2. INQUIRY 
Salah satu metode pembelajaran dalam matematika, yang sampai sekarang 
masih tetap dianggap sebagai metode yang cukup efektif adalah metode inquiry. 
Inquiry berarti pertanyaan, atau pemeriksaan, penyelidikan (Trianto, 2007:135). 
David L. Haury dalam artikelnya, Teaching Science Through Inquiry (dalam Sutrisno: 
2008) mengutip definisi yang diberikan oleh Alfred Novak: inquiry merupakan tingkah 
laku yang terlibat dalam usaha manusia untuk menjelaskan secara rasional 
fenomena-fenomena yang memancing rasa ingin tahu. Dengan kata lain, inquiry 
berkaitan dengan aktivitas dan keterampilan aktif yang fokus pada pencarian 
pengetahuan atau pemahaman untuk memuaskan rasa ingin tahu. 
Sund (dalam Trianto: 2007) menyatakan bahwa discovery merupakan bagian 
dari inquiry, atau inquiry merupakan perluasan proses discovery yang digunakan 
lebih mendalam. Inquiry sebagai suatu proses umum yang dilakukan manusia untuk 
mencari atau memahami informasi. Gulo (dalam Trianto: 2007) menyatakan strategi 
inquiry berarti suatu rangkaian kegiatan belajar yang melibatkan secara maksimal 
seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis, 
logis, analitis, sehingga mereka dapat merumuskan sendiri penemuannya dengan 
penuh percaya diri. 
Alasan rasional penggunaan metode inquiry adalah bahwa siswa akan 
mendapatkan pemahaman yang lebih baik mengenai matematika dan akan lebih 
tertarik terhadap matematika jika mereka dilibatkan secara aktif dalam “melakukan” 
matematika. Investigasi yang dilakukan oleh siswa merupakan tulang punggung 
metode inquiry. Investigasi ini difokuskan untuk memahami konsep-konsep 
matematika dan meningkatkan keterampilan proses berpikir ilmiah siswa. Diyakini 
bahwa pemahaman konsep merupakan hasil dari proses berfikir ilmiah tersebut 
(Blosser dalam Sutrisno: 2008). 
Metode inquiry yang mensyaratkan keterlibatan aktif siswa terbukti dapat 
meningkatkan prestasi belajar dan sikap anak terhadap Matematika dan Sains 
(Haury dalam Sutrisno: 2008). Dalam makalahnya Haury menyatakan bahwa 
metode inquiry membantu perkembangan antara lain scientific literacy dan 
pemahaman proses-proses ilmiah, pengetahuan vocabulary dan pemahaman
konsep, berpikir kritis, dan bersikap positif. Dapat disebutkan bahwa metode inquiry 
tidak saja meningkatkan pemahaman siswa terhadap konsep-konsep dalam 
matematika saja, melainkan juga membentuk sikap keilmiahan dalam diri siswa. 
Selanjutnya, metode inquiry merupakan metode pembelajaran yang berupaya 
menanamkan dasar-dasar berfikir ilmiah pada diri siswa, sehingga dalam proses 
pembelajaran ini siswa lebih banyak belajar sendiri, mengembangkan kreativitas 
dalam memecahkan masalah (Sutrisno: 2008). Siswa benar-benar ditempatkan 
sebagai subjek yang belajar. Peranan guru dalam pembelajaran dengan metode 
inquiry adalah sebagai pembimbing dan fasilitator. Tugas guru adalah memilih 
masalah yang perlu disampaikan kepada kelas untuk dipecahkan. Namun 
dimungkinkan juga bahwa masalah yang akan dipecahkan dipilih oleh siswa. Tugas 
guru selanjutnya adalah menyediakan sumber belajar bagi siswa dalam rangka 
memecahkan masalah. Bimbingan dan pengawasan guru masih diperlukan, tetapi 
intervensi terhadap kegiatan siswa dalam pemecahan masalah harus dikurangi 
(Sagala, 2004). 
Walaupun dalam praktiknya aplikasi metode pembelajaran inquiry sangat 
beragam, tergantung pada situasi dan kondisi sekolah, namun dapat disebutkan 
bahwa pembelajaran dengan metode inquiry (Garton dalam Sutrisno: 2008) memiliki 
5 komponen yang umum yaitu 
Question, Student Engangement,  Cooperative 
Interaction, Performance Evaluation,  dan Variety of 
Resources 
1. Question. Pembelajaran biasanya dimulai dengan sebuah pertanyaan 
pembuka yang memancing rasa ingin tahu siswa dan atau kekaguman siswa 
akan suatu fenomena. Untuk memudahkan proses ini, guru menanayakan 
kepada siswa mengenai hipotesis yang memungkinkan. Dari semua gagasan 
yang ada, dipilih salah satu hipotesis yang relevan dengan permasalahan 
yang diberi. Siswa diberi kesempatan untuk bertanya, yang dimaksudkan 
sebagai pengarah ke pertanyaan inti yang akan dipecahkan oleh siswa. 
Selanjutnya, guru menyampaikan pertanyaan inti atau masalah inti yang 
harus dipecahkan oleh siswa. Untuk menjawab pertanyaan ini – sesuai
dengan Taxonomy Bloom – siswa dituntut untuk melakukan beberapa 
langkah seperti evaluasi, sintesis, dan analisis. Jawaban dari pertanyaan inti 
tidak dapat ditemukan misalnya di dalam buku teks, melainkan harus dibuat 
atau dikonstruksi.2. Student Engangement. 
Dalam metode inquiry, keterlibatan aktif siswa merupakan suatu keharusan 
sedangkan peran guru adalah sebagai fasilitator. Siswa bukan secara pasif 
menuliskan jawaban pertanyaan pada kolom isian atau menjawab soal-soal pada 
akhir bab sebuah buku, melainkan dituntut terlibat dalam menciptakan sebuah 
produk yang menunjukkan pemahaman siswa terhadap konsep yang dipelajari atau 
dalam melakukan sebuah investigasi.3. Cooperative Interaction. 
Siswa diminta untuk berkomunikasi, bekerja berpasangan atau dalam kelompok, 
dan mendiskusikan berbagai gagasan. Dalam hal ini, siswa bukan sedang 
berkompetisi. Jawaban dari permasalahan yang diajukan guru dapat muncul dalam 
berbagai bentuk, dan mungkin saja semua jawaban benar.4. Performance 
Evaluation. 
Dalam menjawab permasalahan, biasanya siswa diminta untuk membuat sebuah 
produk yang dapat menggambarkan pengetahuannya mengenai permasalahan yang 
sedang dipecahkan. Bentuk produk ini dapat berupa slide presentasi, grafik, poster, 
karangan, dan lain-lain. 
5. Variety of Resources. Siswa dapat menggunakan bermacam-macam sumber 
belajar, misalnya buku teks, website, televisi, video, poster, wawancara dengan 
ahli, dan lain sebagainya. 
Metode inquiry salah satu strategi pembelajaran yang memungkinkan para 
peserta didik mendapatkan jawabannya sendiri. Metode pembelajaran ini dalam 
penyampaian bahan pelajarannya tak dalam bentuk final dan tak langsung. Artinya, 
dalam metode inquiry peserta didik sendiri diberi peluang untuk mencari, meneliti 
dan memecahkan jawaban, menggunakan teknik pemecahan masalah. 
Pendekatan dan strategi pembelajaran saat ini diharapkan lebih menekankan 
agar siswa dipandang sebagai subjek belajar. Konsep ini bertujuan hasil 
pembelajaran lebih bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran berlangsung 
alamiah, siswa ‘bekerja’ dan mengalami, bukan berupa transfer pengetahuan dari 
guru ke siswa. Pendidikan tak lagi berpusat pada lembaga atau pengajar yang 
hanya mencetak lulusan kurang berkualitas, tapi berpusat pada peserta didik.
Pendekatan inquiry adalah pendekatan mengajar di mana siswa merumuskan 
masalah, mendesain eksperimen, mengumpulkan dan menganalisis data sampai 
mengambil keputusan sendiri. 
Pendekatan inquiry harus memenuhi empat kriteria ialah kejelasan, 
kesesuaian, ketepatan dan kerumitannya. Setelah guru mengundang siswa untuk 
mengajukan masalah yang erat hubungannya dengan pokok bahasan yang akan 
diajarkan, siswa akan terlibat dalam kegiatan inquiry dengan melalui 5 fase ialah: 
Fase 1 : Siswa menghadapi masalah yang dianggap oleh siswa 
memberikan tantangan untuk diteliti. 
Fase 2 : Siswa melakukan pengumpulan data untuk menguji 
kondisi, sifat khusus dari objek teliti dan pengujian terhadap situasi 
masalah yang dihadapi. 
Fase 3 : siswa mengumpulkan data untuk memisahkan variabel 
yang relevan, berhipotesis dan bereksperimen untuk menguji hipotesis 
sehingga diperoleh hubungan sebab akibat. 
Fase 4 : merumuskan penemuan inquiry hingga diperoleh 
penjelasan, pernyataan, atau prinsip yang lebih formal. 
Fase 5 : melakukan analisis terhadap proses inquiry, strategi yang 
dilakukan oleh guru maupun siswa. Analisis diperlukan untuk 
membantu siswa terarah pada mencari sebab akibat. 
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, Inquiry, merupakan perluasan dari 
discovery yang digunakan lebih mendalam. Artinya, inquiry mengandung proses 
mental yang lebih tinggi tingkatannya. Misalnya: Merumuskan problema, merancang 
eksperimen, melaksanakan eksperimen, mengumpulkan data, menganalisis data, 
membuat kesimpulan dan sebagainya. 
3. DISCOVERY (PENEMUAN TERBIMBING) 
. DR. J. Richard Suchman (dalam Widdiharto: 2004) mencoba mengalihkan 
kegiatan belajar-mengajar dari situasi yang didominasi guru ke situasi yang 
melibatkan siswa dalam proses mental melalui tukar pendapat yang berwujud
diskusi, seminar, dan sebagainya. Salah satu bentuknya disebut Guided Discovery 
Lesson (pelajaran dengan penemuan terpimpin) 
Discovery (penemuan terbimbing) sering dipertukarkan pemakainnya dengan 
inquiry (penyelidikan). Sund berpendapat bahwa discovery (penemuan terbimbing) 
adalah proses mental dimana siswa mengasimilasikan suatu konsep atau suatu 
prinsip. Proses mental, misalnya: mengamati, menjelaskan, mengelompokkan, 
membuat kesimpulan dan sebagainya. Sedangkan konsep misalnya: lingkaran, 
segitiga, x < y, dan sebagainya. Prinsip misalnya: “ kuadrat sisi miring pada segitiga 
siku-siku sama dengan jumlah kuadrat sisi siku-sikunya” 
Selanjutnya Sund mengatakan bahwa penggunaan discovery dalam batas-batas 
tertentu adalah baik untuk kelas-kelas rendah, sedangkan inquiry baik untuk 
siswa-siswa di kelas yang lebih tinggi. 
Sebagai model pembelajaran dari sekian banyak model pembelajaran yang 
ada, penemuan terbimbing menempatkan guru sebagai fasilitator, guru membimbing 
siswa dimana ia diperlukan. Dalam model ini siswa didorong untuk berfikir sendiri, 
sehingga dapat “menemukan” prinsip umum berdasarkan bahan atau data yang 
telah disediakan oleh guru. Sampai seberapa jauh siswa dibimbing, tergantung pada 
kemampuannya dan materi yang sedang dipelajari. 
Dengan metode ini, siswa dihadapkan kepada situasi dimana ia bebas 
menyelidiki dan menarik kesimpulan. Terkaan, intuisi dan mencoba-coba (trial and 
error) hendaknya dianjurkan. Guru bertindak sebagai penunjuk jalan, ia membantu 
siswa agar mempergunakan ide, konsep, dan keterampilan yang sudah mereka 
pelajari sebelumnya untuk mendapatkan pengetahuan yang baru. Pengajuan 
pertanyaan yang tepat oleh guru akan merangsang kreativitas siswa dan membantu 
mereka dalam “menemukan” pengetahuan baru tersebut. 
Model ini membutuhkan waktu yang relatif banyak dalam pelaksanaannya, 
akan tetapi hasil belajar yang dicapai sebanding dengan waktu yang digunakan. 
Pengetahuan yang baru akan melekat lebih lama apabila siswa dilibatkan secara 
langsung dalam proses pemahaman dan ‘mengkonstruksi’ sendiri konsep atau 
pengetahuan tersebut. Model ini bisa dilakukan baik secara perorangan maupun 
kelompok. 
Agar pelaksanaan penemuan terbimbing berjalan dengan efektif, beberapa 
langkah yang mesti ditempuh oleh guru matematika adalah sebagai berikut:
1. Merumuskan masalah yang akan diberikan kepada siswa dengan 
data secukupnya, yang dinyatakan dengan pernyataan atau 
pertanyaan. Perumusan harus jelas, hindari pernyataan yang 
menimbulkan salah tafsir sehingga arah yang ditempuh siswa tidak 
salah. Konsep atau prinsip yang harus ditemukan siswa melalui 
kegiatan tersebut perlu ditulis dengan jelas. 
2. Diskusi sebagai pengarahan sebelum siswa melakukan kegiatan. 
Alat/bahan perlu disediakan sesuai dengan kebutuhan siswa dalam 
melaksanakan kegiatan. 
3. Dari data yang diberikan guru, siswa menyusun, memproses, 
mengorganisir, dan menganalisis data tersebut. Dalam hal ini 
bimbingan guru dapat diberikan sejauh yang diperlukan saja. 
Bimbingan ini sebaiknya mengarahkan siswa untuk melangkah ke 
arah yang hendak dituju, melalui pertanyaan-pertanyaan, atau LKS. 
4. Kegiatan metode penemuan oleh siswa berupa 
penyelidikan/percobaan untuk menemukan konsep-konsep atau 
prinsip-prinsip yang telah ditetapkan. 
5. Siswa menyusun konjektur (prakiraan) dari hasil analisis yang 
dilakukannya. 
6. Bila dipandang perlu, konjektur yang telah dibuat oleh siswa 
tersebut di atas diperiksa oleh guru. Hal ini penting dilakukan untuk 
meyakinkan kebenaran prakiraan siswa, sehingga akan menuju 
arah yang hendak dicapai. 
7. Proses berpikir kritis perlu dijelaskan untuk menunjukkan adanya 
mental operasional siswa, yang diharapkan dalam kegiatan. Apabila 
telah diperoleh kepastian tentang kebenaran konjektur tersebut, 
maka verbalisasi konjektur sebaiknya diserahkan juga kepada siswa 
untuk menyusunnya. Disamping itu perlu diiingat pula bahwa induksi 
tidak menjamin 100 % kebenaran konjektur. 
8. Setelah siswa menemukan apa yang dicari, hendaknya guru 
menyediakan soal latihan atau soal tambahan untuk memeriksa 
apakah hasil penemuan itu benar. 
9. Perlu dikembangkan pertanyaan-pertanyaan yang bersifat 
terbuka, yang mengarah pada kegiatan yang dilakukan siswa.
10. Ada catatan guru yang meliputi penjelasan tentang hal-hal yang 
sulit dan factor-faktor yang dapat mempengaruhi hasil terutama 
kalau penyelidikan mengalami kegagalan atau tak berjalan 
sebagaimana mestinya. 
Model Penemuan Terbimbing memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan 
dari Model Penemuan terbimbing adalah sebagai berikut: 
1. Siswa dapat berpartisipasi aktif dalam pembelajaran yang disajikan. 
2. Menumbuhkan sekaligus menamkan sikap inquiry (mencari-temukan). 
3. Mendukung kemampuan problem solving siswa 
4. Memberikan wahana interaksi antar siswa, maupun siswa dengan guru, 
dengan demikian siswa juga terlatih untuk menggunakan bahasa Indonesia 
yang baik dan benar. 
5. Materi yang disajikan dapat mencapai tingkat kemampuan yang lebih tinggi 
dan lebih lama membekas karena siswa dilibatkan dalam proses 
menemukannya (Marzano, dalam Widdiharto: 2004). 
Sementara itu kekurangannya (Widdiharto: 2004) adalah sebagai berikut: 
1. Untuk materi tertentu, waktu yang tersita lebih lama. 
2. Tidak semua siswa dapat mengikuti pelajaran dengan cara ini. Dilapangan 
beberapa siswa masih terbiasa dan mudah mengerti dengan model ceramah. 
3. Tidak semua topik cocok disampaikan dengan model ini. Umumnya topik-topik 
yang berhubungan dengan prinsip dapat dikembangkan dengan Model 
Penemuan Terbimbing 
http://refi07.wordpress.com/pendekatan-inquiry-dan-discovery/ 
Mengenai kelebihan dan kekurangan metode penemuan/discovery-inquiry diuraikan oleh 
Sudirman N, dkk (1992) sebagai berikut : 
Kelebihan metode penemuan/discovery-inquiry : 
1. Strategi pengajaran menjadi berubah dari yang bersifat penyajian informasi oleh guru 
kepada siswa sebagai penerima informasi yang baik tetapi proses mentalnya berkadar 
rendah, menjadi pengajaran yang menekankan kepada proses pengolahan informasi di 
mana siswa yang aktif mencari dan mengolah sendiri informasi yang kadar proses 
mentalnya lebih tinggi atau lebih banyak. 
2. Siswa akan mengerti konsep-konsep dasar atau ide lebih baik. 
3. Membantu siswa dalam menggunakan ingatan dan dalam rangka transfer kepada 
siutuasi-situasi proses belajar yang baru. 
4. Mendorong siswa untuk berfikur dan bekerja atas inisiatifnya sendiri. 
5. Memungkinkan siswa belajar dengan memanfaatkan berbagai jenis sumber belajar 
yang tida hanya menjadikan guru sebagai satu-satunya sumber belajar.
6. Metode ini dapat memperkaya dan memperdalam materi yang dipelajari sehingga 
retensinya 9tahan lama dalam ingatan) menjadi lebih baik. 
Kekurangan metode penemuan/discovery-inquiry : 
1. Memerlukan perubahan kebiasaan cara belajar siswa yang menerima informasi dari 
guru apa adanya, ke arah membiasakan belajar mandiri dan berkelompok dengan 
mencari dan mengolah informasi sendiri. Mengubah kebiasaan bukanlah sesuatu yang 
mudah, apalagi kebiasaan yang telah bertahun-tahun dilakukan. 
2. Guru dituntut mengubah kebiasaan mengajar yang umumnya sebagai pemberi 
informasi menjadi fasilitator, motivator, dan pembimbing siswa dalam belajar. Inipun 
bukan pekerjaan yang mudah karena umumnya guru merasa belum puas kalau tidak 
banyak menyajikan informasi (ceramah). 
3. Metode ini memberikan kebebasan pada siswa dalam belajar, tetapi tidak berarti 
menjamin bahwa siswa belajar dengan tekun, penuh aktivitas, dan terarah. 
4. Cara belajar siswa dalam metode ini menuntut bimbingan guru yang lebih baik. 
Dalam kondisi siswa banyak (kelas besar) dan guru terbatas, agaknya metode ini sulit 
terlaksana dengan baik. 
Jenis-Jenis Metode Penemuan (Discovery-Inquiry) 
Moh. Amin (Sudirman N, 1992) menguraikan tentang tujuh jenis inquiry-discovery yang 
dapat diikuti sebagai berikut : 
1. Guided Discovery-Inquiry Lab. Lesson 
Sebagian perencanaan dibuat oleh guru. Selain itu guru menyediakan kesempatan bimbingan 
atau petunjuk yang cukup luas kepada siswa. Dalam hal ini siswa tidak merumuskan 
problema, sementara petunjuk yang cukup luas tentang bagaimana menyusun dan mencatat 
diberikan oleh guru. 
1. Modified Discovery-Inquiry 
Guru hanya memberikan problema saja. Biasanya disediakan pula bahan atau alat-alat yang 
diperlukan, kemudian siswa diundang untuk memecahkannya melalui pengamatan, eksplorasi 
dan atau melalui prosedur penelitian untuk memperoleh jawabannya. Pemecahan masalah 
dilakukan atas inisiatif dan caranya sendiri secara berkelompok atau perseorangan. Guru 
berperan sebagai pendorong, nara sumber, dan memberikan bantuan yang diperlukan untuk 
menjamin kelancaran proses belajar siswa. 
1. Free Inquiry 
Kegiatan free inquiry dilakukan setelah siswa mempelajarai dan mengerti bagaimana 
memecahkan suatu problema dan telah memperoleh pengetahuan cukup tentang bidang studi 
tertentu serta telah melakukan modified discovery-inquiry. Dalam metode ini siswa harus 
mengidentifikasi dan merumuskan macam problema yang akan dipelajari atau dipecahkan. 
1. Invitation Into Inquiry
Siswa dilibatkan dalam proses pemecahan problema sebagaimana cara-cara yang lazim 
diikuti scientist. Suatu undangan (invitation) memberikan suatu problema kepada siswa, dan 
melalui pertanyaan masalah yang telah direncanakan dengan hati-hati mengundang siswa 
untuk melakukan beberapa kegiatan atau kalau mungkin, semua kegiatan sebagai berikut : 
merancang eksperimen, merumuskan hipotesis, menetapkan kontrol, menentukan sebab 
akibat, menginterpretasi datadan membuat grafik 
1. Inquiry Role Approach 
Inquiry Role Approach 
merupakan kegiatan proses belajar yang melibatkan siswa dalam tim-tim yang masing-masing 
terdiri tas empat anggota untuk memecahkan invitation into inquiry. Masing-masing 
anggota tim diberi tugas suatu peranan yang berbeda-beda sebagai berikut : koodinator tim, 
penasihat teknis, pencatat data dan evaluator proses 
1. Pictorial Riddle 
Pendekatan dengan menggunakan pictorial riddle adalah salah satu teknik atau metode untuk 
mengembangkan motivasi dan minat siswa di dalam diskusi kelompok kecil maupun besar. 
Gambar atau peragaan, peragaan, atau situasi yang sesungguhnya dapat digunakan untuk 
meningkatkan cara berfikir kritis dan kreatif siswa. Suatu ridlle biasanya berupa gambar di 
papan tulis, papan poster, atau diproyeksikan dari suatu trasparansi, kemudian guru 
mengajukan pertanyaan yang berkaitan dengan ridlle itu. 
1. Synectics Lesson 
Pada dasarnya syntetics memusatkan pada keterlibatan siswa untyuk membuat berbagai 
macam bentuk metafora (kiasan) supaya dapat membuka intelegensinya dan mengembangkan 
kreativitasnya. Hal ini dapat dilaksankan karena metafora dapat membantu dalam melepaskan 
“ikatan struktur mental” yang melekat kuat dalam memandang suatu problema sehingga 
dapat menunjang timbulnya ide-ide kreatif. 
Sasaran pembelajaran yang dapat dicapai dengan penerapan inkuiri adalah: 
Sasaran kognitif 
1. Memahami bidang khusus dari materi pelajaran 
2. Mengembangkan keterampilan proses sains 
3. Mengembangkan kemampuan bertanya, memecahkan masalah dan melakukan percobaan 
4. Menerapkan pengetahuan dalam situasi baru yang berbeda. 
5. Mengevaluasi dan mensintesis informasi, ide dan masalah baru 
6. Memperkuat keterampilan berpikir kritis 
Sasaran afektif
1. Mengembangkan minat terhadap pelajaran dan bidang ilmu 
1. Memperoleh apresiasi untuk pertimbangan moral dan etika yang relevan dengan bidang 
ilmu tertentu. 
2. Meningkatkan intelektual dan integritas 
3. Mendapatkan kemampuan untuk belajar dan menerapkan materi pengetahuan. 
http://bangkititahermawati.wordpress.com/ipa-kelas-vii/pembelajaran-inquiry-dan-discovery/ 
Strategi Pembelajaran Inquiry & Discovery 
Strategi pembelajaran inquiry & discovery adalah metode pembelajaran yang pertama kali 
dikembangkan oleh Bruner (1966) di mana siswa didorong untuk mengalami, melakukan percobaan, 
dan menemukan sendiri prinsip-prinsip dan konsep yang diajarkan. Strategi pembelajaran inquiry & 
discovery memiliki beberapa keuntungan, seperti dapat membangkitkan rasa keingintahuan 
(curiosity), minat, dan motivasi siswa untuk terus belajar sampai dapat menemukan jawaban. Di 
samping itu, melalui penerapan strategi inquiry, siswa juga dapat belajar memecahkan masalah 
secara mandiri dan mengembangkan keterampilan berpikir kritis sebab mereka harus menganalisis 
dan mengutak-atik informasi. 
Secara operasional pembelajaran iquiry & discovery dapat ditempuh melalui tahapan-tahapan 
berikut: 
a. Sajikan situasi teka-teki (puzzling situation) yang sesuai dengan tahapan perkembangan siswa. Jelaskan 
prosedur inquiry & discovery dan sajikan masalah. 
b. Minta siswa mengumpulkan informasi melalui observasi atau berdasar pengalaman masing-masing. 
c. Minta siswa menganalisis dan menyajikan hasil dalam bentuk tulisan, gambar, bagan, tabel, atau karya 
lain. 
d. Minta siswa mengkomunikasikan dan menyajikan hasil karyanya, misalnya dalam bentuk penyajian di 
kelas, menempelkan di majalah dinding, menulis di koran, dan sebagainya. 
e. Dalam penyajian di kelas, bangkitkan tanggapan dan penjelasan siswa lain. Minta tanggapan balik 
(counter-sugestions) dan selidiki tanggapan siswa. Hadapkan mereka dengan demonstrasi-demonstrasi 
tambahan untuk mengeksplorasi lebih jauh. 
f. Ciptakan lingkungan yang dapat menerima dan menghargai pendapat orang lain. Selalu minta siswa 
memberi alasan atas jawaban-jawaban mereka. Sajikan tugas-tugas yang berkaitanbkemudian cermati 
dan beri balikan atas pemikiran-pemikiran yang diajukan siswa. 
g. Ciptakan situasi yang memungkinkan siswa dapat berinteraksi dan bersedia bekerjasama dengan tetap 
memperhatikan sopan santun 
http://www.tuanguru.com/2012/08/strategi-pembelajaran-inquiry-discovery.html 
Dalam usaha meningkatkan pendidikan pada umumnya Bruner mengemukakan empat 
tema, yaitu; struktur, kesiapan, intuisi dan motivasi. Bruner menganggap bahwa belajar itu 
meliputi tiga proses kognitif, yaitu; memperoleh informasi baru, transformasi ilmu 
pengetahuan, dan menguji relevansi dan ketepatan pengetahuan. Pandangannya terhadap
belajar yang disebutnya sebagai konseptualisme instrumental didasarkan pada dua prinsip, 
yaitu; pengetahuan orang tentang alam didasarkan pada model-model menganai kenyataan 
yang dibangunnya, dan model-model itu mula-mula diadopsi dari kebudayaan seseorang, dan 
kemudian model-model itu diadaptasikan pada kegunaan bagi orang itu. 
Pematangan intelektual seseorang ditunjukkan oleh bertambahnya ketidakbergantungan 
respon dari sifat stimulus. Pertumbuhan itu tergantung pada bagaimana seseorang 
menginternalisasi peristiwa- peristiwa menjadi suatu “sistem simpanan” yang sesuai dengan 
lingkungan.pertumbuhan itu menyangkut peningkatan kemampuan seseorang untuk 
mengemukakan pada dirinya sendiri atau pada orang lain tentang apa yang telah atau akan 
dilakukannya. 
Penyajian kemampuan dapat dilakukan melalui tiga cara, yaitu; cara enaktif, ekonik, dan 
cara simbolik. Menurut Bruner belajar bermakna hanya dapat terjadi melalui belajar 
penemuan (discovery learning). Pengetahuan yang diperoleh melalui belajar penemuan 
bertahan lama, dan mempunyai efek transfer yang lebih baik. Belajar penemuan 
meningkatkan penalaran dan kemampuan dan berfikir secara bebas, dan memilih 
keterampilan-keterampilan kognitif untuk menemukan dan memecahkan masalah 
dikemukakan oleh Bruner dalam bukunya Toward a Theory of Instruction yang diambil 
dari buku Teori-Teori Belajar tulisan Ratna Wilis Dahar, Bruner mengatakan: 
We teach a subject not to produce litle living libraries on the subject, but rather to get a 
student to think mathematically for him self, to consider matters as an historian does, to take 
part in the process of knowledge-getting. Knowing is a process, not aproduct. 
Jadi kalau kita mengajar sains misalnya, kita bukan akan menghasilkan perpustakaan-perpustakaan 
hidup kecil tentang sains, melainkan kita ingin membuat anak-anak kita berfikir 
secara matematis bagi dirinya sendiri, berperan serta dalam proses perolehan pengetahuan. 
Mengetahui itu adalah suatu proses, bukan suatu produk. 
http://toxicthechemistry.blogspot.com/2013/11/teori-belajar-penemuan-jerome-bruner.html 
Jerome Bruner 
Belajar Penemuan berdasarkan teori Jerome s. Bruner 
Salah satu model kognitif yang sangat berpengaruh adalah model dari Jerome Bruner 
(1966) yang dikenal dengan nama belajar penemuan (discovery learning). Bruner 
menganggap bahwa belajar penemuan sesuai dengan pencarian pengetahuan secara aktif oleh 
manusia dan dengan sendirinya memberikan hasil yang paling baik. Bruner menyarankan
agar siswa hendaknya belajar melalui berpartisipasi aktif dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip 
agar mereka dianjurkan untuk memperoleh pengalaman dan melakukan eksperimen-eksperimen 
yang mengizinkan mereka untuk menemukan konsep dan prinsip itu sendiri. 
Secara umum terdapat dua ciri konsep belajar penemuan Jerome Bruner ini, yaitu: 
1. Tentang (discovery) itu sendiri merupakan ciri umum dari teori Bruner ini, dimana teori ini 
mengarahkan agar peserta didik mendiri dalam menemukan, mengolah, memilah dan dan 
mengembangkan. Berbeda dengan teori yang lain seperti teori, behavioristik yang belajar 
berdasarkan pengalaman tidak memperhatikan aspek kognitifnya seperti teori discovery 
Bruner ini. 
2. Konsep kurikulum spiral merupakan ciri khas dari teori discovery Jerome Bruner ini. Dimana 
dalam teorinya di tuntut adanya pengulangan-pengulangan terhadap pengetahuan yang sama 
namun diulang dengan pembahasan yang lebih luas dan mendalam. 
Yang menjadi ide dasar Bruner ialah pendapat dari Piaget yang menyatakan bahwa anak harus berperan 
secara aktif dalam belajar di kelas, untuk itu menurut Bruner, murid mengorganisir bahan yang 
dipelajari dalam suatu bentuk akhir. Teori ini disebutnya dengan discovery learning, atau dengan kata 
lain bagaimana cara orang memilih mempertahankan dan mentransformasikan informasi secara aktif, 
dan inilah menurut Bruner inti dari berajar 
http://tujuhkoto.wordpress.com/2010/06/21/teori -belajar-menurut-jerome-bruner/ 
teori discovery learning yang cetuskan oleh Jerome Bruner. Ada beberapa keistimewaan 
discovery learning itu, antara lain: 
& Discovery learning menimbulkan keingintahuan siswa, dapat memotivasi mereka untuk 
melanjutkan pekerjaan sampai mereka menemukan jawaban-jawaban. 
& Pendekatan ini dapat mengajar keterampilan menyelesaikan masalah secara mandiri dan 
mungkin memaksa siswa untuk menganalisis dan memanipulasi informasi dan tidak hanya 
menyerap secara sederhana saja 
 Hasilnya lebih berakar dari pada cara belajar yang lain. 
 Lebih mudah dan cepat ditangkap 
 Dapat dimanfaatkan dalam bidang sudi lain atau dalam kehidupan sehari-hari 
 berdaya guna untuk meningkatkan kemampuan siswa menalar dengan baik 
Sedangkan kelemahan teori Discovey Learning Jerome Bruner antara lain: 
 Belajar discovery learning belum tentu bisa diaplikasikan karena kondisi dan sistem 
yang belum mendukuag penemuan sendiri, sementara secara realistis murid 
didominasi hanya menerima dari guru 
 Discovery learning belum tentu semua murid mahir untuk menerapkannya 
 Discavery learning berbahaya bagi murid yang kurang mahir, sebab pengetahuan 
yang ia peroleh tidak akan menambah pengetahuan yang sempurna tapi baru sebatas 
coba-coba. 
http://tujuhkoto.wordpress.com/2010/06/21/teori -belajar-menurut-jerome-bruner/
Beberapa kelebihan dan kelemahan dari metode inkuiri adalah sebagai berikut: 
1. Kelebihan 
a) Siswa ikut berpartisipasi secara aktif di dalam kegiatan belajarnya, sebab metode inkuiri 
menekankan pada proses pengolahan informasi pada peserta didik 
b) Siswa benar-benar dapat memahami suatu konsep dan rumus, sebab siswa menemukan 
sendiri proses untuk mendapatkan konsep atau rumus tersebut. 
c) Metode ini memungkinkan sikap ilmiah dan menimbulkan semangat ingin tahu para siswa. 
d) Dengan menemukan sendiri siswa merasa sangat puas dengan demikian kepuasan mental 
sebagai nilai intrinsik siswa terpenuhi. 
e) Guru tetap memiliki kontak pribadi 
f) Penemuan yang diperoleh peserta didik dapat menjadi kepemilikan yang sangat sulit 
dilupakan. 
2. Kelemahan Metode Inkuiri menurut Fat Hurrahman (2008) adalah: 
a) Persiapan dan pelaksanaannya memakan waktu yang cukup lama. 
b) Metode ini tidak efektif bila tidak ditunjang dengan peralatan yang lengkap sesuai dengan 
kebutuhan. 
c) Sukar dilaksanakan bila siswa belum matang kemampuan untuk melaksanakannya. 
Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Inkuiri 
Setiap model pembelajaran yang diterapkan dalam proses belajar mengajar memiliki 
kelebihan dan kekurangan. Model pembelajaran inkuiri terbimbing memiliki kelebihan 
tertentu. Kelebihan model pembelajaran inkuiri terbimbing yang dikemukakan oleh Bruner 
(Wartono, 2003) yaitu : 
a. Model pembelajaran inkuiri meningkatkan potensi intelektual siswa. Hal ini dikarenakan 
siswa diberi kesempatan untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban dari permasalahan 
yang diberikan dengan pengamatan dan pengalaman sendiri. 
b. Ketergantungan siswa terhadap kepuasan ekstrinsik bergeser kearah kepuasan intrinsik. 
Siswa yang telah berhasil menemukan sendiri sampai dapat memecahkan masalah yang ada 
akan meningkatkan kepuasan intelektualnya yang datang dari dalam diri siswa. 
c. Siswa memperoleh pengetahuan yang bersifat penyelidikan karena terlibat langsung dalam 
proses penemuan. 
d. Belajar melalui inkuiri dapat memperpanjang proses ingatan. Pengetahuan yang diperoleh 
dari hasil pemikiran sendiri akan lebih mudah diingat.
e. Belajar dengan inkuiri, siswa dapat memahami konsepkonsep sains dan ide-ide dengan baik. 
f. Pengajaran menjadi terpusat pada siswa, salah satu prinsip psikologi belajar menyatakan 
bahwa semakin besar keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran, maka semakin besar 
pula kemampuan belajar siswa tersebut. Dalam pembelajaran inkuiri tidak hanya ditujukan 
untuk belajar konsep-konsep dan prinsip-prinsip saja tetapi juga belajar pengarahan diri 
sendiri, tanggung jawab, komunikasi dan sebagainya. 
g. Proses pembelajaran inkuiri dapat membentuk dan mengembangkan konsep diri siswa. 
Keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran inkuiri lebih besar, sehingga memberikan 
kemungkinan kepada siswa untuk memperluas wawasan dan mengembangkan konsep diri 
secara baik. 
h. Tingkat harapan meningkat, tingkat harapan merupakan bagian dari konsep diri. Ini berarti 
bahwa siswa memiliki keyakinan atau harapan dapat menyelesaikan tugasnya secara mandiri 
berdasarkan pengalaman penemuannya. 
i. Model pembelajaran inkuiri dapat mengembangkan bakat. Manusia memiliki berbagai 
macam bakat, salah satunya adalah bakat akademik, semakin banyak kebebasan dalam proses 
pembelajaran maka semakin besar kemungkinan siswa untuk mengembangkan bakatbakat 
lainnya, seperti kreatif, social, dan sebagainya. 
j. Model pembelajaran inkuiri dapat menghindarkan siswa belajar dengan hafalan. 
Pembelajaran inkuiri menekankan kepada siswa untuk menemukan makna lingkungan 
sekelilingnya. 
k. Model pembelajaran inkuiri memberikan kesempatan kepada siswa untuk mencerna dan 
mengatur informasi yang didapatkan. 
Selain memiliki kelebihan, model pembelajaran inkuiri terbimbing juga memiliki 
kekurangan. Adapun kekurangan dari model pembelajaran inkuiri terbimbing, yaitu: 
a. Model pembelajaran inkuiri mengandalkan suatu kesiapan berpikir tertentu siswasiswa yang 
mempunyai kemampuan berpikir lambat bisa kebingungan dalam berpikir secara luas 
membuat abstraksi, menemukan hubungan antara konsepkonsep dalam suatu mata pelajaran, 
atau menyusun apa yang telah mereka peroleh secara tertulis atau lisan. Siswa siswa yang 
mempunyai kemampuan berpikir tinggi bisa memonopoli model pembelajaran penemuan, 
sehingga menyebabkan frustasi bagi siswasiswa lain.
b. Tidak efisien, khususnya untuk mengajar siswa yang berjumlah besar sebagai contoh banyak 
waktu yang dihabiskan untuk membantu seorang siswa dalam menemukan teori-teori 
tertentu. 
c. Harapan-harapan dalam model pembelajaran ini dapat terganggu oleh siswa-siswa dan guru-- 
guru yang telah terbiasa dengan pengajaran tradisional. 
d. Pada bidang sains membutuhkan banyak fasilitas untuk menguji ide-ide. 
http://bintangkecildelapan.blogspot.com/2012/03/normal -0-false-false-false-in-x-none-x_24.html 
Model pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran yang dalam pelaksanaannya 
mengedepankan pemanfaatan kelompok-kelompok siswa. Prinsip yang harus dipegang teguh dalam 
kaitan dengan kelompok kooperatif adalah setiap siswa yang ada dalam suatu kelompok harus 
mempunyai tingkat kemampuan yang heterogen (tinggi, sedang dan rendah) dan bila perlu mereka 
harus berasal dari ras, budaya, suku yang berbeda serta mempertimbangkan kesetaraan gender. 
Model pembelajaran kooperatif bertumpu pada kooperasi (kerjasama) saat menyelesaikan 
permasalahan belajar yaitu dengan menerapkan pengetahuan dan keterampilan sehingga tujuan 
pembelajaran dapat dicapai. Sebuah model pembelajaran dicirikan oleh adanya struktur tugas 
belajar, struktur tujuan pembelajaran dan struktur penghargaan ( reward). Dalam kaitan dengan 
model pembelajaran kooperatif, maka tentu saja struktur tugas, struktur tujuan dan struktur 
penghargaan pada model pembelajaran ini tidak sama dengan struktur tugas, struktur tujuan serta 
struktur penghargaan model pembelajaran yang lain. 
Jenis-Jenis Model Pembelajaran Kooperatif yang Dapat Diterapkan Guru 
Berikut ini daftar beberapa model pembelajaran kooperatif yang efektif: 
TAI (Team Assisted Individualization atau Team Accelerated Instruction) 
Tipe model pembelajaran kooperatif yang satu ini sebenarnya adalah penggabungan dari 
pembelajaran kooperatif dengan pembelajaran individual. Pada model pembelajaran kooperatif 
tipe TAI, siswa mengikuti tingkatan yang bersifat individual berdasarkan tes penempatan, dan 
kemudian dapat maju ke tahapan selanjutnya berdasarkan tingkat kecepatannya belajar. Jadi, setiap 
anggota kelompok sebenarnya belajar unit-unit materi pelajaran yang berbeda. Rekan sekelompok 
akan memeriksa hasil pekerjaan rekan sekelompok lainnya dan memberikan bantuan jika diperlukan. 
Tes kemudian diberikan diakhir unit tanpa bantuan teman sekelompoknya dan diberikan skor. Lalu 
setiap minggu guru akan menjumlahkan total unit materi yang diselesaikan suatu kelompok dan 
memberikan sertifikat atau penghargaan bila mereka berhasil melampaui kriteria yang telah 
ditetapkan, dan beberapa poin tambahan untuk kelompok yang anggotanya mendapat nilai 
sempurna. Kelebihan model pembelajaran kooperatif tipe TAI ini adalah karena siswa 
bertanggungjawab untuk memeriksa pekerjaan rekannya yang lain, maka guru mempunyai waktu 
yang lebih banyak untuk membantu kelompok-kelompok kecil yang menemuai banyak hambatan 
dalam belajar yang merupakan kumpulan dari anggota-anggota kelompok yang berada pada
tingkatan unit materi pelajaran yang sama. Banyak penelitian melaporkan bahwa model 
pembelajaran kooperatif tipe TAI ini sangat efektif untuk digunakan dalam pembelajaran. 
STAD (Student Teams Achievement Division) 
Pada model pembelajaran kooperatif tipe STAD ini siswa dikelompokkan ke dalam kelompok kecil 
yang disebut tim. Kemudian seluruh kelas diberikan presentasi materi pelajaran. Siswa kemudian 
diberikan tes. Nilai-nilai individu digabungkan menjadi nilai tim. Pada model pembelajaran 
kooperatif tipe ini walaupun siswa dites secara individual, siswa tetap dipacu untuk bekerja sama 
untuk meningkatkan kinerja dan prestasi timnya. Bila pertama kali digunakan di kelas anda, maka 
ada baiknya guru terlebih dahulu memperkenalkan model pembelajaran kooperatif STAD ini 
kepada siswa. 
Round Table atau Rally Table 
Untuk menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Round table atau Rally Table ini guru 
dapat memberikan sebuah kategori tertentu kepada siswa (misalnya kata-kata yang dimulai dengan 
huruf “s”). Selanjutnya mintalah siswa bergantian menuliskan satu kata secara bergiliran. 
Jigsaw 
Jigsaw pertama kali dikembangkan dan diujicobakan oleh Elliot Aronson dan teman-teman di 
Universitas Texas, dan kemudian diadaptasi oleh Slavin dan teman-teman di Universitas John 
Hopkins (Arends, 2001). Tujuan diciptakannya tipe model pembelajaran kooperatif Jigsaw ini adalah 
untuk meningkatkan rasa tanggungjawab siswa terhadap belajarnya sendiri dan juga belajar anggota 
kelompoknya yang lain. Mereka diminta mempelajari materi yang akan menjadi tanggungjawabnya, 
karena selain untuk dirinya, ia juga harus mengajarkan materi itu kepada anggota kelompoknya yang 
lain. Pada model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw ini ketergantungan antara siswa sangat tinggi. 
Setiap siswa dalam model pembelajaran kooperatif ini adalah anggota dari dua kelompok, yaitu (1) 
kelompok asal (home group) dan (2) kelompok ahli (expert group). Kelompok asal dibentuk dengan 
anggota yang heterogen. Di kelompok asal ini mereka akan membagi tugas untuk mempelajari suatu 
topik. Setelah semua anggota kelompok asal memperoleh tugas masing-masing, mereka akan 
meninggalkan kelompok asal untuk membentuk kelompok ahli. Kelompok ahli adalah kelompok yang 
terbentuk dari anggota-anggota kelompok yang mempunyai tugas mempelajari sebuah topik yang 
sama (berdasarkan kesepakatan mereka di kelompok asal). Setelah mempelajari topik tersebut di 
kelompok ahli, mereka akan kembali ke kelompok asal mereka masing-masing dan saling 
mengajarkan topik yang menjadi tanggungjawab mereka ke anggota kelompok lainnya secara 
bergantian. 
Guru perlu memahami bagaimana model pembelajaran Jigsaw ini dilaksanakan, begitu juga siswa 
Tim Jigsaw 
Untuk menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw, tugaskan setiap siswa pada setiap 
kelompok untuk mempelajari seperempat halaman dari bacaan atau teks pada mata pelajaran apa 
saja (misalnya IPS), atau seperempat bagian dari sebuah topik yang harus mereka pelajari atau ingat. 
Setelah setiap siswa tadi menyelesaikan pembelajarannya dan kemudian saling mengajarkan 
(menjelaskan) tentang materi yang menjadi tugasnya atau saling bekerjasama untuk membentuk 
sebuah kesatuan materi yang utuh saat mereka menyelesaikan sebuah tugas atau teka-teki.
Jigsaw II 
Tipe model pembelajaran kooperatif yang satu ini adalah modifikasi dari tipe Jigsaw. Jigsaw II 
dikembangkan oleh Robert Slavin pada tahun 1980 di mana semua anggota kelompok asal 
mempelajari satu topik yang sama, hanya saja masing-masing anggota difokuskan untuk mendalami 
bagian-bagian tertentu dari topik itu. Setiap anggota kelompok asal harus menjadi ahli dalam bagian 
topik yang mereka dalami. Seperti Jigsaw, di tipe Jigsaw II ini mereka juga harus mengajarkan 
keahliannya pada anggota kelompok asalnya yang lain secara bergantian. 
Reverse Jigsaw (Kebalikan Jigsaw) 
Tipe model pembelajaran kooperatif ini dikembangkan oleh Timothy Hedeen (2003). Perbedaanya 
dengan tipe Jigsaw adalah, bila pada model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw anggota kelompok 
ahli hanya mengajarkan keahliannya kepada anggota kelompok asal, maka pada model 
pembelajaran kooperatif reverse jigsaw ini, siswa-siswa dari kelompok ahli mengajarkan keahlian 
mereka (materi yang mereka pelajari atau dalami) kepada seluruh kelas. 
NHT (Numbered Heads Together) – Kepala Bernomor Bersama 
Pada modelpembelajaran kooperatif tipe NHT, minta siswa untuk menomori diri mereka masing 
dalam kelompoknya mulai dari 1 hingga 4. Ajukan sebuah pertanyaan dan beri batasan waktu 
tertentu untuk menjawabnya. Siswa yang mengangkat tangan jika bisa menjawa pertanyaan guru 
tersebut. Guru menyebut suatu angka (antara 1 sampai 4) dan meminta seluruh siswa dari semua 
kelompok dengan nomor tersebut menjawab pertanyaan tadi. Guru menandai siswa-siswa yang 
menjawab benar dan memperkaya pemahaman siswa tentang jawaban pertanyaan itu melalui 
diskusi. 
TGT (Team Game Tournament) 
Model pembelajaran kooperatif tipe TGT mirip dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD, 
tetapi bedanya hanya pada kuis yang digantikan dengan turnamen mingguan (Slavin, 1994). Pada 
model pembelajaran kooperatif ini, siswa-siswa saling berkompetisi dengan siswa dari kelompok lain 
agar dapat memberikan kontribusi poin bagi kelompoknya. Suatu prosedur tertentu digunakan 
untuk membuat permainan atau turnamen berjalan secara adil. Penelitian menunjukkan bahwa 
model pembelajaran kooperatif tipe TGT terbukti efektif meningkatkan hasil belajar siswa. 
Three-Step Interview (Wawancara Tiga Langkah) 
Pada model pembelajaran kooperatif tipe three-step interview (disebut juga three problem-solving) 
dilakukan 3 langkah untuk memecahkan masalah. Pada langkah pertama guru menyampaikan isu 
yang dapat memunculkan beragam opini, kemudian mengajukan beberapa pertanyaan-pertanyaan 
kepada seluruh siswa di kelas. Langkah kedua, siswa secara berpasangan bermain peran sebagai 
pewawancara dan orang yang diwawancarai. Kemudian, di langkah yang ketiga, setelah wawancara 
pertama dilakukan maka pasangan bertukar peran: pewawancara berperan sebagai orang yang 
diwawancarai dan sebaliknya orang yang tadi mewawancarai menjadi orang yang diwawancarai. 
Setelah semua pasangan telah bertukar peran, selanjutnya setiap pasangan dapat membagikan atau 
mempresentasikan hasil wawancara mereka kepada seluruh kelas secara bergiliran. Tipe model 
pembelajaran kooperatif ini (three-step interview) ini efektif untuk mengajarkan siswa problem 
solving (pemecahan masalah).
Three-Minute Review (Reviu Tiga Langkah) 
Model pembelajaran kooperatif tipe three-step review efektif untuk digunakan saat guru berhenti 
pada saat-saat tertentu selama sebuah diskusi atau presentasi berlangsung, dan mengajak siswa 
mereviu apa yang telah mereka ungkapkan saat diskusi di dalam kelompok mereka. Siswa-siswa 
dalam kelompok-kelompok itu dapat bertanya untuk mengklarifikasi kepada anggota lainnya atau 
menjawab pertanyaan-pertanyaan dari anggota lain. Misalnya setelah diskusi tentang proses-proses 
kompleks yang terjadi di dalam tubuh manusia misalnya pencernaan makanan, siswa dapat 
membentuk kelompok-kelompok dan mereviu proses diskusi dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan 
untuk mengklarifikasi. 
GI (Group Investigasi) 
Model pembelajaran kooperatif tipe group investigasi telah banyak dibahas pada blog ptk dan model 
pembelajaran ini. Silakan baca tentang model pembelajaran kooperatif group investigasi: 
 Tinjauan tentang model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigasi 
 Efektivitas kelompok kooperatif pada tipe GI ini juga perlu untuk dievaluasi 
 Evaluasi proses inkuiri yang dilakukan siswa saat model pembelajaran kooperatif tipe 
group investigasi 
 Sintaks model pembelajaran kooperatif tipe GI 
 langkah-langkah desain model dan implementasinya di kelas 
Go Around (Berputar) 
Model pembelajaran kooperatif tipe go around sebenarnya adalah variasi dari model pembelajaran 
kooperatif tipe group investigasi. Baca lebih lanjut tentang langkah-langkah pembelajaran model 
pembelajaran kooperatif Go Around 
Reciprocal Teaching (Pengajaran Timbal Balik) 
Model pembelajaran kooperatif tipe reciprocal teaching (pengajaran timbal balik) dikembangkan 
oleh Brown & Paliscar (1982). Pengajaran timbal balik atau reciprocal teaching ini juga merupakan 
sebuah model pembelajaran kooperatif yang meminta siswa untuk membentuk pasangan-pasangan 
saat berpartisipasi dalam sebuah dialog (percakapan atau diskusi) mengenai sebuah teks (bahan 
bacaan). Setiap anggota pasangan akanbergantian membaca teks dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan, 
menerima dan memperoleh umpan balik ( feedback). Model pembelajaran tipe 
reciprocal teaching ini memungkinkan siswa untuk melatih dan menggunakan teknik-teknik 
metakognitif seperti mengklarifikasi, bertanya, memprediksi, dan menyimpulkan. Model 
pembelajaran kooperatif tipe reciprocal teaching ini dikembangkan atas dasar bahwa siswa dapat 
belajar secara efektif dari siswa lainnya. Baca artikel yang lebih rinci tentang model pembelajaran 
kooperatif tipe reciprocal teaching (pengajaran timbal balik). 
CIRC (Cooperative Integrated Reading Composition) 
Model pembelajaran kooperatif tipe CIRC (cooperative integrated reading composition) adalah 
sebuah model pembelajaran yang sengaja dirancang untuk mengembangkan kemampuan membaca, 
menulis, dan keterampilan-keterampilan berbahasa lainnya baik pada jenjang pendidikan tinggi 
maupun jenjang dasar. Pada tipe model pembelajaran kooperatif yang satu ini siswa tidak hanya 
mendapat kesempatan belajar melalui presentasi langsung oleh guru tentang keterampilan 
membaca dan menulis, tetapi juga teknik menulis sebuah komposisi (naskah). CIRC dikembangkan 
untuk menyokong pendekatan pembelajaran tradisional pada mata pelajaran bahasa yang disebut
“kelompok membaca berbasis keterampilan”. Pada model pembelajaran CIRC ini siswa berpasang - 
pasangan di dalam kelompoknya. Ketika guru sedang membantu sebuah kelompok-membaca 
(reading group), pasangan-pasangan saling mengajari satu sama lain bagaimana “membaca-bermakna” 
dan keterampilan menulis melalui teknik reciprocal (timbal balik). Mereka diminta untuk 
saling bantu untuk menunjukkan aktivitas pengembangan keterampilan dasar berbahasa (misalnya 
membaca bersuara (oral reading), menebak konteks bacaan, mengemukakan pertanyaan terkait 
bacaan, menyimpulkan, meringkas, menulis sebuah komposisi berdasarkan sebuah cerita, hingga 
merevisi sebuah komposisi). Setelah itu, buku kumpulan komposisi hasil kelompok dipublikasikan 
pada akhir proses pembelajaran. Semua kelompok (tim) kemudian diberikan penghargaan atas 
upaya mereka dalam belajar dan menyelesaikan tugas membaca dan menulis. 
The Williams 
Tipe model pembelajaran kooperatif The Williams mengajak siswa melakukan kolaborasi untuk 
menjawab sebuah pertanyaan besar yang merupakan sebuah tujuan pembelajaran. Pada model 
pembelajaran ini siswa dikelompok-kelompoknya secara heterogen seperti pada tipe STAD. 
Kemudian setiap kelompok diberikan pertanyaan yang berbeda-beda dengan tujuan untuk 
meningkatkan kemampuan kognitif yang memungkinkan siswa dapat mencapai tujuan pembelajaran 
tersebut. 
TPS (Think Pairs Share) 
Model pembelajaran kooperatif tipe TPS (think pairs share) mulanya dikembangkan oleh Frank T. 
Lyman (1981). Tipe model pembelajaran kooperatif ini memungkinkan setiap anggota pasangan 
siswa untuk berkontemplasi terhadap sebuah pertanyaan yang diajukan. Setelah diberikan waktu 
yang cukup mereka selanjutnya diminta untuk mendiskusikan apa yang telah mereka pikirkan tadi 
(hasil kontemplasi) dengan pasangannya masing-masing. Setelah diskusi dengan pasangan selesai, 
guru kemudian mengumpulkan tanggapan atau jawaban atas pertanyaan yang telah diajukan 
tersebut dari seluruh kelas. 
TPC (Think Pairs Check) 
Model pembelajaran kooperatif tipe think pairs-check adalah modifikasi dari tipe think pairs share, di 
mana penekanan pembelajaran ada pada saat mereka diminta untuk saling cek jawaban atau 
tanggapan terhadap pertanyaan guru saat berada dalam pasangan. 
TPW (Think Pairs Write) 
Tipe model pembelajaran kooperatif TPW (Think Pairs Write) juga merupakan variasi dari model 
pembelajaran kooperatif tipe TPS (Think Pairs Share). Penekanan model pembelajaran kooperatif 
tipe ini adalah setelah mereka berpasangan, mereka diminta untuk menuliskan jawaban atau 
tanggapan terhadappertanyaan yang telah diberikan oleh guru. Model pembelajaran kooperatif tipe 
TPW ini sangat cocok untuk pelajaran menulis. 
Tea Party (Pesta Minum Teh) 
Pada model pembelajaran kooperatif tipe tea party, siswa membentuk dua lingkaran konsentris atau 
dua barisan di mana siswa saling berhadapan satu sama lain. Guru mengajukan sebuah pertanyaan 
(pada bidang mata pelajaran apa saja) dan kemudian siswa mendiskusikan jawabannya dengan siswa 
yang berhadapanan dengannya. Setelah satu menit, baris terluar atau lingkaran terluar bergerak 
searah jarum jamsehingga akan berhadapan dengan pasangan yang baru. Guru kemudian 
mengajukan pertanyaan kedua untuk mereka diskusikan. Langkah-langkah seperti ini terus
dilanjutkan hingga guru selesai mengajukan 5 atau lebih pertanyaan untuk didiskusikan. Untuk 
sedikit variasi dapat pula siswa diminta menuliskan pertanyaan-pertanyaan pada kartu-kartu untuk 
catatan nanti bila diadakan tes. 
Write Around (Menulis Berputar) 
Model pembelajaran kooperatif tipe write around ini cocok digunakan untuk menulis kreatif atau 
untuk menulis simpulan. Pertama-tama guru memberikan sebuah kalimat pembuka (contohnya: Bila 
kamu akan berulang tahun, maka kamu akan meminta hadiah berupa...). Mintalah semua siswa 
dalam setiap kelompok untuk menyelesaikan kalimat tersebut. Selanjutnya mereka ia menyerahkan 
kertas berisi tulisannya tersebut ke sebelah kanan, dan membaca kertas lain yang mereka terima 
setelah diserahkan oleh kelompok lain, kemudian menambahkan satu kalimat lagi. Setelah beberapa 
kali putaran, maka akan diperoleh 4 buah cerita atau tulisan (bila di kelas dibentuk 4 kelompok). 
Selanjutnya beri waktu bagi mereka untuk membuat sebuah kesimpulan dan atau mengedit bagian-bagian 
tertentu, kemudian membagi cerita atau simpulan itu dengan seluruh kelas. Write around 
adalah modifikasi dari model pembelajaran kooperatif go around. 
Round Robin Brainstorming atau Rally Robin 
Contoh pelaksanaan model pembelajaran kooperatif Round Robin Brainstorming misalnya : berikan 
sebuah kategori (misalnya “nama-nama sungai di Indonesia) untuk didiskusikan. Mintalah siswa 
bergantian untuk menyebutkan item-item yang termasuk ke dalam kategori tersebut. 
LT (Learnig Together) 
Orang yang pertama kali mengembangkan jenis model pembelajaran kooperatif tipe Learning 
Together (Belajar Bersama) ini adalah David johnson dan Roger Johnson di Universitas Minnesota 
pada tahun 1999. Pada model pembelajaran kooperatif tipe Learning Together, siswa dibentuk oleh 
4 – 5 orang siswa yang heterogen untuk mengerjakan sebuah lembar tugas. Setiap kelompok hanya 
diberikan satu lembar kerja. Mereka kemudian diberikan pujian dan penghargaan berdasarkan hasil 
kerja kelompok. Pada model pembelajaran Kooperatif dengan variasi seperti Learning Together ini, 
setiap kelompok diarahkan untuk melakukan kegiatan-kegiatan untuk membangun kekompakan 
kelompok terlebih dahulu dan diskusi tentang bagaimana sebaiknya mereka bekerjasama dalam 
kelompok. 
Student Team Learning (STL - Kelompok Belajar Siswa) 
Model pembelajaran kooperatif tipe student team learning ini dikembangkan di John Hopkins 
University – Amerika Serikat. Lebih dari separuh penelitian tentang pembelajaran kooperatif di sana 
menggunakan student team learning. Pada dasarnya model pembelajaran kooperatif yang satu ini 
sama saja dengan model pembelajaran kooperatif yang lain yaitu adanya ide dasar bahwa siswa 
harus bekerjasama dan turut bertanggungjawab terhadap pembelajaran siswa lainnya yang 
merupakan anggota kelompoknya. Pada tipe STL ini penekanannya adalah bahwa setiap kelompok 
harus belajar sebagai sebuah tim. Ada 3 konsep sentral pada model pembelajaran kooperatif tipe 
STL ini, yaitu: (1) penghargaan terhadap kelompok; (2) akuntabilitas individual; (3) kesempatan yang 
sama untuk memperoleh kesuksesan. Pada sebuah kelas yang menerapkan model pembelajaran ini, 
setiap kelompok dapat memperoleh penghargaan apabila mereka berhasil melampaui ktiteria yang 
telah ditetapkan sebelumnya. Akuntabilitas individual bermakna bahwa kesuksesan sebuah 
kelompok bergantung pada pembelajaran yang dilakukan oleh setiap individu anggotanya. Pada 
model pembelajaran tipe STL, setiap siswa baik dari kelompok atas, menengah, atau bawah dapat
memberikan kontribusi yang sama bagi kesuksesan kelompoknya, karena skor mereka dihitung 
berdasarkan skor peningkatan dari pembelajaran mereka sebelumnya. 
Two Stay Two Stray 
Model pembelajaran kooperatif two stay two stray ini sebenarnya dapat dibuat variasinya, yaitu 
berkaitan dengan jumlah siswa yang tinggal di kelompoknya dan yang berpencar ke kelompok lain. 
Misalnya: (1) one stay three stray (satu tinggal tiga berpencar); dan (2) three stay one stray (tiga 
tinggal satu berpencar). Model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray dikembangkan 
pertama kali oleh Spencer Kagan (1990). Dengan struktur kelompok kooperatif seperti tipe two stay 
two stray ini dapat memberikan kesempatan kepada tiap kelompok untuk saling berbagi informasi 
dengan kelompok-kelompok lain. 
Demikian pembahasan mengenai tipe-tipe model pembelajaran kooperatif. Pada artikel selanjutnya, 
blog ptk dan model pembelajaran akan menguraikan lebih detail mengenai beberapa tipe model 
pembelajaran kooperatif yang belum diulas pada artikel -artikel sebelumnya. Sampai jumpa. 
http://penelitiantindakankelas.blogspot.com/2013/02/tipe-model-pembelajaran-kooperatif.html 
Pembelajaran kooperatif muncul karena adanya perkembangan dalam sistem pembelajaran 
yang ada. Pembelajaran kooperatif menggantikan sistem pembelajaran yang individual. 
Dimana guru terus memberikan informasi ( guru sebagai pusat ) dan peserta didik hanya 
mendengarkan. Pembelajaran kooperatif mendapat dukungan dari Vygotsky tokoh teori 
kontruktivisme. Dukungan Vygotsky antara lain: 
a. Menekankan peserta didik mengkonstruksi pengetahuan mealui interaksi sosial dengan 
orang lain. 
b. Selain itu dia juga berpendapat bahwa penekanan belajar sebagai proses dialog interaktif. 
Semua hal tersebut ada dalam pembelajaran kooperatif. 
c. Arti penting belajar kelompok dalam pembelajaran. 
Pembelajaran kooperatif ini membuat siswa dapat bekerjasama dan adanya partisiasi aktif 
dari siswa. Guru sebagai fasilisator dan pembimbing yang akan mengarahkan setiap peserta 
didik menuju pengetahuan yang benar dan tepat. 
PEMBAHASAN 
A. PENGERTIAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF 
Adalah pendekatan pembelajaran yang berfokus pada penggunaan kelompok kecil siswa 
untuk bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar. 
B. KONSEP DASAR PEMBELAJARAN KOOPERATIF
Pada dasarnya manusia mempunyai perbedaan, dengan perbedaan itu manusia saling asah, 
asih, asuh ( saling mencerdaskan ). Dengan pembelajaran kooperatif diharapkan saling 
menciptakan interaksi yang asah, asih, asuh sehingga tercipta masyarakat belajar ( learning 
community ). Siswa tidak hanya terpaku belajar pada guru, tetapi dengan sesama siswa juga. 
Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang secara sadar dan sengaja 
mengembangkan interaksi yang silih asuh untuk menghindari ketersinggungan dan 
kesalahpahaman yang dapat menimbulkan permusuhan, sebagai latihan hidup di masyarakat. 
C. CIRI-CIRI PEMBELAJARAN KOOPERATIF 
Didalam pembelajaran kooperatif terdapat elemen-elemen yang berkaitan. Menurut Lie ( 
2004 ): 
1. Saling ketergantungan positif 
Dalam pembelajaran kooperatif, guru menciptakan suasana yang mendorong agar siswa 
merasa saling membutuhkan atau yang biasa disebut dengan saling ketergantungan positif 
yang dapat dicapai melalui : saling ketergantungan mencapai tujuan, saling ketergantungan 
menyelesaikan tugas, saling ketergantungan bahan atau sumber, saling ketergantungan peran, 
saling ketergantungan hadiah. 
2. Interaksi tatap muka 
Dengan hal ini dapat memaksa siswa saling bertatap muka sehingga mereka akan berdialog. 
Dialog tidak hanya dilakukan dengan guru tetapi dengan teman sebaya juga karena biasanya 
siswa akan lebih luwes, lebih mudah belajarnya dengan teman sebaya. 
3. Akuntabilitas individual 
Pembelajaran kooperatif menampilkan wujudnya dalam belajar kelompok. Penilaian 
ditunjukkan untuk mengetahui penguasaan siswa terhadap materi pelajaran secara individual. 
Hasil penilaian ini selanjutnya disampaikan oleh guru kepada kelompok agar semua 
kelompok mengetahui siapa kelompok yang memerlukan bantuan dan siapa yang dapat 
memberikan bantuan,maksudnya yang dapat mengajarkan kepada temannya. Nilai kelompok 
tersebut harus didasarkan pada rata-rata, karena itu anggota kelompok harus memberikan 
kontribusi untuk kelompnya. Intinya yang dimaksud dengan akuntabilitas individual adalah 
penilaian kelompok yang didasarkan pada rata-rata penguasaan semua anggota secara 
individual. 
4. Keterampilan menjalin hubungan antar pribadi 
Keterampilan sosial dalam menjalin hubungan antar siswa harus diajarkan. Siswa yang tidak 
dapat menjalin hubungan antar pribadi akan memperoleh teguran dari guru juga siswa 
lainnya. 
D. UNSUR – UNSUR MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF 
Menurut Roger dan David Johnson ada 5 unsur dalam model pembelajaran kooperatif, yaitu :
1. Positive interdependence ( saling ketergangtungan positif ) 
Unsur ini menunjukkan bahwa dalam pembelajaran kooperatif ada 2 pertanggungjawaban 
kelompok. Pertama, mempelajari bahan yang ditugaskan kepada kelompok. Kedua, 
menjamin semua anggota kelompok secara individu mempelajari bahan yang ditugaskan 
tersebut. 
Beberapa cara membangun saling ketergantungan positif yaitu : 
a) Menumbuhkan perasaan peserta didik bahwa dirinya terintegrasi dalam kelompok, 
pencapaian tujuan terjadi jika semua anggota kelompok mencapai tujuan. 
b) Mengusahakan agar semua anggota kelompok mendapatkan penghargaan yang sama jika 
kelompok mereka berhasil mencapai tujuan. 
c) Mengatur sedemikian rupa sehingga setiap peserta didik dalam kelompok hanya 
mendapatkan sebagian dari keseluruhan tugas kelompok. 
d) Setiap peserta didik ditugasi dengan tugas atau peran yang saling mendukung dan saling 
berhubungan, saling melengkapi dan saling terikat dengan peserta didik lain dalam 
kelompok. 
2. Personal responsibility ( tanggung jawab perorangan ) 
Tanggung jawab perorangan merupakan kunci untuk menjamin semua anggota yang 
diperkuat oleh kegiatan belajar bersama. 
3. Face to face promotive interaction ( interaksi promotif ) 
Unsur ini penting untuk dapat menghasilkan saling ketergantungan positif. Ciri – ciri 
interaksi promotif adalah : 
a. Saling membantu secara efektif dan efisien 
b. Saling memberi informasi dan sarana yang diperlukan 
c. Memproses informasi bersama secara lebih effektif dan efisien 
d. Saling mengingatkan 
e. Saling percaya 
f. Saling memotivasi untuk memperoleh keberhasilan bersama 
4. Interpersonal skill ( komunikasi antar anggota / ketrampilan ) 
Dalam unsur ini berarti mengkoordinasikan kegiatan peserta didik dalam pencapaian tujuan 
peserta didik, maka hal yang perlu dilakukan yaitu : 
a. Saling mengenal dan mempercayai
b. Mampu berkomunikasi secara akurat dan tidak ambisius 
c. Saling menerima dan saling mendukung 
d. Mampu menyelesaikan konflik secara konstruktif. 
5. Group processing ( pemrosesan kelompok ) 
Dalam hal ini pemrosesan berarti menilai. Melalui pemrosesan kelompok dapat diidentifikasi 
dari urutan atau tahapan kegiatan kelompok dan kegiatan dari anggota kelompok. Hal ini 
bertujuan untuk meningkatkan efektivitas anggota dalam memberikan kontribusi terhadap 
kegiatan kolaboratif untuk mencapai tujuan kelompok. 
E. TUJUAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF 
1. Meningkatkan hasil belajar akademik 
Meskipun pembelajaran kooperatif meliputi berbagai macam tujuan social, tetapi juga 
bertujuan untuk meningkatkan kinerja siswa dalam tugas – tugas akademik. Beberapa ahli 
berpendapat bahwa model ini unggul dalam membantu siswa memahami konsep – konsep 
yang sulit. 
2. Penerimaan terhadap keragaman 
Pembelajaran kooperatif memberi peluang kepada siswa yang berbada latar belakang dan 
kondisi untuk bekerja saling bergantung satu sama lain atas tugas – tugas bersama. 
3. Pengembangan ketrampilan sosial 
Mengajarkan kepada siswa keterampilan kerjasama dan kolaborasi untuk saling berinteraksi 
dengan teman yang lain. 
F. PERBEDAAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF DENGAN PEMBELAJARAN 
TRADISIONAL 
Kelompok Belajar Kooperatif Kelompok Belajar Tradisional 
Adanya saling ketergantungan positif, saling 
membantu dan saling memberikan motivai 
sehingga ada interaksi promotif. 
Guru sering membiarkan adanya siswa 
yang mendominasi kelompok atau 
menggantungkan diri pada kelompok. 
Adanya akuntabilitas individual yang 
mengukur penguasaan materi pelajaran tiap 
anggota kelompok. Kelompok diberi umpan 
balik tentang hasil belajar para anggotanya 
sehingga dapat saling mengetahui siapa yang 
memerlukan bantuan dan siapa yang dapat 
memberikan bantuan. 
Akuntabilitas individual sering diabaikan 
sehingga tugas- tugas sering diborong oleh 
salah seorang anggota kelompok, 
sedangkan anggota kelompok lainnya 
hanya ‘enak-enak saja’ diatas keberhasilan 
temannya yang dianggap ‘ pemborong’. 
Kelompok belajar heterogen, baik dalam 
kemampuan akademik, jenis kelamin, ras, 
etnik, dsb sehingga dapat saling mengetahui 
Kelompok belajar biasanya homogen
siapa yang memerlukan bantuan dan siapa 
yang dapat memberikan bantuan. 
Pimpinan kelompok dipilih secara demokratis 
atau bergilir untuk memberikan pengalaman 
memimpin bagi para anggota kelompok. 
Pemimpin kelompok sering ditentukan 
oleh guru atau kelompok dibiarkan untuk 
memilih pemimpinnya dengan cara 
masing-masing. 
Ketrampilan social yang diperlukan dalam 
kerja gotong royong seperti kepemimpinan, 
kemampuan berkomu nikasi, mempercayai 
orang lain dan mengelola konflik secara 
langsung diajarkan. 
Ketrampilan sosial sering tidak diajarkan 
secara langsung. 
Pada saat belajar kooperatif sedang 
berlangsung, guru terus melakukan 
pemantauan melalui observasi dan melakukan 
intervensi jika terjadi masalah dalam kerja 
sama antar anggota kelompok. 
Pemantauan melalui observasi dan 
intervensi sering dilakukan oleh guru pada 
saat belajarkelompok sedang berlangsung. 
Guru memperhatikan secara langsung proses 
kelompok yang terjadi dalam kelompok – 
kelompok belajar. 
Guru sering tidak memperhatikan proses 
kelompok yang terjadi dalam kelompok – 
kelompok belajar. 
Penekanan tidak hanya pada penyelesaian 
tugas tetapi juga hubungan interpersonal 
(hubungan antar pribadi yang saling 
menghargai). 
Penekanan sering hanya pada 
penyelesaian tugas. 
G. KEUNTUNGAN PENGGUNAAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF 
Keuntungan pembelajaran kooperatif diantaranya adalah : 
1. Meningkatkan kepekaan dan kesetiakawanan social 
2. Memungkinkan para siswa saling belajar mengenai sikap, ketrampilan, informasi, 
perilaku sosial, dan pandangan-pandangan. 
3. Memudahkan siswa melakukan penyesuaian sosial. 
4. Memungkinkan terbentuk dan berkembangnya nilai – nilai sosial dan komitmen. 
5. Menghilangkan sifat mementingkan diri sendiri atau egois. 
6. Membangun persahabatan yang dapat berlanjut hingga masa dewasa. 
7. Berbagi ketrampilan sosial yang diperlukan untuk memelihara hubungan saling 
membutuhkan dapat diajarkan dan dipraktekkan. 
8. Meningkatkan rasa saling percaya kepada sesama manusia. 
9. Meningkatkan kemampuan memandang masalah dan situasi dari berbagai perspektif. 
10. Meningkatkan kesediaan menggunakan ide orang lain yang dirasakan lebih baik. 
11. Meningkatkan kegemaran berteman tanpa memandang perbedaan kemampuan, jenis 
kelamin, normal atau cacat, etnis, kelas sosial, agama dan orientasi tugas 
H. SINTAK MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF 
FASE – FASE PERILAKU GURU 
Fase 1 : present goals and set 
Menyampaikan tujuan dan memper 
Menjelaskan tujuan pembelajaran dan 
mempersiapkan peserta didik siap 
belajar.
siapkan peserta didik 
Fase 2 : present information 
Menyajikan informasi 
Mempresentasikan informasi kepada 
paserta didik secara verbal. 
Fase 3 : organize students into 
learning teams 
Mengorganisir peserta didik ke dalam 
tim – tim belajar 
Memberikan penjelasan kepada peserta 
didik tentang tata cara pembentukan tim 
belajar dan membantu kelompok 
melakukan transisi yang efisien. 
Fase 4 : assist team work and study 
Membantu kerja tim dan belajar 
Membantu tim- tim belajar selama 
peserta didik mengerjakan tugasnya. 
Fase 5 : test on the materials 
Mengevaluasi 
Menguji pengetahuan peserta didik 
mengenai berbagai materi pembelajaran 
atau kelompok- kelompok 
mempresentasikan hasil kerjanya. 
Fase 6 : provide recognition 
Memberikan pengakuan atau 
penghargaan 
Mempersiapkan cara untuk mengakui 
usaha dan prestasi individu maupun 
kelompok. 
I. TEKNIK – TEKNIK PEMBELAJARAN KOOPERATIF 
1. Metode STAD ( Student Achievement Divisions ) 
Metode ini dikembangkan oleh Robert Slavin dan kawan – kawan dari universitas John 
Hopkins. Metode ini digunakan para guru untuk mengajarkan informasi akademik baru 
kepada siswa setiap minggu, baik melalui penilaian verbal maupun tertulis. Langkah – 
langkahnya : 
a. Para siswa di dalam kelas dibagi menjadi beberapa kelompok atau tim, masing – masing 
terdiri atas 4 atau 5 anggota. Tiap kelompok memiliki anggota yang heterogen, baik jenis 
kelamin, ras, etnik, maupun kemampuan ( tinggi, sedang, rendah ). 
b. Tiap anggota tim/kelompok menggunakan lembar kerja akademik dan kemudian saling 
membantu untuk menguasai bahan ajar melalui tanya jawab atau diskusiantar sesama anggota 
tim/ kelompok. 
c. Secara individual atau tim, tiap minggu atau tiap dua minggu akan mengevaluasi untuk 
mengetahui penguasaan mereka terhadap bahan akademik yang telah dipelajari. 
d. Tiap siswa dan tiap tim diberi skor atas penguasaannya terhadap bahan ajar, dan kepada 
siswa secara individual atau tim yang meraih prestasi tinggi atau memperoleh skor sempurna 
diberi penghargaan. Kadang – kadang beberapa atau semua tim memperoleh penghargaan 
jika mampu meraih suatu criteria atau srandar tertentu. 
2. Metode Jigsaw 
Langkah – langkahnya :
a. Kelas dibagi menjadi beberapa tim yang anggotanya terdiri 4 atau 5 siswa dengan 
karakteristik yang heterogen. 
b. Bahan akademik disajikan kepada siswa dalam bentuk teks dan setiap siswa bertanggung 
jawab untuk mempelajari suatu bagian dari bahan akademik tersebut. 
c. Para anggota dari beberapa tim yang berbeda memiliki tanggung jawab untuk 
mempelajari suatu bagian akademik yang sama dan selanjutnya berkumpul untuk saling 
membantu mengkaji bagian bahan tersebut (kelompok pakar / expert group). 
d. Selanjutnya para siswa yang berada dalam kelompok pakar kembali ke kelompok semula 
( home teams )untuk mengajar anggota lain mengenai materi yang telah dipelajari dalam 
kelompok pakar. 
e. Setelah diadakan pertemuan dan diskusi dalam “ home teams “ para siswa dievaluasi 
secara individual mengenai bahan yang telah dipelajari. 
3. Metode G ( Group Investigation ) 
Metode ini dirancang oleh Herbet Thelen dan diperbaiki oleh Sharn. Dalam metode ini siswa 
dilibatkan sejak perencanaan baik dalam menentukan topik maupun mempelajari melalui 
investigasi. Dalam metode ini siswa dituntut untuk memiliki kemampuan yang baik dalam 
komunikasi dan proses memiliki kelompok. 
Langkah-langkahnya : 
a. Seleksi topik 
b. Merencanakan kerjasama 
c. Implementasi 
d. Analisis dan sintesis 
e. Penyajian hasil akhir 
f. Evaluasi selanjutnya 
4. Metode struktural 
Metode ini dikembangkan oleh Spencer Kagan, yang menekankan pada struktur – struktur 
khusus yang dirancang untuk mempengaruhi pola – pola interaksi siswa. 
Contoh teknik pembelajaran metode struktural yaitu : 
a. Mencari Pasangan ( Make a Match ) 
Dikembangkan oleh Larana Curran, dimana keunggulan teknik ini adalah siswa mencari 
pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topic dalam suasana yang 
menyenangkan. Langkah – langkahnya :
1) Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik yang cocok 
untuk sesi review ( persiapan menjelang tes atau ujian ). 
2) Setiap siswa mendapat satu buah kartu. 
3) Setiap siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan kartunya. 
4) Siswa bisa juga bergabung dengan dua atau tiga siswa lain yang memegang kartu yang 
cocok. 
5) Para siswa mendiskusikan penyelesaian tugas secara bersama – sama. 
6) Presentasi hasil kelompok atau kuis. 
b. Bertukar Pasangan 
Langkah – langkahnya : 
1) Setiap siswa mendapatkan satu pasangan ( guru bisa menunjukkan pasangannya atau siswa 
melakukan prosedur / teknik mencari pasangan. 
2) Guru memberikan tugas dan siswa mengerjakan tugas dengan pasangannya. 
3) Setelah selesai setiap pasangan bergabung dengan satu pasangan yang lain. 
4) Kedua pasangan tersebut bertukar pasangan. Masing – masing pasangan yang baru ini 
kemudian saling menanyakan dan mengukuhkan jawaban mereka. 
5) Temuan baru yang didapatkan dari pertukaran pasangan kemudian dibagikan pada 
pasangan semula. 
c. Berkirim Salam dan Soal 
Langkah – langkahnya : 
1) Guru membagi siswa dalam kelompok berempat dan setiap kelompok ditugaskan untuk 
menuliskan beberapa pertanyaan yang akan dikirim ke kelompok lain. Guru bisa mengawasi 
dan membantu memilih soal-soal yang cocok. 
2) Kemudian masing-masing kelompok mengirimkan satu orang utusan yang akan 
menyampaikan salam dan soal dari kelompoknya. 
3) Setiap kelompok mengerjakan soal kiriman dari kelompok lain. 
4) Setelah selesai jawaban masing – masing kelompok dicocokan dengan jawaban kelompok 
yang membuat soal. 
d. Bercerita Berpasangan
Teknik ini menggabungkankegiatan membaca, menulis, mendengarkan dan berbicara. 
Langkah – langkahnya : 
a) Pengajar membagi bahan pelajaran menjadi dua bagian. 
b) Pengajar memberikan pengenalan topik yang akan dibahas dalam pelajaran. 
c) Siswa dipasangkan 
d) Bagian pertama bahan diberikan kepada siswa yang pertama sedangkan siswa yang kedua 
menerima bagian yang kedua. 
e) Kemudian siswa disuruh membaca atau mendengarkan bagian mereka masing-masing 
f) Sambil membaca/mendengarkan siswa mencatat beberapa kata atau frase kunci yang ada 
dalam bagian masing-masing. 
g) Siswa berusaha untuk mengarang bagian lain yang belum dibaca/didengarkan berdasarkan 
kata kunci. 
h) Setelah selesai menulis, beberapa siswa bisa diberi kesempatan untuk membacakan hasil 
karangan mereka. 
i) Pengajar membagiakan bagian cerita yang belum terbaca kepada masing –masing siswa. 
j) Diskusi mengenai topik tersebut. 
e. Dua Tinggal Dua Tamu ( Two Stay Two Stay ) 
Langkah-langkahnya : 
1) Siswa dibagi ke dalam beberapa kelompok berempat. 
2) Siswa bekerjasama dalam kelompok berempat seperti biasa. 
3) Setelah selesai, dua orang dari masing – masing kelompok akan meninggalkan 
kelompoknya dan masing – masing bertamu ke dua kelompok lain. 
4) Dua orang yang tinggal dalam kelompok bertugas membagikan hasil kerja dan informasi 
mereka ke tamu mereka. 
5) Tamu mohon diri dan kembali ke kelompok mereka sendiri dan melaporkan temuan 
mereka dari kelompok lain. 
6) Kelompok mencocokan dan membahas hasil – hasil kerja mereka. 
f. Keliling Kelompok 
Langkah – langkahnya :
1) Salah satu siswa dalam masing-masing kelompok memulai dengan memberikan 
pandangan dan pemikirannya mengenai tugas yang sedang mereka kerjakan. 
2) Siswa berikutnya juga ikut memberikan kontribusinya 
3) Demikian seterusnya. Giliran bicara bisa dilaksanakan menurut arah perputaran jarum jam 
atau dari kiri ke kanan. 
g. Kancing Gemerincing 
Langkah-langkahnya : 
1) Guru menyiapkan satu kotak kecil yang berisi kancing – kancing atau benda kecil lainnya. 
2) Sebelum kelompok memulai tugasnya setiap siswa dalam masing – masing kelompok 
mendapatkan dua atau tiga buah kancing ( jumlah kancing bergantung pada sukar tidaknya 
tugas yang diberikan. 
3) Setiap kali seorang siswa berbicara atau mengeluarkan pendapat dia harus menyerahkan 
salah satu kancingnya dan meletakkan di tengah – tengah. 
4) Jika kancing yang dimiliki seseorang habis, dia tidak boleh berbicara lagi sampai semua 
rekannya juga menghabiskan kancing mereka. 
5. Think – Pair – Share 
Langkah-langkah : 
a. Thinking : guru mengajukan pertanyaan atau isu terkait dengan pelajaran untuk 
dipikirkan oleh peserta didik. 
b. Pairing : guru meminta peserta didik berpasang – pasangan. Member kesempatan kepada 
pasangan – pasangan untuk berdiskusi. 
c. Sharing : hasil diskusi intersubjektif di tiap – tiap pasangan hasilnya dibicarakan dengan 
pasangan seluruh kelas. Dalam kegiatan ini diharapkan terjadi tanya jawab yang mendorong 
pada pengkonstuksian pengetahuan secara integratif. 
6. Numbered Heads Together 
Langkah – langkahnya : 
a. Guru membagi kelas menjadi kelompok – kelompok kecil 
b. Guru mengajukan beberapa pertanyaan yang harus dijawab oleh tiap – tiap kelompok. 
Pada kesempatan ini tiap – tiap kelompok menyatukan kepalanya “ Heads Together” 
berdiskusi memikirkan jawaban. 
c. Guru memanggil paserta didik yang memiliki nomor yang sama dari tiap – tiap kelompok 
dan memberi kesempatan untuk menjawab.
d. Guru mengembangkan diskusi lebih mendalam, sehingga peserta didik dapat menemukan 
jawaban pertanyaan itu sebagai pengetahuan yang utuh. 
7. Bamboo Dancing 
Langkah – langkahnya : 
a. Pembelajaran diawali dengan pengenalan topik oleh guru. 
b. Guru membagi kelas menjadi 2 kelompok besar dan berpasangan. 
c. Membagikan tugas kepada setiap pasangan untuk dikerjakan atau dibahas ( diskusi ). 
d. Usai berdiskusi pasangan berubah dengan menggeser posisi mengikuti arah jarum jam 
sehingga tiap- tiap peserta didik mendapat pasangan baru dan berbagi informasi, demikian 
seterusnya hingga kembali kepasangan awal. 
e. Hasil diskusi tiap – tiap kelompok besar kemudian dipresentasikan kepada seluruh kelas 
f. Guru memfasilitasi terjadinya intersubjektif, dialog interaktif, Tanya jawab sehingga 
pengetahuan yang diperoleh dapat diobjektivikasi dan menjadi pengetahuan bersama seluruh 
kelas. 
8. Point – Counter – Point 
Langkah – langkahnya : 
a. Guru memberi pelajaran yang terdapat isu – isu kontroversi. 
b. Membagi peserta didik ke dalam kelompok – kelompok dan posisinya berhadap – 
hadapan. 
c. Tiap – tiap kelompok diberi kesempatan untuk merumuskan argumentasi – argumentasi 
sesuai dengan perspektif yang dikembangkannya. 
d. Setelah berdiskusi maka mereka mulai berdebat menyampaikan argumentasi sesuai 
pandangan yang dikembangkan kelompoknya. Kemudian minta tanggapan, bantahan atau 
koreksi dari kelompok lain perihal isu yang sama. 
e. Buat evaluasi sehingga peserta didik dapat mencari jawaban sebagai titik temu dari 
argumentasi – argumentasi yang telah mereka munculkan. 
9. The Power of Two 
Langkah – langkahnya : 
a. Ajukan pertanyaan yang membutuhkan pemikiran yang kritis. 
b. Minta peserta didik menjawab pertanyaan yang diterimanya secara perorangan.
c. Minta peserta didik mencari pasangan, dan masing – masing saling menjelaskan 
jawabannya kemudian menyusun jawaban baru yang disepakati bersama. 
d. Membandingkan jawaban – jawaban tersebut dengan pasangan lain sehingga paserta 
didik dapat mengembangkan pengetahuan yang lebih integrative. 
e. Buat rumusan – rumusan rangkuman sebagai jawaban – jawaban atas pertanyaan yang 
telah diajukan. Rumusan tersebut merupakan konstruksi atas keseluruhan pengetahuan yang 
telah dikembangkan selama diskusi. 
10. Listening Team 
Langkah-langkahnya : 
a. Diawali dengan pemaparan meteri pembelajaran oleh guru. 
b. Guru membagi kelas menjadi kelompok – kelompok dan setiap kelompok memiliki peran 
masing – masing, misalnya: 
Kelompok 1 : kelompok penanya 
Kelompok 2 : kelompok penjawab dengan perspektif tertentu 
Kelompok 3 : kelompok penjawab dengan perspektif yang berbeda dari kelompok 2 
Kelompok 4 : kelompok yang bertugas mereview dan membuat kesimpulan dari hasil diskusi. 
c. Munculkan diskusi yang aktif karena adanya perbedaan pemikiran sehingga dikusi 
menjadi berkualitas. 
d. Penyampaian berbagai kata kunci atau konsep yang telah dikembangkan oleh peserta 
didik dalam diskusi. 
J. METODE-METODE PENDUKUNG PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN 
KOOPERATIF 
1. PQ4R 
Pengalaman awal dapat dibangun melalui aktivitas membaca sehingga peserta didik akan 
memiliki stock knowledge. Langkah – langkahnya : 
a) P ( Preview ) yaitu peserta didik menemukan ide – ide pokok yang dikembangkan dalam 
bahan bacaan. 
b) Q ( Question ) yaitu peserta didik merumuskan pertanyaan – pertanyaan untuk dirinya 
sendiri yang diarahkan pada pembentukan pengetahuan deklaratif, structural dan pengetahuan 
procedural.
c) R ( Read ) yaitu peserta didik membaca secara detail dari bahan bacaaan yang 
dipelajarinya sehingga paerta didik diarahkan mencari jawaban terhadap semua pertanyaan 
yang dirumuskannya. 
d) R ( Reflect ) yaitu peserta didik memahami apa yang dibacanya. 
e) R ( Recite ) yaitu peserta didik merenungkan kembali apa yang dibacanya dan mampu 
merumuskan konsep – konsep, menjelaskan hubungan antar konsep dan mengartikulasikan 
pokok – pokok penting yang telah dibacanya. 
f) R ( Review ) yaitu peserta didik merangkum atau merumuskan intisari dari bahan yang 
telah dibacanya. Peserta didik mampu merumuskan kesimpulan sebagai jawaban dari 
pertanyaan – pertanyaan yang telah diajukannya. 
2. Guided Note Taking 
Merupakan metode catatan terbimbing yang dikembangkan agar metode ceramah yang 
dibawakan guru mendapat perhatian siswa. Langkah – langkahnya : 
a) Memberikan bahan ajar misalnya yang berupa handout dari materi ajar yang 
disampaikan dengan metode ceramah kepada peserta didik. 
b) Mengosongi sebagian poin – poin yang penting sehingga terdapat bagian – bagian yang 
kosong dalam handout tersebut 
c) Menjelaskan kepada peserta didik bahwa bagian yang kosong dalam handout memang 
sengaja dibuat agar peserta didik tetap berkonsentrasi mengikuti pelajaran. 
d) Selama ceramah berlangsung peserta didik diminta untuk mengisi bagian yang kosong 
tersebut. 
e) Setelah penyampaian materi selesai, minta peserta didik membacakan handoutnya. 
3. Snowball Drilling 
Metode ini dikembangkan untuk menguatkan pengetahuan yang diperoleh peserta didik dari 
membaca bahan – bahan bacaan. Peran guru adalah mempersiapkan paket soal – soal pilihan 
ganda dan menggelindingkan bola salju berupa soal latihan dengan cara menunjuk atau 
mengundi. Langkah – langkahnya : 
a) Peserta didik di tunjuk arau diundi satu persatu untuk menjawab pertanyaan yang 
diberikan guru. 
b) Jika peserta didik pertama berhasil menjawab maka paserta didik tersebut berhak 
menunjuk teman yang lainya untuk menjawab soal berikutnya. Tetapi jika peserta tersebut 
gagal manjawab pertanyaan pertama maka dia harus menjawab pertanyaan berikutnya 
hingga berhasil menjawab. 
c) Diakhir pelajaran guru memberikan ulasan terhadap hal yang telah dipelajari peserta 
didik.
4. Concept Mapping 
Langkah – langkahnya : 
a) Guru mempersiapkan potongan – potongan kartu yang bertuliskan konsep – konsep 
utama. 
b) Guru membagikan potongan – potongan kartu yang bertuliskan konsep – konsep utama 
kepada peserta didik. 
c) Memberi keempatan kepada peserta didik untuk mencoba membuat peta yang 
menggambarkan hubungan antar konsep. Dan membuat garis hubung serta menuliskan kata 
atau kalimat yang menjelaskan hubungan antar konsep. 
d) Kumpulkan hasil pekerjaan peserta didik dan bandingkan dengan konsep yang benar dan 
dibahas satu persatu. 
e) Ajak seluruh kelas untuk melakukan koreksi atau evaluasi dan rumukan beberapa 
kesimpulan terhadap materi yang dipelajari. 
5. Giving Question and Getting Answer 
Dilakukan untuk melatih peserta didik memiliki kemampuan dan keterampilan bertanya dan 
menjawab pertanyaan. 
Langkah – langkahnya : 
a) Bagikan 2 potongan kertas pada peserta didik, kemudian minta kepada peserta didik 
untuk menuliskan dikartu itu (1) kartu menjawab, (2) kartu bertanya. 
b) Ajukan pertanyaan baik dari peserta didik maupun guru tulis pada kartu bertanya. 
c) Minta kepada peserta didik untuk memberi jawab dan menuliskannya pada kartu 
menjawab dan serahkan pada guru. 
d) Jika sampai akhir masih ada peserta didik yang memegang 2 kartu maka minta mereka 
untuk membuat resume atas proes tanya jawab yang sudah berlangsung. 
6.Question Student Have 
Dilakukan untuk melatih peserta didik memiliki kemampuan bertanya. Langkah – 
langkahnya : 
a) Membagi kelas menjadi 4 kelompok. 
b) Bagikan kartu kosong kepada setiap peserta didik dalam setiap kelompok. 
c) Minta peserta didik menuliskan pertanyaan yang mereka miliki tentang hal – hal yang 
dipelajari.
d) Putar kartu searah jarum jam sehingga ketika setiap kartu diedarkan pada anggota 
kelompok, anggota tersebut harus membacanya dan memberikan tanda (v) jika pertanyaan 
terebut dianggap penting. Putar hingga ampai kapada pemiliknya kembali. 
e) Periksa pertanyaan mana yang memperoleh suara yang banyak dan bandingkan dengan 
perolehan anggota lain. Pertanyaan yang mendapat suara terbanyak menjadi milik kelompok. 
f) Setiap kelompok melaporkan pertanyaan tersebut secara tertulis dan guru memeriksa. 
Setelah diseleksi pertanyaan dikembalikan kepada peserta didik untuk dijawab secara mandiri 
maupun kelompok. 
7. Talking Stick 
Metode ini mendorong peserta didik untuk berani mengemukakan pendapat. Langkah – 
langkahnya : 
a) Guru menjelaskan materi pokok yang akan dipelajari. 
b) Peserta didik diberi kesempatan untuk membaca dan mempelajari materi tersebut. 
c) Guru meminta kepada peserta didik untuk menutup bukunya. Kemudian guru mengambil 
tongkat dan diberikan kepada salah satu peserta didik. Peserta didik yang mendapat tongkat 
tersebut harus menjawab pertanyaan yang diberikan guru, dan demikian seterusnya. 
d) Guru member keempatan kepada peserta didik untuk melakukan refleksi terhadap materi 
yang telah dipelajari dan guru member ulasan terhadap seluruh jawaban yang diberikan 
peserta didik dan selanjutnya bersama – sama merumuskan kesimpulan. 
8. Everyone is Teacher Here 
Metode ini merupakan cara yang tepat untuk mendapatkan partisipasi kelas secara 
keseluruhan maupun individual dan member kesempatan kepada siswa untuk berperan 
sebagai guru bagi teman – temannya. Langkah – langkahnya : 
a) Bagikan kertas/ kartu indeks kepada seluruh peserta didik. 
b) Setiap peserta didik diminta menuliskan satu pertanyaan mengenai meteri pelajaran yang 
sedang dipelajari di kelas. 
c) Kumpulkan kertas dan acak kemudian bagikan kepada setiap peserta didik dan pastikan 
tidak ada yang mendapatkan soalnya sendiri. 
d) Minta kepada peserta didik untuk membaca pertanyaan tersebut dalam hati dan minta 
untuk memikirkan jawabannya. 
e) Minta kepada peserta didik untuk membaca pertanyaan tersebut dan menjawabnya. 
f) Setelah dijawab, minta kepada peserta didik lainnya untuk menambahkan jawabannya. 
9. Tebak Pelajaran
Dikembangkan untuk menarik pehatian siswa selama mengikuti pembelajaran. Langkah – 
langkahnya : 
a) Tulislah atau tayangkan melalui LCD subject matter dari pelajaran yang akan 
disampaikan. 
b) Mintalah kepada siswa untuk menuliskan kata – kata kunci apa saja yang diprediksikan 
muncul dari materi pelajaran yang akan disampaikan oleh guru. 
c) Sampaikan meteri pembelajaran secara interaktif. 
d) Selama proses pembelajaran siswa diminta menandai hasil prediksi mereka yang sesuai 
dengan materi yang disampaikan oleh guru. 
e) Diakhir pelajaran tanyakan berapa jumlah tebakan mereka yang benar. 
K. KEUNGGULAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF 
Pembelajaran kooperatif memiliki keunggulan – keunggulan dalam pembelajarannya, antara 
lain : 
1. Dengan pembelajaran kooperatif maka setiap anggota dapat saling melengkapi dan 
membantu dalam menyelesaikan setiap materi yang diterima sehingga setiap siswa 
tidak akan merasa terbebani sendiri apabila tidak dapat mengerjakan suatu tugas 
tertentu. 
2. Karena keberagaman anggota kelompok maka memiliki pemikiran yang berbeda – 
beda sehingga pemikirannya menjadi luas dan mampu melihat dari sudut pandang lain 
untuk melengkapi jawaban yang lain. 
3. Pembelajaran kooperatif cocok untuk menyelesaikan masalah – masalah yang 
membutuhkan pemikiran bersama. 
4. Dalam pembelajaran kooperatif para paserta didik dapat lebih mudah memahami 
materi yang disampaikan karena bekerja sama dengan teman – temannya. 
5. Dalam pembelajaran kooperatif memupuk rasa pertemanan dan solidaritas sehingga 
diantara anggotanya akan terjadi hubungan yang positif. 
L. KELEMAHAN PEMBELAAJARAN KOOPERATIF 
Pembelajaran kooperatif selain memiliki keunggulan juga memiliki kelemahan – kelemahan 
antara lain : 
1. Dalam pembelajaran kooperatif apabila kelompoknya tidak dapat bekerjasama dengan 
baik dan kompak maka akan terjadi perselisihan karena adanya berbagai perbedaan 
yang dapat menyebabkan perselisihan. 
2. Terkadang ada anggota yang lebih mendominasi kelompok dan ada yang hanya diam, 
sehingga pembagian tugas tidak merata. 
3. Dalam pembelajarannya memerlukan waktu yang cukup lama sebab harus saling 
berdiskusi bersama teman – teman lain untuk menyatukan pendapat dan pandangan 
yang dianggap benar. 
4. Karena sebagian pengetahuan didapat dari teman dan yang menerangkan teman maka 
terkadang agak sulit dimengerti, sebab pengetahuan terbatas.
http://kurniawanbudi04.wordpress.com/2013/05/27/model -pembelajaran-kooperatif-cooperative-learning/ 
BEBERAPA MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF LEARNING 
1. MODEL PEMBELAJARAN TWO STAY TWO STRAY 
Model pembelajaran Two Stay Two Stray / Dua Tinggal Dua Tamu merupakan model 
pembelajaran yang memberi kesempatan kepada kelompok untuk membagikan hasil dan informasi 
dengan kelompok lainnya. Hal ini dilakukan dengan cara saling mengunjungi/bertamu antar 
kelompok untuk berbagi informasi. 
 Dikembangkan oleh Spencer Kagan (1990) 
 Dapat dikombinaksikan atau digabungkan dengan teknik kepala bernomor 
 Dapat diterapkan untuk semua mata pelajaran dan tingkatan umur 
 Memungkinkan setiap kelompok untuk saling berbagi informasi dengan kelompok-kelompok lain 
Langkah-langkah pembelajarannya sebagai berikut : 
1. Siswa bekerja sama dalam kelompok yang berjumlah 4 (empat) orang. 
2. Guru memberikan tugas pada setiap kelompok untuk didiskusikan dan dikerjakan bersama 
3. Setelah selesai, dua orang dari masing-masing menjadi tamu kedua kelompok yang lain. 
4. Dua orang yang tinggal dalam kelompok bertugas membagikan hasil kerja dan informasi ke tamu 
mereka. 
5. Tamu mohon diri dan kembali ke kelompok mereka sendiri dan melaporkan temuan mereka dari 
kelompok lain. 
6. Kelompok mencocokkan dan membahas hasil kerja mereka. 
7. Kesimpulan.. 
2. MODEL PEMBELAJARAN KELILING KELOMPOK
Dapat diterapkan untuk semua mata pelajaran dan tingkatan kelas. Dalam kegiatan keliling 
kelompok, masing-masing anggota kelompok berkesempaatan untuk memberikan kontribusi mereka 
dan mendengarkan pandangan anggota yang lain. 
Langkah-langkah pembelajarannya: 
1. Salah satu siswa dari masing-masing kelompok memulai dengan memberikan pandangan dan 
pemikirannya mengenai tugas yang sedang mereka kerjakan. 
2. Siswa berikutnya lalu memberikan kontribusi pemikirannya 
3. Demikian seterusnya. Giliran bicara dapat dilakukan menurut arah perputaran jarum jam atau dari 
kiri ke kanan. 
3. MAKE A MATCH (MENCARI PASANGAN) 
Teknik metode pembelajaran make a match atau mencari pasangan dikembangkan oleh 
Lorna Curran (1994). Salah satu keunggulan tehnik ini adalah siswa mencari pasangan sambil belajar 
mengenai suatu konsep atau topik dalam suasana yang menyenangkan. Bisa diteraapkan untuk 
semua mata pelajaran dan tingkatan kelas. Langkah-langkah penerapan metode make a match 
sebagai berikut: 
1. Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik yang cocok untuk 
sesi review, satu bagian kartu soal dan bagian lainnya kartu jawaban. 
2. Setiap siswa mendapatkan sebuah kartu yang bertuliskan soal/jawaban. 
3. Tiap siswa memikirkan jawaban/soal dari kartu yang dipegang. 
4. Setiap siswa mencari pasangan kartu yang cocok dengan kartunya. Misalnya: pemegang kartu yang 
bertuliskan nama tumbuhan dalam bahasa Indonesia akan berpasangan dengan nama tumbuhan 
dalam bahasa latin (ilmiah). 
5. Setiap siswa yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu diberi poin. 
6. Jika siswa tidak dapat mencocokkan kartunya dengan kartu temannya (tidak dapat menemukan 
kartu soal atau kartu jawaban) akan mendapatkan hukuman, yang telah disepakati bersama. 
7. Setelah satu babak, kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang berbeda dari 
sebelumnya, demikian seterusnya.
8. Siswa juga bisa bergabung dengan 2 atau 3 siswa lainnya yang memegang kartu yang cocok. 
9. Guru bersama-sama dengan siswa membuat kesimpulan terhadap materi pelajaran. 
4. MODEL PEMBELAJARAN BERTUKAR PASANGAN 
Teknik metode pembelajaran bertukar pasangan merupakan model pembelajaran yang 
memberi kesempatan pada siswa untuk bekerja sama dengan orang lain. Model pembelajarn ini bisa 
diterapkan untuk semua mata pelajaran dan tingkatan kelas. 
Langkah penerapan metode bertukar pasangan sebagai berikut: 
1. Setiap siswa membentuk pasangan-pasangan, bisa ditunjuk langsung oleh guru atau siswa mencari 
sendiri pasangannya. 
2. Guru memberikan tugas untuk dikerjakan oleh setiap pasangan siswa 
3. Setelah selesai, setiap pasangan bergabung dengan satu pasangan yang lain 
4. Kedua pasangan tersebut bertukar pasangan, masing-masing pasangan yang baru ini saling 
menanyakan dan mengukuhkan jawaban mereka. 
5. Temuan baru yang didapat dari pertukaran pasangan kemudian dibagikan kepada pasangan semula. 
Kelebihan Model Pembelajaran Bertukar Pasangan , yaitu: 
1. Siswa dilatih untuk dapat bekerjasama mempertahankan pendapat. 
2. Semua siswa terlibat. 
3. Melatih siswa untuk lebih teliti, cermat, cepat dan tepat. 
Kelemahan Model Pembelajaran Bertukar Pasangan , yaitu: 
1. Proses pembelajaran membutuhkan waktu yang lama. 
2. Guru tidak dapat mengetahui kemampuan siswa masing-masing. 
3. Siswa kurang konsentrasi. 
5. MODEL PEMBELAJARAN CO-OP CO-OP
Co-op co-op adalah sebuah bentuk group investigation yang menempatkan tim dalam 
kooperasi antara satu dengan yang lainnya (seperti namanya) untuk mempelajari sebuah topik di 
kelas. 
Langkah – langkah : 
1). Diskusi kelas terpusat pada siswa 
2). Menyeleksi tim pembelajaran siswa dan pembentukan tim. 
3). Seleksi topik tim. 
4). Pemilihan topik tim. 
5). Persiapan topik kecil. 
6). Presentasi topik kecil. 
7). Persiapan presentasi tim. 
8). Presentasi tim 
9). Evaluasi. 
6. MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE (LEARNING TOGETHER) LT 
Slavin (2008) mengungkapkan bahwa David dan Roger Johnson dari Universitas Minnesota 
mengembangkan model Learning Together dari pembelajaran kooperatif (Jhonson and Jhonson 
1987; Jhonson dan Jhonson & Smith, 1991). 
Model yang mereka teliti melibatkan siswa yang dibagi dalam kelompok yang terdiri atas 
empat atau lima siswa dengan latar belakang berbeda mengerjakan lembar tugas. Kelompok-kelompok 
ini menerima satu lembar tugas, menerima pujian dan penghargaan berdasarkan hasil 
kerja kelompok. Model ini menekankan pada empat unsur yakni : 
1. Interaksi tatap muka : para siswa bekerja dalam kelompok-kelompok yang beranggotakan empat 
sampai lima siswa. 
2. Interdependensi positif : para siswa bekerja bersama untuk mencapai tujuan kelompok.
3. Tanggung jawab individual : para siswa harus memperlihatkan bahwa mereka secara individual telah 
menguasai materinya. 
4. Kemampuan-kemampuan interpersonal dan kelompok kecil : para siswa diajari mengenai sarana-sarana 
yang efektif untuk bekerja sama dan mendiskusikan seberapa baik kelompok mereka bekerja 
dalam mencapai tujuan mereka. 
Dalam hal ini penggunaan kelompok pembelajaran heterogen dan penekanan terhadap 
interdependensi positif, serta tanggung jawab individual metode-metode Johnson ini sama dengan 
STAD. Akan tetapi, mereka juga menyoroti perihal pembangunan kelompok dan menilai sendiri 
kinerja kelompok, dan merekomendasikan penggunaan penilaian tim ketimbang pemberian 
sertifikat atau bentuk rekognisi lainnya (Slavin,2008). 
Pada pembelajaran kooperatif tipe LT setiap kelompok diharapkan bisa membangun dan 
menilai sendiri kinerja kelompok mereka. Masing-masing kelompok harus bisa memperlihatkan 
bahwa kelompok mereka adalah kelompok yang kompak baik dalam hal diskusi maupun dalam hal 
mengerjakan soal, setiap anggota kelompok harus bertanggung jawab atas hasil yang mereka 
peroleh. Jika hasil tersebut belum maksimal atau lebih rendah dari kelompok lain maka mereka 
harus meningkatkan kinerja kelompoknya. 
Adapun sintaks dari LT adalah: 
1) Guru menyajikan pelajaran. 
2) Membentuk kelompok yang anggotanya 4 sampai 5 siswa secara heterogen (campuran menurut 
prestasi, jenis kelamin, suku dan lain-lain). 
3) Masing-masing kelompok menerima lembar tugas untuk bahan diskusi dan menyelesaikannya. 
4) Beberapa kelompok mempresentasikan hasil pekerjaannya. 
5) Pemberian pujian dan penghargaan berdasarkan hasil kerja kelompok. 
Bentuk penghargaan yang diberikan kepada kelompok didasarkan pada pembelajaran 
individual semua anggota kelompok, sehingga dapat meningkatkan pencapaian siswa dan memiliki 
pengaruh positif pada hasil yang dikeluarkan (Slavin, 2008). 
7. TEAM PRODUCT (TP)
Dinamakan Team product karena setiap kelompok diminta untuk berkreasi atau 
menciptakan sesuatu. Misalnya, guru meminta siswa berkelompok untuk menulis sebuah esai, 
mengerjakan tugas, mendaftar solusi-solusi altermatif tentang masalah tertentu, atau menganalisis 
puisi. semua hal yang dilakukan oleh setiap kelompok haruslah berbentuk produk, baik itu abstrak 
maupun konkret. untuk memastikan adanya tanggung jawab individu, guru dapat memberikan 
peran atau tugas yang berbeda-beda pada masing-masing anggota dalam setiap kelompok untuk 
menciptakan satu produk kelompok. 
8. MODEL PEMBELAJARAN INSIDE OUTSIDE CIRCLE (lingkaran dalam- lingkaran luar) 
 Dikembangkan oleh Spencer Kagan (1990) 
 Memungkinkan siswa saling berbagi informasi pada waktu yang bersamaan 
 Dapat Diterapkan untuk beberapa mata pelajaran, seperti ilmu pengetahuan sosial, agama, 
matematika, dan bahasa. Bahan pelajaran yang paling cocok digunakan dengan teknik ini adalah 
bahan-bahan yang membutuhkan pertukaran pikiran dan informasi antarsiswa. 
 Dapat diterapkan untuk semua tingkatan kelas dan sangatdigemari terutama anak-anak. 
Langkah-langkah atau sintaks model pembelajaran inside outside circle: 
1. Separuh kelas berdiri membentuk lingkaran kecil dan menghadap keluar 
2. Separuh kelas lainnya membentuk lingkaran di luar lingkaran pertama, menghadap ke dalam 
3. Dua siswa yang berpasangan dari lingkaran kecil dan besar berbagi informasi. Pertukaran 
informasi ini bisa dilakukan oleh semua pasangan dalam waktu yang bersamaan 
4. Kemudian siswa berada di lingkaran kecil diam di tempat, sementara siswa yang berada di 
lingkaran besar bergeser satu atau dua langkah searah jarum jam. 
5. Sekarang giliran siswa berada di lingkaran besar yang membagi informasi. Demikian 
seterusnya 
Kelebihan model pembelajaran inside outside circle: 
 Tidak ada bahan spesifikasi yang dibutuhkan untuk strategi . Sehingga dapat dengan mudah 
dimasukkan ke dalam pelajaran 
 Kegiatan ini dapat membangun sifat kerjasama antar siswa 
 Mendapatkan informasi yang berbeda pada saat bersamaan.
Kekurangan model pembelajaran inside outside circle: 
 Membutuhkan ruang kelas yang besar. 
 Terlalu lama sehingga tidak konsentrasi dan disalahgunakan untuk bergurau. 
 Rumit untuk dilakukan. 
9. SPONTANEOUS GROUP DISCUSSION (SGD) 
Jika siswa diminta untuk duduk berpasangan aatau berkelompok, kita akan lebih mudah 
menginstruksikan mereka untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu, seperti mencari makna 
sesuatu, mencari alasan tentang peristiwa tertentu, aatau memecahkan suatu masaalah. Dikenal 
dengan istilah spontaneous group discussion karena diskusi kelompok ini tidak direncanakan 
sebelumnya, tetapi dilaksanakan secara spontan. Teknik pelaksanaannya pun sederhana, yaitu 
meminta siswa untuk berkelompok dan berdiskusi tentang sesuatu. setelah itu, guru memanggil 
kelompok itu satu per satu untuk mempresentasikan hasil diskusinya di depan kelas. Diskusi ini bisa 
dilaksanakan beberapa menit atau sepanjang jam pelajaran. Akan tetapi, meskipun spontan diskusi 
kelompok ini tetap mengharuskan guru untuk memperhatikan lima elemen pembelajaran 
kooperatif. Interpredensi positif, akuntabilitas individu, interaksi promotif, keterampilan sosial, dan 
pemrosesan kelompok. 
10. Listening Team 
Strategi Listening Team ini bertujuan membentuk kelompok yang mempunyai tugas atau 
tanggung jawab tertentu berkaitan dengan materi pelajaran sehingga akan diperoleh partisipasi akt if 
siswa selama proses pembelajaran berlangsung. 
Pembelajaran diawali dengan pemaparan materi pembelajaran oleh guru. Selanjutnya guru 
membagi kelas menjadi kelompok –kelompok, setiap kelompok mempunyai peran masing-masing. 
Kelompok pertama merupakan kelompok penanya, kelompok kedua merupakan kumpulan orang 
yang menjawab berdasarkan perspektif tertentu, kelompok ketiga kumpulan orang yang menjawab 
dengan perspektif yang berbeda dengan kelompok kedua dan kelompok keempat adalah kelompok 
yang bertugas mereview dan membuat kesimpulan dari hasil diskusi. Pembelajaran diakhiri dengan 
penyampaian kata kunci atau konsep yang telah dikembangkan oleh peserta didik dalam berdiskusi. 
Langkah-langkahnya :
1. Bagilah siswa menjadi empat kelompok, masing-masing kelompok mendapat salah satu dari tugas 
berikut ini : 
Tim Peran Tugas 
1 Penanya Setelah pelajaran yang didasarkan ceramah selesai, 
Penanya yang bertugas membuat minimal dua 
pertanyaan mengenai materi yang baru saja 
disampaikan. 
2 Orang yang setuju Setelah pelajaran yang didasarkan pada ceramah 
selesai, menyatakan poin-poin mana yang mereka 
sepakati (atau membantu) dan menjelaskan 
mengapa demikian. Dan Kelompok kedua ini 
merupakan kumpulan orang yang menjawab 
berdasarkan perspektif tertentu. Atau disebut juga 
sebagai kelompok Pendukung yang bertugas 
mencari ide-ide yang disetujui atau dipandang 
berguna dari materi pelajaran yang baru saja 
disampaikan dengan memberi alasan “mengapa 
kami setuju”. 
3 Orang yang tidak Setuju Setelah pelajaran yang didasarkan pada ceramah 
selesai, mengomentari tentang poin mana yang 
tidak mereka setujui (atau tidak membantu) dan 
menjelaskan mengapa demikian. Atau Kelompok 
ketiga ini merupakan kumpulan orang yang 
menjawab dengan perspektif yang berbeda dengan 
kelompok kedua. Atau disebut juga sebagai 
kelompok Penentang yang bertugas mencari ide-ide 
yang tidak disetujui atau dipandang tidak berguna 
dari materi pelajaran yang baru saja disampaikan 
dengan memberi alasan. Perbedaan ini diharapkan 
memunculkan diskusi yang aktif yang ditandai oleh 
adanya proses dialektika berpikir, sehingga mereka
dapat menemukan pengetahuan struktural. 
4 Pemberi Contoh Setelah pelajaran yang didasarkan pada ceramah 
selesai, memberi contoh-contoh khusus atau 
aplikasi materi. Atau merupakan kelompok yang 
bertugas mereview dan membuat kesimpulan dari 
hasil diskusi. Serta Pemberi Contoh yang spesifik 
atau penerapan dari materi yang disampaikan guru 
dengan memberikan alasan. 
2. Sampaikan materi pelajaran dengan metode ceramah yang didasarkan pada sesi tatap muka. Setelah 
selesai, berilah kesempatan kepada masing-masing kelompok untuk menyelesaikan tugas mereka 
dan beberapa saat untuk mengomentari tugas-tugas mereka. 
3. Mintalah masing-masing kelompok untuk menyampaikan hasil dari tugas mereka. Baik itu akan 
menimbulkan kegiatan bertanya, sepakat, dan sebagainya. Guru hendaknya memperoleh partisipasi 
peserta didik dari pada yang pernah guru bayangkan. 
4. Beri klarifikasi secukupnya. 
Modifikasi : 
a. Jika jumlah siswa banyak, buatlah kelompok ganda artinya terdapat 2 kelompok sebagai penanya 
dan begitu pula pada kelompok lainnya. 
b. Bisa juga dawali dengan tugas individual. 
5. Pembelajaran diakhiri dengan penyampaian berbagai kata kunci atau konsep yang telah 
dikembangkan oleh peserta didik dalam diskusi. 
11. METODE PEMBELAJARAN - SNOWBALL THROWING 
Metode Snowball Throwing yaitu metode pembelajaran yang didalam terdapat unsur-unsur 
pembelajaran kooperatif sebagai upaya dalam rangka mengarahkan perhatian siswa terhadap 
materi yang disampaikan oleh guru. 
Langkah-langkah Pembelajaran dengan Metode Snowball Throwing: 
a. Guru menyampaikan materi yang akan disajikan.
b. Guru membentuk kelompok-kelompok dan memanggil masing-masing ketua kelompok untuk 
memberikan penjelasan tentang materi. 
c. Masing-masing ketua kelompok kembali ke kelompoknya masing-masing, kemudian menjelaskan 
materi yang disampaikan oleh guru kepada temannya. 
d. Kemudian masing-masing siswa diberikan satu lembar kertas, untuk menuliskan satu pertanyaan apa 
saja yang menyangkut materi yang sudah dijelaskan oleh ketua kelompok. 
e. Kemudian kertas yang berisi pertanyaan tersebut dibuat seperti bola dan dilempar dari satu siswa ke 
siswa yang lain. 
f. Siswa yang mendapat lemparan bola diberikan kesempatan untuk menjawab pertanyaan yang 
tertulis dalam kertas yang berbentuk bola tersebut. 
g. Evaluasi. 
h. Penutup. 
12. MODEL PEMBELAJARAN TARI BAMBU 
Pembelajaran dengan model Bamboo Dancing sama dengan metode inside circle. 
Pembelajaran diawali dengan pengenalan topik oleh guru. Guru bisa menuliskan topik tersebut di 
papan tulis atau guru bisa juga mengadakan tanya jawab dengan siswa tentang apa yang mereka 
ketahui tentang materi tersebut. Kegiatan sumbang saran ini dimaksudkan untuk mengaktifkan 
struktur kognitif yang telah dimiliki peserta didik agar lebih siap menghadapi pelajaran yang baru. 
Model Pembelajaran Tari Bambu mempunyai tujuan agar siswa saling berbagi informasi 
pada saat yang bersamaan dengan pasangan yang berbeda dalam waktu singkat secara teratur, 
strategi ini cocok untuk materi yang membutuhkan pertukaran pengalaman pikiran dan informasi 
antar siswa. Meskipun namanya Tari Bambu tetapi tidak menggunakan bambu. Siswa yang 
berjajarlah yang di ibaratkan sebagai bambu. 
Langkah-langkah Model Pembelajaran Bamboo Dancing (Tari Bambu) 
1. Penulisan topik di papan tulis atau mengadakan tanya jawab dengan siswa. 
2. Separuh kelas atau seperempat jika jumlah siswa terlalu banyak berdiri berjajar. Jika ada cukup 
ruang mereka bisa berjajar di depan kelas. Kemungkinan lain adalah siswa berjajar di sela-sela
deretan bangku. Cara yang kedua ini akan memudahkan pembentukan kelompok karena diperlukan 
waktu relatif singkat. 
3. Separuh kelas lainnya berjajar dan menghadap jajaran yang pertama 
4. Dua siswa yang berpasangan dari kedua jajaran berbagi informasi. 
5. Kemudian satu atau dua siswa yang berdiri di ujung salah satu jajaran pindah ke ujung lainnya di 
jajarannya. Jajaran ini kemudian bergeser. Dengan cara ini masing-masing siswa mendapat pasangan 
yang baru untuk berbagi. Pergeseran bisa dilakukan terus sesuai dengan kebutuhan. 
13. KEPALA BERNOMOR TERSTRUKTUR (STRUCTURED NUMBERED HEADS) 
 Teknik ini merupakan pengembangan dari teknik Kepala Bernomor 
 Memudahkan pembagian tugas. 
 Memudahkan siswa belajar melaksanakan tanggung jawab individunya sebagai anggota kelompok. 
 Dapat diterapkan untuk semua mata pelajaran dan tingkatan kelas. 
Langkah-langkah model pembelajaran terstruktur: 
1. Siswa dibagi dalam kelompok-kelompok. Masing-masing siswa dalam kelompok diberi nomor. 
2. Penugasan diberikan kepada setiap siswa berdasarkan nomornya. 
3. Jika perlu (untuk tugas-tugas yang lebih sulit) guru juga bisa melibatkan kerja sama antarkelompok. 
Siswa diminta keluar dari kelompoknya dan bergabung bersama siswa-siswa yang bernomor sama 
dari kelompok lain. Dengan demikian, siswa-siswa dengan tugas yang sama bisa saling membantu 
atau mencocokkan hasil kerja mereka 
http://vanesharueirong.blogspot.com/2013/05/macam-macam-model-pembelajaran.html 
Pembelajaran kooperatif atau cooperative learning merupakan istilah umum untuk 
sekumpulan strategi pengajaran yang dirancang untuk mendidik kerja sama kelompok dan 
interaksi antarsiswa.[1] Tujuan pembelajaran kooperatif setidak-tidaknya meliputi tiga tujuan 
pembelajaran, yaitu hasil belajar akademik, penerimaan terhadap keragaman, dan 
pengembangan keterampilan sosial.[2] 
Strategi ini berlandaskan pada teori belajar Vygotsky (1978, 1986) yang menekankan pada 
interaksi sosial sebagai sebuah mekanisme untuk mendukung perkembangan kognitif.[3]
Selain itu, metode ini juga didukung oleh teori belajar information processing dan cognitive 
theory of learning.[4] Dalam pelaksanaannya metode ini membantu siswa untuk lebih mudah 
memproses informasi yang diperoleh, karena proses encoding akan didukung dengan 
interaksi yang terjadi dalam Pembelajaran Kooperatif. Pembelajaran dengan metode 
Pembelajaran Kooperatif dilandasakan pada teori Cognitive karena menurut teori ini interaksi 
bisa mendukung pembelajaran. 
http://id.wikipedia.org/wiki/Pembelajaran_kooperatif 
“Model pembelajaran cooperative learning tidak berevolusi dari sebuah teori 
individual atau dari sebuah pendekatan tunggal tentang belajar. Ia berakar pada masa 
Yunani awal, tetapi perkembangan kontemporernya dapat dilacak ke hasil karya para 
psikolog pendidikan dan para teoretisi pedagogis di awal abad ke dua puluh, mau pun 
teori-teori pemrosesan informasi yang terkait dengan belajar dan teoretisi-teoretisi 
kognitif dan perkembangan, seperti Piaget dan Vygotsky.” 
Model cooperative learning ini dipopulerkan sekitar tahun 1950-an adalah merupakan 
salah satu solusi jalan keluar digunakan di Amerika Serikat pada tahun 1954 dimana 
pada masa itu terjadi kontak fisik antar ras kulit putih, kulit hitam dan hispanik (latin 
seperti Spanyol, Portugis). Konsep pembelajaran ini pada masa itu adalah 
pembelajaran yang berazaskan kerja sama antar rasial untuk menciptakan kondisi 
pembelajaran yang saling menguntungkan antara ras dan suku bangsa yang berbeda di 
Amerika. 
Pencetus ide cooperative learning adalah Jonh Dewey pada tahun 1916 dalam 
bukunya yang berjudul Democracy and Education kemudian pada kurun waktu 1954- 
1960 Herbert Thelen mengembangkan prosedur-prosedur yang lebih teliti untuk 
membantu siswa bekerja dalam kelompok. Eggen dan Kauchack (dalam Trianto 2007 : 
42) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan sebuah kelompok strategi 
pengajaran yang melibatkan siswa bekerja secara berkolaborasi untuk mencapai 
tujuan bersama. 
http://yosiabdiantindaon.blogspot.com/2012/11/sejarah-cooperative-learning-dengan.html 
D. TIPE-TIPE MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF DAN TEKNIK APLIKASINYA 
Beberapa tipe model pembelajaran kooperatif yang dikemukakan oleh beberapa ahli antara lain Slavin 
adalah sebagai berikut: 
1. Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw 
Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw ini pertama kali dikembangkan oleh Aronson dkk. Langkah-langkah 
mengaplikasikan tipe Jigsaw dalam proses pembelajaran adalah sebagai berikut: 
a. Guru membagi suatu kelas menjadi beberapa kelompok, dengan setiap kelompok terdiri dari 4-6 
siswa dengan kemampuan yang berbeda-beda baik tingkat kemampuan tinggi, sedang, dan rendah 
serta jika mungkin anggota berasal dari ras, budaya, suku yang berbeda tetapi tetap mengutamakan 
kesetaraan jender. Kelompok ini disebut kelompok asal. Jumlah anggota dalam kelompok asal 
menyesuaikan dengan jumlah bagian materi pelajaran yang akan dipelajari siswa sesuai dengan tujuan 
pembelajaran yang akan dicapai. Dalam tipe Jigsaw ini, setiap siswa diberi tugas mempelajari salah satu 
bagian materi pembelajaran tersebut. Semua siswa dengan materi pembelajaran yang sama belajar 
bersama dalam kelompok yang disebut kelompok ahli (Counterpart Group/CG). 
Dalam kelompok ahli, siswa mendiskusikan bagian materi pembelajaran yang sama, serta menyusun 
rencana bagaimana menyampaikan kepada temannya jika kembali ke kelompok asal. Kelompok asal ini 
oleh Aronson disebut kelompok jigsaw (gigi gergaji). 
Misal suatu kelas dengan jumlah siswa 40, dan materi pembelajaran yang dicapai sesuai dengan tujuan 
pembelajarannya terdiri dari dari 5 bagian materi pembelajaran, maka dari 40 siswa akan terdapat 5
kelompok ahli yang beranggotakan 8 siswa dan 8 kelompok asal yang terdiri dari 5 siswa. Setiap anggota 
kelompok ahli akan kembali ke kelompok asal memberikan informasi yang telah diperoleh dalam diskusi 
di kelompok ahli dan setiap siswa menyampaikan apa yang telah diperoleh atau dipelajari dalam 
kelompok ahli. Guru memfasilitasi diskusi kelompok baik yang dilakukan oleh kelompok ahli maupun 
kelompok asal. 
b. Setelah siswa berdiskusi dalam kelompok ahli maupun kelompok asal, selanjutnya dilakukan 
presentasi masing-masing kelompok atau dilakukan pengundian salah satu kelompok untuk menyajikan 
hasil diskusi kelompok yang telah dilakukan agar guru dapat menyamakan persepsi pada materi 
pembelajaran yang telah didiskusikan. 
c. Guru memberikan kuis untuk siswa secara individual. 
d. Guru memberikan penghargaan pada kelompok melalui skor penghargaan berdasarkan perolehan 
nilai peningkatan hasil belajar individual dari skor dasar ke skor kuis berikutnya (terkini). 
e. Materi sebaiknya secara alami dapat dibagi menjadi beberapa bagian materi pembelajaran. 
f. Perlu diperhatikan bahwa jika menggunakan tipe Jigsaw untuk belajar materi baru, perlu dipersiapkan 
suatu tuntunan dan isi materi yang runtut serta cukup sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai. 
2. Pembelajaran kooperatif tipe NHT (Number Heads Together) 
Pembelajaran kooperatif tipe NHT dikembangkan oleh Spencer Kagen (1993). Pada umumnya NHT 
digunakan untuk melibatkan siswa dalam penguatan pemahaman pembelajaran atau mengecek 
pemahaman siswa terhadap materi pembelajaran. 
Langkah-langkah penerapan tipe NHT: 
a. Guru menyampaikan materi pembelajaran atau permasalahan kepada siswa sesuai kompetensi dasar 
yang akan dicapai. 
b. Guru memberikan kuis secara individual kepada siswa untuk mendapatkan skor dasar atau skor awal. 
c. Guru membagi kelas dalam beberapa kelompok, setiap kelompok terdiri dari 4-5 siswa, setiap 
anggota kelompok diberi nomor atau nama. 
d. Guru mengajukan permasalahan untuk dipecahkan bersama dalam kelompok. 
e. Guru mengecek pemahaman siswa dengan menyebut salah satu nomor (nama) anggota kelompok 
untuk menjawab. Jawaban salah satu siswa yang ditunjuk oleh guru merupakan wakil jawaban dari 
kelompok. 
f. Guru memfasilitasi siswa dalam membuat rangkuman, mengarahkan, dan memberikan penegasan 
pada akhir pembelajaran. 
g. Guru memberikan tes/kuis kepada siswa secara individual. 
h. Guru memberi penghargaan pada kelompok melalui skor penghargaan berdasarkan perolehan nilai 
peningkatan hasil belajar individual dari skor dasar ke skor kuis berikutnya (terkini). 
3. Pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Teams Achievement Divisions) 
Pembelajaran kooperatif tipe STAD dikembangkan oleh Slavin dkk. 
Langkah-langkah penerapan pembelajaran kooperatif tipe STAD: 
a. Guru menyampaikan materi pembelajaran atau permasalahan kepada siswa sesuai kompetensi dasar 
yang akan dicapai. 
b. Guru memberikan tes/kuis kepada setiap siswa secara individual sehingga akan diperoleh skor awal. 
c. Guru membentuk beberapa kelompok. Setiap kelompok terdiri dari 4-5 siswa dengan kemampuan 
yang berbeda-beda (tinggi, sedang, dan rendah). Jika mungkin anggota kelompok berasal dari ras, 
budaya, suku yang berbeda tetapi tetap mementingkan kesetaraan jender. 
d. Bahan materi yang telah dipersiapkan didiskusikan dalam kelompok untuk mencapai kompetensi 
dasar. Pembelajaran kooperatif tipe STAD biasanya digunakan untuk penguatan pemahaman materi. 
e. Guru memfasilitasi siswa dalam membuat rangkuman, mengarahkan, dan memberikan penegasan 
pada materi pembelajaran yang telah dipelajari. 
f. Guru memberikan tes/kuis kepada setiap siswa secara individual. 
g. Guru memberi penghargaan pada kelompok berdasarkan perolehan nilai peningkatan hasil belajar
individual dari skor dasar ke skor kuis berikutnya (terkini). 
4. Pembelajaran Kooperatif Tipe TAI (Team Assisted Individualization atau Team Accelerated 
Instruction) 
Pembelajaran kooperatif tipe TAI ini dikembangkan oleh Slavin. Tipe ini mengkombinasikan keunggulan 
pembelajaran kooperatif dan pembelajaran idnidvidual. Tipe ini dirancang untuk mengatasi kesulitan 
belajar siswa secara individual. Oleh karena itu, kegiatan pembelajarannya lebih banyak digunakan 
untuk pemecahan masalah, ciri khas pada tipe TAI ini adalah setiap siswa secara individual belajar 
materi pembelajaran yang sudah dipersiapkan oleh guru. Hasil belajar individual dibawa ke kelompok-kelompok 
untuk didiskusikan dan saling dibahas oleh anggota kelompok, dan semua anggota kelompok 
bertanggung jawab atas keseluruhan jawaban sebagai tanggung jawab bersama. 
Langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe TAI adalah sebagai berikut: 
a. Guru memberikan tugas kepada siswa untuk mempelajari materi pembelajaran secara individual yang 
sudah dipersiapkan oleh guru. 
b. Guru memberikan kuis secara individual kepada siswa untuk mendapatkan skor dasar atau skor awal. 
c. Guru membentuk beberapa kelompok. Setiap kelompok terdiri dari 4-5 siswa dengan tingkat 
kemampuan yang berbeda-beda (tinggi, sedang, dan rendah). Jika mungkin, anggota kelompok terdiri 
dari ras, budaya, suku yang berbeda tetapi tetap mengutamakan kesetaraan jender. 
d. Hasil belajar siswa secara individual didiskusikan dalam kelompok. Dalam diskusi kelompok, setiap 
anggota kelompok saling memeriksa jawaban teman satu kelompok. 
e. Guru memfasilitasi siswa dalam membuat rangkuman, mengarahkan, dan memberikan penegasan 
pada materi pembelajaran yang telah dipelajari. 
f. Guru memberikan kuis kepada siswa secara individual. 
g. Guru memberi penghargaan pada kelompok berdasarkan perolehan nilai peningkatan hasil belajar 
individual dari skor dasar ke skor kuis berikutnya (terkini). 
Tipe-tipe pembelajaran kooperatif yang telah diuraikan di atas merupakan tipe-tipe yang paling sering 
digunakan dalam proses pembelajaran di kelas. Terdapat tipe-tipe pembelajaran kooperatif yang lain, 
yaitu: 
– Model Pembelajaran Kooperatif: Think-Pair-Share 
Model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share merupakan salah satu model pembelajaran 
kooperatif yang mampu mengubah asumsi bahwa metode resitasi dan diskusi perlu diselenggarakan 
dalam setting kelompok kelas secara keseluruhan. Think-Pair-Share memiliki prosedur yang ditetapkan 
secara eksplisit untuk memberi siswa waktu yang lebih banyak untuk berpikir, menjawab, dan saling 
membantu satu sama lain. Dari cara seperti ini diharapkan siswa mampu bekerja sama, saling 
membutuhkan, dan saling tergantung pada kelompok-kelompok kecil secara kooperatif. 
– Model Pembelajaran Kooperatif : Picture and Picture 
Sesuai dengan namanya, tipe ini menggunakan media gambar dalam proses pembelajaran yaitu dengan 
cara memasang/mengurutkan gambar-gambar menjadi urutan yang logis. Melalui cara seperti ini 
diharapkan siswa mampu berpikir dengan logis sehingga pembelajaran menjadi bermakna. 
– Model Pembelajaran Kooperatif : Problem Posing 
Tipe pembelajaran kooperatif problem posing merupakan pendekatan pembelajaran yang 
diadaptasikan dengan kemampuan siswa, dan dalam proses pembelajarannya difokuskan pada 
membangun struktur kognitif siswa serta dapat memotivasi siswa untuk berpikir kritis dan kreatif. 
Proses berpikir demikian dilakukan siswa dengan cara mengingatkan skemata yang dimilikinya dengan 
mempergunakannya dalam merumuskan pertanyaan. Dengan pendekatan problem posing siswa dapat 
pengalaman langsung dalam membentuk pertanyaan sendiri. 
– Model Pembelajaran Kooperatif : Problem Solving 
Problem solving (pembelajaran berbasis masalah) merupakan pendekatan pembelajaran yang 
menggiring siswa untuk dapat menyelesaikan masalah (problem). Masalah dapat diperoleh dari guru 
atau dari siswa. Dalam proses pembelajarannya siswa dilatih untuk kritis dan kreatif dalam
memecahkan masalah serta difokuskan pada membangun struktur kognitif siswa. 
– Model Pembelajaran Kooperatif : Team Games Tournament (TGT) 
Pada pembelajaran kooperatif tipe Team Games Tournament (TGT), peserta didik dikelompokkan dalam 
kelompok-kelompok kecil beranggotakan empat peserta didik yang masing-masing anggotanya 
melakukan turnamen pada kelompoknya masing-masing. Pemenang turnamen adalah peserta didik 
yang paling banyak menjawab soal dengan benar dalam waktu yang paling cepat. 
– Model Pembelajaran Kooperatif : Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC) 
Tipe CIRC dalam model pembelajaran kooperatif merupakan tipe pembelajaran yang diadaptasikan 
dengan kemampuan peserta didik, dan dalam proses pembelajarannya bertujuan membangun 
kemampuan peserta didik untuk membaca dan menyusun rangkuman berdasarkan materi yang 
dibacanya. 
– Model Pembelajaran Kooperatif : Learning Cycle (Daur Belajar) 
Learning Cycle merupakan tipe pembelajaran yang memiliki lima tahap pembelajaran, yaitu (1) tahap 
pendahuluan (engage), (2) tahap eksplorasi (exploration), (3) tahap penjelasan (explanation), (4) tahap 
penerapan konsep (elaboration), dan (5) tahap evaluasi (evaluation). 
– Model Pembelajaran Kooperatif : Cooperative Script (CS) 
Dalam tipe pembelajaran Cooperative Script siswa berpasangan dan bergantian secara lisan 
mengikhtisarkan bagian-bagian dari materi yang dipelajari. 
http://yusti-arini.blogspot.com/2009/08/model-pembelajaran-kooperatif.html 
PBL ( Problem Based Learning ) 
PBL 
Ada beberapa definisi dan intepretasi terhadap Problem Based Learning (PBL). Salah 
satunya menurut Duch (1995): Problem Based Learning (PBL) adalah metode pendidikan 
yang medorong siswa untuk mengenal cara belajar dan bekerjasama dalam kelompok untuk 
mencari penyelesaian masalah-masalah di dunia nyata. Simulasi masalah digunakan untuk 
mengaktifkan keingintahuan siswa sebelum mulai mempelajari suatu subyek. PBL 
menyiapkan siswa untuk berpikir secara kritis dan analitis, serta mampu untuk mendapatkan 
dan menggunakan secara tepat sumber-sumber pembelajaran. 
Sejarah PBL 
Sejarah PBL sebenarnya telah dimulai pada tahun 1920 ketika itu Celestine Freinet, 
seorang guru SD yang baru kembali dari Perang Dunia I kembali kekampung halamannya di 
sebuah pedesaan di Barsur-loup di bagian tenggara Perancis. Ia menderita cedera yang serius 
dan menyebabkannya tak bisa bernafas panjang. Ia sangat ingin mengajar kembali di SD 
tetapi ia tida sanggup untuk bersuara keras dan lama. Sebagai gantinya ia menggunakan 
metoda lain menggantikan metoda tradisional yang biasanya dianut ketika itu. Ia meminta 
murid-muridnya untuk belajar mandiri dan ia hanya memfasilitasi saja. Inilah awal pertama 
cikal bakal PBL diperkenalkan. Sejarah PBL modern dimuali pada awal tahun 1970 di Mc 
Master University Faculty of Health Science di Kanada. Sejak itu PBL dipakai secara luas di 
banyak negara. 
Program inovatif PBL pertama kali diperkenalkan oleh Faculty of Health Sciences of 
McMaster University di Kanada pada tahun 1966. Yang menjadi ciri khas dari pelaksanaan
PBL di Mcmaster adalah filosofi pendidikan yang berorientasi pada masyarakat, terfokus 
pada manusia, melalui pendekatan antar cabang ilmu pengetahuan dan belajar berdasar 
masalah. 
Kemudian pada tahun 1976, Maastricht Faculty of Medicine di Belanda menyusul 
sebagai institusi pendidikan kedokteran kedua yang mengadopsi PBL. Kekhasan pelaksanaan 
PBL di Maastrich terletak pada konsep tes kemajuan (progress test) dan pengenalan 
keterampilan medik sejak awal dimulainya program pendidikan. Dalam perkembangannya, 
PBL telah diadopsi baik secara keseluruhan atau sebagian oleh banyak fakultas kedokteran di 
dunia. 
Motivasi menggunakan PBL 
Dalam pendidikan kedokteran konvensional, mahasiswa lebih banyak menerima 
pengetahuan dari perkuliahan dan literatur yang diberikan oleh dosen. Mereka diharuskan 
mempelajari beragam cabang ilmu kedokteran dan menghapal begitu banyak informasi. 
Setelah lulus dan menjadi dokter, mereka dihadapkan pada banyak masalah yang tidak dapat 
diselesaikan hanya dari pengetahuan yang mereka dapat selama kuliah. Sistem pendidikan 
kedokteran konvensional cenderung membentuk mahasiswa sebagai pembelajar pasif. 
Mahasiswa tidak dibiasakan berpikir kritis dalam mengidentifikasi masalah, serta aktif dalam 
mencari cara penyelesainnya. 
Prinsip-prinsip PBL 
Dalam PBL, siswa dituntut bertanggungjawab atas pendidikan yang mereka jalani, 
serta diarahkan untuk tidak terlalu tergantung pada guru. PBL membentuk siswa mandiri 
yang dapat melanjutkan proses belajar pada kehidupan dan karir yang akan mereka jalani. 
Seorang guru lebih berperan sebagai fasilitator atau tutor yang memandu siswa menjalani 
proses pendidikan. Ketika siswa menjadi lebih cakap dalam menjalani proses belajar PBL, 
tutor akan berkurang keaktifannya. 
Proses belajar PBL dibentuk dari ketidakteraturan dan kompleksnya masalah yang ada 
di dunia nyata. Hal tersebut digunakan sebagai pendorong bagi siswa untuk belajar 
mengintegrasikan dan mengorganisasi informasi yang didapat, sehingga nantinya dapat selalu 
diingat dan diaplikasikan untuk menyelesaikan masalah-masalah yang akan dihadapi. 
Masalah-masalah yang didesain dalam PBL memberi tantangan pada siswa untuk lebih 
mengembangkan keterampilan berpikir kritis dan mampu menyelesaikan masalah secara 
efektif. 
Proses dalam PBL 
Siswa dihadapkan pada masalah dan mencoba untuk menyelesaikan dengan bekal 
pengetahuan yang mereka miliki. Pertama-tama mereka mengidentifikasi apa yang harus 
dipelajari untuk memahami lebih baik permasalahan dan bagaimana cara memecahkannya. 
Langkah selanjutnya, siswa mulai mencari informasi dari berbagai sumber seperti 
buku, jurnal, laporan, informasi online atau bertanya pada pakar yang sesuai dengan 
bidangnya. Melalui cara ini, belajar dipersonalisasi sesuai dengan kebutuhan dan gaya tiap 
individu.
Setelah mendapatkan informasi, mereka kembali pada masalah dan mengaplikasikan 
apa yang telah mereka pelajari untuk lebih memahami dan menyelesaikannya. Di akhir 
proses, siswa melakukan penilaian terhadap dirinya dan memberi kritik mambangun bagi 
kolega. 
Ada beberapa alasan mengapa PBL digunakan dalam proses pembelajaran di perguruan 
tinggi yaitu 
1. Seorang lulusan tidak dapat menaggulangi masalah yang dihadapinya hanya dengan 
menggunakan satu disiplin ilmu. Ia harus mampu menggunakan dan memadukan 
ilmu-ilmu pengetahuan yang telah dipunyai atau mencari ilmu pengetahuan yang 
dibutuhkannya dalam rangka menanggulangi masalahnya. 
Melalui PBL yang diawali dengan pemberian masalah pemicu kepada mahasiswadapat 
menerapkan suatu model pembelajaran secara spiral (spiral learning model) dengan 
memilih konsep dan prinsip yang terdapat dalam sejumlah cabang ilmu, sesuai kebutuhan 
masalah. Dengan diberi sejumlah masalah pemicu, diharapkan sebagian besar/seluruh 
materi cabang ilmu dicakup. 
2. Integrasi antara berbagai konsep/prinsip/informasi cabang ilmu dapat terjadi 
3. Kemampuan mahasiswa untuk secara terus menerus melakukan “up-dating” / 
pengembangan pengetahuannya tercapai 
4. Perilaku sebagai seorang “ life long learner” dapat tercapai 
5. Langkah-langkah PBL yang dilaksanakan melalui diskusi kelompok dapat 
menghasilkan sejumlah ketrampilan sebagai berikut 
a. ketrampilan penelusuran kepustakaan 
b. ketrampilan membaca 
c. ketrampilan/kebiasaan membuat catatan 
d. kemampuan kerjasama dalam kelompok 
e. ketrampilan berkomunikasi 
f. keterbukaan 
g. berpikir analitik 
h. kemandirian dan keaktifan belajar 
i. wawasan dan keterpaduan ilmu pengetahuan 
6. Dapat mengimbangi kecepatan informasi atau ilmu pengetahuan yang sangat cepat. 
LANGKAH-LANGKAH PBL
Setelah mahasiswa menerima skenario/masalah pemicu, masing-masing mahasiswa perlu 
membaca dengan cermat seluruh masalah pemicu. Setelah selesai, selanjutnya dalam kelompok 
(yang sudah disusun oleh pengelola) melakukan langkah implementasi PBL yang terdiri atas 12 
langkah (Brenda). 
1. Clarification and definition of the problem 
2. Analysis of the problem 
3. Development of Hypothesis (ses) / plausible explanations 
4. Identification and characterization of the knowledge needed 
5. Identification of what is already known 
6. Identification of appropriate learning resources 
7. Collection of new information/knowledge 
8. Synthesis of old and new information, and understanding of it by application to the 
problem 
9. Repetition of all or some of the previous steps as necessary 
10. Identification of what was not learned 
11. Summary of what was learned and if possibe 
Tujuan 
a. Membantu guru memberikan informasi sebanyak-banyaknya kepada siswa 
b. Membantu siswa mengembangkan kemampuan berfikir, pemecahan masalah dan 
ketrampilan intelektual, belajar tentang berbagai peran orang dewasa melalui perlibatan 
mereka dalam pengalaman nyata atau simulasi, dan menjadi pembelajar yang otonom 
dan mandiri. 
Ciri-ciri PBL 
a) Belajar dimulai dengan suatu masalah 
b) Memastikan bahwa masalah yang diberikan berhubungan dengan dunia nyata 
c) Mengorganisasikan pelajaran di seputar masalah 
d) Memberikan tanggung jawab yang besar kepada pembelajar 
e) Menggunakan kelompok kecil 
f) Menuntut siswa untuk mendemontrasikan apa yang telah mereka pelajari dalam bentuk 
suatu produk atau kinerja 
Menurut Wina Sanjaya dalam bukunya Strategi Pembelajaran Berorientasi standar 
proses pendidikan, menyebutkan bahwa dalam PBL/ pembelajaran berbasis masalah ini 
mempunyai 3 ciri utama, yaitu 
1. PBL merupakan rangkaian aktivitas pembelajaran, artinya dalam implementasi ada 
sejumlah kegiatan yang harus dilakukan siswa. PBL tidak mengharapkan siswa yang 
hanya sekedar mendengarkan, mencatat, kemudian menghafasl metri pelajaran, akan
tetapi melalui PBL siswa aktif berfikir, berkomunikasi, mencari dan mengolah data, dan 
akhirnya menyimpulkan. 
2. Aktivitas pembelajaran diarahkan untuk menyelesaikan masalah. PBL Menempatkan 
masalah sebagai kata kunci dari proses pembelajaran, Artinya tanpa masalah maka 
tidak mungkin ada proses pembelajaran. 
3. Pemecahan masalah dilakukan dengan menggunakan pendekatan berpikir secara 
ilmiah. Berpikir dengan menggunakan metode ilmiah adalah proses berfikir deduktif dan 
induktif. 
Strategi 
Strategi pembelajaran dengan pemecahan masalah dapat diterapkan : 
a. Manakala guru menginginkan agar siswa tidak hanya sekedar dapat mengingat 
materi pelajaran, akan tetapi menguasai dan memahaminya secara penuh 
b. Apabila guru bermaksud untuk mengembangkan keterampilan berpikir rasional 
siswa, yaitu kemampuan menganalisis situasi, menerapkan pengetahuan yang 
mereka miliki dalam situasi baru, mengenal adanya perbedaan antara fakta dan 
pendapat, serta mengembangkan kemmapuan dalam membuat judgment secara 
objektif 
c. Manakala guru menginginkan kemampuan siswa untuk memecahkan masalah 
serta membuat tantangan intelektual siswa 
d. Jika guru ingin mendorong siswa untuk lebih bertanggung jawab dalam 
belajarnya 
e. Jika guru ingin agar siswa memahami hubungan antara apa yang dipelajari 
dengan kenyataan dalam kehidupannya (hubungan antara teori dengan 
kenyataan) 
Hakikat Masalah dalam PBL 
PBL dan strategi pembelajaran inkuiri (SPI) memiliki perbedaan, perbedaan tersebut 
terletak pada jenis masalah serta tujuan yang ingin dicapai. Masalah dalam SPI adalah 
masalah yang bersifat tertutup, artinya jawaban dari masalah itu sudah pasti, oleh sebab itu 
jawaban dari masalah yang dikaji itu sebenarnya guru sudah mengetahui dan 
memahaminya, namun guru tidak secara langsung menyampaikannya kepada siswa. Dalam 
SPI tugas guru pada dasarnya menggiring siswa melalui proses Tanya jawab pada jawaban
yang sebenarnya sudah pasti. Tujuan yang ingin dicapai oleh SPI adalah menumbuhkan 
keyakinan dalam diri siswa tentang jawaban dari suatu masalah. 
Berbeda dengan SPI, masalah dalam PBL adalah masalah yang bersifat terbuka. 
Artinya jawaban dari masalah tersebut belum pasti. Setiap siswa, bahkan guru dapat 
mengembangkan kemungkinan jawaban. Dengan demikian, PBL memberikan kesempatan 
pada siswa untuk bereksplorasi mengumpulkan dan menganalisis data secara lengkap 
untuk memecahkan masalah yang dihadapi. Yujuan yang ingin dcapai adalah kemampuan 
siswa untuk berpikir kritis, analitis, sistematis dan logis untuk menemukan alternative 
pemecahan masalah melalui eksplorasi data secara empiris dalam rangka menumbuhkan 
sikap ilmiah. 
Kriteria pemilihan bahan pelajaran dalam PBL : 
a. Bahan pelajaran harus mengundang isu-isu yang mengandung konflik yang bisa 
bersumber dari berita, rekaman video dan yang lainnya 
b. Bahan yang dipilih adalah bahan yang bersifat familier dengan siswa, sehingga 
setiap siswa dapat mengikutinya dengan baik 
c. Bahan yang dipilih merupakan bahan yang berhubungan dengan kepentingan orang 
banyak (universal), sehingga terasa manfaatnya 
d. Bahan yang dipilih merupakan bahan yang mendukung tujuan atau kompetensi 
yang harus dimiliki oleh siswa sesuai dengan kurikulum yang berlaku 
e. Bahan yang dipilih sesuai dengan minat siswa sehingga setiap siswa merasa perlu 
untuk mempelajarinya. 
Tahapan PBL 
Menurut Jarot Subandono, inti dari kegiatan metode belajar Problem Based Learning 
ini ada pada diskusi tutorial. Terdapat tujuh langkah yang harus dilakukan dalam diskusi 
tutorial, yang disebut dengan Seven Jumps. Deskripsi dari ketujus langkah tersebut adalah 
sebagai berikut : 
Langkah 1. 
Menjelaskan istilah yang belum diketahui
Proses : Mahasiswa menentukan beberapa kata yang artinya kurang/belum jelas, anggota 
kelompok yang lain mungkin dapat memberikan definisinya/penjelasannya. Mahasiswa 
sebaiknya dikondisikan agar merasa “aman/safe” dalam berpendapat sehingga 
memungkinkan mereka “jujur” tentang segala hal yang belum dipahaminya. 
Alasan : Istilah yang belum diketahui berlaku sebagai suatu “penghambat” untuk dipahami. 
Penjelasan yang hanya sebagian saja dipahami/tidak menyeluruh sekalipun, dapat untuk 
memulai proses pembelajaran. 
Hasil Tertulis :Kata-kata/istilah yang artinya belum dapat disetujui oleh kelompok, harus 
didaftar sebagai tujuan pembelajaran. 
Perhatian : Mahasiswa kadang-kadang terjebak terlalu lama diskusi pada langkah 1 ini 
sehingga waktunya hampir habis dan mengalami fenomena mengibarkan bendera, maka 
sebaiknya istilah asing dijelaskan secukupnya saja. 
Langkah 2 
Menetapkan permasalahan 
Proses : Tahap ini merupakan suatu pembahasan terbuka dimana mahasiswa didorong 
agar menyumbangkan pendapatnya tentang permasalahan yang ada dalam bentuk diskusi. 
Tutor harus mendorong/memotivasi mereka semua untuk menyumbangkan analisis secara 
cepat dan luas. 
Alasan : Dimungkinkan bagi setiap anggota kelompok tutorial untuk mempunyai pandangan 
yang berbeda terhadap suatu masalah. Membandingkan dan mengumpulkan pendapat 
yang luas akan memperkaya khasanah intelektual dari permasalahan yang dibahas 
tersebut. 
Hasil Tertulis : Daftar pokok-pokok persoalan untuk dijelaskan. 
Langkah 3 
Curah pendapat/brainstorming tentang hipotesis atau penjelasan yang ada. 
Proses : Merupakan kelanjutan dari pembahasan secara terbuka, namun sekarang 
mahasiswa mencoba untuk merumuskan, menguji dan membandingkan keunggulan secara 
relatif dari hipotesis yang ada sebagai penjelasan permasalahan atau kasus. Tutor perlu
untuk mempertahankan diskusi pada taraf hipotesis dan tidak dianjurkan menuju pada hal-hal 
yang terlalu detil/terperinci secara cepat. Dalam hal ini: 
a. Hipotesis berarti suatu pengandaian yang dibuat sebagai dasar untuk membuat alasan 
tentang kebenaran ilmiah atau sebagai titik awal bagi penyelidikan lebih lanjut. 
b. Penjelasan artinya, menjadikan tahu secara terperinci dan membuatnya dapat 
dimengerti, dengan suatu maksud untuk menimbulkan saling pengertian. 
Alasan : Tahap ini merupakan langkah yang penting, yang mendorong digunakannya 
pembelajaran dari tahap sebelumnya berdasarkan pengetahuan atau ingatan/memori 
sebelumnya (prior knowledge) dan membiarkan mahasiswa untuk menguji pemahaman 
yang telah dimilikinya satu sama lain. Hubungan/ mata rantai dapat terbentuk antara pokok-pokok 
persoalan dari pengetahuan yang belum lengkap yang ada dalam kelompok tersebut. 
Jika dapat ditangani dengan baik oleh tutor dan grupnya, tahap ini dapat menempatkan 
pembelajaran pada tingkat pemahaman yang lebih baik. 
Hasil Tertulis : Daftar hipotesis atau penjelasan. 
Masalah: prior knowledge mahasiswa sering diragukan tutor. 
Langkah 4 
Menyusun penjelasan dalam suatu pemecahan masalah/ solusi sementara. 
Proses : Mahasiswa akan memikirkan sebanyak mungkin penjelasan yang berbeda dari 
apa yang sedang terjadi. Permasalahan diperiksa dengan teliti secara terperinci dan 
dibandingkan dengan usulan hipotesis atau penjelasan, untuk melihat bagaimana mereka 
akan mencocokkan dan jika diperlukan eksplorasi lebih lanjut. Tahap ini merupakan 
permulaan proses dari penjelasan tujuan pembelajaran/Learning Objective (LO), walaupun 
tidak dianjurkan bagi mahasiswa untuk merekam dengan segera dalam bentuk tulisan. 
Alasan : Tahap ini memproses secara aktif dan menstruktur kembali pengetahuan yang ada 
dan mengenali kesenjangan pemahaman. Mencatat tujuan pembelajaran (LO) secara cepat 
akan menghalangi/menghambat pemikiran dan memperpendek proses berpikir intelektual 
dan menghasilkan tujuan yang terlalu luas dan superfisial. 
Hasil Tertulis : tahap ini meliputi pengorganisasian penjelasan tentang permasalahan, 
menunjukkannya secara skematis, mencoba untuk menghubungkan ide-ide baru diantara 
sesama teman, dengan pengetahuan yang dimiliki dan dengan susunan kata-kata/konteks
yang berbeda. Proses ini menyediakan suatu hasil visual tentang hubungan antara bagian-bagian 
informasi yang berbeda dan memfasilitasi ”penyimpanan ” informasi dalam ingatan 
jangka panjang. 
Langkah 5 
Menjelaskan Tujuan Pembelajaran (LO) 
Proses : Kelompok menyetujui tujuan pembelajaran yang akan dipelajari oleh semua 
mahasiswa. Tutor mendorong mereka agar dapat fokus, untuk tidak terlalu luas atau 
superfisial dan dapat tercapai dalam waktu yang tersedia. Beberapa mahasiswa mungkin 
mempunyai tujuan pembelajaran (LO) yang tidak dibagikan kepada seluruh anggota 
kelompok oleh karena kebutuhan dan ketertarikan secara individual/pribadi. 
Alasan : Proses membentuk kesepakatan menggunakan kemampuan segenap kelompok 
tutorial (termasuk tutor) untuk menyusun diskusi selanjutnya dalam tujuan pembelajaran 
yang tepat/cocok dan dapat dicapai. Dalam hal ini tidak hanya menjelaskan tujuan 
pembelajaran namun juga membawa kelompok secara bersama-sama dan menyimpulkan 
diskusi. 
Hasil Tertulis : Tujuan Pembelajaran, hal ini merupakan hasil utama dari pekerjaan awal 
kelompok dalam PBL. Tujuan Pembelajaran seharusnya/ disarankan dalam bentuk 
persoalan pokok/isu yang ditujukan terhadap pertanyaan atau hipotesis yang spesifik. 
Langkah 6 
Pengumpulan Informasi dan belajar mandiri 
Proses : Tahap ini meliputi pencarian bahan dalam buku teks, mengumpulkan hasil 
pencarian literatur elektronik dari Internet, konsultasi pakar atau hal-hal lainnya yang dapat 
membantu menyediakan informasi yang sedang dicari oleh mahasiswa. Suatu proses PBL 
yang diorganisasikan dengan baik akan mencakup penyelenggaraan kursus atau adanya 
buku panduan blok yang menyediakan saran-saran dalam bagaimana caranya memperoleh 
sumber-sumber pembelajaran spesifik yang mungkin sukar untuk didapatkan/diakses, 
supaya jangan terjadi fenomena CBSA seperti di tingkat SMU..
Alasan : Secara jelas, suatu bagian penting dari proses pembelajaran dalam pengumpulan 
dan perolehan informasi baru, dimana mahasiswa mengerjakannya secara individual 
maupun bersama-sama. 
Hasil Tertulis : Catatan individual dan kelompok mahasiswa 
Langkah 7 
Membagi/ Berbagi hasil pengumpulan informasi dan belajar mandiri 
Proses : Hal ini membutuhkan waktu beberapa hari (sekitar 3 hari) setelah pertemuan tahap 
I (langkah 1-5). Mahasiswa mulai kembali pada daftar tujuan pembelajaran. Pertama-tama 
mereka mengidentifikasi/mengenali sumber belajar yang didapatnya sendiri, mengumpulkan 
informasi yang mereka dapat dari belajar mandiri dan membantu teman-teman lainnya 
memahami dan mengenali hal-hal yang susah selanjutnya/kemudian, untuk dipelajari lebih 
lanjut atau dengan bantuan pakar. Mahasiswa mencoba untuk melakukan dan 
menghasilkan analisis yang menyeluruh dari permasalahan yang ada. 
Alasan : Pada tahap ini menyusun apa yang telah dikerjakan kelompok, menggabungkan 
pembelajaran dan mengenali daerah/area yang belum pasti, yang memungkinkan untuk 
pembelajaran lebih lanjut. Pembelajaran mungkin tidak berakhir secara menyeluruh dan 
berakhir secara terbuka, Namur hal ini sungguh/ memang diperlukan kehati-hatian/ tidak 
terburu-buru karena mahasiswa seharusnya kembali ke topik-topik pembicaraan tersebut 
ketika pencetus/trigger yang cocok muncul kembali di kemudian hari. 
Hasil Tertulis : Catatan individual mahasiswa / laporan 
Keunggulan dan Kelemahan PBL 
a. Keunggulan 
1) Pemecahan masalah merupakan teknik yang cukup bagus untuk lebih memahami isi 
pelajaran 
2) Pemecahan masalah dapat menantang kemampuan siswa serta memberikan kepuasan 
untuk menemukan pengetahuan baru bagi siswa 
3) Pemecahan masalah dapat meningkatkan aktivitas pembelajaran siswa 
4) Pemecahan masalah dapat membantu siswa untuk mengembanhkan pengetahuan 
barunya dan bertanggungjawab dalam pembelajaran yang mereka lakukan. Di samping
itu, pemecahan masalah itu juga dapat mendorong untuk melakukan evaluasi sendiri 
baik terhadap hasil maupun proses 
5) Melalui pemecahan masalah bisa memperlihatkan kepada siswa bahwa setiap mata 
pelajaran merupakan cara berpikir dan sesuatu yang harus dimengerti oleh siswa, bukan 
hanya sekedar belajar dari guru atau dari buku-buku saja. 
6) Pemecahan masalah dianggap lebih menyenangkan dan disukai siswa 
7) Pemecahan masalah dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk berpikir kritis dan 
mengembangkan kemampuan mereka untuk menyesuaikan dengan pengetahuan baru 
8) Pemecahan masalah dapat memberikan kesempatan pada siswa untuk 
mengaplikasikan pengetahuan yang mereka miliki dalam dunia nyata 
9) Pemecahan masalah dapat mengembangkan minat siswa untuk secara terus-menerus 
belajar sekalipun belajar pada pendidikan formal telah berakhir 
b. kelemahan 
1) Jika siswa tidak memiliki minat atau tidak mempunyai kepercayaan bahwa masalah yang 
dipelajari sulit untuk dipecahkan, maka mereka akan merasa enggan untuk mencoba 
2) Keberhasilan strategi pembelajarn melalui problem based learning membutuhkan cukup 
waktu untuk persiapan 
3) Tanpa pemahaman mengapa mereka berusaha untuk memecahkan masalah yang 
sedang dipelajari, maka mereka tidak akan belajar apa yang mereka ingin pelajari 
Sejarah Perkembangan Pembelajaran Berbasis Proyek (Project Based 
Learning) 
Munculnya gagasan tentang metode pembelajaran berbasis proyek diawali dengan 
adanya metode problem-based learning. Problem-based learning sendiri berawal dari 
fenomena di lapangan yaitu banyak dari lulusan pendidikan medis (kedokteran) yang 
memiliki pengetahuan faktual dan akademik tinggi namun tidak mampu menerapkan 
pengetahuannya dalam penanganan pasien sungguhan. problem-based learning 
dikembangkan pada akhir 1960-an untuk tujuan utama yakni digunakan untuk pelatihan 
dokter di Universitas McMaster di Ontario, Kanada (Florin, 2010). Setelah mengkaji tentang 
pendidikan yang dilakukan terhadap calon tenaga medis maka dikembangkan suatu program 
pembelajaran yang menempatkan calon tenaga medis ke dalam situasi simulatif yang dikenal 
dengan problem-based learning. 
Berdasar dari fenomena dalam dunia medis tersebut kemudian penggunaan 
pendekatan problem-based learning mulai diadaptasi menjadi model project-based learning
dalam pendidikan yang mencetak tenaga-tenaga praktisi. Perbedaannya terletak pada 
objeknya, kalau dalam problem-based learning pembelajaran lebih didorong dalam kegiatan 
yang memerlukan perumusan masalah, pengumpulan data, dan analisis data (berhubungan 
dengan proses diagnosis pasien), sedangakan dalam project-based learning pembelajaran 
lebih didorong dalam kegiatan desain; merumuskan tindakan, merancang tindakan, 
mengkalkulasi kemungkinan tiap tindakan, melaksanakan pekerjaan/ tindakan, dan 
mengevaluasi hasil. 
Selain fenomena di atas, faktor munculnya project-based learning adalah karena perubahan 
zaman. Hampir semua guru memahami bagaimana budaya industri/ industrialisasi telah mengubah 
tatanan masyarakat dan mereka mengakui bahwa sekolah-sekolah sekarang harus beradaptasi 
dengan era baru. Sudah jelas bahwa siswa membutuhkan keduanya, pengetahuan dan keterampilan, 
untuk bersaing di era baru ini. Kebutuhan ini tidak hanya didorong oleh permintaan tenaga kerja 
dengan kinerja tinggi yang dapat merencanakan, berkolaborasi, dan berkomunikasi dengan baik, 
tetapi juga harus memiliki tanggung jawab. 
Ketika digunakan pada abad ke-21 alat / keterampilan , Pembelajaran Berbasis Proyek (PBL) 
adalah lebih dari sekedar pencarian web-atau tugas internet penelitian. Dalam hal ini jenis proyek, 
siswa diharapkan untuk menggunakan teknologi dengan cara yang bermakna untuk membantu 
mereka menyelidiki, berkolaborasi, menganalisis, mensintesis dan menyajikan pembelajaran 
mereka. Dimana teknologi diresapi seluruh proyek, istilah yang lebih tepat untuk pedagogi dapat 
disebut sebagai iPBL (copyright 2006, ITJAB ), untuk mencerminkan penekanan alat teknologi / 
keterampilan DAN konten akademis. 
Contoh lain dari sebuah sekolah interdisipliner sukses PBL terletak di Pomona, California. 
Sekolah Internasional Politeknik Tinggi, biasa disingkat I-Poly Sekolah Tinggi, berasal pada tahun 
1993, adalah sekolah publik yang tinggi perguruan persiapan (9-12) terletak di California State 
Polytechnic University, Pomona (Cal Poly Pomona) kampus dan dioperasikan oleh Los Angeles 
County Dinas Pendidikan dalam hubungannya dengan College of Pendidikan dan Studi Integratif di 
universitas. I-Poly juga merupakan pelatihan guru situs bekerja sama dengan Cal Poly Pomona 
Pada abad XXI yang ditandai oleh peningkatan kompleksitas peralatan teknologi, dan 
munculnya gerakan restrukturisasi korporatif yang menekankan kombinasi kualitas teknologi dan 
manusia, menyebabkan dunia kerja akan memerlukan orang yang dapat mengambil inisiatif, berpikir 
kritis, kreatif, dan cakap memecahkan masalah. Hubungan “manusia-mesin” bukan lagi merupakan 
hubungan mekanistik akan tetapi merupakan interaksi komunikatif yang menuntut kecakapan 
berpikir tingkat tinggi.
Kecenderungan-kecenderungan tersebut mulai direspon oleh dunia pendidikan di Indonesia, 
yang semenjak tahun 2000 menerapkan empat pendekatan pendidikan, yakni : 
1. Pendidikan berorientasi kecakapan hidup (life skills) 
2. Kurikulum dan pembelajaran berbasis kompetensi 
3. Pembelajaran berbasis produksi 
4. Pendidikan berbasis luas (broad-based education) 
Orientasi baru pendidikan itu berkehendak menjadikan lembaga pendidikan sebagai 
lembaga pendidikan kecakapan hidup, dengan pendidikan yang bertujuan mencapai kompetensi 
(selanjutnya disebut pembelajaran berbasis kompetensi), dengan proses pembelajaran yang otentik 
dan kontekstual yang dapat menghasilkan produk bernilai dan bermakna bagi mahasiswa, dan 
pemberian layanan pendidikan berbasis luas melalui berbagai jalur dan jenjang pendidikan yang 
fleksibel multi-entry-multi-exit (Depdiknas, 2002, 2003). 
Oleh sebab itu secara tidak langsung terbentuk open-ended contextual activity-based 
learning, sebagai bagian dari proses pembelajaran yang memberikan penekanan kuat pada 
pemecahan masalah yang dihasilkan dari suatu usaha kolaboratif (Richmond & Striley, 1996), yang 
dilakukan dalam proses pembelajaran dalam periode tertentu (Hung & Wong, 2000). Hal ini 
didefinisikan Blumenfeld et.al. (1991) sebagai model belajar berbasis proyek (project -based learning) 
yaitu proses pembelajaran yang berpusat pada proses relatif berjangka waktu, berfokus pada 
masalah, unit pembelajaran bermakna dengan mengitegrasikan konsep-konsep dari sejumlah 
komponen pengetahuan, atau disiplin, atau lapangan studi . 
Pengertian Pembelajaran Berbasis Proyek 
Tidak ada suatu definisi/ pengertian yang resmi untuk menjelaskan tentang project-based 
learning, namun beberapa pihak memberikan definisi mereka masing-masing 
(Purnawan, 2007), antara lain: 
1. Buck Institute for Education 
Project-based learning adalah suatu metode pembelajaran sistematis yang melibatkan siswa 
dalam belajar ilmu pengetahuan dan keterampilan melalui proses penyelidikan terhadap 
masalah-masalah nyata dan pembuatan berbagai karya atau tugas yang dirancang secara hati-hati. 
2. Moursund, J. W. Thomas, et al. 
Project-based learning adalah model pengajaran dan pembelajaran yang menekankan 
pembelajaran yang berpusat pada siswa dalam suatu proyek. Hal ini memungkinkan siswa 
untuk bekerja secara mandiri untuk membangun pembelajarannya sendiri dan kemudian akan
mencapai puncaknya dalam suatu hasil yang realistis seperti karya yang dihasilkan siswa 
sendiri. Project-based learning dapat didefinisikansebagai berikut: (a) Fokus pada konsep-konsep 
utama dari suatu materi; (b) Melibatkan pengalaman belajar yang melibatkan siswa 
dalam persoalan kompleks namun realistik yang membuat mereka mengembangkan dan 
menerapkan keterampilan dan pengetahuan yang mereka miliki; (c) Pembelajaran yang 
menuntut siswa untuk mencari berbagai sumber informasi dalam rangka pemecahan masalah; 
(d) Pengalaman siswa belajar untuk mengelola dan mengalokasikan sumber daya seperti 
waktu dan bahan 
3. John Thomas 
Project-based learning adalah pembelajaran yang memerlukan tugas-tugas kompleks, 
didasarkan pada pertanyaan/ masalah menantang, yang melibatkan siswa dalam mendesain, 
memecahkan masalah, membuat keputusan, atau kegiatan investigasi, memberikan siswa 
kesempatan untuk bekerja secara mandiri selama periode lama, dan berujung pada realistis 
produk atau presentasi. 
4. B Baron (1998) 
Project-based learning adalah pendekatan cara pembelajaran secara konstruktif untuk 
pendalaman pembelajaran dengan pendekatan berbasis riset terhadap permasalahan dan 
pertanyaan yang berbobot, nyata dan relevan bagi kehidupannya. 
5. Blumenfeld, et al. (1991) 
Project-based learning adalah pendekatan komprehensif untuk pengajaran dan pembelajaran 
yang dirancang agar siswa melakukan riset terhadap permasalah nyata. 
Berdasarkan pengertian PBL di atas, untuk kepentingan penelitian ini yang dimaksud dengan 
pembelajaran berbasis proyek adalah suatu metode pembelajaran yang menggunakan masalah 
sebagai langkah awal dalam mengumpulkan dan mengintegrasikan pengetahuan baru 
berdasarkan pengalamannya melalui riset yang dilakukan dalam beraktifitas secara nyata. 
Komponen Pembelajaran Berbasis Proyek 
Langkah-langkah pengembangan pembelajaran berbasis proyek terdiri dari enam 
komponen utama, yaitu : 
1) Keautentikan (authenticity) 
Proyek yang akan dikerjakan siswa berhubungan dengan masalah dunia nyata. Ciri-ciri 
proyek yang menampilkan keauntentikan, yaitu: (a) Mengatasi masalah atau pertanyaan yang 
memiliki arti bagi siswa; (b) Melibatkan masalah atau pertanyaan yang benar-benar dialami 
di dunia nyata; (c) Meminta siswa untuk menghasilkan sesuatu yang memiliki nilai pribadi 
dan atau sosial di luar kelas. 
Dalam merancang proyek yang autentik, diperlukan penggunaan masalah yang benar-benar 
ada dalam dunia nyata, misalnya berkaitan dengan isu-isu yang sedang terjadi yang 
relevan dengan keadaan sekarang sehingga pembelajaran yang terjadi dapat bermakna, 
kontekstual dan mengesankan.
2) Ketaatan terhadap nilai akademik (academic rigor) 
Dalam mengerjakan sebuah proyek, siswa ditantang untuk menggunakan metode 
penyelidikan untuk satu disiplin ilmu atau lebih (seperti : seorang sejarawan, ilmuwan, 
investor, dan lain-lain). 
3) Hubungan dengan pakar (expert relationship) 
Kekuatan pembelajran berbasis proyek terletak pada keterlibatan pakar (orang ahli) yang 
ada di luar kelas. Siswa dapat berelasi dengan pakar yang berkaitan dengan proyek yang akan 
diselesaikan. 
4) Aktif meneliti (active exploration) 
Guru sebaiknya memberikan waktu yang cukup kepada siswa untuk mengerjakan suatu 
proyek. Siswa dapat menggunakan berbagai metode, media, dan sumber-sumber dalam 
melakukan penyelidikan. Pada akhirnya siswa dapat mengkomunikasikan apa yang mereka 
pelajari misalkan melalui kegiatan pameran formal. Proyek yang bagus dapat mendorong 
siswa untuk aktif dalam penelitian, mengeksplorasi, menganalisis serta menyajikan hasil 
proyek. 
5) Belajar pada dunia nyata (applied learning) 
Siswa dilatih untuk menyelesaikan masalah-masalah dunia nyata dengan pendekatan 
terstruktur dan terencana. Siswa dilatih untuk mengembangkan kemampuan yang dibutuhkan 
dalam lapangan pekerjaan. 
6) Penilaian (assessment) 
Siswa diberi kesempatan untuk menerima feedback (umpan balik) yang berkualitas 
selama dan setelah mengerjakan proyek. Umpan balik formatif dapat diberikan oleh teman 
sebaya ataupun dari garu. Pada akhir proyek, evaluasi sumatif dari produk dan penampilan 
siswa diberikan oleh guru dan pakar yang menilai pekerjaan siswa dalam kaitannya dengan 
indikator kualitas yang telah ditentukan. 
Implementasi Pembelajaran Berbasis Proyek 
Implementasi pembelajaran berbasis proyek mengikuti lima langkah utama, antaralain: 
1. Menetapkan tema proyek 
Tema proyek hendaknya memenuhi criteria-criteria berikut: (a) memuat gagasan umum 
dan orisinil, (b) penting dan menarik, (c) mendeskrpsikan masalah kompleks, (d) 
mencerminkan hubungan berbagai gagasan, (e) mengutamakan pemecahan masalah. 
2. Menetapkan konteks belajar 
Konteks belajar hendaknya memenuhi criteria-kriteria berikut: (a) pertanyaan-pertanyaan 
proyek mempersoalkan masalah dunia nyata, (b) mengutamakan otonomi siswa, (c) 
melakukan inquiry dalam konteks masyarakat, (d) siswa mampu mengelola waktu secara
efektif dan efisien, (e) siswa belajar penuh dengan control diri, (f) mensimulasikan kerja 
secara professional. 
3. Merencanakan aktivitas-aktivitas 
Pengalaman belajar terkait dengan merencanakan proyek antaralain: (a) membaca, (b) 
meneliti, (c) observasi, (d) interviu, (e) merekam, (f) mengunjungi objek yang terkait dengan 
proyek, (g) akses internet. 
4. Memproses aktivitas-aktivitas 
Indikator-indikator memproses aktivitas antaralain: (a) membuat sketsa, (b) melukiskan 
analisa, (c) menghitung, (d) mengeneralisasi, (e) mengembangkan prototipe. 
5. Penerapan aktivitas-aktivitas 
Langkah-langkah yang dilakukan antaralain: (a) mencoba mengerjakan proyek 
berdasarkan sketsa, (b) menguji langkah-langkah yang telah dikerjakan dan hasil yang 
diperoleh, (c) mengevaluasi hasil yang telah diperoleh, (d) merevisi hasil yang telah 
diperoleh, (e) melakukan daur ulang proyek yang lain, (f) mengklasifikasi hasil terbaik. 
Kelebihan dan Kekurangan PBL 
Adapun yang menjadi kelebihan dari metode pembelajaran berbasis proyek anatara lain: 
a. Meningkatkan motivasi belajar peserta didik untuk belajar, mendorong 
kemampuan mereka untuk melakukan pekerjaan penting, dan mereka perlu 
dihargai; 
b. Meningkatkan kemampuan pemecahan masalah. Siswa menjadi lebih aktif dan 
tertantang untuk menyelesaikan/ memecahkan masalah yang lebih komplek 
lagi; 
c. Meningkatkan kolaborasi. Pentingnya kerja kelompok dalam proyek adalah 
mendorong siswa untuk mengembangkan dan mempraktekan keterampilan 
komunikasi. Kelompok kerja kooperatif evaluasi siswa, pertukaran informasi 
online adalah aspek-aspek kolaboratif dari sebuah proyek; 
d. Meningkatkan keterampilan mengelola sumber. Pembelajaran berbasis proyek 
yang diimplementasikan dengan baik memberikan kepada siswa pembelajaran 
dan praktik dalam mengorganisasi proyek, dan membuat alokasi waktu dan 
sumber-sumber lain seperti perlengkapan untuk menyelesaikan tugas; 
e. Pendekatan proyek menyediakan pengalaman belajar yang melibatkan siswa 
secara kompleks dan dirancang untuk berkembang sesuai dengan dunia nyata, 
f. PBL melibatkan para siswa untuk belajar mengambil informasi dan 
menunjukkan pengetahuan yang dimiliki, kemudian diimplementasikan 
dengan dunia nyata. 
g. PBL membuat suasana belajar menjadi menyenangkan, sehingga siswa 
maupun pendidik menikmati proses pembelajaran. 
Sedangkan yang menjadi kekurangan dari metode pembelajaran berbasis proyek 
antara lain:
a. Memerlukan banyak waktu untuk menyelesaikan masalah; 
b. Memerlukan biaya yang cukup banyak; 
c. Banyak peralatan yang harus disediakan; 
d. Bagi siswa yang memiliki kelemahan dalam percobaan dan pengumpulan 
informasi akan mengalami kesulitan; 
e. Ketika topik yang diberikan kepada masing-masing kelompok berbeda, 
dikhawatirkan siswa tidak memahami topik secara keseluruhan. 
Untuk mengatasi kekurangan/ kelemahan dari metode pembelajaran berbasis proyek 
di atas, maka seorang pendidik harus mampu mendesain pembelajaran dengan baik dan 
menarik, memfasilitasi dan membatasi waktu bagi siswa dalam menyelesaikan proyek, 
meminimalisir peralatan yang digunakan dan menggunakan peralatan-peralatan yang 
sederhana yang terdapat di lingkungan sekitar. 
http://media154.wordpress.com/artikel- internet-desain-dan-web-2/pbl-problem-basic-learning/ 
http://arnillaberbagi.blogspot.com/2011/03/sejarah-problem-based-learning-pbl.html 
http://arijal-ridz-arti.blogspot.com/2011/11/problem-based-learning-pbl.html 
http://blog-holmesnababan.blogspot.com/2013/03/makalah-pbl-project-based-learning.html 
ibrahimopik.wordpress.com/2013/01/30/pembelajaran-berbasis-proyek/

4 modelnl

  • 1.
    2. INQUIRY Salahsatu metode pembelajaran dalam matematika, yang sampai sekarang masih tetap dianggap sebagai metode yang cukup efektif adalah metode inquiry. Inquiry berarti pertanyaan, atau pemeriksaan, penyelidikan (Trianto, 2007:135). David L. Haury dalam artikelnya, Teaching Science Through Inquiry (dalam Sutrisno: 2008) mengutip definisi yang diberikan oleh Alfred Novak: inquiry merupakan tingkah laku yang terlibat dalam usaha manusia untuk menjelaskan secara rasional fenomena-fenomena yang memancing rasa ingin tahu. Dengan kata lain, inquiry berkaitan dengan aktivitas dan keterampilan aktif yang fokus pada pencarian pengetahuan atau pemahaman untuk memuaskan rasa ingin tahu. Sund (dalam Trianto: 2007) menyatakan bahwa discovery merupakan bagian dari inquiry, atau inquiry merupakan perluasan proses discovery yang digunakan lebih mendalam. Inquiry sebagai suatu proses umum yang dilakukan manusia untuk mencari atau memahami informasi. Gulo (dalam Trianto: 2007) menyatakan strategi inquiry berarti suatu rangkaian kegiatan belajar yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis, logis, analitis, sehingga mereka dapat merumuskan sendiri penemuannya dengan penuh percaya diri. Alasan rasional penggunaan metode inquiry adalah bahwa siswa akan mendapatkan pemahaman yang lebih baik mengenai matematika dan akan lebih tertarik terhadap matematika jika mereka dilibatkan secara aktif dalam “melakukan” matematika. Investigasi yang dilakukan oleh siswa merupakan tulang punggung metode inquiry. Investigasi ini difokuskan untuk memahami konsep-konsep matematika dan meningkatkan keterampilan proses berpikir ilmiah siswa. Diyakini bahwa pemahaman konsep merupakan hasil dari proses berfikir ilmiah tersebut (Blosser dalam Sutrisno: 2008). Metode inquiry yang mensyaratkan keterlibatan aktif siswa terbukti dapat meningkatkan prestasi belajar dan sikap anak terhadap Matematika dan Sains (Haury dalam Sutrisno: 2008). Dalam makalahnya Haury menyatakan bahwa metode inquiry membantu perkembangan antara lain scientific literacy dan pemahaman proses-proses ilmiah, pengetahuan vocabulary dan pemahaman
  • 2.
    konsep, berpikir kritis,dan bersikap positif. Dapat disebutkan bahwa metode inquiry tidak saja meningkatkan pemahaman siswa terhadap konsep-konsep dalam matematika saja, melainkan juga membentuk sikap keilmiahan dalam diri siswa. Selanjutnya, metode inquiry merupakan metode pembelajaran yang berupaya menanamkan dasar-dasar berfikir ilmiah pada diri siswa, sehingga dalam proses pembelajaran ini siswa lebih banyak belajar sendiri, mengembangkan kreativitas dalam memecahkan masalah (Sutrisno: 2008). Siswa benar-benar ditempatkan sebagai subjek yang belajar. Peranan guru dalam pembelajaran dengan metode inquiry adalah sebagai pembimbing dan fasilitator. Tugas guru adalah memilih masalah yang perlu disampaikan kepada kelas untuk dipecahkan. Namun dimungkinkan juga bahwa masalah yang akan dipecahkan dipilih oleh siswa. Tugas guru selanjutnya adalah menyediakan sumber belajar bagi siswa dalam rangka memecahkan masalah. Bimbingan dan pengawasan guru masih diperlukan, tetapi intervensi terhadap kegiatan siswa dalam pemecahan masalah harus dikurangi (Sagala, 2004). Walaupun dalam praktiknya aplikasi metode pembelajaran inquiry sangat beragam, tergantung pada situasi dan kondisi sekolah, namun dapat disebutkan bahwa pembelajaran dengan metode inquiry (Garton dalam Sutrisno: 2008) memiliki 5 komponen yang umum yaitu Question, Student Engangement,  Cooperative Interaction, Performance Evaluation,  dan Variety of Resources 1. Question. Pembelajaran biasanya dimulai dengan sebuah pertanyaan pembuka yang memancing rasa ingin tahu siswa dan atau kekaguman siswa akan suatu fenomena. Untuk memudahkan proses ini, guru menanayakan kepada siswa mengenai hipotesis yang memungkinkan. Dari semua gagasan yang ada, dipilih salah satu hipotesis yang relevan dengan permasalahan yang diberi. Siswa diberi kesempatan untuk bertanya, yang dimaksudkan sebagai pengarah ke pertanyaan inti yang akan dipecahkan oleh siswa. Selanjutnya, guru menyampaikan pertanyaan inti atau masalah inti yang harus dipecahkan oleh siswa. Untuk menjawab pertanyaan ini – sesuai
  • 3.
    dengan Taxonomy Bloom– siswa dituntut untuk melakukan beberapa langkah seperti evaluasi, sintesis, dan analisis. Jawaban dari pertanyaan inti tidak dapat ditemukan misalnya di dalam buku teks, melainkan harus dibuat atau dikonstruksi.2. Student Engangement. Dalam metode inquiry, keterlibatan aktif siswa merupakan suatu keharusan sedangkan peran guru adalah sebagai fasilitator. Siswa bukan secara pasif menuliskan jawaban pertanyaan pada kolom isian atau menjawab soal-soal pada akhir bab sebuah buku, melainkan dituntut terlibat dalam menciptakan sebuah produk yang menunjukkan pemahaman siswa terhadap konsep yang dipelajari atau dalam melakukan sebuah investigasi.3. Cooperative Interaction. Siswa diminta untuk berkomunikasi, bekerja berpasangan atau dalam kelompok, dan mendiskusikan berbagai gagasan. Dalam hal ini, siswa bukan sedang berkompetisi. Jawaban dari permasalahan yang diajukan guru dapat muncul dalam berbagai bentuk, dan mungkin saja semua jawaban benar.4. Performance Evaluation. Dalam menjawab permasalahan, biasanya siswa diminta untuk membuat sebuah produk yang dapat menggambarkan pengetahuannya mengenai permasalahan yang sedang dipecahkan. Bentuk produk ini dapat berupa slide presentasi, grafik, poster, karangan, dan lain-lain. 5. Variety of Resources. Siswa dapat menggunakan bermacam-macam sumber belajar, misalnya buku teks, website, televisi, video, poster, wawancara dengan ahli, dan lain sebagainya. Metode inquiry salah satu strategi pembelajaran yang memungkinkan para peserta didik mendapatkan jawabannya sendiri. Metode pembelajaran ini dalam penyampaian bahan pelajarannya tak dalam bentuk final dan tak langsung. Artinya, dalam metode inquiry peserta didik sendiri diberi peluang untuk mencari, meneliti dan memecahkan jawaban, menggunakan teknik pemecahan masalah. Pendekatan dan strategi pembelajaran saat ini diharapkan lebih menekankan agar siswa dipandang sebagai subjek belajar. Konsep ini bertujuan hasil pembelajaran lebih bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran berlangsung alamiah, siswa ‘bekerja’ dan mengalami, bukan berupa transfer pengetahuan dari guru ke siswa. Pendidikan tak lagi berpusat pada lembaga atau pengajar yang hanya mencetak lulusan kurang berkualitas, tapi berpusat pada peserta didik.
  • 4.
    Pendekatan inquiry adalahpendekatan mengajar di mana siswa merumuskan masalah, mendesain eksperimen, mengumpulkan dan menganalisis data sampai mengambil keputusan sendiri. Pendekatan inquiry harus memenuhi empat kriteria ialah kejelasan, kesesuaian, ketepatan dan kerumitannya. Setelah guru mengundang siswa untuk mengajukan masalah yang erat hubungannya dengan pokok bahasan yang akan diajarkan, siswa akan terlibat dalam kegiatan inquiry dengan melalui 5 fase ialah: Fase 1 : Siswa menghadapi masalah yang dianggap oleh siswa memberikan tantangan untuk diteliti. Fase 2 : Siswa melakukan pengumpulan data untuk menguji kondisi, sifat khusus dari objek teliti dan pengujian terhadap situasi masalah yang dihadapi. Fase 3 : siswa mengumpulkan data untuk memisahkan variabel yang relevan, berhipotesis dan bereksperimen untuk menguji hipotesis sehingga diperoleh hubungan sebab akibat. Fase 4 : merumuskan penemuan inquiry hingga diperoleh penjelasan, pernyataan, atau prinsip yang lebih formal. Fase 5 : melakukan analisis terhadap proses inquiry, strategi yang dilakukan oleh guru maupun siswa. Analisis diperlukan untuk membantu siswa terarah pada mencari sebab akibat. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, Inquiry, merupakan perluasan dari discovery yang digunakan lebih mendalam. Artinya, inquiry mengandung proses mental yang lebih tinggi tingkatannya. Misalnya: Merumuskan problema, merancang eksperimen, melaksanakan eksperimen, mengumpulkan data, menganalisis data, membuat kesimpulan dan sebagainya. 3. DISCOVERY (PENEMUAN TERBIMBING) . DR. J. Richard Suchman (dalam Widdiharto: 2004) mencoba mengalihkan kegiatan belajar-mengajar dari situasi yang didominasi guru ke situasi yang melibatkan siswa dalam proses mental melalui tukar pendapat yang berwujud
  • 5.
    diskusi, seminar, dansebagainya. Salah satu bentuknya disebut Guided Discovery Lesson (pelajaran dengan penemuan terpimpin) Discovery (penemuan terbimbing) sering dipertukarkan pemakainnya dengan inquiry (penyelidikan). Sund berpendapat bahwa discovery (penemuan terbimbing) adalah proses mental dimana siswa mengasimilasikan suatu konsep atau suatu prinsip. Proses mental, misalnya: mengamati, menjelaskan, mengelompokkan, membuat kesimpulan dan sebagainya. Sedangkan konsep misalnya: lingkaran, segitiga, x < y, dan sebagainya. Prinsip misalnya: “ kuadrat sisi miring pada segitiga siku-siku sama dengan jumlah kuadrat sisi siku-sikunya” Selanjutnya Sund mengatakan bahwa penggunaan discovery dalam batas-batas tertentu adalah baik untuk kelas-kelas rendah, sedangkan inquiry baik untuk siswa-siswa di kelas yang lebih tinggi. Sebagai model pembelajaran dari sekian banyak model pembelajaran yang ada, penemuan terbimbing menempatkan guru sebagai fasilitator, guru membimbing siswa dimana ia diperlukan. Dalam model ini siswa didorong untuk berfikir sendiri, sehingga dapat “menemukan” prinsip umum berdasarkan bahan atau data yang telah disediakan oleh guru. Sampai seberapa jauh siswa dibimbing, tergantung pada kemampuannya dan materi yang sedang dipelajari. Dengan metode ini, siswa dihadapkan kepada situasi dimana ia bebas menyelidiki dan menarik kesimpulan. Terkaan, intuisi dan mencoba-coba (trial and error) hendaknya dianjurkan. Guru bertindak sebagai penunjuk jalan, ia membantu siswa agar mempergunakan ide, konsep, dan keterampilan yang sudah mereka pelajari sebelumnya untuk mendapatkan pengetahuan yang baru. Pengajuan pertanyaan yang tepat oleh guru akan merangsang kreativitas siswa dan membantu mereka dalam “menemukan” pengetahuan baru tersebut. Model ini membutuhkan waktu yang relatif banyak dalam pelaksanaannya, akan tetapi hasil belajar yang dicapai sebanding dengan waktu yang digunakan. Pengetahuan yang baru akan melekat lebih lama apabila siswa dilibatkan secara langsung dalam proses pemahaman dan ‘mengkonstruksi’ sendiri konsep atau pengetahuan tersebut. Model ini bisa dilakukan baik secara perorangan maupun kelompok. Agar pelaksanaan penemuan terbimbing berjalan dengan efektif, beberapa langkah yang mesti ditempuh oleh guru matematika adalah sebagai berikut:
  • 6.
    1. Merumuskan masalahyang akan diberikan kepada siswa dengan data secukupnya, yang dinyatakan dengan pernyataan atau pertanyaan. Perumusan harus jelas, hindari pernyataan yang menimbulkan salah tafsir sehingga arah yang ditempuh siswa tidak salah. Konsep atau prinsip yang harus ditemukan siswa melalui kegiatan tersebut perlu ditulis dengan jelas. 2. Diskusi sebagai pengarahan sebelum siswa melakukan kegiatan. Alat/bahan perlu disediakan sesuai dengan kebutuhan siswa dalam melaksanakan kegiatan. 3. Dari data yang diberikan guru, siswa menyusun, memproses, mengorganisir, dan menganalisis data tersebut. Dalam hal ini bimbingan guru dapat diberikan sejauh yang diperlukan saja. Bimbingan ini sebaiknya mengarahkan siswa untuk melangkah ke arah yang hendak dituju, melalui pertanyaan-pertanyaan, atau LKS. 4. Kegiatan metode penemuan oleh siswa berupa penyelidikan/percobaan untuk menemukan konsep-konsep atau prinsip-prinsip yang telah ditetapkan. 5. Siswa menyusun konjektur (prakiraan) dari hasil analisis yang dilakukannya. 6. Bila dipandang perlu, konjektur yang telah dibuat oleh siswa tersebut di atas diperiksa oleh guru. Hal ini penting dilakukan untuk meyakinkan kebenaran prakiraan siswa, sehingga akan menuju arah yang hendak dicapai. 7. Proses berpikir kritis perlu dijelaskan untuk menunjukkan adanya mental operasional siswa, yang diharapkan dalam kegiatan. Apabila telah diperoleh kepastian tentang kebenaran konjektur tersebut, maka verbalisasi konjektur sebaiknya diserahkan juga kepada siswa untuk menyusunnya. Disamping itu perlu diiingat pula bahwa induksi tidak menjamin 100 % kebenaran konjektur. 8. Setelah siswa menemukan apa yang dicari, hendaknya guru menyediakan soal latihan atau soal tambahan untuk memeriksa apakah hasil penemuan itu benar. 9. Perlu dikembangkan pertanyaan-pertanyaan yang bersifat terbuka, yang mengarah pada kegiatan yang dilakukan siswa.
  • 7.
    10. Ada catatanguru yang meliputi penjelasan tentang hal-hal yang sulit dan factor-faktor yang dapat mempengaruhi hasil terutama kalau penyelidikan mengalami kegagalan atau tak berjalan sebagaimana mestinya. Model Penemuan Terbimbing memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan dari Model Penemuan terbimbing adalah sebagai berikut: 1. Siswa dapat berpartisipasi aktif dalam pembelajaran yang disajikan. 2. Menumbuhkan sekaligus menamkan sikap inquiry (mencari-temukan). 3. Mendukung kemampuan problem solving siswa 4. Memberikan wahana interaksi antar siswa, maupun siswa dengan guru, dengan demikian siswa juga terlatih untuk menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. 5. Materi yang disajikan dapat mencapai tingkat kemampuan yang lebih tinggi dan lebih lama membekas karena siswa dilibatkan dalam proses menemukannya (Marzano, dalam Widdiharto: 2004). Sementara itu kekurangannya (Widdiharto: 2004) adalah sebagai berikut: 1. Untuk materi tertentu, waktu yang tersita lebih lama. 2. Tidak semua siswa dapat mengikuti pelajaran dengan cara ini. Dilapangan beberapa siswa masih terbiasa dan mudah mengerti dengan model ceramah. 3. Tidak semua topik cocok disampaikan dengan model ini. Umumnya topik-topik yang berhubungan dengan prinsip dapat dikembangkan dengan Model Penemuan Terbimbing http://refi07.wordpress.com/pendekatan-inquiry-dan-discovery/ Mengenai kelebihan dan kekurangan metode penemuan/discovery-inquiry diuraikan oleh Sudirman N, dkk (1992) sebagai berikut : Kelebihan metode penemuan/discovery-inquiry : 1. Strategi pengajaran menjadi berubah dari yang bersifat penyajian informasi oleh guru kepada siswa sebagai penerima informasi yang baik tetapi proses mentalnya berkadar rendah, menjadi pengajaran yang menekankan kepada proses pengolahan informasi di mana siswa yang aktif mencari dan mengolah sendiri informasi yang kadar proses mentalnya lebih tinggi atau lebih banyak. 2. Siswa akan mengerti konsep-konsep dasar atau ide lebih baik. 3. Membantu siswa dalam menggunakan ingatan dan dalam rangka transfer kepada siutuasi-situasi proses belajar yang baru. 4. Mendorong siswa untuk berfikur dan bekerja atas inisiatifnya sendiri. 5. Memungkinkan siswa belajar dengan memanfaatkan berbagai jenis sumber belajar yang tida hanya menjadikan guru sebagai satu-satunya sumber belajar.
  • 8.
    6. Metode inidapat memperkaya dan memperdalam materi yang dipelajari sehingga retensinya 9tahan lama dalam ingatan) menjadi lebih baik. Kekurangan metode penemuan/discovery-inquiry : 1. Memerlukan perubahan kebiasaan cara belajar siswa yang menerima informasi dari guru apa adanya, ke arah membiasakan belajar mandiri dan berkelompok dengan mencari dan mengolah informasi sendiri. Mengubah kebiasaan bukanlah sesuatu yang mudah, apalagi kebiasaan yang telah bertahun-tahun dilakukan. 2. Guru dituntut mengubah kebiasaan mengajar yang umumnya sebagai pemberi informasi menjadi fasilitator, motivator, dan pembimbing siswa dalam belajar. Inipun bukan pekerjaan yang mudah karena umumnya guru merasa belum puas kalau tidak banyak menyajikan informasi (ceramah). 3. Metode ini memberikan kebebasan pada siswa dalam belajar, tetapi tidak berarti menjamin bahwa siswa belajar dengan tekun, penuh aktivitas, dan terarah. 4. Cara belajar siswa dalam metode ini menuntut bimbingan guru yang lebih baik. Dalam kondisi siswa banyak (kelas besar) dan guru terbatas, agaknya metode ini sulit terlaksana dengan baik. Jenis-Jenis Metode Penemuan (Discovery-Inquiry) Moh. Amin (Sudirman N, 1992) menguraikan tentang tujuh jenis inquiry-discovery yang dapat diikuti sebagai berikut : 1. Guided Discovery-Inquiry Lab. Lesson Sebagian perencanaan dibuat oleh guru. Selain itu guru menyediakan kesempatan bimbingan atau petunjuk yang cukup luas kepada siswa. Dalam hal ini siswa tidak merumuskan problema, sementara petunjuk yang cukup luas tentang bagaimana menyusun dan mencatat diberikan oleh guru. 1. Modified Discovery-Inquiry Guru hanya memberikan problema saja. Biasanya disediakan pula bahan atau alat-alat yang diperlukan, kemudian siswa diundang untuk memecahkannya melalui pengamatan, eksplorasi dan atau melalui prosedur penelitian untuk memperoleh jawabannya. Pemecahan masalah dilakukan atas inisiatif dan caranya sendiri secara berkelompok atau perseorangan. Guru berperan sebagai pendorong, nara sumber, dan memberikan bantuan yang diperlukan untuk menjamin kelancaran proses belajar siswa. 1. Free Inquiry Kegiatan free inquiry dilakukan setelah siswa mempelajarai dan mengerti bagaimana memecahkan suatu problema dan telah memperoleh pengetahuan cukup tentang bidang studi tertentu serta telah melakukan modified discovery-inquiry. Dalam metode ini siswa harus mengidentifikasi dan merumuskan macam problema yang akan dipelajari atau dipecahkan. 1. Invitation Into Inquiry
  • 9.
    Siswa dilibatkan dalamproses pemecahan problema sebagaimana cara-cara yang lazim diikuti scientist. Suatu undangan (invitation) memberikan suatu problema kepada siswa, dan melalui pertanyaan masalah yang telah direncanakan dengan hati-hati mengundang siswa untuk melakukan beberapa kegiatan atau kalau mungkin, semua kegiatan sebagai berikut : merancang eksperimen, merumuskan hipotesis, menetapkan kontrol, menentukan sebab akibat, menginterpretasi datadan membuat grafik 1. Inquiry Role Approach Inquiry Role Approach merupakan kegiatan proses belajar yang melibatkan siswa dalam tim-tim yang masing-masing terdiri tas empat anggota untuk memecahkan invitation into inquiry. Masing-masing anggota tim diberi tugas suatu peranan yang berbeda-beda sebagai berikut : koodinator tim, penasihat teknis, pencatat data dan evaluator proses 1. Pictorial Riddle Pendekatan dengan menggunakan pictorial riddle adalah salah satu teknik atau metode untuk mengembangkan motivasi dan minat siswa di dalam diskusi kelompok kecil maupun besar. Gambar atau peragaan, peragaan, atau situasi yang sesungguhnya dapat digunakan untuk meningkatkan cara berfikir kritis dan kreatif siswa. Suatu ridlle biasanya berupa gambar di papan tulis, papan poster, atau diproyeksikan dari suatu trasparansi, kemudian guru mengajukan pertanyaan yang berkaitan dengan ridlle itu. 1. Synectics Lesson Pada dasarnya syntetics memusatkan pada keterlibatan siswa untyuk membuat berbagai macam bentuk metafora (kiasan) supaya dapat membuka intelegensinya dan mengembangkan kreativitasnya. Hal ini dapat dilaksankan karena metafora dapat membantu dalam melepaskan “ikatan struktur mental” yang melekat kuat dalam memandang suatu problema sehingga dapat menunjang timbulnya ide-ide kreatif. Sasaran pembelajaran yang dapat dicapai dengan penerapan inkuiri adalah: Sasaran kognitif 1. Memahami bidang khusus dari materi pelajaran 2. Mengembangkan keterampilan proses sains 3. Mengembangkan kemampuan bertanya, memecahkan masalah dan melakukan percobaan 4. Menerapkan pengetahuan dalam situasi baru yang berbeda. 5. Mengevaluasi dan mensintesis informasi, ide dan masalah baru 6. Memperkuat keterampilan berpikir kritis Sasaran afektif
  • 10.
    1. Mengembangkan minatterhadap pelajaran dan bidang ilmu 1. Memperoleh apresiasi untuk pertimbangan moral dan etika yang relevan dengan bidang ilmu tertentu. 2. Meningkatkan intelektual dan integritas 3. Mendapatkan kemampuan untuk belajar dan menerapkan materi pengetahuan. http://bangkititahermawati.wordpress.com/ipa-kelas-vii/pembelajaran-inquiry-dan-discovery/ Strategi Pembelajaran Inquiry & Discovery Strategi pembelajaran inquiry & discovery adalah metode pembelajaran yang pertama kali dikembangkan oleh Bruner (1966) di mana siswa didorong untuk mengalami, melakukan percobaan, dan menemukan sendiri prinsip-prinsip dan konsep yang diajarkan. Strategi pembelajaran inquiry & discovery memiliki beberapa keuntungan, seperti dapat membangkitkan rasa keingintahuan (curiosity), minat, dan motivasi siswa untuk terus belajar sampai dapat menemukan jawaban. Di samping itu, melalui penerapan strategi inquiry, siswa juga dapat belajar memecahkan masalah secara mandiri dan mengembangkan keterampilan berpikir kritis sebab mereka harus menganalisis dan mengutak-atik informasi. Secara operasional pembelajaran iquiry & discovery dapat ditempuh melalui tahapan-tahapan berikut: a. Sajikan situasi teka-teki (puzzling situation) yang sesuai dengan tahapan perkembangan siswa. Jelaskan prosedur inquiry & discovery dan sajikan masalah. b. Minta siswa mengumpulkan informasi melalui observasi atau berdasar pengalaman masing-masing. c. Minta siswa menganalisis dan menyajikan hasil dalam bentuk tulisan, gambar, bagan, tabel, atau karya lain. d. Minta siswa mengkomunikasikan dan menyajikan hasil karyanya, misalnya dalam bentuk penyajian di kelas, menempelkan di majalah dinding, menulis di koran, dan sebagainya. e. Dalam penyajian di kelas, bangkitkan tanggapan dan penjelasan siswa lain. Minta tanggapan balik (counter-sugestions) dan selidiki tanggapan siswa. Hadapkan mereka dengan demonstrasi-demonstrasi tambahan untuk mengeksplorasi lebih jauh. f. Ciptakan lingkungan yang dapat menerima dan menghargai pendapat orang lain. Selalu minta siswa memberi alasan atas jawaban-jawaban mereka. Sajikan tugas-tugas yang berkaitanbkemudian cermati dan beri balikan atas pemikiran-pemikiran yang diajukan siswa. g. Ciptakan situasi yang memungkinkan siswa dapat berinteraksi dan bersedia bekerjasama dengan tetap memperhatikan sopan santun http://www.tuanguru.com/2012/08/strategi-pembelajaran-inquiry-discovery.html Dalam usaha meningkatkan pendidikan pada umumnya Bruner mengemukakan empat tema, yaitu; struktur, kesiapan, intuisi dan motivasi. Bruner menganggap bahwa belajar itu meliputi tiga proses kognitif, yaitu; memperoleh informasi baru, transformasi ilmu pengetahuan, dan menguji relevansi dan ketepatan pengetahuan. Pandangannya terhadap
  • 11.
    belajar yang disebutnyasebagai konseptualisme instrumental didasarkan pada dua prinsip, yaitu; pengetahuan orang tentang alam didasarkan pada model-model menganai kenyataan yang dibangunnya, dan model-model itu mula-mula diadopsi dari kebudayaan seseorang, dan kemudian model-model itu diadaptasikan pada kegunaan bagi orang itu. Pematangan intelektual seseorang ditunjukkan oleh bertambahnya ketidakbergantungan respon dari sifat stimulus. Pertumbuhan itu tergantung pada bagaimana seseorang menginternalisasi peristiwa- peristiwa menjadi suatu “sistem simpanan” yang sesuai dengan lingkungan.pertumbuhan itu menyangkut peningkatan kemampuan seseorang untuk mengemukakan pada dirinya sendiri atau pada orang lain tentang apa yang telah atau akan dilakukannya. Penyajian kemampuan dapat dilakukan melalui tiga cara, yaitu; cara enaktif, ekonik, dan cara simbolik. Menurut Bruner belajar bermakna hanya dapat terjadi melalui belajar penemuan (discovery learning). Pengetahuan yang diperoleh melalui belajar penemuan bertahan lama, dan mempunyai efek transfer yang lebih baik. Belajar penemuan meningkatkan penalaran dan kemampuan dan berfikir secara bebas, dan memilih keterampilan-keterampilan kognitif untuk menemukan dan memecahkan masalah dikemukakan oleh Bruner dalam bukunya Toward a Theory of Instruction yang diambil dari buku Teori-Teori Belajar tulisan Ratna Wilis Dahar, Bruner mengatakan: We teach a subject not to produce litle living libraries on the subject, but rather to get a student to think mathematically for him self, to consider matters as an historian does, to take part in the process of knowledge-getting. Knowing is a process, not aproduct. Jadi kalau kita mengajar sains misalnya, kita bukan akan menghasilkan perpustakaan-perpustakaan hidup kecil tentang sains, melainkan kita ingin membuat anak-anak kita berfikir secara matematis bagi dirinya sendiri, berperan serta dalam proses perolehan pengetahuan. Mengetahui itu adalah suatu proses, bukan suatu produk. http://toxicthechemistry.blogspot.com/2013/11/teori-belajar-penemuan-jerome-bruner.html Jerome Bruner Belajar Penemuan berdasarkan teori Jerome s. Bruner Salah satu model kognitif yang sangat berpengaruh adalah model dari Jerome Bruner (1966) yang dikenal dengan nama belajar penemuan (discovery learning). Bruner menganggap bahwa belajar penemuan sesuai dengan pencarian pengetahuan secara aktif oleh manusia dan dengan sendirinya memberikan hasil yang paling baik. Bruner menyarankan
  • 12.
    agar siswa hendaknyabelajar melalui berpartisipasi aktif dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip agar mereka dianjurkan untuk memperoleh pengalaman dan melakukan eksperimen-eksperimen yang mengizinkan mereka untuk menemukan konsep dan prinsip itu sendiri. Secara umum terdapat dua ciri konsep belajar penemuan Jerome Bruner ini, yaitu: 1. Tentang (discovery) itu sendiri merupakan ciri umum dari teori Bruner ini, dimana teori ini mengarahkan agar peserta didik mendiri dalam menemukan, mengolah, memilah dan dan mengembangkan. Berbeda dengan teori yang lain seperti teori, behavioristik yang belajar berdasarkan pengalaman tidak memperhatikan aspek kognitifnya seperti teori discovery Bruner ini. 2. Konsep kurikulum spiral merupakan ciri khas dari teori discovery Jerome Bruner ini. Dimana dalam teorinya di tuntut adanya pengulangan-pengulangan terhadap pengetahuan yang sama namun diulang dengan pembahasan yang lebih luas dan mendalam. Yang menjadi ide dasar Bruner ialah pendapat dari Piaget yang menyatakan bahwa anak harus berperan secara aktif dalam belajar di kelas, untuk itu menurut Bruner, murid mengorganisir bahan yang dipelajari dalam suatu bentuk akhir. Teori ini disebutnya dengan discovery learning, atau dengan kata lain bagaimana cara orang memilih mempertahankan dan mentransformasikan informasi secara aktif, dan inilah menurut Bruner inti dari berajar http://tujuhkoto.wordpress.com/2010/06/21/teori -belajar-menurut-jerome-bruner/ teori discovery learning yang cetuskan oleh Jerome Bruner. Ada beberapa keistimewaan discovery learning itu, antara lain: & Discovery learning menimbulkan keingintahuan siswa, dapat memotivasi mereka untuk melanjutkan pekerjaan sampai mereka menemukan jawaban-jawaban. & Pendekatan ini dapat mengajar keterampilan menyelesaikan masalah secara mandiri dan mungkin memaksa siswa untuk menganalisis dan memanipulasi informasi dan tidak hanya menyerap secara sederhana saja  Hasilnya lebih berakar dari pada cara belajar yang lain.  Lebih mudah dan cepat ditangkap  Dapat dimanfaatkan dalam bidang sudi lain atau dalam kehidupan sehari-hari  berdaya guna untuk meningkatkan kemampuan siswa menalar dengan baik Sedangkan kelemahan teori Discovey Learning Jerome Bruner antara lain:  Belajar discovery learning belum tentu bisa diaplikasikan karena kondisi dan sistem yang belum mendukuag penemuan sendiri, sementara secara realistis murid didominasi hanya menerima dari guru  Discovery learning belum tentu semua murid mahir untuk menerapkannya  Discavery learning berbahaya bagi murid yang kurang mahir, sebab pengetahuan yang ia peroleh tidak akan menambah pengetahuan yang sempurna tapi baru sebatas coba-coba. http://tujuhkoto.wordpress.com/2010/06/21/teori -belajar-menurut-jerome-bruner/
  • 13.
    Beberapa kelebihan dankelemahan dari metode inkuiri adalah sebagai berikut: 1. Kelebihan a) Siswa ikut berpartisipasi secara aktif di dalam kegiatan belajarnya, sebab metode inkuiri menekankan pada proses pengolahan informasi pada peserta didik b) Siswa benar-benar dapat memahami suatu konsep dan rumus, sebab siswa menemukan sendiri proses untuk mendapatkan konsep atau rumus tersebut. c) Metode ini memungkinkan sikap ilmiah dan menimbulkan semangat ingin tahu para siswa. d) Dengan menemukan sendiri siswa merasa sangat puas dengan demikian kepuasan mental sebagai nilai intrinsik siswa terpenuhi. e) Guru tetap memiliki kontak pribadi f) Penemuan yang diperoleh peserta didik dapat menjadi kepemilikan yang sangat sulit dilupakan. 2. Kelemahan Metode Inkuiri menurut Fat Hurrahman (2008) adalah: a) Persiapan dan pelaksanaannya memakan waktu yang cukup lama. b) Metode ini tidak efektif bila tidak ditunjang dengan peralatan yang lengkap sesuai dengan kebutuhan. c) Sukar dilaksanakan bila siswa belum matang kemampuan untuk melaksanakannya. Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Inkuiri Setiap model pembelajaran yang diterapkan dalam proses belajar mengajar memiliki kelebihan dan kekurangan. Model pembelajaran inkuiri terbimbing memiliki kelebihan tertentu. Kelebihan model pembelajaran inkuiri terbimbing yang dikemukakan oleh Bruner (Wartono, 2003) yaitu : a. Model pembelajaran inkuiri meningkatkan potensi intelektual siswa. Hal ini dikarenakan siswa diberi kesempatan untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban dari permasalahan yang diberikan dengan pengamatan dan pengalaman sendiri. b. Ketergantungan siswa terhadap kepuasan ekstrinsik bergeser kearah kepuasan intrinsik. Siswa yang telah berhasil menemukan sendiri sampai dapat memecahkan masalah yang ada akan meningkatkan kepuasan intelektualnya yang datang dari dalam diri siswa. c. Siswa memperoleh pengetahuan yang bersifat penyelidikan karena terlibat langsung dalam proses penemuan. d. Belajar melalui inkuiri dapat memperpanjang proses ingatan. Pengetahuan yang diperoleh dari hasil pemikiran sendiri akan lebih mudah diingat.
  • 14.
    e. Belajar denganinkuiri, siswa dapat memahami konsepkonsep sains dan ide-ide dengan baik. f. Pengajaran menjadi terpusat pada siswa, salah satu prinsip psikologi belajar menyatakan bahwa semakin besar keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran, maka semakin besar pula kemampuan belajar siswa tersebut. Dalam pembelajaran inkuiri tidak hanya ditujukan untuk belajar konsep-konsep dan prinsip-prinsip saja tetapi juga belajar pengarahan diri sendiri, tanggung jawab, komunikasi dan sebagainya. g. Proses pembelajaran inkuiri dapat membentuk dan mengembangkan konsep diri siswa. Keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran inkuiri lebih besar, sehingga memberikan kemungkinan kepada siswa untuk memperluas wawasan dan mengembangkan konsep diri secara baik. h. Tingkat harapan meningkat, tingkat harapan merupakan bagian dari konsep diri. Ini berarti bahwa siswa memiliki keyakinan atau harapan dapat menyelesaikan tugasnya secara mandiri berdasarkan pengalaman penemuannya. i. Model pembelajaran inkuiri dapat mengembangkan bakat. Manusia memiliki berbagai macam bakat, salah satunya adalah bakat akademik, semakin banyak kebebasan dalam proses pembelajaran maka semakin besar kemungkinan siswa untuk mengembangkan bakatbakat lainnya, seperti kreatif, social, dan sebagainya. j. Model pembelajaran inkuiri dapat menghindarkan siswa belajar dengan hafalan. Pembelajaran inkuiri menekankan kepada siswa untuk menemukan makna lingkungan sekelilingnya. k. Model pembelajaran inkuiri memberikan kesempatan kepada siswa untuk mencerna dan mengatur informasi yang didapatkan. Selain memiliki kelebihan, model pembelajaran inkuiri terbimbing juga memiliki kekurangan. Adapun kekurangan dari model pembelajaran inkuiri terbimbing, yaitu: a. Model pembelajaran inkuiri mengandalkan suatu kesiapan berpikir tertentu siswasiswa yang mempunyai kemampuan berpikir lambat bisa kebingungan dalam berpikir secara luas membuat abstraksi, menemukan hubungan antara konsepkonsep dalam suatu mata pelajaran, atau menyusun apa yang telah mereka peroleh secara tertulis atau lisan. Siswa siswa yang mempunyai kemampuan berpikir tinggi bisa memonopoli model pembelajaran penemuan, sehingga menyebabkan frustasi bagi siswasiswa lain.
  • 15.
    b. Tidak efisien,khususnya untuk mengajar siswa yang berjumlah besar sebagai contoh banyak waktu yang dihabiskan untuk membantu seorang siswa dalam menemukan teori-teori tertentu. c. Harapan-harapan dalam model pembelajaran ini dapat terganggu oleh siswa-siswa dan guru-- guru yang telah terbiasa dengan pengajaran tradisional. d. Pada bidang sains membutuhkan banyak fasilitas untuk menguji ide-ide. http://bintangkecildelapan.blogspot.com/2012/03/normal -0-false-false-false-in-x-none-x_24.html Model pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran yang dalam pelaksanaannya mengedepankan pemanfaatan kelompok-kelompok siswa. Prinsip yang harus dipegang teguh dalam kaitan dengan kelompok kooperatif adalah setiap siswa yang ada dalam suatu kelompok harus mempunyai tingkat kemampuan yang heterogen (tinggi, sedang dan rendah) dan bila perlu mereka harus berasal dari ras, budaya, suku yang berbeda serta mempertimbangkan kesetaraan gender. Model pembelajaran kooperatif bertumpu pada kooperasi (kerjasama) saat menyelesaikan permasalahan belajar yaitu dengan menerapkan pengetahuan dan keterampilan sehingga tujuan pembelajaran dapat dicapai. Sebuah model pembelajaran dicirikan oleh adanya struktur tugas belajar, struktur tujuan pembelajaran dan struktur penghargaan ( reward). Dalam kaitan dengan model pembelajaran kooperatif, maka tentu saja struktur tugas, struktur tujuan dan struktur penghargaan pada model pembelajaran ini tidak sama dengan struktur tugas, struktur tujuan serta struktur penghargaan model pembelajaran yang lain. Jenis-Jenis Model Pembelajaran Kooperatif yang Dapat Diterapkan Guru Berikut ini daftar beberapa model pembelajaran kooperatif yang efektif: TAI (Team Assisted Individualization atau Team Accelerated Instruction) Tipe model pembelajaran kooperatif yang satu ini sebenarnya adalah penggabungan dari pembelajaran kooperatif dengan pembelajaran individual. Pada model pembelajaran kooperatif tipe TAI, siswa mengikuti tingkatan yang bersifat individual berdasarkan tes penempatan, dan kemudian dapat maju ke tahapan selanjutnya berdasarkan tingkat kecepatannya belajar. Jadi, setiap anggota kelompok sebenarnya belajar unit-unit materi pelajaran yang berbeda. Rekan sekelompok akan memeriksa hasil pekerjaan rekan sekelompok lainnya dan memberikan bantuan jika diperlukan. Tes kemudian diberikan diakhir unit tanpa bantuan teman sekelompoknya dan diberikan skor. Lalu setiap minggu guru akan menjumlahkan total unit materi yang diselesaikan suatu kelompok dan memberikan sertifikat atau penghargaan bila mereka berhasil melampaui kriteria yang telah ditetapkan, dan beberapa poin tambahan untuk kelompok yang anggotanya mendapat nilai sempurna. Kelebihan model pembelajaran kooperatif tipe TAI ini adalah karena siswa bertanggungjawab untuk memeriksa pekerjaan rekannya yang lain, maka guru mempunyai waktu yang lebih banyak untuk membantu kelompok-kelompok kecil yang menemuai banyak hambatan dalam belajar yang merupakan kumpulan dari anggota-anggota kelompok yang berada pada
  • 16.
    tingkatan unit materipelajaran yang sama. Banyak penelitian melaporkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe TAI ini sangat efektif untuk digunakan dalam pembelajaran. STAD (Student Teams Achievement Division) Pada model pembelajaran kooperatif tipe STAD ini siswa dikelompokkan ke dalam kelompok kecil yang disebut tim. Kemudian seluruh kelas diberikan presentasi materi pelajaran. Siswa kemudian diberikan tes. Nilai-nilai individu digabungkan menjadi nilai tim. Pada model pembelajaran kooperatif tipe ini walaupun siswa dites secara individual, siswa tetap dipacu untuk bekerja sama untuk meningkatkan kinerja dan prestasi timnya. Bila pertama kali digunakan di kelas anda, maka ada baiknya guru terlebih dahulu memperkenalkan model pembelajaran kooperatif STAD ini kepada siswa. Round Table atau Rally Table Untuk menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Round table atau Rally Table ini guru dapat memberikan sebuah kategori tertentu kepada siswa (misalnya kata-kata yang dimulai dengan huruf “s”). Selanjutnya mintalah siswa bergantian menuliskan satu kata secara bergiliran. Jigsaw Jigsaw pertama kali dikembangkan dan diujicobakan oleh Elliot Aronson dan teman-teman di Universitas Texas, dan kemudian diadaptasi oleh Slavin dan teman-teman di Universitas John Hopkins (Arends, 2001). Tujuan diciptakannya tipe model pembelajaran kooperatif Jigsaw ini adalah untuk meningkatkan rasa tanggungjawab siswa terhadap belajarnya sendiri dan juga belajar anggota kelompoknya yang lain. Mereka diminta mempelajari materi yang akan menjadi tanggungjawabnya, karena selain untuk dirinya, ia juga harus mengajarkan materi itu kepada anggota kelompoknya yang lain. Pada model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw ini ketergantungan antara siswa sangat tinggi. Setiap siswa dalam model pembelajaran kooperatif ini adalah anggota dari dua kelompok, yaitu (1) kelompok asal (home group) dan (2) kelompok ahli (expert group). Kelompok asal dibentuk dengan anggota yang heterogen. Di kelompok asal ini mereka akan membagi tugas untuk mempelajari suatu topik. Setelah semua anggota kelompok asal memperoleh tugas masing-masing, mereka akan meninggalkan kelompok asal untuk membentuk kelompok ahli. Kelompok ahli adalah kelompok yang terbentuk dari anggota-anggota kelompok yang mempunyai tugas mempelajari sebuah topik yang sama (berdasarkan kesepakatan mereka di kelompok asal). Setelah mempelajari topik tersebut di kelompok ahli, mereka akan kembali ke kelompok asal mereka masing-masing dan saling mengajarkan topik yang menjadi tanggungjawab mereka ke anggota kelompok lainnya secara bergantian. Guru perlu memahami bagaimana model pembelajaran Jigsaw ini dilaksanakan, begitu juga siswa Tim Jigsaw Untuk menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw, tugaskan setiap siswa pada setiap kelompok untuk mempelajari seperempat halaman dari bacaan atau teks pada mata pelajaran apa saja (misalnya IPS), atau seperempat bagian dari sebuah topik yang harus mereka pelajari atau ingat. Setelah setiap siswa tadi menyelesaikan pembelajarannya dan kemudian saling mengajarkan (menjelaskan) tentang materi yang menjadi tugasnya atau saling bekerjasama untuk membentuk sebuah kesatuan materi yang utuh saat mereka menyelesaikan sebuah tugas atau teka-teki.
  • 17.
    Jigsaw II Tipemodel pembelajaran kooperatif yang satu ini adalah modifikasi dari tipe Jigsaw. Jigsaw II dikembangkan oleh Robert Slavin pada tahun 1980 di mana semua anggota kelompok asal mempelajari satu topik yang sama, hanya saja masing-masing anggota difokuskan untuk mendalami bagian-bagian tertentu dari topik itu. Setiap anggota kelompok asal harus menjadi ahli dalam bagian topik yang mereka dalami. Seperti Jigsaw, di tipe Jigsaw II ini mereka juga harus mengajarkan keahliannya pada anggota kelompok asalnya yang lain secara bergantian. Reverse Jigsaw (Kebalikan Jigsaw) Tipe model pembelajaran kooperatif ini dikembangkan oleh Timothy Hedeen (2003). Perbedaanya dengan tipe Jigsaw adalah, bila pada model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw anggota kelompok ahli hanya mengajarkan keahliannya kepada anggota kelompok asal, maka pada model pembelajaran kooperatif reverse jigsaw ini, siswa-siswa dari kelompok ahli mengajarkan keahlian mereka (materi yang mereka pelajari atau dalami) kepada seluruh kelas. NHT (Numbered Heads Together) – Kepala Bernomor Bersama Pada modelpembelajaran kooperatif tipe NHT, minta siswa untuk menomori diri mereka masing dalam kelompoknya mulai dari 1 hingga 4. Ajukan sebuah pertanyaan dan beri batasan waktu tertentu untuk menjawabnya. Siswa yang mengangkat tangan jika bisa menjawa pertanyaan guru tersebut. Guru menyebut suatu angka (antara 1 sampai 4) dan meminta seluruh siswa dari semua kelompok dengan nomor tersebut menjawab pertanyaan tadi. Guru menandai siswa-siswa yang menjawab benar dan memperkaya pemahaman siswa tentang jawaban pertanyaan itu melalui diskusi. TGT (Team Game Tournament) Model pembelajaran kooperatif tipe TGT mirip dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD, tetapi bedanya hanya pada kuis yang digantikan dengan turnamen mingguan (Slavin, 1994). Pada model pembelajaran kooperatif ini, siswa-siswa saling berkompetisi dengan siswa dari kelompok lain agar dapat memberikan kontribusi poin bagi kelompoknya. Suatu prosedur tertentu digunakan untuk membuat permainan atau turnamen berjalan secara adil. Penelitian menunjukkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe TGT terbukti efektif meningkatkan hasil belajar siswa. Three-Step Interview (Wawancara Tiga Langkah) Pada model pembelajaran kooperatif tipe three-step interview (disebut juga three problem-solving) dilakukan 3 langkah untuk memecahkan masalah. Pada langkah pertama guru menyampaikan isu yang dapat memunculkan beragam opini, kemudian mengajukan beberapa pertanyaan-pertanyaan kepada seluruh siswa di kelas. Langkah kedua, siswa secara berpasangan bermain peran sebagai pewawancara dan orang yang diwawancarai. Kemudian, di langkah yang ketiga, setelah wawancara pertama dilakukan maka pasangan bertukar peran: pewawancara berperan sebagai orang yang diwawancarai dan sebaliknya orang yang tadi mewawancarai menjadi orang yang diwawancarai. Setelah semua pasangan telah bertukar peran, selanjutnya setiap pasangan dapat membagikan atau mempresentasikan hasil wawancara mereka kepada seluruh kelas secara bergiliran. Tipe model pembelajaran kooperatif ini (three-step interview) ini efektif untuk mengajarkan siswa problem solving (pemecahan masalah).
  • 18.
    Three-Minute Review (ReviuTiga Langkah) Model pembelajaran kooperatif tipe three-step review efektif untuk digunakan saat guru berhenti pada saat-saat tertentu selama sebuah diskusi atau presentasi berlangsung, dan mengajak siswa mereviu apa yang telah mereka ungkapkan saat diskusi di dalam kelompok mereka. Siswa-siswa dalam kelompok-kelompok itu dapat bertanya untuk mengklarifikasi kepada anggota lainnya atau menjawab pertanyaan-pertanyaan dari anggota lain. Misalnya setelah diskusi tentang proses-proses kompleks yang terjadi di dalam tubuh manusia misalnya pencernaan makanan, siswa dapat membentuk kelompok-kelompok dan mereviu proses diskusi dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuk mengklarifikasi. GI (Group Investigasi) Model pembelajaran kooperatif tipe group investigasi telah banyak dibahas pada blog ptk dan model pembelajaran ini. Silakan baca tentang model pembelajaran kooperatif group investigasi:  Tinjauan tentang model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigasi  Efektivitas kelompok kooperatif pada tipe GI ini juga perlu untuk dievaluasi  Evaluasi proses inkuiri yang dilakukan siswa saat model pembelajaran kooperatif tipe group investigasi  Sintaks model pembelajaran kooperatif tipe GI  langkah-langkah desain model dan implementasinya di kelas Go Around (Berputar) Model pembelajaran kooperatif tipe go around sebenarnya adalah variasi dari model pembelajaran kooperatif tipe group investigasi. Baca lebih lanjut tentang langkah-langkah pembelajaran model pembelajaran kooperatif Go Around Reciprocal Teaching (Pengajaran Timbal Balik) Model pembelajaran kooperatif tipe reciprocal teaching (pengajaran timbal balik) dikembangkan oleh Brown & Paliscar (1982). Pengajaran timbal balik atau reciprocal teaching ini juga merupakan sebuah model pembelajaran kooperatif yang meminta siswa untuk membentuk pasangan-pasangan saat berpartisipasi dalam sebuah dialog (percakapan atau diskusi) mengenai sebuah teks (bahan bacaan). Setiap anggota pasangan akanbergantian membaca teks dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan, menerima dan memperoleh umpan balik ( feedback). Model pembelajaran tipe reciprocal teaching ini memungkinkan siswa untuk melatih dan menggunakan teknik-teknik metakognitif seperti mengklarifikasi, bertanya, memprediksi, dan menyimpulkan. Model pembelajaran kooperatif tipe reciprocal teaching ini dikembangkan atas dasar bahwa siswa dapat belajar secara efektif dari siswa lainnya. Baca artikel yang lebih rinci tentang model pembelajaran kooperatif tipe reciprocal teaching (pengajaran timbal balik). CIRC (Cooperative Integrated Reading Composition) Model pembelajaran kooperatif tipe CIRC (cooperative integrated reading composition) adalah sebuah model pembelajaran yang sengaja dirancang untuk mengembangkan kemampuan membaca, menulis, dan keterampilan-keterampilan berbahasa lainnya baik pada jenjang pendidikan tinggi maupun jenjang dasar. Pada tipe model pembelajaran kooperatif yang satu ini siswa tidak hanya mendapat kesempatan belajar melalui presentasi langsung oleh guru tentang keterampilan membaca dan menulis, tetapi juga teknik menulis sebuah komposisi (naskah). CIRC dikembangkan untuk menyokong pendekatan pembelajaran tradisional pada mata pelajaran bahasa yang disebut
  • 19.
    “kelompok membaca berbasisketerampilan”. Pada model pembelajaran CIRC ini siswa berpasang - pasangan di dalam kelompoknya. Ketika guru sedang membantu sebuah kelompok-membaca (reading group), pasangan-pasangan saling mengajari satu sama lain bagaimana “membaca-bermakna” dan keterampilan menulis melalui teknik reciprocal (timbal balik). Mereka diminta untuk saling bantu untuk menunjukkan aktivitas pengembangan keterampilan dasar berbahasa (misalnya membaca bersuara (oral reading), menebak konteks bacaan, mengemukakan pertanyaan terkait bacaan, menyimpulkan, meringkas, menulis sebuah komposisi berdasarkan sebuah cerita, hingga merevisi sebuah komposisi). Setelah itu, buku kumpulan komposisi hasil kelompok dipublikasikan pada akhir proses pembelajaran. Semua kelompok (tim) kemudian diberikan penghargaan atas upaya mereka dalam belajar dan menyelesaikan tugas membaca dan menulis. The Williams Tipe model pembelajaran kooperatif The Williams mengajak siswa melakukan kolaborasi untuk menjawab sebuah pertanyaan besar yang merupakan sebuah tujuan pembelajaran. Pada model pembelajaran ini siswa dikelompok-kelompoknya secara heterogen seperti pada tipe STAD. Kemudian setiap kelompok diberikan pertanyaan yang berbeda-beda dengan tujuan untuk meningkatkan kemampuan kognitif yang memungkinkan siswa dapat mencapai tujuan pembelajaran tersebut. TPS (Think Pairs Share) Model pembelajaran kooperatif tipe TPS (think pairs share) mulanya dikembangkan oleh Frank T. Lyman (1981). Tipe model pembelajaran kooperatif ini memungkinkan setiap anggota pasangan siswa untuk berkontemplasi terhadap sebuah pertanyaan yang diajukan. Setelah diberikan waktu yang cukup mereka selanjutnya diminta untuk mendiskusikan apa yang telah mereka pikirkan tadi (hasil kontemplasi) dengan pasangannya masing-masing. Setelah diskusi dengan pasangan selesai, guru kemudian mengumpulkan tanggapan atau jawaban atas pertanyaan yang telah diajukan tersebut dari seluruh kelas. TPC (Think Pairs Check) Model pembelajaran kooperatif tipe think pairs-check adalah modifikasi dari tipe think pairs share, di mana penekanan pembelajaran ada pada saat mereka diminta untuk saling cek jawaban atau tanggapan terhadap pertanyaan guru saat berada dalam pasangan. TPW (Think Pairs Write) Tipe model pembelajaran kooperatif TPW (Think Pairs Write) juga merupakan variasi dari model pembelajaran kooperatif tipe TPS (Think Pairs Share). Penekanan model pembelajaran kooperatif tipe ini adalah setelah mereka berpasangan, mereka diminta untuk menuliskan jawaban atau tanggapan terhadappertanyaan yang telah diberikan oleh guru. Model pembelajaran kooperatif tipe TPW ini sangat cocok untuk pelajaran menulis. Tea Party (Pesta Minum Teh) Pada model pembelajaran kooperatif tipe tea party, siswa membentuk dua lingkaran konsentris atau dua barisan di mana siswa saling berhadapan satu sama lain. Guru mengajukan sebuah pertanyaan (pada bidang mata pelajaran apa saja) dan kemudian siswa mendiskusikan jawabannya dengan siswa yang berhadapanan dengannya. Setelah satu menit, baris terluar atau lingkaran terluar bergerak searah jarum jamsehingga akan berhadapan dengan pasangan yang baru. Guru kemudian mengajukan pertanyaan kedua untuk mereka diskusikan. Langkah-langkah seperti ini terus
  • 20.
    dilanjutkan hingga guruselesai mengajukan 5 atau lebih pertanyaan untuk didiskusikan. Untuk sedikit variasi dapat pula siswa diminta menuliskan pertanyaan-pertanyaan pada kartu-kartu untuk catatan nanti bila diadakan tes. Write Around (Menulis Berputar) Model pembelajaran kooperatif tipe write around ini cocok digunakan untuk menulis kreatif atau untuk menulis simpulan. Pertama-tama guru memberikan sebuah kalimat pembuka (contohnya: Bila kamu akan berulang tahun, maka kamu akan meminta hadiah berupa...). Mintalah semua siswa dalam setiap kelompok untuk menyelesaikan kalimat tersebut. Selanjutnya mereka ia menyerahkan kertas berisi tulisannya tersebut ke sebelah kanan, dan membaca kertas lain yang mereka terima setelah diserahkan oleh kelompok lain, kemudian menambahkan satu kalimat lagi. Setelah beberapa kali putaran, maka akan diperoleh 4 buah cerita atau tulisan (bila di kelas dibentuk 4 kelompok). Selanjutnya beri waktu bagi mereka untuk membuat sebuah kesimpulan dan atau mengedit bagian-bagian tertentu, kemudian membagi cerita atau simpulan itu dengan seluruh kelas. Write around adalah modifikasi dari model pembelajaran kooperatif go around. Round Robin Brainstorming atau Rally Robin Contoh pelaksanaan model pembelajaran kooperatif Round Robin Brainstorming misalnya : berikan sebuah kategori (misalnya “nama-nama sungai di Indonesia) untuk didiskusikan. Mintalah siswa bergantian untuk menyebutkan item-item yang termasuk ke dalam kategori tersebut. LT (Learnig Together) Orang yang pertama kali mengembangkan jenis model pembelajaran kooperatif tipe Learning Together (Belajar Bersama) ini adalah David johnson dan Roger Johnson di Universitas Minnesota pada tahun 1999. Pada model pembelajaran kooperatif tipe Learning Together, siswa dibentuk oleh 4 – 5 orang siswa yang heterogen untuk mengerjakan sebuah lembar tugas. Setiap kelompok hanya diberikan satu lembar kerja. Mereka kemudian diberikan pujian dan penghargaan berdasarkan hasil kerja kelompok. Pada model pembelajaran Kooperatif dengan variasi seperti Learning Together ini, setiap kelompok diarahkan untuk melakukan kegiatan-kegiatan untuk membangun kekompakan kelompok terlebih dahulu dan diskusi tentang bagaimana sebaiknya mereka bekerjasama dalam kelompok. Student Team Learning (STL - Kelompok Belajar Siswa) Model pembelajaran kooperatif tipe student team learning ini dikembangkan di John Hopkins University – Amerika Serikat. Lebih dari separuh penelitian tentang pembelajaran kooperatif di sana menggunakan student team learning. Pada dasarnya model pembelajaran kooperatif yang satu ini sama saja dengan model pembelajaran kooperatif yang lain yaitu adanya ide dasar bahwa siswa harus bekerjasama dan turut bertanggungjawab terhadap pembelajaran siswa lainnya yang merupakan anggota kelompoknya. Pada tipe STL ini penekanannya adalah bahwa setiap kelompok harus belajar sebagai sebuah tim. Ada 3 konsep sentral pada model pembelajaran kooperatif tipe STL ini, yaitu: (1) penghargaan terhadap kelompok; (2) akuntabilitas individual; (3) kesempatan yang sama untuk memperoleh kesuksesan. Pada sebuah kelas yang menerapkan model pembelajaran ini, setiap kelompok dapat memperoleh penghargaan apabila mereka berhasil melampaui ktiteria yang telah ditetapkan sebelumnya. Akuntabilitas individual bermakna bahwa kesuksesan sebuah kelompok bergantung pada pembelajaran yang dilakukan oleh setiap individu anggotanya. Pada model pembelajaran tipe STL, setiap siswa baik dari kelompok atas, menengah, atau bawah dapat
  • 21.
    memberikan kontribusi yangsama bagi kesuksesan kelompoknya, karena skor mereka dihitung berdasarkan skor peningkatan dari pembelajaran mereka sebelumnya. Two Stay Two Stray Model pembelajaran kooperatif two stay two stray ini sebenarnya dapat dibuat variasinya, yaitu berkaitan dengan jumlah siswa yang tinggal di kelompoknya dan yang berpencar ke kelompok lain. Misalnya: (1) one stay three stray (satu tinggal tiga berpencar); dan (2) three stay one stray (tiga tinggal satu berpencar). Model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray dikembangkan pertama kali oleh Spencer Kagan (1990). Dengan struktur kelompok kooperatif seperti tipe two stay two stray ini dapat memberikan kesempatan kepada tiap kelompok untuk saling berbagi informasi dengan kelompok-kelompok lain. Demikian pembahasan mengenai tipe-tipe model pembelajaran kooperatif. Pada artikel selanjutnya, blog ptk dan model pembelajaran akan menguraikan lebih detail mengenai beberapa tipe model pembelajaran kooperatif yang belum diulas pada artikel -artikel sebelumnya. Sampai jumpa. http://penelitiantindakankelas.blogspot.com/2013/02/tipe-model-pembelajaran-kooperatif.html Pembelajaran kooperatif muncul karena adanya perkembangan dalam sistem pembelajaran yang ada. Pembelajaran kooperatif menggantikan sistem pembelajaran yang individual. Dimana guru terus memberikan informasi ( guru sebagai pusat ) dan peserta didik hanya mendengarkan. Pembelajaran kooperatif mendapat dukungan dari Vygotsky tokoh teori kontruktivisme. Dukungan Vygotsky antara lain: a. Menekankan peserta didik mengkonstruksi pengetahuan mealui interaksi sosial dengan orang lain. b. Selain itu dia juga berpendapat bahwa penekanan belajar sebagai proses dialog interaktif. Semua hal tersebut ada dalam pembelajaran kooperatif. c. Arti penting belajar kelompok dalam pembelajaran. Pembelajaran kooperatif ini membuat siswa dapat bekerjasama dan adanya partisiasi aktif dari siswa. Guru sebagai fasilisator dan pembimbing yang akan mengarahkan setiap peserta didik menuju pengetahuan yang benar dan tepat. PEMBAHASAN A. PENGERTIAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF Adalah pendekatan pembelajaran yang berfokus pada penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar. B. KONSEP DASAR PEMBELAJARAN KOOPERATIF
  • 22.
    Pada dasarnya manusiamempunyai perbedaan, dengan perbedaan itu manusia saling asah, asih, asuh ( saling mencerdaskan ). Dengan pembelajaran kooperatif diharapkan saling menciptakan interaksi yang asah, asih, asuh sehingga tercipta masyarakat belajar ( learning community ). Siswa tidak hanya terpaku belajar pada guru, tetapi dengan sesama siswa juga. Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang secara sadar dan sengaja mengembangkan interaksi yang silih asuh untuk menghindari ketersinggungan dan kesalahpahaman yang dapat menimbulkan permusuhan, sebagai latihan hidup di masyarakat. C. CIRI-CIRI PEMBELAJARAN KOOPERATIF Didalam pembelajaran kooperatif terdapat elemen-elemen yang berkaitan. Menurut Lie ( 2004 ): 1. Saling ketergantungan positif Dalam pembelajaran kooperatif, guru menciptakan suasana yang mendorong agar siswa merasa saling membutuhkan atau yang biasa disebut dengan saling ketergantungan positif yang dapat dicapai melalui : saling ketergantungan mencapai tujuan, saling ketergantungan menyelesaikan tugas, saling ketergantungan bahan atau sumber, saling ketergantungan peran, saling ketergantungan hadiah. 2. Interaksi tatap muka Dengan hal ini dapat memaksa siswa saling bertatap muka sehingga mereka akan berdialog. Dialog tidak hanya dilakukan dengan guru tetapi dengan teman sebaya juga karena biasanya siswa akan lebih luwes, lebih mudah belajarnya dengan teman sebaya. 3. Akuntabilitas individual Pembelajaran kooperatif menampilkan wujudnya dalam belajar kelompok. Penilaian ditunjukkan untuk mengetahui penguasaan siswa terhadap materi pelajaran secara individual. Hasil penilaian ini selanjutnya disampaikan oleh guru kepada kelompok agar semua kelompok mengetahui siapa kelompok yang memerlukan bantuan dan siapa yang dapat memberikan bantuan,maksudnya yang dapat mengajarkan kepada temannya. Nilai kelompok tersebut harus didasarkan pada rata-rata, karena itu anggota kelompok harus memberikan kontribusi untuk kelompnya. Intinya yang dimaksud dengan akuntabilitas individual adalah penilaian kelompok yang didasarkan pada rata-rata penguasaan semua anggota secara individual. 4. Keterampilan menjalin hubungan antar pribadi Keterampilan sosial dalam menjalin hubungan antar siswa harus diajarkan. Siswa yang tidak dapat menjalin hubungan antar pribadi akan memperoleh teguran dari guru juga siswa lainnya. D. UNSUR – UNSUR MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF Menurut Roger dan David Johnson ada 5 unsur dalam model pembelajaran kooperatif, yaitu :
  • 23.
    1. Positive interdependence( saling ketergangtungan positif ) Unsur ini menunjukkan bahwa dalam pembelajaran kooperatif ada 2 pertanggungjawaban kelompok. Pertama, mempelajari bahan yang ditugaskan kepada kelompok. Kedua, menjamin semua anggota kelompok secara individu mempelajari bahan yang ditugaskan tersebut. Beberapa cara membangun saling ketergantungan positif yaitu : a) Menumbuhkan perasaan peserta didik bahwa dirinya terintegrasi dalam kelompok, pencapaian tujuan terjadi jika semua anggota kelompok mencapai tujuan. b) Mengusahakan agar semua anggota kelompok mendapatkan penghargaan yang sama jika kelompok mereka berhasil mencapai tujuan. c) Mengatur sedemikian rupa sehingga setiap peserta didik dalam kelompok hanya mendapatkan sebagian dari keseluruhan tugas kelompok. d) Setiap peserta didik ditugasi dengan tugas atau peran yang saling mendukung dan saling berhubungan, saling melengkapi dan saling terikat dengan peserta didik lain dalam kelompok. 2. Personal responsibility ( tanggung jawab perorangan ) Tanggung jawab perorangan merupakan kunci untuk menjamin semua anggota yang diperkuat oleh kegiatan belajar bersama. 3. Face to face promotive interaction ( interaksi promotif ) Unsur ini penting untuk dapat menghasilkan saling ketergantungan positif. Ciri – ciri interaksi promotif adalah : a. Saling membantu secara efektif dan efisien b. Saling memberi informasi dan sarana yang diperlukan c. Memproses informasi bersama secara lebih effektif dan efisien d. Saling mengingatkan e. Saling percaya f. Saling memotivasi untuk memperoleh keberhasilan bersama 4. Interpersonal skill ( komunikasi antar anggota / ketrampilan ) Dalam unsur ini berarti mengkoordinasikan kegiatan peserta didik dalam pencapaian tujuan peserta didik, maka hal yang perlu dilakukan yaitu : a. Saling mengenal dan mempercayai
  • 24.
    b. Mampu berkomunikasisecara akurat dan tidak ambisius c. Saling menerima dan saling mendukung d. Mampu menyelesaikan konflik secara konstruktif. 5. Group processing ( pemrosesan kelompok ) Dalam hal ini pemrosesan berarti menilai. Melalui pemrosesan kelompok dapat diidentifikasi dari urutan atau tahapan kegiatan kelompok dan kegiatan dari anggota kelompok. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan efektivitas anggota dalam memberikan kontribusi terhadap kegiatan kolaboratif untuk mencapai tujuan kelompok. E. TUJUAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF 1. Meningkatkan hasil belajar akademik Meskipun pembelajaran kooperatif meliputi berbagai macam tujuan social, tetapi juga bertujuan untuk meningkatkan kinerja siswa dalam tugas – tugas akademik. Beberapa ahli berpendapat bahwa model ini unggul dalam membantu siswa memahami konsep – konsep yang sulit. 2. Penerimaan terhadap keragaman Pembelajaran kooperatif memberi peluang kepada siswa yang berbada latar belakang dan kondisi untuk bekerja saling bergantung satu sama lain atas tugas – tugas bersama. 3. Pengembangan ketrampilan sosial Mengajarkan kepada siswa keterampilan kerjasama dan kolaborasi untuk saling berinteraksi dengan teman yang lain. F. PERBEDAAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF DENGAN PEMBELAJARAN TRADISIONAL Kelompok Belajar Kooperatif Kelompok Belajar Tradisional Adanya saling ketergantungan positif, saling membantu dan saling memberikan motivai sehingga ada interaksi promotif. Guru sering membiarkan adanya siswa yang mendominasi kelompok atau menggantungkan diri pada kelompok. Adanya akuntabilitas individual yang mengukur penguasaan materi pelajaran tiap anggota kelompok. Kelompok diberi umpan balik tentang hasil belajar para anggotanya sehingga dapat saling mengetahui siapa yang memerlukan bantuan dan siapa yang dapat memberikan bantuan. Akuntabilitas individual sering diabaikan sehingga tugas- tugas sering diborong oleh salah seorang anggota kelompok, sedangkan anggota kelompok lainnya hanya ‘enak-enak saja’ diatas keberhasilan temannya yang dianggap ‘ pemborong’. Kelompok belajar heterogen, baik dalam kemampuan akademik, jenis kelamin, ras, etnik, dsb sehingga dapat saling mengetahui Kelompok belajar biasanya homogen
  • 25.
    siapa yang memerlukanbantuan dan siapa yang dapat memberikan bantuan. Pimpinan kelompok dipilih secara demokratis atau bergilir untuk memberikan pengalaman memimpin bagi para anggota kelompok. Pemimpin kelompok sering ditentukan oleh guru atau kelompok dibiarkan untuk memilih pemimpinnya dengan cara masing-masing. Ketrampilan social yang diperlukan dalam kerja gotong royong seperti kepemimpinan, kemampuan berkomu nikasi, mempercayai orang lain dan mengelola konflik secara langsung diajarkan. Ketrampilan sosial sering tidak diajarkan secara langsung. Pada saat belajar kooperatif sedang berlangsung, guru terus melakukan pemantauan melalui observasi dan melakukan intervensi jika terjadi masalah dalam kerja sama antar anggota kelompok. Pemantauan melalui observasi dan intervensi sering dilakukan oleh guru pada saat belajarkelompok sedang berlangsung. Guru memperhatikan secara langsung proses kelompok yang terjadi dalam kelompok – kelompok belajar. Guru sering tidak memperhatikan proses kelompok yang terjadi dalam kelompok – kelompok belajar. Penekanan tidak hanya pada penyelesaian tugas tetapi juga hubungan interpersonal (hubungan antar pribadi yang saling menghargai). Penekanan sering hanya pada penyelesaian tugas. G. KEUNTUNGAN PENGGUNAAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF Keuntungan pembelajaran kooperatif diantaranya adalah : 1. Meningkatkan kepekaan dan kesetiakawanan social 2. Memungkinkan para siswa saling belajar mengenai sikap, ketrampilan, informasi, perilaku sosial, dan pandangan-pandangan. 3. Memudahkan siswa melakukan penyesuaian sosial. 4. Memungkinkan terbentuk dan berkembangnya nilai – nilai sosial dan komitmen. 5. Menghilangkan sifat mementingkan diri sendiri atau egois. 6. Membangun persahabatan yang dapat berlanjut hingga masa dewasa. 7. Berbagi ketrampilan sosial yang diperlukan untuk memelihara hubungan saling membutuhkan dapat diajarkan dan dipraktekkan. 8. Meningkatkan rasa saling percaya kepada sesama manusia. 9. Meningkatkan kemampuan memandang masalah dan situasi dari berbagai perspektif. 10. Meningkatkan kesediaan menggunakan ide orang lain yang dirasakan lebih baik. 11. Meningkatkan kegemaran berteman tanpa memandang perbedaan kemampuan, jenis kelamin, normal atau cacat, etnis, kelas sosial, agama dan orientasi tugas H. SINTAK MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF FASE – FASE PERILAKU GURU Fase 1 : present goals and set Menyampaikan tujuan dan memper Menjelaskan tujuan pembelajaran dan mempersiapkan peserta didik siap belajar.
  • 26.
    siapkan peserta didik Fase 2 : present information Menyajikan informasi Mempresentasikan informasi kepada paserta didik secara verbal. Fase 3 : organize students into learning teams Mengorganisir peserta didik ke dalam tim – tim belajar Memberikan penjelasan kepada peserta didik tentang tata cara pembentukan tim belajar dan membantu kelompok melakukan transisi yang efisien. Fase 4 : assist team work and study Membantu kerja tim dan belajar Membantu tim- tim belajar selama peserta didik mengerjakan tugasnya. Fase 5 : test on the materials Mengevaluasi Menguji pengetahuan peserta didik mengenai berbagai materi pembelajaran atau kelompok- kelompok mempresentasikan hasil kerjanya. Fase 6 : provide recognition Memberikan pengakuan atau penghargaan Mempersiapkan cara untuk mengakui usaha dan prestasi individu maupun kelompok. I. TEKNIK – TEKNIK PEMBELAJARAN KOOPERATIF 1. Metode STAD ( Student Achievement Divisions ) Metode ini dikembangkan oleh Robert Slavin dan kawan – kawan dari universitas John Hopkins. Metode ini digunakan para guru untuk mengajarkan informasi akademik baru kepada siswa setiap minggu, baik melalui penilaian verbal maupun tertulis. Langkah – langkahnya : a. Para siswa di dalam kelas dibagi menjadi beberapa kelompok atau tim, masing – masing terdiri atas 4 atau 5 anggota. Tiap kelompok memiliki anggota yang heterogen, baik jenis kelamin, ras, etnik, maupun kemampuan ( tinggi, sedang, rendah ). b. Tiap anggota tim/kelompok menggunakan lembar kerja akademik dan kemudian saling membantu untuk menguasai bahan ajar melalui tanya jawab atau diskusiantar sesama anggota tim/ kelompok. c. Secara individual atau tim, tiap minggu atau tiap dua minggu akan mengevaluasi untuk mengetahui penguasaan mereka terhadap bahan akademik yang telah dipelajari. d. Tiap siswa dan tiap tim diberi skor atas penguasaannya terhadap bahan ajar, dan kepada siswa secara individual atau tim yang meraih prestasi tinggi atau memperoleh skor sempurna diberi penghargaan. Kadang – kadang beberapa atau semua tim memperoleh penghargaan jika mampu meraih suatu criteria atau srandar tertentu. 2. Metode Jigsaw Langkah – langkahnya :
  • 27.
    a. Kelas dibagimenjadi beberapa tim yang anggotanya terdiri 4 atau 5 siswa dengan karakteristik yang heterogen. b. Bahan akademik disajikan kepada siswa dalam bentuk teks dan setiap siswa bertanggung jawab untuk mempelajari suatu bagian dari bahan akademik tersebut. c. Para anggota dari beberapa tim yang berbeda memiliki tanggung jawab untuk mempelajari suatu bagian akademik yang sama dan selanjutnya berkumpul untuk saling membantu mengkaji bagian bahan tersebut (kelompok pakar / expert group). d. Selanjutnya para siswa yang berada dalam kelompok pakar kembali ke kelompok semula ( home teams )untuk mengajar anggota lain mengenai materi yang telah dipelajari dalam kelompok pakar. e. Setelah diadakan pertemuan dan diskusi dalam “ home teams “ para siswa dievaluasi secara individual mengenai bahan yang telah dipelajari. 3. Metode G ( Group Investigation ) Metode ini dirancang oleh Herbet Thelen dan diperbaiki oleh Sharn. Dalam metode ini siswa dilibatkan sejak perencanaan baik dalam menentukan topik maupun mempelajari melalui investigasi. Dalam metode ini siswa dituntut untuk memiliki kemampuan yang baik dalam komunikasi dan proses memiliki kelompok. Langkah-langkahnya : a. Seleksi topik b. Merencanakan kerjasama c. Implementasi d. Analisis dan sintesis e. Penyajian hasil akhir f. Evaluasi selanjutnya 4. Metode struktural Metode ini dikembangkan oleh Spencer Kagan, yang menekankan pada struktur – struktur khusus yang dirancang untuk mempengaruhi pola – pola interaksi siswa. Contoh teknik pembelajaran metode struktural yaitu : a. Mencari Pasangan ( Make a Match ) Dikembangkan oleh Larana Curran, dimana keunggulan teknik ini adalah siswa mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topic dalam suasana yang menyenangkan. Langkah – langkahnya :
  • 28.
    1) Guru menyiapkanbeberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik yang cocok untuk sesi review ( persiapan menjelang tes atau ujian ). 2) Setiap siswa mendapat satu buah kartu. 3) Setiap siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan kartunya. 4) Siswa bisa juga bergabung dengan dua atau tiga siswa lain yang memegang kartu yang cocok. 5) Para siswa mendiskusikan penyelesaian tugas secara bersama – sama. 6) Presentasi hasil kelompok atau kuis. b. Bertukar Pasangan Langkah – langkahnya : 1) Setiap siswa mendapatkan satu pasangan ( guru bisa menunjukkan pasangannya atau siswa melakukan prosedur / teknik mencari pasangan. 2) Guru memberikan tugas dan siswa mengerjakan tugas dengan pasangannya. 3) Setelah selesai setiap pasangan bergabung dengan satu pasangan yang lain. 4) Kedua pasangan tersebut bertukar pasangan. Masing – masing pasangan yang baru ini kemudian saling menanyakan dan mengukuhkan jawaban mereka. 5) Temuan baru yang didapatkan dari pertukaran pasangan kemudian dibagikan pada pasangan semula. c. Berkirim Salam dan Soal Langkah – langkahnya : 1) Guru membagi siswa dalam kelompok berempat dan setiap kelompok ditugaskan untuk menuliskan beberapa pertanyaan yang akan dikirim ke kelompok lain. Guru bisa mengawasi dan membantu memilih soal-soal yang cocok. 2) Kemudian masing-masing kelompok mengirimkan satu orang utusan yang akan menyampaikan salam dan soal dari kelompoknya. 3) Setiap kelompok mengerjakan soal kiriman dari kelompok lain. 4) Setelah selesai jawaban masing – masing kelompok dicocokan dengan jawaban kelompok yang membuat soal. d. Bercerita Berpasangan
  • 29.
    Teknik ini menggabungkankegiatanmembaca, menulis, mendengarkan dan berbicara. Langkah – langkahnya : a) Pengajar membagi bahan pelajaran menjadi dua bagian. b) Pengajar memberikan pengenalan topik yang akan dibahas dalam pelajaran. c) Siswa dipasangkan d) Bagian pertama bahan diberikan kepada siswa yang pertama sedangkan siswa yang kedua menerima bagian yang kedua. e) Kemudian siswa disuruh membaca atau mendengarkan bagian mereka masing-masing f) Sambil membaca/mendengarkan siswa mencatat beberapa kata atau frase kunci yang ada dalam bagian masing-masing. g) Siswa berusaha untuk mengarang bagian lain yang belum dibaca/didengarkan berdasarkan kata kunci. h) Setelah selesai menulis, beberapa siswa bisa diberi kesempatan untuk membacakan hasil karangan mereka. i) Pengajar membagiakan bagian cerita yang belum terbaca kepada masing –masing siswa. j) Diskusi mengenai topik tersebut. e. Dua Tinggal Dua Tamu ( Two Stay Two Stay ) Langkah-langkahnya : 1) Siswa dibagi ke dalam beberapa kelompok berempat. 2) Siswa bekerjasama dalam kelompok berempat seperti biasa. 3) Setelah selesai, dua orang dari masing – masing kelompok akan meninggalkan kelompoknya dan masing – masing bertamu ke dua kelompok lain. 4) Dua orang yang tinggal dalam kelompok bertugas membagikan hasil kerja dan informasi mereka ke tamu mereka. 5) Tamu mohon diri dan kembali ke kelompok mereka sendiri dan melaporkan temuan mereka dari kelompok lain. 6) Kelompok mencocokan dan membahas hasil – hasil kerja mereka. f. Keliling Kelompok Langkah – langkahnya :
  • 30.
    1) Salah satusiswa dalam masing-masing kelompok memulai dengan memberikan pandangan dan pemikirannya mengenai tugas yang sedang mereka kerjakan. 2) Siswa berikutnya juga ikut memberikan kontribusinya 3) Demikian seterusnya. Giliran bicara bisa dilaksanakan menurut arah perputaran jarum jam atau dari kiri ke kanan. g. Kancing Gemerincing Langkah-langkahnya : 1) Guru menyiapkan satu kotak kecil yang berisi kancing – kancing atau benda kecil lainnya. 2) Sebelum kelompok memulai tugasnya setiap siswa dalam masing – masing kelompok mendapatkan dua atau tiga buah kancing ( jumlah kancing bergantung pada sukar tidaknya tugas yang diberikan. 3) Setiap kali seorang siswa berbicara atau mengeluarkan pendapat dia harus menyerahkan salah satu kancingnya dan meletakkan di tengah – tengah. 4) Jika kancing yang dimiliki seseorang habis, dia tidak boleh berbicara lagi sampai semua rekannya juga menghabiskan kancing mereka. 5. Think – Pair – Share Langkah-langkah : a. Thinking : guru mengajukan pertanyaan atau isu terkait dengan pelajaran untuk dipikirkan oleh peserta didik. b. Pairing : guru meminta peserta didik berpasang – pasangan. Member kesempatan kepada pasangan – pasangan untuk berdiskusi. c. Sharing : hasil diskusi intersubjektif di tiap – tiap pasangan hasilnya dibicarakan dengan pasangan seluruh kelas. Dalam kegiatan ini diharapkan terjadi tanya jawab yang mendorong pada pengkonstuksian pengetahuan secara integratif. 6. Numbered Heads Together Langkah – langkahnya : a. Guru membagi kelas menjadi kelompok – kelompok kecil b. Guru mengajukan beberapa pertanyaan yang harus dijawab oleh tiap – tiap kelompok. Pada kesempatan ini tiap – tiap kelompok menyatukan kepalanya “ Heads Together” berdiskusi memikirkan jawaban. c. Guru memanggil paserta didik yang memiliki nomor yang sama dari tiap – tiap kelompok dan memberi kesempatan untuk menjawab.
  • 31.
    d. Guru mengembangkandiskusi lebih mendalam, sehingga peserta didik dapat menemukan jawaban pertanyaan itu sebagai pengetahuan yang utuh. 7. Bamboo Dancing Langkah – langkahnya : a. Pembelajaran diawali dengan pengenalan topik oleh guru. b. Guru membagi kelas menjadi 2 kelompok besar dan berpasangan. c. Membagikan tugas kepada setiap pasangan untuk dikerjakan atau dibahas ( diskusi ). d. Usai berdiskusi pasangan berubah dengan menggeser posisi mengikuti arah jarum jam sehingga tiap- tiap peserta didik mendapat pasangan baru dan berbagi informasi, demikian seterusnya hingga kembali kepasangan awal. e. Hasil diskusi tiap – tiap kelompok besar kemudian dipresentasikan kepada seluruh kelas f. Guru memfasilitasi terjadinya intersubjektif, dialog interaktif, Tanya jawab sehingga pengetahuan yang diperoleh dapat diobjektivikasi dan menjadi pengetahuan bersama seluruh kelas. 8. Point – Counter – Point Langkah – langkahnya : a. Guru memberi pelajaran yang terdapat isu – isu kontroversi. b. Membagi peserta didik ke dalam kelompok – kelompok dan posisinya berhadap – hadapan. c. Tiap – tiap kelompok diberi kesempatan untuk merumuskan argumentasi – argumentasi sesuai dengan perspektif yang dikembangkannya. d. Setelah berdiskusi maka mereka mulai berdebat menyampaikan argumentasi sesuai pandangan yang dikembangkan kelompoknya. Kemudian minta tanggapan, bantahan atau koreksi dari kelompok lain perihal isu yang sama. e. Buat evaluasi sehingga peserta didik dapat mencari jawaban sebagai titik temu dari argumentasi – argumentasi yang telah mereka munculkan. 9. The Power of Two Langkah – langkahnya : a. Ajukan pertanyaan yang membutuhkan pemikiran yang kritis. b. Minta peserta didik menjawab pertanyaan yang diterimanya secara perorangan.
  • 32.
    c. Minta pesertadidik mencari pasangan, dan masing – masing saling menjelaskan jawabannya kemudian menyusun jawaban baru yang disepakati bersama. d. Membandingkan jawaban – jawaban tersebut dengan pasangan lain sehingga paserta didik dapat mengembangkan pengetahuan yang lebih integrative. e. Buat rumusan – rumusan rangkuman sebagai jawaban – jawaban atas pertanyaan yang telah diajukan. Rumusan tersebut merupakan konstruksi atas keseluruhan pengetahuan yang telah dikembangkan selama diskusi. 10. Listening Team Langkah-langkahnya : a. Diawali dengan pemaparan meteri pembelajaran oleh guru. b. Guru membagi kelas menjadi kelompok – kelompok dan setiap kelompok memiliki peran masing – masing, misalnya: Kelompok 1 : kelompok penanya Kelompok 2 : kelompok penjawab dengan perspektif tertentu Kelompok 3 : kelompok penjawab dengan perspektif yang berbeda dari kelompok 2 Kelompok 4 : kelompok yang bertugas mereview dan membuat kesimpulan dari hasil diskusi. c. Munculkan diskusi yang aktif karena adanya perbedaan pemikiran sehingga dikusi menjadi berkualitas. d. Penyampaian berbagai kata kunci atau konsep yang telah dikembangkan oleh peserta didik dalam diskusi. J. METODE-METODE PENDUKUNG PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF 1. PQ4R Pengalaman awal dapat dibangun melalui aktivitas membaca sehingga peserta didik akan memiliki stock knowledge. Langkah – langkahnya : a) P ( Preview ) yaitu peserta didik menemukan ide – ide pokok yang dikembangkan dalam bahan bacaan. b) Q ( Question ) yaitu peserta didik merumuskan pertanyaan – pertanyaan untuk dirinya sendiri yang diarahkan pada pembentukan pengetahuan deklaratif, structural dan pengetahuan procedural.
  • 33.
    c) R (Read ) yaitu peserta didik membaca secara detail dari bahan bacaaan yang dipelajarinya sehingga paerta didik diarahkan mencari jawaban terhadap semua pertanyaan yang dirumuskannya. d) R ( Reflect ) yaitu peserta didik memahami apa yang dibacanya. e) R ( Recite ) yaitu peserta didik merenungkan kembali apa yang dibacanya dan mampu merumuskan konsep – konsep, menjelaskan hubungan antar konsep dan mengartikulasikan pokok – pokok penting yang telah dibacanya. f) R ( Review ) yaitu peserta didik merangkum atau merumuskan intisari dari bahan yang telah dibacanya. Peserta didik mampu merumuskan kesimpulan sebagai jawaban dari pertanyaan – pertanyaan yang telah diajukannya. 2. Guided Note Taking Merupakan metode catatan terbimbing yang dikembangkan agar metode ceramah yang dibawakan guru mendapat perhatian siswa. Langkah – langkahnya : a) Memberikan bahan ajar misalnya yang berupa handout dari materi ajar yang disampaikan dengan metode ceramah kepada peserta didik. b) Mengosongi sebagian poin – poin yang penting sehingga terdapat bagian – bagian yang kosong dalam handout tersebut c) Menjelaskan kepada peserta didik bahwa bagian yang kosong dalam handout memang sengaja dibuat agar peserta didik tetap berkonsentrasi mengikuti pelajaran. d) Selama ceramah berlangsung peserta didik diminta untuk mengisi bagian yang kosong tersebut. e) Setelah penyampaian materi selesai, minta peserta didik membacakan handoutnya. 3. Snowball Drilling Metode ini dikembangkan untuk menguatkan pengetahuan yang diperoleh peserta didik dari membaca bahan – bahan bacaan. Peran guru adalah mempersiapkan paket soal – soal pilihan ganda dan menggelindingkan bola salju berupa soal latihan dengan cara menunjuk atau mengundi. Langkah – langkahnya : a) Peserta didik di tunjuk arau diundi satu persatu untuk menjawab pertanyaan yang diberikan guru. b) Jika peserta didik pertama berhasil menjawab maka paserta didik tersebut berhak menunjuk teman yang lainya untuk menjawab soal berikutnya. Tetapi jika peserta tersebut gagal manjawab pertanyaan pertama maka dia harus menjawab pertanyaan berikutnya hingga berhasil menjawab. c) Diakhir pelajaran guru memberikan ulasan terhadap hal yang telah dipelajari peserta didik.
  • 34.
    4. Concept Mapping Langkah – langkahnya : a) Guru mempersiapkan potongan – potongan kartu yang bertuliskan konsep – konsep utama. b) Guru membagikan potongan – potongan kartu yang bertuliskan konsep – konsep utama kepada peserta didik. c) Memberi keempatan kepada peserta didik untuk mencoba membuat peta yang menggambarkan hubungan antar konsep. Dan membuat garis hubung serta menuliskan kata atau kalimat yang menjelaskan hubungan antar konsep. d) Kumpulkan hasil pekerjaan peserta didik dan bandingkan dengan konsep yang benar dan dibahas satu persatu. e) Ajak seluruh kelas untuk melakukan koreksi atau evaluasi dan rumukan beberapa kesimpulan terhadap materi yang dipelajari. 5. Giving Question and Getting Answer Dilakukan untuk melatih peserta didik memiliki kemampuan dan keterampilan bertanya dan menjawab pertanyaan. Langkah – langkahnya : a) Bagikan 2 potongan kertas pada peserta didik, kemudian minta kepada peserta didik untuk menuliskan dikartu itu (1) kartu menjawab, (2) kartu bertanya. b) Ajukan pertanyaan baik dari peserta didik maupun guru tulis pada kartu bertanya. c) Minta kepada peserta didik untuk memberi jawab dan menuliskannya pada kartu menjawab dan serahkan pada guru. d) Jika sampai akhir masih ada peserta didik yang memegang 2 kartu maka minta mereka untuk membuat resume atas proes tanya jawab yang sudah berlangsung. 6.Question Student Have Dilakukan untuk melatih peserta didik memiliki kemampuan bertanya. Langkah – langkahnya : a) Membagi kelas menjadi 4 kelompok. b) Bagikan kartu kosong kepada setiap peserta didik dalam setiap kelompok. c) Minta peserta didik menuliskan pertanyaan yang mereka miliki tentang hal – hal yang dipelajari.
  • 35.
    d) Putar kartusearah jarum jam sehingga ketika setiap kartu diedarkan pada anggota kelompok, anggota tersebut harus membacanya dan memberikan tanda (v) jika pertanyaan terebut dianggap penting. Putar hingga ampai kapada pemiliknya kembali. e) Periksa pertanyaan mana yang memperoleh suara yang banyak dan bandingkan dengan perolehan anggota lain. Pertanyaan yang mendapat suara terbanyak menjadi milik kelompok. f) Setiap kelompok melaporkan pertanyaan tersebut secara tertulis dan guru memeriksa. Setelah diseleksi pertanyaan dikembalikan kepada peserta didik untuk dijawab secara mandiri maupun kelompok. 7. Talking Stick Metode ini mendorong peserta didik untuk berani mengemukakan pendapat. Langkah – langkahnya : a) Guru menjelaskan materi pokok yang akan dipelajari. b) Peserta didik diberi kesempatan untuk membaca dan mempelajari materi tersebut. c) Guru meminta kepada peserta didik untuk menutup bukunya. Kemudian guru mengambil tongkat dan diberikan kepada salah satu peserta didik. Peserta didik yang mendapat tongkat tersebut harus menjawab pertanyaan yang diberikan guru, dan demikian seterusnya. d) Guru member keempatan kepada peserta didik untuk melakukan refleksi terhadap materi yang telah dipelajari dan guru member ulasan terhadap seluruh jawaban yang diberikan peserta didik dan selanjutnya bersama – sama merumuskan kesimpulan. 8. Everyone is Teacher Here Metode ini merupakan cara yang tepat untuk mendapatkan partisipasi kelas secara keseluruhan maupun individual dan member kesempatan kepada siswa untuk berperan sebagai guru bagi teman – temannya. Langkah – langkahnya : a) Bagikan kertas/ kartu indeks kepada seluruh peserta didik. b) Setiap peserta didik diminta menuliskan satu pertanyaan mengenai meteri pelajaran yang sedang dipelajari di kelas. c) Kumpulkan kertas dan acak kemudian bagikan kepada setiap peserta didik dan pastikan tidak ada yang mendapatkan soalnya sendiri. d) Minta kepada peserta didik untuk membaca pertanyaan tersebut dalam hati dan minta untuk memikirkan jawabannya. e) Minta kepada peserta didik untuk membaca pertanyaan tersebut dan menjawabnya. f) Setelah dijawab, minta kepada peserta didik lainnya untuk menambahkan jawabannya. 9. Tebak Pelajaran
  • 36.
    Dikembangkan untuk menarikpehatian siswa selama mengikuti pembelajaran. Langkah – langkahnya : a) Tulislah atau tayangkan melalui LCD subject matter dari pelajaran yang akan disampaikan. b) Mintalah kepada siswa untuk menuliskan kata – kata kunci apa saja yang diprediksikan muncul dari materi pelajaran yang akan disampaikan oleh guru. c) Sampaikan meteri pembelajaran secara interaktif. d) Selama proses pembelajaran siswa diminta menandai hasil prediksi mereka yang sesuai dengan materi yang disampaikan oleh guru. e) Diakhir pelajaran tanyakan berapa jumlah tebakan mereka yang benar. K. KEUNGGULAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF Pembelajaran kooperatif memiliki keunggulan – keunggulan dalam pembelajarannya, antara lain : 1. Dengan pembelajaran kooperatif maka setiap anggota dapat saling melengkapi dan membantu dalam menyelesaikan setiap materi yang diterima sehingga setiap siswa tidak akan merasa terbebani sendiri apabila tidak dapat mengerjakan suatu tugas tertentu. 2. Karena keberagaman anggota kelompok maka memiliki pemikiran yang berbeda – beda sehingga pemikirannya menjadi luas dan mampu melihat dari sudut pandang lain untuk melengkapi jawaban yang lain. 3. Pembelajaran kooperatif cocok untuk menyelesaikan masalah – masalah yang membutuhkan pemikiran bersama. 4. Dalam pembelajaran kooperatif para paserta didik dapat lebih mudah memahami materi yang disampaikan karena bekerja sama dengan teman – temannya. 5. Dalam pembelajaran kooperatif memupuk rasa pertemanan dan solidaritas sehingga diantara anggotanya akan terjadi hubungan yang positif. L. KELEMAHAN PEMBELAAJARAN KOOPERATIF Pembelajaran kooperatif selain memiliki keunggulan juga memiliki kelemahan – kelemahan antara lain : 1. Dalam pembelajaran kooperatif apabila kelompoknya tidak dapat bekerjasama dengan baik dan kompak maka akan terjadi perselisihan karena adanya berbagai perbedaan yang dapat menyebabkan perselisihan. 2. Terkadang ada anggota yang lebih mendominasi kelompok dan ada yang hanya diam, sehingga pembagian tugas tidak merata. 3. Dalam pembelajarannya memerlukan waktu yang cukup lama sebab harus saling berdiskusi bersama teman – teman lain untuk menyatukan pendapat dan pandangan yang dianggap benar. 4. Karena sebagian pengetahuan didapat dari teman dan yang menerangkan teman maka terkadang agak sulit dimengerti, sebab pengetahuan terbatas.
  • 37.
    http://kurniawanbudi04.wordpress.com/2013/05/27/model -pembelajaran-kooperatif-cooperative-learning/ BEBERAPAMODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF LEARNING 1. MODEL PEMBELAJARAN TWO STAY TWO STRAY Model pembelajaran Two Stay Two Stray / Dua Tinggal Dua Tamu merupakan model pembelajaran yang memberi kesempatan kepada kelompok untuk membagikan hasil dan informasi dengan kelompok lainnya. Hal ini dilakukan dengan cara saling mengunjungi/bertamu antar kelompok untuk berbagi informasi.  Dikembangkan oleh Spencer Kagan (1990)  Dapat dikombinaksikan atau digabungkan dengan teknik kepala bernomor  Dapat diterapkan untuk semua mata pelajaran dan tingkatan umur  Memungkinkan setiap kelompok untuk saling berbagi informasi dengan kelompok-kelompok lain Langkah-langkah pembelajarannya sebagai berikut : 1. Siswa bekerja sama dalam kelompok yang berjumlah 4 (empat) orang. 2. Guru memberikan tugas pada setiap kelompok untuk didiskusikan dan dikerjakan bersama 3. Setelah selesai, dua orang dari masing-masing menjadi tamu kedua kelompok yang lain. 4. Dua orang yang tinggal dalam kelompok bertugas membagikan hasil kerja dan informasi ke tamu mereka. 5. Tamu mohon diri dan kembali ke kelompok mereka sendiri dan melaporkan temuan mereka dari kelompok lain. 6. Kelompok mencocokkan dan membahas hasil kerja mereka. 7. Kesimpulan.. 2. MODEL PEMBELAJARAN KELILING KELOMPOK
  • 38.
    Dapat diterapkan untuksemua mata pelajaran dan tingkatan kelas. Dalam kegiatan keliling kelompok, masing-masing anggota kelompok berkesempaatan untuk memberikan kontribusi mereka dan mendengarkan pandangan anggota yang lain. Langkah-langkah pembelajarannya: 1. Salah satu siswa dari masing-masing kelompok memulai dengan memberikan pandangan dan pemikirannya mengenai tugas yang sedang mereka kerjakan. 2. Siswa berikutnya lalu memberikan kontribusi pemikirannya 3. Demikian seterusnya. Giliran bicara dapat dilakukan menurut arah perputaran jarum jam atau dari kiri ke kanan. 3. MAKE A MATCH (MENCARI PASANGAN) Teknik metode pembelajaran make a match atau mencari pasangan dikembangkan oleh Lorna Curran (1994). Salah satu keunggulan tehnik ini adalah siswa mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik dalam suasana yang menyenangkan. Bisa diteraapkan untuk semua mata pelajaran dan tingkatan kelas. Langkah-langkah penerapan metode make a match sebagai berikut: 1. Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik yang cocok untuk sesi review, satu bagian kartu soal dan bagian lainnya kartu jawaban. 2. Setiap siswa mendapatkan sebuah kartu yang bertuliskan soal/jawaban. 3. Tiap siswa memikirkan jawaban/soal dari kartu yang dipegang. 4. Setiap siswa mencari pasangan kartu yang cocok dengan kartunya. Misalnya: pemegang kartu yang bertuliskan nama tumbuhan dalam bahasa Indonesia akan berpasangan dengan nama tumbuhan dalam bahasa latin (ilmiah). 5. Setiap siswa yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu diberi poin. 6. Jika siswa tidak dapat mencocokkan kartunya dengan kartu temannya (tidak dapat menemukan kartu soal atau kartu jawaban) akan mendapatkan hukuman, yang telah disepakati bersama. 7. Setelah satu babak, kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang berbeda dari sebelumnya, demikian seterusnya.
  • 39.
    8. Siswa jugabisa bergabung dengan 2 atau 3 siswa lainnya yang memegang kartu yang cocok. 9. Guru bersama-sama dengan siswa membuat kesimpulan terhadap materi pelajaran. 4. MODEL PEMBELAJARAN BERTUKAR PASANGAN Teknik metode pembelajaran bertukar pasangan merupakan model pembelajaran yang memberi kesempatan pada siswa untuk bekerja sama dengan orang lain. Model pembelajarn ini bisa diterapkan untuk semua mata pelajaran dan tingkatan kelas. Langkah penerapan metode bertukar pasangan sebagai berikut: 1. Setiap siswa membentuk pasangan-pasangan, bisa ditunjuk langsung oleh guru atau siswa mencari sendiri pasangannya. 2. Guru memberikan tugas untuk dikerjakan oleh setiap pasangan siswa 3. Setelah selesai, setiap pasangan bergabung dengan satu pasangan yang lain 4. Kedua pasangan tersebut bertukar pasangan, masing-masing pasangan yang baru ini saling menanyakan dan mengukuhkan jawaban mereka. 5. Temuan baru yang didapat dari pertukaran pasangan kemudian dibagikan kepada pasangan semula. Kelebihan Model Pembelajaran Bertukar Pasangan , yaitu: 1. Siswa dilatih untuk dapat bekerjasama mempertahankan pendapat. 2. Semua siswa terlibat. 3. Melatih siswa untuk lebih teliti, cermat, cepat dan tepat. Kelemahan Model Pembelajaran Bertukar Pasangan , yaitu: 1. Proses pembelajaran membutuhkan waktu yang lama. 2. Guru tidak dapat mengetahui kemampuan siswa masing-masing. 3. Siswa kurang konsentrasi. 5. MODEL PEMBELAJARAN CO-OP CO-OP
  • 40.
    Co-op co-op adalahsebuah bentuk group investigation yang menempatkan tim dalam kooperasi antara satu dengan yang lainnya (seperti namanya) untuk mempelajari sebuah topik di kelas. Langkah – langkah : 1). Diskusi kelas terpusat pada siswa 2). Menyeleksi tim pembelajaran siswa dan pembentukan tim. 3). Seleksi topik tim. 4). Pemilihan topik tim. 5). Persiapan topik kecil. 6). Presentasi topik kecil. 7). Persiapan presentasi tim. 8). Presentasi tim 9). Evaluasi. 6. MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE (LEARNING TOGETHER) LT Slavin (2008) mengungkapkan bahwa David dan Roger Johnson dari Universitas Minnesota mengembangkan model Learning Together dari pembelajaran kooperatif (Jhonson and Jhonson 1987; Jhonson dan Jhonson & Smith, 1991). Model yang mereka teliti melibatkan siswa yang dibagi dalam kelompok yang terdiri atas empat atau lima siswa dengan latar belakang berbeda mengerjakan lembar tugas. Kelompok-kelompok ini menerima satu lembar tugas, menerima pujian dan penghargaan berdasarkan hasil kerja kelompok. Model ini menekankan pada empat unsur yakni : 1. Interaksi tatap muka : para siswa bekerja dalam kelompok-kelompok yang beranggotakan empat sampai lima siswa. 2. Interdependensi positif : para siswa bekerja bersama untuk mencapai tujuan kelompok.
  • 41.
    3. Tanggung jawabindividual : para siswa harus memperlihatkan bahwa mereka secara individual telah menguasai materinya. 4. Kemampuan-kemampuan interpersonal dan kelompok kecil : para siswa diajari mengenai sarana-sarana yang efektif untuk bekerja sama dan mendiskusikan seberapa baik kelompok mereka bekerja dalam mencapai tujuan mereka. Dalam hal ini penggunaan kelompok pembelajaran heterogen dan penekanan terhadap interdependensi positif, serta tanggung jawab individual metode-metode Johnson ini sama dengan STAD. Akan tetapi, mereka juga menyoroti perihal pembangunan kelompok dan menilai sendiri kinerja kelompok, dan merekomendasikan penggunaan penilaian tim ketimbang pemberian sertifikat atau bentuk rekognisi lainnya (Slavin,2008). Pada pembelajaran kooperatif tipe LT setiap kelompok diharapkan bisa membangun dan menilai sendiri kinerja kelompok mereka. Masing-masing kelompok harus bisa memperlihatkan bahwa kelompok mereka adalah kelompok yang kompak baik dalam hal diskusi maupun dalam hal mengerjakan soal, setiap anggota kelompok harus bertanggung jawab atas hasil yang mereka peroleh. Jika hasil tersebut belum maksimal atau lebih rendah dari kelompok lain maka mereka harus meningkatkan kinerja kelompoknya. Adapun sintaks dari LT adalah: 1) Guru menyajikan pelajaran. 2) Membentuk kelompok yang anggotanya 4 sampai 5 siswa secara heterogen (campuran menurut prestasi, jenis kelamin, suku dan lain-lain). 3) Masing-masing kelompok menerima lembar tugas untuk bahan diskusi dan menyelesaikannya. 4) Beberapa kelompok mempresentasikan hasil pekerjaannya. 5) Pemberian pujian dan penghargaan berdasarkan hasil kerja kelompok. Bentuk penghargaan yang diberikan kepada kelompok didasarkan pada pembelajaran individual semua anggota kelompok, sehingga dapat meningkatkan pencapaian siswa dan memiliki pengaruh positif pada hasil yang dikeluarkan (Slavin, 2008). 7. TEAM PRODUCT (TP)
  • 42.
    Dinamakan Team productkarena setiap kelompok diminta untuk berkreasi atau menciptakan sesuatu. Misalnya, guru meminta siswa berkelompok untuk menulis sebuah esai, mengerjakan tugas, mendaftar solusi-solusi altermatif tentang masalah tertentu, atau menganalisis puisi. semua hal yang dilakukan oleh setiap kelompok haruslah berbentuk produk, baik itu abstrak maupun konkret. untuk memastikan adanya tanggung jawab individu, guru dapat memberikan peran atau tugas yang berbeda-beda pada masing-masing anggota dalam setiap kelompok untuk menciptakan satu produk kelompok. 8. MODEL PEMBELAJARAN INSIDE OUTSIDE CIRCLE (lingkaran dalam- lingkaran luar)  Dikembangkan oleh Spencer Kagan (1990)  Memungkinkan siswa saling berbagi informasi pada waktu yang bersamaan  Dapat Diterapkan untuk beberapa mata pelajaran, seperti ilmu pengetahuan sosial, agama, matematika, dan bahasa. Bahan pelajaran yang paling cocok digunakan dengan teknik ini adalah bahan-bahan yang membutuhkan pertukaran pikiran dan informasi antarsiswa.  Dapat diterapkan untuk semua tingkatan kelas dan sangatdigemari terutama anak-anak. Langkah-langkah atau sintaks model pembelajaran inside outside circle: 1. Separuh kelas berdiri membentuk lingkaran kecil dan menghadap keluar 2. Separuh kelas lainnya membentuk lingkaran di luar lingkaran pertama, menghadap ke dalam 3. Dua siswa yang berpasangan dari lingkaran kecil dan besar berbagi informasi. Pertukaran informasi ini bisa dilakukan oleh semua pasangan dalam waktu yang bersamaan 4. Kemudian siswa berada di lingkaran kecil diam di tempat, sementara siswa yang berada di lingkaran besar bergeser satu atau dua langkah searah jarum jam. 5. Sekarang giliran siswa berada di lingkaran besar yang membagi informasi. Demikian seterusnya Kelebihan model pembelajaran inside outside circle:  Tidak ada bahan spesifikasi yang dibutuhkan untuk strategi . Sehingga dapat dengan mudah dimasukkan ke dalam pelajaran  Kegiatan ini dapat membangun sifat kerjasama antar siswa  Mendapatkan informasi yang berbeda pada saat bersamaan.
  • 43.
    Kekurangan model pembelajaraninside outside circle:  Membutuhkan ruang kelas yang besar.  Terlalu lama sehingga tidak konsentrasi dan disalahgunakan untuk bergurau.  Rumit untuk dilakukan. 9. SPONTANEOUS GROUP DISCUSSION (SGD) Jika siswa diminta untuk duduk berpasangan aatau berkelompok, kita akan lebih mudah menginstruksikan mereka untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu, seperti mencari makna sesuatu, mencari alasan tentang peristiwa tertentu, aatau memecahkan suatu masaalah. Dikenal dengan istilah spontaneous group discussion karena diskusi kelompok ini tidak direncanakan sebelumnya, tetapi dilaksanakan secara spontan. Teknik pelaksanaannya pun sederhana, yaitu meminta siswa untuk berkelompok dan berdiskusi tentang sesuatu. setelah itu, guru memanggil kelompok itu satu per satu untuk mempresentasikan hasil diskusinya di depan kelas. Diskusi ini bisa dilaksanakan beberapa menit atau sepanjang jam pelajaran. Akan tetapi, meskipun spontan diskusi kelompok ini tetap mengharuskan guru untuk memperhatikan lima elemen pembelajaran kooperatif. Interpredensi positif, akuntabilitas individu, interaksi promotif, keterampilan sosial, dan pemrosesan kelompok. 10. Listening Team Strategi Listening Team ini bertujuan membentuk kelompok yang mempunyai tugas atau tanggung jawab tertentu berkaitan dengan materi pelajaran sehingga akan diperoleh partisipasi akt if siswa selama proses pembelajaran berlangsung. Pembelajaran diawali dengan pemaparan materi pembelajaran oleh guru. Selanjutnya guru membagi kelas menjadi kelompok –kelompok, setiap kelompok mempunyai peran masing-masing. Kelompok pertama merupakan kelompok penanya, kelompok kedua merupakan kumpulan orang yang menjawab berdasarkan perspektif tertentu, kelompok ketiga kumpulan orang yang menjawab dengan perspektif yang berbeda dengan kelompok kedua dan kelompok keempat adalah kelompok yang bertugas mereview dan membuat kesimpulan dari hasil diskusi. Pembelajaran diakhiri dengan penyampaian kata kunci atau konsep yang telah dikembangkan oleh peserta didik dalam berdiskusi. Langkah-langkahnya :
  • 44.
    1. Bagilah siswamenjadi empat kelompok, masing-masing kelompok mendapat salah satu dari tugas berikut ini : Tim Peran Tugas 1 Penanya Setelah pelajaran yang didasarkan ceramah selesai, Penanya yang bertugas membuat minimal dua pertanyaan mengenai materi yang baru saja disampaikan. 2 Orang yang setuju Setelah pelajaran yang didasarkan pada ceramah selesai, menyatakan poin-poin mana yang mereka sepakati (atau membantu) dan menjelaskan mengapa demikian. Dan Kelompok kedua ini merupakan kumpulan orang yang menjawab berdasarkan perspektif tertentu. Atau disebut juga sebagai kelompok Pendukung yang bertugas mencari ide-ide yang disetujui atau dipandang berguna dari materi pelajaran yang baru saja disampaikan dengan memberi alasan “mengapa kami setuju”. 3 Orang yang tidak Setuju Setelah pelajaran yang didasarkan pada ceramah selesai, mengomentari tentang poin mana yang tidak mereka setujui (atau tidak membantu) dan menjelaskan mengapa demikian. Atau Kelompok ketiga ini merupakan kumpulan orang yang menjawab dengan perspektif yang berbeda dengan kelompok kedua. Atau disebut juga sebagai kelompok Penentang yang bertugas mencari ide-ide yang tidak disetujui atau dipandang tidak berguna dari materi pelajaran yang baru saja disampaikan dengan memberi alasan. Perbedaan ini diharapkan memunculkan diskusi yang aktif yang ditandai oleh adanya proses dialektika berpikir, sehingga mereka
  • 45.
    dapat menemukan pengetahuanstruktural. 4 Pemberi Contoh Setelah pelajaran yang didasarkan pada ceramah selesai, memberi contoh-contoh khusus atau aplikasi materi. Atau merupakan kelompok yang bertugas mereview dan membuat kesimpulan dari hasil diskusi. Serta Pemberi Contoh yang spesifik atau penerapan dari materi yang disampaikan guru dengan memberikan alasan. 2. Sampaikan materi pelajaran dengan metode ceramah yang didasarkan pada sesi tatap muka. Setelah selesai, berilah kesempatan kepada masing-masing kelompok untuk menyelesaikan tugas mereka dan beberapa saat untuk mengomentari tugas-tugas mereka. 3. Mintalah masing-masing kelompok untuk menyampaikan hasil dari tugas mereka. Baik itu akan menimbulkan kegiatan bertanya, sepakat, dan sebagainya. Guru hendaknya memperoleh partisipasi peserta didik dari pada yang pernah guru bayangkan. 4. Beri klarifikasi secukupnya. Modifikasi : a. Jika jumlah siswa banyak, buatlah kelompok ganda artinya terdapat 2 kelompok sebagai penanya dan begitu pula pada kelompok lainnya. b. Bisa juga dawali dengan tugas individual. 5. Pembelajaran diakhiri dengan penyampaian berbagai kata kunci atau konsep yang telah dikembangkan oleh peserta didik dalam diskusi. 11. METODE PEMBELAJARAN - SNOWBALL THROWING Metode Snowball Throwing yaitu metode pembelajaran yang didalam terdapat unsur-unsur pembelajaran kooperatif sebagai upaya dalam rangka mengarahkan perhatian siswa terhadap materi yang disampaikan oleh guru. Langkah-langkah Pembelajaran dengan Metode Snowball Throwing: a. Guru menyampaikan materi yang akan disajikan.
  • 46.
    b. Guru membentukkelompok-kelompok dan memanggil masing-masing ketua kelompok untuk memberikan penjelasan tentang materi. c. Masing-masing ketua kelompok kembali ke kelompoknya masing-masing, kemudian menjelaskan materi yang disampaikan oleh guru kepada temannya. d. Kemudian masing-masing siswa diberikan satu lembar kertas, untuk menuliskan satu pertanyaan apa saja yang menyangkut materi yang sudah dijelaskan oleh ketua kelompok. e. Kemudian kertas yang berisi pertanyaan tersebut dibuat seperti bola dan dilempar dari satu siswa ke siswa yang lain. f. Siswa yang mendapat lemparan bola diberikan kesempatan untuk menjawab pertanyaan yang tertulis dalam kertas yang berbentuk bola tersebut. g. Evaluasi. h. Penutup. 12. MODEL PEMBELAJARAN TARI BAMBU Pembelajaran dengan model Bamboo Dancing sama dengan metode inside circle. Pembelajaran diawali dengan pengenalan topik oleh guru. Guru bisa menuliskan topik tersebut di papan tulis atau guru bisa juga mengadakan tanya jawab dengan siswa tentang apa yang mereka ketahui tentang materi tersebut. Kegiatan sumbang saran ini dimaksudkan untuk mengaktifkan struktur kognitif yang telah dimiliki peserta didik agar lebih siap menghadapi pelajaran yang baru. Model Pembelajaran Tari Bambu mempunyai tujuan agar siswa saling berbagi informasi pada saat yang bersamaan dengan pasangan yang berbeda dalam waktu singkat secara teratur, strategi ini cocok untuk materi yang membutuhkan pertukaran pengalaman pikiran dan informasi antar siswa. Meskipun namanya Tari Bambu tetapi tidak menggunakan bambu. Siswa yang berjajarlah yang di ibaratkan sebagai bambu. Langkah-langkah Model Pembelajaran Bamboo Dancing (Tari Bambu) 1. Penulisan topik di papan tulis atau mengadakan tanya jawab dengan siswa. 2. Separuh kelas atau seperempat jika jumlah siswa terlalu banyak berdiri berjajar. Jika ada cukup ruang mereka bisa berjajar di depan kelas. Kemungkinan lain adalah siswa berjajar di sela-sela
  • 47.
    deretan bangku. Carayang kedua ini akan memudahkan pembentukan kelompok karena diperlukan waktu relatif singkat. 3. Separuh kelas lainnya berjajar dan menghadap jajaran yang pertama 4. Dua siswa yang berpasangan dari kedua jajaran berbagi informasi. 5. Kemudian satu atau dua siswa yang berdiri di ujung salah satu jajaran pindah ke ujung lainnya di jajarannya. Jajaran ini kemudian bergeser. Dengan cara ini masing-masing siswa mendapat pasangan yang baru untuk berbagi. Pergeseran bisa dilakukan terus sesuai dengan kebutuhan. 13. KEPALA BERNOMOR TERSTRUKTUR (STRUCTURED NUMBERED HEADS)  Teknik ini merupakan pengembangan dari teknik Kepala Bernomor  Memudahkan pembagian tugas.  Memudahkan siswa belajar melaksanakan tanggung jawab individunya sebagai anggota kelompok.  Dapat diterapkan untuk semua mata pelajaran dan tingkatan kelas. Langkah-langkah model pembelajaran terstruktur: 1. Siswa dibagi dalam kelompok-kelompok. Masing-masing siswa dalam kelompok diberi nomor. 2. Penugasan diberikan kepada setiap siswa berdasarkan nomornya. 3. Jika perlu (untuk tugas-tugas yang lebih sulit) guru juga bisa melibatkan kerja sama antarkelompok. Siswa diminta keluar dari kelompoknya dan bergabung bersama siswa-siswa yang bernomor sama dari kelompok lain. Dengan demikian, siswa-siswa dengan tugas yang sama bisa saling membantu atau mencocokkan hasil kerja mereka http://vanesharueirong.blogspot.com/2013/05/macam-macam-model-pembelajaran.html Pembelajaran kooperatif atau cooperative learning merupakan istilah umum untuk sekumpulan strategi pengajaran yang dirancang untuk mendidik kerja sama kelompok dan interaksi antarsiswa.[1] Tujuan pembelajaran kooperatif setidak-tidaknya meliputi tiga tujuan pembelajaran, yaitu hasil belajar akademik, penerimaan terhadap keragaman, dan pengembangan keterampilan sosial.[2] Strategi ini berlandaskan pada teori belajar Vygotsky (1978, 1986) yang menekankan pada interaksi sosial sebagai sebuah mekanisme untuk mendukung perkembangan kognitif.[3]
  • 48.
    Selain itu, metodeini juga didukung oleh teori belajar information processing dan cognitive theory of learning.[4] Dalam pelaksanaannya metode ini membantu siswa untuk lebih mudah memproses informasi yang diperoleh, karena proses encoding akan didukung dengan interaksi yang terjadi dalam Pembelajaran Kooperatif. Pembelajaran dengan metode Pembelajaran Kooperatif dilandasakan pada teori Cognitive karena menurut teori ini interaksi bisa mendukung pembelajaran. http://id.wikipedia.org/wiki/Pembelajaran_kooperatif “Model pembelajaran cooperative learning tidak berevolusi dari sebuah teori individual atau dari sebuah pendekatan tunggal tentang belajar. Ia berakar pada masa Yunani awal, tetapi perkembangan kontemporernya dapat dilacak ke hasil karya para psikolog pendidikan dan para teoretisi pedagogis di awal abad ke dua puluh, mau pun teori-teori pemrosesan informasi yang terkait dengan belajar dan teoretisi-teoretisi kognitif dan perkembangan, seperti Piaget dan Vygotsky.” Model cooperative learning ini dipopulerkan sekitar tahun 1950-an adalah merupakan salah satu solusi jalan keluar digunakan di Amerika Serikat pada tahun 1954 dimana pada masa itu terjadi kontak fisik antar ras kulit putih, kulit hitam dan hispanik (latin seperti Spanyol, Portugis). Konsep pembelajaran ini pada masa itu adalah pembelajaran yang berazaskan kerja sama antar rasial untuk menciptakan kondisi pembelajaran yang saling menguntungkan antara ras dan suku bangsa yang berbeda di Amerika. Pencetus ide cooperative learning adalah Jonh Dewey pada tahun 1916 dalam bukunya yang berjudul Democracy and Education kemudian pada kurun waktu 1954- 1960 Herbert Thelen mengembangkan prosedur-prosedur yang lebih teliti untuk membantu siswa bekerja dalam kelompok. Eggen dan Kauchack (dalam Trianto 2007 : 42) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan sebuah kelompok strategi pengajaran yang melibatkan siswa bekerja secara berkolaborasi untuk mencapai tujuan bersama. http://yosiabdiantindaon.blogspot.com/2012/11/sejarah-cooperative-learning-dengan.html D. TIPE-TIPE MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF DAN TEKNIK APLIKASINYA Beberapa tipe model pembelajaran kooperatif yang dikemukakan oleh beberapa ahli antara lain Slavin adalah sebagai berikut: 1. Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw ini pertama kali dikembangkan oleh Aronson dkk. Langkah-langkah mengaplikasikan tipe Jigsaw dalam proses pembelajaran adalah sebagai berikut: a. Guru membagi suatu kelas menjadi beberapa kelompok, dengan setiap kelompok terdiri dari 4-6 siswa dengan kemampuan yang berbeda-beda baik tingkat kemampuan tinggi, sedang, dan rendah serta jika mungkin anggota berasal dari ras, budaya, suku yang berbeda tetapi tetap mengutamakan kesetaraan jender. Kelompok ini disebut kelompok asal. Jumlah anggota dalam kelompok asal menyesuaikan dengan jumlah bagian materi pelajaran yang akan dipelajari siswa sesuai dengan tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Dalam tipe Jigsaw ini, setiap siswa diberi tugas mempelajari salah satu bagian materi pembelajaran tersebut. Semua siswa dengan materi pembelajaran yang sama belajar bersama dalam kelompok yang disebut kelompok ahli (Counterpart Group/CG). Dalam kelompok ahli, siswa mendiskusikan bagian materi pembelajaran yang sama, serta menyusun rencana bagaimana menyampaikan kepada temannya jika kembali ke kelompok asal. Kelompok asal ini oleh Aronson disebut kelompok jigsaw (gigi gergaji). Misal suatu kelas dengan jumlah siswa 40, dan materi pembelajaran yang dicapai sesuai dengan tujuan pembelajarannya terdiri dari dari 5 bagian materi pembelajaran, maka dari 40 siswa akan terdapat 5
  • 49.
    kelompok ahli yangberanggotakan 8 siswa dan 8 kelompok asal yang terdiri dari 5 siswa. Setiap anggota kelompok ahli akan kembali ke kelompok asal memberikan informasi yang telah diperoleh dalam diskusi di kelompok ahli dan setiap siswa menyampaikan apa yang telah diperoleh atau dipelajari dalam kelompok ahli. Guru memfasilitasi diskusi kelompok baik yang dilakukan oleh kelompok ahli maupun kelompok asal. b. Setelah siswa berdiskusi dalam kelompok ahli maupun kelompok asal, selanjutnya dilakukan presentasi masing-masing kelompok atau dilakukan pengundian salah satu kelompok untuk menyajikan hasil diskusi kelompok yang telah dilakukan agar guru dapat menyamakan persepsi pada materi pembelajaran yang telah didiskusikan. c. Guru memberikan kuis untuk siswa secara individual. d. Guru memberikan penghargaan pada kelompok melalui skor penghargaan berdasarkan perolehan nilai peningkatan hasil belajar individual dari skor dasar ke skor kuis berikutnya (terkini). e. Materi sebaiknya secara alami dapat dibagi menjadi beberapa bagian materi pembelajaran. f. Perlu diperhatikan bahwa jika menggunakan tipe Jigsaw untuk belajar materi baru, perlu dipersiapkan suatu tuntunan dan isi materi yang runtut serta cukup sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai. 2. Pembelajaran kooperatif tipe NHT (Number Heads Together) Pembelajaran kooperatif tipe NHT dikembangkan oleh Spencer Kagen (1993). Pada umumnya NHT digunakan untuk melibatkan siswa dalam penguatan pemahaman pembelajaran atau mengecek pemahaman siswa terhadap materi pembelajaran. Langkah-langkah penerapan tipe NHT: a. Guru menyampaikan materi pembelajaran atau permasalahan kepada siswa sesuai kompetensi dasar yang akan dicapai. b. Guru memberikan kuis secara individual kepada siswa untuk mendapatkan skor dasar atau skor awal. c. Guru membagi kelas dalam beberapa kelompok, setiap kelompok terdiri dari 4-5 siswa, setiap anggota kelompok diberi nomor atau nama. d. Guru mengajukan permasalahan untuk dipecahkan bersama dalam kelompok. e. Guru mengecek pemahaman siswa dengan menyebut salah satu nomor (nama) anggota kelompok untuk menjawab. Jawaban salah satu siswa yang ditunjuk oleh guru merupakan wakil jawaban dari kelompok. f. Guru memfasilitasi siswa dalam membuat rangkuman, mengarahkan, dan memberikan penegasan pada akhir pembelajaran. g. Guru memberikan tes/kuis kepada siswa secara individual. h. Guru memberi penghargaan pada kelompok melalui skor penghargaan berdasarkan perolehan nilai peningkatan hasil belajar individual dari skor dasar ke skor kuis berikutnya (terkini). 3. Pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Teams Achievement Divisions) Pembelajaran kooperatif tipe STAD dikembangkan oleh Slavin dkk. Langkah-langkah penerapan pembelajaran kooperatif tipe STAD: a. Guru menyampaikan materi pembelajaran atau permasalahan kepada siswa sesuai kompetensi dasar yang akan dicapai. b. Guru memberikan tes/kuis kepada setiap siswa secara individual sehingga akan diperoleh skor awal. c. Guru membentuk beberapa kelompok. Setiap kelompok terdiri dari 4-5 siswa dengan kemampuan yang berbeda-beda (tinggi, sedang, dan rendah). Jika mungkin anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku yang berbeda tetapi tetap mementingkan kesetaraan jender. d. Bahan materi yang telah dipersiapkan didiskusikan dalam kelompok untuk mencapai kompetensi dasar. Pembelajaran kooperatif tipe STAD biasanya digunakan untuk penguatan pemahaman materi. e. Guru memfasilitasi siswa dalam membuat rangkuman, mengarahkan, dan memberikan penegasan pada materi pembelajaran yang telah dipelajari. f. Guru memberikan tes/kuis kepada setiap siswa secara individual. g. Guru memberi penghargaan pada kelompok berdasarkan perolehan nilai peningkatan hasil belajar
  • 50.
    individual dari skordasar ke skor kuis berikutnya (terkini). 4. Pembelajaran Kooperatif Tipe TAI (Team Assisted Individualization atau Team Accelerated Instruction) Pembelajaran kooperatif tipe TAI ini dikembangkan oleh Slavin. Tipe ini mengkombinasikan keunggulan pembelajaran kooperatif dan pembelajaran idnidvidual. Tipe ini dirancang untuk mengatasi kesulitan belajar siswa secara individual. Oleh karena itu, kegiatan pembelajarannya lebih banyak digunakan untuk pemecahan masalah, ciri khas pada tipe TAI ini adalah setiap siswa secara individual belajar materi pembelajaran yang sudah dipersiapkan oleh guru. Hasil belajar individual dibawa ke kelompok-kelompok untuk didiskusikan dan saling dibahas oleh anggota kelompok, dan semua anggota kelompok bertanggung jawab atas keseluruhan jawaban sebagai tanggung jawab bersama. Langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe TAI adalah sebagai berikut: a. Guru memberikan tugas kepada siswa untuk mempelajari materi pembelajaran secara individual yang sudah dipersiapkan oleh guru. b. Guru memberikan kuis secara individual kepada siswa untuk mendapatkan skor dasar atau skor awal. c. Guru membentuk beberapa kelompok. Setiap kelompok terdiri dari 4-5 siswa dengan tingkat kemampuan yang berbeda-beda (tinggi, sedang, dan rendah). Jika mungkin, anggota kelompok terdiri dari ras, budaya, suku yang berbeda tetapi tetap mengutamakan kesetaraan jender. d. Hasil belajar siswa secara individual didiskusikan dalam kelompok. Dalam diskusi kelompok, setiap anggota kelompok saling memeriksa jawaban teman satu kelompok. e. Guru memfasilitasi siswa dalam membuat rangkuman, mengarahkan, dan memberikan penegasan pada materi pembelajaran yang telah dipelajari. f. Guru memberikan kuis kepada siswa secara individual. g. Guru memberi penghargaan pada kelompok berdasarkan perolehan nilai peningkatan hasil belajar individual dari skor dasar ke skor kuis berikutnya (terkini). Tipe-tipe pembelajaran kooperatif yang telah diuraikan di atas merupakan tipe-tipe yang paling sering digunakan dalam proses pembelajaran di kelas. Terdapat tipe-tipe pembelajaran kooperatif yang lain, yaitu: – Model Pembelajaran Kooperatif: Think-Pair-Share Model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif yang mampu mengubah asumsi bahwa metode resitasi dan diskusi perlu diselenggarakan dalam setting kelompok kelas secara keseluruhan. Think-Pair-Share memiliki prosedur yang ditetapkan secara eksplisit untuk memberi siswa waktu yang lebih banyak untuk berpikir, menjawab, dan saling membantu satu sama lain. Dari cara seperti ini diharapkan siswa mampu bekerja sama, saling membutuhkan, dan saling tergantung pada kelompok-kelompok kecil secara kooperatif. – Model Pembelajaran Kooperatif : Picture and Picture Sesuai dengan namanya, tipe ini menggunakan media gambar dalam proses pembelajaran yaitu dengan cara memasang/mengurutkan gambar-gambar menjadi urutan yang logis. Melalui cara seperti ini diharapkan siswa mampu berpikir dengan logis sehingga pembelajaran menjadi bermakna. – Model Pembelajaran Kooperatif : Problem Posing Tipe pembelajaran kooperatif problem posing merupakan pendekatan pembelajaran yang diadaptasikan dengan kemampuan siswa, dan dalam proses pembelajarannya difokuskan pada membangun struktur kognitif siswa serta dapat memotivasi siswa untuk berpikir kritis dan kreatif. Proses berpikir demikian dilakukan siswa dengan cara mengingatkan skemata yang dimilikinya dengan mempergunakannya dalam merumuskan pertanyaan. Dengan pendekatan problem posing siswa dapat pengalaman langsung dalam membentuk pertanyaan sendiri. – Model Pembelajaran Kooperatif : Problem Solving Problem solving (pembelajaran berbasis masalah) merupakan pendekatan pembelajaran yang menggiring siswa untuk dapat menyelesaikan masalah (problem). Masalah dapat diperoleh dari guru atau dari siswa. Dalam proses pembelajarannya siswa dilatih untuk kritis dan kreatif dalam
  • 51.
    memecahkan masalah sertadifokuskan pada membangun struktur kognitif siswa. – Model Pembelajaran Kooperatif : Team Games Tournament (TGT) Pada pembelajaran kooperatif tipe Team Games Tournament (TGT), peserta didik dikelompokkan dalam kelompok-kelompok kecil beranggotakan empat peserta didik yang masing-masing anggotanya melakukan turnamen pada kelompoknya masing-masing. Pemenang turnamen adalah peserta didik yang paling banyak menjawab soal dengan benar dalam waktu yang paling cepat. – Model Pembelajaran Kooperatif : Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC) Tipe CIRC dalam model pembelajaran kooperatif merupakan tipe pembelajaran yang diadaptasikan dengan kemampuan peserta didik, dan dalam proses pembelajarannya bertujuan membangun kemampuan peserta didik untuk membaca dan menyusun rangkuman berdasarkan materi yang dibacanya. – Model Pembelajaran Kooperatif : Learning Cycle (Daur Belajar) Learning Cycle merupakan tipe pembelajaran yang memiliki lima tahap pembelajaran, yaitu (1) tahap pendahuluan (engage), (2) tahap eksplorasi (exploration), (3) tahap penjelasan (explanation), (4) tahap penerapan konsep (elaboration), dan (5) tahap evaluasi (evaluation). – Model Pembelajaran Kooperatif : Cooperative Script (CS) Dalam tipe pembelajaran Cooperative Script siswa berpasangan dan bergantian secara lisan mengikhtisarkan bagian-bagian dari materi yang dipelajari. http://yusti-arini.blogspot.com/2009/08/model-pembelajaran-kooperatif.html PBL ( Problem Based Learning ) PBL Ada beberapa definisi dan intepretasi terhadap Problem Based Learning (PBL). Salah satunya menurut Duch (1995): Problem Based Learning (PBL) adalah metode pendidikan yang medorong siswa untuk mengenal cara belajar dan bekerjasama dalam kelompok untuk mencari penyelesaian masalah-masalah di dunia nyata. Simulasi masalah digunakan untuk mengaktifkan keingintahuan siswa sebelum mulai mempelajari suatu subyek. PBL menyiapkan siswa untuk berpikir secara kritis dan analitis, serta mampu untuk mendapatkan dan menggunakan secara tepat sumber-sumber pembelajaran. Sejarah PBL Sejarah PBL sebenarnya telah dimulai pada tahun 1920 ketika itu Celestine Freinet, seorang guru SD yang baru kembali dari Perang Dunia I kembali kekampung halamannya di sebuah pedesaan di Barsur-loup di bagian tenggara Perancis. Ia menderita cedera yang serius dan menyebabkannya tak bisa bernafas panjang. Ia sangat ingin mengajar kembali di SD tetapi ia tida sanggup untuk bersuara keras dan lama. Sebagai gantinya ia menggunakan metoda lain menggantikan metoda tradisional yang biasanya dianut ketika itu. Ia meminta murid-muridnya untuk belajar mandiri dan ia hanya memfasilitasi saja. Inilah awal pertama cikal bakal PBL diperkenalkan. Sejarah PBL modern dimuali pada awal tahun 1970 di Mc Master University Faculty of Health Science di Kanada. Sejak itu PBL dipakai secara luas di banyak negara. Program inovatif PBL pertama kali diperkenalkan oleh Faculty of Health Sciences of McMaster University di Kanada pada tahun 1966. Yang menjadi ciri khas dari pelaksanaan
  • 52.
    PBL di Mcmasteradalah filosofi pendidikan yang berorientasi pada masyarakat, terfokus pada manusia, melalui pendekatan antar cabang ilmu pengetahuan dan belajar berdasar masalah. Kemudian pada tahun 1976, Maastricht Faculty of Medicine di Belanda menyusul sebagai institusi pendidikan kedokteran kedua yang mengadopsi PBL. Kekhasan pelaksanaan PBL di Maastrich terletak pada konsep tes kemajuan (progress test) dan pengenalan keterampilan medik sejak awal dimulainya program pendidikan. Dalam perkembangannya, PBL telah diadopsi baik secara keseluruhan atau sebagian oleh banyak fakultas kedokteran di dunia. Motivasi menggunakan PBL Dalam pendidikan kedokteran konvensional, mahasiswa lebih banyak menerima pengetahuan dari perkuliahan dan literatur yang diberikan oleh dosen. Mereka diharuskan mempelajari beragam cabang ilmu kedokteran dan menghapal begitu banyak informasi. Setelah lulus dan menjadi dokter, mereka dihadapkan pada banyak masalah yang tidak dapat diselesaikan hanya dari pengetahuan yang mereka dapat selama kuliah. Sistem pendidikan kedokteran konvensional cenderung membentuk mahasiswa sebagai pembelajar pasif. Mahasiswa tidak dibiasakan berpikir kritis dalam mengidentifikasi masalah, serta aktif dalam mencari cara penyelesainnya. Prinsip-prinsip PBL Dalam PBL, siswa dituntut bertanggungjawab atas pendidikan yang mereka jalani, serta diarahkan untuk tidak terlalu tergantung pada guru. PBL membentuk siswa mandiri yang dapat melanjutkan proses belajar pada kehidupan dan karir yang akan mereka jalani. Seorang guru lebih berperan sebagai fasilitator atau tutor yang memandu siswa menjalani proses pendidikan. Ketika siswa menjadi lebih cakap dalam menjalani proses belajar PBL, tutor akan berkurang keaktifannya. Proses belajar PBL dibentuk dari ketidakteraturan dan kompleksnya masalah yang ada di dunia nyata. Hal tersebut digunakan sebagai pendorong bagi siswa untuk belajar mengintegrasikan dan mengorganisasi informasi yang didapat, sehingga nantinya dapat selalu diingat dan diaplikasikan untuk menyelesaikan masalah-masalah yang akan dihadapi. Masalah-masalah yang didesain dalam PBL memberi tantangan pada siswa untuk lebih mengembangkan keterampilan berpikir kritis dan mampu menyelesaikan masalah secara efektif. Proses dalam PBL Siswa dihadapkan pada masalah dan mencoba untuk menyelesaikan dengan bekal pengetahuan yang mereka miliki. Pertama-tama mereka mengidentifikasi apa yang harus dipelajari untuk memahami lebih baik permasalahan dan bagaimana cara memecahkannya. Langkah selanjutnya, siswa mulai mencari informasi dari berbagai sumber seperti buku, jurnal, laporan, informasi online atau bertanya pada pakar yang sesuai dengan bidangnya. Melalui cara ini, belajar dipersonalisasi sesuai dengan kebutuhan dan gaya tiap individu.
  • 53.
    Setelah mendapatkan informasi,mereka kembali pada masalah dan mengaplikasikan apa yang telah mereka pelajari untuk lebih memahami dan menyelesaikannya. Di akhir proses, siswa melakukan penilaian terhadap dirinya dan memberi kritik mambangun bagi kolega. Ada beberapa alasan mengapa PBL digunakan dalam proses pembelajaran di perguruan tinggi yaitu 1. Seorang lulusan tidak dapat menaggulangi masalah yang dihadapinya hanya dengan menggunakan satu disiplin ilmu. Ia harus mampu menggunakan dan memadukan ilmu-ilmu pengetahuan yang telah dipunyai atau mencari ilmu pengetahuan yang dibutuhkannya dalam rangka menanggulangi masalahnya. Melalui PBL yang diawali dengan pemberian masalah pemicu kepada mahasiswadapat menerapkan suatu model pembelajaran secara spiral (spiral learning model) dengan memilih konsep dan prinsip yang terdapat dalam sejumlah cabang ilmu, sesuai kebutuhan masalah. Dengan diberi sejumlah masalah pemicu, diharapkan sebagian besar/seluruh materi cabang ilmu dicakup. 2. Integrasi antara berbagai konsep/prinsip/informasi cabang ilmu dapat terjadi 3. Kemampuan mahasiswa untuk secara terus menerus melakukan “up-dating” / pengembangan pengetahuannya tercapai 4. Perilaku sebagai seorang “ life long learner” dapat tercapai 5. Langkah-langkah PBL yang dilaksanakan melalui diskusi kelompok dapat menghasilkan sejumlah ketrampilan sebagai berikut a. ketrampilan penelusuran kepustakaan b. ketrampilan membaca c. ketrampilan/kebiasaan membuat catatan d. kemampuan kerjasama dalam kelompok e. ketrampilan berkomunikasi f. keterbukaan g. berpikir analitik h. kemandirian dan keaktifan belajar i. wawasan dan keterpaduan ilmu pengetahuan 6. Dapat mengimbangi kecepatan informasi atau ilmu pengetahuan yang sangat cepat. LANGKAH-LANGKAH PBL
  • 54.
    Setelah mahasiswa menerimaskenario/masalah pemicu, masing-masing mahasiswa perlu membaca dengan cermat seluruh masalah pemicu. Setelah selesai, selanjutnya dalam kelompok (yang sudah disusun oleh pengelola) melakukan langkah implementasi PBL yang terdiri atas 12 langkah (Brenda). 1. Clarification and definition of the problem 2. Analysis of the problem 3. Development of Hypothesis (ses) / plausible explanations 4. Identification and characterization of the knowledge needed 5. Identification of what is already known 6. Identification of appropriate learning resources 7. Collection of new information/knowledge 8. Synthesis of old and new information, and understanding of it by application to the problem 9. Repetition of all or some of the previous steps as necessary 10. Identification of what was not learned 11. Summary of what was learned and if possibe Tujuan a. Membantu guru memberikan informasi sebanyak-banyaknya kepada siswa b. Membantu siswa mengembangkan kemampuan berfikir, pemecahan masalah dan ketrampilan intelektual, belajar tentang berbagai peran orang dewasa melalui perlibatan mereka dalam pengalaman nyata atau simulasi, dan menjadi pembelajar yang otonom dan mandiri. Ciri-ciri PBL a) Belajar dimulai dengan suatu masalah b) Memastikan bahwa masalah yang diberikan berhubungan dengan dunia nyata c) Mengorganisasikan pelajaran di seputar masalah d) Memberikan tanggung jawab yang besar kepada pembelajar e) Menggunakan kelompok kecil f) Menuntut siswa untuk mendemontrasikan apa yang telah mereka pelajari dalam bentuk suatu produk atau kinerja Menurut Wina Sanjaya dalam bukunya Strategi Pembelajaran Berorientasi standar proses pendidikan, menyebutkan bahwa dalam PBL/ pembelajaran berbasis masalah ini mempunyai 3 ciri utama, yaitu 1. PBL merupakan rangkaian aktivitas pembelajaran, artinya dalam implementasi ada sejumlah kegiatan yang harus dilakukan siswa. PBL tidak mengharapkan siswa yang hanya sekedar mendengarkan, mencatat, kemudian menghafasl metri pelajaran, akan
  • 55.
    tetapi melalui PBLsiswa aktif berfikir, berkomunikasi, mencari dan mengolah data, dan akhirnya menyimpulkan. 2. Aktivitas pembelajaran diarahkan untuk menyelesaikan masalah. PBL Menempatkan masalah sebagai kata kunci dari proses pembelajaran, Artinya tanpa masalah maka tidak mungkin ada proses pembelajaran. 3. Pemecahan masalah dilakukan dengan menggunakan pendekatan berpikir secara ilmiah. Berpikir dengan menggunakan metode ilmiah adalah proses berfikir deduktif dan induktif. Strategi Strategi pembelajaran dengan pemecahan masalah dapat diterapkan : a. Manakala guru menginginkan agar siswa tidak hanya sekedar dapat mengingat materi pelajaran, akan tetapi menguasai dan memahaminya secara penuh b. Apabila guru bermaksud untuk mengembangkan keterampilan berpikir rasional siswa, yaitu kemampuan menganalisis situasi, menerapkan pengetahuan yang mereka miliki dalam situasi baru, mengenal adanya perbedaan antara fakta dan pendapat, serta mengembangkan kemmapuan dalam membuat judgment secara objektif c. Manakala guru menginginkan kemampuan siswa untuk memecahkan masalah serta membuat tantangan intelektual siswa d. Jika guru ingin mendorong siswa untuk lebih bertanggung jawab dalam belajarnya e. Jika guru ingin agar siswa memahami hubungan antara apa yang dipelajari dengan kenyataan dalam kehidupannya (hubungan antara teori dengan kenyataan) Hakikat Masalah dalam PBL PBL dan strategi pembelajaran inkuiri (SPI) memiliki perbedaan, perbedaan tersebut terletak pada jenis masalah serta tujuan yang ingin dicapai. Masalah dalam SPI adalah masalah yang bersifat tertutup, artinya jawaban dari masalah itu sudah pasti, oleh sebab itu jawaban dari masalah yang dikaji itu sebenarnya guru sudah mengetahui dan memahaminya, namun guru tidak secara langsung menyampaikannya kepada siswa. Dalam SPI tugas guru pada dasarnya menggiring siswa melalui proses Tanya jawab pada jawaban
  • 56.
    yang sebenarnya sudahpasti. Tujuan yang ingin dicapai oleh SPI adalah menumbuhkan keyakinan dalam diri siswa tentang jawaban dari suatu masalah. Berbeda dengan SPI, masalah dalam PBL adalah masalah yang bersifat terbuka. Artinya jawaban dari masalah tersebut belum pasti. Setiap siswa, bahkan guru dapat mengembangkan kemungkinan jawaban. Dengan demikian, PBL memberikan kesempatan pada siswa untuk bereksplorasi mengumpulkan dan menganalisis data secara lengkap untuk memecahkan masalah yang dihadapi. Yujuan yang ingin dcapai adalah kemampuan siswa untuk berpikir kritis, analitis, sistematis dan logis untuk menemukan alternative pemecahan masalah melalui eksplorasi data secara empiris dalam rangka menumbuhkan sikap ilmiah. Kriteria pemilihan bahan pelajaran dalam PBL : a. Bahan pelajaran harus mengundang isu-isu yang mengandung konflik yang bisa bersumber dari berita, rekaman video dan yang lainnya b. Bahan yang dipilih adalah bahan yang bersifat familier dengan siswa, sehingga setiap siswa dapat mengikutinya dengan baik c. Bahan yang dipilih merupakan bahan yang berhubungan dengan kepentingan orang banyak (universal), sehingga terasa manfaatnya d. Bahan yang dipilih merupakan bahan yang mendukung tujuan atau kompetensi yang harus dimiliki oleh siswa sesuai dengan kurikulum yang berlaku e. Bahan yang dipilih sesuai dengan minat siswa sehingga setiap siswa merasa perlu untuk mempelajarinya. Tahapan PBL Menurut Jarot Subandono, inti dari kegiatan metode belajar Problem Based Learning ini ada pada diskusi tutorial. Terdapat tujuh langkah yang harus dilakukan dalam diskusi tutorial, yang disebut dengan Seven Jumps. Deskripsi dari ketujus langkah tersebut adalah sebagai berikut : Langkah 1. Menjelaskan istilah yang belum diketahui
  • 57.
    Proses : Mahasiswamenentukan beberapa kata yang artinya kurang/belum jelas, anggota kelompok yang lain mungkin dapat memberikan definisinya/penjelasannya. Mahasiswa sebaiknya dikondisikan agar merasa “aman/safe” dalam berpendapat sehingga memungkinkan mereka “jujur” tentang segala hal yang belum dipahaminya. Alasan : Istilah yang belum diketahui berlaku sebagai suatu “penghambat” untuk dipahami. Penjelasan yang hanya sebagian saja dipahami/tidak menyeluruh sekalipun, dapat untuk memulai proses pembelajaran. Hasil Tertulis :Kata-kata/istilah yang artinya belum dapat disetujui oleh kelompok, harus didaftar sebagai tujuan pembelajaran. Perhatian : Mahasiswa kadang-kadang terjebak terlalu lama diskusi pada langkah 1 ini sehingga waktunya hampir habis dan mengalami fenomena mengibarkan bendera, maka sebaiknya istilah asing dijelaskan secukupnya saja. Langkah 2 Menetapkan permasalahan Proses : Tahap ini merupakan suatu pembahasan terbuka dimana mahasiswa didorong agar menyumbangkan pendapatnya tentang permasalahan yang ada dalam bentuk diskusi. Tutor harus mendorong/memotivasi mereka semua untuk menyumbangkan analisis secara cepat dan luas. Alasan : Dimungkinkan bagi setiap anggota kelompok tutorial untuk mempunyai pandangan yang berbeda terhadap suatu masalah. Membandingkan dan mengumpulkan pendapat yang luas akan memperkaya khasanah intelektual dari permasalahan yang dibahas tersebut. Hasil Tertulis : Daftar pokok-pokok persoalan untuk dijelaskan. Langkah 3 Curah pendapat/brainstorming tentang hipotesis atau penjelasan yang ada. Proses : Merupakan kelanjutan dari pembahasan secara terbuka, namun sekarang mahasiswa mencoba untuk merumuskan, menguji dan membandingkan keunggulan secara relatif dari hipotesis yang ada sebagai penjelasan permasalahan atau kasus. Tutor perlu
  • 58.
    untuk mempertahankan diskusipada taraf hipotesis dan tidak dianjurkan menuju pada hal-hal yang terlalu detil/terperinci secara cepat. Dalam hal ini: a. Hipotesis berarti suatu pengandaian yang dibuat sebagai dasar untuk membuat alasan tentang kebenaran ilmiah atau sebagai titik awal bagi penyelidikan lebih lanjut. b. Penjelasan artinya, menjadikan tahu secara terperinci dan membuatnya dapat dimengerti, dengan suatu maksud untuk menimbulkan saling pengertian. Alasan : Tahap ini merupakan langkah yang penting, yang mendorong digunakannya pembelajaran dari tahap sebelumnya berdasarkan pengetahuan atau ingatan/memori sebelumnya (prior knowledge) dan membiarkan mahasiswa untuk menguji pemahaman yang telah dimilikinya satu sama lain. Hubungan/ mata rantai dapat terbentuk antara pokok-pokok persoalan dari pengetahuan yang belum lengkap yang ada dalam kelompok tersebut. Jika dapat ditangani dengan baik oleh tutor dan grupnya, tahap ini dapat menempatkan pembelajaran pada tingkat pemahaman yang lebih baik. Hasil Tertulis : Daftar hipotesis atau penjelasan. Masalah: prior knowledge mahasiswa sering diragukan tutor. Langkah 4 Menyusun penjelasan dalam suatu pemecahan masalah/ solusi sementara. Proses : Mahasiswa akan memikirkan sebanyak mungkin penjelasan yang berbeda dari apa yang sedang terjadi. Permasalahan diperiksa dengan teliti secara terperinci dan dibandingkan dengan usulan hipotesis atau penjelasan, untuk melihat bagaimana mereka akan mencocokkan dan jika diperlukan eksplorasi lebih lanjut. Tahap ini merupakan permulaan proses dari penjelasan tujuan pembelajaran/Learning Objective (LO), walaupun tidak dianjurkan bagi mahasiswa untuk merekam dengan segera dalam bentuk tulisan. Alasan : Tahap ini memproses secara aktif dan menstruktur kembali pengetahuan yang ada dan mengenali kesenjangan pemahaman. Mencatat tujuan pembelajaran (LO) secara cepat akan menghalangi/menghambat pemikiran dan memperpendek proses berpikir intelektual dan menghasilkan tujuan yang terlalu luas dan superfisial. Hasil Tertulis : tahap ini meliputi pengorganisasian penjelasan tentang permasalahan, menunjukkannya secara skematis, mencoba untuk menghubungkan ide-ide baru diantara sesama teman, dengan pengetahuan yang dimiliki dan dengan susunan kata-kata/konteks
  • 59.
    yang berbeda. Prosesini menyediakan suatu hasil visual tentang hubungan antara bagian-bagian informasi yang berbeda dan memfasilitasi ”penyimpanan ” informasi dalam ingatan jangka panjang. Langkah 5 Menjelaskan Tujuan Pembelajaran (LO) Proses : Kelompok menyetujui tujuan pembelajaran yang akan dipelajari oleh semua mahasiswa. Tutor mendorong mereka agar dapat fokus, untuk tidak terlalu luas atau superfisial dan dapat tercapai dalam waktu yang tersedia. Beberapa mahasiswa mungkin mempunyai tujuan pembelajaran (LO) yang tidak dibagikan kepada seluruh anggota kelompok oleh karena kebutuhan dan ketertarikan secara individual/pribadi. Alasan : Proses membentuk kesepakatan menggunakan kemampuan segenap kelompok tutorial (termasuk tutor) untuk menyusun diskusi selanjutnya dalam tujuan pembelajaran yang tepat/cocok dan dapat dicapai. Dalam hal ini tidak hanya menjelaskan tujuan pembelajaran namun juga membawa kelompok secara bersama-sama dan menyimpulkan diskusi. Hasil Tertulis : Tujuan Pembelajaran, hal ini merupakan hasil utama dari pekerjaan awal kelompok dalam PBL. Tujuan Pembelajaran seharusnya/ disarankan dalam bentuk persoalan pokok/isu yang ditujukan terhadap pertanyaan atau hipotesis yang spesifik. Langkah 6 Pengumpulan Informasi dan belajar mandiri Proses : Tahap ini meliputi pencarian bahan dalam buku teks, mengumpulkan hasil pencarian literatur elektronik dari Internet, konsultasi pakar atau hal-hal lainnya yang dapat membantu menyediakan informasi yang sedang dicari oleh mahasiswa. Suatu proses PBL yang diorganisasikan dengan baik akan mencakup penyelenggaraan kursus atau adanya buku panduan blok yang menyediakan saran-saran dalam bagaimana caranya memperoleh sumber-sumber pembelajaran spesifik yang mungkin sukar untuk didapatkan/diakses, supaya jangan terjadi fenomena CBSA seperti di tingkat SMU..
  • 60.
    Alasan : Secarajelas, suatu bagian penting dari proses pembelajaran dalam pengumpulan dan perolehan informasi baru, dimana mahasiswa mengerjakannya secara individual maupun bersama-sama. Hasil Tertulis : Catatan individual dan kelompok mahasiswa Langkah 7 Membagi/ Berbagi hasil pengumpulan informasi dan belajar mandiri Proses : Hal ini membutuhkan waktu beberapa hari (sekitar 3 hari) setelah pertemuan tahap I (langkah 1-5). Mahasiswa mulai kembali pada daftar tujuan pembelajaran. Pertama-tama mereka mengidentifikasi/mengenali sumber belajar yang didapatnya sendiri, mengumpulkan informasi yang mereka dapat dari belajar mandiri dan membantu teman-teman lainnya memahami dan mengenali hal-hal yang susah selanjutnya/kemudian, untuk dipelajari lebih lanjut atau dengan bantuan pakar. Mahasiswa mencoba untuk melakukan dan menghasilkan analisis yang menyeluruh dari permasalahan yang ada. Alasan : Pada tahap ini menyusun apa yang telah dikerjakan kelompok, menggabungkan pembelajaran dan mengenali daerah/area yang belum pasti, yang memungkinkan untuk pembelajaran lebih lanjut. Pembelajaran mungkin tidak berakhir secara menyeluruh dan berakhir secara terbuka, Namur hal ini sungguh/ memang diperlukan kehati-hatian/ tidak terburu-buru karena mahasiswa seharusnya kembali ke topik-topik pembicaraan tersebut ketika pencetus/trigger yang cocok muncul kembali di kemudian hari. Hasil Tertulis : Catatan individual mahasiswa / laporan Keunggulan dan Kelemahan PBL a. Keunggulan 1) Pemecahan masalah merupakan teknik yang cukup bagus untuk lebih memahami isi pelajaran 2) Pemecahan masalah dapat menantang kemampuan siswa serta memberikan kepuasan untuk menemukan pengetahuan baru bagi siswa 3) Pemecahan masalah dapat meningkatkan aktivitas pembelajaran siswa 4) Pemecahan masalah dapat membantu siswa untuk mengembanhkan pengetahuan barunya dan bertanggungjawab dalam pembelajaran yang mereka lakukan. Di samping
  • 61.
    itu, pemecahan masalahitu juga dapat mendorong untuk melakukan evaluasi sendiri baik terhadap hasil maupun proses 5) Melalui pemecahan masalah bisa memperlihatkan kepada siswa bahwa setiap mata pelajaran merupakan cara berpikir dan sesuatu yang harus dimengerti oleh siswa, bukan hanya sekedar belajar dari guru atau dari buku-buku saja. 6) Pemecahan masalah dianggap lebih menyenangkan dan disukai siswa 7) Pemecahan masalah dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk berpikir kritis dan mengembangkan kemampuan mereka untuk menyesuaikan dengan pengetahuan baru 8) Pemecahan masalah dapat memberikan kesempatan pada siswa untuk mengaplikasikan pengetahuan yang mereka miliki dalam dunia nyata 9) Pemecahan masalah dapat mengembangkan minat siswa untuk secara terus-menerus belajar sekalipun belajar pada pendidikan formal telah berakhir b. kelemahan 1) Jika siswa tidak memiliki minat atau tidak mempunyai kepercayaan bahwa masalah yang dipelajari sulit untuk dipecahkan, maka mereka akan merasa enggan untuk mencoba 2) Keberhasilan strategi pembelajarn melalui problem based learning membutuhkan cukup waktu untuk persiapan 3) Tanpa pemahaman mengapa mereka berusaha untuk memecahkan masalah yang sedang dipelajari, maka mereka tidak akan belajar apa yang mereka ingin pelajari Sejarah Perkembangan Pembelajaran Berbasis Proyek (Project Based Learning) Munculnya gagasan tentang metode pembelajaran berbasis proyek diawali dengan adanya metode problem-based learning. Problem-based learning sendiri berawal dari fenomena di lapangan yaitu banyak dari lulusan pendidikan medis (kedokteran) yang memiliki pengetahuan faktual dan akademik tinggi namun tidak mampu menerapkan pengetahuannya dalam penanganan pasien sungguhan. problem-based learning dikembangkan pada akhir 1960-an untuk tujuan utama yakni digunakan untuk pelatihan dokter di Universitas McMaster di Ontario, Kanada (Florin, 2010). Setelah mengkaji tentang pendidikan yang dilakukan terhadap calon tenaga medis maka dikembangkan suatu program pembelajaran yang menempatkan calon tenaga medis ke dalam situasi simulatif yang dikenal dengan problem-based learning. Berdasar dari fenomena dalam dunia medis tersebut kemudian penggunaan pendekatan problem-based learning mulai diadaptasi menjadi model project-based learning
  • 62.
    dalam pendidikan yangmencetak tenaga-tenaga praktisi. Perbedaannya terletak pada objeknya, kalau dalam problem-based learning pembelajaran lebih didorong dalam kegiatan yang memerlukan perumusan masalah, pengumpulan data, dan analisis data (berhubungan dengan proses diagnosis pasien), sedangakan dalam project-based learning pembelajaran lebih didorong dalam kegiatan desain; merumuskan tindakan, merancang tindakan, mengkalkulasi kemungkinan tiap tindakan, melaksanakan pekerjaan/ tindakan, dan mengevaluasi hasil. Selain fenomena di atas, faktor munculnya project-based learning adalah karena perubahan zaman. Hampir semua guru memahami bagaimana budaya industri/ industrialisasi telah mengubah tatanan masyarakat dan mereka mengakui bahwa sekolah-sekolah sekarang harus beradaptasi dengan era baru. Sudah jelas bahwa siswa membutuhkan keduanya, pengetahuan dan keterampilan, untuk bersaing di era baru ini. Kebutuhan ini tidak hanya didorong oleh permintaan tenaga kerja dengan kinerja tinggi yang dapat merencanakan, berkolaborasi, dan berkomunikasi dengan baik, tetapi juga harus memiliki tanggung jawab. Ketika digunakan pada abad ke-21 alat / keterampilan , Pembelajaran Berbasis Proyek (PBL) adalah lebih dari sekedar pencarian web-atau tugas internet penelitian. Dalam hal ini jenis proyek, siswa diharapkan untuk menggunakan teknologi dengan cara yang bermakna untuk membantu mereka menyelidiki, berkolaborasi, menganalisis, mensintesis dan menyajikan pembelajaran mereka. Dimana teknologi diresapi seluruh proyek, istilah yang lebih tepat untuk pedagogi dapat disebut sebagai iPBL (copyright 2006, ITJAB ), untuk mencerminkan penekanan alat teknologi / keterampilan DAN konten akademis. Contoh lain dari sebuah sekolah interdisipliner sukses PBL terletak di Pomona, California. Sekolah Internasional Politeknik Tinggi, biasa disingkat I-Poly Sekolah Tinggi, berasal pada tahun 1993, adalah sekolah publik yang tinggi perguruan persiapan (9-12) terletak di California State Polytechnic University, Pomona (Cal Poly Pomona) kampus dan dioperasikan oleh Los Angeles County Dinas Pendidikan dalam hubungannya dengan College of Pendidikan dan Studi Integratif di universitas. I-Poly juga merupakan pelatihan guru situs bekerja sama dengan Cal Poly Pomona Pada abad XXI yang ditandai oleh peningkatan kompleksitas peralatan teknologi, dan munculnya gerakan restrukturisasi korporatif yang menekankan kombinasi kualitas teknologi dan manusia, menyebabkan dunia kerja akan memerlukan orang yang dapat mengambil inisiatif, berpikir kritis, kreatif, dan cakap memecahkan masalah. Hubungan “manusia-mesin” bukan lagi merupakan hubungan mekanistik akan tetapi merupakan interaksi komunikatif yang menuntut kecakapan berpikir tingkat tinggi.
  • 63.
    Kecenderungan-kecenderungan tersebut mulaidirespon oleh dunia pendidikan di Indonesia, yang semenjak tahun 2000 menerapkan empat pendekatan pendidikan, yakni : 1. Pendidikan berorientasi kecakapan hidup (life skills) 2. Kurikulum dan pembelajaran berbasis kompetensi 3. Pembelajaran berbasis produksi 4. Pendidikan berbasis luas (broad-based education) Orientasi baru pendidikan itu berkehendak menjadikan lembaga pendidikan sebagai lembaga pendidikan kecakapan hidup, dengan pendidikan yang bertujuan mencapai kompetensi (selanjutnya disebut pembelajaran berbasis kompetensi), dengan proses pembelajaran yang otentik dan kontekstual yang dapat menghasilkan produk bernilai dan bermakna bagi mahasiswa, dan pemberian layanan pendidikan berbasis luas melalui berbagai jalur dan jenjang pendidikan yang fleksibel multi-entry-multi-exit (Depdiknas, 2002, 2003). Oleh sebab itu secara tidak langsung terbentuk open-ended contextual activity-based learning, sebagai bagian dari proses pembelajaran yang memberikan penekanan kuat pada pemecahan masalah yang dihasilkan dari suatu usaha kolaboratif (Richmond & Striley, 1996), yang dilakukan dalam proses pembelajaran dalam periode tertentu (Hung & Wong, 2000). Hal ini didefinisikan Blumenfeld et.al. (1991) sebagai model belajar berbasis proyek (project -based learning) yaitu proses pembelajaran yang berpusat pada proses relatif berjangka waktu, berfokus pada masalah, unit pembelajaran bermakna dengan mengitegrasikan konsep-konsep dari sejumlah komponen pengetahuan, atau disiplin, atau lapangan studi . Pengertian Pembelajaran Berbasis Proyek Tidak ada suatu definisi/ pengertian yang resmi untuk menjelaskan tentang project-based learning, namun beberapa pihak memberikan definisi mereka masing-masing (Purnawan, 2007), antara lain: 1. Buck Institute for Education Project-based learning adalah suatu metode pembelajaran sistematis yang melibatkan siswa dalam belajar ilmu pengetahuan dan keterampilan melalui proses penyelidikan terhadap masalah-masalah nyata dan pembuatan berbagai karya atau tugas yang dirancang secara hati-hati. 2. Moursund, J. W. Thomas, et al. Project-based learning adalah model pengajaran dan pembelajaran yang menekankan pembelajaran yang berpusat pada siswa dalam suatu proyek. Hal ini memungkinkan siswa untuk bekerja secara mandiri untuk membangun pembelajarannya sendiri dan kemudian akan
  • 64.
    mencapai puncaknya dalamsuatu hasil yang realistis seperti karya yang dihasilkan siswa sendiri. Project-based learning dapat didefinisikansebagai berikut: (a) Fokus pada konsep-konsep utama dari suatu materi; (b) Melibatkan pengalaman belajar yang melibatkan siswa dalam persoalan kompleks namun realistik yang membuat mereka mengembangkan dan menerapkan keterampilan dan pengetahuan yang mereka miliki; (c) Pembelajaran yang menuntut siswa untuk mencari berbagai sumber informasi dalam rangka pemecahan masalah; (d) Pengalaman siswa belajar untuk mengelola dan mengalokasikan sumber daya seperti waktu dan bahan 3. John Thomas Project-based learning adalah pembelajaran yang memerlukan tugas-tugas kompleks, didasarkan pada pertanyaan/ masalah menantang, yang melibatkan siswa dalam mendesain, memecahkan masalah, membuat keputusan, atau kegiatan investigasi, memberikan siswa kesempatan untuk bekerja secara mandiri selama periode lama, dan berujung pada realistis produk atau presentasi. 4. B Baron (1998) Project-based learning adalah pendekatan cara pembelajaran secara konstruktif untuk pendalaman pembelajaran dengan pendekatan berbasis riset terhadap permasalahan dan pertanyaan yang berbobot, nyata dan relevan bagi kehidupannya. 5. Blumenfeld, et al. (1991) Project-based learning adalah pendekatan komprehensif untuk pengajaran dan pembelajaran yang dirancang agar siswa melakukan riset terhadap permasalah nyata. Berdasarkan pengertian PBL di atas, untuk kepentingan penelitian ini yang dimaksud dengan pembelajaran berbasis proyek adalah suatu metode pembelajaran yang menggunakan masalah sebagai langkah awal dalam mengumpulkan dan mengintegrasikan pengetahuan baru berdasarkan pengalamannya melalui riset yang dilakukan dalam beraktifitas secara nyata. Komponen Pembelajaran Berbasis Proyek Langkah-langkah pengembangan pembelajaran berbasis proyek terdiri dari enam komponen utama, yaitu : 1) Keautentikan (authenticity) Proyek yang akan dikerjakan siswa berhubungan dengan masalah dunia nyata. Ciri-ciri proyek yang menampilkan keauntentikan, yaitu: (a) Mengatasi masalah atau pertanyaan yang memiliki arti bagi siswa; (b) Melibatkan masalah atau pertanyaan yang benar-benar dialami di dunia nyata; (c) Meminta siswa untuk menghasilkan sesuatu yang memiliki nilai pribadi dan atau sosial di luar kelas. Dalam merancang proyek yang autentik, diperlukan penggunaan masalah yang benar-benar ada dalam dunia nyata, misalnya berkaitan dengan isu-isu yang sedang terjadi yang relevan dengan keadaan sekarang sehingga pembelajaran yang terjadi dapat bermakna, kontekstual dan mengesankan.
  • 65.
    2) Ketaatan terhadapnilai akademik (academic rigor) Dalam mengerjakan sebuah proyek, siswa ditantang untuk menggunakan metode penyelidikan untuk satu disiplin ilmu atau lebih (seperti : seorang sejarawan, ilmuwan, investor, dan lain-lain). 3) Hubungan dengan pakar (expert relationship) Kekuatan pembelajran berbasis proyek terletak pada keterlibatan pakar (orang ahli) yang ada di luar kelas. Siswa dapat berelasi dengan pakar yang berkaitan dengan proyek yang akan diselesaikan. 4) Aktif meneliti (active exploration) Guru sebaiknya memberikan waktu yang cukup kepada siswa untuk mengerjakan suatu proyek. Siswa dapat menggunakan berbagai metode, media, dan sumber-sumber dalam melakukan penyelidikan. Pada akhirnya siswa dapat mengkomunikasikan apa yang mereka pelajari misalkan melalui kegiatan pameran formal. Proyek yang bagus dapat mendorong siswa untuk aktif dalam penelitian, mengeksplorasi, menganalisis serta menyajikan hasil proyek. 5) Belajar pada dunia nyata (applied learning) Siswa dilatih untuk menyelesaikan masalah-masalah dunia nyata dengan pendekatan terstruktur dan terencana. Siswa dilatih untuk mengembangkan kemampuan yang dibutuhkan dalam lapangan pekerjaan. 6) Penilaian (assessment) Siswa diberi kesempatan untuk menerima feedback (umpan balik) yang berkualitas selama dan setelah mengerjakan proyek. Umpan balik formatif dapat diberikan oleh teman sebaya ataupun dari garu. Pada akhir proyek, evaluasi sumatif dari produk dan penampilan siswa diberikan oleh guru dan pakar yang menilai pekerjaan siswa dalam kaitannya dengan indikator kualitas yang telah ditentukan. Implementasi Pembelajaran Berbasis Proyek Implementasi pembelajaran berbasis proyek mengikuti lima langkah utama, antaralain: 1. Menetapkan tema proyek Tema proyek hendaknya memenuhi criteria-criteria berikut: (a) memuat gagasan umum dan orisinil, (b) penting dan menarik, (c) mendeskrpsikan masalah kompleks, (d) mencerminkan hubungan berbagai gagasan, (e) mengutamakan pemecahan masalah. 2. Menetapkan konteks belajar Konteks belajar hendaknya memenuhi criteria-kriteria berikut: (a) pertanyaan-pertanyaan proyek mempersoalkan masalah dunia nyata, (b) mengutamakan otonomi siswa, (c) melakukan inquiry dalam konteks masyarakat, (d) siswa mampu mengelola waktu secara
  • 66.
    efektif dan efisien,(e) siswa belajar penuh dengan control diri, (f) mensimulasikan kerja secara professional. 3. Merencanakan aktivitas-aktivitas Pengalaman belajar terkait dengan merencanakan proyek antaralain: (a) membaca, (b) meneliti, (c) observasi, (d) interviu, (e) merekam, (f) mengunjungi objek yang terkait dengan proyek, (g) akses internet. 4. Memproses aktivitas-aktivitas Indikator-indikator memproses aktivitas antaralain: (a) membuat sketsa, (b) melukiskan analisa, (c) menghitung, (d) mengeneralisasi, (e) mengembangkan prototipe. 5. Penerapan aktivitas-aktivitas Langkah-langkah yang dilakukan antaralain: (a) mencoba mengerjakan proyek berdasarkan sketsa, (b) menguji langkah-langkah yang telah dikerjakan dan hasil yang diperoleh, (c) mengevaluasi hasil yang telah diperoleh, (d) merevisi hasil yang telah diperoleh, (e) melakukan daur ulang proyek yang lain, (f) mengklasifikasi hasil terbaik. Kelebihan dan Kekurangan PBL Adapun yang menjadi kelebihan dari metode pembelajaran berbasis proyek anatara lain: a. Meningkatkan motivasi belajar peserta didik untuk belajar, mendorong kemampuan mereka untuk melakukan pekerjaan penting, dan mereka perlu dihargai; b. Meningkatkan kemampuan pemecahan masalah. Siswa menjadi lebih aktif dan tertantang untuk menyelesaikan/ memecahkan masalah yang lebih komplek lagi; c. Meningkatkan kolaborasi. Pentingnya kerja kelompok dalam proyek adalah mendorong siswa untuk mengembangkan dan mempraktekan keterampilan komunikasi. Kelompok kerja kooperatif evaluasi siswa, pertukaran informasi online adalah aspek-aspek kolaboratif dari sebuah proyek; d. Meningkatkan keterampilan mengelola sumber. Pembelajaran berbasis proyek yang diimplementasikan dengan baik memberikan kepada siswa pembelajaran dan praktik dalam mengorganisasi proyek, dan membuat alokasi waktu dan sumber-sumber lain seperti perlengkapan untuk menyelesaikan tugas; e. Pendekatan proyek menyediakan pengalaman belajar yang melibatkan siswa secara kompleks dan dirancang untuk berkembang sesuai dengan dunia nyata, f. PBL melibatkan para siswa untuk belajar mengambil informasi dan menunjukkan pengetahuan yang dimiliki, kemudian diimplementasikan dengan dunia nyata. g. PBL membuat suasana belajar menjadi menyenangkan, sehingga siswa maupun pendidik menikmati proses pembelajaran. Sedangkan yang menjadi kekurangan dari metode pembelajaran berbasis proyek antara lain:
  • 67.
    a. Memerlukan banyakwaktu untuk menyelesaikan masalah; b. Memerlukan biaya yang cukup banyak; c. Banyak peralatan yang harus disediakan; d. Bagi siswa yang memiliki kelemahan dalam percobaan dan pengumpulan informasi akan mengalami kesulitan; e. Ketika topik yang diberikan kepada masing-masing kelompok berbeda, dikhawatirkan siswa tidak memahami topik secara keseluruhan. Untuk mengatasi kekurangan/ kelemahan dari metode pembelajaran berbasis proyek di atas, maka seorang pendidik harus mampu mendesain pembelajaran dengan baik dan menarik, memfasilitasi dan membatasi waktu bagi siswa dalam menyelesaikan proyek, meminimalisir peralatan yang digunakan dan menggunakan peralatan-peralatan yang sederhana yang terdapat di lingkungan sekitar. http://media154.wordpress.com/artikel- internet-desain-dan-web-2/pbl-problem-basic-learning/ http://arnillaberbagi.blogspot.com/2011/03/sejarah-problem-based-learning-pbl.html http://arijal-ridz-arti.blogspot.com/2011/11/problem-based-learning-pbl.html http://blog-holmesnababan.blogspot.com/2013/03/makalah-pbl-project-based-learning.html ibrahimopik.wordpress.com/2013/01/30/pembelajaran-berbasis-proyek/