Teori Belajar Gestalt menyatakan bahwa pembelajaran manusia terkait dengan persepsi dan pemecahan masalah. Teori ini mempengaruhi pembelajaran melalui pengalaman wawasan, pembelajaran bermakna, dan perilaku bertujuan. Pendekatan ilmiah dalam pembelajaran melibatkan sikap, pengetahuan, dan keterampilan siswa untuk mencapai pemahaman yang lebih baik.
Ringkasan mengenai teori kognitivisme, yang merupakan salah satu teori belajar. teori ini didukung oleh Jean Piaget, Jerome Bruner dan David P. Ausubel.
Ringkasan mengenai teori kognitivisme, yang merupakan salah satu teori belajar. teori ini didukung oleh Jean Piaget, Jerome Bruner dan David P. Ausubel.
Ini adalah materi yang berhubungan dengan astronomi sebagai salah satu materi olimpiade Kebumian....
Pada langit malam yang cerah (dan tidak mendung), cobalah lihat ke langit. Maka anda akan
melihat bintang-bintang di langit yang jumlahnya tergantung pada kualitas langit tempat kita berada.
Bintang terlihat berkelip-kelip di langit. Terkadang kita melihat titik terang yang tidak berkelip-kelip.
Itulah planet. Selain benda-benda langit yang telah disebutkan di atas. Ternyata masih banyak lagi
jenis benda-benda lain yang mengisi alam semesta ini. Kita coba keluar dari “rumah” kita, planet
Bumi dan mengenal benda-benda yang tersebar di alam semesta. Mari kita telusuri satu persatu.
Bahan ajar berbasis TIK tentang pengenalan Bahasa Jepang yang saya download dari situs www.psb-psma.org
Namun sekarang situs ini tidak begitu aktif lagi ...
UNTUK DOSEN Materi Sosialisasi Pengelolaan Kinerja Akademik DosenAdrianAgoes9
sosialisasi untuk dosen dalam mengisi dan memadankan sister akunnya, sehingga bisa memutakhirkan data di dalam sister tersebut. ini adalah untuk kepentingan jabatan akademik dan jabatan fungsional dosen. penting untuk karir dan jabatan dosen juga untuk kepentingan akademik perguruan tinggi terkait.
Modul Ajar PAI dan Budi Pekerti Kelas 2 Fase A Kurikulum Merdeka
Teori belajar gestalt
1. TEORI BELAJAR GESTALT
Teori Belajar Gestalt berlaku untuk semua aspek pembelajaran manusia, meskipun berlaku paling langsung ke persepsi dan
pemecahan masalah. Pekerjaan Gibson sangat dipengaruhi oleh teori Gestalt. Beberapa contoh dari teori gestalt dapat dilihat
dari aplikasinya dalam pembelajaran.
Akhmad Sudrajat menguraikan beberapa Aplikasi teori Gestalt dalam proses pembelajaran antara lain :
1. Pengalaman tilikan (insight); bahwa tilikan memegang peranan yang penting dalam perilaku. Dalam proses pembelajaran,
hendaknya peserta didik memiliki kemampuan tilikan yaitu kemampuan mengenal keterkaitan unsur -unsur dalam suatu obyek
atau peristiwa.
2. Pembelajaran yang bermakna (meaningful learning); kebermaknaan unsur-unsur yang terkait akan menunjang pembentukan
tilikan dalam proses pembelajaran. Makin jelas makna hubungan suatu unsur akan makin efektif sesuatu yang dipelajari. Hal ini
sangat penting dalam kegiatan pemecahan masalah, khususnya dalam identifikasi masalah dan pengembangan alternatif
pemecahannya. Hal-hal yang dipelajari peserta didik hendaknya memiliki makna yang jelas dan logis dengan proses
kehidupannya.
3. Perilaku bertujuan (pusposive behavior); bahwa perilaku terarah pada tujuan. Perilaku bukan hanya terjadi akibat hubungan
stimulus-respons, tetapi ada keterkaitannya dengan dengan tujuan yang ingin dicapai. Proses pembelajaran akan berjalan efektif
jika peserta didik mengenal tujuan yang ingin dicapainya. Oleh karena itu, guru hendaknya menyadari tujuan sebagai arah
aktivitas pengajaran dan membantu peserta didik dalam memahami tujuannya.
4. Prinsip ruang hidup (life space); bahwa perilaku individu memiliki keterkaitan dengan lingkungan dimana ia berada. Oleh karena
itu, materi yang diajarkan hendaknya memiliki keterkaitan dengan situasi dan kondisi lingkungan kehidupan peserta didik.
5. Transfer dalam Belajar; yaitu pemindahan pola-pola perilaku dalam situasi pembelajaran tertentu ke situasi lain. Menurut
pandangan Gestalt, transfer belajar terjadi dengan jalan melepaskan pengertian obyek dari suatu konfigurasi dalam situasi
tertentu untuk kemudian menempatkan dalam situasi konfigurasi lain dalam tata-susunan yang tepat. Judd menekankan
pentingnya penangkapan prinsip-prinsip pokok yang luas dalam pembelajaran dan kemudian menyusun ketentuan-ketentuan
umum (generalisasi). Transfer belajar akan terjadi apabila peserta didik telah menangkap prinsip-prinsip pokok dari suatu
persoalan dan menemukan generalisasi untuk kemudian digunakan dalam memecahkan masalah dalam situasi lain. Oleh
karena itu, guru hendaknya dapat membantu peserta didik untuk menguasai prinsip-prinsip pokok dari materi yang diajarkannya.
Kri teria Pendekatan Scienti f ic (Pendekatan I lmiah)
Lalu bagaimanakah kriteria sebuah pendekatan pembelajaran sehingga dapat dikatakan sebagai pendekatan ilmiah atau
pendekatan scientific? Berikut ini tujuah (7) kriteria sebuah pendekatan pembelajaran dapat dikatakan sebagai
pembelajaran scientific, yaitu:
1. Materi pembelajaran berbasis pada fakta atau fenomena yang dapat dijelaskan dengan logika atau penalaran tertentu;
bukan sebatas kira-kira, khayalan, legenda, atau dongeng semata.
2. Penjelasan guru, respon siswa, dan interaksi edukatif guru-siswa terbebas dari prasangka yang serta-merta, pemikiran
subjektif, atau penalaran yang menyimpang dari alur berpikir logis.
3. Mendorong dan menginspirasi siswa berpikir secara kritis, analistis, dan tepat dalam mengidentifikasi, memahami,
memecahkan masalah, dan mengaplikasikan materi pembelajaran.
4. Mendorong dan menginspirasi siswa mampu berpikir hipotetik dalam melihat perbedaan, kesamaan, dan tautan satu
sama lain dari materi pembelajaran.
5. Mendorong dan menginspirasi siswa mampu memahami, menerapkan, dan mengembangkan pola berpikir yang
rasional dan objektif dalam merespon materi pembelajaran.
6. Berbasis pada konsep, teori, dan fakta empiris yang dapat dipertanggungjawabkan.
7. Tujuan pembelajaran dirumuskan secara sederhana dan jelas, namun menarik sistem penyajiannya.
Langkah-Langkah Pembelajaran p ada Pendekatan Scient if ic (Pendekatan I lmiah)
pendekatan scientific dan 3 ranah yang disentuh
Proses pembelajaran yanag mengimplementasikan pendekatan scientific akan menyentuh tiga ranah, yaitu: sikap (afektif),
pengetahuan (kognitif), dan keterampilan (psikomotor). Dengan proses pembelajaran yang demikian maka diharapkan hasil
belajar melahirkan peserta didik yang produktif, kreatif, inovatif, dan afektif melalui penguatan sikap, keterampilan, dan
pengetahuan yang terintegrasi. Perhatikan diagram berikut.
Adapun penjelasan dari diagram pendekatan pembelajaran scientific (pendekatan ilmiah) dengan menyentuh ketiga ranah
tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
Ranah sikap menggamit transformasi substansi atau materi ajar agar peserta didik “tahu mengapa.”
Ranah keterampilan menggamit transformasi substansi atau materi ajar agar peserta didik “tahu bagaimana”.
Ranah pengetahuan menggamit transformasi substansi atau materi ajar agar peserta didik “tahu apa.”
2. Hasil akhirnya adalah peningkatan dan keseimbangan antara kemampuan untuk menjadi manusia yang baik (soft
skills) dan manusia yang memiliki kecakapan dan pengetahuan untuk hidup secara layak (hard skills) dari peserta didik yang
meliputi aspek kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan.
Kurikulum 2013 menekankan pada dimensi pedagogik modern dalam pembelajaran, yaitu menggunakan pendekatan ilmiah.
Pendekatan ilmiah (scientific appoach) dalam pembelajaran sebagaimana dimaksud meliputi mengamati, menanya,
menalar, mencoba, membentuk jejaring untuk semua mata pelajaran.
Langkah-langkah pembelajaran scientific meliputi:
Langkah-langkah pendekatan scientific
Banyak para ahli yang meyakini bahwa melalui pendekatan saintifik/ilmiah, selain dapat menjadikan siswa lebih aktif dalam
mengkonstruksi pengetahuan dan keterampilannya, juga dapat mendorong siswa untuk melakukan penyelidikan guna
menemukan fakta-fakta dari suatu fenomena atau kejadian. Artinya, dalam proses pembelajaran, siswa dibelajarkan dan
dibiasakan untuk menemukan kebenaran ilmiah, bukan diajak untuk beropini apalagi fitnah dalam melihat suatu fenomena.
Mereka dilatih untuk mampu berfikir logis, runut dan sistematis, dengan menggunakan kapasistas berfikir tingkat tinggi (High
Order Thingking/HOT). Combie White (1997) dalam bukunya yang berjudul “Curriculum Innovation; A Celebration of Classroom
Practice” telah mengingatkan kita tentang pentingnya membelajarkan para siswa tentang fakta-fakta. “Tidak ada yang lebih
penting, selain fakta“, demikian ungkapnya.
Penerapan pendekatan saintifik/ilmiah dalam pembelajaran menuntut adanya perubahan setting dan bentuk pembelajaran
tersendiri yang berbeda dengan pembelajaran konvensional. Beberapa metode pembelajaran yang dipandang sejalan dengan
prinsip-prinsip pendekatan saintifik/ilmiah, antara lain metode: (1) Problem Based Learning; (2) Project Based Learning;
(3) Inkuiri/Inkuiri Sosial; dan (4) Group Investigation. Metode-metode ini berusaha membelajarkan siswa untuk mengenal
masalah, merumuskan masalah, mencari solusi atau menguji jawaban sementara atas suatu masalah/pertanyaan dengan
melakukan penyelidikan (menemukan fakta-fakta melalui penginderaan), pada akhirnya dapat menarik kesimpulan dan
menyajikannya secara lisan maupun tulisan.
Pendekatan Saintifik-Ilmiah
Apakah pendekatan saintifik/ilmiah dengan langkah-langkah seperti dikemukakan di atas bisa diterapkan di semua jenjang
pendidikan? Jawabannya tentu akan menjadi perdebatan keilmuan, tetapi saya memegang satu teori yang sudah kita kenal
yaitu Teori Perkembangan Kognitif dari Piaget yang mengatakan bahwa mulai usia 11 tahun hingga dewasa (tahap formal-operasional),
seorang individu telah memiliki kemampuan mengkoordinasikan baik secara simultan maupun berurutan dua
ragam kemampuan kognitif yaitu: (1) Kapasitas menggunakan hipotesis; kemampuan berfikir mengenai sesuatu khususnya
dalam hal pemecahan masalah dengan menggunakan anggapan dasar yang relevan dengan lingkungan yang dia respons; dan
(2) Kapasitas menggunakan prinsip-prinsip abstrak; kemampuan untuk mempelajari materi-materi pelajaran yang abstrak secara
luas dan mendalam.
Dengan demikian, tampaknya pendekatan saintifik/ilmiah dalam pembelajaran sangat mungkin untuk diberikan mulai pada
usia tahapan ini. Tentu saja, harus dilakukan secara bertahap, dimulai dari penggunaan hipotesis dan berfikir abstrak yang
sederhana, kemudian seiring dengan perkembangan kemampuan berfikirnya dapat ditingkatkan dengan menggunakan hipotesis
dan berfikir abstrak yang lebih kompleks.
Sementara itu, Kemendikbud (2013) memberikan konsepsi tersendiri bahwa pendekatan ilmiah (scientific appoach) dalam
pembelajaran didalamnya mencakup komponen: mengamati, menanya, mencoba, mengolah, menyajikan, menyimpulkan,
dan mencipta. Komponen-komponen tersebut seyogyanya dapat dimunculkan dalam setiap praktik pembelajaran, tetapi
bukanlah sebuah siklus pembelajaran. Untuk lebih jelasnya tentang pendekatan ilmiah versi Kemendikbud ini Anda bisa
melihatnya melalui file yang bisa Anda unduh di bawah ini: