SlideShare a Scribd company logo
1 of 28
Download to read offline
PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR: P.70/Menlhk/Setjen/Kum.1/8/2016
TENTANG
BAKU MUTU EMISI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PENGOLAHAN SAMPAH
SECARA TERMAL
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 20 ayat (2)
huruf e Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup,
Menteri perlu menetapkan Baku Mutu Emisi;
b. bahwa pengolahan sampah secara termal berpotensi
memberikan dampak kepada lingkungan hidup melalui
pelepasan emisi;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan
tentang Baku Mutu Emisi Usaha dan/atau Kegiatan
Pengolahan Sampah Secara Termal;
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang
Pengelolaan Sampah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 69, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4851);
2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009
-2-
Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5059);
3. Peraturan Pemerintah Nomor 41 tahun 1999 tentang
Pengendalian Pencemaran Udara (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 86, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3853);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2014 tentang
Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan beracun
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014
Nomor 333, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5617);
5. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Nomor P.18/Menlhk-II/2015 tentang Organisasi dan
Tata Kerja Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun
2015 Nomor 713);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN
KEHUTANAN TENTANG BAKU MUTU EMISI USAHA
DAN/ATAU KEGIATAN PENGOLAHAN SAMPAH SECARA
TERMAL.
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. Sampah rumah tangga adalah sampah yang berasal dari
kegiatan sehari-hari dalam rumah tangga yang tidak
termasuk tinja dan sampah spesifik.
2. Sampah sejenis sampah rumah tangga adalah sampah
rumah tangga yang berasal dari kawasan komersial,
kawasan industri, kawasan khusus, fasilitas sosial,
fasilitas umum dan/atau fasilitas lainnya.
3. Pengolahan sampah secara termal adalah proses
pengolahan sampah yang melibatkan pembakaran
bahan yang dapat terbakar yang terkandung dalam
sampah dan/atau menghasilkan energi.
-3-
4. Emisi adalah zat, energi, dan/atau komponen lain yang
dihasilkan dalam suatu kegiatan yang masuk dan/atau
dimasukkannya ke dalam udara ambien yang
mempunyai atau tidak mempunyai potensi sebagai
unsur pencemar.
5. Pencemaran udara adalah masuknya atau
dimasukkannya zat, energi, dan/atau komponen lain ke
dalam udara ambien oleh kegiatan manusia, sehingga
melampaui baku mutu lingkungan yang telah
ditetapkan.
6. Bahan Berbahaya dan Beracun yang selanjutnya
disingkat B3 adalah zat, energi, dan/atau komponen lain
yang karena sifat, konsentrasi, dan/atau jumlahnya,
baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat
mencemarkan dan/atau merusak lingkungan hidup,
dan/atau membahayakan lingkungan hidup, kesehatan,
serta kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup
lain.
7. Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun yang selanjutnya
disebut Limbah B3 adalah sisa suatu usaha dan/atau
kegiatan yang mengandung B3.
8. Baku mutu emisi adalah ukuran batas atau kadar
maksimum dan/atau beban emisi maksimum yang
diperbolehkan masuk atau dimasukkan ke dalam udara
ambien.
9. Sistem pemantauan terus menerus (Continuous
Emissions Monitoring System) yang selanjutnya disingkat
CEMS adalah alat yang dipergunakan untuk mengukur
kuantitas kadar suatu parameter emisi dan laju alir
melalui pengukuran secara terus menerus.
10. Kondisi normal adalah kondisi operasi yang sesuai
dengan parameter desain operasi.
11. Kondisi tidak normal adalah kondisi operasi di luar
parameter operasi normal dan masih dapat dikendalikan
terhadap sistem peralatan atau proses yang sedang
dalam kondisi tidak normal, sehingga baku mutu emisi
usaha dan/atau kegiatan terlampaui.
-4-
12. Keadaan darurat adalah kondisi yang memerlukan
tindakan secara cepat, tepat, dan terkoordinasi terhadap
sistem peralatan atau proses yang diluar kondisi normal
atau karena alasan keselamatan.
13. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup.
Pasal 2
Peraturan Menteri ini bertujuan untuk memberikan batasan
baku mutu emisi dan kewajiban melakukan pemantauan
emisi kepada penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan
pengolahan sampah secara termal.
Pasal 3
(1) Pengolahan sampah secara termal hanya dapat
dilakukan terhadap sampah rumah tangga dan sampah
sejenis rumah tangga yang tidak mengandung B3,
Limbah B3, kaca, Poli Vinyl Clorida (PVC), dan
aluminium foil.
(2) Pengolahan sampah secara termal sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) wajib memenuhi baku mutu
emisi sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
Menteri ini.
Pasal 4
(1) Terhadap pengolahan sampah secara termal, wajib
dilakukan pemantauan emisi untuk mengetahui
pemenuhan ketentuan baku mutu emisi.
(2) Pemantauan emisi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan pada seluruh sumber emisi usaha dan/atau
kegiatan pengolahan sampah secara termal.
Pasal 5
Pemantauan emisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4
dilakukan dengan tahapan:
a. menyusun rencana pemantauan emisi;
-5-
b. memantau emisi;
c. menghitung beban emisi dan kinerja pembakaran; dan
d. menyusun laporan pemantauan sumber emisi.
Pasal 6
Rencana pemantauan emisi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 5 huruf a paling sedikit meliputi:
a. penetapan penanggung jawab kegiatan pemantauan
emisi;
b. pengadaan, pengoperasian, pemeliharaan, perbaikan
sarana dan prasarana pemantauan emisi; dan
c. identifikasi, penamaan, dan pengkodean seluruh sumber
emisi.
Pasal 7
(1) Identifikasi, penamaan, dan pengkodean seluruh sumber
emisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf c
paling sedikit terdiri dari:
a. sumber emisi utama;
b. emisi fugitif;
c. proses yang menyebabkan terjadinya emisi;
d. titik koordinat, parameter utama, dan parameter
pendukung yang dihasilkan sumber emisi;
e. pencatatan data aktivitas, faktor emisi, faktor
oksidasi, dan konversi emisi; dan
f. pemilihan metodologi yang digunakan untuk
menghitung emisi.
(2) Parameter utama sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf d meliputi:
a. Partikulat;
b. Sulfur Dioksida (SO2);
c. Nitrogen Oksida (NOx);
d. Merkuri (Hg);
e. Hidrogen Klorida (HCl);
f. Hidrogen Fluorida (HF);
g. Karbon Monoksida (CO); dan
h. Dioksin dan Furan.
-6-
(3) Parameter pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf d meliputi:
a. Karbon Dioksida (CO2);+
b. Oksigen (O2);
c. Temperatur; dan
d. Laju alir.
(4) Identifikasi, penamaan, dan pengkodean seluruh sumber
emisi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun
sesuai dengan format sebagaimana tercantum dalam
Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan
dari Peraturan Menteri ini.
Pasal 8
(1) Terhadap sumber emisi yang telah diidentifikasi, diberi
penamaan, dan pengkodean sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 7 dilakukan pemantauan emisi.
(2) Pemantauan emisi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan dengan cara:
a. terus menerus; atau
b. manual.
Pasal 9
(1) Pemantauan emisi dengan cara terus menerus
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf a
dilakukan terhadap proses pengolahan sampah dengan
kapasitas lebih besar dari 1000 (seribu) ton per hari.
(2) Pemantauan emisi dengan cara terus menerus
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib
menggunakan CEMS yang memiliki spesifikasi
memantau dan mengukur parameter Partikulat, Sulfur
Dioksida (SO2), Nitrogen Oksida (NOx), Hidrogen Fluorida
(HF) dan Laju Alir.
Pasal 10
(1) Hasil pemantauan dengan cara terus menerus
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 disusun dalam
bentuk laporan yang mencakup:
-7-
a. data hasil pemantauan emisi rata-rata setiap jam;
b. hasil pemantauan emisi rata–rata harian;
c. lama waktu dan besaran kadar parameter hasil
pengukuran;
d. informasi mengenai terjadinya hasil pengukuran
yang melebihi baku mutu emisi;
e. lama waktu CEMS tidak beroperasi;
f. ringkasan terhadap kondisi tidak normal; dan
g. pencatatan produksi harian.
(2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun
sesuai dengan format sebagaimana tercantum dalam
Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan
dari Peraturan Menteri ini.
Pasal 11
(1) Terhadap hasil pemantauan emisi dengan cara terus
menerus harus dilakukan pengendalian mutu dan
jaminan mutu.
(2) Pengendalian mutu dan jaminan mutu sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk memastikan
CEMS:
a. dioperasikan sesuai dengan spesifikasi kinerja
sebagaimana tertulis dalam manual;
b. seluruh bagiannya berfungsi; dan
c. dikalibrasi sesuai dengan spesifikasi alat dan jadwal
yang tertulis dalam manual;
(3) Data hasil pemantauan emisi dengan cara terus menerus
dianggap valid jika:
a. data rata–rata 1 (satu) jam paling sedikit terdiri dari
75% (tujuh puluh lima persen) hasil pembacaan
data menit yang sah; dan
b. data rata–rata harian paling sedikit terdiri dari 75%
(tujuh puluh lima persen) dari hasil pembacaan
rata–rata 1 (satu) jam.
(4) Tata cara pengendalian mutu dan jaminan mutu disusun
oleh penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan sesuai
dengan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran
-8-
IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Menteri ini.
Pasal 12
(1) Hasil pemantauan emisi dengan cara terus menerus
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 memenuhi baku
mutu jika 95% (sembilan puluh lima persen) atau lebih
data hasil pengukuran rata-rata harian selama 3 (tiga)
bulan memenuhi baku mutu.
(2) Data hasil pemantauan emisi dengan cara terus menerus
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk kondisi
tidak normal.
Pasal 13
(1) Dalam hal peralatan pemantauan emisi menggunakan
CEMS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 mengalami
kerusakan dan tidak dapat digunakan dalam jangka
waktu paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 1
(satu) tahun, penanggung jawab usaha dan/atau
kegiatan wajib:
a. melakukan pemantauan emisi dengan cara manual;
dan
b. melakukan pencatatan secara mandiri.
(2) Pemantauan emisi dengan cara manual sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan paling sedikit
1 (satu) kali dalam 3 (tiga) bulan.
(3) Pencatatan secara mandiri sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b dilakukan sampai dengan peralatan
CEMS beroperasi kembali.
Pasal 14
(1) Pemantauan emisi dengan cara manual sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf b wajib dilakukan
terhadap sumber emisi utama, parameter utama dan
parameter pendukung pada proses produksi selain
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2).
-9-
(2) Pemantauan emisi dengan cara manual sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling sedikit 1 (satu)
kali dalam 6 (enam) bulan.
(3) Pemantauan emisi dengan cara manual untuk parameter
partikulat dilakukan dengan menggunakan metoda
isokinetik.
(4) Hasil pemantauan emisi dengan cara manual disusun
dalam bentuk laporan dengan melampirkan:
a. nilai laju alir di masing-masing titik lintas dan data
hasil perhitungannya;
b. foto pengambilan contoh emisi di setiap cerobong
oleh petugas laboratorium yang beratribut lengkap;
c. foto cerobong emisi dan kelengkapan sarana teknis
cerobong yang dipantau;
d. foto lubang contoh emisi cerobong yang diambil
emisinya dengan dilengkapi peralatan pengambilan
uji emisi; dan
e. tanggal pengambilan contoh emisi yang tertera di
setiap foto.
(5) Laporan hasil pemantauan emisi sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) disusun sesuai dengan format sebagaimana
tercantum Lampiran V yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Pasal 15
Pemantauan emisi dengan cara manual sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 13 dan Pasal 14 wajib dilakukan oleh
laboratorium terakreditasi dan teregistrasi di Kementerian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Pasal 16
(1) Terhadap hasil pemantauan emisi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9 sampai dengan Pasal 15
dilakukan:
a. perhitungan beban emisi; dan
b. perhitungan kinerja pembakaran.
-10-
(2) Hasil pemantauan emisi dengan cara terus menerus
dapat digunakan untuk menghitung beban emisi jika
hasil pemantauannya memenuhi ketentuan dalam Pasal
12.
(3) Hasil pemantauan emisi dengan cara manual dapat
digunakan untuk menghitung beban emisi jika hasil
pemantauannya memenuhi ketentuan dalam Pasal 15.
Pasal 17
(1) Perhitungan beban emisi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 16 ayat (1) huruf a meliputi:
a. penghitungan beban emisi parameter utama dan
Karbon Dioksida (CO2) dari seluruh sumber emisi
yang berada dalam area usaha dan/atau
kegiatannya;
b. perhitungan rata-rata hasil pemantauan emisi
dalam rata-rata jam dengan satuan yang
disesuaikan dengan satuan baku mutu untuk
parameter partikulat, Sulfur Dioksida (SO2),
Nitrogen Dioksida (NO2), Karbon Monoksida (CO),
dan parameter lainnya sesuai dengan baku mutu
emisi; dan
c. pendokumentasian bukti-bukti yang dapat
menunjukkan kebenaran perhitungan data aktivitas
yang digunakan sebagai pendukung untuk
perhitungan beban emisi.
(2) Tata cara penghitungan beban emisi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran VI
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Menteri ini.
Pasal 18
(1) Perhitungan kinerja pembakaran sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 16 ayat (1) huruf b dilakukan dengan
mengunakan konsentrasi emisi Karbon Dioksida (CO2)
dan Karbon Monoksida (CO) pada cerobong gas buang.
-11-
(2) Tata cara penghitungan kinerja pembakaran
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam
Lampiran VII yang merupakan bagian tidak terpisahkan
dari Peraturan Menteri ini.
Pasal 19
(1) Laporan pemantauan sumber emisi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 5 huruf d paling sedikit memuat:
a. hasil pemantauan emisi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 8 sampai dengan Pasal 15;
b. hasil penghitungan beban emisi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 17; dan
c. hasil penghitungan kinerja pembakaran
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18.
(2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun
paling sedikit:
a. 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun untuk
perencanaan pemantauan emisi;
b. 1 (satu) kali dalam 3 (tiga) bulan untuk hasil
pemantauan emisi dengan cara terus menerus
menggunakan CEMS;
c. 1 (satu) kali dalam 3 (tiga) bulan untuk hasil
pemantauan emisi dengan cara manual karena
CEMS mengalami kerusakan; dan
d. 1 (satu) kali dalam 6 (enam) bulan untuk hasil
pemantauan emisi dengan cara manual.
Pasal 20
(1) Laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 wajib
disampaikan kepada pejabat pemberi izin lingkungan.
(2) Dalam hal izin lingkungan diterbitkan oleh gubernur
atau bupati/walikota, laporan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) disampaikan dengan tembusan kepada
Menteri.
(3) Data laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
disampaikan dalam bentuk softfile meliputi:
-12-
a. data perencanaan pemantauan emisi;
b. data pemantauan emisi dengan menggunakan alat
CEMS;
c. data pemantauan emisi dengan cara manual oleh
laboratorium terakreditasi dan teregistrasi;
d. data pemantauan kualitas udara ambien; dan
e. foto hasil pengambilan emisi cerobong dan udara
ambien.
Pasal 21
Selain kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6
sampai dengan Pasal 20, penanggung jawab usaha dan/atau
kegiatan wajib melakukan:
a. pengelolaan data dan informasi pemantauan emisi;
b. pengelolaan emisi fugitif; dan
c. penanggulangan keadaan darurat pencemaran udara.
Pasal 22
(1) Pengelolaan data dan informasi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 21 huruf a dilakukan melalui kegiatan
penyusunan, pencatatan, penyimpanan, penjaminan
mutu data dan informasi pemantauan emisi.
(2) Data dan infomasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
untuk pemantauan emisi dengan cara terus menerus
paling sedikit berupa :
a. catatan aktifitas kalibrasi, perbaikan, pemeliharaan,
serta penyesuaian yang dilakukan termasuk
rekaman digital dan/atau rekaman grafik;
b. petunjuk operasional pemantauan emisi dan data
dari hasil CEMS; dan
c. catatan kejadian kondisi tidak normal, tanggal
mulai kejadian, nama fasilitas atau unit, penyebab
kejadian, keluhan masyarakat dan upaya
penanganan yang dilakukan dalam jangka waktu 3
x 24 (tiga kali dua puluh empat) jam setelah
terjadinya kondisi tidak normal.
-13-
(3) Data dan informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
untuk pemantauan emisi dengan cara manual paling
sedikit berupa :
a. jam operasi produksi, kandungan parameter utama
dalam bahan bakar dan jumlah bahan bakar yang
gunakan, dan jadwal pemeliharaan;
b. nama laboratorium, tanggal pengambilan contoh,
nama petugas pengambil contoh, tanggal dilakukan
analisis uji contoh, metode analisis contoh, dan
hasil analisis laboratorium; dan
c. kejadian kondisi tidak normal, tanggal mulai
kejadian, nama fasilitas atau unit, penyebab
kejadian, keluhan masyarakat dan upaya
penanganan yang dilakukan dalam jangka waktu 3
x 24 (tiga kali dua puluh empat) jam setelah
terjadinya kondisi tidak normal.
(4) kondisi tidak normal sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) huruf c meliputi gangguan sumber energi listrik dari
pihak ketiga, kondisi pada saat mematikan,
menghidupkan, percobaan, dan/atau gangguan pada
penangkap debu, serta bahan baku atau bahan mentah,
dan bahan bakar yang tidak memenuhi spesifikasi.
(5) Data dan informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dan ayat (3) wajib disimpan paling singkat selama 5
(lima) tahun sejak data dan informasi dihasilkan.
Pasal 23
(1) Pengelolaan emisi fugitif sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 21 huruf b dilakukan melalui:
a. pelaksanaan tata graha yang baik;
b. perawatan dan inspeksi peralatan secara berkala;
c. pelaksanaan proses produksi sesuai prosedur
operasional standar.
(2) Pengelolaan emisi fugitif sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) menjadi bagian dari pelaksanaan keselamatan
dan kesehatan kerja usaha dan/atau kegiatan
pengolahan sampah secara termal.
-14-
Pasal 24
(1) Dalam melakukan penanggulangan keadaan darurat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf c,
penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan wajib:
a. memiliki struktur organisasi dan mekanisme
penanganan keadaan darurat;
b. memiliki prosedur untuk menganalisa resiko,
respon terhadap keadaan darurat dan pemulihan
pasca kondisi darurat;
c. memiliki rencana, program, prosedur tanggap
darurat, pelatihan, evaluasi, dan penyempurnaan
rencana tanggap darurat;
d. memiliki peralatan dan sistem komunikasi
penanganan keadaan darurat; dan
e. melaksanakan penanggulangan keadaan darurat
sesuai dengan prosedur yang ditetapkan termasuk
kegiatan penyelamatan dan evakuasi korban, harta
benda, pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan,
pengurusan pengungsi, penyelamatan, serta
pemulihan prasarana dan sarana.
(2) Dalam hal terjadi keadaan darurat, penanggung jawab
usaha dan/atau kegiatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) wajib melaporkan terjadinya keadaan darurat
kepada menteri, gubernur, dan bupati/walikota, sesuai
kewenangannya dalam bentuk:
a. laporan tertulis pendahuluan paling lama 1 x 24
(satu kali dua puluh empat) jam; dan
b. laporan tertulis secara lengkap paling lama 5 (lima)
hari kerja sejak terjadinya kondisi darurat.
(3) Format pelaporan keadaan darurat sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) tercantum dalam Lampiran VIII
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Menteri ini.
Pasal 25
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan.
-15-
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya
dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 12 Agustus 2016
MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN
KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
SITI NURBAYA
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 1 September 2016
DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
WIDODO EKATJAHJANA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2016 NOMOR 1311
Salinan sesuai dengan aslinya
KEPALA BIRO HUKUM,
ttd.
KRISNA RYA
-16-
LAMPIRAN I
PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR
TENTANG
BAKU MUTU EMISI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN
PENGOLAHAN SAMPAH SECARA TERMAL
BAKU MUTU EMISI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PENGOLAHAN
SAMPAH SECARA TERMAL
No. Parameter Satuan
Batas
Maksimum
Usulan
1. Total Partikulat mg/Nm3 120
2. Sulfur Dioksida (SO2) mg/Nm3 210
3. Oksida Nitrogen (NOx) mg/Nm3 470
4. Hidrogen Klorida (HCl) mg/Nm3 10
5. Merkuri (Hg) mg/Nm3 3
6. Karbon Monoksida (CO) mg/Nm3 625
7. Hidrogen Fluorida (HF) mg/Nm3 2
8. Dioksin & Furan ng/Nm3 0,1
Keterangan:
a. Volume gas diukur dalam keadaan standar (250C dan tekanan 1 (satu)
atmosfer).
b. Semua parameter dikoreksi dengan Oksigen (O2) sebesar 11% (sebelas
persen).
c. Pengukuran dioksin dan furan dilakukan setiap 5 (lima) tahun sekali.
Salinan sesuai dengan aslinya MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN
KEPALA BIRO HUKUM, KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,
ttd. ttd.
KRISNA RYA SITI NURBAYA
-17-
LAMPIRAN II
PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR
TENTANG
BAKU MUTU EMISI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN
PENGOLAHAN SAMPAH SECARA TERMAL
FORMAT INDENTIFIKASI SUMBER EMISI
Nama Perusahaan :
Alamat Kegiatan :
Kab/Kota :
Provinsi :
No.Telp/Fax :
Email :
Identifikasi Sumber Emisi
Sumber Emisi
1 2 3 4 5 6 dst
Nama Sumber Emisi
Dipasang CEMS (Ya/Tidak)
Kode Cerobong
Kapasitas Sumber Emisi
Alat Pengendali Emisi
Bahan Bakar
Jenis Bahan Bakar
Konsumsi Bahan Bakar (ton)
Waktu Operasi (Jam/Tahun)
Lokasi
Koordinat (LS; LU)
Cerobong(Kotak/Silinder)
Tinggi/Panjang Cerobong (m)
Diameter Cerobong (m)
Posisi (Ketinggian/ Kepanjangan)
Lubang Contoh (m)
Dipantau/ Tidak Dipantau
Keterangan
.......................................... 20 ...
Penanggung Jawab Kegiatan,
( ............................................. )
Salinan sesuai dengan aslinya MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN
KEPALA BIRO HUKUM, KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,
ttd. ttd.
KRISNA RYA SITI NURBAYA
-18-
LAMPIRAN III
PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR
TENTANG
BAKU MUTU EMISI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN
PENGOLAHAN SAMPAH SECARA TERMAL
LAPORAN PEMANTAUAN EMISI DENGAN PERALATAN CONTINUOUS
EMISSION MONITORING SYSTEM (CEMS)
Nama Perusahaan :
Alamat Kegiatan :
Kabupaten/ Kota :
Provinsi :
No. Telp/Fax :
Email :
IDENTITAS SUMBER EMISI
Sumber Emisi Kapasitas Produksi
(Ton/hari)Nama/ Kode Cerobong
Waktu operasional (jam)
Dimensi Cerobong
Diameter :
Panjang :
Lebar :
Tinggi :
Posisi lubang contoh (m)
HASIL PEMANTAUAN
Parameter : ......
No Tanggal
Konsentrasi
rata – rata
harian
(mg/Nm3)
Laju alir
rata –
rata
harian
(m/detik)
Debit
(m3/det)
Baku
Mutu
Presentase
data
melebihi
baku
mutu (%)
Presentase
CEMS
tidak
beroperasi
(%)
Waktu
operasi
sumber
emisi
(jam)
Jumlah
Emisi
(Kg/ton)
RINGKASAN KEJADIAN TIDAK NORMAL
No
Tanggal
Kejadian
Deskripsi
Kejadian
Keluhan Masyarakat Upaya Penanganan
-19-
Rekapitulasi Data Pemantauan CEMS Per Jam
Sumber Emisi :
Parameter :
Bulan :
Jam
Tanggal Keterangan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 … 31
00.00-01.00
01.00-02.00
02.00-03.00
03.00-04.00
04.00-05.00
05.00-06.00
06.00-07.00
07.00-08.00
08.00-09.00
09.00-10.00
10.00-11.00
11.00-12.00
12.00-13.00
13.00-14.00
14.00-15.00
15.00-16.00
16.00-17.00
17.00-18.00
18.00-19.00
19.00-20.00
20.00-21.00
21.00-22.00
22.00-23.00
23.00-24.00
Total
Rata-Rata
Max
Min
.................................... 20 ...
Penanggung Jawab Kegiatan,
( ............................................. )
Salinan sesuai dengan aslinya MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN
KEPALA BIRO HUKUM, KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,
ttd. ttd.
KRISNA RYA SITI NURBAYA
-20-
LAMPIRAN IV
PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR
TENTANG
BAKU MUTU EMISI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN
PENGOLAHAN SAMPAH SECARA TERMAL
FORMAT TATA CARA PENGENDALIAN MUTU DAN JAMINAN MUTU
Bagian I : Rencana Pengendalian Mutu dan Jaminan Mutu
1. Kebijakan dan tujuan pengendalian mutu dan jaminan mutu
2. Sistem kontrol dokumen
3. Acuan peraturan CEMS dan deskripsi sistem CEMS
4. Struktur organisasi dan penanggungjawab
5. Fasilitas, peralatan dan inventarisasi suku cadang
6. Metode dan prosedur : analisis dan akuisisi data
7. Kalibrasi dan pengawasan kontrol kualitas
8. Perawatan : preventif
9. Audit sistem
10. Audit kinerja
11. Program perbaikan (corrective action program)
12. Laporan
13. Daftar Pustaka
Bagian II: Standard Operating Precedure
1. Start Up dan Operasi
2. Sistem Inspeksi CEMS Harian/Perawatan Preventif.
3. Prosedur Kalibrasi
4. Prosedur Perawatan Preventif
5. Prosedur Audit 1: Audit Cylinder Gas
6. Prosedur Audit 2: Audit Uji Akurasi Relatif
7. Sistem Prosedur Audit
8. Prosedur Back Up Data
9. Prosedur Pelatihan
10. Sistem Pengamanan CEMS
11. Prosedur Pelaporan Data
Lampiran
A. Spesifikasi CEMS dan Acuan Peraturan
B. Metode Test Reference
C. Formulir
Salinan sesuai dengan aslinya MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN
KEPALA BIRO HUKUM, KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,
ttd. ttd.
KRISNA RYA SITI NURBAYA
-21-
LAMPIRAN V
PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR
TENTANG
BAKU MUTU EMISI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN
PENGOLAHAN SAMPAH SECARA TERMAL
LAPORAN PEMANTAUAN EMISI SECARA MANUAL
PERIODE : ........... TAHUN ..................
Nama Perusahaan :
Alamat Kegiatan :
Kabupaten/ Kota :
Provinsi :
No. Telp/Fax :
Email :
IDENTITAS SUMBER EMISI
Nama Sumber Emisi Kapasitas Produksi (ton/hari)
Nama/Kode Cerobong Waktu operasional (Jam)
Temperatur Flow rate gas (m3/det)
Dimensi Cerobong (m)
Diameter :
Panjang :
Lebar :
Tinggi :
Posisi lubang contoh (m)
Sarana Pengambilan Contoh
a. Tangga
b. Lubang sampling
c. Pagar Pengaman
d. Platform/ Lantai Kerja
e. Sumber Listrik
( )
( )
( )
( )
( )
Tanggal Sampling : Laboratorium Penguji:
HASIL PEMANTAUAN
No Parameter
Konsentrasi
Metoda
Analisis
Laju Alir
Gas
(m3/det)
Baku
Mutu
Beban
Emisi
(kg/ton)
Terukur *1 Terkoreksi *2
1. Partikulat
2. SO2
3. NO2
Catatan:
Lampirkan Hasil Analisa Laboratorium dengan Foto Pengambilan sampling emisi, Data hasil
Pengukuran berdasarkan pada titik lintas dan dilengkapi dengan nilai prosentasi pengukuran
isokinetik
............................... 20 ...
Penanggung Jawab Kegiatan,
(............................................. )
-22-
Keterangan:
1. Konsentrasi terukur adalah konsentrasi yang diukur secara langsung secara manual
sebelum dilakukan koreksi oksigen.
2. Konsentrasi terkoreksi adalah konsentrasi terukur yang telah disesuaikan dengan faktor
koreksi oksigen, dengan rumus : konsentrasi terkoreksi = konsentrasi terukur x (21 –
O2koreksi)/(21- O2terukur).
Salinan sesuai dengan aslinya MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN
KEPALA BIRO HUKUM, KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,
ttd. ttd.
KRISNA RYA SITI NURBAYA
-23-
LAMPIRAN VI
PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
NOMOR
TENTANG
BAKU MUTU EMISI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN
PENGOLAHAN SAMPAH SECARA TERMAL
TATA CARA PENGHITUNGAN BEBAN EMISI
A. Perhitungan beban emisi dari hasil pengukuran secara terus-menerus
menggunakan Continous Emissions Monitoring System (CEMS)
1. Parameter emisi yang dihitung :
Parameter beban emisi yang dihitung adalah parameter gas rumah
kaca dan parameter utama sebagaimana ditampilkan pada Tabel 1-1.
Tabel 1-1 Parameter Beban Emisi
2. Beban Emisi
E = Cav x Q x 0.0036 x (Op Hours)
Q = Vav x A
Dimana :
E = Laju Emisi Pencemar (kg/hari)
Cav = Konsentrasi terukur rata-rata harian (mg/Nm3)
Q = Laju alir emisi volumetrik (m3/detik)
0,0036 = Faktor konversi dari mg/detik ke kg/jam
Op Hours = Jam operasi pembangkit selama 1 (satu) hari
Vav = Laju alir rata-rata harian (m/detik)
A = Luas penampang cerobong (m2)
Gas Rumah Kaca Parameter
Utama
CO2 SOX
NOX
Partikulat
-24-
3. Beban Emisi Tahunan
Etahunan, P =
Dimana :
Etahunan, P = Beban Emisi Tahunan (kg/tahun) untuk parameter ‘p’
n = Jumlah hari dalam 1(satu) tahun
E = Beban Emisi (kg/hari)
B. Perhitungan beban emisi dari hasil pengukuran emisi secara manual
(menggunakan laboratorium penguji)
E = C x Q x 0,0036 x (Op Hours) ……………………….(1)
Q = V x A ……………………………………………………..(2)
Dimana :
E = Laju emisi pencemar (kg/tahun)
C = Konsentrasi terkoreksi (mg/Nm3)
Q = Laju alir emisi (gas buang) volumetric (m3/detik)
0,0036 = Faktor Konversi dari mg/detik ke kg/jam
Op Hours = Jam operasi selama 6 (enam) bulan
V = Laju alir (m/detik)
A = Luas penampang cerobong (m2)
C. Perhitungan beban emisi berdasarkan kandungan sulfur di bahan bakar
beban emisi
E =Qr x (Op Hours) x (Cr/100) x (MWp/ANs)
dimana :
E = Laju Emisi pencemar
Qr = Bahan bakar yang digunakan (kg/jam)
Op Hours = Jam operasi pembangkit selama 1 (satu) tahun
Cr = Kandungan Sulfur (S) dalam bahan bakar (%)
MWp = Berat Molekul SO2 (64)
ANs = Berat Atom S (32)
-25-
D. Perhitungan beban emisi (CO2) untuk pemantauan menggunakan cems
dan secara manual
a. Beban Emisi
Eco2 = ∑F x AcCC x OF x MWCO2 / ANc ……..(3)
dimana :
Eco2 = Emisi CO2 (ton)
∑F = Jumlah konsumsi bahan bakar (kton)
AcCC = Kandungan Karbon Aktual (ton C/kton)
OF = Faktor Oksidasi
MWCO2 = Berat Molekul CO2 (44)
ANc = Berat Atom C (12)
Tabel Faktor Oksidasi
b. Beban Emisi Tahunan
Etahunan= ECO2 x Op Hours…………………(4)
dimana :
Etahunan = Beban Emisi tahunan (ton/tahun)
ECO2 = Emisi CO2 (ton)
Op Hours = Jam Operasi pembangkit selama 1 (satu) tahun
No. Bahan Bakar OF
1. Oil 0,99
2. Natural Gas 0,995
3. Coal 0,98
-26-
PERHITUNGAN BEBAN EMISI PARAMETER UTAMA
........................................ 20 ...
Penanggung Jawab Kegiatan,
(............................................. )
Salinan sesuai dengan aslinya MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN
KEPALA BIRO HUKUM, KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,
ttd. ttd.
KRISNA RYA SITI NURBAYA
1 Bentuk Cerobong :
1. Silinder
2. Kotak
3. Kerucut
2 Luas Penampang :
1. Bentuk Lingkaran = r2
entuk Persegi = p x l
No
Nama
Sumber
Emisi
Kode
Cerobong
Bentuk
Cerobong1
Luas
Penampang
(m3) 2
Laju Alir
(m/dtk)
Jam
Operasi
(Jam)
Produksi
(Ton)
Parameter yang dipantau
Konsentrasi
(Nmg/m3)
Beban
Emisi
(Ton/Thn)
Bukti
Perhitungan
1
Contoh:
Cerobong
xxx
Total Partikulat
Sulfur Dioksida (SO2);
Nitrogen Dioksida (NO2)
Merkuri (Hg)
Hidrogen Fluorida (HF)
Hidrogen Klorida (HCl)
Karbon Monoksida (CO)
Keterangan:
1Bentuk Cerobong :
1. Silinder
2. Kotak
3. Kerucut
2Luas Penampang :
1. Bentuk Lingkaran = r2
2. Bentuk Persegi = p x l
LAMPIRAN VII
PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN
KEHUTANAN
NOMOR
TENTANG
BAKU MUTU EMISI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN
PENGOLAHAN SAMPAH SECARA TERMAL
PERHITUNGAN KINERJA PEMBAKARAN
Menentukan kinerja pembakaran (efisiensi pembakaran/EP) dengan
menggunakan persamaan di bawah ini:
CO2
EP = _____________ X 100 %
CO2 + CO
CO2 = Konsentrasi emisi CO2 pada cerobong gas buang.
CO = Konsentrasi emisi CO pada cerobong gas buang.
Salinan sesuai dengan aslinya MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN
KEPALA BIRO HUKUM, KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,
ttd. ttd.
KRISNA RYA SITI NURBAYA
-28-
LAMPIRAN VIII
PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN
KEHUTANAN
NOMOR
TENTANG
BAKU MUTU EMISI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN
PENGOLAHAN SAMPAH SECARA TERMAL
FORMAT LAPORAN KEADAAN DARURAT
..................................... 20 ...
Penanggung Jawab Kegiatan,
(.......................................)
Salinan sesuai dengan aslinya MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN
KEPALA BIRO HUKUM, KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,
ttd. ttd.
KRISNA RYA SITI NURBAYA
Nama
Perusahaan
:
Alamat
Kegiatan
:
Kabupaten/
Kota
:
Provinsi :
No. Telp/Fax :
Email :
Ringkasan Kejadian
Tanggal mulai kejadian/ pukul
Lokasi (sebutkan nama lapangan/area)
Fasilitas/ Unit (sebutkan merk, tahun pembuatan, mulai dioperasikan,
kapasitas desain dan operasional)
Deskripsi keadaan darurat
Penyebab kejadian
Apakah kejadian sudah dapat diatasi? Jika Ya, kapan?
Apakah ada keluhan dari masyarakat terhadap kejadian ini?
Tindakan koreksi yang telah dilakukan?
Tindakan koreksi jangka panjang (pencegahan) yang direncanakan?
Catatan: lampirkan prosedur

More Related Content

What's hot

Pola Penanganan Air Limbah Permukiman
Pola Penanganan Air Limbah PermukimanPola Penanganan Air Limbah Permukiman
Pola Penanganan Air Limbah Permukimaninfosanitasi
 
Pedoman perencanaan tpa ( metode sanitary landfill)
Pedoman perencanaan tpa ( metode sanitary landfill)Pedoman perencanaan tpa ( metode sanitary landfill)
Pedoman perencanaan tpa ( metode sanitary landfill)Oswar Mungkasa
 
Penanganan Limbah B3 Rumah Sakit
Penanganan Limbah B3 Rumah SakitPenanganan Limbah B3 Rumah Sakit
Penanganan Limbah B3 Rumah SakitAmako Rezeki Utama
 
Perencanaan Teknis Bangunan Pengolahan Air Limbah secara Gabungan
Perencanaan Teknis Bangunan Pengolahan Air Limbah secara GabunganPerencanaan Teknis Bangunan Pengolahan Air Limbah secara Gabungan
Perencanaan Teknis Bangunan Pengolahan Air Limbah secara GabunganJoy Irman
 
Rincian Teknis Penyimpanan Limbah B3.pdf
Rincian Teknis Penyimpanan Limbah B3.pdfRincian Teknis Penyimpanan Limbah B3.pdf
Rincian Teknis Penyimpanan Limbah B3.pdfssuserc7b49e
 
SNI 19-7119.6-2005 tentang Udara Ambien - Bagian 6: Penentuan Lokasi Pengambi...
SNI 19-7119.6-2005 tentang Udara Ambien - Bagian 6: Penentuan Lokasi Pengambi...SNI 19-7119.6-2005 tentang Udara Ambien - Bagian 6: Penentuan Lokasi Pengambi...
SNI 19-7119.6-2005 tentang Udara Ambien - Bagian 6: Penentuan Lokasi Pengambi...Muhamad Imam Khairy
 
Pedoman pengoperasian dan pemeliharaan ipal
Pedoman pengoperasian dan pemeliharaan ipalPedoman pengoperasian dan pemeliharaan ipal
Pedoman pengoperasian dan pemeliharaan ipalinfosanitasi
 
Sosialisasi muatan PP 22 tahun 2021 (terkait pl)
Sosialisasi muatan PP 22 tahun 2021 (terkait pl)Sosialisasi muatan PP 22 tahun 2021 (terkait pl)
Sosialisasi muatan PP 22 tahun 2021 (terkait pl)Heri Romansyah
 
Perencanaan Teknis dan Teknologi Pengolahan Lumpur
Perencanaan Teknis dan Teknologi Pengolahan LumpurPerencanaan Teknis dan Teknologi Pengolahan Lumpur
Perencanaan Teknis dan Teknologi Pengolahan LumpurJoy Irman
 
Landasan Hukum Pengelolaan Air Limbah
Landasan Hukum Pengelolaan Air LimbahLandasan Hukum Pengelolaan Air Limbah
Landasan Hukum Pengelolaan Air LimbahJoy Irman
 
B3 klasifikasi & penyimpanannya
B3 klasifikasi & penyimpanannyaB3 klasifikasi & penyimpanannya
B3 klasifikasi & penyimpanannyasujatno angga
 
Sistem Pengolahan Air Limbah secara Kimia
Sistem Pengolahan Air Limbah secara KimiaSistem Pengolahan Air Limbah secara Kimia
Sistem Pengolahan Air Limbah secara KimiaJoy Irman
 
Bangunan Pengolah Air Limbah secara Aerobik
Bangunan Pengolah Air Limbah secara AerobikBangunan Pengolah Air Limbah secara Aerobik
Bangunan Pengolah Air Limbah secara AerobikJoy Irman
 
limbah b3 dan prinsip pengelolaan
limbah b3 dan prinsip pengelolaanlimbah b3 dan prinsip pengelolaan
limbah b3 dan prinsip pengelolaannamakuguten
 
Pengelolaan limbah B3
Pengelolaan limbah B3Pengelolaan limbah B3
Pengelolaan limbah B3Instansi
 
Persyaratan Teknis Pengumpulan, Pemindahan dan Pengangkutan Sampah
Persyaratan Teknis Pengumpulan, Pemindahan dan Pengangkutan SampahPersyaratan Teknis Pengumpulan, Pemindahan dan Pengangkutan Sampah
Persyaratan Teknis Pengumpulan, Pemindahan dan Pengangkutan SampahJoy Irman
 
Permen Kesehatan, No. 416/Men.Kes/PER/IX/1990 tentang Syarat-syarat dan Penga...
Permen Kesehatan, No. 416/Men.Kes/PER/IX/1990 tentang Syarat-syarat dan Penga...Permen Kesehatan, No. 416/Men.Kes/PER/IX/1990 tentang Syarat-syarat dan Penga...
Permen Kesehatan, No. 416/Men.Kes/PER/IX/1990 tentang Syarat-syarat dan Penga...infosanitasi
 
Perencanaan Teknis Sistem Pengolahan Air Limbah (IPAL) Secara Fisik
Perencanaan Teknis Sistem Pengolahan Air Limbah (IPAL) Secara FisikPerencanaan Teknis Sistem Pengolahan Air Limbah (IPAL) Secara Fisik
Perencanaan Teknis Sistem Pengolahan Air Limbah (IPAL) Secara FisikJoy Irman
 
SNI 19-7117.2-2005 tentang Emisi Gas Buang - Sumber Tidak Bergerak - Bagian 2...
SNI 19-7117.2-2005 tentang Emisi Gas Buang - Sumber Tidak Bergerak - Bagian 2...SNI 19-7117.2-2005 tentang Emisi Gas Buang - Sumber Tidak Bergerak - Bagian 2...
SNI 19-7117.2-2005 tentang Emisi Gas Buang - Sumber Tidak Bergerak - Bagian 2...Muhamad Imam Khairy
 
SOP IPAL.docx
SOP IPAL.docxSOP IPAL.docx
SOP IPAL.docxdayatali1
 

What's hot (20)

Pola Penanganan Air Limbah Permukiman
Pola Penanganan Air Limbah PermukimanPola Penanganan Air Limbah Permukiman
Pola Penanganan Air Limbah Permukiman
 
Pedoman perencanaan tpa ( metode sanitary landfill)
Pedoman perencanaan tpa ( metode sanitary landfill)Pedoman perencanaan tpa ( metode sanitary landfill)
Pedoman perencanaan tpa ( metode sanitary landfill)
 
Penanganan Limbah B3 Rumah Sakit
Penanganan Limbah B3 Rumah SakitPenanganan Limbah B3 Rumah Sakit
Penanganan Limbah B3 Rumah Sakit
 
Perencanaan Teknis Bangunan Pengolahan Air Limbah secara Gabungan
Perencanaan Teknis Bangunan Pengolahan Air Limbah secara GabunganPerencanaan Teknis Bangunan Pengolahan Air Limbah secara Gabungan
Perencanaan Teknis Bangunan Pengolahan Air Limbah secara Gabungan
 
Rincian Teknis Penyimpanan Limbah B3.pdf
Rincian Teknis Penyimpanan Limbah B3.pdfRincian Teknis Penyimpanan Limbah B3.pdf
Rincian Teknis Penyimpanan Limbah B3.pdf
 
SNI 19-7119.6-2005 tentang Udara Ambien - Bagian 6: Penentuan Lokasi Pengambi...
SNI 19-7119.6-2005 tentang Udara Ambien - Bagian 6: Penentuan Lokasi Pengambi...SNI 19-7119.6-2005 tentang Udara Ambien - Bagian 6: Penentuan Lokasi Pengambi...
SNI 19-7119.6-2005 tentang Udara Ambien - Bagian 6: Penentuan Lokasi Pengambi...
 
Pedoman pengoperasian dan pemeliharaan ipal
Pedoman pengoperasian dan pemeliharaan ipalPedoman pengoperasian dan pemeliharaan ipal
Pedoman pengoperasian dan pemeliharaan ipal
 
Sosialisasi muatan PP 22 tahun 2021 (terkait pl)
Sosialisasi muatan PP 22 tahun 2021 (terkait pl)Sosialisasi muatan PP 22 tahun 2021 (terkait pl)
Sosialisasi muatan PP 22 tahun 2021 (terkait pl)
 
Perencanaan Teknis dan Teknologi Pengolahan Lumpur
Perencanaan Teknis dan Teknologi Pengolahan LumpurPerencanaan Teknis dan Teknologi Pengolahan Lumpur
Perencanaan Teknis dan Teknologi Pengolahan Lumpur
 
Landasan Hukum Pengelolaan Air Limbah
Landasan Hukum Pengelolaan Air LimbahLandasan Hukum Pengelolaan Air Limbah
Landasan Hukum Pengelolaan Air Limbah
 
B3 klasifikasi & penyimpanannya
B3 klasifikasi & penyimpanannyaB3 klasifikasi & penyimpanannya
B3 klasifikasi & penyimpanannya
 
Sistem Pengolahan Air Limbah secara Kimia
Sistem Pengolahan Air Limbah secara KimiaSistem Pengolahan Air Limbah secara Kimia
Sistem Pengolahan Air Limbah secara Kimia
 
Bangunan Pengolah Air Limbah secara Aerobik
Bangunan Pengolah Air Limbah secara AerobikBangunan Pengolah Air Limbah secara Aerobik
Bangunan Pengolah Air Limbah secara Aerobik
 
limbah b3 dan prinsip pengelolaan
limbah b3 dan prinsip pengelolaanlimbah b3 dan prinsip pengelolaan
limbah b3 dan prinsip pengelolaan
 
Pengelolaan limbah B3
Pengelolaan limbah B3Pengelolaan limbah B3
Pengelolaan limbah B3
 
Persyaratan Teknis Pengumpulan, Pemindahan dan Pengangkutan Sampah
Persyaratan Teknis Pengumpulan, Pemindahan dan Pengangkutan SampahPersyaratan Teknis Pengumpulan, Pemindahan dan Pengangkutan Sampah
Persyaratan Teknis Pengumpulan, Pemindahan dan Pengangkutan Sampah
 
Permen Kesehatan, No. 416/Men.Kes/PER/IX/1990 tentang Syarat-syarat dan Penga...
Permen Kesehatan, No. 416/Men.Kes/PER/IX/1990 tentang Syarat-syarat dan Penga...Permen Kesehatan, No. 416/Men.Kes/PER/IX/1990 tentang Syarat-syarat dan Penga...
Permen Kesehatan, No. 416/Men.Kes/PER/IX/1990 tentang Syarat-syarat dan Penga...
 
Perencanaan Teknis Sistem Pengolahan Air Limbah (IPAL) Secara Fisik
Perencanaan Teknis Sistem Pengolahan Air Limbah (IPAL) Secara FisikPerencanaan Teknis Sistem Pengolahan Air Limbah (IPAL) Secara Fisik
Perencanaan Teknis Sistem Pengolahan Air Limbah (IPAL) Secara Fisik
 
SNI 19-7117.2-2005 tentang Emisi Gas Buang - Sumber Tidak Bergerak - Bagian 2...
SNI 19-7117.2-2005 tentang Emisi Gas Buang - Sumber Tidak Bergerak - Bagian 2...SNI 19-7117.2-2005 tentang Emisi Gas Buang - Sumber Tidak Bergerak - Bagian 2...
SNI 19-7117.2-2005 tentang Emisi Gas Buang - Sumber Tidak Bergerak - Bagian 2...
 
SOP IPAL.docx
SOP IPAL.docxSOP IPAL.docx
SOP IPAL.docx
 

Viewers also liked

Permen lhk no.68 2016 ttg baku mutu air limbah domestik
Permen lhk no.68 2016 ttg baku mutu air limbah domestikPermen lhk no.68 2016 ttg baku mutu air limbah domestik
Permen lhk no.68 2016 ttg baku mutu air limbah domestikRizki Darmawan
 
Permen lhk no. 56 2015 ttg tatacara dan persyaratan teknis pengelolaan lb3 fa...
Permen lhk no. 56 2015 ttg tatacara dan persyaratan teknis pengelolaan lb3 fa...Permen lhk no. 56 2015 ttg tatacara dan persyaratan teknis pengelolaan lb3 fa...
Permen lhk no. 56 2015 ttg tatacara dan persyaratan teknis pengelolaan lb3 fa...Rizki Darmawan
 
Permen LHK no.71 tahun 2016
Permen LHK no.71 tahun 2016Permen LHK no.71 tahun 2016
Permen LHK no.71 tahun 2016Rizki Darmawan
 
Standar pelayanan proses amdal, ukl upl
Standar pelayanan proses amdal, ukl uplStandar pelayanan proses amdal, ukl upl
Standar pelayanan proses amdal, ukl uplhelmut simamora
 
Jurnal skripsi-kartika-lores-br.-ginting-10312408
Jurnal skripsi-kartika-lores-br.-ginting-10312408Jurnal skripsi-kartika-lores-br.-ginting-10312408
Jurnal skripsi-kartika-lores-br.-ginting-10312408suleman ganteng
 
Pergub jatim 52 2014 jo 72 2013 baku mutu air limbah industri
Pergub jatim 52 2014  jo 72 2013 baku mutu air limbah industriPergub jatim 52 2014  jo 72 2013 baku mutu air limbah industri
Pergub jatim 52 2014 jo 72 2013 baku mutu air limbah industriDewi Hadiwinoto
 
Petunjuk perusahaan rekomendasi izin pengumpulan limbah b3 skala nasional
Petunjuk perusahaan rekomendasi izin pengumpulan limbah b3 skala nasionalPetunjuk perusahaan rekomendasi izin pengumpulan limbah b3 skala nasional
Petunjuk perusahaan rekomendasi izin pengumpulan limbah b3 skala nasionalAgus Witono
 
Flow chart - PermenLH (Peraturan Menteri Lingkungan Hidup)
Flow chart - PermenLH (Peraturan Menteri Lingkungan Hidup)Flow chart - PermenLH (Peraturan Menteri Lingkungan Hidup)
Flow chart - PermenLH (Peraturan Menteri Lingkungan Hidup)Isya Ansyari
 
Documents.tips pokok pokok-peraturan-menteri-esdm-no-38-tahun-2013-tentang
Documents.tips pokok pokok-peraturan-menteri-esdm-no-38-tahun-2013-tentangDocuments.tips pokok pokok-peraturan-menteri-esdm-no-38-tahun-2013-tentang
Documents.tips pokok pokok-peraturan-menteri-esdm-no-38-tahun-2013-tentangbinjeboy46
 
Mekanisme kerja lumpur aktif
Mekanisme kerja lumpur aktifMekanisme kerja lumpur aktif
Mekanisme kerja lumpur aktif1106499
 
Permen lh 5 2014 baku mutu air limbah
Permen lh 5 2014 baku mutu air limbahPermen lh 5 2014 baku mutu air limbah
Permen lh 5 2014 baku mutu air limbahArdi Yanson
 
pengolahan air dengan lumpur aktif
pengolahan air dengan lumpur aktifpengolahan air dengan lumpur aktif
pengolahan air dengan lumpur aktif1106499
 
Bimbingan Teknis AMDAL UKL UPL dan Izin Lingkungan 17-18 Nov 2106 Tentang Per...
Bimbingan Teknis AMDAL UKL UPL dan Izin Lingkungan 17-18 Nov 2106 Tentang Per...Bimbingan Teknis AMDAL UKL UPL dan Izin Lingkungan 17-18 Nov 2106 Tentang Per...
Bimbingan Teknis AMDAL UKL UPL dan Izin Lingkungan 17-18 Nov 2106 Tentang Per...Rizki Darmawan
 
Tahapan Perencanaan Teknis Unit Pengolahan Air Limbah (IPAL)
Tahapan Perencanaan Teknis Unit Pengolahan Air Limbah (IPAL)Tahapan Perencanaan Teknis Unit Pengolahan Air Limbah (IPAL)
Tahapan Perencanaan Teknis Unit Pengolahan Air Limbah (IPAL)Joy Irman
 
Rehabilitasi dan Penutupan TPA (Tempat Pemrosesan Akhir) Sampah
Rehabilitasi dan Penutupan TPA (Tempat Pemrosesan Akhir) SampahRehabilitasi dan Penutupan TPA (Tempat Pemrosesan Akhir) Sampah
Rehabilitasi dan Penutupan TPA (Tempat Pemrosesan Akhir) Sampahinfosanitasi
 
Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan P...
Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan P...Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan P...
Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan P...infosanitasi
 

Viewers also liked (20)

Permen lhk no.68 2016 ttg baku mutu air limbah domestik
Permen lhk no.68 2016 ttg baku mutu air limbah domestikPermen lhk no.68 2016 ttg baku mutu air limbah domestik
Permen lhk no.68 2016 ttg baku mutu air limbah domestik
 
Permen lhk no. 56 2015 ttg tatacara dan persyaratan teknis pengelolaan lb3 fa...
Permen lhk no. 56 2015 ttg tatacara dan persyaratan teknis pengelolaan lb3 fa...Permen lhk no. 56 2015 ttg tatacara dan persyaratan teknis pengelolaan lb3 fa...
Permen lhk no. 56 2015 ttg tatacara dan persyaratan teknis pengelolaan lb3 fa...
 
Permen LHK no.71 tahun 2016
Permen LHK no.71 tahun 2016Permen LHK no.71 tahun 2016
Permen LHK no.71 tahun 2016
 
Standar pelayanan proses amdal, ukl upl
Standar pelayanan proses amdal, ukl uplStandar pelayanan proses amdal, ukl upl
Standar pelayanan proses amdal, ukl upl
 
Jurnal skripsi-kartika-lores-br.-ginting-10312408
Jurnal skripsi-kartika-lores-br.-ginting-10312408Jurnal skripsi-kartika-lores-br.-ginting-10312408
Jurnal skripsi-kartika-lores-br.-ginting-10312408
 
Pergub jatim 52 2014 jo 72 2013 baku mutu air limbah industri
Pergub jatim 52 2014  jo 72 2013 baku mutu air limbah industriPergub jatim 52 2014  jo 72 2013 baku mutu air limbah industri
Pergub jatim 52 2014 jo 72 2013 baku mutu air limbah industri
 
Petunjuk perusahaan rekomendasi izin pengumpulan limbah b3 skala nasional
Petunjuk perusahaan rekomendasi izin pengumpulan limbah b3 skala nasionalPetunjuk perusahaan rekomendasi izin pengumpulan limbah b3 skala nasional
Petunjuk perusahaan rekomendasi izin pengumpulan limbah b3 skala nasional
 
Perizinan lb3
Perizinan lb3Perizinan lb3
Perizinan lb3
 
Flow chart - PermenLH (Peraturan Menteri Lingkungan Hidup)
Flow chart - PermenLH (Peraturan Menteri Lingkungan Hidup)Flow chart - PermenLH (Peraturan Menteri Lingkungan Hidup)
Flow chart - PermenLH (Peraturan Menteri Lingkungan Hidup)
 
Documents.tips pokok pokok-peraturan-menteri-esdm-no-38-tahun-2013-tentang
Documents.tips pokok pokok-peraturan-menteri-esdm-no-38-tahun-2013-tentangDocuments.tips pokok pokok-peraturan-menteri-esdm-no-38-tahun-2013-tentang
Documents.tips pokok pokok-peraturan-menteri-esdm-no-38-tahun-2013-tentang
 
Lamp2 170306140903
Lamp2 170306140903Lamp2 170306140903
Lamp2 170306140903
 
Permen ESDM 05 Tahun 2016
Permen ESDM 05 Tahun 2016Permen ESDM 05 Tahun 2016
Permen ESDM 05 Tahun 2016
 
Mekanisme kerja lumpur aktif
Mekanisme kerja lumpur aktifMekanisme kerja lumpur aktif
Mekanisme kerja lumpur aktif
 
Permen lh 5 2014 baku mutu air limbah
Permen lh 5 2014 baku mutu air limbahPermen lh 5 2014 baku mutu air limbah
Permen lh 5 2014 baku mutu air limbah
 
Baku Mutu - AMDAL
Baku Mutu - AMDALBaku Mutu - AMDAL
Baku Mutu - AMDAL
 
pengolahan air dengan lumpur aktif
pengolahan air dengan lumpur aktifpengolahan air dengan lumpur aktif
pengolahan air dengan lumpur aktif
 
Bimbingan Teknis AMDAL UKL UPL dan Izin Lingkungan 17-18 Nov 2106 Tentang Per...
Bimbingan Teknis AMDAL UKL UPL dan Izin Lingkungan 17-18 Nov 2106 Tentang Per...Bimbingan Teknis AMDAL UKL UPL dan Izin Lingkungan 17-18 Nov 2106 Tentang Per...
Bimbingan Teknis AMDAL UKL UPL dan Izin Lingkungan 17-18 Nov 2106 Tentang Per...
 
Tahapan Perencanaan Teknis Unit Pengolahan Air Limbah (IPAL)
Tahapan Perencanaan Teknis Unit Pengolahan Air Limbah (IPAL)Tahapan Perencanaan Teknis Unit Pengolahan Air Limbah (IPAL)
Tahapan Perencanaan Teknis Unit Pengolahan Air Limbah (IPAL)
 
Rehabilitasi dan Penutupan TPA (Tempat Pemrosesan Akhir) Sampah
Rehabilitasi dan Penutupan TPA (Tempat Pemrosesan Akhir) SampahRehabilitasi dan Penutupan TPA (Tempat Pemrosesan Akhir) Sampah
Rehabilitasi dan Penutupan TPA (Tempat Pemrosesan Akhir) Sampah
 
Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan P...
Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan P...Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan P...
Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan P...
 

Similar to Permen LHK no.70 2016 ttg baku mutu emisi usaha dan atau kegiatan pengolahan sampah secara termal

201711061121261995-8-Peraturan.pdf
201711061121261995-8-Peraturan.pdf201711061121261995-8-Peraturan.pdf
201711061121261995-8-Peraturan.pdfPancaNababan1
 
Permen-LHK-Nomor-P59-Tentang-Baku-Mutu-Lindi-TPA.pdf
Permen-LHK-Nomor-P59-Tentang-Baku-Mutu-Lindi-TPA.pdfPermen-LHK-Nomor-P59-Tentang-Baku-Mutu-Lindi-TPA.pdf
Permen-LHK-Nomor-P59-Tentang-Baku-Mutu-Lindi-TPA.pdflilyoktavia2
 
2. peraturan pemerintah nomor 85 tahun 1999 jo peraturan pemerintah nomor 18 ...
2. peraturan pemerintah nomor 85 tahun 1999 jo peraturan pemerintah nomor 18 ...2. peraturan pemerintah nomor 85 tahun 1999 jo peraturan pemerintah nomor 18 ...
2. peraturan pemerintah nomor 85 tahun 1999 jo peraturan pemerintah nomor 18 ...helmut simamora
 
Perkantoran dan industri
Perkantoran dan industriPerkantoran dan industri
Perkantoran dan industriMohammad Ichsan
 
Perkantoran dan industri
Perkantoran dan industriPerkantoran dan industri
Perkantoran dan industriMohammad Ichsan
 
Perkantoran dan industri
Perkantoran dan industriPerkantoran dan industri
Perkantoran dan industriMohammad Ichsan
 
Perkantoran dan industri
Perkantoran dan industriPerkantoran dan industri
Perkantoran dan industriMohammad Ichsan
 
Perkantoran dan industri
Perkantoran dan industriPerkantoran dan industri
Perkantoran dan industriMohammad Ichsan
 
Persayatan kesehatan kerja
Persayatan kesehatan kerjaPersayatan kesehatan kerja
Persayatan kesehatan kerjaYesy Yuniar II
 
KEPMENKES RI No. 1405/MENKES/SK/XI/2002 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkun...
KEPMENKES RI No. 1405/MENKES/SK/XI/2002 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkun...KEPMENKES RI No. 1405/MENKES/SK/XI/2002 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkun...
KEPMENKES RI No. 1405/MENKES/SK/XI/2002 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkun...Muhamad Imam Khairy
 
Permen lhk nomor 14 tahun 2020
Permen lhk nomor 14 tahun 2020Permen lhk nomor 14 tahun 2020
Permen lhk nomor 14 tahun 2020Wisnu Prayogo
 
Kepmenkes no 1405_tahun_2002 tentang Persyaratan Lingkungan Kerja, Perkantora...
Kepmenkes no 1405_tahun_2002 tentang Persyaratan Lingkungan Kerja, Perkantora...Kepmenkes no 1405_tahun_2002 tentang Persyaratan Lingkungan Kerja, Perkantora...
Kepmenkes no 1405_tahun_2002 tentang Persyaratan Lingkungan Kerja, Perkantora...nyampling.com
 
Permen LH No 5 2021 Tentang Tata Cara Penerbitan Pertek dan SLO Air Limbah da...
Permen LH No 5 2021 Tentang Tata Cara Penerbitan Pertek dan SLO Air Limbah da...Permen LH No 5 2021 Tentang Tata Cara Penerbitan Pertek dan SLO Air Limbah da...
Permen LH No 5 2021 Tentang Tata Cara Penerbitan Pertek dan SLO Air Limbah da...Johari Mr
 
Sosialisasi DLH Sidoarjo-Emisi Sumber Tidak Bergerak.pdf
Sosialisasi DLH Sidoarjo-Emisi Sumber Tidak Bergerak.pdfSosialisasi DLH Sidoarjo-Emisi Sumber Tidak Bergerak.pdf
Sosialisasi DLH Sidoarjo-Emisi Sumber Tidak Bergerak.pdfDianValarbi
 
Materi PKRT .pdf
Materi  PKRT .pdfMateri  PKRT .pdf
Materi PKRT .pdfindraazza
 
Kriteria dan mekanisme proper (permen 06 2013)
Kriteria dan mekanisme proper (permen 06 2013)Kriteria dan mekanisme proper (permen 06 2013)
Kriteria dan mekanisme proper (permen 06 2013)Al Marson
 
Pengelolaan Limbah pada Industri Farmasi
Pengelolaan Limbah pada Industri FarmasiPengelolaan Limbah pada Industri Farmasi
Pengelolaan Limbah pada Industri Farmasissuser4219cb
 
kelola limbah.pptx
kelola limbah.pptxkelola limbah.pptx
kelola limbah.pptxDeniAhmad9
 
kepmen lh 129 tahun 2003 bme migas
kepmen lh 129 tahun 2003 bme migaskepmen lh 129 tahun 2003 bme migas
kepmen lh 129 tahun 2003 bme migasMhella Muciil
 

Similar to Permen LHK no.70 2016 ttg baku mutu emisi usaha dan atau kegiatan pengolahan sampah secara termal (20)

201711061121261995-8-Peraturan.pdf
201711061121261995-8-Peraturan.pdf201711061121261995-8-Peraturan.pdf
201711061121261995-8-Peraturan.pdf
 
2_Perpem.ppt
2_Perpem.ppt2_Perpem.ppt
2_Perpem.ppt
 
Permen-LHK-Nomor-P59-Tentang-Baku-Mutu-Lindi-TPA.pdf
Permen-LHK-Nomor-P59-Tentang-Baku-Mutu-Lindi-TPA.pdfPermen-LHK-Nomor-P59-Tentang-Baku-Mutu-Lindi-TPA.pdf
Permen-LHK-Nomor-P59-Tentang-Baku-Mutu-Lindi-TPA.pdf
 
2. peraturan pemerintah nomor 85 tahun 1999 jo peraturan pemerintah nomor 18 ...
2. peraturan pemerintah nomor 85 tahun 1999 jo peraturan pemerintah nomor 18 ...2. peraturan pemerintah nomor 85 tahun 1999 jo peraturan pemerintah nomor 18 ...
2. peraturan pemerintah nomor 85 tahun 1999 jo peraturan pemerintah nomor 18 ...
 
Perkantoran dan industri
Perkantoran dan industriPerkantoran dan industri
Perkantoran dan industri
 
Perkantoran dan industri
Perkantoran dan industriPerkantoran dan industri
Perkantoran dan industri
 
Perkantoran dan industri
Perkantoran dan industriPerkantoran dan industri
Perkantoran dan industri
 
Perkantoran dan industri
Perkantoran dan industriPerkantoran dan industri
Perkantoran dan industri
 
Perkantoran dan industri
Perkantoran dan industriPerkantoran dan industri
Perkantoran dan industri
 
Persayatan kesehatan kerja
Persayatan kesehatan kerjaPersayatan kesehatan kerja
Persayatan kesehatan kerja
 
KEPMENKES RI No. 1405/MENKES/SK/XI/2002 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkun...
KEPMENKES RI No. 1405/MENKES/SK/XI/2002 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkun...KEPMENKES RI No. 1405/MENKES/SK/XI/2002 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkun...
KEPMENKES RI No. 1405/MENKES/SK/XI/2002 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkun...
 
Permen lhk nomor 14 tahun 2020
Permen lhk nomor 14 tahun 2020Permen lhk nomor 14 tahun 2020
Permen lhk nomor 14 tahun 2020
 
Kepmenkes no 1405_tahun_2002 tentang Persyaratan Lingkungan Kerja, Perkantora...
Kepmenkes no 1405_tahun_2002 tentang Persyaratan Lingkungan Kerja, Perkantora...Kepmenkes no 1405_tahun_2002 tentang Persyaratan Lingkungan Kerja, Perkantora...
Kepmenkes no 1405_tahun_2002 tentang Persyaratan Lingkungan Kerja, Perkantora...
 
Permen LH No 5 2021 Tentang Tata Cara Penerbitan Pertek dan SLO Air Limbah da...
Permen LH No 5 2021 Tentang Tata Cara Penerbitan Pertek dan SLO Air Limbah da...Permen LH No 5 2021 Tentang Tata Cara Penerbitan Pertek dan SLO Air Limbah da...
Permen LH No 5 2021 Tentang Tata Cara Penerbitan Pertek dan SLO Air Limbah da...
 
Sosialisasi DLH Sidoarjo-Emisi Sumber Tidak Bergerak.pdf
Sosialisasi DLH Sidoarjo-Emisi Sumber Tidak Bergerak.pdfSosialisasi DLH Sidoarjo-Emisi Sumber Tidak Bergerak.pdf
Sosialisasi DLH Sidoarjo-Emisi Sumber Tidak Bergerak.pdf
 
Materi PKRT .pdf
Materi  PKRT .pdfMateri  PKRT .pdf
Materi PKRT .pdf
 
Kriteria dan mekanisme proper (permen 06 2013)
Kriteria dan mekanisme proper (permen 06 2013)Kriteria dan mekanisme proper (permen 06 2013)
Kriteria dan mekanisme proper (permen 06 2013)
 
Pengelolaan Limbah pada Industri Farmasi
Pengelolaan Limbah pada Industri FarmasiPengelolaan Limbah pada Industri Farmasi
Pengelolaan Limbah pada Industri Farmasi
 
kelola limbah.pptx
kelola limbah.pptxkelola limbah.pptx
kelola limbah.pptx
 
kepmen lh 129 tahun 2003 bme migas
kepmen lh 129 tahun 2003 bme migaskepmen lh 129 tahun 2003 bme migas
kepmen lh 129 tahun 2003 bme migas
 

Permen LHK no.70 2016 ttg baku mutu emisi usaha dan atau kegiatan pengolahan sampah secara termal

  • 1. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: P.70/Menlhk/Setjen/Kum.1/8/2016 TENTANG BAKU MUTU EMISI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PENGOLAHAN SAMPAH SECARA TERMAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 20 ayat (2) huruf e Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Menteri perlu menetapkan Baku Mutu Emisi; b. bahwa pengolahan sampah secara termal berpotensi memberikan dampak kepada lingkungan hidup melalui pelepasan emisi; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan tentang Baku Mutu Emisi Usaha dan/atau Kegiatan Pengolahan Sampah Secara Termal; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 69, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4851); 2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009
  • 2. -2- Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 41 tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3853); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan beracun (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 333, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5617); 5. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.18/Menlhk-II/2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 713); MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN TENTANG BAKU MUTU EMISI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PENGOLAHAN SAMPAH SECARA TERMAL. Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan: 1. Sampah rumah tangga adalah sampah yang berasal dari kegiatan sehari-hari dalam rumah tangga yang tidak termasuk tinja dan sampah spesifik. 2. Sampah sejenis sampah rumah tangga adalah sampah rumah tangga yang berasal dari kawasan komersial, kawasan industri, kawasan khusus, fasilitas sosial, fasilitas umum dan/atau fasilitas lainnya. 3. Pengolahan sampah secara termal adalah proses pengolahan sampah yang melibatkan pembakaran bahan yang dapat terbakar yang terkandung dalam sampah dan/atau menghasilkan energi.
  • 3. -3- 4. Emisi adalah zat, energi, dan/atau komponen lain yang dihasilkan dalam suatu kegiatan yang masuk dan/atau dimasukkannya ke dalam udara ambien yang mempunyai atau tidak mempunyai potensi sebagai unsur pencemar. 5. Pencemaran udara adalah masuknya atau dimasukkannya zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam udara ambien oleh kegiatan manusia, sehingga melampaui baku mutu lingkungan yang telah ditetapkan. 6. Bahan Berbahaya dan Beracun yang selanjutnya disingkat B3 adalah zat, energi, dan/atau komponen lain yang karena sifat, konsentrasi, dan/atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan/atau merusak lingkungan hidup, dan/atau membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, serta kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lain. 7. Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun yang selanjutnya disebut Limbah B3 adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan yang mengandung B3. 8. Baku mutu emisi adalah ukuran batas atau kadar maksimum dan/atau beban emisi maksimum yang diperbolehkan masuk atau dimasukkan ke dalam udara ambien. 9. Sistem pemantauan terus menerus (Continuous Emissions Monitoring System) yang selanjutnya disingkat CEMS adalah alat yang dipergunakan untuk mengukur kuantitas kadar suatu parameter emisi dan laju alir melalui pengukuran secara terus menerus. 10. Kondisi normal adalah kondisi operasi yang sesuai dengan parameter desain operasi. 11. Kondisi tidak normal adalah kondisi operasi di luar parameter operasi normal dan masih dapat dikendalikan terhadap sistem peralatan atau proses yang sedang dalam kondisi tidak normal, sehingga baku mutu emisi usaha dan/atau kegiatan terlampaui.
  • 4. -4- 12. Keadaan darurat adalah kondisi yang memerlukan tindakan secara cepat, tepat, dan terkoordinasi terhadap sistem peralatan atau proses yang diluar kondisi normal atau karena alasan keselamatan. 13. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Pasal 2 Peraturan Menteri ini bertujuan untuk memberikan batasan baku mutu emisi dan kewajiban melakukan pemantauan emisi kepada penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan pengolahan sampah secara termal. Pasal 3 (1) Pengolahan sampah secara termal hanya dapat dilakukan terhadap sampah rumah tangga dan sampah sejenis rumah tangga yang tidak mengandung B3, Limbah B3, kaca, Poli Vinyl Clorida (PVC), dan aluminium foil. (2) Pengolahan sampah secara termal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memenuhi baku mutu emisi sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. Pasal 4 (1) Terhadap pengolahan sampah secara termal, wajib dilakukan pemantauan emisi untuk mengetahui pemenuhan ketentuan baku mutu emisi. (2) Pemantauan emisi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pada seluruh sumber emisi usaha dan/atau kegiatan pengolahan sampah secara termal. Pasal 5 Pemantauan emisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dilakukan dengan tahapan: a. menyusun rencana pemantauan emisi;
  • 5. -5- b. memantau emisi; c. menghitung beban emisi dan kinerja pembakaran; dan d. menyusun laporan pemantauan sumber emisi. Pasal 6 Rencana pemantauan emisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a paling sedikit meliputi: a. penetapan penanggung jawab kegiatan pemantauan emisi; b. pengadaan, pengoperasian, pemeliharaan, perbaikan sarana dan prasarana pemantauan emisi; dan c. identifikasi, penamaan, dan pengkodean seluruh sumber emisi. Pasal 7 (1) Identifikasi, penamaan, dan pengkodean seluruh sumber emisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf c paling sedikit terdiri dari: a. sumber emisi utama; b. emisi fugitif; c. proses yang menyebabkan terjadinya emisi; d. titik koordinat, parameter utama, dan parameter pendukung yang dihasilkan sumber emisi; e. pencatatan data aktivitas, faktor emisi, faktor oksidasi, dan konversi emisi; dan f. pemilihan metodologi yang digunakan untuk menghitung emisi. (2) Parameter utama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d meliputi: a. Partikulat; b. Sulfur Dioksida (SO2); c. Nitrogen Oksida (NOx); d. Merkuri (Hg); e. Hidrogen Klorida (HCl); f. Hidrogen Fluorida (HF); g. Karbon Monoksida (CO); dan h. Dioksin dan Furan.
  • 6. -6- (3) Parameter pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d meliputi: a. Karbon Dioksida (CO2);+ b. Oksigen (O2); c. Temperatur; dan d. Laju alir. (4) Identifikasi, penamaan, dan pengkodean seluruh sumber emisi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun sesuai dengan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. Pasal 8 (1) Terhadap sumber emisi yang telah diidentifikasi, diberi penamaan, dan pengkodean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dilakukan pemantauan emisi. (2) Pemantauan emisi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara: a. terus menerus; atau b. manual. Pasal 9 (1) Pemantauan emisi dengan cara terus menerus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf a dilakukan terhadap proses pengolahan sampah dengan kapasitas lebih besar dari 1000 (seribu) ton per hari. (2) Pemantauan emisi dengan cara terus menerus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menggunakan CEMS yang memiliki spesifikasi memantau dan mengukur parameter Partikulat, Sulfur Dioksida (SO2), Nitrogen Oksida (NOx), Hidrogen Fluorida (HF) dan Laju Alir. Pasal 10 (1) Hasil pemantauan dengan cara terus menerus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 disusun dalam bentuk laporan yang mencakup:
  • 7. -7- a. data hasil pemantauan emisi rata-rata setiap jam; b. hasil pemantauan emisi rata–rata harian; c. lama waktu dan besaran kadar parameter hasil pengukuran; d. informasi mengenai terjadinya hasil pengukuran yang melebihi baku mutu emisi; e. lama waktu CEMS tidak beroperasi; f. ringkasan terhadap kondisi tidak normal; dan g. pencatatan produksi harian. (2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun sesuai dengan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. Pasal 11 (1) Terhadap hasil pemantauan emisi dengan cara terus menerus harus dilakukan pengendalian mutu dan jaminan mutu. (2) Pengendalian mutu dan jaminan mutu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk memastikan CEMS: a. dioperasikan sesuai dengan spesifikasi kinerja sebagaimana tertulis dalam manual; b. seluruh bagiannya berfungsi; dan c. dikalibrasi sesuai dengan spesifikasi alat dan jadwal yang tertulis dalam manual; (3) Data hasil pemantauan emisi dengan cara terus menerus dianggap valid jika: a. data rata–rata 1 (satu) jam paling sedikit terdiri dari 75% (tujuh puluh lima persen) hasil pembacaan data menit yang sah; dan b. data rata–rata harian paling sedikit terdiri dari 75% (tujuh puluh lima persen) dari hasil pembacaan rata–rata 1 (satu) jam. (4) Tata cara pengendalian mutu dan jaminan mutu disusun oleh penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan sesuai dengan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran
  • 8. -8- IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. Pasal 12 (1) Hasil pemantauan emisi dengan cara terus menerus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 memenuhi baku mutu jika 95% (sembilan puluh lima persen) atau lebih data hasil pengukuran rata-rata harian selama 3 (tiga) bulan memenuhi baku mutu. (2) Data hasil pemantauan emisi dengan cara terus menerus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk kondisi tidak normal. Pasal 13 (1) Dalam hal peralatan pemantauan emisi menggunakan CEMS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 mengalami kerusakan dan tidak dapat digunakan dalam jangka waktu paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 1 (satu) tahun, penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan wajib: a. melakukan pemantauan emisi dengan cara manual; dan b. melakukan pencatatan secara mandiri. (2) Pemantauan emisi dengan cara manual sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan paling sedikit 1 (satu) kali dalam 3 (tiga) bulan. (3) Pencatatan secara mandiri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan sampai dengan peralatan CEMS beroperasi kembali. Pasal 14 (1) Pemantauan emisi dengan cara manual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf b wajib dilakukan terhadap sumber emisi utama, parameter utama dan parameter pendukung pada proses produksi selain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2).
  • 9. -9- (2) Pemantauan emisi dengan cara manual sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling sedikit 1 (satu) kali dalam 6 (enam) bulan. (3) Pemantauan emisi dengan cara manual untuk parameter partikulat dilakukan dengan menggunakan metoda isokinetik. (4) Hasil pemantauan emisi dengan cara manual disusun dalam bentuk laporan dengan melampirkan: a. nilai laju alir di masing-masing titik lintas dan data hasil perhitungannya; b. foto pengambilan contoh emisi di setiap cerobong oleh petugas laboratorium yang beratribut lengkap; c. foto cerobong emisi dan kelengkapan sarana teknis cerobong yang dipantau; d. foto lubang contoh emisi cerobong yang diambil emisinya dengan dilengkapi peralatan pengambilan uji emisi; dan e. tanggal pengambilan contoh emisi yang tertera di setiap foto. (5) Laporan hasil pemantauan emisi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) disusun sesuai dengan format sebagaimana tercantum Lampiran V yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. Pasal 15 Pemantauan emisi dengan cara manual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 dan Pasal 14 wajib dilakukan oleh laboratorium terakreditasi dan teregistrasi di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Pasal 16 (1) Terhadap hasil pemantauan emisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 sampai dengan Pasal 15 dilakukan: a. perhitungan beban emisi; dan b. perhitungan kinerja pembakaran.
  • 10. -10- (2) Hasil pemantauan emisi dengan cara terus menerus dapat digunakan untuk menghitung beban emisi jika hasil pemantauannya memenuhi ketentuan dalam Pasal 12. (3) Hasil pemantauan emisi dengan cara manual dapat digunakan untuk menghitung beban emisi jika hasil pemantauannya memenuhi ketentuan dalam Pasal 15. Pasal 17 (1) Perhitungan beban emisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf a meliputi: a. penghitungan beban emisi parameter utama dan Karbon Dioksida (CO2) dari seluruh sumber emisi yang berada dalam area usaha dan/atau kegiatannya; b. perhitungan rata-rata hasil pemantauan emisi dalam rata-rata jam dengan satuan yang disesuaikan dengan satuan baku mutu untuk parameter partikulat, Sulfur Dioksida (SO2), Nitrogen Dioksida (NO2), Karbon Monoksida (CO), dan parameter lainnya sesuai dengan baku mutu emisi; dan c. pendokumentasian bukti-bukti yang dapat menunjukkan kebenaran perhitungan data aktivitas yang digunakan sebagai pendukung untuk perhitungan beban emisi. (2) Tata cara penghitungan beban emisi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran VI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. Pasal 18 (1) Perhitungan kinerja pembakaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf b dilakukan dengan mengunakan konsentrasi emisi Karbon Dioksida (CO2) dan Karbon Monoksida (CO) pada cerobong gas buang.
  • 11. -11- (2) Tata cara penghitungan kinerja pembakaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran VII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. Pasal 19 (1) Laporan pemantauan sumber emisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf d paling sedikit memuat: a. hasil pemantauan emisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 sampai dengan Pasal 15; b. hasil penghitungan beban emisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17; dan c. hasil penghitungan kinerja pembakaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18. (2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun paling sedikit: a. 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun untuk perencanaan pemantauan emisi; b. 1 (satu) kali dalam 3 (tiga) bulan untuk hasil pemantauan emisi dengan cara terus menerus menggunakan CEMS; c. 1 (satu) kali dalam 3 (tiga) bulan untuk hasil pemantauan emisi dengan cara manual karena CEMS mengalami kerusakan; dan d. 1 (satu) kali dalam 6 (enam) bulan untuk hasil pemantauan emisi dengan cara manual. Pasal 20 (1) Laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 wajib disampaikan kepada pejabat pemberi izin lingkungan. (2) Dalam hal izin lingkungan diterbitkan oleh gubernur atau bupati/walikota, laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan dengan tembusan kepada Menteri. (3) Data laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat disampaikan dalam bentuk softfile meliputi:
  • 12. -12- a. data perencanaan pemantauan emisi; b. data pemantauan emisi dengan menggunakan alat CEMS; c. data pemantauan emisi dengan cara manual oleh laboratorium terakreditasi dan teregistrasi; d. data pemantauan kualitas udara ambien; dan e. foto hasil pengambilan emisi cerobong dan udara ambien. Pasal 21 Selain kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 sampai dengan Pasal 20, penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan wajib melakukan: a. pengelolaan data dan informasi pemantauan emisi; b. pengelolaan emisi fugitif; dan c. penanggulangan keadaan darurat pencemaran udara. Pasal 22 (1) Pengelolaan data dan informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf a dilakukan melalui kegiatan penyusunan, pencatatan, penyimpanan, penjaminan mutu data dan informasi pemantauan emisi. (2) Data dan infomasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk pemantauan emisi dengan cara terus menerus paling sedikit berupa : a. catatan aktifitas kalibrasi, perbaikan, pemeliharaan, serta penyesuaian yang dilakukan termasuk rekaman digital dan/atau rekaman grafik; b. petunjuk operasional pemantauan emisi dan data dari hasil CEMS; dan c. catatan kejadian kondisi tidak normal, tanggal mulai kejadian, nama fasilitas atau unit, penyebab kejadian, keluhan masyarakat dan upaya penanganan yang dilakukan dalam jangka waktu 3 x 24 (tiga kali dua puluh empat) jam setelah terjadinya kondisi tidak normal.
  • 13. -13- (3) Data dan informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk pemantauan emisi dengan cara manual paling sedikit berupa : a. jam operasi produksi, kandungan parameter utama dalam bahan bakar dan jumlah bahan bakar yang gunakan, dan jadwal pemeliharaan; b. nama laboratorium, tanggal pengambilan contoh, nama petugas pengambil contoh, tanggal dilakukan analisis uji contoh, metode analisis contoh, dan hasil analisis laboratorium; dan c. kejadian kondisi tidak normal, tanggal mulai kejadian, nama fasilitas atau unit, penyebab kejadian, keluhan masyarakat dan upaya penanganan yang dilakukan dalam jangka waktu 3 x 24 (tiga kali dua puluh empat) jam setelah terjadinya kondisi tidak normal. (4) kondisi tidak normal sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c meliputi gangguan sumber energi listrik dari pihak ketiga, kondisi pada saat mematikan, menghidupkan, percobaan, dan/atau gangguan pada penangkap debu, serta bahan baku atau bahan mentah, dan bahan bakar yang tidak memenuhi spesifikasi. (5) Data dan informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) wajib disimpan paling singkat selama 5 (lima) tahun sejak data dan informasi dihasilkan. Pasal 23 (1) Pengelolaan emisi fugitif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf b dilakukan melalui: a. pelaksanaan tata graha yang baik; b. perawatan dan inspeksi peralatan secara berkala; c. pelaksanaan proses produksi sesuai prosedur operasional standar. (2) Pengelolaan emisi fugitif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi bagian dari pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja usaha dan/atau kegiatan pengolahan sampah secara termal.
  • 14. -14- Pasal 24 (1) Dalam melakukan penanggulangan keadaan darurat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf c, penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan wajib: a. memiliki struktur organisasi dan mekanisme penanganan keadaan darurat; b. memiliki prosedur untuk menganalisa resiko, respon terhadap keadaan darurat dan pemulihan pasca kondisi darurat; c. memiliki rencana, program, prosedur tanggap darurat, pelatihan, evaluasi, dan penyempurnaan rencana tanggap darurat; d. memiliki peralatan dan sistem komunikasi penanganan keadaan darurat; dan e. melaksanakan penanggulangan keadaan darurat sesuai dengan prosedur yang ditetapkan termasuk kegiatan penyelamatan dan evakuasi korban, harta benda, pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan, pengurusan pengungsi, penyelamatan, serta pemulihan prasarana dan sarana. (2) Dalam hal terjadi keadaan darurat, penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib melaporkan terjadinya keadaan darurat kepada menteri, gubernur, dan bupati/walikota, sesuai kewenangannya dalam bentuk: a. laporan tertulis pendahuluan paling lama 1 x 24 (satu kali dua puluh empat) jam; dan b. laporan tertulis secara lengkap paling lama 5 (lima) hari kerja sejak terjadinya kondisi darurat. (3) Format pelaporan keadaan darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tercantum dalam Lampiran VIII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. Pasal 25 Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
  • 15. -15- Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 12 Agustus 2016 MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. SITI NURBAYA Diundangkan di Jakarta pada tanggal 1 September 2016 DIREKTUR JENDERAL PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd. WIDODO EKATJAHJANA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2016 NOMOR 1311 Salinan sesuai dengan aslinya KEPALA BIRO HUKUM, ttd. KRISNA RYA
  • 16. -16- LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TENTANG BAKU MUTU EMISI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PENGOLAHAN SAMPAH SECARA TERMAL BAKU MUTU EMISI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PENGOLAHAN SAMPAH SECARA TERMAL No. Parameter Satuan Batas Maksimum Usulan 1. Total Partikulat mg/Nm3 120 2. Sulfur Dioksida (SO2) mg/Nm3 210 3. Oksida Nitrogen (NOx) mg/Nm3 470 4. Hidrogen Klorida (HCl) mg/Nm3 10 5. Merkuri (Hg) mg/Nm3 3 6. Karbon Monoksida (CO) mg/Nm3 625 7. Hidrogen Fluorida (HF) mg/Nm3 2 8. Dioksin & Furan ng/Nm3 0,1 Keterangan: a. Volume gas diukur dalam keadaan standar (250C dan tekanan 1 (satu) atmosfer). b. Semua parameter dikoreksi dengan Oksigen (O2) sebesar 11% (sebelas persen). c. Pengukuran dioksin dan furan dilakukan setiap 5 (lima) tahun sekali. Salinan sesuai dengan aslinya MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEPALA BIRO HUKUM, KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. ttd. KRISNA RYA SITI NURBAYA
  • 17. -17- LAMPIRAN II PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TENTANG BAKU MUTU EMISI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PENGOLAHAN SAMPAH SECARA TERMAL FORMAT INDENTIFIKASI SUMBER EMISI Nama Perusahaan : Alamat Kegiatan : Kab/Kota : Provinsi : No.Telp/Fax : Email : Identifikasi Sumber Emisi Sumber Emisi 1 2 3 4 5 6 dst Nama Sumber Emisi Dipasang CEMS (Ya/Tidak) Kode Cerobong Kapasitas Sumber Emisi Alat Pengendali Emisi Bahan Bakar Jenis Bahan Bakar Konsumsi Bahan Bakar (ton) Waktu Operasi (Jam/Tahun) Lokasi Koordinat (LS; LU) Cerobong(Kotak/Silinder) Tinggi/Panjang Cerobong (m) Diameter Cerobong (m) Posisi (Ketinggian/ Kepanjangan) Lubang Contoh (m) Dipantau/ Tidak Dipantau Keterangan .......................................... 20 ... Penanggung Jawab Kegiatan, ( ............................................. ) Salinan sesuai dengan aslinya MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEPALA BIRO HUKUM, KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. ttd. KRISNA RYA SITI NURBAYA
  • 18. -18- LAMPIRAN III PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TENTANG BAKU MUTU EMISI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PENGOLAHAN SAMPAH SECARA TERMAL LAPORAN PEMANTAUAN EMISI DENGAN PERALATAN CONTINUOUS EMISSION MONITORING SYSTEM (CEMS) Nama Perusahaan : Alamat Kegiatan : Kabupaten/ Kota : Provinsi : No. Telp/Fax : Email : IDENTITAS SUMBER EMISI Sumber Emisi Kapasitas Produksi (Ton/hari)Nama/ Kode Cerobong Waktu operasional (jam) Dimensi Cerobong Diameter : Panjang : Lebar : Tinggi : Posisi lubang contoh (m) HASIL PEMANTAUAN Parameter : ...... No Tanggal Konsentrasi rata – rata harian (mg/Nm3) Laju alir rata – rata harian (m/detik) Debit (m3/det) Baku Mutu Presentase data melebihi baku mutu (%) Presentase CEMS tidak beroperasi (%) Waktu operasi sumber emisi (jam) Jumlah Emisi (Kg/ton) RINGKASAN KEJADIAN TIDAK NORMAL No Tanggal Kejadian Deskripsi Kejadian Keluhan Masyarakat Upaya Penanganan
  • 19. -19- Rekapitulasi Data Pemantauan CEMS Per Jam Sumber Emisi : Parameter : Bulan : Jam Tanggal Keterangan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 … 31 00.00-01.00 01.00-02.00 02.00-03.00 03.00-04.00 04.00-05.00 05.00-06.00 06.00-07.00 07.00-08.00 08.00-09.00 09.00-10.00 10.00-11.00 11.00-12.00 12.00-13.00 13.00-14.00 14.00-15.00 15.00-16.00 16.00-17.00 17.00-18.00 18.00-19.00 19.00-20.00 20.00-21.00 21.00-22.00 22.00-23.00 23.00-24.00 Total Rata-Rata Max Min .................................... 20 ... Penanggung Jawab Kegiatan, ( ............................................. ) Salinan sesuai dengan aslinya MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEPALA BIRO HUKUM, KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. ttd. KRISNA RYA SITI NURBAYA
  • 20. -20- LAMPIRAN IV PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TENTANG BAKU MUTU EMISI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PENGOLAHAN SAMPAH SECARA TERMAL FORMAT TATA CARA PENGENDALIAN MUTU DAN JAMINAN MUTU Bagian I : Rencana Pengendalian Mutu dan Jaminan Mutu 1. Kebijakan dan tujuan pengendalian mutu dan jaminan mutu 2. Sistem kontrol dokumen 3. Acuan peraturan CEMS dan deskripsi sistem CEMS 4. Struktur organisasi dan penanggungjawab 5. Fasilitas, peralatan dan inventarisasi suku cadang 6. Metode dan prosedur : analisis dan akuisisi data 7. Kalibrasi dan pengawasan kontrol kualitas 8. Perawatan : preventif 9. Audit sistem 10. Audit kinerja 11. Program perbaikan (corrective action program) 12. Laporan 13. Daftar Pustaka Bagian II: Standard Operating Precedure 1. Start Up dan Operasi 2. Sistem Inspeksi CEMS Harian/Perawatan Preventif. 3. Prosedur Kalibrasi 4. Prosedur Perawatan Preventif 5. Prosedur Audit 1: Audit Cylinder Gas 6. Prosedur Audit 2: Audit Uji Akurasi Relatif 7. Sistem Prosedur Audit 8. Prosedur Back Up Data 9. Prosedur Pelatihan 10. Sistem Pengamanan CEMS 11. Prosedur Pelaporan Data Lampiran A. Spesifikasi CEMS dan Acuan Peraturan B. Metode Test Reference C. Formulir Salinan sesuai dengan aslinya MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEPALA BIRO HUKUM, KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. ttd. KRISNA RYA SITI NURBAYA
  • 21. -21- LAMPIRAN V PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TENTANG BAKU MUTU EMISI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PENGOLAHAN SAMPAH SECARA TERMAL LAPORAN PEMANTAUAN EMISI SECARA MANUAL PERIODE : ........... TAHUN .................. Nama Perusahaan : Alamat Kegiatan : Kabupaten/ Kota : Provinsi : No. Telp/Fax : Email : IDENTITAS SUMBER EMISI Nama Sumber Emisi Kapasitas Produksi (ton/hari) Nama/Kode Cerobong Waktu operasional (Jam) Temperatur Flow rate gas (m3/det) Dimensi Cerobong (m) Diameter : Panjang : Lebar : Tinggi : Posisi lubang contoh (m) Sarana Pengambilan Contoh a. Tangga b. Lubang sampling c. Pagar Pengaman d. Platform/ Lantai Kerja e. Sumber Listrik ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) Tanggal Sampling : Laboratorium Penguji: HASIL PEMANTAUAN No Parameter Konsentrasi Metoda Analisis Laju Alir Gas (m3/det) Baku Mutu Beban Emisi (kg/ton) Terukur *1 Terkoreksi *2 1. Partikulat 2. SO2 3. NO2 Catatan: Lampirkan Hasil Analisa Laboratorium dengan Foto Pengambilan sampling emisi, Data hasil Pengukuran berdasarkan pada titik lintas dan dilengkapi dengan nilai prosentasi pengukuran isokinetik ............................... 20 ... Penanggung Jawab Kegiatan, (............................................. )
  • 22. -22- Keterangan: 1. Konsentrasi terukur adalah konsentrasi yang diukur secara langsung secara manual sebelum dilakukan koreksi oksigen. 2. Konsentrasi terkoreksi adalah konsentrasi terukur yang telah disesuaikan dengan faktor koreksi oksigen, dengan rumus : konsentrasi terkoreksi = konsentrasi terukur x (21 – O2koreksi)/(21- O2terukur). Salinan sesuai dengan aslinya MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEPALA BIRO HUKUM, KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. ttd. KRISNA RYA SITI NURBAYA
  • 23. -23- LAMPIRAN VI PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN NOMOR TENTANG BAKU MUTU EMISI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PENGOLAHAN SAMPAH SECARA TERMAL TATA CARA PENGHITUNGAN BEBAN EMISI A. Perhitungan beban emisi dari hasil pengukuran secara terus-menerus menggunakan Continous Emissions Monitoring System (CEMS) 1. Parameter emisi yang dihitung : Parameter beban emisi yang dihitung adalah parameter gas rumah kaca dan parameter utama sebagaimana ditampilkan pada Tabel 1-1. Tabel 1-1 Parameter Beban Emisi 2. Beban Emisi E = Cav x Q x 0.0036 x (Op Hours) Q = Vav x A Dimana : E = Laju Emisi Pencemar (kg/hari) Cav = Konsentrasi terukur rata-rata harian (mg/Nm3) Q = Laju alir emisi volumetrik (m3/detik) 0,0036 = Faktor konversi dari mg/detik ke kg/jam Op Hours = Jam operasi pembangkit selama 1 (satu) hari Vav = Laju alir rata-rata harian (m/detik) A = Luas penampang cerobong (m2) Gas Rumah Kaca Parameter Utama CO2 SOX NOX Partikulat
  • 24. -24- 3. Beban Emisi Tahunan Etahunan, P = Dimana : Etahunan, P = Beban Emisi Tahunan (kg/tahun) untuk parameter ‘p’ n = Jumlah hari dalam 1(satu) tahun E = Beban Emisi (kg/hari) B. Perhitungan beban emisi dari hasil pengukuran emisi secara manual (menggunakan laboratorium penguji) E = C x Q x 0,0036 x (Op Hours) ……………………….(1) Q = V x A ……………………………………………………..(2) Dimana : E = Laju emisi pencemar (kg/tahun) C = Konsentrasi terkoreksi (mg/Nm3) Q = Laju alir emisi (gas buang) volumetric (m3/detik) 0,0036 = Faktor Konversi dari mg/detik ke kg/jam Op Hours = Jam operasi selama 6 (enam) bulan V = Laju alir (m/detik) A = Luas penampang cerobong (m2) C. Perhitungan beban emisi berdasarkan kandungan sulfur di bahan bakar beban emisi E =Qr x (Op Hours) x (Cr/100) x (MWp/ANs) dimana : E = Laju Emisi pencemar Qr = Bahan bakar yang digunakan (kg/jam) Op Hours = Jam operasi pembangkit selama 1 (satu) tahun Cr = Kandungan Sulfur (S) dalam bahan bakar (%) MWp = Berat Molekul SO2 (64) ANs = Berat Atom S (32)
  • 25. -25- D. Perhitungan beban emisi (CO2) untuk pemantauan menggunakan cems dan secara manual a. Beban Emisi Eco2 = ∑F x AcCC x OF x MWCO2 / ANc ……..(3) dimana : Eco2 = Emisi CO2 (ton) ∑F = Jumlah konsumsi bahan bakar (kton) AcCC = Kandungan Karbon Aktual (ton C/kton) OF = Faktor Oksidasi MWCO2 = Berat Molekul CO2 (44) ANc = Berat Atom C (12) Tabel Faktor Oksidasi b. Beban Emisi Tahunan Etahunan= ECO2 x Op Hours…………………(4) dimana : Etahunan = Beban Emisi tahunan (ton/tahun) ECO2 = Emisi CO2 (ton) Op Hours = Jam Operasi pembangkit selama 1 (satu) tahun No. Bahan Bakar OF 1. Oil 0,99 2. Natural Gas 0,995 3. Coal 0,98
  • 26. -26- PERHITUNGAN BEBAN EMISI PARAMETER UTAMA ........................................ 20 ... Penanggung Jawab Kegiatan, (............................................. ) Salinan sesuai dengan aslinya MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEPALA BIRO HUKUM, KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. ttd. KRISNA RYA SITI NURBAYA 1 Bentuk Cerobong : 1. Silinder 2. Kotak 3. Kerucut 2 Luas Penampang : 1. Bentuk Lingkaran = r2 entuk Persegi = p x l No Nama Sumber Emisi Kode Cerobong Bentuk Cerobong1 Luas Penampang (m3) 2 Laju Alir (m/dtk) Jam Operasi (Jam) Produksi (Ton) Parameter yang dipantau Konsentrasi (Nmg/m3) Beban Emisi (Ton/Thn) Bukti Perhitungan 1 Contoh: Cerobong xxx Total Partikulat Sulfur Dioksida (SO2); Nitrogen Dioksida (NO2) Merkuri (Hg) Hidrogen Fluorida (HF) Hidrogen Klorida (HCl) Karbon Monoksida (CO) Keterangan: 1Bentuk Cerobong : 1. Silinder 2. Kotak 3. Kerucut 2Luas Penampang : 1. Bentuk Lingkaran = r2 2. Bentuk Persegi = p x l
  • 27. LAMPIRAN VII PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN NOMOR TENTANG BAKU MUTU EMISI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PENGOLAHAN SAMPAH SECARA TERMAL PERHITUNGAN KINERJA PEMBAKARAN Menentukan kinerja pembakaran (efisiensi pembakaran/EP) dengan menggunakan persamaan di bawah ini: CO2 EP = _____________ X 100 % CO2 + CO CO2 = Konsentrasi emisi CO2 pada cerobong gas buang. CO = Konsentrasi emisi CO pada cerobong gas buang. Salinan sesuai dengan aslinya MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEPALA BIRO HUKUM, KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. ttd. KRISNA RYA SITI NURBAYA
  • 28. -28- LAMPIRAN VIII PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN NOMOR TENTANG BAKU MUTU EMISI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PENGOLAHAN SAMPAH SECARA TERMAL FORMAT LAPORAN KEADAAN DARURAT ..................................... 20 ... Penanggung Jawab Kegiatan, (.......................................) Salinan sesuai dengan aslinya MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEPALA BIRO HUKUM, KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. ttd. KRISNA RYA SITI NURBAYA Nama Perusahaan : Alamat Kegiatan : Kabupaten/ Kota : Provinsi : No. Telp/Fax : Email : Ringkasan Kejadian Tanggal mulai kejadian/ pukul Lokasi (sebutkan nama lapangan/area) Fasilitas/ Unit (sebutkan merk, tahun pembuatan, mulai dioperasikan, kapasitas desain dan operasional) Deskripsi keadaan darurat Penyebab kejadian Apakah kejadian sudah dapat diatasi? Jika Ya, kapan? Apakah ada keluhan dari masyarakat terhadap kejadian ini? Tindakan koreksi yang telah dilakukan? Tindakan koreksi jangka panjang (pencegahan) yang direncanakan? Catatan: lampirkan prosedur