Dokumen tersebut membahas sejarah pendidikan di Indonesia sejak masa kolonial hingga saat ini. Pendidikan awalnya digunakan untuk membentuk elit priyayi guna kepentingan penjajah. Pendidikan selanjutnya menghasilkan buruh murah untuk mendukung pembangunan dan modernisasi. Saat ini, pendidikan lebih menekankan konsumsi daripada pengetahuan untuk kemajuan bangsa.
MALAYSIA : KESEPADUAN DAN KEPELBAGAIAN
PENSYARAH : USTAZAH SUMAIYAH BINTI BAHRI
FAKULTI SENIBINA PERANCANGAN DAN UKUR
PEMBENTANG
1.NUR AUFA BINTI NAZRI
2.NURUL NADHIRAH BINTI ZULKEFLI
3.WAN NUR IZZATI BINTI WAN MOHD YUSLI
4. NUR FARAHAIN BINTI JAMAL
MALAYSIA : KESEPADUAN DAN KEPELBAGAIAN
PENSYARAH : USTAZAH SUMAIYAH BINTI BAHRI
FAKULTI SENIBINA PERANCANGAN DAN UKUR
PEMBENTANG
1.NUR AUFA BINTI NAZRI
2.NURUL NADHIRAH BINTI ZULKEFLI
3.WAN NUR IZZATI BINTI WAN MOHD YUSLI
4. NUR FARAHAIN BINTI JAMAL
Pengaruh Penggunaan Gawai Terhadap Penerapan Nilai Pancasila Di Kalangan Gene...adminpancasilamanaje1
JURNAL PANCASILA KELOMPOK 2 MANAJEMEN FEB UNS 2017 DI PUBLIKASIKAN DI https://pancasilamanajemena.com JIKA ANDA MENGINKAN SALINAN DARI FILE INI SILAHKAN KUNJUNGI WEBSITE KAMI DI https://pancasilamanajemena.com
KELOMPOK 1: https://pancasilamanajemena.com/Kelompok-1
KELOMPOK 2: https://pancasilamanajemena.com/Kelompok-2
KELOMPOK 3: https://pancasilamanajemena.com/Kelompok-3
KELOMPOK 4: https://pancasilamanajemena.com/Kelompok-4
KELOMPOK 5: https://pancasilamanajemena.com/Kelompok-5
KELOMPOK 6: https://pancasilamanajemena.com/Kelompok-6
KELOMPOK 7: https://pancasilamanajemena.com/Kelompok-7
Similar to Titik Tolak Manifesto Pendidikan - 02 Mei 2013 (20)
ppt profesionalisasi pendidikan Pai 9.pdfNur afiyah
Pembelajaran landasan pendidikan yang membahas tentang profesionalisasi pendidikan. Semoga dengan adanya materi ini dapat memudahkan kita untuk memahami dengan baik serta menambah pengetahuan kita tentang profesionalisasi pendidikan.
Sebuah buku foto yang berjudul Lensa Kampung Ondel-Ondelferrydmn1999
Indonesia, negara kepulauan yang kaya akan keragaman budaya, suku, dan tradisi, memiliki Jakarta sebagai pusat kebudayaan yang dinamis dan unik. Salah satu kesenian tradisional yang ikonik dan identik dengan Jakarta adalah ondel-ondel, boneka raksasa yang biasanya tampil berpasangan, terdiri dari laki-laki dan perempuan. Ondel-ondel awalnya dianggap sebagai simbol budaya sakral dan memainkan peran penting dalam ritual budaya masyarakat Betawi untuk menolak bala atau nasib buruk. Namun, seiring dengan bergulirnya waktu dan perubahan zaman, makna sakral ondel-ondel perlahan memudar dan berubah menjadi sesuatu yang kurang bernilai. Kini, ondel-ondel lebih sering digunakan sebagai hiasan atau sebagai sarana untuk mencari penghasilan. Buku foto Lensa Kampung Ondel-Ondel berfokus pada Keluarga Mulyadi, yang menghadapi tantangan untuk menjaga tradisi pembuatan ondel-ondel warisan leluhur di tengah keterbatasan ekonomi yang ada. Melalui foto cerita, foto feature dan foto jurnalistik buku ini menggambarkan usaha Keluarga Mulyadi untuk menjaga tradisi pembuatan ondel-ondel sambil menghadapi dilema dalam mempertahankan makna budaya di tengah perubahan makna dan keterbatasan ekonomi keluarganya. Buku foto ini dapat menggambarkan tentang bagaimana keluarga tersebut berjuang untuk menjaga warisan budaya mereka di tengah arus modernisasi.
1. Melihatulang perjalanan Pendidikan di Indonesia
1. Bangsa ini merdeka dari sebuah api keberanian untuk merebut hak dan kedaulatan mengatur
diri sendiri. Api tersebut disulut oleh gerakan nasionalisme yang merebak di Eropa, dan
kemudian memperoleh gemanya dengan arus pembebasan bangsa-bangsa bekas jajahan –
utamanya di Asia (Tenggara) dan Afrika. Akan tetapi pilihan untuk merdeka dan mewujudkan
mimpi kemajuan, bukan datang dari sebuah akal pemikiran yang dalam tentang nasib sebuah
bangsa yang dipersoalkan dari kenyataan aktual tentang banyak hal seperti : watak geografis
kepulauan maupun watak alam yang menyertainya; keragaman budaya dan bahasa yang beribu
macam lengkap dengan akar tradisi dan kepercayaan yang berbeda-beda; hubungan antara
setiap tempat, setiap kebudayaan, setiap kepercayaan, setiap nilai, dsb;hubungan dengan bangsa-
bangsa serumpun lainnya, maupun hubungan dengan bangsa-bangsa dunia lain. Karena
kekosongan pikiran tentang kenyataan yang melekat pada masyarakat kita sendiri begitu besar,
sementara arus yang bergerak dan datang dari luar selalu lebih deras dan gencar, lengkap
dengan seluruh perangkat kekuasaan yang memungkinkan mobilisasi sumber daya yang
dibutuhkan,maka pendidikan selalu mengikuti gerak arus kekuasaan yang berlaku daripada
kebutuhan untuk merumuskan diri sendiri di hadapan kenyataan aktual yang ada. Pembangunan
dan modernisasi menjadi arus baru yang meletakkan pendidikan pada arah mata angin yang
lain. Bila pada periode pra kemerdekaan pendidikan menjadikan manusia Indonesia sebagai
makhluk non-analitik, maka pada periode selanjutnya pendidikan modern menjadikan manusia
Indonesia sebagai makhluk industrial – alias buruh atau tenaga kerja murah yang dijamin
keberadaannya untuk mendatangkan investasi asing dan pertumbuhan ekonomi! Kalau di negeri
sendiri ketika makhluk tersebut berdasi dan diberi nama profesional, maka dinegeri lain
makhluk tersebut diberi label TKI! Dalam tiap skala masalah yang ada di seluruh pelosok negeri
yang kemudian berujung pada proses pemburuhan sebagaimana dijelaskan di atas, maka
pendidikan sekali lagi tidak menjelaskan apa-apa tentang kemajuan yang bisa dicapai oleh negeri
ini.
2. Pendidikan yang kemudian menjadi akar dari sistem pendidikan Nasional bermula ketika
politik “balas jasa” dijalankan pada awal abad ke-XX. Pada saat yang sama,program pendidikan
ini bertepatan dengan kebutuhan perubahan pengisian birokrat penjajahan, dari orang Belanda
ke penduduk pribumi. Kelompok priyayi adalah mereka yang mendapatkan hak istimewa untuk
duduk di bangku pendidikan tersebut,dan untuk selanjutnya masuk menjadi bagian dari
birokrasi penjajah. Sejarah awal pendidikan seperti ini memberi dua makna. Pertama adalah
bahwa pendidikan bukan lahir dari sebuah kesadaran untuk mencari kemajuan bersama.
Sebaliknya harus diterima bahwa pendidikan adalah hadiah dari pemerintah kolonial sebagai
bentuk balas jasa atas seluruh kerja keras dan pemerahan kekayaan yang telah dilakukan oleh
Belanda terhadap penduduk dan bumi Nusantara selama beberapa abad. Jadi Belanda/kulit putih
adalah penguasa dan makhluk pribumi adalah rakyat jelata yang selama sekian abad hidup
dalam sebuah hubungan kekuasaan asimetrik. Dalam hubungan tersebut, artinya kebutuhan
2. untuk meletakkan pendidikan sebagai sebuah dasar untuk menentukan nasib bangsa dan
menggugat kekuasaan atas nama perubahan, adalah mustahil. Kemustahilan tersebut berkait
erat dengan makna kedua, yaitu bahwa penikmatpendidikan dari politik balas jasa tersebut tidak
menjadi kelompok elit yang berpikir tentang lingkungannya dan kemajuan yang harus bisa
dicapai dari kedudukannya sebagai anggota elit masyarakat. Kelompok ini adalah kelompok
priyayi! Priyayi adalah sebuah jabatan sosial, lengkap dengan seluruh keistimewaan yang
diberikan oleh masyarakat maupun pemerintah kolonial saat itu. Menjadi priyayi adalah identik
dengan memiliki ijazah dan menjadi pegawai, yang dengan sendirinya jauh dari kemungkinan
untuk mendapatkan pengertian kelas menengah sebagaimana dalam pengertian sosiologi dan
politik dimana kelompok ini menjadi motor perubahan dan kemajuan. Dengan dua kenyataan
tersebut, sejak awal pendidikan memang mencabut kemungkinan manusia di bumi Nusantara
untuk menjadi makhluk berpikir.Pendidikan dengan watak dasar seperti inilah yang kemudian
menjadi akar sistem pendidikan Nasional yang dijalankan oleh Pemerintah.
3. Belum usai seluruh kesempatan untuk melihat ulang perburuhan yang dihasilkan oleh
pendidikan dari arus modernisasi dan globalisasi, sekali lagi kita membiarkan diri terserap pada
arus baru yang datang dari periode sejarah yang lain. Arus ini memastikan bahwa pikiran dan
akal sehat yang menjadi dasar seluruh program pendidikan dan kemajuan bergerak menjauh
dari tugas dan kewajiban Negara untuk menjaga leitmotiv dan nilai kemerdekaan – kemerdekaan
dan kedaulatan adalah hak segala bangsa! Bila sebelumnya pesertapendidikan hanya sekedar
menjadi makhluk non-analitik dan makhluk perburuhan, maka pada arus baru ini mereka
menyandang tugas dan hak lain: makhluk konsumtif.Konsumsi tersebut ditegaskan dengan
berubahnya peran lembaga pendidikan dari tugasnya menciptakan makhluk terdidik menjadi
makhluk berijazah. Maka pesta konsumsi pendidikan menjadi tonggak baru perjalanan sejarah
kemanusiaan Indonesia yang saat ini berada di depan mata. Bersekolah kemudian sama
maknanya dengan berbelanja, berbaju baru, bermobil baru, dsb. Sekolah sebagai lembaga yang
layaknya merumuskan kebenaran, kehilangan kemampuannya yang paling dasar.Guru dan
pengajar tidak lebih dari pegawai yang setiap saat harus tunduk pada kegilaan administrasi
kemajuan pendidikan untuk bersaing dengan masyarakat global yang dijustifikasi oleh sejumlah
pengukuran atas nama persainganinternasional. Kebenaran pengetahuan sebagai sebuah
jaminan upaya kemanusiaanuntuk secara terus menerus meletakkan anak tangga baru
menyusun peradaban sejarah bangsa, telah sengaja diluruhkan. Maka seluruh janji untuk
menegakkanhak dan kedaulatan untuk mengatur kekuasaan sendiri sebagaimana yang
dijanjikan, menjadi masa silam yang mungkin segera terlupakan.
4. Dengan seluruh sejarah yang kita torehkan sebagai nasib bersama dan kita jalani hingga hari
ini, masih adakah cakrawala yang pantas diimpikan untuk merumuskan sebuah jalan pendidikan
bagi keadilan dan kesejahteraan negeri ini?
Atas nama Kebangsaan, Jakarta,Kamis, Tanggal 02 Mei 2013