3. PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN
HIDUP NOMOR 33 TAHUN 2009
Tentang
TATA CARA PEMULIHAN LAHAN TERKONTAMINASI
LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN
DOSEN
Lailatul Qomariyah 2311100021
Ni’am Nisbatul F. 2311100036
Jeffry Ratama B. 2311100037
Firda Dwi Hartanti 2311100118
Lukman Hakim 2313106005
Prof. Dr. Ir.Tri Widjaja, M.Eng
PENGELOLAAN LIMBAH INDUSTRI BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN
5. Sisa suatu usaha atau kegiatan yang karena sifat atau berbahaya
atau beracun yang karena sifat atau konsentrasinya atau jumlahnya,
baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan atau
merusakkan lingkungan hidup, dan dapat membahayakan lingkungan
hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup
lain.
Serangkaian kegiatan penanganan lahan yang terkena
limbah B3 yang meliputi kegiatan perencanaan, pelaksanaan,
evaluasi dan pemantauan.
Limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) :
Pemulihan lahan terkontaminasi :
6. Tingkat keberhasilan pemulihan adalah
target utama yang ingin dicapai. Kemudian
diterbitkan Surat Status Penyelesaian Lahan
Terkontaminasi (SSPLT) oleh Menteri Pengelolaan
Lingkungan Hidup sebagai pernyataan telah
selesainya penanganan pemulihan lahan
terkontaminasi limbah B3.
Tingkat keberhasilan pemulihan :
7. Perencanaan
1. Rencana pelaksanaan pemulihan lahan terkontaminasi limbah B3
2. Rencana pengolahan tanah terkontaminasi limbah B3.
Pelaksanaan
1. survei lahan terkotaminasi limbah B3
2. penetapan lokasi titik sampling lahan terkotaminasi limbah B3
3. kegiatan pemulihan lahan terkontaminasi limbah B3
Evaluasi
Lahan terkontaminasi dinyatakan bersih dari limbah B3, setelah
dilaksanakan evaluasi tingkat keberhasilan pemulihan lahan terkontaminasi
limbah B3.
Pemantauan
Penanggungjawab kegiatan pemulihan wajib melaporkan hasil pelaksanaan
pemulihan lahan terkontaminasi limbah B3 kepada Menteri dengan
tembusan gubernur dan bupati/walikota.
Tahap pemulihan lahan terkontaminasi
limbah B3 :
(Lampiran III)
(Lampiran II)
(Lampiran III)
(Lampiran III)
(Lampiran IV)
8. Penentuan tingkat keberhasilan pemulihan
lahan terkontaminasi limbah B3
Menteri melakukan evaluasi
terhadap hasil pelaksanaan
pemulihan
menerbitkan SSPLT
Deputi Pengelolaan Limbah B3
Melakukan pemantauan terhadap
lahan terkontaminasi >1 kali dalam
6 bulan dalam setahun.
Dilaporkan kepada Menteri
dengan tembusan gubernur
dan bupati/walikota.
(Lampiran V)
9. Pengawas pelaksanaan pemulihan lahan
terkontaminasi limbah B3 :
Menteri
Gubernur
Bupati / walikota
Apabila lahan terkontaminasi limbah B3 berada pada dua
wilayah provinsi dan / atau lintas batas negara
Apabila lahan terkontaminasi limbah B3 berada pada dua
atau lebih wilayah kabupaten/kota
Apabila lahan terkontaminasi limbah B3 berada pada
wilayah kabupaten/kota
11. I. UMUM
Tujuan utama melakukan survei adalah mendapatkan
informasi awal yang relevan dengan data yang telah
tersedia sebagai data sekunder.
Identifikasi:
Sumber kontaminan
Pola penjalaran
Hidrogeologi
Topografi
12. II. TAHAPAN SURVEI
A. INSPEKSI LAPANGAN AWAL
Tujuan utama tahap ini adalah melakukan konfirmasi terhadap
data sebelumnya.
1. Kondisi lokasi secara umum
2. Jenis tanah dan kemiringan tanah
3. Lokasi dan kondisi anak sungai, sumber air, dan peruntukan
tata guna lahan
4. Indikasi lokasi terkontaminasi atau potensinya
5. Tanda-tanda tanah yang terlihat
6. Lokasi tempat penyimpanan limbah dan daerah perpindahan
nya
7. Lokasi gedung, proses, dan aktivitas di tempat
13. II. TAHAPAN SURVEI
B. SURVEI LAPANGAN LENGKAP
Diperlukan sebagai konfirmasi terhadap temuan dari laporan
Inspeksi Lapangan Awal.
1. Pengumpulan data lapangan
2. Pengambilan contoh uji tanah terkontaminasi & belum (titik
referensi)
3. Menganalisa konsentrasi kontaminan
4. Bila perlu, dilakukan pengambilan data media lingkungan (air
permukaan, air tanag, dan lain-lain)
14. II. TAHAPAN SURVEI
B. SURVEI LAPANGAN PENGESAHAN
Dilakukan setelah semua kegiatan remediasi (pemulihan) lahan
tercemar dinyatakan selesai. Tujuannya untuk memastikan
lahan tercemar sudah selesai dipulihkan dan tanah sudah tidak
terkontaminasi lagi Analisa konsentrasi kontaminan
dibandingkan dengan konsentrasi di titik referensi
16. Penetapan Titik Pantau dan Titik Referensi
1. Gambar sederhana topografi lahan
2. Pembuatan titik-titik batas persebaran limbah B3 dilengkapi titik
koordinat, dengan atal GPS (Geographic Position System)
3. Penentuan titik referensi ke arah berlawanan dengan aliran air tanah
(ground water level)
4. Pertimbangan jenis tanah, tekstur tanah, porositas, permeabilitas,
dan geohidrologi
5. Penentuan titik upstream (hulu) 1 titik, dan downstream (hilir)
2 titik
6. Pengambilan sampel tanah terkontaminasi mengetahui sebaran
dan kedalaman kontaminan
7. Gambar sketsa lokasi lahan terkontaminasi jenis tanah, porositas,
permeabilitas, tekstur tanah, topografi, dan geohidrologi.
18. Pelaksanaan penanganan lahan terkontaminasi limbah B3 wajib
dilakukan oleh penanggung jawab usaha atau kegiatan dengan
menggunakan teknologi yang representatif, yang harus sesuai dengan
karakter kontaminan dan lokasi lahan terkontaminasi limbah B3
Tahapan-tahapan yang diperlukan dalam pelaksanaan pemulihan adalah sebagai
berikut :
1.Pemetaan lahan terkontaminasi
2. Isolasi area terkontaminasi
3. Pemberian papan pengumuman
4. Pengambilan contoh uji
5. Pengangkatan dan pengangkutan tanah terkontaminasi atau alternatif lain
6. Tahap pemulihan lahan terkontaminasi
7. Pemantauan lahan terkontaminasi
8. Pengurungan
19. Pemetaan Lahan Terkontaminasi
a. Pemetaan lahan terkontaminasi limbah B3 dengan cara melakukan pembuatan
gambar sketsa lokasi yang meliputi keberadaan lokasi permukiman, lahan
produktif/lahan pertanian, sumber air, sumber polutan dan informasi lainnya
yang berguna untuk pengendalian dampak lingkungan.
b. Penentuan batas lateral dan vertikal cekungan air bawah tanah
1.
20. Isolasi Area Terkontaminasi
Pelaksanaan isolasi lahan terkontaminasi limbah B3 dilakukan sesuai luasan lahan
yang terkontaminasi limbah B3, meliputi :
a. Pemasangan garis batas Garis batas dilakukan dengan pemasangan
pembatas sesuai besaran (luasan) lahan terkontaminasi isolasi dengan cara
menentukan titiktitik koordinatnya
b. Penetapan titik koordinat dilakukan dengan menggunakan alat ukur
Geographic Position System (GPS) yang sebelumnya ditandai minimal oleh
tampaknya 4 satelit dalam GPS tersebut.
2.
21. Pemberian Papan Pengumuman
Maksud pemasangan papan pengumuman untuk memberikan informasi
kepada pihak yang berkepentingan bahwa di lokasi (lahan) tersebut sedang
dilakukan penanganan lahan terkontaminasi limbah B3. Tujuannya adalah agar
pihak yang berkepentingan tidak melintas dan atau memanfaatkan lahan yang
sedang dalam penanganan.
3.
22. Pengambilan contoh uji
Pengambilan contoh uji tanah, air tanah, limbah B3, fisika tanah,
pengukuran tinggi muka air tanah, topografi tanah dan penyelidikan geohidrologi
yang meliputi titik kontrol dan titik pengambilan contoh uji pada area
terkontaminasi. Pengambilan contoh uji diperlukan untuk perhitungan dan/atau
gambaran volume tanah terkontaminasi, penjalaran dan kedalaman kontaminan
pada lahan terkontaminasi.
4.
23. Pengangkatan dan pengangkutan tanah
terkontaminasi atau alternatif lain
Meliputi pelaksanaan kegiatan pengangkatan menggunakan seperangkat
peralatan (alat berat dan ringan) untuk mengangkat tanah terkontaminasi oleh limbah
B3 ke dalam wadah yang sesuai dengan jenis dan karakteristik limbah B3. Pelaksanaan
pengangkatan tanah terkontaminasi:
a. Tempatkan pada wadah yang tidak bocor, berkarat atau rusak sehingga tidak
menyebabkan reaksi dengan sumber kontaminan yang terkandung didalam
tanah terkontaminasi.
b. Memberi simbol dan label pada wadah/kemasan untuk mewadahi tanah
terkontaminasi.
c. Mencegah terjadinya ceceran
d. Mengelola tanah terkontaminasi sesuai pengelolaan limbah B3
5.
24. Tahap Pemulihan Lahan Terkontaminasi
Pelaksanaan pemulihan tanah terkontaminasi meliputi pemulihan tanah
terkontaminasi dan pembersihan limbah B3 yang terkandung didalamnya, sehingga Lahan
tercemar dapat dibersihkan dan atau dipulihkan dari kontaminasi limbah B3. Tahapan
pelaksanaan:
a. Menetapkan luas area terkontaminasi;
b. Menetapkan letak sumur pantau dan titik referensi di sekitar lokasi lahan
tercemar;
c. Memetakan area untuk selanjutnya menghitung jumlah sampel baik luas dan
sebaran kontaminasi;
d. Mengambil sampel tanah dan dianalisa untuk menetapkan parameter-
parameter yang diperkirakan penyebab kontaminasi;
e. Mengelola jumlah volume tanah terkontaminasi, cara pengolahan dengan
proses biologi, proses fisika atau proses kimia;
f. Mengisolasi area terkontaminasi dengan penandaan dan garis pengaman;
g. Kajian dari kegiatan pemulihan dan pemantauan didalam pelaksanaannya.
6.
25. Pemantauan lahan terkontaminasi
Pemantauan kualitas tanah, air tanah wajib dilakukan setelah 6 (enam)
bulan, minimal 2 (dua) kali setelah hasil data laboratorium pada lahan
terkontaminasi mencapai target tingkat keberhasilan.
a.Periode pengambilan contoh uji 3 Periode pengambilan contoh uji dilakukan
setiap 6 bulan sekali sesuai dengan jumlah contoh uji dan parameter yang diambil
pada permulaan pengambilan contoh uji.
b. Pemenuhan persyaratan target tingkat keberhasilan/Baku Mutu yang telah
disepakati di permulaan pengambilan contoh uji.
7.
26. Pengurugan
Pengurungan (backfill) pada lahan terkontaminasi dapat dilakukan untuk selanjutnya
dilakukan revegetasi jika telah tercapai keberhasilan target sesuai pada angka VI.
Pengurugan dapat dilakukan dengan menggunakan tanah olahan hasil dari proses
pengolahan dengan persyaratan tanah tersebut telah memenuhi persyaratan atau
konsentrasi zat kontaminan telah menurun.
Maksud dan tujuan pengurugan adalah agar lahan terkontaminasi limbah B3 setelah
bersih dapat digantikan oleh tanah baru lapisan muka tanah sehingga berfungsi sesuai
asalnya. Tahapan pelaksanaan:
a.Pemilihan tanah yang sesuai dengan kondisi sebelum lahan terkontaminasi melalui uji
kualitas tanah
b.Menghitung volume tanah yang akan digunakan untuk tanah urug;
c.Melakukan pengurugan sesuai kondisi fisiografi tanah sekitar;
d.Mengolah tanah sehingga siap tanam untuk tahap revegetasi.
8.
27. LAMPIRAN IV
Tata Cara Penentuan Tingkat
Keberhasilan Pemulihan Lahan
Terkontaminasi B3
28. Standar yang digunakan sebagai acuan tingkat
keberhasilan dalam penanganan lahan tercemar:
1. Titik Referensi
Membandingkan tanah sekitar yang belum tercemar
untuk dijadikan acuan akhir.
Kriteria unsur yang perlu dianalisa dari titik referensi
sesuai dengan limbah B3 yang memiliki jenis unsur
atau senyawa utamanya.
29. Standar yang digunakan sebagai acuan tingkat
keberhasilan dalam penanganan lahan tercemar:
2. Pendekatan Standar Penggunaan Lahan
Digunakan apabila kandungan unsur atau senyawa
utama limbah B3 pada titik acuan ataupun titik
referensi tidak tercapai, karena pengangkutan limbah
B3 di lahan tercemar pada suatu lokasi dapat
mengganggu fungsi air tanah, maka dapat digunakan
standar penggunaan lahan dari negara lain yang
mendekati kondisi tanah di Indonesia.
30. Standar yang digunakan sebagai acuan tingkat
keberhasilan dalam penanganan lahan tercemar:
3. Tingkat Kajian Dasar Resiko (Risk Based Screening Level)
Ditetapkan berdasarkan perhitungan ilmiah,
berdasarkan resiko, dan perlindungan untuk
komunitas terhadap paparan yang signifikan.
Tahapan penerapan RBSL adalah identifikasi sumber
atau bahaya racun, pengkajian kandungan racun,
pengkajian penjalaran, identifikasi karakteristik resiko
dengan RBSL.
32. Muatan SSPLT Limbah B3
• Status penanganan lahan terkontaminasi telah
selesai
• Lampiran:
a. Kronologis permasalahan
b. Metodologi penanganan lahan
terkontaminasi
c. Peta wilayah administrasi dan peta lokasi
lahan terkontaminasi
d. Tahapan kegiatan, luas, volume, foto kegiatan
33. Lanjutan...
• Hasil akhir (data-data hasil lab.)
– Pemantauan pasca penanganan lahan terkontaminasi:
• Parameter
• Frekuensi dan durasi
• Lokasi pemantauan
• Pelaksana
• Metodologi pemantauan pasca penanganan
– Pelaporan
– Pengawasan
35. Lahan Terkontaminasi Timbal (Pb)
Lahan Terkontaminasi Timbal (Pb) di Desa Cinangka, Kecamatan
Ciampea,Kabupaten Bogor
Sumber: menlh.go.id
36. Dampak Timbal bagi kesehatan
• PenurunanIQ terutama bagi anak –anak dan balita
• Merusak produksi haemoglobin darah,
• Menyebabkan ketidaksuburan bagi wanita/ pria,
• Keguguran, dan bayi meninggal dalam kandungan.
37. Penanganan yang dilakukan
• Menghentikan sumber pencemar
• Menghentikan kegiatan peleburanTimbal dari aki
bekas yang dilakukan secara illegal
• Industri produsen aki harus memantau peredaran
aki sampai habis pakai di masyarakat
40. Studi kasus ini dilakukan di beberapa konsesi perusahaan
tambang, seperti milik Arutmin, anak usaha Bumi Resources,
di Distrik Asam-asam. Kondisi di sini terburuk dari semua
konsesi yang dikunjungi Greenpeace. Satu sampel
mengandung kadar pH 2,32, mangan tinggi 10 kali ambang
legal. Ambang batas air limbah batubara sesuai aturan
Kementerian Lingkungan Hidup No 113, 2003, pH maksimum
antara enam sampai sembilan, besi tujuh mm atau mg dan
mangan empat mg.
Studi Kasus 2
Limbah Tambang Batu Bara Asam-asam Kal-Sel
41. Studi Kasus 2
Limbah Tambang Batu Bara Asam-asam Kal-Sel
“Saat uji juga temukan kandungan zat itu di atas ambang batas.
Ditemukan juga logam berat lain, misal, nikel, arsenik, mercuri.
Seluruh logam berat ini sangat berbahaya. Apalagi terakumulasi
dalam jangka dan waktu lama. Bahaya bagi biota air, kala terserap
bisa jadi racun. Konsentrasi rendah aja beracun apalagi terakumulasi
dalam waktu lama,” kata Hindun Mulaika, juru Kampanye Iklim dan
Energi Greenpeace Indonesia, hari itu di Jakarta.
42. Studi Kasus 2
Limbah Tambang Batu Bara Asam-asam Kal-Sel
Endapan kotor dan terkontaminasi juga mengalir ke lingkungan. Tim
mengidentifikasi jelas jejak-jejak luapan air di kolam pengendapan.
Air melimpah. Bahkan, di kolam lain, tampak air baru melimpah
keluar dan merembes ke anak sungai. Parahnya lagi, kolam-kolam
kotor itu berada di dekat jalan umum yang sehari-hari dilalui
masyarakat. “Rembesan ini berpotensi mencemari air yang bisa
berdampak pada penduduk Desa Salaman.”
43. Studi Kasus 2
Limbah Tambang Batu Bara Asam-asam Kal-Sel
• Pada 2011, lebih 30% batubara Indonesia hasil 14 perusahaan di
Kalsel, yakni 118 Mt dari total produksi nasional 353 Mt. Pada
2008, ada 26 izin tambang pusat dan 430 izin pemerintah daerah.
• Dengan riset ini, Greenpeace mengindikasikan, 3.000-an km atau
45% dari total sungai di Kalsel, mengalir melewati kawasan
tambang batubara dan berpotensi tercemar dari tambang-
tambang itu.
• Arif Fiyanto, Jurukampanye Iklim dan Energi Greenpeace Asia
Tenggara memaparkan, di Kalsel, mereka mendatangi sekitar 300-
an lubang-lubang tambang dan kolam limbah yang menghasilkan
air asam.