Metode-metode pembelajaran terbaru yang disebutkan dalam dokumen tersebut meliputi Lesson Study, Examples Non Examples, dan Picture and Picture. Ketiga metode ini melibatkan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran melalui diskusi kelompok, pengamatan gambar, dan pengurutan gambar secara logis.
Model pembelajaran discovery learning merupakan metode pembelajaran di mana siswa tidak diberikan materi pelajaran secara langsung melainkan diharapkan dapat menemukan sendiri konsep atau prinsip melalui berbagai aktivitas seperti pengumpulan data, pengolahan informasi, dan penarikan kesimpulan. Guru berperan sebagai fasilitator yang membimbing siswa dalam menemukan pengetahuan secara mandiri. Metode ini bertujuan membantu siswa bel
1. Dokumen tersebut membahas tentang model pembelajaran discovery learning, yang menekankan pentingnya keterlibatan aktif siswa dalam proses pembelajaran untuk memahami struktur konsep.
Dokumen tersebut membahas konsep pendekatan saintifik dalam pembelajaran. Pendekatan saintifik menempatkan siswa sebagai pusat pembelajaran melalui proses mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, mengasosiasi, dan mengkomunikasikan. Pendekatan ini bertujuan mengembangkan sikap, pengetahuan, dan keterampilan siswa secara terpadu dan bermakna.
Dokumen tersebut membahas model pembelajaran penemuan (discovery learning) dimana siswa belajar dengan menemukan konsep atau prinsip secara mandiri tanpa disajikan secara langsung oleh guru. Metode ini memiliki 6 tahapan yaitu pemberian rangsangan, identifikasi masalah, pengumpulan data, pengolahan data, pembuktian, dan penarikan kesimpulan. Model ini diharapkan dapat meningkatkan keterampilan berfikir siswa
Metode-metode pembelajaran terbaru yang disebutkan dalam dokumen tersebut meliputi Lesson Study, Examples Non Examples, dan Picture and Picture. Ketiga metode ini melibatkan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran melalui diskusi kelompok, pengamatan gambar, dan pengurutan gambar secara logis.
Model pembelajaran discovery learning merupakan metode pembelajaran di mana siswa tidak diberikan materi pelajaran secara langsung melainkan diharapkan dapat menemukan sendiri konsep atau prinsip melalui berbagai aktivitas seperti pengumpulan data, pengolahan informasi, dan penarikan kesimpulan. Guru berperan sebagai fasilitator yang membimbing siswa dalam menemukan pengetahuan secara mandiri. Metode ini bertujuan membantu siswa bel
1. Dokumen tersebut membahas tentang model pembelajaran discovery learning, yang menekankan pentingnya keterlibatan aktif siswa dalam proses pembelajaran untuk memahami struktur konsep.
Dokumen tersebut membahas konsep pendekatan saintifik dalam pembelajaran. Pendekatan saintifik menempatkan siswa sebagai pusat pembelajaran melalui proses mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, mengasosiasi, dan mengkomunikasikan. Pendekatan ini bertujuan mengembangkan sikap, pengetahuan, dan keterampilan siswa secara terpadu dan bermakna.
Dokumen tersebut membahas model pembelajaran penemuan (discovery learning) dimana siswa belajar dengan menemukan konsep atau prinsip secara mandiri tanpa disajikan secara langsung oleh guru. Metode ini memiliki 6 tahapan yaitu pemberian rangsangan, identifikasi masalah, pengumpulan data, pengolahan data, pembuktian, dan penarikan kesimpulan. Model ini diharapkan dapat meningkatkan keterampilan berfikir siswa
Dokumen tersebut membahas model-model pembelajaran kooperatif dan langkah-langkah pelaksanaannya, khususnya model STAD (Student Teams Achievement Divisions). Model STAD adalah salah satu model pembelajaran kooperatif yang paling sederhana, terdiri atas lima komponen utama yaitu presentasi kelas, kelompok belajar, tes individu, penilaian berbasis peningkatan individu, dan penghargaan kelompok. Langkah-langkah pelaksanaannya meliputi
Dokumen tersebut membahas model pembelajaran berbasis masalah (problem based learning) yang menyajikan masalah kontekstual untuk merangsang peserta didik belajar. Model ini memiliki kelebihan seperti pembelajaran menjadi lebih bermakna, peserta didik dapat mengintegrasikan pengetahuan dan ketrampilan, serta meningkatkan kemampuan berpikir kritis. Proses pembelajarannya meliputi orientasi masalah, pengorganisasian tugas, penyel
Dokumen tersebut membahas model-model pembelajaran interaktif dalam kurikulum 2004 untuk meningkatkan proses dan hasil pembelajaran. Beberapa model yang dijelaskan antara lain pembelajaran berbasis masalah, pembelajaran kooperatif, dan pembelajaran berdasarkan pengalaman siswa untuk menumbuhkan keterlibatan aktif siswa dalam pembelajaran.
Metode pembelajaran merupakan cara yang digunakan guru untuk mengimplementasikan rencana pembelajaran ke dalam kegiatan nyata. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pemilihan metode seperti tujuan, siswa, dan fasilitas. Metode yang dijelaskan antara lain ceramah, diskusi, demonstrasi, tanya jawab, resitasi, eksperimen, karyawisata, latihan ketrampilan, team teaching, dan perancangan proyek. Setiap metode memil
PENERAPAN PROBLEM BASED LEARNING (PBL)
SEBAGAI UPAYA UNTUK MENINGKATKAN
AKTIVITAS BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN
KEWIRAUSAHAAN KELAS XI PEMASARAN 1
DI SMK NEGERI 2 KEDIRI
Achmat Efendi
Prodi Tata Niaga, Jurusan Pendidikan Ekonomi, Fakultas Ekonomi
UNESA
ABSTRACT
One of the problems facing the education sector in Indonesia is the lack of
learning problems. One way that can be taken to support the implementation of
entrepreneurship subjects learning goals is to implement a learning model PBL
(Problem Based Learning) in the teaching of these subjects, so the pattern of
teaching that is applied can vary.
The purpose of this study is (1) Knowing how teachers 'skills in managing
learning with PBL models on the subjects of entrepreneurship (2) Knowing how
students' learning activities using problem based learning (PBL). This research is a
classroom action research (CAR), which consists of 3 cycles.
The results of teacher activity during the application of problem-based learning
models in entrepreneurial subjects in class XI Marketing 1 SMKN 2 Kediri has
increased in each cycle with value - average per cycle (1) 3 (2) 3.27 (3) 3, 65 while
the value - average student activity per cycle (1) 2.64 (2) 3.1 (3) 3.67. Learning
outcomes of students in the learning process using problem based learning in
entrepreneurship training eye in class XI marketing 1 SMK Negeri 2 Kediri has
increased in each cycle with the percentage of each cycle (1) 79.07% (2) 88.37% (3)
93 , 03%.
Keywords: problem based learning, activity, mastery learning.
ABSTRAK
Salah satu masalah yang dihadapi dunia pendidikan di indonesia adalah masalah
lemahnya proses pembelajaran. Salah satu cara yang dapat ditempuh untuk
menunjang tercapainnya tujuan pembelajaran mata pelajaran kewirausahaan adalah
dengan menerapkan model pembelajaran PBL (Problem Based Learning) dalam
mengajarkan pelajaran ini, sehingga pola mengajar yang diterapkan dapat bervariasi.
Tujuan dari penelitian ini adalah (1) Mengetahui bagaimana keterampilan guru
dalam mengelola pembelajaran dengan model PBL pada mata pelajaran
kewirausahaan (2) Mengetahui bagaimana aktivitas belajar siswa menggunakan
problem based learning (PBL). Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas
(PTK), yang terdiri dari 3 siklus.
Hasil penelitian aktivitas guru selama penerapan model problem based learning
pada mata pelajaran kewirausahaan di kelas XI Pemasaran 1 SMK Negeri 2 Kediri
mengalami peningkatan pada setiap siklus dengan nilai rata - rata setiap siklus (1)3
(2)3,27 (3)3,65 sedangkan nilai rata – rata aktivitas siswa setiap siklus (1)2,64 (2)3,1
(3)3,67. Hasil belajar siswa dalam proses belajar menggunakan problem based
learning pada mata diklat kewirausahaan di kelas XI pemasaran 1 SMK Negeri 2
Kediri mengalami peningkatan pada setiap siklus dengan persentase setiap siklus
(1)79,07% (2)88,37% (3)93,03%.
Kata kunci : problem based learning, aktivitas, ketuntasan belajar.
2
PENDAHULUA
problem based learning (PBL) pembelajaran berbasis masalahDesy Aryanti
Model pembelajaran berbasis masalah (PBL) melibatkan peserta didik dalam pemecahan masalah dunia nyata dalam kelompok kecil. PBL terdiri dari lima fase: orientasi masalah, pendefinisian masalah, penyelidikan mandiri, pengembangan hasil, dan penilaian. Penilaian PBL mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan serta dilakukan secara autentik seperti portofolio dan penilaian peer.
Metode pembelajaran discovery learning menekankan pada proses siswa menemukan konsep atau prinsip secara mandiri. Guru berperan sebagai fasilitator yang memberikan masalah untuk dipecahkan siswa melalui kegiatan seperti mengumpulkan informasi, menganalisis, dan menarik kesimpulan. Penilaian dalam model ini dapat berupa tes tertulis maupun pengamatan terhadap proses siswa.
Model pembelajaran discovery learning menekankan pada proses penemuan konsep atau prinsip oleh siswa secara mandiri melalui penyajian masalah dan pengumpulan data. Guru berperan sebagai fasilitator yang memandu siswa dalam mengidentifikasi masalah, mengumpulkan data, mengolah data, membuktikan hipotesis, dan menarik kesimpulan secara umum.
Suatu cara mengajar yang memungkinkan pertukaran gagasan dan pendapat secara lisan antara guru dan peserta didik atau antara peserta didik sendiri. Metode ini bertujuan untuk membangun pemahaman melalui diskusi.
Dokumen tersebut merangkum 15 model pembelajaran dan metode pembelajaran yang dapat digunakan guru untuk memfasilitasi proses pembelajaran siswa sesuai dengan karakteristik mereka. Beberapa model yang dijelaskan antara lain pembelajaran kooperatif, kontekstual, berbasis masalah, langsung, terbuka, dan bermain peran. Dokumen ini memberikan gambaran singkat tentang prinsip dan sintaks setiap model pembelajaran.
MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE GROUP INVESTIGATION DAN JIGSAW IIdina suci
Ringkasan dokumen tersebut adalah:
1. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan hasil belajar siswa yang mempelajari sub konsep ciri-ciri makhluk hidup menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe group investigation dan tipe jigsaw II.
2. Variabel bebasnya adalah model pembelajaran (group investigation dan jigsaw II) sedangkan variabel terikatnya adalah hasil belajar siswa.
3. Populasinya adal
Rangkuman dokumen Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) IPS SD Kelas IV Semester 2:
RPP ini merencanakan pelaksanaan pembelajaran IPS tentang masalah sosial di masyarakat dan upaya penanganannya untuk siswa kelas 4 SD melalui berbagai metode seperti diskusi, presentasi, dan tugas kelompok.
Dokumen tersebut membahas model-model pembelajaran kooperatif dan langkah-langkah pelaksanaannya, khususnya model STAD (Student Teams Achievement Divisions). Model STAD adalah salah satu model pembelajaran kooperatif yang paling sederhana, terdiri atas lima komponen utama yaitu presentasi kelas, kelompok belajar, tes individu, penilaian berbasis peningkatan individu, dan penghargaan kelompok. Langkah-langkah pelaksanaannya meliputi
Dokumen tersebut membahas model pembelajaran berbasis masalah (problem based learning) yang menyajikan masalah kontekstual untuk merangsang peserta didik belajar. Model ini memiliki kelebihan seperti pembelajaran menjadi lebih bermakna, peserta didik dapat mengintegrasikan pengetahuan dan ketrampilan, serta meningkatkan kemampuan berpikir kritis. Proses pembelajarannya meliputi orientasi masalah, pengorganisasian tugas, penyel
Dokumen tersebut membahas model-model pembelajaran interaktif dalam kurikulum 2004 untuk meningkatkan proses dan hasil pembelajaran. Beberapa model yang dijelaskan antara lain pembelajaran berbasis masalah, pembelajaran kooperatif, dan pembelajaran berdasarkan pengalaman siswa untuk menumbuhkan keterlibatan aktif siswa dalam pembelajaran.
Metode pembelajaran merupakan cara yang digunakan guru untuk mengimplementasikan rencana pembelajaran ke dalam kegiatan nyata. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pemilihan metode seperti tujuan, siswa, dan fasilitas. Metode yang dijelaskan antara lain ceramah, diskusi, demonstrasi, tanya jawab, resitasi, eksperimen, karyawisata, latihan ketrampilan, team teaching, dan perancangan proyek. Setiap metode memil
PENERAPAN PROBLEM BASED LEARNING (PBL)
SEBAGAI UPAYA UNTUK MENINGKATKAN
AKTIVITAS BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN
KEWIRAUSAHAAN KELAS XI PEMASARAN 1
DI SMK NEGERI 2 KEDIRI
Achmat Efendi
Prodi Tata Niaga, Jurusan Pendidikan Ekonomi, Fakultas Ekonomi
UNESA
ABSTRACT
One of the problems facing the education sector in Indonesia is the lack of
learning problems. One way that can be taken to support the implementation of
entrepreneurship subjects learning goals is to implement a learning model PBL
(Problem Based Learning) in the teaching of these subjects, so the pattern of
teaching that is applied can vary.
The purpose of this study is (1) Knowing how teachers 'skills in managing
learning with PBL models on the subjects of entrepreneurship (2) Knowing how
students' learning activities using problem based learning (PBL). This research is a
classroom action research (CAR), which consists of 3 cycles.
The results of teacher activity during the application of problem-based learning
models in entrepreneurial subjects in class XI Marketing 1 SMKN 2 Kediri has
increased in each cycle with value - average per cycle (1) 3 (2) 3.27 (3) 3, 65 while
the value - average student activity per cycle (1) 2.64 (2) 3.1 (3) 3.67. Learning
outcomes of students in the learning process using problem based learning in
entrepreneurship training eye in class XI marketing 1 SMK Negeri 2 Kediri has
increased in each cycle with the percentage of each cycle (1) 79.07% (2) 88.37% (3)
93 , 03%.
Keywords: problem based learning, activity, mastery learning.
ABSTRAK
Salah satu masalah yang dihadapi dunia pendidikan di indonesia adalah masalah
lemahnya proses pembelajaran. Salah satu cara yang dapat ditempuh untuk
menunjang tercapainnya tujuan pembelajaran mata pelajaran kewirausahaan adalah
dengan menerapkan model pembelajaran PBL (Problem Based Learning) dalam
mengajarkan pelajaran ini, sehingga pola mengajar yang diterapkan dapat bervariasi.
Tujuan dari penelitian ini adalah (1) Mengetahui bagaimana keterampilan guru
dalam mengelola pembelajaran dengan model PBL pada mata pelajaran
kewirausahaan (2) Mengetahui bagaimana aktivitas belajar siswa menggunakan
problem based learning (PBL). Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas
(PTK), yang terdiri dari 3 siklus.
Hasil penelitian aktivitas guru selama penerapan model problem based learning
pada mata pelajaran kewirausahaan di kelas XI Pemasaran 1 SMK Negeri 2 Kediri
mengalami peningkatan pada setiap siklus dengan nilai rata - rata setiap siklus (1)3
(2)3,27 (3)3,65 sedangkan nilai rata – rata aktivitas siswa setiap siklus (1)2,64 (2)3,1
(3)3,67. Hasil belajar siswa dalam proses belajar menggunakan problem based
learning pada mata diklat kewirausahaan di kelas XI pemasaran 1 SMK Negeri 2
Kediri mengalami peningkatan pada setiap siklus dengan persentase setiap siklus
(1)79,07% (2)88,37% (3)93,03%.
Kata kunci : problem based learning, aktivitas, ketuntasan belajar.
2
PENDAHULUA
problem based learning (PBL) pembelajaran berbasis masalahDesy Aryanti
Model pembelajaran berbasis masalah (PBL) melibatkan peserta didik dalam pemecahan masalah dunia nyata dalam kelompok kecil. PBL terdiri dari lima fase: orientasi masalah, pendefinisian masalah, penyelidikan mandiri, pengembangan hasil, dan penilaian. Penilaian PBL mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan serta dilakukan secara autentik seperti portofolio dan penilaian peer.
Metode pembelajaran discovery learning menekankan pada proses siswa menemukan konsep atau prinsip secara mandiri. Guru berperan sebagai fasilitator yang memberikan masalah untuk dipecahkan siswa melalui kegiatan seperti mengumpulkan informasi, menganalisis, dan menarik kesimpulan. Penilaian dalam model ini dapat berupa tes tertulis maupun pengamatan terhadap proses siswa.
Model pembelajaran discovery learning menekankan pada proses penemuan konsep atau prinsip oleh siswa secara mandiri melalui penyajian masalah dan pengumpulan data. Guru berperan sebagai fasilitator yang memandu siswa dalam mengidentifikasi masalah, mengumpulkan data, mengolah data, membuktikan hipotesis, dan menarik kesimpulan secara umum.
Suatu cara mengajar yang memungkinkan pertukaran gagasan dan pendapat secara lisan antara guru dan peserta didik atau antara peserta didik sendiri. Metode ini bertujuan untuk membangun pemahaman melalui diskusi.
Dokumen tersebut merangkum 15 model pembelajaran dan metode pembelajaran yang dapat digunakan guru untuk memfasilitasi proses pembelajaran siswa sesuai dengan karakteristik mereka. Beberapa model yang dijelaskan antara lain pembelajaran kooperatif, kontekstual, berbasis masalah, langsung, terbuka, dan bermain peran. Dokumen ini memberikan gambaran singkat tentang prinsip dan sintaks setiap model pembelajaran.
MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE GROUP INVESTIGATION DAN JIGSAW IIdina suci
Ringkasan dokumen tersebut adalah:
1. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan hasil belajar siswa yang mempelajari sub konsep ciri-ciri makhluk hidup menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe group investigation dan tipe jigsaw II.
2. Variabel bebasnya adalah model pembelajaran (group investigation dan jigsaw II) sedangkan variabel terikatnya adalah hasil belajar siswa.
3. Populasinya adal
Rangkuman dokumen Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) IPS SD Kelas IV Semester 2:
RPP ini merencanakan pelaksanaan pembelajaran IPS tentang masalah sosial di masyarakat dan upaya penanganannya untuk siswa kelas 4 SD melalui berbagai metode seperti diskusi, presentasi, dan tugas kelompok.
Jenis jenis model pembelajaran kooperatifZuha Farhana
Dokumen tersebut merupakan resume model pembelajaran kooperatif yang menjelaskan beberapa jenis model pembelajaran kooperatif seperti TAI, STAD, Jigsaw, dan CIRC beserta penjelasan singkat tentang cara kerja masing-masing model.
RPP ini merangkum rencana pelaksanaan pembelajaran mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial kelas IV tentang perkembangan teknologi transportasi. Guru akan menyampaikan materi, membentuk kelompok belajar, memberikan LKS, dan mengevaluasi siswa untuk mengetahui perbedaan keunggulan dan kelemahan teknologi transportasi masa lalu dan sekarang.
Silabus mata pelajaran IPA kelas 4 semester genap mencakup materi gaya, energi, perubahan bumi dan lingkungan. Pembelajaran dilakukan melalui percobaan, presentasi, dan diskusi kelompok untuk mengembangkan pengetahuan siswa tentang konsep-konsep tersebut.
This document describes 11 learning models:
1. Lesson study - A Japanese model where teachers collaboratively plan, teach, observe and reflect on lessons to improve instructional effectiveness.
2. Examples non-examples - A visual method where teachers present examples and non-examples to help students analyze images and apply concepts.
3. Picture and picture - Teachers present pictures to students who must logically sequence them. This allows assessment of individual understanding.
4. Numbered heads together - Students work in groups with assigned numbers and teachers randomly call numbers to promote individual preparation and accountability.
Power point.kls iv smst 2. kd 8.1 & 8.2 (energi)okapartiwi
Dokumen ini membahas tiga jenis energi yaitu energi panas, energi bunyi, dan energi alternatif. Energi panas berasal dari matahari, api, listrik, dan gesekan. Energi bunyi dihasilkan oleh getaran benda. Sedangkan energi alternatif seperti tenaga surya, angin, air, dan panas bumi dapat menggantikan fungsi minyak bumi.
Teks tersebut membahas pengaruh metode pembelajaran inquiry dalam belajar sains terhadap motivasi belajar siswa. Metode inquiry diduga dapat meningkatkan motivasi belajar siswa karena mensyaratkan keterlibatan aktif siswa dalam proses belajar sains."
Model Pembelajaran Kurikulum Merdeka.ppsxlalumhw88
Model Pembelajaran Kurikulum Merdeka adalah suatu pendekatan pendidikan yang diperkenalkan dalam kerangka Kurikulum Merdeka Belajar. Pendekatan ini bertujuan untuk memberikan kebebasan yang lebih besar kepada siswa dalam proses pembelajaran. Dalam Model Pembelajaran Kurikulum Merdeka, siswa diarahkan untuk aktif berpartisipasi dalam mengatur dan mengelola pembelajarannya sendiri.
Deskripsi dari Model Pembelajaran Kurikulum Merdeka mencakup beberapa poin penting:
Kemandirian Siswa: Model ini menekankan pada pengembangan kemandirian siswa dalam mengelola pembelajarannya sendiri. Siswa diberi kebebasan untuk menentukan jalannya pembelajaran sesuai dengan minat, kebutuhan, dan kemampuan masing-masing.
Pembelajaran Berbasis Proyek: Siswa diundang untuk terlibat dalam proyek-proyek pembelajaran yang relevan dengan kehidupan nyata. Melalui proyek-proyek ini, mereka dapat mengembangkan pemahaman yang lebih dalam tentang materi pelajaran serta keterampilan praktis yang diperlukan di dunia nyata.
Kolaborasi dan Komunikasi: Pembelajaran dalam model ini juga mendorong kolaborasi antar siswa dan komunikasi yang efektif. Siswa didorong untuk bekerja sama dalam tim, berbagi pengetahuan, dan memecahkan masalah bersama.
Penilaian Formatif: Penilaian dalam Model Pembelajaran Kurikulum Merdeka lebih menekankan pada penilaian formatif daripada penilaian sumatif. Siswa diberikan umpan balik secara terus-menerus sehingga mereka dapat terus meningkatkan pemahaman dan keterampilan mereka.
Fleksibilitas: Model ini memberikan fleksibilitas yang lebih besar dalam hal waktu, tempat, dan cara pembelajaran. Siswa dapat belajar secara mandiri, dalam kelompok kecil, atau dalam kelas secara keseluruhan, sesuai dengan kebutuhan dan preferensi mereka.
Penggunaan Teknologi: Penggunaan teknologi menjadi salah satu komponen penting dalam Model Pembelajaran Kurikulum Merdeka. Teknologi digunakan untuk mendukung pembelajaran yang interaktif, akses sumber daya pembelajaran yang beragam, serta memfasilitasi kolaborasi dan komunikasi antar siswa.
Dengan mengadopsi Model Pembelajaran Kurikulum Merdeka, diharapkan siswa dapat menjadi pembelajar yang lebih aktif, kreatif, dan mandiri, serta siap menghadapi tantangan di era yang terus berkembang dengan cepat.
Ringkasan dokumen tersebut adalah:
1. Model pembelajaran discovery learning merupakan metode belajar dimana siswa belajar secara aktif tanpa diberikan pelajaran secara final
2. Terdiri dari beberapa langkah yaitu persiapan, pelaksanaan meliputi stimulasi, pernyataan masalah, pengumpulan data, pengolahan data, pembuktian, dan penarikan kesimpulan
3. Penilaian dapat dilakukan dengan tes tertulis
Metode Discovery Learning adalah teori belajar yang didefinisikan sebagai proses pembelajaran yang terjadi bila pelajar tidak disajikan dengan pelajaran dalam bentuk finalnya, tetapi diharapkan siswa mengorganisasi sendiri.
Sebagai strategi belajar, Discovery Learning mempunyai prinsip yang sama dengan inkuiri (inquiry) dan Problem Solving. Tidak ada perbedaan yang prinsipil pada ketiga istilah ini, pada Discovery Learning lebih menekankan pada ditemukannya konsep atau prinsip yang sebelumnya tidak diketahui. Perbedaannya dengan discovery ialah bahwa pada discovery masalah yang diperhadapkan kepada siswa semacam masalah yang direkayasa oleh guru.
Model pembelajaran penemuan (discovery learning) adalah metode di mana siswa belajar secara aktif dengan menemukan konsep atau prinsip melalui eksplorasi dan penyelidikan mandiri daripada diberitahu secara langsung oleh guru. Metode ini memberikan manfaat seperti meningkatkan pemahaman siswa dan motivasi belajar, namun juga memiliki tantangan seperti kurang efisien untuk kelas besar. Model ini melibatkan langkah-langkah se
Model pembelajaran penemuan (discovery learning) merupakan metode belajar di mana siswa tidak diberikan pelajaran secara langsung melainkan diharapkan untuk mengorganisasi sendiri. Guru berperan sebagai fasilitator dengan memberikan masalah atau stimulus untuk mendorong siswa menemukan konsep secara mandiri melalui langkah-langkah seperti pengumpulan data, pengolahan data, pembuktian, dan penarikan kesimpulan. Penilaian dapat
Model pembelajaran penemuan adalah metode di mana siswa belajar secara aktif dengan menemukan konsep atau prinsip melalui eksplorasi dan penyelidikan sendiri tanpa diberikan penjelasan langsung oleh guru. Guru berperan sebagai fasilitator yang memberikan masalah atau stimulus untuk mendorong siswa mengumpulkan informasi, menganalisis data, dan menarik kesimpulan sendiri. Metode ini bertujuan membantu siswa belajar se
Model pembelajaran penemuan adalah metode di mana siswa belajar secara aktif dengan menemukan konsep atau prinsip melalui proses pengumpulan informasi, analisis, dan penarikan kesimpulan sendiri tanpa diberikan pelajaran secara final. Metode ini memberikan manfaat seperti meningkatkan keterampilan berfikir kritis siswa dan membuat pembelajaran menjadi lebih menyenangkan. Namun, metode ini juga memiliki kelemahan se
Pendekatan saintifik dalam pembelajaran bertujuan untuk memberi pemahaman kepada siswa dalam memahami berbagai materi secara ilmiah. Pembelajaran saintifik dilakukan melalui 5 langkah yaitu mengamati, menanya, mencoba, mengasosiasi, dan mengomunikasikan. Pendekatan ini sesuai dengan teori belajar Bruner, Piaget, Vygotsky, dan Bandura yang mendukung proses konstruksi pengetahuan siswa secara aktif dan berbasis pen
Pendekatan saintifik dalam pembelajaran dimaksudkan untuk memberi pemahaman kepada siswa dalam memahami berbagai materi secara ilmiah dengan menggunakan proses 5M (mengamati, menanya, mencoba, mengasosiasi, mengomunikasikan) sehingga informasi tidak hanya berasal dari guru tetapi dari berbagai sumber. Pendekatan ini sesuai dengan teori belajar Bruner, Piaget, Vygotsky, dan Bandura yang mendukung proses konstruksi
1. Model pembelajaran penemuan (discovery learning) adalah metode di mana siswa belajar secara aktif tanpa diberikan pelajaran secara final, melainkan diharapkan dapat mengorganisir sendiri.
2. Terdapat beberapa langkah dalam model ini, yaitu stimulasi, identifikasi masalah, pengumpulan data, pengolahan data, pembuktian, dan penarikan kesimpulan.
3. Penilaian dapat dilakukan dengan tes tertulis untuk as
1. 2. INQUIRY
Salah satu metode pembelajaran dalam matematika, yang sampai sekarang
masih tetap dianggap sebagai metode yang cukup efektif adalah metode inquiry.
Inquiry berarti pertanyaan, atau pemeriksaan, penyelidikan (Trianto, 2007:135).
David L. Haury dalam artikelnya, Teaching Science Through Inquiry (dalam Sutrisno:
2008) mengutip definisi yang diberikan oleh Alfred Novak: inquiry merupakan tingkah
laku yang terlibat dalam usaha manusia untuk menjelaskan secara rasional
fenomena-fenomena yang memancing rasa ingin tahu. Dengan kata lain, inquiry
berkaitan dengan aktivitas dan keterampilan aktif yang fokus pada pencarian
pengetahuan atau pemahaman untuk memuaskan rasa ingin tahu.
Sund (dalam Trianto: 2007) menyatakan bahwa discovery merupakan bagian
dari inquiry, atau inquiry merupakan perluasan proses discovery yang digunakan
lebih mendalam. Inquiry sebagai suatu proses umum yang dilakukan manusia untuk
mencari atau memahami informasi. Gulo (dalam Trianto: 2007) menyatakan strategi
inquiry berarti suatu rangkaian kegiatan belajar yang melibatkan secara maksimal
seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis,
logis, analitis, sehingga mereka dapat merumuskan sendiri penemuannya dengan
penuh percaya diri.
Alasan rasional penggunaan metode inquiry adalah bahwa siswa akan
mendapatkan pemahaman yang lebih baik mengenai matematika dan akan lebih
tertarik terhadap matematika jika mereka dilibatkan secara aktif dalam “melakukan”
matematika. Investigasi yang dilakukan oleh siswa merupakan tulang punggung
metode inquiry. Investigasi ini difokuskan untuk memahami konsep-konsep
matematika dan meningkatkan keterampilan proses berpikir ilmiah siswa. Diyakini
bahwa pemahaman konsep merupakan hasil dari proses berfikir ilmiah tersebut
(Blosser dalam Sutrisno: 2008).
Metode inquiry yang mensyaratkan keterlibatan aktif siswa terbukti dapat
meningkatkan prestasi belajar dan sikap anak terhadap Matematika dan Sains
(Haury dalam Sutrisno: 2008). Dalam makalahnya Haury menyatakan bahwa
metode inquiry membantu perkembangan antara lain scientific literacy dan
pemahaman proses-proses ilmiah, pengetahuan vocabulary dan pemahaman
2. konsep, berpikir kritis, dan bersikap positif. Dapat disebutkan bahwa metode inquiry
tidak saja meningkatkan pemahaman siswa terhadap konsep-konsep dalam
matematika saja, melainkan juga membentuk sikap keilmiahan dalam diri siswa.
Selanjutnya, metode inquiry merupakan metode pembelajaran yang berupaya
menanamkan dasar-dasar berfikir ilmiah pada diri siswa, sehingga dalam proses
pembelajaran ini siswa lebih banyak belajar sendiri, mengembangkan kreativitas
dalam memecahkan masalah (Sutrisno: 2008). Siswa benar-benar ditempatkan
sebagai subjek yang belajar. Peranan guru dalam pembelajaran dengan metode
inquiry adalah sebagai pembimbing dan fasilitator. Tugas guru adalah memilih
masalah yang perlu disampaikan kepada kelas untuk dipecahkan. Namun
dimungkinkan juga bahwa masalah yang akan dipecahkan dipilih oleh siswa. Tugas
guru selanjutnya adalah menyediakan sumber belajar bagi siswa dalam rangka
memecahkan masalah. Bimbingan dan pengawasan guru masih diperlukan, tetapi
intervensi terhadap kegiatan siswa dalam pemecahan masalah harus dikurangi
(Sagala, 2004).
Walaupun dalam praktiknya aplikasi metode pembelajaran inquiry sangat
beragam, tergantung pada situasi dan kondisi sekolah, namun dapat disebutkan
bahwa pembelajaran dengan metode inquiry (Garton dalam Sutrisno: 2008) memiliki
5 komponen yang umum yaitu
Question, Student Engangement, Cooperative
Interaction, Performance Evaluation, dan Variety of
Resources
1. Question. Pembelajaran biasanya dimulai dengan sebuah pertanyaan
pembuka yang memancing rasa ingin tahu siswa dan atau kekaguman siswa
akan suatu fenomena. Untuk memudahkan proses ini, guru menanayakan
kepada siswa mengenai hipotesis yang memungkinkan. Dari semua gagasan
yang ada, dipilih salah satu hipotesis yang relevan dengan permasalahan
yang diberi. Siswa diberi kesempatan untuk bertanya, yang dimaksudkan
sebagai pengarah ke pertanyaan inti yang akan dipecahkan oleh siswa.
Selanjutnya, guru menyampaikan pertanyaan inti atau masalah inti yang
harus dipecahkan oleh siswa. Untuk menjawab pertanyaan ini – sesuai
3. dengan Taxonomy Bloom – siswa dituntut untuk melakukan beberapa
langkah seperti evaluasi, sintesis, dan analisis. Jawaban dari pertanyaan inti
tidak dapat ditemukan misalnya di dalam buku teks, melainkan harus dibuat
atau dikonstruksi.2. Student Engangement.
Dalam metode inquiry, keterlibatan aktif siswa merupakan suatu keharusan
sedangkan peran guru adalah sebagai fasilitator. Siswa bukan secara pasif
menuliskan jawaban pertanyaan pada kolom isian atau menjawab soal-soal pada
akhir bab sebuah buku, melainkan dituntut terlibat dalam menciptakan sebuah
produk yang menunjukkan pemahaman siswa terhadap konsep yang dipelajari atau
dalam melakukan sebuah investigasi.3. Cooperative Interaction.
Siswa diminta untuk berkomunikasi, bekerja berpasangan atau dalam kelompok,
dan mendiskusikan berbagai gagasan. Dalam hal ini, siswa bukan sedang
berkompetisi. Jawaban dari permasalahan yang diajukan guru dapat muncul dalam
berbagai bentuk, dan mungkin saja semua jawaban benar.4. Performance
Evaluation.
Dalam menjawab permasalahan, biasanya siswa diminta untuk membuat sebuah
produk yang dapat menggambarkan pengetahuannya mengenai permasalahan yang
sedang dipecahkan. Bentuk produk ini dapat berupa slide presentasi, grafik, poster,
karangan, dan lain-lain.
5. Variety of Resources. Siswa dapat menggunakan bermacam-macam sumber
belajar, misalnya buku teks, website, televisi, video, poster, wawancara dengan
ahli, dan lain sebagainya.
Metode inquiry salah satu strategi pembelajaran yang memungkinkan para
peserta didik mendapatkan jawabannya sendiri. Metode pembelajaran ini dalam
penyampaian bahan pelajarannya tak dalam bentuk final dan tak langsung. Artinya,
dalam metode inquiry peserta didik sendiri diberi peluang untuk mencari, meneliti
dan memecahkan jawaban, menggunakan teknik pemecahan masalah.
Pendekatan dan strategi pembelajaran saat ini diharapkan lebih menekankan
agar siswa dipandang sebagai subjek belajar. Konsep ini bertujuan hasil
pembelajaran lebih bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran berlangsung
alamiah, siswa ‘bekerja’ dan mengalami, bukan berupa transfer pengetahuan dari
guru ke siswa. Pendidikan tak lagi berpusat pada lembaga atau pengajar yang
hanya mencetak lulusan kurang berkualitas, tapi berpusat pada peserta didik.
4. Pendekatan inquiry adalah pendekatan mengajar di mana siswa merumuskan
masalah, mendesain eksperimen, mengumpulkan dan menganalisis data sampai
mengambil keputusan sendiri.
Pendekatan inquiry harus memenuhi empat kriteria ialah kejelasan,
kesesuaian, ketepatan dan kerumitannya. Setelah guru mengundang siswa untuk
mengajukan masalah yang erat hubungannya dengan pokok bahasan yang akan
diajarkan, siswa akan terlibat dalam kegiatan inquiry dengan melalui 5 fase ialah:
Fase 1 : Siswa menghadapi masalah yang dianggap oleh siswa
memberikan tantangan untuk diteliti.
Fase 2 : Siswa melakukan pengumpulan data untuk menguji
kondisi, sifat khusus dari objek teliti dan pengujian terhadap situasi
masalah yang dihadapi.
Fase 3 : siswa mengumpulkan data untuk memisahkan variabel
yang relevan, berhipotesis dan bereksperimen untuk menguji hipotesis
sehingga diperoleh hubungan sebab akibat.
Fase 4 : merumuskan penemuan inquiry hingga diperoleh
penjelasan, pernyataan, atau prinsip yang lebih formal.
Fase 5 : melakukan analisis terhadap proses inquiry, strategi yang
dilakukan oleh guru maupun siswa. Analisis diperlukan untuk
membantu siswa terarah pada mencari sebab akibat.
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, Inquiry, merupakan perluasan dari
discovery yang digunakan lebih mendalam. Artinya, inquiry mengandung proses
mental yang lebih tinggi tingkatannya. Misalnya: Merumuskan problema, merancang
eksperimen, melaksanakan eksperimen, mengumpulkan data, menganalisis data,
membuat kesimpulan dan sebagainya.
3. DISCOVERY (PENEMUAN TERBIMBING)
. DR. J. Richard Suchman (dalam Widdiharto: 2004) mencoba mengalihkan
kegiatan belajar-mengajar dari situasi yang didominasi guru ke situasi yang
melibatkan siswa dalam proses mental melalui tukar pendapat yang berwujud
5. diskusi, seminar, dan sebagainya. Salah satu bentuknya disebut Guided Discovery
Lesson (pelajaran dengan penemuan terpimpin)
Discovery (penemuan terbimbing) sering dipertukarkan pemakainnya dengan
inquiry (penyelidikan). Sund berpendapat bahwa discovery (penemuan terbimbing)
adalah proses mental dimana siswa mengasimilasikan suatu konsep atau suatu
prinsip. Proses mental, misalnya: mengamati, menjelaskan, mengelompokkan,
membuat kesimpulan dan sebagainya. Sedangkan konsep misalnya: lingkaran,
segitiga, x < y, dan sebagainya. Prinsip misalnya: “ kuadrat sisi miring pada segitiga
siku-siku sama dengan jumlah kuadrat sisi siku-sikunya”
Selanjutnya Sund mengatakan bahwa penggunaan discovery dalam batas-batas
tertentu adalah baik untuk kelas-kelas rendah, sedangkan inquiry baik untuk
siswa-siswa di kelas yang lebih tinggi.
Sebagai model pembelajaran dari sekian banyak model pembelajaran yang
ada, penemuan terbimbing menempatkan guru sebagai fasilitator, guru membimbing
siswa dimana ia diperlukan. Dalam model ini siswa didorong untuk berfikir sendiri,
sehingga dapat “menemukan” prinsip umum berdasarkan bahan atau data yang
telah disediakan oleh guru. Sampai seberapa jauh siswa dibimbing, tergantung pada
kemampuannya dan materi yang sedang dipelajari.
Dengan metode ini, siswa dihadapkan kepada situasi dimana ia bebas
menyelidiki dan menarik kesimpulan. Terkaan, intuisi dan mencoba-coba (trial and
error) hendaknya dianjurkan. Guru bertindak sebagai penunjuk jalan, ia membantu
siswa agar mempergunakan ide, konsep, dan keterampilan yang sudah mereka
pelajari sebelumnya untuk mendapatkan pengetahuan yang baru. Pengajuan
pertanyaan yang tepat oleh guru akan merangsang kreativitas siswa dan membantu
mereka dalam “menemukan” pengetahuan baru tersebut.
Model ini membutuhkan waktu yang relatif banyak dalam pelaksanaannya,
akan tetapi hasil belajar yang dicapai sebanding dengan waktu yang digunakan.
Pengetahuan yang baru akan melekat lebih lama apabila siswa dilibatkan secara
langsung dalam proses pemahaman dan ‘mengkonstruksi’ sendiri konsep atau
pengetahuan tersebut. Model ini bisa dilakukan baik secara perorangan maupun
kelompok.
Agar pelaksanaan penemuan terbimbing berjalan dengan efektif, beberapa
langkah yang mesti ditempuh oleh guru matematika adalah sebagai berikut:
6. 1. Merumuskan masalah yang akan diberikan kepada siswa dengan
data secukupnya, yang dinyatakan dengan pernyataan atau
pertanyaan. Perumusan harus jelas, hindari pernyataan yang
menimbulkan salah tafsir sehingga arah yang ditempuh siswa tidak
salah. Konsep atau prinsip yang harus ditemukan siswa melalui
kegiatan tersebut perlu ditulis dengan jelas.
2. Diskusi sebagai pengarahan sebelum siswa melakukan kegiatan.
Alat/bahan perlu disediakan sesuai dengan kebutuhan siswa dalam
melaksanakan kegiatan.
3. Dari data yang diberikan guru, siswa menyusun, memproses,
mengorganisir, dan menganalisis data tersebut. Dalam hal ini
bimbingan guru dapat diberikan sejauh yang diperlukan saja.
Bimbingan ini sebaiknya mengarahkan siswa untuk melangkah ke
arah yang hendak dituju, melalui pertanyaan-pertanyaan, atau LKS.
4. Kegiatan metode penemuan oleh siswa berupa
penyelidikan/percobaan untuk menemukan konsep-konsep atau
prinsip-prinsip yang telah ditetapkan.
5. Siswa menyusun konjektur (prakiraan) dari hasil analisis yang
dilakukannya.
6. Bila dipandang perlu, konjektur yang telah dibuat oleh siswa
tersebut di atas diperiksa oleh guru. Hal ini penting dilakukan untuk
meyakinkan kebenaran prakiraan siswa, sehingga akan menuju
arah yang hendak dicapai.
7. Proses berpikir kritis perlu dijelaskan untuk menunjukkan adanya
mental operasional siswa, yang diharapkan dalam kegiatan. Apabila
telah diperoleh kepastian tentang kebenaran konjektur tersebut,
maka verbalisasi konjektur sebaiknya diserahkan juga kepada siswa
untuk menyusunnya. Disamping itu perlu diiingat pula bahwa induksi
tidak menjamin 100 % kebenaran konjektur.
8. Setelah siswa menemukan apa yang dicari, hendaknya guru
menyediakan soal latihan atau soal tambahan untuk memeriksa
apakah hasil penemuan itu benar.
9. Perlu dikembangkan pertanyaan-pertanyaan yang bersifat
terbuka, yang mengarah pada kegiatan yang dilakukan siswa.
7. 10. Ada catatan guru yang meliputi penjelasan tentang hal-hal yang
sulit dan factor-faktor yang dapat mempengaruhi hasil terutama
kalau penyelidikan mengalami kegagalan atau tak berjalan
sebagaimana mestinya.
Model Penemuan Terbimbing memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan
dari Model Penemuan terbimbing adalah sebagai berikut:
1. Siswa dapat berpartisipasi aktif dalam pembelajaran yang disajikan.
2. Menumbuhkan sekaligus menamkan sikap inquiry (mencari-temukan).
3. Mendukung kemampuan problem solving siswa
4. Memberikan wahana interaksi antar siswa, maupun siswa dengan guru,
dengan demikian siswa juga terlatih untuk menggunakan bahasa Indonesia
yang baik dan benar.
5. Materi yang disajikan dapat mencapai tingkat kemampuan yang lebih tinggi
dan lebih lama membekas karena siswa dilibatkan dalam proses
menemukannya (Marzano, dalam Widdiharto: 2004).
Sementara itu kekurangannya (Widdiharto: 2004) adalah sebagai berikut:
1. Untuk materi tertentu, waktu yang tersita lebih lama.
2. Tidak semua siswa dapat mengikuti pelajaran dengan cara ini. Dilapangan
beberapa siswa masih terbiasa dan mudah mengerti dengan model ceramah.
3. Tidak semua topik cocok disampaikan dengan model ini. Umumnya topik-topik
yang berhubungan dengan prinsip dapat dikembangkan dengan Model
Penemuan Terbimbing
http://refi07.wordpress.com/pendekatan-inquiry-dan-discovery/
Mengenai kelebihan dan kekurangan metode penemuan/discovery-inquiry diuraikan oleh
Sudirman N, dkk (1992) sebagai berikut :
Kelebihan metode penemuan/discovery-inquiry :
1. Strategi pengajaran menjadi berubah dari yang bersifat penyajian informasi oleh guru
kepada siswa sebagai penerima informasi yang baik tetapi proses mentalnya berkadar
rendah, menjadi pengajaran yang menekankan kepada proses pengolahan informasi di
mana siswa yang aktif mencari dan mengolah sendiri informasi yang kadar proses
mentalnya lebih tinggi atau lebih banyak.
2. Siswa akan mengerti konsep-konsep dasar atau ide lebih baik.
3. Membantu siswa dalam menggunakan ingatan dan dalam rangka transfer kepada
siutuasi-situasi proses belajar yang baru.
4. Mendorong siswa untuk berfikur dan bekerja atas inisiatifnya sendiri.
5. Memungkinkan siswa belajar dengan memanfaatkan berbagai jenis sumber belajar
yang tida hanya menjadikan guru sebagai satu-satunya sumber belajar.
8. 6. Metode ini dapat memperkaya dan memperdalam materi yang dipelajari sehingga
retensinya 9tahan lama dalam ingatan) menjadi lebih baik.
Kekurangan metode penemuan/discovery-inquiry :
1. Memerlukan perubahan kebiasaan cara belajar siswa yang menerima informasi dari
guru apa adanya, ke arah membiasakan belajar mandiri dan berkelompok dengan
mencari dan mengolah informasi sendiri. Mengubah kebiasaan bukanlah sesuatu yang
mudah, apalagi kebiasaan yang telah bertahun-tahun dilakukan.
2. Guru dituntut mengubah kebiasaan mengajar yang umumnya sebagai pemberi
informasi menjadi fasilitator, motivator, dan pembimbing siswa dalam belajar. Inipun
bukan pekerjaan yang mudah karena umumnya guru merasa belum puas kalau tidak
banyak menyajikan informasi (ceramah).
3. Metode ini memberikan kebebasan pada siswa dalam belajar, tetapi tidak berarti
menjamin bahwa siswa belajar dengan tekun, penuh aktivitas, dan terarah.
4. Cara belajar siswa dalam metode ini menuntut bimbingan guru yang lebih baik.
Dalam kondisi siswa banyak (kelas besar) dan guru terbatas, agaknya metode ini sulit
terlaksana dengan baik.
Jenis-Jenis Metode Penemuan (Discovery-Inquiry)
Moh. Amin (Sudirman N, 1992) menguraikan tentang tujuh jenis inquiry-discovery yang
dapat diikuti sebagai berikut :
1. Guided Discovery-Inquiry Lab. Lesson
Sebagian perencanaan dibuat oleh guru. Selain itu guru menyediakan kesempatan bimbingan
atau petunjuk yang cukup luas kepada siswa. Dalam hal ini siswa tidak merumuskan
problema, sementara petunjuk yang cukup luas tentang bagaimana menyusun dan mencatat
diberikan oleh guru.
1. Modified Discovery-Inquiry
Guru hanya memberikan problema saja. Biasanya disediakan pula bahan atau alat-alat yang
diperlukan, kemudian siswa diundang untuk memecahkannya melalui pengamatan, eksplorasi
dan atau melalui prosedur penelitian untuk memperoleh jawabannya. Pemecahan masalah
dilakukan atas inisiatif dan caranya sendiri secara berkelompok atau perseorangan. Guru
berperan sebagai pendorong, nara sumber, dan memberikan bantuan yang diperlukan untuk
menjamin kelancaran proses belajar siswa.
1. Free Inquiry
Kegiatan free inquiry dilakukan setelah siswa mempelajarai dan mengerti bagaimana
memecahkan suatu problema dan telah memperoleh pengetahuan cukup tentang bidang studi
tertentu serta telah melakukan modified discovery-inquiry. Dalam metode ini siswa harus
mengidentifikasi dan merumuskan macam problema yang akan dipelajari atau dipecahkan.
1. Invitation Into Inquiry
9. Siswa dilibatkan dalam proses pemecahan problema sebagaimana cara-cara yang lazim
diikuti scientist. Suatu undangan (invitation) memberikan suatu problema kepada siswa, dan
melalui pertanyaan masalah yang telah direncanakan dengan hati-hati mengundang siswa
untuk melakukan beberapa kegiatan atau kalau mungkin, semua kegiatan sebagai berikut :
merancang eksperimen, merumuskan hipotesis, menetapkan kontrol, menentukan sebab
akibat, menginterpretasi datadan membuat grafik
1. Inquiry Role Approach
Inquiry Role Approach
merupakan kegiatan proses belajar yang melibatkan siswa dalam tim-tim yang masing-masing
terdiri tas empat anggota untuk memecahkan invitation into inquiry. Masing-masing
anggota tim diberi tugas suatu peranan yang berbeda-beda sebagai berikut : koodinator tim,
penasihat teknis, pencatat data dan evaluator proses
1. Pictorial Riddle
Pendekatan dengan menggunakan pictorial riddle adalah salah satu teknik atau metode untuk
mengembangkan motivasi dan minat siswa di dalam diskusi kelompok kecil maupun besar.
Gambar atau peragaan, peragaan, atau situasi yang sesungguhnya dapat digunakan untuk
meningkatkan cara berfikir kritis dan kreatif siswa. Suatu ridlle biasanya berupa gambar di
papan tulis, papan poster, atau diproyeksikan dari suatu trasparansi, kemudian guru
mengajukan pertanyaan yang berkaitan dengan ridlle itu.
1. Synectics Lesson
Pada dasarnya syntetics memusatkan pada keterlibatan siswa untyuk membuat berbagai
macam bentuk metafora (kiasan) supaya dapat membuka intelegensinya dan mengembangkan
kreativitasnya. Hal ini dapat dilaksankan karena metafora dapat membantu dalam melepaskan
“ikatan struktur mental” yang melekat kuat dalam memandang suatu problema sehingga
dapat menunjang timbulnya ide-ide kreatif.
Sasaran pembelajaran yang dapat dicapai dengan penerapan inkuiri adalah:
Sasaran kognitif
1. Memahami bidang khusus dari materi pelajaran
2. Mengembangkan keterampilan proses sains
3. Mengembangkan kemampuan bertanya, memecahkan masalah dan melakukan percobaan
4. Menerapkan pengetahuan dalam situasi baru yang berbeda.
5. Mengevaluasi dan mensintesis informasi, ide dan masalah baru
6. Memperkuat keterampilan berpikir kritis
Sasaran afektif
10. 1. Mengembangkan minat terhadap pelajaran dan bidang ilmu
1. Memperoleh apresiasi untuk pertimbangan moral dan etika yang relevan dengan bidang
ilmu tertentu.
2. Meningkatkan intelektual dan integritas
3. Mendapatkan kemampuan untuk belajar dan menerapkan materi pengetahuan.
http://bangkititahermawati.wordpress.com/ipa-kelas-vii/pembelajaran-inquiry-dan-discovery/
Strategi Pembelajaran Inquiry & Discovery
Strategi pembelajaran inquiry & discovery adalah metode pembelajaran yang pertama kali
dikembangkan oleh Bruner (1966) di mana siswa didorong untuk mengalami, melakukan percobaan,
dan menemukan sendiri prinsip-prinsip dan konsep yang diajarkan. Strategi pembelajaran inquiry &
discovery memiliki beberapa keuntungan, seperti dapat membangkitkan rasa keingintahuan
(curiosity), minat, dan motivasi siswa untuk terus belajar sampai dapat menemukan jawaban. Di
samping itu, melalui penerapan strategi inquiry, siswa juga dapat belajar memecahkan masalah
secara mandiri dan mengembangkan keterampilan berpikir kritis sebab mereka harus menganalisis
dan mengutak-atik informasi.
Secara operasional pembelajaran iquiry & discovery dapat ditempuh melalui tahapan-tahapan
berikut:
a. Sajikan situasi teka-teki (puzzling situation) yang sesuai dengan tahapan perkembangan siswa. Jelaskan
prosedur inquiry & discovery dan sajikan masalah.
b. Minta siswa mengumpulkan informasi melalui observasi atau berdasar pengalaman masing-masing.
c. Minta siswa menganalisis dan menyajikan hasil dalam bentuk tulisan, gambar, bagan, tabel, atau karya
lain.
d. Minta siswa mengkomunikasikan dan menyajikan hasil karyanya, misalnya dalam bentuk penyajian di
kelas, menempelkan di majalah dinding, menulis di koran, dan sebagainya.
e. Dalam penyajian di kelas, bangkitkan tanggapan dan penjelasan siswa lain. Minta tanggapan balik
(counter-sugestions) dan selidiki tanggapan siswa. Hadapkan mereka dengan demonstrasi-demonstrasi
tambahan untuk mengeksplorasi lebih jauh.
f. Ciptakan lingkungan yang dapat menerima dan menghargai pendapat orang lain. Selalu minta siswa
memberi alasan atas jawaban-jawaban mereka. Sajikan tugas-tugas yang berkaitanbkemudian cermati
dan beri balikan atas pemikiran-pemikiran yang diajukan siswa.
g. Ciptakan situasi yang memungkinkan siswa dapat berinteraksi dan bersedia bekerjasama dengan tetap
memperhatikan sopan santun
http://www.tuanguru.com/2012/08/strategi-pembelajaran-inquiry-discovery.html
Dalam usaha meningkatkan pendidikan pada umumnya Bruner mengemukakan empat
tema, yaitu; struktur, kesiapan, intuisi dan motivasi. Bruner menganggap bahwa belajar itu
meliputi tiga proses kognitif, yaitu; memperoleh informasi baru, transformasi ilmu
pengetahuan, dan menguji relevansi dan ketepatan pengetahuan. Pandangannya terhadap
11. belajar yang disebutnya sebagai konseptualisme instrumental didasarkan pada dua prinsip,
yaitu; pengetahuan orang tentang alam didasarkan pada model-model menganai kenyataan
yang dibangunnya, dan model-model itu mula-mula diadopsi dari kebudayaan seseorang, dan
kemudian model-model itu diadaptasikan pada kegunaan bagi orang itu.
Pematangan intelektual seseorang ditunjukkan oleh bertambahnya ketidakbergantungan
respon dari sifat stimulus. Pertumbuhan itu tergantung pada bagaimana seseorang
menginternalisasi peristiwa- peristiwa menjadi suatu “sistem simpanan” yang sesuai dengan
lingkungan.pertumbuhan itu menyangkut peningkatan kemampuan seseorang untuk
mengemukakan pada dirinya sendiri atau pada orang lain tentang apa yang telah atau akan
dilakukannya.
Penyajian kemampuan dapat dilakukan melalui tiga cara, yaitu; cara enaktif, ekonik, dan
cara simbolik. Menurut Bruner belajar bermakna hanya dapat terjadi melalui belajar
penemuan (discovery learning). Pengetahuan yang diperoleh melalui belajar penemuan
bertahan lama, dan mempunyai efek transfer yang lebih baik. Belajar penemuan
meningkatkan penalaran dan kemampuan dan berfikir secara bebas, dan memilih
keterampilan-keterampilan kognitif untuk menemukan dan memecahkan masalah
dikemukakan oleh Bruner dalam bukunya Toward a Theory of Instruction yang diambil
dari buku Teori-Teori Belajar tulisan Ratna Wilis Dahar, Bruner mengatakan:
We teach a subject not to produce litle living libraries on the subject, but rather to get a
student to think mathematically for him self, to consider matters as an historian does, to take
part in the process of knowledge-getting. Knowing is a process, not aproduct.
Jadi kalau kita mengajar sains misalnya, kita bukan akan menghasilkan perpustakaan-perpustakaan
hidup kecil tentang sains, melainkan kita ingin membuat anak-anak kita berfikir
secara matematis bagi dirinya sendiri, berperan serta dalam proses perolehan pengetahuan.
Mengetahui itu adalah suatu proses, bukan suatu produk.
http://toxicthechemistry.blogspot.com/2013/11/teori-belajar-penemuan-jerome-bruner.html
Jerome Bruner
Belajar Penemuan berdasarkan teori Jerome s. Bruner
Salah satu model kognitif yang sangat berpengaruh adalah model dari Jerome Bruner
(1966) yang dikenal dengan nama belajar penemuan (discovery learning). Bruner
menganggap bahwa belajar penemuan sesuai dengan pencarian pengetahuan secara aktif oleh
manusia dan dengan sendirinya memberikan hasil yang paling baik. Bruner menyarankan
12. agar siswa hendaknya belajar melalui berpartisipasi aktif dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip
agar mereka dianjurkan untuk memperoleh pengalaman dan melakukan eksperimen-eksperimen
yang mengizinkan mereka untuk menemukan konsep dan prinsip itu sendiri.
Secara umum terdapat dua ciri konsep belajar penemuan Jerome Bruner ini, yaitu:
1. Tentang (discovery) itu sendiri merupakan ciri umum dari teori Bruner ini, dimana teori ini
mengarahkan agar peserta didik mendiri dalam menemukan, mengolah, memilah dan dan
mengembangkan. Berbeda dengan teori yang lain seperti teori, behavioristik yang belajar
berdasarkan pengalaman tidak memperhatikan aspek kognitifnya seperti teori discovery
Bruner ini.
2. Konsep kurikulum spiral merupakan ciri khas dari teori discovery Jerome Bruner ini. Dimana
dalam teorinya di tuntut adanya pengulangan-pengulangan terhadap pengetahuan yang sama
namun diulang dengan pembahasan yang lebih luas dan mendalam.
Yang menjadi ide dasar Bruner ialah pendapat dari Piaget yang menyatakan bahwa anak harus berperan
secara aktif dalam belajar di kelas, untuk itu menurut Bruner, murid mengorganisir bahan yang
dipelajari dalam suatu bentuk akhir. Teori ini disebutnya dengan discovery learning, atau dengan kata
lain bagaimana cara orang memilih mempertahankan dan mentransformasikan informasi secara aktif,
dan inilah menurut Bruner inti dari berajar
http://tujuhkoto.wordpress.com/2010/06/21/teori -belajar-menurut-jerome-bruner/
teori discovery learning yang cetuskan oleh Jerome Bruner. Ada beberapa keistimewaan
discovery learning itu, antara lain:
& Discovery learning menimbulkan keingintahuan siswa, dapat memotivasi mereka untuk
melanjutkan pekerjaan sampai mereka menemukan jawaban-jawaban.
& Pendekatan ini dapat mengajar keterampilan menyelesaikan masalah secara mandiri dan
mungkin memaksa siswa untuk menganalisis dan memanipulasi informasi dan tidak hanya
menyerap secara sederhana saja
Hasilnya lebih berakar dari pada cara belajar yang lain.
Lebih mudah dan cepat ditangkap
Dapat dimanfaatkan dalam bidang sudi lain atau dalam kehidupan sehari-hari
berdaya guna untuk meningkatkan kemampuan siswa menalar dengan baik
Sedangkan kelemahan teori Discovey Learning Jerome Bruner antara lain:
Belajar discovery learning belum tentu bisa diaplikasikan karena kondisi dan sistem
yang belum mendukuag penemuan sendiri, sementara secara realistis murid
didominasi hanya menerima dari guru
Discovery learning belum tentu semua murid mahir untuk menerapkannya
Discavery learning berbahaya bagi murid yang kurang mahir, sebab pengetahuan
yang ia peroleh tidak akan menambah pengetahuan yang sempurna tapi baru sebatas
coba-coba.
http://tujuhkoto.wordpress.com/2010/06/21/teori -belajar-menurut-jerome-bruner/
13. Beberapa kelebihan dan kelemahan dari metode inkuiri adalah sebagai berikut:
1. Kelebihan
a) Siswa ikut berpartisipasi secara aktif di dalam kegiatan belajarnya, sebab metode inkuiri
menekankan pada proses pengolahan informasi pada peserta didik
b) Siswa benar-benar dapat memahami suatu konsep dan rumus, sebab siswa menemukan
sendiri proses untuk mendapatkan konsep atau rumus tersebut.
c) Metode ini memungkinkan sikap ilmiah dan menimbulkan semangat ingin tahu para siswa.
d) Dengan menemukan sendiri siswa merasa sangat puas dengan demikian kepuasan mental
sebagai nilai intrinsik siswa terpenuhi.
e) Guru tetap memiliki kontak pribadi
f) Penemuan yang diperoleh peserta didik dapat menjadi kepemilikan yang sangat sulit
dilupakan.
2. Kelemahan Metode Inkuiri menurut Fat Hurrahman (2008) adalah:
a) Persiapan dan pelaksanaannya memakan waktu yang cukup lama.
b) Metode ini tidak efektif bila tidak ditunjang dengan peralatan yang lengkap sesuai dengan
kebutuhan.
c) Sukar dilaksanakan bila siswa belum matang kemampuan untuk melaksanakannya.
Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Inkuiri
Setiap model pembelajaran yang diterapkan dalam proses belajar mengajar memiliki
kelebihan dan kekurangan. Model pembelajaran inkuiri terbimbing memiliki kelebihan
tertentu. Kelebihan model pembelajaran inkuiri terbimbing yang dikemukakan oleh Bruner
(Wartono, 2003) yaitu :
a. Model pembelajaran inkuiri meningkatkan potensi intelektual siswa. Hal ini dikarenakan
siswa diberi kesempatan untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban dari permasalahan
yang diberikan dengan pengamatan dan pengalaman sendiri.
b. Ketergantungan siswa terhadap kepuasan ekstrinsik bergeser kearah kepuasan intrinsik.
Siswa yang telah berhasil menemukan sendiri sampai dapat memecahkan masalah yang ada
akan meningkatkan kepuasan intelektualnya yang datang dari dalam diri siswa.
c. Siswa memperoleh pengetahuan yang bersifat penyelidikan karena terlibat langsung dalam
proses penemuan.
d. Belajar melalui inkuiri dapat memperpanjang proses ingatan. Pengetahuan yang diperoleh
dari hasil pemikiran sendiri akan lebih mudah diingat.
14. e. Belajar dengan inkuiri, siswa dapat memahami konsepkonsep sains dan ide-ide dengan baik.
f. Pengajaran menjadi terpusat pada siswa, salah satu prinsip psikologi belajar menyatakan
bahwa semakin besar keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran, maka semakin besar
pula kemampuan belajar siswa tersebut. Dalam pembelajaran inkuiri tidak hanya ditujukan
untuk belajar konsep-konsep dan prinsip-prinsip saja tetapi juga belajar pengarahan diri
sendiri, tanggung jawab, komunikasi dan sebagainya.
g. Proses pembelajaran inkuiri dapat membentuk dan mengembangkan konsep diri siswa.
Keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran inkuiri lebih besar, sehingga memberikan
kemungkinan kepada siswa untuk memperluas wawasan dan mengembangkan konsep diri
secara baik.
h. Tingkat harapan meningkat, tingkat harapan merupakan bagian dari konsep diri. Ini berarti
bahwa siswa memiliki keyakinan atau harapan dapat menyelesaikan tugasnya secara mandiri
berdasarkan pengalaman penemuannya.
i. Model pembelajaran inkuiri dapat mengembangkan bakat. Manusia memiliki berbagai
macam bakat, salah satunya adalah bakat akademik, semakin banyak kebebasan dalam proses
pembelajaran maka semakin besar kemungkinan siswa untuk mengembangkan bakatbakat
lainnya, seperti kreatif, social, dan sebagainya.
j. Model pembelajaran inkuiri dapat menghindarkan siswa belajar dengan hafalan.
Pembelajaran inkuiri menekankan kepada siswa untuk menemukan makna lingkungan
sekelilingnya.
k. Model pembelajaran inkuiri memberikan kesempatan kepada siswa untuk mencerna dan
mengatur informasi yang didapatkan.
Selain memiliki kelebihan, model pembelajaran inkuiri terbimbing juga memiliki
kekurangan. Adapun kekurangan dari model pembelajaran inkuiri terbimbing, yaitu:
a. Model pembelajaran inkuiri mengandalkan suatu kesiapan berpikir tertentu siswasiswa yang
mempunyai kemampuan berpikir lambat bisa kebingungan dalam berpikir secara luas
membuat abstraksi, menemukan hubungan antara konsepkonsep dalam suatu mata pelajaran,
atau menyusun apa yang telah mereka peroleh secara tertulis atau lisan. Siswa siswa yang
mempunyai kemampuan berpikir tinggi bisa memonopoli model pembelajaran penemuan,
sehingga menyebabkan frustasi bagi siswasiswa lain.
15. b. Tidak efisien, khususnya untuk mengajar siswa yang berjumlah besar sebagai contoh banyak
waktu yang dihabiskan untuk membantu seorang siswa dalam menemukan teori-teori
tertentu.
c. Harapan-harapan dalam model pembelajaran ini dapat terganggu oleh siswa-siswa dan guru--
guru yang telah terbiasa dengan pengajaran tradisional.
d. Pada bidang sains membutuhkan banyak fasilitas untuk menguji ide-ide.
http://bintangkecildelapan.blogspot.com/2012/03/normal -0-false-false-false-in-x-none-x_24.html
Model pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran yang dalam pelaksanaannya
mengedepankan pemanfaatan kelompok-kelompok siswa. Prinsip yang harus dipegang teguh dalam
kaitan dengan kelompok kooperatif adalah setiap siswa yang ada dalam suatu kelompok harus
mempunyai tingkat kemampuan yang heterogen (tinggi, sedang dan rendah) dan bila perlu mereka
harus berasal dari ras, budaya, suku yang berbeda serta mempertimbangkan kesetaraan gender.
Model pembelajaran kooperatif bertumpu pada kooperasi (kerjasama) saat menyelesaikan
permasalahan belajar yaitu dengan menerapkan pengetahuan dan keterampilan sehingga tujuan
pembelajaran dapat dicapai. Sebuah model pembelajaran dicirikan oleh adanya struktur tugas
belajar, struktur tujuan pembelajaran dan struktur penghargaan ( reward). Dalam kaitan dengan
model pembelajaran kooperatif, maka tentu saja struktur tugas, struktur tujuan dan struktur
penghargaan pada model pembelajaran ini tidak sama dengan struktur tugas, struktur tujuan serta
struktur penghargaan model pembelajaran yang lain.
Jenis-Jenis Model Pembelajaran Kooperatif yang Dapat Diterapkan Guru
Berikut ini daftar beberapa model pembelajaran kooperatif yang efektif:
TAI (Team Assisted Individualization atau Team Accelerated Instruction)
Tipe model pembelajaran kooperatif yang satu ini sebenarnya adalah penggabungan dari
pembelajaran kooperatif dengan pembelajaran individual. Pada model pembelajaran kooperatif
tipe TAI, siswa mengikuti tingkatan yang bersifat individual berdasarkan tes penempatan, dan
kemudian dapat maju ke tahapan selanjutnya berdasarkan tingkat kecepatannya belajar. Jadi, setiap
anggota kelompok sebenarnya belajar unit-unit materi pelajaran yang berbeda. Rekan sekelompok
akan memeriksa hasil pekerjaan rekan sekelompok lainnya dan memberikan bantuan jika diperlukan.
Tes kemudian diberikan diakhir unit tanpa bantuan teman sekelompoknya dan diberikan skor. Lalu
setiap minggu guru akan menjumlahkan total unit materi yang diselesaikan suatu kelompok dan
memberikan sertifikat atau penghargaan bila mereka berhasil melampaui kriteria yang telah
ditetapkan, dan beberapa poin tambahan untuk kelompok yang anggotanya mendapat nilai
sempurna. Kelebihan model pembelajaran kooperatif tipe TAI ini adalah karena siswa
bertanggungjawab untuk memeriksa pekerjaan rekannya yang lain, maka guru mempunyai waktu
yang lebih banyak untuk membantu kelompok-kelompok kecil yang menemuai banyak hambatan
dalam belajar yang merupakan kumpulan dari anggota-anggota kelompok yang berada pada
16. tingkatan unit materi pelajaran yang sama. Banyak penelitian melaporkan bahwa model
pembelajaran kooperatif tipe TAI ini sangat efektif untuk digunakan dalam pembelajaran.
STAD (Student Teams Achievement Division)
Pada model pembelajaran kooperatif tipe STAD ini siswa dikelompokkan ke dalam kelompok kecil
yang disebut tim. Kemudian seluruh kelas diberikan presentasi materi pelajaran. Siswa kemudian
diberikan tes. Nilai-nilai individu digabungkan menjadi nilai tim. Pada model pembelajaran
kooperatif tipe ini walaupun siswa dites secara individual, siswa tetap dipacu untuk bekerja sama
untuk meningkatkan kinerja dan prestasi timnya. Bila pertama kali digunakan di kelas anda, maka
ada baiknya guru terlebih dahulu memperkenalkan model pembelajaran kooperatif STAD ini
kepada siswa.
Round Table atau Rally Table
Untuk menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Round table atau Rally Table ini guru
dapat memberikan sebuah kategori tertentu kepada siswa (misalnya kata-kata yang dimulai dengan
huruf “s”). Selanjutnya mintalah siswa bergantian menuliskan satu kata secara bergiliran.
Jigsaw
Jigsaw pertama kali dikembangkan dan diujicobakan oleh Elliot Aronson dan teman-teman di
Universitas Texas, dan kemudian diadaptasi oleh Slavin dan teman-teman di Universitas John
Hopkins (Arends, 2001). Tujuan diciptakannya tipe model pembelajaran kooperatif Jigsaw ini adalah
untuk meningkatkan rasa tanggungjawab siswa terhadap belajarnya sendiri dan juga belajar anggota
kelompoknya yang lain. Mereka diminta mempelajari materi yang akan menjadi tanggungjawabnya,
karena selain untuk dirinya, ia juga harus mengajarkan materi itu kepada anggota kelompoknya yang
lain. Pada model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw ini ketergantungan antara siswa sangat tinggi.
Setiap siswa dalam model pembelajaran kooperatif ini adalah anggota dari dua kelompok, yaitu (1)
kelompok asal (home group) dan (2) kelompok ahli (expert group). Kelompok asal dibentuk dengan
anggota yang heterogen. Di kelompok asal ini mereka akan membagi tugas untuk mempelajari suatu
topik. Setelah semua anggota kelompok asal memperoleh tugas masing-masing, mereka akan
meninggalkan kelompok asal untuk membentuk kelompok ahli. Kelompok ahli adalah kelompok yang
terbentuk dari anggota-anggota kelompok yang mempunyai tugas mempelajari sebuah topik yang
sama (berdasarkan kesepakatan mereka di kelompok asal). Setelah mempelajari topik tersebut di
kelompok ahli, mereka akan kembali ke kelompok asal mereka masing-masing dan saling
mengajarkan topik yang menjadi tanggungjawab mereka ke anggota kelompok lainnya secara
bergantian.
Guru perlu memahami bagaimana model pembelajaran Jigsaw ini dilaksanakan, begitu juga siswa
Tim Jigsaw
Untuk menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw, tugaskan setiap siswa pada setiap
kelompok untuk mempelajari seperempat halaman dari bacaan atau teks pada mata pelajaran apa
saja (misalnya IPS), atau seperempat bagian dari sebuah topik yang harus mereka pelajari atau ingat.
Setelah setiap siswa tadi menyelesaikan pembelajarannya dan kemudian saling mengajarkan
(menjelaskan) tentang materi yang menjadi tugasnya atau saling bekerjasama untuk membentuk
sebuah kesatuan materi yang utuh saat mereka menyelesaikan sebuah tugas atau teka-teki.
17. Jigsaw II
Tipe model pembelajaran kooperatif yang satu ini adalah modifikasi dari tipe Jigsaw. Jigsaw II
dikembangkan oleh Robert Slavin pada tahun 1980 di mana semua anggota kelompok asal
mempelajari satu topik yang sama, hanya saja masing-masing anggota difokuskan untuk mendalami
bagian-bagian tertentu dari topik itu. Setiap anggota kelompok asal harus menjadi ahli dalam bagian
topik yang mereka dalami. Seperti Jigsaw, di tipe Jigsaw II ini mereka juga harus mengajarkan
keahliannya pada anggota kelompok asalnya yang lain secara bergantian.
Reverse Jigsaw (Kebalikan Jigsaw)
Tipe model pembelajaran kooperatif ini dikembangkan oleh Timothy Hedeen (2003). Perbedaanya
dengan tipe Jigsaw adalah, bila pada model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw anggota kelompok
ahli hanya mengajarkan keahliannya kepada anggota kelompok asal, maka pada model
pembelajaran kooperatif reverse jigsaw ini, siswa-siswa dari kelompok ahli mengajarkan keahlian
mereka (materi yang mereka pelajari atau dalami) kepada seluruh kelas.
NHT (Numbered Heads Together) – Kepala Bernomor Bersama
Pada modelpembelajaran kooperatif tipe NHT, minta siswa untuk menomori diri mereka masing
dalam kelompoknya mulai dari 1 hingga 4. Ajukan sebuah pertanyaan dan beri batasan waktu
tertentu untuk menjawabnya. Siswa yang mengangkat tangan jika bisa menjawa pertanyaan guru
tersebut. Guru menyebut suatu angka (antara 1 sampai 4) dan meminta seluruh siswa dari semua
kelompok dengan nomor tersebut menjawab pertanyaan tadi. Guru menandai siswa-siswa yang
menjawab benar dan memperkaya pemahaman siswa tentang jawaban pertanyaan itu melalui
diskusi.
TGT (Team Game Tournament)
Model pembelajaran kooperatif tipe TGT mirip dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD,
tetapi bedanya hanya pada kuis yang digantikan dengan turnamen mingguan (Slavin, 1994). Pada
model pembelajaran kooperatif ini, siswa-siswa saling berkompetisi dengan siswa dari kelompok lain
agar dapat memberikan kontribusi poin bagi kelompoknya. Suatu prosedur tertentu digunakan
untuk membuat permainan atau turnamen berjalan secara adil. Penelitian menunjukkan bahwa
model pembelajaran kooperatif tipe TGT terbukti efektif meningkatkan hasil belajar siswa.
Three-Step Interview (Wawancara Tiga Langkah)
Pada model pembelajaran kooperatif tipe three-step interview (disebut juga three problem-solving)
dilakukan 3 langkah untuk memecahkan masalah. Pada langkah pertama guru menyampaikan isu
yang dapat memunculkan beragam opini, kemudian mengajukan beberapa pertanyaan-pertanyaan
kepada seluruh siswa di kelas. Langkah kedua, siswa secara berpasangan bermain peran sebagai
pewawancara dan orang yang diwawancarai. Kemudian, di langkah yang ketiga, setelah wawancara
pertama dilakukan maka pasangan bertukar peran: pewawancara berperan sebagai orang yang
diwawancarai dan sebaliknya orang yang tadi mewawancarai menjadi orang yang diwawancarai.
Setelah semua pasangan telah bertukar peran, selanjutnya setiap pasangan dapat membagikan atau
mempresentasikan hasil wawancara mereka kepada seluruh kelas secara bergiliran. Tipe model
pembelajaran kooperatif ini (three-step interview) ini efektif untuk mengajarkan siswa problem
solving (pemecahan masalah).
18. Three-Minute Review (Reviu Tiga Langkah)
Model pembelajaran kooperatif tipe three-step review efektif untuk digunakan saat guru berhenti
pada saat-saat tertentu selama sebuah diskusi atau presentasi berlangsung, dan mengajak siswa
mereviu apa yang telah mereka ungkapkan saat diskusi di dalam kelompok mereka. Siswa-siswa
dalam kelompok-kelompok itu dapat bertanya untuk mengklarifikasi kepada anggota lainnya atau
menjawab pertanyaan-pertanyaan dari anggota lain. Misalnya setelah diskusi tentang proses-proses
kompleks yang terjadi di dalam tubuh manusia misalnya pencernaan makanan, siswa dapat
membentuk kelompok-kelompok dan mereviu proses diskusi dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan
untuk mengklarifikasi.
GI (Group Investigasi)
Model pembelajaran kooperatif tipe group investigasi telah banyak dibahas pada blog ptk dan model
pembelajaran ini. Silakan baca tentang model pembelajaran kooperatif group investigasi:
Tinjauan tentang model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigasi
Efektivitas kelompok kooperatif pada tipe GI ini juga perlu untuk dievaluasi
Evaluasi proses inkuiri yang dilakukan siswa saat model pembelajaran kooperatif tipe
group investigasi
Sintaks model pembelajaran kooperatif tipe GI
langkah-langkah desain model dan implementasinya di kelas
Go Around (Berputar)
Model pembelajaran kooperatif tipe go around sebenarnya adalah variasi dari model pembelajaran
kooperatif tipe group investigasi. Baca lebih lanjut tentang langkah-langkah pembelajaran model
pembelajaran kooperatif Go Around
Reciprocal Teaching (Pengajaran Timbal Balik)
Model pembelajaran kooperatif tipe reciprocal teaching (pengajaran timbal balik) dikembangkan
oleh Brown & Paliscar (1982). Pengajaran timbal balik atau reciprocal teaching ini juga merupakan
sebuah model pembelajaran kooperatif yang meminta siswa untuk membentuk pasangan-pasangan
saat berpartisipasi dalam sebuah dialog (percakapan atau diskusi) mengenai sebuah teks (bahan
bacaan). Setiap anggota pasangan akanbergantian membaca teks dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan,
menerima dan memperoleh umpan balik ( feedback). Model pembelajaran tipe
reciprocal teaching ini memungkinkan siswa untuk melatih dan menggunakan teknik-teknik
metakognitif seperti mengklarifikasi, bertanya, memprediksi, dan menyimpulkan. Model
pembelajaran kooperatif tipe reciprocal teaching ini dikembangkan atas dasar bahwa siswa dapat
belajar secara efektif dari siswa lainnya. Baca artikel yang lebih rinci tentang model pembelajaran
kooperatif tipe reciprocal teaching (pengajaran timbal balik).
CIRC (Cooperative Integrated Reading Composition)
Model pembelajaran kooperatif tipe CIRC (cooperative integrated reading composition) adalah
sebuah model pembelajaran yang sengaja dirancang untuk mengembangkan kemampuan membaca,
menulis, dan keterampilan-keterampilan berbahasa lainnya baik pada jenjang pendidikan tinggi
maupun jenjang dasar. Pada tipe model pembelajaran kooperatif yang satu ini siswa tidak hanya
mendapat kesempatan belajar melalui presentasi langsung oleh guru tentang keterampilan
membaca dan menulis, tetapi juga teknik menulis sebuah komposisi (naskah). CIRC dikembangkan
untuk menyokong pendekatan pembelajaran tradisional pada mata pelajaran bahasa yang disebut
19. “kelompok membaca berbasis keterampilan”. Pada model pembelajaran CIRC ini siswa berpasang -
pasangan di dalam kelompoknya. Ketika guru sedang membantu sebuah kelompok-membaca
(reading group), pasangan-pasangan saling mengajari satu sama lain bagaimana “membaca-bermakna”
dan keterampilan menulis melalui teknik reciprocal (timbal balik). Mereka diminta untuk
saling bantu untuk menunjukkan aktivitas pengembangan keterampilan dasar berbahasa (misalnya
membaca bersuara (oral reading), menebak konteks bacaan, mengemukakan pertanyaan terkait
bacaan, menyimpulkan, meringkas, menulis sebuah komposisi berdasarkan sebuah cerita, hingga
merevisi sebuah komposisi). Setelah itu, buku kumpulan komposisi hasil kelompok dipublikasikan
pada akhir proses pembelajaran. Semua kelompok (tim) kemudian diberikan penghargaan atas
upaya mereka dalam belajar dan menyelesaikan tugas membaca dan menulis.
The Williams
Tipe model pembelajaran kooperatif The Williams mengajak siswa melakukan kolaborasi untuk
menjawab sebuah pertanyaan besar yang merupakan sebuah tujuan pembelajaran. Pada model
pembelajaran ini siswa dikelompok-kelompoknya secara heterogen seperti pada tipe STAD.
Kemudian setiap kelompok diberikan pertanyaan yang berbeda-beda dengan tujuan untuk
meningkatkan kemampuan kognitif yang memungkinkan siswa dapat mencapai tujuan pembelajaran
tersebut.
TPS (Think Pairs Share)
Model pembelajaran kooperatif tipe TPS (think pairs share) mulanya dikembangkan oleh Frank T.
Lyman (1981). Tipe model pembelajaran kooperatif ini memungkinkan setiap anggota pasangan
siswa untuk berkontemplasi terhadap sebuah pertanyaan yang diajukan. Setelah diberikan waktu
yang cukup mereka selanjutnya diminta untuk mendiskusikan apa yang telah mereka pikirkan tadi
(hasil kontemplasi) dengan pasangannya masing-masing. Setelah diskusi dengan pasangan selesai,
guru kemudian mengumpulkan tanggapan atau jawaban atas pertanyaan yang telah diajukan
tersebut dari seluruh kelas.
TPC (Think Pairs Check)
Model pembelajaran kooperatif tipe think pairs-check adalah modifikasi dari tipe think pairs share, di
mana penekanan pembelajaran ada pada saat mereka diminta untuk saling cek jawaban atau
tanggapan terhadap pertanyaan guru saat berada dalam pasangan.
TPW (Think Pairs Write)
Tipe model pembelajaran kooperatif TPW (Think Pairs Write) juga merupakan variasi dari model
pembelajaran kooperatif tipe TPS (Think Pairs Share). Penekanan model pembelajaran kooperatif
tipe ini adalah setelah mereka berpasangan, mereka diminta untuk menuliskan jawaban atau
tanggapan terhadappertanyaan yang telah diberikan oleh guru. Model pembelajaran kooperatif tipe
TPW ini sangat cocok untuk pelajaran menulis.
Tea Party (Pesta Minum Teh)
Pada model pembelajaran kooperatif tipe tea party, siswa membentuk dua lingkaran konsentris atau
dua barisan di mana siswa saling berhadapan satu sama lain. Guru mengajukan sebuah pertanyaan
(pada bidang mata pelajaran apa saja) dan kemudian siswa mendiskusikan jawabannya dengan siswa
yang berhadapanan dengannya. Setelah satu menit, baris terluar atau lingkaran terluar bergerak
searah jarum jamsehingga akan berhadapan dengan pasangan yang baru. Guru kemudian
mengajukan pertanyaan kedua untuk mereka diskusikan. Langkah-langkah seperti ini terus
20. dilanjutkan hingga guru selesai mengajukan 5 atau lebih pertanyaan untuk didiskusikan. Untuk
sedikit variasi dapat pula siswa diminta menuliskan pertanyaan-pertanyaan pada kartu-kartu untuk
catatan nanti bila diadakan tes.
Write Around (Menulis Berputar)
Model pembelajaran kooperatif tipe write around ini cocok digunakan untuk menulis kreatif atau
untuk menulis simpulan. Pertama-tama guru memberikan sebuah kalimat pembuka (contohnya: Bila
kamu akan berulang tahun, maka kamu akan meminta hadiah berupa...). Mintalah semua siswa
dalam setiap kelompok untuk menyelesaikan kalimat tersebut. Selanjutnya mereka ia menyerahkan
kertas berisi tulisannya tersebut ke sebelah kanan, dan membaca kertas lain yang mereka terima
setelah diserahkan oleh kelompok lain, kemudian menambahkan satu kalimat lagi. Setelah beberapa
kali putaran, maka akan diperoleh 4 buah cerita atau tulisan (bila di kelas dibentuk 4 kelompok).
Selanjutnya beri waktu bagi mereka untuk membuat sebuah kesimpulan dan atau mengedit bagian-bagian
tertentu, kemudian membagi cerita atau simpulan itu dengan seluruh kelas. Write around
adalah modifikasi dari model pembelajaran kooperatif go around.
Round Robin Brainstorming atau Rally Robin
Contoh pelaksanaan model pembelajaran kooperatif Round Robin Brainstorming misalnya : berikan
sebuah kategori (misalnya “nama-nama sungai di Indonesia) untuk didiskusikan. Mintalah siswa
bergantian untuk menyebutkan item-item yang termasuk ke dalam kategori tersebut.
LT (Learnig Together)
Orang yang pertama kali mengembangkan jenis model pembelajaran kooperatif tipe Learning
Together (Belajar Bersama) ini adalah David johnson dan Roger Johnson di Universitas Minnesota
pada tahun 1999. Pada model pembelajaran kooperatif tipe Learning Together, siswa dibentuk oleh
4 – 5 orang siswa yang heterogen untuk mengerjakan sebuah lembar tugas. Setiap kelompok hanya
diberikan satu lembar kerja. Mereka kemudian diberikan pujian dan penghargaan berdasarkan hasil
kerja kelompok. Pada model pembelajaran Kooperatif dengan variasi seperti Learning Together ini,
setiap kelompok diarahkan untuk melakukan kegiatan-kegiatan untuk membangun kekompakan
kelompok terlebih dahulu dan diskusi tentang bagaimana sebaiknya mereka bekerjasama dalam
kelompok.
Student Team Learning (STL - Kelompok Belajar Siswa)
Model pembelajaran kooperatif tipe student team learning ini dikembangkan di John Hopkins
University – Amerika Serikat. Lebih dari separuh penelitian tentang pembelajaran kooperatif di sana
menggunakan student team learning. Pada dasarnya model pembelajaran kooperatif yang satu ini
sama saja dengan model pembelajaran kooperatif yang lain yaitu adanya ide dasar bahwa siswa
harus bekerjasama dan turut bertanggungjawab terhadap pembelajaran siswa lainnya yang
merupakan anggota kelompoknya. Pada tipe STL ini penekanannya adalah bahwa setiap kelompok
harus belajar sebagai sebuah tim. Ada 3 konsep sentral pada model pembelajaran kooperatif tipe
STL ini, yaitu: (1) penghargaan terhadap kelompok; (2) akuntabilitas individual; (3) kesempatan yang
sama untuk memperoleh kesuksesan. Pada sebuah kelas yang menerapkan model pembelajaran ini,
setiap kelompok dapat memperoleh penghargaan apabila mereka berhasil melampaui ktiteria yang
telah ditetapkan sebelumnya. Akuntabilitas individual bermakna bahwa kesuksesan sebuah
kelompok bergantung pada pembelajaran yang dilakukan oleh setiap individu anggotanya. Pada
model pembelajaran tipe STL, setiap siswa baik dari kelompok atas, menengah, atau bawah dapat
21. memberikan kontribusi yang sama bagi kesuksesan kelompoknya, karena skor mereka dihitung
berdasarkan skor peningkatan dari pembelajaran mereka sebelumnya.
Two Stay Two Stray
Model pembelajaran kooperatif two stay two stray ini sebenarnya dapat dibuat variasinya, yaitu
berkaitan dengan jumlah siswa yang tinggal di kelompoknya dan yang berpencar ke kelompok lain.
Misalnya: (1) one stay three stray (satu tinggal tiga berpencar); dan (2) three stay one stray (tiga
tinggal satu berpencar). Model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray dikembangkan
pertama kali oleh Spencer Kagan (1990). Dengan struktur kelompok kooperatif seperti tipe two stay
two stray ini dapat memberikan kesempatan kepada tiap kelompok untuk saling berbagi informasi
dengan kelompok-kelompok lain.
Demikian pembahasan mengenai tipe-tipe model pembelajaran kooperatif. Pada artikel selanjutnya,
blog ptk dan model pembelajaran akan menguraikan lebih detail mengenai beberapa tipe model
pembelajaran kooperatif yang belum diulas pada artikel -artikel sebelumnya. Sampai jumpa.
http://penelitiantindakankelas.blogspot.com/2013/02/tipe-model-pembelajaran-kooperatif.html
Pembelajaran kooperatif muncul karena adanya perkembangan dalam sistem pembelajaran
yang ada. Pembelajaran kooperatif menggantikan sistem pembelajaran yang individual.
Dimana guru terus memberikan informasi ( guru sebagai pusat ) dan peserta didik hanya
mendengarkan. Pembelajaran kooperatif mendapat dukungan dari Vygotsky tokoh teori
kontruktivisme. Dukungan Vygotsky antara lain:
a. Menekankan peserta didik mengkonstruksi pengetahuan mealui interaksi sosial dengan
orang lain.
b. Selain itu dia juga berpendapat bahwa penekanan belajar sebagai proses dialog interaktif.
Semua hal tersebut ada dalam pembelajaran kooperatif.
c. Arti penting belajar kelompok dalam pembelajaran.
Pembelajaran kooperatif ini membuat siswa dapat bekerjasama dan adanya partisiasi aktif
dari siswa. Guru sebagai fasilisator dan pembimbing yang akan mengarahkan setiap peserta
didik menuju pengetahuan yang benar dan tepat.
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF
Adalah pendekatan pembelajaran yang berfokus pada penggunaan kelompok kecil siswa
untuk bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar.
B. KONSEP DASAR PEMBELAJARAN KOOPERATIF
22. Pada dasarnya manusia mempunyai perbedaan, dengan perbedaan itu manusia saling asah,
asih, asuh ( saling mencerdaskan ). Dengan pembelajaran kooperatif diharapkan saling
menciptakan interaksi yang asah, asih, asuh sehingga tercipta masyarakat belajar ( learning
community ). Siswa tidak hanya terpaku belajar pada guru, tetapi dengan sesama siswa juga.
Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang secara sadar dan sengaja
mengembangkan interaksi yang silih asuh untuk menghindari ketersinggungan dan
kesalahpahaman yang dapat menimbulkan permusuhan, sebagai latihan hidup di masyarakat.
C. CIRI-CIRI PEMBELAJARAN KOOPERATIF
Didalam pembelajaran kooperatif terdapat elemen-elemen yang berkaitan. Menurut Lie (
2004 ):
1. Saling ketergantungan positif
Dalam pembelajaran kooperatif, guru menciptakan suasana yang mendorong agar siswa
merasa saling membutuhkan atau yang biasa disebut dengan saling ketergantungan positif
yang dapat dicapai melalui : saling ketergantungan mencapai tujuan, saling ketergantungan
menyelesaikan tugas, saling ketergantungan bahan atau sumber, saling ketergantungan peran,
saling ketergantungan hadiah.
2. Interaksi tatap muka
Dengan hal ini dapat memaksa siswa saling bertatap muka sehingga mereka akan berdialog.
Dialog tidak hanya dilakukan dengan guru tetapi dengan teman sebaya juga karena biasanya
siswa akan lebih luwes, lebih mudah belajarnya dengan teman sebaya.
3. Akuntabilitas individual
Pembelajaran kooperatif menampilkan wujudnya dalam belajar kelompok. Penilaian
ditunjukkan untuk mengetahui penguasaan siswa terhadap materi pelajaran secara individual.
Hasil penilaian ini selanjutnya disampaikan oleh guru kepada kelompok agar semua
kelompok mengetahui siapa kelompok yang memerlukan bantuan dan siapa yang dapat
memberikan bantuan,maksudnya yang dapat mengajarkan kepada temannya. Nilai kelompok
tersebut harus didasarkan pada rata-rata, karena itu anggota kelompok harus memberikan
kontribusi untuk kelompnya. Intinya yang dimaksud dengan akuntabilitas individual adalah
penilaian kelompok yang didasarkan pada rata-rata penguasaan semua anggota secara
individual.
4. Keterampilan menjalin hubungan antar pribadi
Keterampilan sosial dalam menjalin hubungan antar siswa harus diajarkan. Siswa yang tidak
dapat menjalin hubungan antar pribadi akan memperoleh teguran dari guru juga siswa
lainnya.
D. UNSUR – UNSUR MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF
Menurut Roger dan David Johnson ada 5 unsur dalam model pembelajaran kooperatif, yaitu :
23. 1. Positive interdependence ( saling ketergangtungan positif )
Unsur ini menunjukkan bahwa dalam pembelajaran kooperatif ada 2 pertanggungjawaban
kelompok. Pertama, mempelajari bahan yang ditugaskan kepada kelompok. Kedua,
menjamin semua anggota kelompok secara individu mempelajari bahan yang ditugaskan
tersebut.
Beberapa cara membangun saling ketergantungan positif yaitu :
a) Menumbuhkan perasaan peserta didik bahwa dirinya terintegrasi dalam kelompok,
pencapaian tujuan terjadi jika semua anggota kelompok mencapai tujuan.
b) Mengusahakan agar semua anggota kelompok mendapatkan penghargaan yang sama jika
kelompok mereka berhasil mencapai tujuan.
c) Mengatur sedemikian rupa sehingga setiap peserta didik dalam kelompok hanya
mendapatkan sebagian dari keseluruhan tugas kelompok.
d) Setiap peserta didik ditugasi dengan tugas atau peran yang saling mendukung dan saling
berhubungan, saling melengkapi dan saling terikat dengan peserta didik lain dalam
kelompok.
2. Personal responsibility ( tanggung jawab perorangan )
Tanggung jawab perorangan merupakan kunci untuk menjamin semua anggota yang
diperkuat oleh kegiatan belajar bersama.
3. Face to face promotive interaction ( interaksi promotif )
Unsur ini penting untuk dapat menghasilkan saling ketergantungan positif. Ciri – ciri
interaksi promotif adalah :
a. Saling membantu secara efektif dan efisien
b. Saling memberi informasi dan sarana yang diperlukan
c. Memproses informasi bersama secara lebih effektif dan efisien
d. Saling mengingatkan
e. Saling percaya
f. Saling memotivasi untuk memperoleh keberhasilan bersama
4. Interpersonal skill ( komunikasi antar anggota / ketrampilan )
Dalam unsur ini berarti mengkoordinasikan kegiatan peserta didik dalam pencapaian tujuan
peserta didik, maka hal yang perlu dilakukan yaitu :
a. Saling mengenal dan mempercayai
24. b. Mampu berkomunikasi secara akurat dan tidak ambisius
c. Saling menerima dan saling mendukung
d. Mampu menyelesaikan konflik secara konstruktif.
5. Group processing ( pemrosesan kelompok )
Dalam hal ini pemrosesan berarti menilai. Melalui pemrosesan kelompok dapat diidentifikasi
dari urutan atau tahapan kegiatan kelompok dan kegiatan dari anggota kelompok. Hal ini
bertujuan untuk meningkatkan efektivitas anggota dalam memberikan kontribusi terhadap
kegiatan kolaboratif untuk mencapai tujuan kelompok.
E. TUJUAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF
1. Meningkatkan hasil belajar akademik
Meskipun pembelajaran kooperatif meliputi berbagai macam tujuan social, tetapi juga
bertujuan untuk meningkatkan kinerja siswa dalam tugas – tugas akademik. Beberapa ahli
berpendapat bahwa model ini unggul dalam membantu siswa memahami konsep – konsep
yang sulit.
2. Penerimaan terhadap keragaman
Pembelajaran kooperatif memberi peluang kepada siswa yang berbada latar belakang dan
kondisi untuk bekerja saling bergantung satu sama lain atas tugas – tugas bersama.
3. Pengembangan ketrampilan sosial
Mengajarkan kepada siswa keterampilan kerjasama dan kolaborasi untuk saling berinteraksi
dengan teman yang lain.
F. PERBEDAAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF DENGAN PEMBELAJARAN
TRADISIONAL
Kelompok Belajar Kooperatif Kelompok Belajar Tradisional
Adanya saling ketergantungan positif, saling
membantu dan saling memberikan motivai
sehingga ada interaksi promotif.
Guru sering membiarkan adanya siswa
yang mendominasi kelompok atau
menggantungkan diri pada kelompok.
Adanya akuntabilitas individual yang
mengukur penguasaan materi pelajaran tiap
anggota kelompok. Kelompok diberi umpan
balik tentang hasil belajar para anggotanya
sehingga dapat saling mengetahui siapa yang
memerlukan bantuan dan siapa yang dapat
memberikan bantuan.
Akuntabilitas individual sering diabaikan
sehingga tugas- tugas sering diborong oleh
salah seorang anggota kelompok,
sedangkan anggota kelompok lainnya
hanya ‘enak-enak saja’ diatas keberhasilan
temannya yang dianggap ‘ pemborong’.
Kelompok belajar heterogen, baik dalam
kemampuan akademik, jenis kelamin, ras,
etnik, dsb sehingga dapat saling mengetahui
Kelompok belajar biasanya homogen
25. siapa yang memerlukan bantuan dan siapa
yang dapat memberikan bantuan.
Pimpinan kelompok dipilih secara demokratis
atau bergilir untuk memberikan pengalaman
memimpin bagi para anggota kelompok.
Pemimpin kelompok sering ditentukan
oleh guru atau kelompok dibiarkan untuk
memilih pemimpinnya dengan cara
masing-masing.
Ketrampilan social yang diperlukan dalam
kerja gotong royong seperti kepemimpinan,
kemampuan berkomu nikasi, mempercayai
orang lain dan mengelola konflik secara
langsung diajarkan.
Ketrampilan sosial sering tidak diajarkan
secara langsung.
Pada saat belajar kooperatif sedang
berlangsung, guru terus melakukan
pemantauan melalui observasi dan melakukan
intervensi jika terjadi masalah dalam kerja
sama antar anggota kelompok.
Pemantauan melalui observasi dan
intervensi sering dilakukan oleh guru pada
saat belajarkelompok sedang berlangsung.
Guru memperhatikan secara langsung proses
kelompok yang terjadi dalam kelompok –
kelompok belajar.
Guru sering tidak memperhatikan proses
kelompok yang terjadi dalam kelompok –
kelompok belajar.
Penekanan tidak hanya pada penyelesaian
tugas tetapi juga hubungan interpersonal
(hubungan antar pribadi yang saling
menghargai).
Penekanan sering hanya pada
penyelesaian tugas.
G. KEUNTUNGAN PENGGUNAAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF
Keuntungan pembelajaran kooperatif diantaranya adalah :
1. Meningkatkan kepekaan dan kesetiakawanan social
2. Memungkinkan para siswa saling belajar mengenai sikap, ketrampilan, informasi,
perilaku sosial, dan pandangan-pandangan.
3. Memudahkan siswa melakukan penyesuaian sosial.
4. Memungkinkan terbentuk dan berkembangnya nilai – nilai sosial dan komitmen.
5. Menghilangkan sifat mementingkan diri sendiri atau egois.
6. Membangun persahabatan yang dapat berlanjut hingga masa dewasa.
7. Berbagi ketrampilan sosial yang diperlukan untuk memelihara hubungan saling
membutuhkan dapat diajarkan dan dipraktekkan.
8. Meningkatkan rasa saling percaya kepada sesama manusia.
9. Meningkatkan kemampuan memandang masalah dan situasi dari berbagai perspektif.
10. Meningkatkan kesediaan menggunakan ide orang lain yang dirasakan lebih baik.
11. Meningkatkan kegemaran berteman tanpa memandang perbedaan kemampuan, jenis
kelamin, normal atau cacat, etnis, kelas sosial, agama dan orientasi tugas
H. SINTAK MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF
FASE – FASE PERILAKU GURU
Fase 1 : present goals and set
Menyampaikan tujuan dan memper
Menjelaskan tujuan pembelajaran dan
mempersiapkan peserta didik siap
belajar.
26. siapkan peserta didik
Fase 2 : present information
Menyajikan informasi
Mempresentasikan informasi kepada
paserta didik secara verbal.
Fase 3 : organize students into
learning teams
Mengorganisir peserta didik ke dalam
tim – tim belajar
Memberikan penjelasan kepada peserta
didik tentang tata cara pembentukan tim
belajar dan membantu kelompok
melakukan transisi yang efisien.
Fase 4 : assist team work and study
Membantu kerja tim dan belajar
Membantu tim- tim belajar selama
peserta didik mengerjakan tugasnya.
Fase 5 : test on the materials
Mengevaluasi
Menguji pengetahuan peserta didik
mengenai berbagai materi pembelajaran
atau kelompok- kelompok
mempresentasikan hasil kerjanya.
Fase 6 : provide recognition
Memberikan pengakuan atau
penghargaan
Mempersiapkan cara untuk mengakui
usaha dan prestasi individu maupun
kelompok.
I. TEKNIK – TEKNIK PEMBELAJARAN KOOPERATIF
1. Metode STAD ( Student Achievement Divisions )
Metode ini dikembangkan oleh Robert Slavin dan kawan – kawan dari universitas John
Hopkins. Metode ini digunakan para guru untuk mengajarkan informasi akademik baru
kepada siswa setiap minggu, baik melalui penilaian verbal maupun tertulis. Langkah –
langkahnya :
a. Para siswa di dalam kelas dibagi menjadi beberapa kelompok atau tim, masing – masing
terdiri atas 4 atau 5 anggota. Tiap kelompok memiliki anggota yang heterogen, baik jenis
kelamin, ras, etnik, maupun kemampuan ( tinggi, sedang, rendah ).
b. Tiap anggota tim/kelompok menggunakan lembar kerja akademik dan kemudian saling
membantu untuk menguasai bahan ajar melalui tanya jawab atau diskusiantar sesama anggota
tim/ kelompok.
c. Secara individual atau tim, tiap minggu atau tiap dua minggu akan mengevaluasi untuk
mengetahui penguasaan mereka terhadap bahan akademik yang telah dipelajari.
d. Tiap siswa dan tiap tim diberi skor atas penguasaannya terhadap bahan ajar, dan kepada
siswa secara individual atau tim yang meraih prestasi tinggi atau memperoleh skor sempurna
diberi penghargaan. Kadang – kadang beberapa atau semua tim memperoleh penghargaan
jika mampu meraih suatu criteria atau srandar tertentu.
2. Metode Jigsaw
Langkah – langkahnya :
27. a. Kelas dibagi menjadi beberapa tim yang anggotanya terdiri 4 atau 5 siswa dengan
karakteristik yang heterogen.
b. Bahan akademik disajikan kepada siswa dalam bentuk teks dan setiap siswa bertanggung
jawab untuk mempelajari suatu bagian dari bahan akademik tersebut.
c. Para anggota dari beberapa tim yang berbeda memiliki tanggung jawab untuk
mempelajari suatu bagian akademik yang sama dan selanjutnya berkumpul untuk saling
membantu mengkaji bagian bahan tersebut (kelompok pakar / expert group).
d. Selanjutnya para siswa yang berada dalam kelompok pakar kembali ke kelompok semula
( home teams )untuk mengajar anggota lain mengenai materi yang telah dipelajari dalam
kelompok pakar.
e. Setelah diadakan pertemuan dan diskusi dalam “ home teams “ para siswa dievaluasi
secara individual mengenai bahan yang telah dipelajari.
3. Metode G ( Group Investigation )
Metode ini dirancang oleh Herbet Thelen dan diperbaiki oleh Sharn. Dalam metode ini siswa
dilibatkan sejak perencanaan baik dalam menentukan topik maupun mempelajari melalui
investigasi. Dalam metode ini siswa dituntut untuk memiliki kemampuan yang baik dalam
komunikasi dan proses memiliki kelompok.
Langkah-langkahnya :
a. Seleksi topik
b. Merencanakan kerjasama
c. Implementasi
d. Analisis dan sintesis
e. Penyajian hasil akhir
f. Evaluasi selanjutnya
4. Metode struktural
Metode ini dikembangkan oleh Spencer Kagan, yang menekankan pada struktur – struktur
khusus yang dirancang untuk mempengaruhi pola – pola interaksi siswa.
Contoh teknik pembelajaran metode struktural yaitu :
a. Mencari Pasangan ( Make a Match )
Dikembangkan oleh Larana Curran, dimana keunggulan teknik ini adalah siswa mencari
pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topic dalam suasana yang
menyenangkan. Langkah – langkahnya :
28. 1) Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik yang cocok
untuk sesi review ( persiapan menjelang tes atau ujian ).
2) Setiap siswa mendapat satu buah kartu.
3) Setiap siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan kartunya.
4) Siswa bisa juga bergabung dengan dua atau tiga siswa lain yang memegang kartu yang
cocok.
5) Para siswa mendiskusikan penyelesaian tugas secara bersama – sama.
6) Presentasi hasil kelompok atau kuis.
b. Bertukar Pasangan
Langkah – langkahnya :
1) Setiap siswa mendapatkan satu pasangan ( guru bisa menunjukkan pasangannya atau siswa
melakukan prosedur / teknik mencari pasangan.
2) Guru memberikan tugas dan siswa mengerjakan tugas dengan pasangannya.
3) Setelah selesai setiap pasangan bergabung dengan satu pasangan yang lain.
4) Kedua pasangan tersebut bertukar pasangan. Masing – masing pasangan yang baru ini
kemudian saling menanyakan dan mengukuhkan jawaban mereka.
5) Temuan baru yang didapatkan dari pertukaran pasangan kemudian dibagikan pada
pasangan semula.
c. Berkirim Salam dan Soal
Langkah – langkahnya :
1) Guru membagi siswa dalam kelompok berempat dan setiap kelompok ditugaskan untuk
menuliskan beberapa pertanyaan yang akan dikirim ke kelompok lain. Guru bisa mengawasi
dan membantu memilih soal-soal yang cocok.
2) Kemudian masing-masing kelompok mengirimkan satu orang utusan yang akan
menyampaikan salam dan soal dari kelompoknya.
3) Setiap kelompok mengerjakan soal kiriman dari kelompok lain.
4) Setelah selesai jawaban masing – masing kelompok dicocokan dengan jawaban kelompok
yang membuat soal.
d. Bercerita Berpasangan
29. Teknik ini menggabungkankegiatan membaca, menulis, mendengarkan dan berbicara.
Langkah – langkahnya :
a) Pengajar membagi bahan pelajaran menjadi dua bagian.
b) Pengajar memberikan pengenalan topik yang akan dibahas dalam pelajaran.
c) Siswa dipasangkan
d) Bagian pertama bahan diberikan kepada siswa yang pertama sedangkan siswa yang kedua
menerima bagian yang kedua.
e) Kemudian siswa disuruh membaca atau mendengarkan bagian mereka masing-masing
f) Sambil membaca/mendengarkan siswa mencatat beberapa kata atau frase kunci yang ada
dalam bagian masing-masing.
g) Siswa berusaha untuk mengarang bagian lain yang belum dibaca/didengarkan berdasarkan
kata kunci.
h) Setelah selesai menulis, beberapa siswa bisa diberi kesempatan untuk membacakan hasil
karangan mereka.
i) Pengajar membagiakan bagian cerita yang belum terbaca kepada masing –masing siswa.
j) Diskusi mengenai topik tersebut.
e. Dua Tinggal Dua Tamu ( Two Stay Two Stay )
Langkah-langkahnya :
1) Siswa dibagi ke dalam beberapa kelompok berempat.
2) Siswa bekerjasama dalam kelompok berempat seperti biasa.
3) Setelah selesai, dua orang dari masing – masing kelompok akan meninggalkan
kelompoknya dan masing – masing bertamu ke dua kelompok lain.
4) Dua orang yang tinggal dalam kelompok bertugas membagikan hasil kerja dan informasi
mereka ke tamu mereka.
5) Tamu mohon diri dan kembali ke kelompok mereka sendiri dan melaporkan temuan
mereka dari kelompok lain.
6) Kelompok mencocokan dan membahas hasil – hasil kerja mereka.
f. Keliling Kelompok
Langkah – langkahnya :
30. 1) Salah satu siswa dalam masing-masing kelompok memulai dengan memberikan
pandangan dan pemikirannya mengenai tugas yang sedang mereka kerjakan.
2) Siswa berikutnya juga ikut memberikan kontribusinya
3) Demikian seterusnya. Giliran bicara bisa dilaksanakan menurut arah perputaran jarum jam
atau dari kiri ke kanan.
g. Kancing Gemerincing
Langkah-langkahnya :
1) Guru menyiapkan satu kotak kecil yang berisi kancing – kancing atau benda kecil lainnya.
2) Sebelum kelompok memulai tugasnya setiap siswa dalam masing – masing kelompok
mendapatkan dua atau tiga buah kancing ( jumlah kancing bergantung pada sukar tidaknya
tugas yang diberikan.
3) Setiap kali seorang siswa berbicara atau mengeluarkan pendapat dia harus menyerahkan
salah satu kancingnya dan meletakkan di tengah – tengah.
4) Jika kancing yang dimiliki seseorang habis, dia tidak boleh berbicara lagi sampai semua
rekannya juga menghabiskan kancing mereka.
5. Think – Pair – Share
Langkah-langkah :
a. Thinking : guru mengajukan pertanyaan atau isu terkait dengan pelajaran untuk
dipikirkan oleh peserta didik.
b. Pairing : guru meminta peserta didik berpasang – pasangan. Member kesempatan kepada
pasangan – pasangan untuk berdiskusi.
c. Sharing : hasil diskusi intersubjektif di tiap – tiap pasangan hasilnya dibicarakan dengan
pasangan seluruh kelas. Dalam kegiatan ini diharapkan terjadi tanya jawab yang mendorong
pada pengkonstuksian pengetahuan secara integratif.
6. Numbered Heads Together
Langkah – langkahnya :
a. Guru membagi kelas menjadi kelompok – kelompok kecil
b. Guru mengajukan beberapa pertanyaan yang harus dijawab oleh tiap – tiap kelompok.
Pada kesempatan ini tiap – tiap kelompok menyatukan kepalanya “ Heads Together”
berdiskusi memikirkan jawaban.
c. Guru memanggil paserta didik yang memiliki nomor yang sama dari tiap – tiap kelompok
dan memberi kesempatan untuk menjawab.
31. d. Guru mengembangkan diskusi lebih mendalam, sehingga peserta didik dapat menemukan
jawaban pertanyaan itu sebagai pengetahuan yang utuh.
7. Bamboo Dancing
Langkah – langkahnya :
a. Pembelajaran diawali dengan pengenalan topik oleh guru.
b. Guru membagi kelas menjadi 2 kelompok besar dan berpasangan.
c. Membagikan tugas kepada setiap pasangan untuk dikerjakan atau dibahas ( diskusi ).
d. Usai berdiskusi pasangan berubah dengan menggeser posisi mengikuti arah jarum jam
sehingga tiap- tiap peserta didik mendapat pasangan baru dan berbagi informasi, demikian
seterusnya hingga kembali kepasangan awal.
e. Hasil diskusi tiap – tiap kelompok besar kemudian dipresentasikan kepada seluruh kelas
f. Guru memfasilitasi terjadinya intersubjektif, dialog interaktif, Tanya jawab sehingga
pengetahuan yang diperoleh dapat diobjektivikasi dan menjadi pengetahuan bersama seluruh
kelas.
8. Point – Counter – Point
Langkah – langkahnya :
a. Guru memberi pelajaran yang terdapat isu – isu kontroversi.
b. Membagi peserta didik ke dalam kelompok – kelompok dan posisinya berhadap –
hadapan.
c. Tiap – tiap kelompok diberi kesempatan untuk merumuskan argumentasi – argumentasi
sesuai dengan perspektif yang dikembangkannya.
d. Setelah berdiskusi maka mereka mulai berdebat menyampaikan argumentasi sesuai
pandangan yang dikembangkan kelompoknya. Kemudian minta tanggapan, bantahan atau
koreksi dari kelompok lain perihal isu yang sama.
e. Buat evaluasi sehingga peserta didik dapat mencari jawaban sebagai titik temu dari
argumentasi – argumentasi yang telah mereka munculkan.
9. The Power of Two
Langkah – langkahnya :
a. Ajukan pertanyaan yang membutuhkan pemikiran yang kritis.
b. Minta peserta didik menjawab pertanyaan yang diterimanya secara perorangan.
32. c. Minta peserta didik mencari pasangan, dan masing – masing saling menjelaskan
jawabannya kemudian menyusun jawaban baru yang disepakati bersama.
d. Membandingkan jawaban – jawaban tersebut dengan pasangan lain sehingga paserta
didik dapat mengembangkan pengetahuan yang lebih integrative.
e. Buat rumusan – rumusan rangkuman sebagai jawaban – jawaban atas pertanyaan yang
telah diajukan. Rumusan tersebut merupakan konstruksi atas keseluruhan pengetahuan yang
telah dikembangkan selama diskusi.
10. Listening Team
Langkah-langkahnya :
a. Diawali dengan pemaparan meteri pembelajaran oleh guru.
b. Guru membagi kelas menjadi kelompok – kelompok dan setiap kelompok memiliki peran
masing – masing, misalnya:
Kelompok 1 : kelompok penanya
Kelompok 2 : kelompok penjawab dengan perspektif tertentu
Kelompok 3 : kelompok penjawab dengan perspektif yang berbeda dari kelompok 2
Kelompok 4 : kelompok yang bertugas mereview dan membuat kesimpulan dari hasil diskusi.
c. Munculkan diskusi yang aktif karena adanya perbedaan pemikiran sehingga dikusi
menjadi berkualitas.
d. Penyampaian berbagai kata kunci atau konsep yang telah dikembangkan oleh peserta
didik dalam diskusi.
J. METODE-METODE PENDUKUNG PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN
KOOPERATIF
1. PQ4R
Pengalaman awal dapat dibangun melalui aktivitas membaca sehingga peserta didik akan
memiliki stock knowledge. Langkah – langkahnya :
a) P ( Preview ) yaitu peserta didik menemukan ide – ide pokok yang dikembangkan dalam
bahan bacaan.
b) Q ( Question ) yaitu peserta didik merumuskan pertanyaan – pertanyaan untuk dirinya
sendiri yang diarahkan pada pembentukan pengetahuan deklaratif, structural dan pengetahuan
procedural.
33. c) R ( Read ) yaitu peserta didik membaca secara detail dari bahan bacaaan yang
dipelajarinya sehingga paerta didik diarahkan mencari jawaban terhadap semua pertanyaan
yang dirumuskannya.
d) R ( Reflect ) yaitu peserta didik memahami apa yang dibacanya.
e) R ( Recite ) yaitu peserta didik merenungkan kembali apa yang dibacanya dan mampu
merumuskan konsep – konsep, menjelaskan hubungan antar konsep dan mengartikulasikan
pokok – pokok penting yang telah dibacanya.
f) R ( Review ) yaitu peserta didik merangkum atau merumuskan intisari dari bahan yang
telah dibacanya. Peserta didik mampu merumuskan kesimpulan sebagai jawaban dari
pertanyaan – pertanyaan yang telah diajukannya.
2. Guided Note Taking
Merupakan metode catatan terbimbing yang dikembangkan agar metode ceramah yang
dibawakan guru mendapat perhatian siswa. Langkah – langkahnya :
a) Memberikan bahan ajar misalnya yang berupa handout dari materi ajar yang
disampaikan dengan metode ceramah kepada peserta didik.
b) Mengosongi sebagian poin – poin yang penting sehingga terdapat bagian – bagian yang
kosong dalam handout tersebut
c) Menjelaskan kepada peserta didik bahwa bagian yang kosong dalam handout memang
sengaja dibuat agar peserta didik tetap berkonsentrasi mengikuti pelajaran.
d) Selama ceramah berlangsung peserta didik diminta untuk mengisi bagian yang kosong
tersebut.
e) Setelah penyampaian materi selesai, minta peserta didik membacakan handoutnya.
3. Snowball Drilling
Metode ini dikembangkan untuk menguatkan pengetahuan yang diperoleh peserta didik dari
membaca bahan – bahan bacaan. Peran guru adalah mempersiapkan paket soal – soal pilihan
ganda dan menggelindingkan bola salju berupa soal latihan dengan cara menunjuk atau
mengundi. Langkah – langkahnya :
a) Peserta didik di tunjuk arau diundi satu persatu untuk menjawab pertanyaan yang
diberikan guru.
b) Jika peserta didik pertama berhasil menjawab maka paserta didik tersebut berhak
menunjuk teman yang lainya untuk menjawab soal berikutnya. Tetapi jika peserta tersebut
gagal manjawab pertanyaan pertama maka dia harus menjawab pertanyaan berikutnya
hingga berhasil menjawab.
c) Diakhir pelajaran guru memberikan ulasan terhadap hal yang telah dipelajari peserta
didik.
34. 4. Concept Mapping
Langkah – langkahnya :
a) Guru mempersiapkan potongan – potongan kartu yang bertuliskan konsep – konsep
utama.
b) Guru membagikan potongan – potongan kartu yang bertuliskan konsep – konsep utama
kepada peserta didik.
c) Memberi keempatan kepada peserta didik untuk mencoba membuat peta yang
menggambarkan hubungan antar konsep. Dan membuat garis hubung serta menuliskan kata
atau kalimat yang menjelaskan hubungan antar konsep.
d) Kumpulkan hasil pekerjaan peserta didik dan bandingkan dengan konsep yang benar dan
dibahas satu persatu.
e) Ajak seluruh kelas untuk melakukan koreksi atau evaluasi dan rumukan beberapa
kesimpulan terhadap materi yang dipelajari.
5. Giving Question and Getting Answer
Dilakukan untuk melatih peserta didik memiliki kemampuan dan keterampilan bertanya dan
menjawab pertanyaan.
Langkah – langkahnya :
a) Bagikan 2 potongan kertas pada peserta didik, kemudian minta kepada peserta didik
untuk menuliskan dikartu itu (1) kartu menjawab, (2) kartu bertanya.
b) Ajukan pertanyaan baik dari peserta didik maupun guru tulis pada kartu bertanya.
c) Minta kepada peserta didik untuk memberi jawab dan menuliskannya pada kartu
menjawab dan serahkan pada guru.
d) Jika sampai akhir masih ada peserta didik yang memegang 2 kartu maka minta mereka
untuk membuat resume atas proes tanya jawab yang sudah berlangsung.
6.Question Student Have
Dilakukan untuk melatih peserta didik memiliki kemampuan bertanya. Langkah –
langkahnya :
a) Membagi kelas menjadi 4 kelompok.
b) Bagikan kartu kosong kepada setiap peserta didik dalam setiap kelompok.
c) Minta peserta didik menuliskan pertanyaan yang mereka miliki tentang hal – hal yang
dipelajari.
35. d) Putar kartu searah jarum jam sehingga ketika setiap kartu diedarkan pada anggota
kelompok, anggota tersebut harus membacanya dan memberikan tanda (v) jika pertanyaan
terebut dianggap penting. Putar hingga ampai kapada pemiliknya kembali.
e) Periksa pertanyaan mana yang memperoleh suara yang banyak dan bandingkan dengan
perolehan anggota lain. Pertanyaan yang mendapat suara terbanyak menjadi milik kelompok.
f) Setiap kelompok melaporkan pertanyaan tersebut secara tertulis dan guru memeriksa.
Setelah diseleksi pertanyaan dikembalikan kepada peserta didik untuk dijawab secara mandiri
maupun kelompok.
7. Talking Stick
Metode ini mendorong peserta didik untuk berani mengemukakan pendapat. Langkah –
langkahnya :
a) Guru menjelaskan materi pokok yang akan dipelajari.
b) Peserta didik diberi kesempatan untuk membaca dan mempelajari materi tersebut.
c) Guru meminta kepada peserta didik untuk menutup bukunya. Kemudian guru mengambil
tongkat dan diberikan kepada salah satu peserta didik. Peserta didik yang mendapat tongkat
tersebut harus menjawab pertanyaan yang diberikan guru, dan demikian seterusnya.
d) Guru member keempatan kepada peserta didik untuk melakukan refleksi terhadap materi
yang telah dipelajari dan guru member ulasan terhadap seluruh jawaban yang diberikan
peserta didik dan selanjutnya bersama – sama merumuskan kesimpulan.
8. Everyone is Teacher Here
Metode ini merupakan cara yang tepat untuk mendapatkan partisipasi kelas secara
keseluruhan maupun individual dan member kesempatan kepada siswa untuk berperan
sebagai guru bagi teman – temannya. Langkah – langkahnya :
a) Bagikan kertas/ kartu indeks kepada seluruh peserta didik.
b) Setiap peserta didik diminta menuliskan satu pertanyaan mengenai meteri pelajaran yang
sedang dipelajari di kelas.
c) Kumpulkan kertas dan acak kemudian bagikan kepada setiap peserta didik dan pastikan
tidak ada yang mendapatkan soalnya sendiri.
d) Minta kepada peserta didik untuk membaca pertanyaan tersebut dalam hati dan minta
untuk memikirkan jawabannya.
e) Minta kepada peserta didik untuk membaca pertanyaan tersebut dan menjawabnya.
f) Setelah dijawab, minta kepada peserta didik lainnya untuk menambahkan jawabannya.
9. Tebak Pelajaran
36. Dikembangkan untuk menarik pehatian siswa selama mengikuti pembelajaran. Langkah –
langkahnya :
a) Tulislah atau tayangkan melalui LCD subject matter dari pelajaran yang akan
disampaikan.
b) Mintalah kepada siswa untuk menuliskan kata – kata kunci apa saja yang diprediksikan
muncul dari materi pelajaran yang akan disampaikan oleh guru.
c) Sampaikan meteri pembelajaran secara interaktif.
d) Selama proses pembelajaran siswa diminta menandai hasil prediksi mereka yang sesuai
dengan materi yang disampaikan oleh guru.
e) Diakhir pelajaran tanyakan berapa jumlah tebakan mereka yang benar.
K. KEUNGGULAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF
Pembelajaran kooperatif memiliki keunggulan – keunggulan dalam pembelajarannya, antara
lain :
1. Dengan pembelajaran kooperatif maka setiap anggota dapat saling melengkapi dan
membantu dalam menyelesaikan setiap materi yang diterima sehingga setiap siswa
tidak akan merasa terbebani sendiri apabila tidak dapat mengerjakan suatu tugas
tertentu.
2. Karena keberagaman anggota kelompok maka memiliki pemikiran yang berbeda –
beda sehingga pemikirannya menjadi luas dan mampu melihat dari sudut pandang lain
untuk melengkapi jawaban yang lain.
3. Pembelajaran kooperatif cocok untuk menyelesaikan masalah – masalah yang
membutuhkan pemikiran bersama.
4. Dalam pembelajaran kooperatif para paserta didik dapat lebih mudah memahami
materi yang disampaikan karena bekerja sama dengan teman – temannya.
5. Dalam pembelajaran kooperatif memupuk rasa pertemanan dan solidaritas sehingga
diantara anggotanya akan terjadi hubungan yang positif.
L. KELEMAHAN PEMBELAAJARAN KOOPERATIF
Pembelajaran kooperatif selain memiliki keunggulan juga memiliki kelemahan – kelemahan
antara lain :
1. Dalam pembelajaran kooperatif apabila kelompoknya tidak dapat bekerjasama dengan
baik dan kompak maka akan terjadi perselisihan karena adanya berbagai perbedaan
yang dapat menyebabkan perselisihan.
2. Terkadang ada anggota yang lebih mendominasi kelompok dan ada yang hanya diam,
sehingga pembagian tugas tidak merata.
3. Dalam pembelajarannya memerlukan waktu yang cukup lama sebab harus saling
berdiskusi bersama teman – teman lain untuk menyatukan pendapat dan pandangan
yang dianggap benar.
4. Karena sebagian pengetahuan didapat dari teman dan yang menerangkan teman maka
terkadang agak sulit dimengerti, sebab pengetahuan terbatas.
37. http://kurniawanbudi04.wordpress.com/2013/05/27/model -pembelajaran-kooperatif-cooperative-learning/
BEBERAPA MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF LEARNING
1. MODEL PEMBELAJARAN TWO STAY TWO STRAY
Model pembelajaran Two Stay Two Stray / Dua Tinggal Dua Tamu merupakan model
pembelajaran yang memberi kesempatan kepada kelompok untuk membagikan hasil dan informasi
dengan kelompok lainnya. Hal ini dilakukan dengan cara saling mengunjungi/bertamu antar
kelompok untuk berbagi informasi.
Dikembangkan oleh Spencer Kagan (1990)
Dapat dikombinaksikan atau digabungkan dengan teknik kepala bernomor
Dapat diterapkan untuk semua mata pelajaran dan tingkatan umur
Memungkinkan setiap kelompok untuk saling berbagi informasi dengan kelompok-kelompok lain
Langkah-langkah pembelajarannya sebagai berikut :
1. Siswa bekerja sama dalam kelompok yang berjumlah 4 (empat) orang.
2. Guru memberikan tugas pada setiap kelompok untuk didiskusikan dan dikerjakan bersama
3. Setelah selesai, dua orang dari masing-masing menjadi tamu kedua kelompok yang lain.
4. Dua orang yang tinggal dalam kelompok bertugas membagikan hasil kerja dan informasi ke tamu
mereka.
5. Tamu mohon diri dan kembali ke kelompok mereka sendiri dan melaporkan temuan mereka dari
kelompok lain.
6. Kelompok mencocokkan dan membahas hasil kerja mereka.
7. Kesimpulan..
2. MODEL PEMBELAJARAN KELILING KELOMPOK
38. Dapat diterapkan untuk semua mata pelajaran dan tingkatan kelas. Dalam kegiatan keliling
kelompok, masing-masing anggota kelompok berkesempaatan untuk memberikan kontribusi mereka
dan mendengarkan pandangan anggota yang lain.
Langkah-langkah pembelajarannya:
1. Salah satu siswa dari masing-masing kelompok memulai dengan memberikan pandangan dan
pemikirannya mengenai tugas yang sedang mereka kerjakan.
2. Siswa berikutnya lalu memberikan kontribusi pemikirannya
3. Demikian seterusnya. Giliran bicara dapat dilakukan menurut arah perputaran jarum jam atau dari
kiri ke kanan.
3. MAKE A MATCH (MENCARI PASANGAN)
Teknik metode pembelajaran make a match atau mencari pasangan dikembangkan oleh
Lorna Curran (1994). Salah satu keunggulan tehnik ini adalah siswa mencari pasangan sambil belajar
mengenai suatu konsep atau topik dalam suasana yang menyenangkan. Bisa diteraapkan untuk
semua mata pelajaran dan tingkatan kelas. Langkah-langkah penerapan metode make a match
sebagai berikut:
1. Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik yang cocok untuk
sesi review, satu bagian kartu soal dan bagian lainnya kartu jawaban.
2. Setiap siswa mendapatkan sebuah kartu yang bertuliskan soal/jawaban.
3. Tiap siswa memikirkan jawaban/soal dari kartu yang dipegang.
4. Setiap siswa mencari pasangan kartu yang cocok dengan kartunya. Misalnya: pemegang kartu yang
bertuliskan nama tumbuhan dalam bahasa Indonesia akan berpasangan dengan nama tumbuhan
dalam bahasa latin (ilmiah).
5. Setiap siswa yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu diberi poin.
6. Jika siswa tidak dapat mencocokkan kartunya dengan kartu temannya (tidak dapat menemukan
kartu soal atau kartu jawaban) akan mendapatkan hukuman, yang telah disepakati bersama.
7. Setelah satu babak, kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang berbeda dari
sebelumnya, demikian seterusnya.
39. 8. Siswa juga bisa bergabung dengan 2 atau 3 siswa lainnya yang memegang kartu yang cocok.
9. Guru bersama-sama dengan siswa membuat kesimpulan terhadap materi pelajaran.
4. MODEL PEMBELAJARAN BERTUKAR PASANGAN
Teknik metode pembelajaran bertukar pasangan merupakan model pembelajaran yang
memberi kesempatan pada siswa untuk bekerja sama dengan orang lain. Model pembelajarn ini bisa
diterapkan untuk semua mata pelajaran dan tingkatan kelas.
Langkah penerapan metode bertukar pasangan sebagai berikut:
1. Setiap siswa membentuk pasangan-pasangan, bisa ditunjuk langsung oleh guru atau siswa mencari
sendiri pasangannya.
2. Guru memberikan tugas untuk dikerjakan oleh setiap pasangan siswa
3. Setelah selesai, setiap pasangan bergabung dengan satu pasangan yang lain
4. Kedua pasangan tersebut bertukar pasangan, masing-masing pasangan yang baru ini saling
menanyakan dan mengukuhkan jawaban mereka.
5. Temuan baru yang didapat dari pertukaran pasangan kemudian dibagikan kepada pasangan semula.
Kelebihan Model Pembelajaran Bertukar Pasangan , yaitu:
1. Siswa dilatih untuk dapat bekerjasama mempertahankan pendapat.
2. Semua siswa terlibat.
3. Melatih siswa untuk lebih teliti, cermat, cepat dan tepat.
Kelemahan Model Pembelajaran Bertukar Pasangan , yaitu:
1. Proses pembelajaran membutuhkan waktu yang lama.
2. Guru tidak dapat mengetahui kemampuan siswa masing-masing.
3. Siswa kurang konsentrasi.
5. MODEL PEMBELAJARAN CO-OP CO-OP
40. Co-op co-op adalah sebuah bentuk group investigation yang menempatkan tim dalam
kooperasi antara satu dengan yang lainnya (seperti namanya) untuk mempelajari sebuah topik di
kelas.
Langkah – langkah :
1). Diskusi kelas terpusat pada siswa
2). Menyeleksi tim pembelajaran siswa dan pembentukan tim.
3). Seleksi topik tim.
4). Pemilihan topik tim.
5). Persiapan topik kecil.
6). Presentasi topik kecil.
7). Persiapan presentasi tim.
8). Presentasi tim
9). Evaluasi.
6. MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE (LEARNING TOGETHER) LT
Slavin (2008) mengungkapkan bahwa David dan Roger Johnson dari Universitas Minnesota
mengembangkan model Learning Together dari pembelajaran kooperatif (Jhonson and Jhonson
1987; Jhonson dan Jhonson & Smith, 1991).
Model yang mereka teliti melibatkan siswa yang dibagi dalam kelompok yang terdiri atas
empat atau lima siswa dengan latar belakang berbeda mengerjakan lembar tugas. Kelompok-kelompok
ini menerima satu lembar tugas, menerima pujian dan penghargaan berdasarkan hasil
kerja kelompok. Model ini menekankan pada empat unsur yakni :
1. Interaksi tatap muka : para siswa bekerja dalam kelompok-kelompok yang beranggotakan empat
sampai lima siswa.
2. Interdependensi positif : para siswa bekerja bersama untuk mencapai tujuan kelompok.
41. 3. Tanggung jawab individual : para siswa harus memperlihatkan bahwa mereka secara individual telah
menguasai materinya.
4. Kemampuan-kemampuan interpersonal dan kelompok kecil : para siswa diajari mengenai sarana-sarana
yang efektif untuk bekerja sama dan mendiskusikan seberapa baik kelompok mereka bekerja
dalam mencapai tujuan mereka.
Dalam hal ini penggunaan kelompok pembelajaran heterogen dan penekanan terhadap
interdependensi positif, serta tanggung jawab individual metode-metode Johnson ini sama dengan
STAD. Akan tetapi, mereka juga menyoroti perihal pembangunan kelompok dan menilai sendiri
kinerja kelompok, dan merekomendasikan penggunaan penilaian tim ketimbang pemberian
sertifikat atau bentuk rekognisi lainnya (Slavin,2008).
Pada pembelajaran kooperatif tipe LT setiap kelompok diharapkan bisa membangun dan
menilai sendiri kinerja kelompok mereka. Masing-masing kelompok harus bisa memperlihatkan
bahwa kelompok mereka adalah kelompok yang kompak baik dalam hal diskusi maupun dalam hal
mengerjakan soal, setiap anggota kelompok harus bertanggung jawab atas hasil yang mereka
peroleh. Jika hasil tersebut belum maksimal atau lebih rendah dari kelompok lain maka mereka
harus meningkatkan kinerja kelompoknya.
Adapun sintaks dari LT adalah:
1) Guru menyajikan pelajaran.
2) Membentuk kelompok yang anggotanya 4 sampai 5 siswa secara heterogen (campuran menurut
prestasi, jenis kelamin, suku dan lain-lain).
3) Masing-masing kelompok menerima lembar tugas untuk bahan diskusi dan menyelesaikannya.
4) Beberapa kelompok mempresentasikan hasil pekerjaannya.
5) Pemberian pujian dan penghargaan berdasarkan hasil kerja kelompok.
Bentuk penghargaan yang diberikan kepada kelompok didasarkan pada pembelajaran
individual semua anggota kelompok, sehingga dapat meningkatkan pencapaian siswa dan memiliki
pengaruh positif pada hasil yang dikeluarkan (Slavin, 2008).
7. TEAM PRODUCT (TP)
42. Dinamakan Team product karena setiap kelompok diminta untuk berkreasi atau
menciptakan sesuatu. Misalnya, guru meminta siswa berkelompok untuk menulis sebuah esai,
mengerjakan tugas, mendaftar solusi-solusi altermatif tentang masalah tertentu, atau menganalisis
puisi. semua hal yang dilakukan oleh setiap kelompok haruslah berbentuk produk, baik itu abstrak
maupun konkret. untuk memastikan adanya tanggung jawab individu, guru dapat memberikan
peran atau tugas yang berbeda-beda pada masing-masing anggota dalam setiap kelompok untuk
menciptakan satu produk kelompok.
8. MODEL PEMBELAJARAN INSIDE OUTSIDE CIRCLE (lingkaran dalam- lingkaran luar)
Dikembangkan oleh Spencer Kagan (1990)
Memungkinkan siswa saling berbagi informasi pada waktu yang bersamaan
Dapat Diterapkan untuk beberapa mata pelajaran, seperti ilmu pengetahuan sosial, agama,
matematika, dan bahasa. Bahan pelajaran yang paling cocok digunakan dengan teknik ini adalah
bahan-bahan yang membutuhkan pertukaran pikiran dan informasi antarsiswa.
Dapat diterapkan untuk semua tingkatan kelas dan sangatdigemari terutama anak-anak.
Langkah-langkah atau sintaks model pembelajaran inside outside circle:
1. Separuh kelas berdiri membentuk lingkaran kecil dan menghadap keluar
2. Separuh kelas lainnya membentuk lingkaran di luar lingkaran pertama, menghadap ke dalam
3. Dua siswa yang berpasangan dari lingkaran kecil dan besar berbagi informasi. Pertukaran
informasi ini bisa dilakukan oleh semua pasangan dalam waktu yang bersamaan
4. Kemudian siswa berada di lingkaran kecil diam di tempat, sementara siswa yang berada di
lingkaran besar bergeser satu atau dua langkah searah jarum jam.
5. Sekarang giliran siswa berada di lingkaran besar yang membagi informasi. Demikian
seterusnya
Kelebihan model pembelajaran inside outside circle:
Tidak ada bahan spesifikasi yang dibutuhkan untuk strategi . Sehingga dapat dengan mudah
dimasukkan ke dalam pelajaran
Kegiatan ini dapat membangun sifat kerjasama antar siswa
Mendapatkan informasi yang berbeda pada saat bersamaan.
43. Kekurangan model pembelajaran inside outside circle:
Membutuhkan ruang kelas yang besar.
Terlalu lama sehingga tidak konsentrasi dan disalahgunakan untuk bergurau.
Rumit untuk dilakukan.
9. SPONTANEOUS GROUP DISCUSSION (SGD)
Jika siswa diminta untuk duduk berpasangan aatau berkelompok, kita akan lebih mudah
menginstruksikan mereka untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu, seperti mencari makna
sesuatu, mencari alasan tentang peristiwa tertentu, aatau memecahkan suatu masaalah. Dikenal
dengan istilah spontaneous group discussion karena diskusi kelompok ini tidak direncanakan
sebelumnya, tetapi dilaksanakan secara spontan. Teknik pelaksanaannya pun sederhana, yaitu
meminta siswa untuk berkelompok dan berdiskusi tentang sesuatu. setelah itu, guru memanggil
kelompok itu satu per satu untuk mempresentasikan hasil diskusinya di depan kelas. Diskusi ini bisa
dilaksanakan beberapa menit atau sepanjang jam pelajaran. Akan tetapi, meskipun spontan diskusi
kelompok ini tetap mengharuskan guru untuk memperhatikan lima elemen pembelajaran
kooperatif. Interpredensi positif, akuntabilitas individu, interaksi promotif, keterampilan sosial, dan
pemrosesan kelompok.
10. Listening Team
Strategi Listening Team ini bertujuan membentuk kelompok yang mempunyai tugas atau
tanggung jawab tertentu berkaitan dengan materi pelajaran sehingga akan diperoleh partisipasi akt if
siswa selama proses pembelajaran berlangsung.
Pembelajaran diawali dengan pemaparan materi pembelajaran oleh guru. Selanjutnya guru
membagi kelas menjadi kelompok –kelompok, setiap kelompok mempunyai peran masing-masing.
Kelompok pertama merupakan kelompok penanya, kelompok kedua merupakan kumpulan orang
yang menjawab berdasarkan perspektif tertentu, kelompok ketiga kumpulan orang yang menjawab
dengan perspektif yang berbeda dengan kelompok kedua dan kelompok keempat adalah kelompok
yang bertugas mereview dan membuat kesimpulan dari hasil diskusi. Pembelajaran diakhiri dengan
penyampaian kata kunci atau konsep yang telah dikembangkan oleh peserta didik dalam berdiskusi.
Langkah-langkahnya :
44. 1. Bagilah siswa menjadi empat kelompok, masing-masing kelompok mendapat salah satu dari tugas
berikut ini :
Tim Peran Tugas
1 Penanya Setelah pelajaran yang didasarkan ceramah selesai,
Penanya yang bertugas membuat minimal dua
pertanyaan mengenai materi yang baru saja
disampaikan.
2 Orang yang setuju Setelah pelajaran yang didasarkan pada ceramah
selesai, menyatakan poin-poin mana yang mereka
sepakati (atau membantu) dan menjelaskan
mengapa demikian. Dan Kelompok kedua ini
merupakan kumpulan orang yang menjawab
berdasarkan perspektif tertentu. Atau disebut juga
sebagai kelompok Pendukung yang bertugas
mencari ide-ide yang disetujui atau dipandang
berguna dari materi pelajaran yang baru saja
disampaikan dengan memberi alasan “mengapa
kami setuju”.
3 Orang yang tidak Setuju Setelah pelajaran yang didasarkan pada ceramah
selesai, mengomentari tentang poin mana yang
tidak mereka setujui (atau tidak membantu) dan
menjelaskan mengapa demikian. Atau Kelompok
ketiga ini merupakan kumpulan orang yang
menjawab dengan perspektif yang berbeda dengan
kelompok kedua. Atau disebut juga sebagai
kelompok Penentang yang bertugas mencari ide-ide
yang tidak disetujui atau dipandang tidak berguna
dari materi pelajaran yang baru saja disampaikan
dengan memberi alasan. Perbedaan ini diharapkan
memunculkan diskusi yang aktif yang ditandai oleh
adanya proses dialektika berpikir, sehingga mereka
45. dapat menemukan pengetahuan struktural.
4 Pemberi Contoh Setelah pelajaran yang didasarkan pada ceramah
selesai, memberi contoh-contoh khusus atau
aplikasi materi. Atau merupakan kelompok yang
bertugas mereview dan membuat kesimpulan dari
hasil diskusi. Serta Pemberi Contoh yang spesifik
atau penerapan dari materi yang disampaikan guru
dengan memberikan alasan.
2. Sampaikan materi pelajaran dengan metode ceramah yang didasarkan pada sesi tatap muka. Setelah
selesai, berilah kesempatan kepada masing-masing kelompok untuk menyelesaikan tugas mereka
dan beberapa saat untuk mengomentari tugas-tugas mereka.
3. Mintalah masing-masing kelompok untuk menyampaikan hasil dari tugas mereka. Baik itu akan
menimbulkan kegiatan bertanya, sepakat, dan sebagainya. Guru hendaknya memperoleh partisipasi
peserta didik dari pada yang pernah guru bayangkan.
4. Beri klarifikasi secukupnya.
Modifikasi :
a. Jika jumlah siswa banyak, buatlah kelompok ganda artinya terdapat 2 kelompok sebagai penanya
dan begitu pula pada kelompok lainnya.
b. Bisa juga dawali dengan tugas individual.
5. Pembelajaran diakhiri dengan penyampaian berbagai kata kunci atau konsep yang telah
dikembangkan oleh peserta didik dalam diskusi.
11. METODE PEMBELAJARAN - SNOWBALL THROWING
Metode Snowball Throwing yaitu metode pembelajaran yang didalam terdapat unsur-unsur
pembelajaran kooperatif sebagai upaya dalam rangka mengarahkan perhatian siswa terhadap
materi yang disampaikan oleh guru.
Langkah-langkah Pembelajaran dengan Metode Snowball Throwing:
a. Guru menyampaikan materi yang akan disajikan.