Wakatobi, Toraja, Bunaken, Derawan, Sentarum, Belitung (Tanjung Kelayang), Tanjung Puting, Pulau Morotai, dan Raja Ampat. Sebanyak 13.388 wisatawan telah berkunjung ke Raja Ampat, terdiri dari 10.427 wisatawan mancanegara (wisman) dan 2.961 wisatawan Nusantara (wisnus). UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS DESTINASI PARIWISATA, PEMERINTAH MELAKUKAN UPAYA PENGEMBANGAN DESTINASI PARIWISATA MELALUI FASILITASI TERHADAP DESTINASI WISATA BUDAYA, WISATA ALAM DAN WISATA BUATAN.
  • 24. No. 003 tahun I Tgl. 15 Januari - 14 februari 2018 D ari data tersebut terlihat bahwa total investasi swasta yang ditujukan untuk mendukung kegiatan pariwisata adalah sebesar 3,83% dari total investasi sebesar Rp 3.829,98 triliun. Investasi pariwisata ini terdiri dari investasi oleh pihak swasta sebesar Rp 146,1 triliun atau sebesar 99,73%, sedangkan sisanya sebesar 0,27% dilakukan oleh pemerintah. Dalam hal ini pemerintah tidak melakukan investasi untuk pembangunan gedung atau bangunan yang berkaitan dengan kegiatan pariwisata langsung, seperti bangunan hotel, restoran dan sebagainya. Hal ini antara lain disebabkan karena minimnya dan terbatasnya anggaran pemerintah. Disamping itu, pemerintah juga ingin memberikan peluang seluas-luasnya kepada dunia usaha dan swasta untuk berkiprah dan melakukan investasi di sektor pariwisata. Kalangan swasta diharapkan semakin menyadarari dan memahami pentingnya investasi di bidang pariwisata untuk menangkap peluang semakin banyaknya wisatawan yang berkunjung ke Indonesia pada tahun-tahun mendatang. Investasi pariwisata yang dilakukan oleh pemerintah dan swasta terus mengalami kenaikan yang cukup signifikan dari tahun ke tahun. Investasi yang dilakukan oleh pemerintah, sebagian besar adalah untuk mesin, peralatan dan alat angkutan, masing-masing sebesar Rp 233,54 miliar (58,99%) dan Rp 91,62 miliar (23,14%). Sedikit berbeda dengan tahun tahun sebelumnya, dimana investasi swasta terbesar adalah untuk pembangunan infrastruktur, hotel dan akomodasi lainnya, maka sejak tahun 2015, pihak swasta lebih banyak melakukan investasi untuk pembangunan bangunan bukan tempat tinggal, yaitu senilai Rp 30,50 triliun atau 20,87% terhadap total investasi swasta. Menyusul berikutnya adalah investasi di bidang infrastruktur, yaitu sebesar Rp 26,33 triliun, bangunan hotel dan akomodasi lainnya sebesar Rp 25,30 triliun, serta bangunan olahraga, rekreasi, hiburan seni dan budaya sebesar Rp 16,38 triliun. Investasi ini mencakup penambahan hotel baru dan juga renovasi hotel dan akomodasi lainnya, seperti pembangunan gedung untuk kegiatan budaya dan pariwisata. Secara keseluruhan, investasi terbesar adalah untuk bangunan non tempat tinggal yang mencapai 20,82%, dan peran swasta sangat besar di sektor ini. Berikutnya adalah investasi untuk infrastruktur, bangunan hotel dan akomodasi lainnya yang masing-masing mencapai 17,98% dan 17,27% dari total investasi. Investasi di Sektor Pariwisata BESARNYA INVESTASI DI SEKTOR PARIWISATA BAIK SECARA LANGSUNG MAUPUN TIDAK LANGSUNG DAPAT DIUKUR DENGAN MENGGUNAKAN DATA PEMBENTUKAN MODAL TETAP BRUTO (PMTB) YANG DITURUNKAN DARI DATA PRODUK DOMESTIK BRUTO (PDB).