This document discusses two-way slab systems. It begins by defining one-way and two-way slabs based on ratios of span lengths. It then discusses several analysis methods for two-way slabs including classical, yield line theory, and frame analog methods. Reinforcement requirements are outlined including minimum area, spacing, and development lengths. Design requirements such as minimum thickness based on span ratios are also summarized. Allowable deflections are provided from construction codes.
Makalah ini membahas metode pelaksanaan konstruksi jembatan, terbagi menjadi dua bagian utama yaitu metode jembatan beton dan jembatan rangka. Pada jembatan beton dijelaskan metode MSS, ILM, balanced cantilever dengan formtraveller, cable stayed, dan precast segmental. Sedangkan pada jembatan rangka dijelaskan metode full temporary support, semi temporary support, full cantilever, dan semi cantilever.
Dokumen tersebut membahas analisis daya dukung pondasi menurut teori Terzaghi. Terzaghi melakukan analisis dengan beberapa asumsi, di antaranya pondasi berbentuk memanjang tak berhingga, tanah homogen, dan keruntuhan terjadi secara geser umum. Ia mengembangkan persamaan daya dukung yang terdiri dari komponen kohesi, beban terbagi, dan berat tanah. Analisis Terzaghi ini digunakan untuk menghitung daya dukung ult
This document provides standard sectional dimensions, properties, and characteristics of wide flange (WF) steel profiles based on the Load Resistant Factor Design (LRFD) method according to Indonesian National Standard SNI 03-1729-2002. It includes the profile type, dimensions, sectional area, unit weight, elastic modulus, plastic modulus, geometrical moments of inertia, radii of gyration, and section criteria. Yield strengths of common WF steel grades are also provided.
1. Dokumen tersebut membahas perancangan balok beton bertulang untuk menopang beban hidup dan mati pada bentangan 7 meter.
2. Pembahasan meliputi penentuan momen lentur maksimum, luas penampang tulangan, dan ukuran balok yang memenuhi syarat tegangan.
3. Diberikan contoh soal perhitungan balok dan sketsa rencana balok untuk bentangan 7,5 meter dengan beban dan mutu material tertentu.
1. Terdapat tiga jenis keruntuhan pondasi yaitu geser umum, geser lokal, dan penetrasi. 2. Teori Terzaghi menjelaskan rumus perhitungan daya dukung tanah dan pondasi. 3. Beberapa faktor mempengaruhi daya dukung tanah seperti beban, kedalaman air tanah, dan lebar pondasi.
Makalah ini membahas metode pelaksanaan konstruksi jembatan, terbagi menjadi dua bagian utama yaitu metode jembatan beton dan jembatan rangka. Pada jembatan beton dijelaskan metode MSS, ILM, balanced cantilever dengan formtraveller, cable stayed, dan precast segmental. Sedangkan pada jembatan rangka dijelaskan metode full temporary support, semi temporary support, full cantilever, dan semi cantilever.
Dokumen tersebut membahas analisis daya dukung pondasi menurut teori Terzaghi. Terzaghi melakukan analisis dengan beberapa asumsi, di antaranya pondasi berbentuk memanjang tak berhingga, tanah homogen, dan keruntuhan terjadi secara geser umum. Ia mengembangkan persamaan daya dukung yang terdiri dari komponen kohesi, beban terbagi, dan berat tanah. Analisis Terzaghi ini digunakan untuk menghitung daya dukung ult
This document provides standard sectional dimensions, properties, and characteristics of wide flange (WF) steel profiles based on the Load Resistant Factor Design (LRFD) method according to Indonesian National Standard SNI 03-1729-2002. It includes the profile type, dimensions, sectional area, unit weight, elastic modulus, plastic modulus, geometrical moments of inertia, radii of gyration, and section criteria. Yield strengths of common WF steel grades are also provided.
1. Dokumen tersebut membahas perancangan balok beton bertulang untuk menopang beban hidup dan mati pada bentangan 7 meter.
2. Pembahasan meliputi penentuan momen lentur maksimum, luas penampang tulangan, dan ukuran balok yang memenuhi syarat tegangan.
3. Diberikan contoh soal perhitungan balok dan sketsa rencana balok untuk bentangan 7,5 meter dengan beban dan mutu material tertentu.
1. Terdapat tiga jenis keruntuhan pondasi yaitu geser umum, geser lokal, dan penetrasi. 2. Teori Terzaghi menjelaskan rumus perhitungan daya dukung tanah dan pondasi. 3. Beberapa faktor mempengaruhi daya dukung tanah seperti beban, kedalaman air tanah, dan lebar pondasi.
Tugas besar ini membahas perencanaan geometrik jalan raya yang mencakup perhitungan awal, alinyemen horizontal, diagram super elevasi, dan alinyemen vertikal untuk merancang jalan yang aman dan nyaman bagi pengguna.
Modul kuliah membahas tentang elemen batang tekan dalam struktur baja, termasuk tekuk elastis, panjang tekuk, batas kelangsingan, dan pengaruh tegangan sisa."
Sni 1727 2013 tata cara pembebanan untuk rumah dan gedungWSKT
Dokumen ini berisi standar nasional Indonesia tentang beban minimum untuk perancangan bangunan gedung dan struktur lain. Dokumen ini menjelaskan berbagai jenis beban yang harus dipertimbangkan dalam perancangan seperti beban mati, beban hidup, beban banjir, beban salju, beban air hujan, dan beban angin. Dokumen ini juga menjelaskan prosedur perhitungan dan kombinasi berbagai jenis beban tersebut.
Dokumen tersebut membahas analisis daya dukung pondasi menurut teori Terzaghi. Terzaghi mengembangkan analisis daya dukung berdasarkan anggapan tertentu seperti pondasi berbentuk memanjang tak berhingga, tanah homogen, dan keruntuhan geser umum. Ia mendefinisikan daya dukung ultimit sebagai beban maksimum per satuan luas. Persamaan daya dukung mempertimbangkan kohesi, beban terbagi, dan berat tanah dengan menggun
Dokumen tersebut membahas desain struktur baja untuk bangunan, termasuk persyaratan perencanaan, sifat baja, kombinasi pembebanan, sambungan, dan contoh desain rangka baja 3 lantai serta detail pondasinya. Dokumen ini menjelaskan prinsip-prinsip dasar perencanaan struktur baja untuk gedung sesuai standar nasional Indonesia.
Perkerasan Jalan Raya Lentur dan Kaku, metode Analisis dan Manual
ANGGOTA KELOMPOK :
DHANES PRABASWARA ( I 0112029)
AYU ISMOYO SOFIANA ( I 0113021)
MUHAMMAD BUDI SANTOSO( I 0113080)
RAKE ADIUTO ( I 0113105)
SITI DWI RAHAYU ( I 0113124)
Ringkasan dokumen tersebut adalah rencana proyek pembangunan gedung bioskop dengan menghitung beban hidup lantai dan atap, kategori risiko bangunan, tebal plat lantai, kelas situs, koefisien respon gempa, perhitungan beban tiap lantai, rencana tata letak struktur, perhitungan massa total struktur, perhitungan periode fundamental struktur, koefisien respon seismik, gaya geser dasar seismik, dan respon spektr
Dokumen tersebut membahas tentang definisi, jenis, struktur, dan perkembangan perkerasan jalan. Terdapat tiga jenis perkerasan yaitu lentur, kaku, dan komposit, yang masing-masing memiliki lapisan dan fungsi berbeda dalam mendistribusikan beban lalu lintas.
1. Dokumen tersebut membahas perencanaan bendung tetap, termasuk pendefinisian bendung dan jenis-jenisnya, data yang dibutuhkan, pemilihan lokasi, penentuan ketinggian air, perhitungan debit banjir, dan komponen-komponen penting bendung seperti pintu pengambilan dan lebar efektif.
2. Langkah-langkah perencanaan bendung tetap mencakup analisis data topografi, hidrologi, geologi, dan lingkungan
This document provides information on the design of reinforced concrete slabs. It discusses slab classification, analysis methods, general design guidelines, behavior of one-way and two-way slabs, continuity, and detailing requirements. Two example problems are included to illustrate the design of a simply supported one-way slab and a monolithic two-way restrained slab.
Tugas besar ini membahas perencanaan geometrik jalan raya yang mencakup perhitungan awal, alinyemen horizontal, diagram super elevasi, dan alinyemen vertikal untuk merancang jalan yang aman dan nyaman bagi pengguna.
Modul kuliah membahas tentang elemen batang tekan dalam struktur baja, termasuk tekuk elastis, panjang tekuk, batas kelangsingan, dan pengaruh tegangan sisa."
Sni 1727 2013 tata cara pembebanan untuk rumah dan gedungWSKT
Dokumen ini berisi standar nasional Indonesia tentang beban minimum untuk perancangan bangunan gedung dan struktur lain. Dokumen ini menjelaskan berbagai jenis beban yang harus dipertimbangkan dalam perancangan seperti beban mati, beban hidup, beban banjir, beban salju, beban air hujan, dan beban angin. Dokumen ini juga menjelaskan prosedur perhitungan dan kombinasi berbagai jenis beban tersebut.
Dokumen tersebut membahas analisis daya dukung pondasi menurut teori Terzaghi. Terzaghi mengembangkan analisis daya dukung berdasarkan anggapan tertentu seperti pondasi berbentuk memanjang tak berhingga, tanah homogen, dan keruntuhan geser umum. Ia mendefinisikan daya dukung ultimit sebagai beban maksimum per satuan luas. Persamaan daya dukung mempertimbangkan kohesi, beban terbagi, dan berat tanah dengan menggun
Dokumen tersebut membahas desain struktur baja untuk bangunan, termasuk persyaratan perencanaan, sifat baja, kombinasi pembebanan, sambungan, dan contoh desain rangka baja 3 lantai serta detail pondasinya. Dokumen ini menjelaskan prinsip-prinsip dasar perencanaan struktur baja untuk gedung sesuai standar nasional Indonesia.
Perkerasan Jalan Raya Lentur dan Kaku, metode Analisis dan Manual
ANGGOTA KELOMPOK :
DHANES PRABASWARA ( I 0112029)
AYU ISMOYO SOFIANA ( I 0113021)
MUHAMMAD BUDI SANTOSO( I 0113080)
RAKE ADIUTO ( I 0113105)
SITI DWI RAHAYU ( I 0113124)
Ringkasan dokumen tersebut adalah rencana proyek pembangunan gedung bioskop dengan menghitung beban hidup lantai dan atap, kategori risiko bangunan, tebal plat lantai, kelas situs, koefisien respon gempa, perhitungan beban tiap lantai, rencana tata letak struktur, perhitungan massa total struktur, perhitungan periode fundamental struktur, koefisien respon seismik, gaya geser dasar seismik, dan respon spektr
Dokumen tersebut membahas tentang definisi, jenis, struktur, dan perkembangan perkerasan jalan. Terdapat tiga jenis perkerasan yaitu lentur, kaku, dan komposit, yang masing-masing memiliki lapisan dan fungsi berbeda dalam mendistribusikan beban lalu lintas.
1. Dokumen tersebut membahas perencanaan bendung tetap, termasuk pendefinisian bendung dan jenis-jenisnya, data yang dibutuhkan, pemilihan lokasi, penentuan ketinggian air, perhitungan debit banjir, dan komponen-komponen penting bendung seperti pintu pengambilan dan lebar efektif.
2. Langkah-langkah perencanaan bendung tetap mencakup analisis data topografi, hidrologi, geologi, dan lingkungan
This document provides information on the design of reinforced concrete slabs. It discusses slab classification, analysis methods, general design guidelines, behavior of one-way and two-way slabs, continuity, and detailing requirements. Two example problems are included to illustrate the design of a simply supported one-way slab and a monolithic two-way restrained slab.
This document discusses different types of footings and mat foundations. It describes combined footings that support two columns close together or at a property line. Combined footings can be modeled as beams and require shear reinforcement. Mat foundations consist of one thick footing under the entire building area that can be analyzed using finite element methods or conventional rigid methods. Strap footings connect two single columns with a beam or strap and are more economical than combined footings. Continuous footings support multiple columns in a row. Mat foundations on piles are used when soil capacity is low or to control settlement.
This document discusses different types of footings and mat foundations. It describes combined footings that support two columns close together or at a property line. Combined footings can be modeled as beams and require shear reinforcement. Mat foundations consist of one thick footing under the entire building area that can be analyzed using finite element methods or conventional rigid methods. Continuous footings support multiple columns in a row. Strap footings connect two single columns with a beam or strap and are more economical than combined footings. The document provides details on analyzing and designing mat foundations.
This document discusses two-way slabs, which deform in two orthogonal directions and require reinforcement in both directions. It describes different types of two-way slabs and analyzes one-way versus two-way slab action. Methods of analysis including Westergaard's theory and Rankine-Grashoff method are covered. Design procedures are provided for reinforced concrete two-way slabs based on Indian code IS 456, including equations to calculate bending moments and requirements for reinforcement.
The document discusses flat slab construction and design. It begins by defining a flat slab as a reinforced concrete slab without beams that transfers loads directly to supporting columns. It describes various types of flat slabs including simple flat slabs, those with drop panels or column heads, or both. The document outlines design considerations for flat slabs including analyzing column and middle strips, estimating depth, and calculating moments and shear. It also discusses advantages such as reduced height and construction time. In summary, the document provides information on flat slab types, design methodology, and benefits compared to other construction methods.
This document provides details on the design of a continuous one-way reinforced concrete slab. It includes minimum thickness requirements, equations for calculating moments and shear, maximum reinforcement ratios, and minimum reinforcement ratios. An example is then provided to demonstrate the design process. The slab is designed to have a thickness of 6 inches with 0.39 in2/ft of tension reinforcement in the negative moment region and 0.33 in2/ft in the positive moment region.
This document discusses the design of flat slab structures. It begins by defining a flat slab as a type of slab supported directly on columns without beams. It then provides details on the types of flat slabs, their common uses in buildings, and benefits such as flexibility in layout and reduced construction time. The document goes on to discuss key design considerations for flat slabs including thickness, drops, column heads, and methods of analysis. It focuses on the direct design method and provides limitations for its use, such as rectangular panel shapes and span length ratios.
This document discusses the design of flat slab structures. It begins by defining a flat slab as a type of slab supported directly on columns without beams. It then provides details on the types of flat slabs, their common uses in buildings, and benefits such as flexibility in layout and reduced construction time. The document goes on to discuss key design considerations for flat slabs including thickness, drops, column heads, and methods of analysis. It focuses on the direct design method and provides limitations for its use.
This document discusses different types of two-way slabs, including edge-supported slabs, column-supported slabs, flat plates, and waffle slabs. It provides details on when a slab is considered a two-way slab and how it is reinforced in two directions to resist bending moments in both directions. The document also discusses analysis methods for two-way slab design.
This document discusses the design of one-way slabs. It begins by defining one-way slabs as slabs that are supported on two opposite sides and carry loads in the perpendicular direction. The document then provides details on: the analysis of one-way slabs as series of 1-foot wide beam strips; typical reinforcement including main tension bars and shrinkage/temperature bars; minimum thickness requirements in the ACI code; and design procedures including selecting design strips, calculating loads, drawing shear and moment diagrams, and determining reinforcement ratios. Examples are provided for reinforcement spacing, minimum cover, and designing a one-way slab.
This document discusses the design of one-way slabs. It begins by defining one-way slabs as slabs that are supported on two opposite sides and carry loads perpendicularly to the supporting beams. The document then outlines the design process, which involves analyzing representative strips of the slab as simple beams and determining reinforcement ratios. Key steps include checking deflection, calculating factored loads, drawing shear and moment diagrams, and selecting reinforcement sizes that satisfy the required ratios. Examples of one-way slab design and the minimum requirements for thickness, reinforcement ratios, and cover are also provided.
Slabs are structural members that support transverse loads and transfer them to supports via bending. They are commonly used as floors and roofs. One-way slabs bend in only one direction across the shorter span like a wide beam, while two-way slabs bend in both directions if the ratio of longer to shorter span is less than or equal to 2. Design of one-way slabs involves calculating bending moment and shear force, selecting reinforcement ratio and bar size, and checking deflection, shear, and development length.
The document defines different types of structural footings used to support columns, walls, and transmit loads to the soil. It discusses isolated, combined, cantilever, continuous, raft, and pile cap footings. It also covers footing design considerations like allowable bearing capacity, shear strength, bending moment, and reinforcement requirements. The document provides formulas and steps for calculating footing size, reinforcement, and checking design requirements.
Design of concrete structures governs the performance of concrete structures.
Well designed and detailed concrete structure will show less deterioration in comparison with poorly designed and detailed concrete, in the similar condition.
The beam-column joints are particularly prone to defective concrete, if detailing and placing of reinforcement is not done properly.
Inadequate concrete cover may lead to carbonation depth reaching up to the reinforcement, thus, increasing the risk of corrosion of the reinforcement.
Analysis of simply supported aluminum and composite plates with uniform loadi...Madi Na
This document presents an analysis of simply supported aluminum and composite plates with uniform loading to determine equivalent plate stack-ups. It describes using thin plate theory and ANSYS models to analyze deflection of aluminum and composite plates under uniform pressure. For the aluminum plate, thin plate equations are used to calculate maximum deflection, which is then validated using ANSYS. Composite plate analysis involves determining material properties, developing equations for composite thin plate theory, and applying failure criteria. The results of the aluminum, composite, and ANSYS models are presented along with error analysis. The conclusions summarize the process and results of the plate analyses.
Build the Next Generation of Apps with the Einstein 1 Platform.
Rejoignez Philippe Ozil pour une session de workshops qui vous guidera à travers les détails de la plateforme Einstein 1, l'importance des données pour la création d'applications d'intelligence artificielle et les différents outils et technologies que Salesforce propose pour vous apporter tous les bénéfices de l'IA.
Digital Twins Computer Networking Paper Presentation.pptxaryanpankaj78
A Digital Twin in computer networking is a virtual representation of a physical network, used to simulate, analyze, and optimize network performance and reliability. It leverages real-time data to enhance network management, predict issues, and improve decision-making processes.
Height and depth gauge linear metrology.pdfq30122000
Height gauges may also be used to measure the height of an object by using the underside of the scriber as the datum. The datum may be permanently fixed or the height gauge may have provision to adjust the scale, this is done by sliding the scale vertically along the body of the height gauge by turning a fine feed screw at the top of the gauge; then with the scriber set to the same level as the base, the scale can be matched to it. This adjustment allows different scribers or probes to be used, as well as adjusting for any errors in a damaged or resharpened probe.
Software Engineering and Project Management - Introduction, Modeling Concepts...Prakhyath Rai
Introduction, Modeling Concepts and Class Modeling: What is Object orientation? What is OO development? OO Themes; Evidence for usefulness of OO development; OO modeling history. Modeling
as Design technique: Modeling, abstraction, The Three models. Class Modeling: Object and Class Concept, Link and associations concepts, Generalization and Inheritance, A sample class model, Navigation of class models, and UML diagrams
Building the Analysis Models: Requirement Analysis, Analysis Model Approaches, Data modeling Concepts, Object Oriented Analysis, Scenario-Based Modeling, Flow-Oriented Modeling, class Based Modeling, Creating a Behavioral Model.
Mechatronics is a multidisciplinary field that refers to the skill sets needed in the contemporary, advanced automated manufacturing industry. At the intersection of mechanics, electronics, and computing, mechatronics specialists create simpler, smarter systems. Mechatronics is an essential foundation for the expected growth in automation and manufacturing.
Mechatronics deals with robotics, control systems, and electro-mechanical systems.
Supermarket Management System Project Report.pdfKamal Acharya
Supermarket management is a stand-alone J2EE using Eclipse Juno program.
This project contains all the necessary required information about maintaining
the supermarket billing system.
The core idea of this project to minimize the paper work and centralize the
data. Here all the communication is taken in secure manner. That is, in this
application the information will be stored in client itself. For further security the
data base is stored in the back-end oracle and so no intruders can access it.
smart pill dispenser is designed to improve medication adherence and safety f...
Tugas beton plat 2 arah
1. TUGAS BETON
MAKALAH PLAT DUA ARAH
Dikerjakan Oleh :
IBNU EL MUSAYYAB (119130216)
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI
SEMESTER 4 2020 - 2021
2. 2
A.PENGERTIAN
Pelat lantai atau slab merupakan elemen bidang tipis yang memikul beban transfersal
melalui aksi lentur dari masing-masing tumpuan pelat. Sistem perencanaan tulangan pelat
beton pada dasarnya dibagi menjadi 2 macam yaitu:
1. Sistem pelat satu arah (one way slab)
Apabila Lx < 0,4 Ly , pelat tersebut dapat dianggap sebagai pelat menumpu balok B1 dan
B3, sedangkan balok B2 dan B4 hanya kecil didalam memikul beban pelat. Dengan
demikian pelat dipandang sebagai pelat satu arah (arah x), tulangan utama dipasang pada
arah x dan pada arah y hanya sebagai tulangan pembagi.
2. Sistem pelat dua arah (two way slab)
Apabila Lx ≥ 0,4 Ly , pelat dianggap sebagai menumpu pada balok B1, B2, B3, B4 yang
lazimnya disebut sebagai pelat yang menumpu keempat sisinya. Dengan demikian pelat
tersebut dipandang sebagai pelat dua arah (arah x dan arah y), tulangan pelat dipasang
pada kedua arah yang besarnya sebanding dengan momen-momen setiap arah yang
timbul.
3. 3
Plat dan slab dua arah merupakan panel-panel beton bertulang yang perbandingan antara
panjang dan lebarnya lebih kecil dari 2. Analisis dan desain sistem slab meliputi beberapa
aspek antara lain, kapasitas momen, kapasitas geser kolom slab, dan perilaku
serviceability. Dalam perkembangannya saat ini plat beton 2 arah digunakan untuk
struktur dalam bangunan, jembatan, struktur hidrolik dan lain sebagainya. Untuk beban
plat lantai pada plat dua arah disalurkan ke empat sisi plat atau ke empat balok
pendukung, akibatnya tulangan utama plat diperlukan pada kedua arah sisi plat.
Permukaan lendutan plat mempunyai kelengkungan ganda.
Beberapa tipe pelat lantai yang banyak digunakan pada konstruksi diantaranya:
1. Sistem Lantai Flat Slab
Sistem flat slab merupakan pelat beton bertulang yang langsung ditumpu oleh kolom-
kolom tanpa adanya balok –balok. Biasanya digunakan untuk intensitas beban yang tidak
terlalu besar dan bentang yang kecil. Pada daerah kritis di sekitar kolom penumpu,
biasanya diberi penebalan (drop panel) untuk memperkuat pelat terhadap gaya geser,
pons dan lentur. Flat slab tanpa diberi kepala kolom (drop panel) disebut flat plate.
2. Sistem Lantai Grid (Waffle System)
Sistem lantai grid (Waffle System) mempunyai balok-balok yang saling bersilangan
dengan jarak yang relatif rapat, dengan pelat atas yang tipis.
Gambar 4. Pelat lantai dengan sistem flat slab.
(http://oneeightytwocivil.blogspot.co.id/2011/03/sistem-pelat-lantai-struktur-beton-ii.html)
4. 4
3. Sistem Pelat dan Balok
Sistem pelat lantai ini terdiri dari lantai (slab) menerus yang ditumpu oleh balok-balok
monolit, yang umumnya ditempelkan pada jarak 3,0 m hingga 6,0 m. Sistem ini banyak
dipakai, kokoh dan sering digunakan untuk menunjan sistem pelat lantai yang tidak
beraturan.
Gambar 5. Pelat lantai dengan sistem lantai grid
(http://oneeightytwocivil.blogspot.co.id/2011/03/sistem-pelat-lantai-struktur-beton-ii.html)
Gambar 6. Pelat lantai dengan sistem pelat dan balok.
(http://oneeightytwocivil.blogspot.co.id/2011/03/sistem-pelat-lantai-struktur-beton-ii.html)
5. 5
B. METODE PLAT DUA ARAH
Beberapa metode yang digunakan untuk menganalisis plat dua arah, antara lain:
1. Metode Klasik
Metode ini sebagian besar ditentukan pada teori elastis, di mana pemakaian analisis
tingkat tinggi banyak dijumpai. Metode ini didasarkan pada fenomena fisis pelat, yaitu
lenturan pelat. Lenturan dibuat matematis dengan menggunakan penyederhanaan-
penyederhanaan.
2. Metode Pendekatan dan Nomerik, antara lain :
a. Metode garis luluh (Yield Line Theory)
Dalam metode ini kekuatan suatu pelat dimisalkan ditentukan oleh lentur saja. Pengaruh-
pengaruh lain seperti lendutan dan geser harus ditinjau tersendiri.
b. Metode jaringan balok
Metode ini didasarkan pada metode kekakuan (mengubah struktur kinematis tak tentu
menjadi struktur kinematis tertentu). Analisis struktur pelat didekati dengan jaringan
balok silang, struktur pelat dianggap tersusun dari jalur-jalur balok tipis dalam masing-
masing arah dengan tinggi balok sama dengan pelat.
c. Metode pendekatan PBI 71
Didasarkan pada pendekatan momen dengan menggunakan koefisien-koefisien yang
disederhanakan. Momen-momen yang dihasilkan dari rumus momen yang sudah ada.
Besarnya momen ini dipengaruhi oleh besarnya beban terbagi rata per meter panjang,
panjang bentang arah x dan arah y dari panel pelat. Dari hitungan momen didapatkan
MLx (momen lapangan pada arah x), MTx (momen tumpuan/tepi pada arah x), MLy
(momen lapangan pada arah y), MTy (momen tumpuan/tepi pada arah y). Perhitungan
momen-momen tersebut harus sesuai dengan perletakan masing-masing sisi struktur
pelat yang direncanakan. Anggapan Tumpuan
c.1 Terletak bebas, hal ini terjadi apabila pelat dapat berotasi bebas pada
tumpuannya.
pelat
Balok tepi sebelum berotasi
6. 6
Pelat setelah berotasi
Balok tepi
pelat
balok
pelat
balok
c.2 Terjepit elastis, terjadi apabila pelat pada tumpuan merupakan satu kesatuan
dengan balok pemikul yang relative tidak terlalu kaku, sehingga memungkinkan
terjadi rotasi.
c.3 Terjepit penuh, hal ini terjadi apabila penampang pelat diatas tumpuan tidak
dapat berotasi akibat beban, misalnya pada balok pemikul yang relative kaku atau
pada kondisi pelat yang simetris.
pelat
kaku
d. Metode pendekatan SNI-2847-2002
Metode Perencanaan Langsung (Direct Design Method)
Pada metode ini yang didapatkan adalah pendekatan momen dengan menggunakan
koefisien-koefisien yang disederhanakan.
Metode Portal Ekivalen (Eqivalen Frame Method)
7. 7
Metode ini digunakan untuk memperoleh variasi longitudinal dari momen dan geser,
maka kekakuan relatif dari kolom-kolom, berikut sistem lantai dimisalkan di dalam
analisis pendahuluan dan kemudian diperiksa seperti halnya dengan perencanaan dari
struktur statis tak tentu lainnya.
C.PENULANGAN PADA PLAT 2 ARAH
Penempatan tulangan pada sistem plat dua arah, sesuai dengan sifat beban dan kondisi
tumpuannya, harus memenuhi ketentuan yang ada pada SK-SNI-2002.
- Luas tulangan plat pada masing-masing arah dari sistem plat dua arah ditentukan
dengan meninjau momen-momen pada penampang kritis tapi tidak boleh kurang
daripada yang diisyaratkan.
- Spasi tulangan pada penampang kritis tidak boleh lebih daripada dua kali tebal
plat kecuali untuk bagian plat yang berada pada daerah rongga atau rusuk.
- Tulangan momen positif yang tegak lurus tepi tak-menerus harus diteruskan
hingga mencapai tepi plat dan ditanam, dapat dengan kaitan, minimum sepanjang
150 mm ke dalam balok tepi, kolom, atau dinding.
- Tulangan momen negatif yang tegak lurus tepi tak-menerus harus di angkur pada
balok tepi, kolom, atau dinding, sesuai dengan ketentuaan mengenai panjang
penanaman.
- Bila plat tidak memiliki balok tepi atau dinding pada tepi tak-menerus, atau pada
plat yang membentuk kantilever pada tumpuan maka pengangkuran tulangan
harus dilakukan di dalam plat itu sendiri.
8. 8
Pada gambar 3 , terlihat pada garis tersebut hanya tulangan horizontal dan vertikal
bersilangan, sehingga sulit dipahami tulangan mana yang seharusnya dipasang di atas
atau menempel di bawahnya. Untuk mengatasi kesulitan ini, perlu aturan
penggambaran dan simbol-simbol sebagai berikut :
1. Aturan umum dalam penggambaran, yaitu harus dapat dilihat / dibaca dari bawah
dan / atau sebelah kanan diputar ke bawah.
2. Tulangan yang dipasang di atas diberi tanda berupa segitiga dengan bagian lancip
di bawah, disebut simbol mendukung (▼). Sesuatu yang mendukung, pasti berada
di atas.
3. Tulangan yang dipasang di atas diberi tanda segitiga dengan bagian lancin di atas,
disebut simbol menginjak (▲). Sesuatu yang diinjak, pasti berada di bawah.
Persyaratan tebal pelat lantai 2 arah
1. Tebal minimum pelat tanpa balok
Pelat tanpa penebalan (drop panel) = 120 mm
Pelat dengan penebalan = 100 mm
2. Tebal minimum pelat dengan balok
Tebal pelat tidak boleh lebih dari:
9. 9
h =
𝑙𝑛(0,8+
𝑓𝑦
1500
)
36
Tebal pelat tidak boleh kurang dari
h =
𝑙𝑛(0,8+
𝑓𝑦
1500
)
36+9𝛽
Tebal pelat lantai dengan balok dihitung dengan rumus
h =
𝑙𝑛(0,8+
𝑓𝑦
1500
)
36+5𝛽[𝛼𝑚−0,12(1+
1
𝛽
)]
ln = bentang bersih terbesar antara kedua arah
𝛽 = perbandingan bentang bersih terpanjang dengan bentang bersih terpendek pada
panel yang ditinjau
𝛼𝑚 =
1
4
(𝛼1 + 𝛼2 + 𝛼3 + 𝛼4)
𝛼 =
𝐸𝑏.𝐼𝑏
𝐸𝑠.𝐼𝑠
𝛼1
𝛼2 𝛼3
𝛼4
Dalam segala hal tebal minimum pelat:
𝛼𝑚< 2 h minimum = 120 mm
𝛼𝑚 ≥ 2 h minimum = 90 mm
Tebal Minimum Plat dua arah
Tebal minimum plat tanpa balok interior yang menghubungkan tumpuan-tumpuannya
dan mempunyai rasio bentang panjang terhadap bentang pendek yang tidak lebih dari
dua, harus memenuhi ketentuan Tabel 10 pada pasal 11.5.3.2 dari SNI-03-2847-2002 dan
tidak boleh kurang dari nilai berikut:
- Pelat tanpa penebalan ………………………………………………..120 mm
- Pelat dengan penebalan ………………………………………………100 mm
10. 10
Pada tepi yang tida menerus, balok tepi harus mempunyai rasio kekakuan α ≥ 0,8 atau
sebagai alternatif ketebalan minimum yang ditentukan pada persamaan diatas harus
dinaikan paling tidak 10% pada panel dengan tepi yang tidak menerus. Plat yang
tebalnya kurang daripada yang ditetapkan maka boleh digunakan selama dapat
dibuktikan dengan perhitungan bahwa lendutan yang terjadi tidak melebihi batas
lendutan yang diijinkan.
Untuk tulangan plat tanpa balok ada tambahan persyaratan pada pasal 15.3.8, yaitu:
- Tulangan pada plat tanpa balok harus diteruskan pada panjang minimum.
- Bila panjang bentang yang bersebelahan tidak sama maka penerusan tulangan
momen negatif diluar bidang muka tumpuan seperti pada Gambar. 28 harus
didasarkan pada bentang yang lebih panjang.
11. 11
- Tulangan miring hanya diperkenankan bila perbandingan tinggi terhadap
bentang memungkinkan digunakan tulangan dengan kemiringan ≤ 450
.
Batas Lendutan Plat (SNI 03-1287-2002 pasal 11.5.3 Tabel 9)
12. 12
Batasan yang dimaksudkan tidak untuk mencegah terjadinya genangan air. Kemungkinan
penggenangan air harus diperiksa dengan melakukan perhitungan lendutan, termasuk
lendutan tambahan akibat adanya penggenangan air tersebut, dan mempertimbangkan
pengaruh jangka panjang dari beban yang selalu bekerja, lawan lendut, toleransi
konstruksi dan keandalan sistem drainase. Batas lendutan boleh dilampaui bila langkah
pencegahan kerusakan terhadap komponen yang ditumpu atau yang disatukan telah
dilakukan. Lendutan jangka panjang harus dihitung berdasarkan ketentuan pada pasal
11.5.2.5 atau 11.5.4.2, tetapi boleh dikurangi dengan nilai lendutan yang terjadi sebelum
penambahan komponen non-struktural. Besarnya nilai lendutan ini harus ditentukan
berdasarkan data teknis yang dapat diterima berkenaan dengan karakteristik hubungan
waktu dan lendutan dari komponen struktur yang serupa dengan komponen struktur yang
ditinjau. Tetapi tidak boleh lebih besar dari toleransi yang disediakan untuk komponen
non-struktur. Batasan ini boleh dilampaui bila ada lawan lendut yang disediakan
sedemikian hingga lendutan total dikurangi lawan lendut tidak melebihi batas lendutan
yang ada.