Dokumen tersebut membahas tentang latar belakang penelitian tentang peningkatan mutu dan hasil tanaman tomat dengan pemberian hormon GA3. Hormon GA3 dapat mempercepat pertumbuhan dan pembentukan buah tomat tanpa biji. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi dan frekuensi pemberian GA3 terhadap mutu dan hasil buah tomat."
Pera- pengaruh peningkatan konsentrasi yeast dan pemotongan ujung bawang terh...
Tomat
1. xiv
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tanaman tomat (Lycopersicum esculentum Mill.) termasuk famili
Solanaceae merupakan tanaman setahun yang berbentuk herbaceus (perdu) dan
umumnya tumbuh baik pada ketinggian 600-900 m di atas permukaan laut. Pada
dataran rendah tomat dapat tumbuh tetapi umurnya lebih singkat dan produksinya
lebih rendah dibanding di dataran tinggi.
Selama ini produsen benih lebih banyak merilis varietas-varietas tomat
untuk dataran tinggi yang berada lebih dari 750 m di atas permuakan laut. Ketika
pekebun membudidayakan varietas tersebut di dataran rendah, produksinya pun
anjlok. Oleh karena suhu tinggi, kualitas polen atau serbuk sari bunga tomat
menjadi buruk dan mudah rontok. Pada suhu tinggi, tanaman memproduksi cukup
tinggi hormon penuaan, yaitu etilen sehingga bunga menjadi gugur dan persentase
fruit-set sangat rendah. Itulah sebabnya produksi tomat di dataran rendah lebih
kecil jika dibandingkan di dataran tinggi (Dwi Utami, 2009).
Sekarang ini dikenal beberapa varietas tomat yang dibudidayakan di
dataran rendah seperti Intan, Ratna, Permata, LV, dan CLN yang memiliki
produksi lebih rendah di banding tomat yang dibudidayakan di dataran tinggi.
Produksinya berkisar antara 5 – 24 ton/Ha. Varietas-varietas tersebut memiliki
ketahanan yang lebih baik dari serangan hama dan penyakit yang biasa menyerang
tanaman tomat misalnya layu fusarium, pseudomonas dan lain-lain.
Selain mempunyai rasa yang lezat, tomat juga memiliki komposisi zat
yang cukup lengkap dan baik. Yang cukup menonjol dari komposisi tersebut
Universitas Sumatera Utara
2. xv
adalah vitamin A dan C. Tomat seperti halnya dengan sayuran dan buah-buahan
lainnya, dapat diolah menjadi berbagai macam produk makanan. Komposisi zat
gizi buah tomat dalam 100 gram adalah protein (1 gr), karbohidrat (4,2 gr), lemak
(0,3 gr), kalsium (5 mg), fosfor (27 mg),zat besi (0,5 mg), vitamin A (karoten)
1500 SI, vitamin B (tiamin) 60 mg, vitamin C 40 mg (Yani dan Ade, 2004).
Tomat merupakan sayuran populer di Indonesia. Produksinya di Indonesia
tahun 2005 mencapai 647.020 ton (Redaksi Agromedia, 2007) dan tiap tahun akan
meningkat mengimbangi kebutuhan masyarakat yang meningkat dan juga
perluasan pasar (ekspor).
Salah satu produk berbahan tomat adalah saus. Para produsen saus
menghadapi kendala dalam pengolahan tomat yaitu, ketika menghancurkan biji.
Apabila tomat yang menjadi bahan baku saus mengandung sedikit biji, maka
proses pengolahan akan menjadi lebih efisien.
Buah tomat parthenokarpi adalah galur tomat tanpa biji yang diciptakan
untuk memenuhi keinginan para podusen saus. Parthenokarpi merupakan buah
yang terbentuk tanpa terlebih didahului adanya polinasi atau fertilisasi.
Parthenokarpi dapat dikatakan kurang menguntungkan bagi program produsen
benih/biji, karena tidak terbentuk biji pada buah. Akan tetapi, parthenokarpi
bermanfaat bagi peningkatan kualitas dan produktivitas buah khususnya pada
jenis tanaman komersial hortikultura. Selain dapat terjadi secara alami,
parthenokarpi juga dapat dilakukan secara buatan. Salah satu cara untuk
pembuatan buah parthenokarpi adalah dengan pemberian hormon pengatur
tumbuh misalnya auksin dan gibberelin (GA3).
Universitas Sumatera Utara
3. xvi
GA3 sudah lama dikenal sebagai hormon pencetak buah tanpa biji atau
memperkecil ukuran biji. Biji muda banyak mengandung hormon auksin dan
gibberelin. Hormon itu diproduksi biji untuk pembesaran buah. Saat gibberelin
atau auksin ditambah dari luar biji tak berkembang karena pembesaran buah
disokong dari luar.
Gibberellin sebagai hormon tumbuh pada tanaman sangat berpengaruh
terhadap sifat kerdil genetik (genetic dwarfism), pembungaan, parthenocarpy,
mobilisasi karbohidrat selama perkecambahan, dan aspek fisiologi lainnya.
Gibberellin mempunyai peranan dalam mendukung; perpanjangan sel, aktivitas
kambium, dan mendukung pembentukan RNA baru serta sintesa protein
(Abidin, 1983).
Gibberelin (GA3) adalah zat pengatur tumbuh yang berperan dalam fungsi
pembelahan sel di seluruh bagian tanaman baik pada akar, batang, daun dan buah.
Tinggi rendahnya kandungan hormon GA3 pada tanaman akan menentukan
bagaimana tanaman tersebut tumbuh pada fase vegetatif dan berbunga pada fase
generatif. Dapat dikatakan bahwa hormon GA3 memainkan fungsi penting dalam
perpindahan fase vegetatif ke fase generatif. Pertumbuhan tanaman yang
dirangsang dengan menggunakan hormon GA3 dapat tumbuh 2 kali lebih cepat
dibanding dengan tanaman yang tidak dirangsang. Perlakuan hormon GA3 pada
buah-buahan seperti melon, semangka, tomat, nanas, dan lain-lain akan
mempercepat besarnya buah dalam tempo singkat
(http://www.trubus-online.co.id, 2010).
Universitas Sumatera Utara
4. xvii
Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untuk melakukan
penelitan tentang “Peningkatan mutu dan hasil tanaman tomat
(Lycopersicum esculentum Mill.) dengan pemberian hormon GA3”.
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah mengetahui peningkatan mutu dan
hasil tanaman tomat (Lycopersicum esculentum Mill.) dengan pemberian hormon
GA3.
Hipotesis Penelitian
Konsentrasi dan frekuensi pemberian GA3 serta interaksi keduanya
berpengaruh terhadap peningkatan mutu dan hasil tanaman tomat.
Kegunaan Penelitian
Sebagai bahan penulisan skripsi yang merupakan salah satu syarat untuk
memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara,
Medan dan Sebagai bahan informasi bagi pihak yang memerlukan.
TINJAUAN PUSTAKA
Universitas Sumatera Utara
5. xviii
Tinjauan Umum Tanaman Tomat
Klasifikasi tanaman tomat menurut Rismunandar (1999) adalah :
Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Sub divisio : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Solanales
Famili : Solanaceae
Genus : Lycopersicon (Lycopersicum)
Spesies : Lycopersicum esculentum Mill.
Tomat memiliki akar tunggang yang bisa tumbuh menembus tanah,
sekaligus akar serabut (akar samping) yang bisa tumbuh menyebar ke segala arah.
Sayangnya kemampuannya menembus lapisan tanah terbatas, yakni pada
kedalaman 30-70 cm. Sesuai sifat perakarannya, tomat bisa tumbuh dengan baik
di tanah yang gembur dan mengikat air (Redaksi Agromedia, 2007).
Batang tomat walaupun tidak sekeras tanaman tahunan, tetapi cukup kuat.
Warna batang hijau dan berbentuk persegi sampai bulat. Pada permukaan
batangnya ditumbuhi banyak rambut halus terutama bagian yang berwarna hijau.
Di antara rambut-rambut tersebut biasanya terdapat rambut kelenjar. Pada bagian
buku-bukunya terjadi penebalan dan kadang-kadang pada buku bagian bawah
terdapat akar-akar pendek. Jika dibiarkan (tidak dipangkas), tanaman tomat akan
mempunyai banyak cabang yang menyebar merata (Yani dan Ade, 2004).
Universitas Sumatera Utara
6. xix
Bunga tanaman tomat termasuk sempurna (hermaprodit). Dengan
demikian, tomat bisa melakukan penyerbukan sendiri, sekaligus mampu
melakukan penyerbukan silang dengan bantuan serangga, seperti lebah.
Penyerbukan silang lebih umum terjadi di daerah tropis dibandingkan di daerah
beriklim sedang. Bunga berwarna kuning dan tersusun dalam satu rangkaian
(dompolan), tergantung varietasnya. Bunga tomat dapat pula menghasilkan buah
tanpa adanya persarian, yaitu dengan bantuan zat hormon (fruit-tone) yang
disemprotkan langsung pada bunga. Dalam istilan botani disebut pembuahan
parthenocarpi (Rismunandar, 1995).
Bagian dalam buah memiliki ruang-ruang yang dipenuhi biji. Ukuran buah
tomat dan beratnya bervariasi tergantung varietasnya. Biji tomat berbentuk pipih,
berbulu, dan berwarna putih, putih kekuningan atau cokelat muda. Panjangnya 3-5
mm dan lebar 2-4 mm (Redaksi Agromedia, 2007).
Syarat Tumbuh
Iklim
Tomat dapat tumbuh dalam musim hujan ataupun musim kemarau, namun
dalam musin basah tidak terjamin baik hasilnya. Iklim yang basah akan
membentuk tanaman yang rimbun, tetapi bunganya berkurang, dan di daerah
pegunungan akan timbul penyakit daun yang dapat membuat fatal
pertumbuhannya. Musim kemarau yang terik dengan angin yang kencang akan
menghambat pertumbuhan bunga (mengering dan berguguran)
(Rismunandar, 1995).
Pada hakikatnya tanaman dapat tumbuh dan menghasilkan di dataran
rendah maupun tinggi. Semakin tinggi suatu tempat, suhu udara akan semakin
Universitas Sumatera Utara
7. xx
rendah dan sebaliknya. Faktor suhu biasanya mempunyai hubungan dengan
pertumbuhan tanaman. Semakin tinggi suhu selama masa pertumbuhan, maka
semakin tinggi pula pertumbuhannya. Hal ini berpengaruh terhadap waktu
panennya. Semakin tinggi suhu, maka semakin cepat waktu panennya
(Redaksi Agromedia, 2007).
Kekurangan sinar matahari menyebabkan tanaman tomat mudah terserang
penyakit, baik parasit maupun non parasit. Sinar matahari berintensitas tinggi
akan menghasilkan vitamin C dan karoten (provitamin A) yang lebih tinggi. Suhu
udara rata-rata harian yang optimal untuk pertumbuhan tanaman tomat adalah
suhu siang hari 18-29 0
C dan pada malam hari 10-20 0
C. Pada tanaman yang
masih muda, kelembaban udara yang tinggi yakni 95 % sangat baik untuk
merangsang pertumbuhan (http://www.nusaku.com/forum, 2010).
Tanah
Tanaman tomat dapat tumbuh di segala jenis tanah, mulai tanah pasir
sampai tanah lempung berpasir yang subur, gembur, banyak mengandung bahan
organik serta unsur hara dan mudah merembeskan air. Selain itu akar tanaman
tomat rentan terhadap kekurangan oksigen oleh karena itu air tidak boleh
tergenang (http://www.nusaku.com/forum/, 2010).
Derajat keasaman (pH) tanah yang ideal untuk pertumbuhan tomat adalah
pH 7 atau netral. Jika pH tanah terlalu masam atau di bawah 5,5 disarankan agar
dilakukan pengapuran. pH yang terlalu masam akan menghambat penyerapan
unsur hara oleh tanaman dan akan menguntungkan pertumbuhan jamur seperti
Rhizoctonia sp. dan Phytium sp. (Redaksi Agromedia, 1997).
Universitas Sumatera Utara
8. xxi
Mutu buah tomat
Beberapa hal yang termasuk dalam standar mutu tomat adalah sebagai
berikut :
1. Produksi buah mencapai 25 ton/Ha.
2. Ukuran buah yang dihasilkan seragam, tergantung pada permintaan pasar.
3. Kesamaan sifat varietas seragam.
4. Keseragaman tingkat kematangan buah (60%-90%) tergantung permintaan
pasar.
5. Utuh, bebas dari bercak, tidak memar, tidak pecah, busuk, terbelah dan
terkelupas
6. Berat buah yang dihasilkan rata-rata 30 % besar, 35 % sedang, dan 35 %
kecil.
7. Buah aman untuk dikonsumsi.
8. Rasa segar buah cukup baik.
9. Berdasarkan ukurannya, buah tomat dibedakan menjadin 4 tipe yakni,
cherry (15 mm), oblong atau elongated (30 mm), round (35 mm), dan
ribbed (35 mm) (Redaksi Agromedia, 2007).
Dalam SNI, tomat segar digolongkan dalam 3 ukuran berat menurut
kultivarnya, yaitu :
- Besar, bila berat buah > 150 gr/buah
- Sedang, bila berat buah 100-150 gr/buah
- Kecil, bila berat buah < 100 gr/buah
Buah tomat dikatakan tua apabila buah tomat telah mencapai tingkat
perkembangan fisiologis yang menjamin proses pematangan yang sempurna dan
Universitas Sumatera Utara
9. xxii
rongga buah telah berisi bahan yang mempunyai kekentalan menyerupai
jeli/gelatine, serta biji buah mencapai tingkat perkembangan sempurna. Buah
tomat dinyatakan terlalu matang dan lunak apabila buah tomat telah mencapai
kematangan penuh dengan tekstur daging buah lunak
(http://www.puslitbangBSN.syaratmututomat, 2010).
Untuk menangkap peluang ekspor yang cukup baik, tentunya harus
diimbangi dengan peningkatan mutu yang baik pula. Dalam mempersiapkan mutu
ekspor yang lebih baik, seragam, dan mampu bersaing dengan mutu dari negara
lain diperlukan adanya standar mutu tomat yang jelas. Untuk kebutuhan pasar
dikenal dua jenis mutu yaitu mutu I dan II. Kerusakan maksimum pada buah
tomat mutu I sekitar 5% sedangkan pada mutu II sekitar 10 %
(Yani dan Ade, 2004).
Gibberellin
Gibberellin adalah jenis hormon tumbuh yang mula – mula diketemukan
di Jepang oleh Kurosawa dalam tahun 1926. Kurosawa melakukan penelitian
terhadap penyakit “bakane” pada tanaman padi yang disebabkan oleh jamur
Gibberella fujikuroi. Gejala khas dari penyakit ini ialah : apabila tanaman padi
terserang, maka tanaman tersebut memperlihatkan batang dan daun yang
memanjang secara tidak normal (Abidin, 1983).
Pada 1920-an para peneliti Jepang menyelidiki suatu penyakit cendawan
pada padi yang disebabkan oleh Gibberella fujikuroi. Bila cendawan ini
dikulturkan, ternyata mengeluarkan suatu zat medium yang disebut gibberellin A,
yang dapat mendorong gejala timbulnya penyakit bila disemprotkan pada tanaman
Universitas Sumatera Utara
10. xxiii
sehat dan dapat mendorong pemanjangan batang pada sejumlah jenis tanaman lain
(Heddy, 1986).
GA merupakan diterpenoid, yang menempatkan zat itu dalam keluarga
kimia yang secara bersama-sama dengan khlorofil dan karoten. GA yang berbeda-
beda dinamai dengan kode huruf-nomor (GA1, GA2, GA3, …, GA52). Jenis GA
yang pertama kali diidentifikasi, merupakan yang paling dikenal dan paling
banyak diteliti adalah Asam giberelat (GA3). Hal yang menarik, GA3 mempunyai
kisaran aktivitas fisiologis paling lebar.
O
OH
HO CH2
CH3 COOH
Gambar : GA3 (Gardner dkk, 1991).
Gibberellin disintesis di beberapa bagian tanaman khususnya dalam
jaringan tumbuh yang aktif seperti embrio dan jaringan meristem. Gibberellin
ditransportasi cepat dalam tanaman, kelihatan pada transportasi phloem dan
xylem. Ada beberapa campuran yang dikenal menghambat pengaruh gibberellin.
Hal ini meliputi zat penghambat pertumbuhan seperti AMU-1618, CCC, dan
Phosphon-D (Pradhan, 1997).
Agar aplikasi zat pengatur tumbuh efektif dalam mengatur pertumbuhan
dan perkembangan tanaman, pertama – tama zat pengatur tumbuh tersebut harus
masuk ke dalam jaringan tanaman. Zat pengatur tumbuh mungkin diserap melalui
akar atau daun. Laju serapan zat pengatur tumbuh oleh tanaman tergantung pada
beberapa faktor, antara lain : spesies tanaman yang bersangkutan, organ tanaman
yang diberi perlakuan, sifat kimia dan solubilitas dari zat pengatur tumbuh yang
C=O
Universitas Sumatera Utara
11. xxiv
bersangkutan, pelarut yang digunakan, dan kondisi lingkungan, terutama suhu dan
kelembaban. Faktor – faktor lingkungan akan ikut berperan. Secara umum,
kondisi lingkungan yang menghambat translokasi air, unsur hara, atau senyawa
organik lainnya juga akan menghambat pergerakan zat pengatur tumbuh dalam
tubuh tanaman (Lakitan, 1996).
Gibberellin dapat terdapat di dalam lebih dari satu keadaan pada sebuah
tanaman. Semua organ tanaman yang lebih tinggi mengandung gibberellin, tetapi
konsentrasi gibberellin sama sekali tidak konstan di seluruh tanaman. Tingkat
tertinggi ditemukan di dalam biji, dengan tingkat luar biasa terdapat pada
endosperma cair dari beberapa biji. Daun-daun muda kaya dengan gibberellin
dibandingkan dengan daun yang yang lebih tua dan tangkai dewasa. Secara umum
gibberellin dipusatkan di daerah tanaman yang paling cepat tumbuh dan
berkembang, seperti yang bisa diharapkan untuk zat yang terlibat dalam
pengaturan pertumbuhan dan produksi tanaman (Wilkins, 1989).
Seperti auxin, gibberellin pun berpengaruh terhadap parthenokarpi. Hasil
penelitian Barker dan Collin (1965) asam giberelat (GA3) lebih efektif dalam
terjadinya parthenokarpi dibanding dengan auxin yang dilakukan pada blueberry.
Begitu pula Delvin dan Demoranville pada tahun 1967 meneliti pear dengan
mengaplikasikan GA3. Dari hasil penelitiannya dapat diambil kesimpulan bahwa
kultivar tersebut mempunyai respon terhadap aplikasi GA3 sehingga dapat
meningkatkan tandan buah (fruit set) dan hasil.
Istilah parthenokarpi adalah buah yang mengandung sedikit biji atau tanpa
biji. Faktor-faktor penyebab terjadinya parthenokarpi ada 2, yaitu buatan dan
alami. Peristiwa bertemunya pollen (sel jantan) dengan bakal biji (sel telur) di
Universitas Sumatera Utara
12. xxv
dalam bakal buah (ovary) disebut pembuahan (fertilisasi). Kemudian bakal buah
akan membesar dan berkembang menjadi buah bersamaan dengan pembentukan
biji. Biji yang sedang berkembang mengandung hormon tumbuhan seperti auxin
dan gibberellin. Dengan penyemprotan hormon secara eksogen, maka biji tidak
berkembang karena pembesaran buah disokong dari luar (Duryatmo, 2008).
Penyemprotan dengan GA sebelum panen mempunyai pengaruh yang
menyolok dalam mengurangi laju perkembangan, pemasakan, pematangan dan
penuaan buah-buah kesemek. Beberapa pengaruh pemberian GA pada jeruk
adalah terhambatnya lenyapnya khlorofil, peningkatan ketebalan kulit, penundaan
penimbunan karotenoid-karotenoid pada jeruk manis ”Navel” (Coggins dan Hield,
1962), dan peningkatan asam askorbat (vitamin C) dibanding dengan sitrun
”Lisbon” yang tidak diberi perlakuan (Tjitrosoepomo, 1993).
Bukti untuk peranan gibberellin untuk pengendalian pertumbuhan buah
terus bertumbuh. Sekarang telah ditetapkan bahwa bunga yang tidak difertilisasi
dari banyak tanaman seperti misalnya tomat dan varietas apel tertentu dapat dibuat
untuk mengeluarkan buah-buah yang tampaknya normal tetapi tidak berbiji jika
diberi gibberellin (Crane, 1964). Sebagai tambahan, sebuah korelasi kuat telah
diperlihatkan pada buah normal antara kandungan gibberellin pada berbagai tahap
dan tingkat pertumbuhan buah (Jackson, 1966). Setelah fertilisasi, sintesis
gibberellin terjadi pada endosperma dan embrio. Gibberellin ini sebaliknya
diperlukan untuk memungkinkan pertumbuhan buah berlangsung (Wilkins, 1989).
Penggunaan GA3 pada anggur dengan perlakuan GA3 sebesar 200 ppm
pada waktu gugurnya kalipta (daun pelindung bunga) menghasilkan anggur yang
lebih besar dan kualitas rasa yang meningkat (Gardner, dkk, 1991).
Universitas Sumatera Utara
13. xxvi
Pada tanaman durian, GA3 dengan konsentrasi 100 ppm disemprotkan
dengan interval seminggu sekali untuk mencegah rontok bunga. GA3
meningkatkan kemampuan bunga menyerap makanan hasil fotosintesis, sehingga
bunganya tahan gugur (http://www.radarsampit.com, 2010).
Di dalam proses pematangan, gibberellin mempunyai peranan yang
penting yaitu mampu mengundurkan pematangan (ripening) dan pemasakan
(maturing) suatu jenis buah. Asam gibberelat yang diterapkan dalam buah pisang
yang matang ternyata pemasakannya dapat ditunda (Abidin, 1983).
Pengaruh gibberellin juga merangsang pembungaan. Kebanyakan tanaman
memerlukan suhu dingin selama periode waktu tertentu diikuti hari panjang untuk
dapat berbunga. Pada tanaman-tanaman tersebut suhu dingin menyebabkan
terjadinya ”balting” (perpanjangan batang) yang mengawali proses pembungaan
tersebut. Gibberellin dapat mengganti pengaruh suhu dingin pada tanaman-
tanaman tersebut dan dapat mendorong terjadinya pembungaan
(Wattimena, 1985).
Salah satu efek utama dari gibberellin adalah mendorong pemanjangan
batang dan daun. Di dalam proses pembelahan sel bukan saja dipengaruhi oleh
gibberellin tetapi juga oleh auksin. Pengaruh gibberellin umumnya meningkatkan
kerja auksin, walaupun mekanisme interaksi kedua ZPT tersebut belum diketahui
secara pasti. Perbedaan antara gibberellin dan auksin dalam proses adalah bahwa
gibberellin lebih aktif pada tanaman utuh sedangkan auksin pada potongan-
potongan organ tanaman seperti stek akar, stek tunas dan lan-lain
(http://www.iel.ipb.ac.id/sac/hibah/2003/sf_tumbuhan/ZPT.html, 2010).
Universitas Sumatera Utara
14. xxvii
Peranan gibberellin dapat menyebabkan tinggi tanaman menjadi 3-5 kali
tingginya yang normal. Suatu kol yang biasanya hanya 3 dm tingginya, setelah
diberi gibberellin, maka kol tersebut mencapai tinggi 3,5 m. Percobaan ini
dilaksanakan di University of Michigan. Selain itu, mempercepat tumbuhnya
sayur-sayuran, dapat menyingkat waktu panenan sampai 50%. Sayur-sayuran
yang biasanya baru dapat dipetik setelah 4 atau 5 minggu, maka dengan
penggunaan gibberellin, sayur-sayuran tersebut sudah dapat dipetik setelah 2 atau
3 minggu (Dwidjoseputro, 1980).
Fungsi gibberellin dapat mengatur pembentukan protein dan asam nukleat
(bagian senyawa DNA). Gibberellin dengan konsentrasi tinggi (sampai 1000 ppm)
menghambat pembentukan akar. Gibberellin pada konsentrasi rendah mendorong
pertumbuhan akar adventif seperti yang terjadi pada stek batang kacang kapri, dan
mempercepat pembelahan serta pertumbuhan sel hingga tanaman cepat menjadi
tinggi (Ashari, 2006).
GA3 dapat menstimulir perpanjangan sel karena GA3 menghidrolisa pati
yang akan mendukung terbentuknya amylase. Sebagai akibat dari proses tersebut,
maka konsentrasi gula meningkat, yang mengakibatkan tekanan osmotik didalam
sel tersebut menjadi naik sehingga ada kecenderungan sel tersebut bekembang dan
menambah tinggi tanaman (Weaver, 1972).
Universitas Sumatera Utara