Proses weighting kain sutera melibatkan merendam kain dalam larutan yang mengandung zat pemberat untuk menambah berat kain. Tiga metode yang digunakan adalah tanin, logam mineral (SnCl2), dan polimer. Hasil uji coba menunjukkan metode tanin memberikan peningkatan berat lebih besar dibandingkan logam mineral."
Pengolahan Limbah Tekstil Oleh BMD Street Consulting, Training Wastewater Tre...Abu Yazid
PENGOLAHAN LIMBAH
Limbah dari industri tekstil : limbah cair dari proses
basah tekstil, debu dan kebisingan terutama dari prosesproses
pemintalan, penenunan, perajutan, serta limbah
padat berupa potongan serat, benang, kain, dan bekas
kemasan serta lumpur dari unit pengolahan limbah cair.Proses fisik : adsorbsi
Proses kimia : koagulasi, oksidasi kimia
Proses biologi : aerobik, anaerobik dan
gabungan aerobik dengan anaerobik
Teknologi AOP dengan kombinasi ozon dan
ultraviolet
1. Praktikum Teknologi Persiapan Penyempurnaan
PROSES WEIGHTING KAIN SUTERA
I. MAKSUD DAN TUJUAN
• Maksud
: Untuk Mengetahui proses dan mekanisme serta cara kerja penambahan
berat (weighting) bahan sutera ini.
•
Tujuan
: Mengembalikan berat sutera yang hilang akibat proses pemasakan
sehingga dihasilkan bahan sutera yang lembut, langsai baik dan
pegangan yang penuh.
II. TEORI DASAR
A.
Serat
SUTERA
Sutera adalah serat yang diperoleh dari jenis serangga yang disebut
Lepidoptera. Serat sutera berbentuk filament, dihasilkan oleh larva ulat sutera
waktu membentuk kepompong. Spesies utama dari ulat sutera yang dipelihara
untuk menghasilkan sutera adalah bombix mori.
Pemeliharaan ulat sutera dimulai di negeri China., kemudian menyebar ke
Jepang, Asia Tengah, Asia Timur dan Eropa. Pada saat ini, Negara utama
penghasil sutera adalah Jepang, China, Italia dan Perancis.
Proses Produksi
Proses produksi sutera dapat dibagi atas dua tahap yaitu :
1.
Pembibitan
2.
Penggulungan sutera
• Struktur Serat
Serat sutera mentah mempunyai komposisi sebagai berikut :
Proses weightimg Kain Sutera
1
2. Praktikum Teknologi Persiapan Penyempurnaan
Fibrovin (serat)
: 76%
Serisin (perekat)
: 22%
Lilin
: 1,5%
Garam-garam mineral : 0,5%
Fibrovin adalah protein yang tidak mengandung belerang, tidak larut
didalam alkali lemah dan sabun.
Serisin adalah protein yang tidak mengandung belerang, dan
merupakan protein Albumin yang tidak larut dalam air dingin, tetapi
menjadi lunak didalam air panas, dan larut dalam alkali lemak atau sabun.
Serisin menyebabkan serat sutera mentah, pegangannya kaku dan kasar, dan
merupakan pelindung serat selama pengerjaan mekanik. Supaya kain sutera
menjadi lembut, berkilau dan dapat dicelup, serisin harus dihilangkan,
biasanya dengan pemasakan didalam larutan sabun. Dalam pemasakan ini,
lilin dan garam-garam mineral juga ikut hilang.
• Sifat Fisika
Kekuatan serat sutera dalam keadaan kering 4-4,5 g/d dengan mulur
20-25%, dan dalam keadaan basah 3,5-4,0 g/d dengan mulur 25-30%. Serat
sutera dapat kembali ke panjang semula setelah mulur 4%, tetapi kalau
mulurnya lebih dari 4%, pemulihannya lambat dan tidak kembali ke panjang
semula.
Sifat khusus dari sutera adalah bunyi germerisik (scroop) yang
timbul, apabila serat saling bergeseran. Sifat ini bukan pembawa sutera,
tetapi merupakan hasil pengerjaan dengan larutan asam encer, yang
mekanismenya belum diketahui.
Untuk mengimbangi hilangnya berat dari serisin, maka sutera diberati
dengan cara merendamnya didalam larutan garam-garam timah dalam asam.
Pemberatan
ini
juga
mengembalikan
sifat
peregangan
dan
sifat
menggantung dari sutera, tetapi akan mengurangi kekuatannya dan akan
mempercepat kerusakan karena sinar matahari.
Proses weightimg Kain Sutera
2
3. Praktikum Teknologi Persiapan Penyempurnaan
• Sifat Kimia
Sutera tidak dirusak oleh larutan asam encer hangat, tetapi larut dan akan
dirusak oleh asam kuat. Disbanding dengan wol, sutera kurang tahan asam tetapi
lebih tahan alkali meskipun dalam konsentrasi rendah. Pada suhu tinggi akan terjadi
kemunduran pada kekuatannya. Sutera tahan terhadap semua pelarut organic, tetapi
larut didalam kuproamonium hidroksida dan kuprietilena diamida.
Sutera kurang tahan terhadap zat-zat oksidator umpama kaporit dan simar matahari,
tetapi lebih tahan terhadap serangan secara biologi dibandingkan dengan serat-serat
alam yang lain.
B. Mekanisme
Proses penambahan berat ini dilakukan dengan merendam bahan sutera
dengan suatu larutan yang mengandung zat yang dapat menempel dengan baik pada
sera suera baik secara fisik ataupn kimia.
Zat yang mampu bereaksi secara kimia dengan terbentuknya ikatan dengan
serat akan memiliki efek penambahan berat yang permanen , seperti pada metoda
yang menggunkan polimer. Sementara metoda tanin dan logam mineral hailnya
kurang tahan lama terutama bila bahan telah mengalami pencucian berulang.
Disamping itu pemakaian metoda logam mineral dengan zat beracun Sn Cl2
berbahaya bagi kesehatan manusia serta mencemari lingkungan.Faktor yang
berpengaruh dalam proses ini antara lain konsentrasi zat, suhu dan lamanya proses,
air proses yag mengandung kesadahan tinggi dapat menyebabkan pengendapan pda
bahan yang akan menurunkan kilau, serat pengangan bahan jadi kasar.
Saat ini ada tiga metoda yang bisa digunakan dalm proses penambahan
berat sutera yaitu :
• Metoda tanin
• Metoda logam mineral
• Metoda polimer/resin
Proses weightimg Kain Sutera
3
4. Praktikum Teknologi Persiapan Penyempurnaan
Adapun karakteristik tiap metoda dapat dilihat pada tabel berikut :
Karakter
Metoda Tanin
Metoda SnCl2
Metode Polimer
Proses & Waktu
1 tahap/singkat
3 tahap/lama
1 tahap/singkat
Biaya
Murah
mahal
mahal
Efek Pemberatan
Tidak tahan lama
Cukup tahan lama
Permanen
Kesehatan
Aman
Beracun
aman
Pencemaran
rendah
Tinggi
sedang
C.
ZAT PEMBANTU
•
Tanin, SnCl2, Metha Acril Amide
•
Dinatrium hidrogen posfat, Na silikat, Amonium Persulfat
•
Asam Pormiat
•
Zat Pembasah nonoionik
:
:
Zat pemberat.
: katalis
Pengatur Ph reaksi resin dengan serat sutera
:
Menurunkan
egangan
permukaan
bahan,memudahkan bahan terbasahi
III.
Alat dan Bahan
NO
ALAT DAN BAHAN
JUMLAH
1.
Beaker gelas/keramik 500 ml
1 buah
2.
Kasa + Kaki tiga + bunsen
1set
3.
Pengaduk kaca
2 buah
4.
Timbangan digital
1 buah
5.
Kain Sutera
30x30cm
6.
Zat yang dibutuhkan sesuai resep
IV. Resep
•
Metoda Tanin
•
Tanin
: 100 % owf
•
Suhu
: 80oC
•
Waktu
: 60 menit
•
LR
: 1 : 30
Proses weightimg Kain Sutera
4
5. Praktikum Teknologi Persiapan Penyempurnaan
•
Metoda SnCl2
Tahap I
• SnCl2
: 48 - 58o TW
• Suhu
: 30oC
• Waktu
: 1 jam
Tahap II
•
Dinatrium hydrogen fofat
: 7 - 13 o TW
•
Suhu
: 60oC
•
Waktu
: 1 jam
Tahap III
•
: 3- 10 o TW
•
Suhu
: 70oC
•
•
Natrium Silikat
Waktu
: 1 jam
Metoda Polimer
• Polimer MAA
: 50 % owf
• Amonium Persulfat
: 3,5 % dari MAA
• Asam Formiat
: 2 ml/L
• Zat pembasah nonionik
: 0,2 g/L
• Suhu
: 80oC
• Waktu
: 1 jam
• LR
: 1:30
Pencucian Sabun
• Sabun
:
2 g/L
• Suhu
:
80 oC
• Waktu
:
1 jam
V. Fungsi Zat
•
Tanin, SnCl2, Metha Acril Amide
•
Dinatrium hidrogen posfat, Na silikat, Amonium Persulfat
Proses weightimg Kain Sutera
:
Zat pemberat.
: katalis
5
6. Praktikum Teknologi Persiapan Penyempurnaan
•
Asam Pormiat :
•
Zat Pembasah nonoionik
Pengatur Ph reaksi resin dengan serat sutera
:
Menurunkan
egangan
permukaan
bahan,memudahkan bahan terbasahi
VI. Skema Proses
Metoda Tanin
- bahan + tanin
o
80 C
300C
0
10
aktu (menit)
90
30
0
C
Metoda SnCl2
Na2SiO3Xh2o
- bahan + SnCl2
Na2HPO2
300C
Tahap 1
0
Tahap 2
60
80
Tahap 3
140 145
205
Waktu (menit)
Metoda Resin MAA
- ( bahan ,MAA, Katalis, WA)
Sabun
80o C
Pencucian Sabun
300C
Waktu (menit)
0
10
20
Proses weightimg Kain Sutera
60
160
6
7. Praktikum Teknologi Persiapan Penyempurnaan
VII. Diagram Alir Percobaan
Timbang bahan (Kain Sutera yang akan
diproses Degumming)
Proses Weighting
Pencucian
Pengeringan
Evaluasi
VIII. Perhitungan Kebutuhan Zat
Metoda SnCl2
Metoda Tanin
Tahap 1
Tahap 2
Vlot/Lr
Tanin(
%)
Suhu
(0C)
Waktu
(menit)
A
200
80
100
80
Suhu
(0C)
Waktu
(menit)
Na2SiO3
(g/L )
Suhu
(0C)
E
-
50
-
30
60
50
70
45
1,31
100
30
60
50
70
45
1,27
100
C
D
1,29
Waktu
(menit)
40
-
1,59
1 : 50
30
B
SnCl2
(g/L )
Berat
Awal
(g)
1 : 50
Kain
30
60
100
70
45
1,29
Proses weightimg Kain Sutera
7
8. Praktikum Teknologi Persiapan Penyempurnaan
IX. Data Percobaan dan Hasil Evaluasi
•
Sampel
Kain A
Kain B
Kain C
Kain D
•
Kain E
Persentase Penambahan Berat
BERAT BAHAN
KAIN
PERSENTASE
PENAMBAHAN
BERAT
Awal
Akhir
A
1,59
2,03
27,67
B
1,29
1,49
15,5
C
1,31
1,32
0,007
D
1,27
1,28
0,007
E
1,29
1,30
0,007
Proses weightimg Kain Sutera
8
9. Praktikum Teknologi Persiapan Penyempurnaan
Berat Akhir – Berat Awal
Persentase Penambahan Berat =
Kain A
%
=
=
=
= 27,67 %
1,49
x 100
= 15,5 %
1,31
x100
= 0,007 %
x100
= 0,007 %
x100
= 0,007 %
1,28 - 1,27
=
Kain E
%
x 100
1,32 - 1,31
Kain D
%
1,59
1,49 - 1,29
Kain C
%
x 100 %
2,03 - 1,59
Kain B
%
Berat Awal
1,27
1.30 - 1,29
=
1,29
Proses weightimg Kain Sutera
9
10. Praktikum Teknologi Persiapan Penyempurnaan
GRAFIK
Grafik Perbandingan Persentase Penambahan
berat Kain Setelah Proses
Penambahan Berat ( %)
30
27.67
25
20
15.5
15
10
5
0.007
0.007
0
A
B
C
D
0.007
E
Kain
X. Diskusi
Pada praktikum proses weighting pada kain sutera ini ada beberapa cara
yaitu dengan menggunakan tanin, Logam mineral(SnCl 2) dan Polimer. Akan tetapi pada
praktikum yang akan dilakukan tidak menggunakan metoda polimer melainkan tanin dan
logam mineral padahal kalau dilihat dari karakteristik metoda prosesnya, metoda polimer
yang paling efektif digunakan untuk hasil kain yang baik dibandingkan metode lainnya
karena prosesnya singkat, efek pemberatnya permanent,aman untuk kasehatan dan
limbah yang ditimbulkan hanya bersifat sedang walaupun zatnya sedikit mahal.
Dari hasil evaluasi penambahan berat yang diperoleh dari dua proses yaitu
kain A (27,67g), B (15,5g), C (0,007g), D (0,007g), E (0,007g) dapat didiskusikan
bahwa kain A dan B yang menggunakan metode tanin hasil efek pemberatnya jauh lebih
besar daripada kain yang menggunakan metode SnCl2 karena mungkin pada metode
tanin, zat pemberatnya lebih banyak menempel pada kain dari pada menggunakan
metode SnCl2, hal tersebut mungkin disebabkan pada metode tanin tahap yang
digunakan sedikit dan zat pembantunya tidak ada sehingga memungkinkan zat pemberat
bisa bekerja lebih maksimal dibandingkan dengan kain yang menggunakan metode
Proses weightimg Kain Sutera
10
11. Praktikum Teknologi Persiapan Penyempurnaan
SnCl2,selain itu pada metode SnCl2 tahap yang digunakan pada saat praktikum hanya dua
tahap yang seharusnya dilakukan tiga tahap,mungkin hal ini yang mempengaruhi efek
pemberat pada kain tidak maksimal.
Pada praktikum juga banyak masalah yang timbul,seperti larutan habis
ditengah-tengah praktikum akan tetapi belum mencapai waktu yang ditentukan. Oleh
karena itu praktek yang dilakukan tidak efisien dan tidak sesuai dengan apa yang
diharapkan.
Kain yang menggunakan metode tanin berwarna agak coklat, oleh karena
itu kain harus dibleaching pada proses selanjutnya untuk mendapatkan kain dengan putih
dan kilau yang tinggi.
XI. Kesimpulan
Dari praktikum proses degumming kain sutera ini dapat disimpulkan bahwa :
•
Proses yang menggunakan metode tanin,persentase penambahan berat kainnya
jauh lebih besar dari pada proses yang menggunakan metode SnCl2.
•
Pada metode weighting ini ada tiga metode yang digunakan dan masing-masing
ada keuggulan dan kekurangannya.
.
Proses weightimg Kain Sutera
11
12. Praktikum Teknologi Persiapan Penyempurnaan
XII. Daftar Pustaka
• Ichwan, Muhammad, dkk. 2008. Pedoman Praktikum Teknologi Persiapan
Penyempurnaan. Bandung : Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil
• Jumaeri, 1977. Pengetahuan Barang Tekstil. Bandung : Institut Teknologi Tekstil
• Soeparman, 1977. Teknologi Penyempurnaan Tekstil. Bandung : Institut Teknologi
Tekstil
• Soeprijono, 1973. Serat-Serat Tekstil. Bandung : Institut Teknologi Tekstil
Majalah Dinamika Kerajinan & Batik.1995. Balai Besar Pengembangan Industri
Kerajinan & Batik. Yogyakarta.
Proses weightimg Kain Sutera
12