PENGEMBANGAN PENGAWASAN PEMILU PARTISIPATIF “GOES TO CHAMPUS” PADA PEMILIHAN DPR, DPD, DPRD & PEMILIHAN UMUM PRESIDEN & WAKIL PRESIDEN TAHUN 2019 OLEH PANWASLU KOTA BIMA
PENGEMBANGAN PENGAWASAN PEMILU PARTISIPATIF “GOES TO CHAMPUS” PADA PEMILIHAN DPR, DPD, DPRD & PEMILIHAN UMUM PRESIDEN & WAKIL PRESIDEN TAHUN 2019 OLEH PANWASLU KOTA BIMA
I. Latar belakang
Luka bakar merupakan cedera yang cukup sering dihadapi oleh dokter dan perawat. Jenis yang berat memperlihatkan morbiditas dan derajad cacat yang relatif tinggi dibanding dengan cedera oleh sebab lain. Biaya yang dibutuhkan dalam penangananpun tinggi. Penyebab luka bakar selain terbakar api langsung atau tak langsung, juga pajanan suhu tinggi dari matahari, listrik, maupun bahan kimia.(Elizabeth,2009)
Statistik menunjukkan bahwa 60% luka bakar terjadi karena kecelakaan rumah tangga, 20% karena kecelakaan kerja, dan 20% sisanya karena sebab-sebab lain, misalnya bus terbakar, ledakan bom, dan gunung meletus. (Moenajad, 2001)
Penanganan dan perawatan luka bakar (khususnya luka bakar berat) memerlukan perawatan yang kompleks dan masih merupakan tantangan tersendiri karena angka morbiditas dan mortalitas yang cukup tinggi.1 Di Amerika dilaporkan sekitar 2 – 3 juta penderita setiap tahunnya dengan jumlah kematian sekitar 5 – 6 ribu kematian per tahun. Di Indonesia sampai saat ini belum ada laporan tertulis mengenai jumlah penderita luka bakar dan jumlah angka kematian yang diakibatkannya. Di unit luka bakar RSCM Jakarta, pada tahun 2008 dilaporkan sebanyak 107 kasus luka bakar yang dirawat dengan angka kematian 37,38%. Dari unit luka bakar RSU Dr. Soetomo Surabaya pada tahun 2008 didapatkan data bahwa kematian umumnya terjadi pada luka bakar dengan luas lebih dari 50% atau pada luka bakar yang disertai cedera pada saluran napas dan 50% terjadi pada 7 hari pertama perawatan. (Irna Bedah RSUD Dr. Soetomo, 2001)
Beberapa karakteristik luka bakar yang terjadi membutuhkan tindakan khusus yang berbeda. Karakteristik ini meliputi luasnya, penyebab(etiologi) dan anatomi luka bakar. Luka bakar yang melibatkan permukaan tubuh yang besar atau yang meluas ke jaringan yang lebih dalam, memerlukan tindakan yang lebih intensif daripada luka bakar yang lebih kecil dan superficial. Luka bakar yang disebabkan oleh cairan yang panas (scald burn) mempunyai perbedaan prognosis dan komplikasi dari pada luka bakar yang sama yang disebabkan oleh api atau paparan radiasi ionisasi. Luka bakar karena bahan kimia memerlukan pengobatan yang berbeda dibandingkan karena sengatan listrik (elektrik) atau persikan api. Luka bakar yang mengenai genetalia menyebabkan resiko nifeksi yang lebih besar daripada di tempat lain dengan ukuran yang sama. Luka bakar pada kaki atau tangan dapat mempengaruhi kemampuan fungsi kerja klien dan memerlukan tehnik pengobatan yang berbeda dari lokasi pada tubuh yang lain. Pengetahuan umum perawat tentang anatomi fisiologi kulit, patofisiologi luka bakar sangat diperlukan untuk mengenal perbedaan dan derajat luka bakar tertentu dan berguna untuk mengantisipasi harapan hidup serta terjadinya komplikasi multi organ yang menyertai. (Irna Bedah RSUD Dr. Soetomo, 2001)
Prognosis klien yang mengalami suatu luka bakar berhubungan langsung dengan lokasi dan ukuran luka bakar. Faktor lain seperti umur, status kesehatan sebelumnya da
I. Latar belakang
Luka bakar merupakan cedera yang cukup sering dihadapi oleh dokter dan perawat. Jenis yang berat memperlihatkan morbiditas dan derajad cacat yang relatif tinggi dibanding dengan cedera oleh sebab lain. Biaya yang dibutuhkan dalam penangananpun tinggi. Penyebab luka bakar selain terbakar api langsung atau tak langsung, juga pajanan suhu tinggi dari matahari, listrik, maupun bahan kimia.(Elizabeth,2009)
Statistik menunjukkan bahwa 60% luka bakar terjadi karena kecelakaan rumah tangga, 20% karena kecelakaan kerja, dan 20% sisanya karena sebab-sebab lain, misalnya bus terbakar, ledakan bom, dan gunung meletus. (Moenajad, 2001)
Penanganan dan perawatan luka bakar (khususnya luka bakar berat) memerlukan perawatan yang kompleks dan masih merupakan tantangan tersendiri karena angka morbiditas dan mortalitas yang cukup tinggi.1 Di Amerika dilaporkan sekitar 2 – 3 juta penderita setiap tahunnya dengan jumlah kematian sekitar 5 – 6 ribu kematian per tahun. Di Indonesia sampai saat ini belum ada laporan tertulis mengenai jumlah penderita luka bakar dan jumlah angka kematian yang diakibatkannya. Di unit luka bakar RSCM Jakarta, pada tahun 2008 dilaporkan sebanyak 107 kasus luka bakar yang dirawat dengan angka kematian 37,38%. Dari unit luka bakar RSU Dr. Soetomo Surabaya pada tahun 2008 didapatkan data bahwa kematian umumnya terjadi pada luka bakar dengan luas lebih dari 50% atau pada luka bakar yang disertai cedera pada saluran napas dan 50% terjadi pada 7 hari pertama perawatan. (Irna Bedah RSUD Dr. Soetomo, 2001)
Beberapa karakteristik luka bakar yang terjadi membutuhkan tindakan khusus yang berbeda. Karakteristik ini meliputi luasnya, penyebab(etiologi) dan anatomi luka bakar. Luka bakar yang melibatkan permukaan tubuh yang besar atau yang meluas ke jaringan yang lebih dalam, memerlukan tindakan yang lebih intensif daripada luka bakar yang lebih kecil dan superficial. Luka bakar yang disebabkan oleh cairan yang panas (scald burn) mempunyai perbedaan prognosis dan komplikasi dari pada luka bakar yang sama yang disebabkan oleh api atau paparan radiasi ionisasi. Luka bakar karena bahan kimia memerlukan pengobatan yang berbeda dibandingkan karena sengatan listrik (elektrik) atau persikan api. Luka bakar yang mengenai genetalia menyebabkan resiko nifeksi yang lebih besar daripada di tempat lain dengan ukuran yang sama. Luka bakar pada kaki atau tangan dapat mempengaruhi kemampuan fungsi kerja klien dan memerlukan tehnik pengobatan yang berbeda dari lokasi pada tubuh yang lain. Pengetahuan umum perawat tentang anatomi fisiologi kulit, patofisiologi luka bakar sangat diperlukan untuk mengenal perbedaan dan derajat luka bakar tertentu dan berguna untuk mengantisipasi harapan hidup serta terjadinya komplikasi multi organ yang menyertai. (Irna Bedah RSUD Dr. Soetomo, 2001)
Prognosis klien yang mengalami suatu luka bakar berhubungan langsung dengan lokasi dan ukuran luka bakar. Faktor lain seperti umur, status kesehatan sebelumnya da
Governance is about strengthening service delivery performance and responsiveness. In turn, better service delivery will make governance tangible and desirable, for government and the citizen. To increase service delivery, public sector need to implement innovation.
Budget reform in Indonesia since 2003 has fundamentally changed the government's budget structure. From line items to performance-based budgets. The presentation also changed from T-account to I-account.
In the context of the Economic System, Indonesia has a specialty, as mandated by the 1945 Constitution. The founders of Indonesia expressly stated that the Indonesian economic system is a system based on the People's Economy. This means, the Indonesian Economic System is different from the economic system implemented in other countries.
The Indonesian Economic System mandates that the economic pace must be carried out by the Three Pillars, namely; (1) State, through State Owned Enterprises, (2) Private, through Companies, and (3) People, through Cooperatives. In fact, the pillars of the Indonesian economy proclaimed by the Founders of the Nation have been adopted in the Global Governance Paradigm. This means that we must be grateful to have National Founders who are very visionary.
Along the way, it has been proven that the various economic crises that hit the world had very minimal negative impacts on the Indonesian economy. Why is that, because Indonesia has resilience from the Three Pillars of economic actors.
What is surprising is that in times of crisis, the Pillars that are resilient and still exist are Cooperatives and Micro, Small and Medium Enterprises (MSMEs).
Disampaikan pada PKN Tingkat II Angkatan IV-2024 BPSDM Provinsi Jawa Tengah dengan Tema “Transformasi Tata Kelola Pelayanan Publik untuk Mewujudkan Perekonomian Tangguh, Berdayasaing, dan Berkelanjutan”
Dr. Tri Widodo Wahyu Utomo, S.H., MA
Deputi Kajian Kebijakan dan Inovasi Administrasi Negara LAN RI
Survei Kesehatan Indonesia (SKI) Tahun 2023Muh Saleh
Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 merupakan survei yang mengintegrasikan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) dan Survei Status Gizi Balita Indonesia (SSGI). SKI 2023 dikerjakan untuk menilai capaian hasil pembangunan kesehatan yang dilakukan pada kurun waktu lima tahun terakhir di Indonesia, dan juga untuk mengukur tren status gizi balita setiap tahun (2019-2024). Data yang dihasilkan dapat merepresentasikan status kesehatan tingkat Nasional sampai dengan tingkat Kabupaten/Kota.
Ketersediaan data dan informasi terkait capaian hasil pembangunan kesehatan penting bagi Kementerian Kesehatan, Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota sebagai bahan penyusunan kebijakan, program dan kegiatan pembangunan yang lebih terarah dan tepat sasaran berbasis bukti termasuk pengembangan Rencana Pembangunan Kesehatan Jangka Menengah Nasional (RPJMN 2024-2029) oleh Kementerian PPN/Bappenas. Dalam upaya penyediaan data yang valid dan akurat tersebut, Badan Kebijakan Pembangunan Kesehatan (BKPK) bekerjasama dengan Badan Pusat Statistik (BPS) dalam penyusunan metode dan kerangka sampel SKI 2023, serta bersama dengan Lintas Program di Kementerian Kesehatan, World Health Organization (WHO) dan World Bank dalam pengembangan instrumen, pedoman hingga pelaporan survei.
PETUNJUK TEKNIS INTEGRASI PELAYANAN KESEHATAN PRIMER
Kementerian Kesehatan menggulirkan transformasi sistem kesehatan.
Terdapat 6 pilar transformasi sistem kesehatan sebagai penopang kesehatan
Indonesia yaitu: 1) Transformasi pelayanan kesehatan primer; 2) Transformasi
pelayanan kesehatan rujukan; 3) Transformasi sistem ketahanan kesehatan;
4) Transformasi sistem pembiayaan kesehatan; 5) Transformasi SDM
kesehatan; dan 6) Transformasi teknologi kesehatan.
Transformasi pelayanan kesehatan primer dilaksanakan melalui edukasi
penduduk, pencegahan primer, pencegahan sekunder dan peningkatan
kapasitas serta kapabilitas pelayanan kesehatan primer. Pilar prioritas
pertama ini bertujuan menata kembali pelayanan kesehatan primer yang ada,
sehingga mampu melayani seluruh penduduk Indonesia dengan pelayanan
kesehatan yang lengkap dan berkualitas.
Penataan struktur layanan kesehatan primer tersebut membutuhkan
pendekatan baru yang berorientasi pada kebutuhan layanan di setiap
siklus kehidupan yang diberikan secara komprehensif dan terintegrasi
antar tingkatan fasilitas pelayanan kesehatan. Pendekatan baru ini disebut
sebagai Integrasi Pelayanan Kesehatan Primer, melibatkan Puskesmas, unit
pelayanan kesehatan di desa/kelurahan yang disebut juga sebagai Puskesmas
Pembantu dan Posyandu. Selanjutnya juga akan melibatkan seluruh fasilitas
pelayanan kesehatan primer.
Disampaikan dalam Drum-up Laboratorium Inovasi Kabupaten Sorong, 27 Mei 2024
Dr. Tri Widodo W. Utomo, S.H., MA.
Deputi Kajian Kebijakan dan Inovasi Administrasi Negara LAN-RI
3. PERUBAHAN PARADIGMA
SENTRALISTIS
PEMBANGUNAN
FISIK
PEMECAHAN MASALAH
SERBA PEMERINTAH
PENGERAHAN
MASYARAKAT
DEMOKRASI SEMU
DESENTRALISTIS
FOKUS PADA
PELAYANAN
BERWAWASAN MASA
DEPAN
PARTISIPASI
PEMBERDAYAAN
MASYARAKAT
DEMOKRASI
4. DUA AZAS YANG KONTINUM
AZAS DESENTRALISASI DAN AZAS SENTRALISASI
TIDAK BERSIFAT DIKOTOMIS TETAPI KONTINUM
TIDAK MUNGKIN DESENTRALISASI TANPA
SENTRALISASI
DESENTRALISASI TANPA SENTRALISASI AKAN
TERJADI DISINTEGRASI
5. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN
URUSAN PEMERINTAHAN
PUSAT DAERAH
PILIHAN
SESUAI KONDISI,
KEKHASAN,
POTENSI UNGULAN
WAJIB
-PROPINSI 16
-KAB/KOTA 16
SESUAI SPM
- POLITIK L.N
- PERTAHANAN
- KEAMANAN
- MONETER DAN FISKAL
- YUSTISI
- AGAMA
6. PENGATURAN KEWENANGAN
(URUSAN PEMERINTAHAN)
URUSAN PEMERINTAHAN
ABSOLUT PUSAT
1. PERTAHANAN;
2. KEAMANAN;
3. YUSTISI;
4. POLITIK LUAR NEGERI;
5. MONETER; DAN
6. AGAMA.
CONCURRENT
(BERSAMA)
KRITERIA PEMBAGIAN URUSAN
1. EXTERNALITAS (DAMPAK)
2. AKUNTABILITAS (KEDEKATAN)
3. EFISIENSI (UNTUNG-RUGI)
URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH URUSAN PEMERINTAH PUSAT
URUSAN WAJIB
(PELAYANAN DASAR)
URUSAN PILIHAN
(POTENSI UNGGULAN)
MENGACU PADA
STANDAR PELAYANAN
MINIMUM
7. KRITERIA URUSAN PEMERINTAHAN
1. EXTERNALITAS
SIAPA KENA DAMPAK (MANFAAT DAN BIAYA)
2. AKUNTABILITAS
YANG BERWENANG MENGURUS ADALAH
TINGKATAN PEMERINTAHAN YANG PALING
DEKAT DENGAN DAMPAK TERSEBUT
3. EFISIENSI
MEMPERHATIKAN SKALA EKONOMI DAN
CAKUPAN PELAYANAN
8. 1. PUSAT: BERWENANG MEMBUAT NORMA-NORMA, STANDAR,
PROSEDUR, MONEV, SUPERVISI, FASILITASI DAN URUSAN-
URUSAN PEMERINTAHAN DENGAN EKSTERNALITAS
NASIONAL.
1. PROVINSI: BERWENANG MENGATUR DAN MENGURUS
URUSAN-URUSAN PEMERINTAHAN DENGAN
EKSTERNALITAS REGIONAL (LINTAS KAB/KOTA)
1. KAB/KOTA: BERWENANG MENGATUR DAN MENGURUS
URUSAN-URUSAN PEMERINTAHAN DENGAN
EKSTERNALITAS LOKAL (DALAM SATU KAB/KOTA)
URUSAN PEMERINTAHAN SETIAP TINGKATAN
9. CONTOH HUBUNGAN ANTAR TINGKATAN
HUBUNGAN
INTERELASI DAN
INTERDEPENDENSI
CONTOH 1:
URUSAN PENDIDIKAN DASAR & SLTP
KAB/KOTA
URUSAN PENDIDIKAN MENENGAH OLEH
PROVINSI
URUSAN PT OLEH PEMERINTAH PUSAT
CONTOH 2:
JALAN KAB/KOTA OLEH PEMKAB/KOTA
JALAN PROV OLEH PEMPROV
JALAN NEGARA OLEH PEM. PUSAT
HUBUNGAN
INTERELASI DAN
INTERDEPENDENSI
10. URUSAN WAJIB
SKALA PROPINSI
1. PERENCANAAN DAN PENGEN-
DALIAN PEMBANGUNAN
2. PERENC, PEMANFAATAN,
PENGAWASAN TATA RUANG
3. PENYEL TIBUM DAN
KETENTRAMAN MASY
4. PENYED SARANA DAN PRASARANA
UMUM
5. PENANGANAN BID KESEHATAN
6. PENYEL PENDIDIKAN DAN
ALOKASI SDM POTENSIAL
7. PENANGANAN MASALAH SOSIAL
LINTAS KAB/KOT
8. PELAYANAN BIDANG TENAGA
KERJA LINTAS KAB/KOTA
9. FASILITASI PENGEMBANGAN KOP,
UKM, TERMASUK LINTAS
KAB/KOTA
SKALA KABUPATEN / KOTA
1. PERENC DAN PENGENDALIAN
PEMBANGUNAN
2. PERENC, PEMANFAATAN,
PENGAWASAN TATA RUANG
3. PENYEL TIBUM DAN
KETENTRAMAN MASYARAKAT
4. PENYEDIAAN SARANA DAN
PRASARANA UMUM
5. PENANGANAN BIDANG
KESEHATAN
6. PENYELENGGARAAN
PENDIDIKAN
7. PENANGGULANGAN MASALAH
SOSIAL
8. PELAYANAN BIDANG TENAGA
KERJA
9. FASILITASI PENGEMBANGAN
KOP, UKM
PROPINSI KABUPATEN /
KOTA
11. URUSAN WAJIB
10. PENGENDALIAN LINGKUNGAN
HIDUP
11. PELAYANAN PERTANAHAN,
TERMASUK LINTAS KAB/KOT
12. YAN KEPENDUDUKAN DAN
CATATAN SIPIL
13. YAN ADMINISTRASI UMUM
PEMERINTAHAN
14. YAN ADM PENANAMAN MODAL,
TERMASUK LINTAS KAB/KOTA
15. PENYEL PELAYANAN DASAR LAIN
YANG BELUM DAPAT DILAKS OLEH
KAB/KOTA
16. URUSAN WAJIB LAIN AMANAT
PERATURAN PERUNDANGAN
10. PENGENDALIAN LINGKUNGAN
HIDUP
11. PELAYANAN PERTANAHAN
12. PELAYANAN KEPENDUDUKAN
DAN CATATAN SIPIL
13. PELAYANAN ADMINISTRASI
UMUM PEMERINTAHAN
14. PELAYANAN ADMINISTRASI
PENANAMAN MODAL
15. PENYELENGGARAAN
PELAYANAN DASAR LAIN
16. URUSAN WAJIB LAIN AMANAT
PERATURAN PERUNDANGAN
PROPINSI KABUPATEN / KOTA
12. UPAYA PELAYANAN KESEHATAN
1. PELAYANAN KESEHATAN TINGKAT PERTAMA BAGI
MASYARAKAT HARUS TERSEDIA MINIMAL DISETIAP
KELURAHAN ATAU DESA
2. AMBULATORY TRANSPORT (MOBIL, PERAHU, KAPAL KECIL)
HARUS TERSEDIA PADA SETIAP KELURAHAN ATAU DESA
3. PELAYANAN KESEHATAN TINGKAT KEDUA (RUMAH SAKIT
TIPE C ATAU D) HARUS TERSEDIA PADA SETIAP
KECAMATAN
4. DOKTER SPESIALIS TERTENTU HARUS TERSEDIA PADA
TINGKAT KECAMATAN
5. SETIAP 2 ATAU 3 KECAMATAN HARUS DILENGKAPI DENGAN
PELAYANAN KESEHATAN TERSIER (RUMAH SAKIT TIPE A
ATAU B), YANG DILENGKAPI DENGAN DOKTER SPESIALIS
6. RUMAH SAKIT PENYAKIT TERTENTU (JIWA, KUSTA,
JANTUNG, SYARAF), DISEDIAKAN BERSAMA OLEH
BEBERAPA DAERAH, ATAU BERSIFAT REGIONAL