Studi ini membandingkan ketentuan tentang penetapan batas laut dalam tiga peraturan yaitu Permendagri No. 1/2006, Permendagri No. 76/2012, dan Permendagri No. 141/2017. Perbedaannya adalah penggunaan titik dasar, metode penetapan, dan kewenangan pengelolaan sumber daya laut. Permendagri terbaru mempertimbangkan undang-undang dan menggunakan pasang tertinggi sebagai acuan titik dasar serta metode kartometri
Kajian Perbedaan Dokumen Permendagri 2006, 2012 dan 2017 untuk Penarikan Bata...Luhur Moekti Prayogo
Permendagri No. 141 Tahun 2017 memperjelas kewenangan pengelolaan sumber daya laut hanya dimiliki provinsi, bukan lagi kabupaten/kota. Permendagri ini juga mewajibkan penggunaan metode kartometrik dalam penegasan batas laut, berbeda dengan Permendagri sebelumnya yang belum mengatur metode tertentu. Selain itu, dokumen menjelaskan perbedaan pengertian garis pantai antara Permendagri 2006 dan Permendagri
Analisis Pengaruh Datum Vertikal Akibat Perubahan Undang-Undang Nomor 32 Tahu...Luhur Moekti Prayogo
Di Indonesia, aturan mengenai batas wilayah laut diatur oleh Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dan kemudian digantikan dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 karena sudah tidak relevan dengan kebijakan dan penyelenggaraan pemerintah. Perbedaan kedua undang-undang tersebut salah satunya mengatur mengenai garis pantai yang digunakan sebagai acuan penarikan garis batas. Pada undang-undang yang lama, acuan penarikan garis batas berdasarkan air surut terendah (Low Water), sedangkan pada aturan perundang-undangan yang baru mengacu pada batas pasang air laut tertinggi (High Water). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh datum vertikal sebagai garis dasar dalam penegasan batas wilayah laut akibat perubahan Undang-Undang. Penelitian ini dibatasi dengan studi literatur pada dokumen diantaranya Undang-Undang dan dokumen terkait. Analisis spasial dilakukan untuk mengetahui pengaruh kelerengan terhadap pergeseran garis dasar di lapangan dan di peta. Dari kajian dan analisis spasial yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa pergeseran LW ke HW dengan beberapa pendekatan kemiringan wilayah menunjukkan pergeseran-pergeseran tersebut hampir tidak terlihat atau bisa dikatakan tidak signifikan untuk dasar mengukur limit batas maritim. Penentuan garis dasar LW ke HW akan mempengaruhi luas pengelolaan wilayah laut, garis dasar dan titik dasar. Semakin rendah garis dasar maka semakin sempit wilayah pengelolaan laut. Sebaliknya, semakin tinggi garis dasar maka semakin luas wilayah pengelolaan laut. Letak garis dasar LW dan HW akan berdampak pada lokasi SDA khususnya pada wilayah yang berdampingan dekat dengan wilayah lain. Luas wilayah mempengaruhi besaran DBH pada suatu wilayah yang ditentukan dari garis dasar.
Peraturan Pemerintah ini mengatur tentang pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) secara utuh dari hulu ke hilir melalui tahapan perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi, serta pembinaan dan pengawasan. Perencanaan pengelolaan DAS meliputi inventarisasi DAS, penyusunan rencana pengelolaan DAS, dan penetapan rencana pengelolaan DAS. Inventarisasi DAS terdiri dari penetapan batas DAS dan peny
Peraturan Pemerintah No. 35 Tahun 1991 tentang Sungaiinfosanitasi
Peraturan Pemerintah ini mengatur tentang sungai, yang mencakup penguasaan, fungsi, pembinaan, perencanaan, pembangunan bangunan, eksploitasi, pengusahaan, pembangunan, pengelolaan dan pengamanan waduk. Sungai dikuasai negara untuk dilindungi dan dikembangkan guna kesejahteraan masyarakat dalam kerangka pengairan dan lingkungan hidup.
Kajian Perbedaan Dokumen Permendagri 2006, 2012 dan 2017 untuk Penarikan Bata...Luhur Moekti Prayogo
Permendagri No. 141 Tahun 2017 memperjelas kewenangan pengelolaan sumber daya laut hanya dimiliki provinsi, bukan lagi kabupaten/kota. Permendagri ini juga mewajibkan penggunaan metode kartometrik dalam penegasan batas laut, berbeda dengan Permendagri sebelumnya yang belum mengatur metode tertentu. Selain itu, dokumen menjelaskan perbedaan pengertian garis pantai antara Permendagri 2006 dan Permendagri
Analisis Pengaruh Datum Vertikal Akibat Perubahan Undang-Undang Nomor 32 Tahu...Luhur Moekti Prayogo
Di Indonesia, aturan mengenai batas wilayah laut diatur oleh Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dan kemudian digantikan dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 karena sudah tidak relevan dengan kebijakan dan penyelenggaraan pemerintah. Perbedaan kedua undang-undang tersebut salah satunya mengatur mengenai garis pantai yang digunakan sebagai acuan penarikan garis batas. Pada undang-undang yang lama, acuan penarikan garis batas berdasarkan air surut terendah (Low Water), sedangkan pada aturan perundang-undangan yang baru mengacu pada batas pasang air laut tertinggi (High Water). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh datum vertikal sebagai garis dasar dalam penegasan batas wilayah laut akibat perubahan Undang-Undang. Penelitian ini dibatasi dengan studi literatur pada dokumen diantaranya Undang-Undang dan dokumen terkait. Analisis spasial dilakukan untuk mengetahui pengaruh kelerengan terhadap pergeseran garis dasar di lapangan dan di peta. Dari kajian dan analisis spasial yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa pergeseran LW ke HW dengan beberapa pendekatan kemiringan wilayah menunjukkan pergeseran-pergeseran tersebut hampir tidak terlihat atau bisa dikatakan tidak signifikan untuk dasar mengukur limit batas maritim. Penentuan garis dasar LW ke HW akan mempengaruhi luas pengelolaan wilayah laut, garis dasar dan titik dasar. Semakin rendah garis dasar maka semakin sempit wilayah pengelolaan laut. Sebaliknya, semakin tinggi garis dasar maka semakin luas wilayah pengelolaan laut. Letak garis dasar LW dan HW akan berdampak pada lokasi SDA khususnya pada wilayah yang berdampingan dekat dengan wilayah lain. Luas wilayah mempengaruhi besaran DBH pada suatu wilayah yang ditentukan dari garis dasar.
Peraturan Pemerintah ini mengatur tentang pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) secara utuh dari hulu ke hilir melalui tahapan perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi, serta pembinaan dan pengawasan. Perencanaan pengelolaan DAS meliputi inventarisasi DAS, penyusunan rencana pengelolaan DAS, dan penetapan rencana pengelolaan DAS. Inventarisasi DAS terdiri dari penetapan batas DAS dan peny
Peraturan Pemerintah No. 35 Tahun 1991 tentang Sungaiinfosanitasi
Peraturan Pemerintah ini mengatur tentang sungai, yang mencakup penguasaan, fungsi, pembinaan, perencanaan, pembangunan bangunan, eksploitasi, pengusahaan, pembangunan, pengelolaan dan pengamanan waduk. Sungai dikuasai negara untuk dilindungi dan dikembangkan guna kesejahteraan masyarakat dalam kerangka pengairan dan lingkungan hidup.
Peraturan Pemerintah No. 22 Tahun 1982 tentang Tata Pengaturan Airinfosanitasi
Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1982 mengatur tentang tata pengaturan air di Indonesia. Peraturan ini menetapkan asas-asas kemanfaatan umum, keseimbangan, dan kelestarian dalam pengelolaan sumber daya air. Peraturan ini juga mengatur tentang wewenang pengelolaan air antara pemerintah pusat dan daerah, serta prioritas penggunaan air untuk kebutuhan dasar seperti minum.
Peta ini menunjukkan sebaran lahan kritis di Kawasan Hutan Model Mutis Timau yang meliputi 3 kabupaten di Nusa Tenggara Timur. Lahan dikategorikan sebagai potensial kritis, agak kritis, kritis, dan sangat kritis dengan total luas lahan kritis mencapai 12.218 hektar. Peta ini disusun berdasarkan data penutupan lahan, ijin pemanfaatan hutan, dan peta tematik kehutanan provinsi.
Undang-undang ini mengubah beberapa pasal dalam Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil untuk memberikan kewenangan dan tanggung jawab negara yang lebih memadai atas pengelolaan Perairan Pesisir dan pulau-pulau kecil. Perubahan mencakup pengaturan izin lokasi, izin pengelolaan, definisi reklamasi, dan penambahan definisi dampak penting dan cakupan luas.
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup menetapkan metoda analisis kualitas air permukaan dan pengambilan contoh air permukaan yang menggunakan Standar Nasional Indonesia. Metoda tersebut digunakan untuk pemantauan kualitas air dan pengendalian pencemaran air. Apabila suatu parameter belum diatur dalam SNI, maka digunakan Metoda Standard dari Asosiasi Kesehatan Masyarakat Amerika.
Standar ini mengatur tentang tata cara perencanaan unit paket instalasi pengolahan air yang mencakup kriteria perencanaan, kapasitas instalasi, unit operasi, dan persyaratan lainnya untuk menghasilkan unit paket instalasi pengolahan air yang optimal dengan kapasitas hingga 50 L/detik.
Batasan dan muatan rzwp3 k kabupaten kotaDidi Sadili
salah satu aspek perencanaan dalam pengelolaan wilayah pesisir adalah rencana zonasi. rencana zonasi itu sendiri merupakan arahan pemanfaatan sumber daya wilayah pesisir
Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1991 tentang Rawainfosanitasi
Peraturan Pemerintah ini mengatur tentang konservasi rawa sebagai sumber air yang meliputi perlindungan, pengawetan, dan pemanfaatan rawa. Rawa dikuasai negara dan pengelolaannya dilakukan oleh pemerintah pusat dan daerah. Kegiatan konservasi rawa mencakup inventarisasi, perencanaan, pelaksanaan, eksploitasi, pemeliharaan, dan pengendalian.
Rancangan Peraturan Bupati Bangka Tengah tentang Perizinan Air TanahDianora Didi
Dokumen tersebut merupakan rancangan peraturan bupati Bangka Tengah tentang perizinan air tanah. Dokumen tersebut mengatur tentang izin yang diperlukan untuk melakukan kegiatan pengeboran, penggalian, dan pemakaian air tanah di Kabupaten Bangka Tengah.
Dokumen tersebut merupakan peraturan gubernur tentang pedoman teknis membangun dan pelayanan perizinan prasarana reklamasi kawasan strategis pantai utara Jakarta. Peraturan ini mengatur ketentuan teknis membangun prasarana reklamasi seperti batas reklamasi, standar tingkat keamanan, pencegahan banjir, dan pengendalian dampak lingkungan.
Peraturan Pemerintah No. 22 Tahun 1982 tentang Tata Pengaturan Airinfosanitasi
Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1982 mengatur tentang tata pengaturan air di Indonesia. Peraturan ini menetapkan asas-asas kemanfaatan umum, keseimbangan, dan kelestarian dalam pengelolaan sumber daya air. Peraturan ini juga mengatur tentang wewenang pengelolaan air antara pemerintah pusat dan daerah, serta prioritas penggunaan air untuk kebutuhan dasar seperti minum.
Peta ini menunjukkan sebaran lahan kritis di Kawasan Hutan Model Mutis Timau yang meliputi 3 kabupaten di Nusa Tenggara Timur. Lahan dikategorikan sebagai potensial kritis, agak kritis, kritis, dan sangat kritis dengan total luas lahan kritis mencapai 12.218 hektar. Peta ini disusun berdasarkan data penutupan lahan, ijin pemanfaatan hutan, dan peta tematik kehutanan provinsi.
Undang-undang ini mengubah beberapa pasal dalam Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil untuk memberikan kewenangan dan tanggung jawab negara yang lebih memadai atas pengelolaan Perairan Pesisir dan pulau-pulau kecil. Perubahan mencakup pengaturan izin lokasi, izin pengelolaan, definisi reklamasi, dan penambahan definisi dampak penting dan cakupan luas.
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup menetapkan metoda analisis kualitas air permukaan dan pengambilan contoh air permukaan yang menggunakan Standar Nasional Indonesia. Metoda tersebut digunakan untuk pemantauan kualitas air dan pengendalian pencemaran air. Apabila suatu parameter belum diatur dalam SNI, maka digunakan Metoda Standard dari Asosiasi Kesehatan Masyarakat Amerika.
Standar ini mengatur tentang tata cara perencanaan unit paket instalasi pengolahan air yang mencakup kriteria perencanaan, kapasitas instalasi, unit operasi, dan persyaratan lainnya untuk menghasilkan unit paket instalasi pengolahan air yang optimal dengan kapasitas hingga 50 L/detik.
Batasan dan muatan rzwp3 k kabupaten kotaDidi Sadili
salah satu aspek perencanaan dalam pengelolaan wilayah pesisir adalah rencana zonasi. rencana zonasi itu sendiri merupakan arahan pemanfaatan sumber daya wilayah pesisir
Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1991 tentang Rawainfosanitasi
Peraturan Pemerintah ini mengatur tentang konservasi rawa sebagai sumber air yang meliputi perlindungan, pengawetan, dan pemanfaatan rawa. Rawa dikuasai negara dan pengelolaannya dilakukan oleh pemerintah pusat dan daerah. Kegiatan konservasi rawa mencakup inventarisasi, perencanaan, pelaksanaan, eksploitasi, pemeliharaan, dan pengendalian.
Rancangan Peraturan Bupati Bangka Tengah tentang Perizinan Air TanahDianora Didi
Dokumen tersebut merupakan rancangan peraturan bupati Bangka Tengah tentang perizinan air tanah. Dokumen tersebut mengatur tentang izin yang diperlukan untuk melakukan kegiatan pengeboran, penggalian, dan pemakaian air tanah di Kabupaten Bangka Tengah.
Dokumen tersebut merupakan peraturan gubernur tentang pedoman teknis membangun dan pelayanan perizinan prasarana reklamasi kawasan strategis pantai utara Jakarta. Peraturan ini mengatur ketentuan teknis membangun prasarana reklamasi seperti batas reklamasi, standar tingkat keamanan, pencegahan banjir, dan pengendalian dampak lingkungan.
Similar to Study on Technical Differences in Sea Boundary Determination Based on Permendagri No. 1/2006, Permendagri No. 76/2012 and Permendagri No. 141/2017
Kajian Kota Waterfront City. Studi kasus: Kota SemarangNurlina Y.
Disusun Oleh:
Kevin Daniel Mangasi
Naufal Farhan
Nurlina Yustiningrum
Desember, 2021
Mata Kuliah Hukum Perencanaan Kota
Magister Perencanaan Wilayah dan Kota
Universitas Indonesia
Dokumen tersebut membahas tentang dasar hukum, tujuan, dan regulasi pengelolaan wilayah pesisir dan perairan di Indonesia secara nasional dan internasional. Dokumen tersebut juga menjelaskan proses penyusunan rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil serta tujuan, kebijakan, dan strategi yang mendasarinya di tingkat kabupaten/kota.
Undang-undang ini mengubah beberapa pasal dalam Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, termasuk menambah dan mengubah definisi kunci seperti izin lokasi, izin pengelolaan, reklamasi, dan masyarakat hukum adat.
NKRI adalah Negara Kepulauan yang diakui secara Internasional, hal ini adalah hasil Sejarah Perjuangan Panjang Perdebatan dan Diplomasi Internasional. Pulau-Pulau Kecil Terluar (PPKT) bagian penting, strategis dan vital bagi Kedaulatan dan Keutuhan NKRI, untuk itu membangun NKRI juga memperhatikan pembangunan di PPKT. Indonesia harus menjaga, merawat, mengamankan dan mengembangkan PPKT sebagai kewajiban dalam UNCLOS. PPKT dalam NKRI memang unik dan spesifik, karena tidak semua PPKT berpenghuni/dihuni masyarakat dan atau tidak dapat dihuni oleh manusia karena kondisi alam. Pemerintah telah melakukan banyak intervensi kebijakan untuk mempercepat pembangunan PPKT namun dibutuhkan arah kebijkan dan strategi baru (Reformulasi) karena pembangunan PPKT merupakan tangungjawab bersama, dan tidak mungkin dibebankan kepada satu atau dua Kementerian/Lembaga. Pemerintah Daerah dan Pihak Swasta mempunyai kontribusi penting untuk mendukung pengelolaan PPKT.
Undang-undang ini mengubah beberapa pasal dalam Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Perubahan mencakup pengubahan definisi istilah-istilah kunci seperti reklamasi, bencana pesisir, dan dampak besar, serta penambahan definisi baru seperti izin pengelolaan dan dampak penting dan cakupan luas. Tujuannya adalah menyempurnakan ketentuan yang
Undang-undang ini mengubah beberapa pasal dalam Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Perubahan mencakup pengubahan definisi istilah-istilah kunci seperti reklamasi, bencana pesisir, dan dampak besar, serta penambahan definisi baru seperti izin pengelolaan dan dampak penting dan cakupan luas. Tujuannya adalah menyempurnakan ketentuan yang
Dokumen tersebut membahas sinkronisasi kebijakan bidang maritim untuk pengelolaan ruang laut yang berkelanjutan. Beberapa poin penting yang disinggung adalah pentingnya pengelolaan ruang laut dan perlindungan lingkungan laut, indeks kesehatan laut Indonesia, rencana zona kawasan antarwilayah, dan perizinan berusaha berbasis risiko.
1. Konsolidasi Awal RDTR Kab. Seruyan (24052021) Fin.pdfNonaSugiharti1
Rencana Detail Tata Ruang Kabupaten Seruyan memberikan kerangka normatif dan spasial untuk pembangunan daerah sesuai dengan UU Cipta Kerja dan reformasi perizinan serta mengakomodasi aspirasi stakeholder lokal. Dokumen ini akan menjadi acuan pemberian izin dan pengendalian ruang guna mendukung kemudahan berusaha dan pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Seruyan.
Artikel ini membahas pentingnya mengakui tindakan konservasi berbasis area yang efektif selain Kawasan Konservasi Perairan (KKP) di Indonesia. Artikel ini juga membahas beberapa contoh tindakan konservasi berbasis area yang efektif, seperti sasi dan MPA (Marine Protected Area), serta tantangan yang dihadapi dalam mengimplementasikan tindakan konservasi tersebut. Artikel ini juga membahas pentingnya melibatkan masyarakat lokal dalam tindakan konservasi dan pentingnya memperhatikan aspek sosial dan ekonomi dalam implementasi tindakan konservasi.
Penulis berpendapat bahwa meskipun MPA penting untuk konservasi laut, namun bukan satu-satunya alat yang efektif. Tindakan lain, seperti konservasi berbasis masyarakat dan sistem pengelolaan tradisional, juga telah berhasil dalam melestarikan ekosistem laut di Indonesia. Para penulis memberikan contoh OECM yang berhasil, seperti sistem sasi laut di Maluku Tenggara Barat dan sistem panglima laut di Pulau Weh.
Artikel ini juga membahas tantangan yang dihadapi dalam mengimplementasikan tindakan konservasi laut yang efektif di Indonesia, seperti kurangnya pendanaan, penegakan hukum yang lemah, dan konflik antara tujuan konservasi dan mata pencaharian lokal. Para penulis menekankan pentingnya melibatkan masyarakat lokal dalam upaya konservasi dan menemukan solusi yang seimbang antara tujuan konservasi dengan kebutuhan masyarakat lokal.
Similar to Study on Technical Differences in Sea Boundary Determination Based on Permendagri No. 1/2006, Permendagri No. 76/2012 and Permendagri No. 141/2017 (20)
Residual Analysis and Tidal Harmonic Components in Bangkalan Regency, East JavaLuhur Moekti Prayogo
Bangkalan Regency is one of Madura, East Java, where some of its areas are located in a coastal environment. The coastal environment can experience economic development due to the transportation aspect so that many industries have been established in that environment. Studies on oceanographic parameters are essential because management of coastal environments can not be separated from oceanographic information: The tides information about the tidal characteristics can be obtained after performing a harmonic analysis, which produces the value of harmonic components. This study analyses the residue and tidal harmonic components using the LP-Tides Matlab software in the Sepulu district, Bangkalan Regency, East Java. The data used are January 2021 data from the Geospatial Information Agency. This research shows that the main harmonic components generated include K2, M4, MS4, M2, S2, N2, K1, O1, and P1. The tidal type shows that the Sepulu district is a semi-diurnal type with a Formzahl number = 0.08566. The maximum observation and prediction data values for January 2021 in the Sepulu district are 978 and 1273.64 mm. The MSL value is 434 mm, with an average tidal residue value between the observation and predictive data = 166.01 mm. Then the calculation of the RMSE value and standard deviations are 12.88 and 125.90 mm
Pelatihan Pemanfaatan Teknologi AI dalam Pembuatan PTK bagi Guru SDN Karangas...Luhur Moekti Prayogo
The purpose of this study is to increase a solid understanding for teachers of SDN Karangasem, Jenu about the basic concepts of AI, including how AI works, the types of algorithms used and teachers can overcome their lack of knowledge in utilization in improving the quality of learning and preparing students to face an increasingly connected and technology-oriented world. The method used by an extension is to increase teacher understanding of the importance of PTK in improving the quality of education. And the implementation of socialization regarding the process and steps in making PTK with the help of AI technology through GPT Chat media. The results obtained that advances in Artificial Intelligence Technology help teachers to create a learning process that is more exciting/interesting and not boring with various applications available and eases the task of teachers in the evaluation or administration process.
Penginderaan Jauh - Prinsip Dasar Penginderaan Jauh (By. Pratiwi)Luhur Moekti Prayogo
Penginderaan jauh adalah ilmu dan teknik untuk memperoleh informasi tentang suatu objek, daerah, atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dari jarak jauh tanpa kontak langsung menggunakan sensor. Penginderaan jauh memiliki keunggulan seperti dapat menangkap daerah luas, sifatnya permanen, dan dapat digunakan untuk berbagai bidang seperti pertanian, kehutanan, dan pemetaan.
Penginderaan Jauh - Prinsip Dasar Penginderaan Jauh (By. Udis Sunardi)Luhur Moekti Prayogo
Tugas 1 Mata Kuliah Penginderaan Jauh (3 SKS), Nama : Udis Sunardi, NIM : 1310210011, Dosen Pengampu: Luhur Moekti Prayogo, S.Si., M.Eng, Program Studi Ilmu Kelautan, Fakultas Perikanan dan Kelautan, Universitas PGRI Ronggolawe Tuban 2023
Penginderaan Jauh - Prinsip Dasar Penginderaan Jauh (By. Saiful Mukminin)Luhur Moekti Prayogo
Makalah ini membahas tentang prinsip dasar penginderaan jauh kelautan, termasuk cara kerja, komponen, dan aplikasi penginderaan jauh untuk memantau kondisi laut dan sumber daya perikanan. Dijelaskan pula tantangan dan peran penginderaan jauh dalam pengelolaan sumber daya kelautan."
Penginderaan Jauh - Prinsip Dasar Penginderaan Jauh (By. Maryoko)Luhur Moekti Prayogo
Tugas 1 Mata Kuliah Penginderaan Jauh (3 SKS), Nama : Maryoko, NIM : 1310210015, Dosen Pengampu: Luhur Moekti Prayogo, S.Si., M.Eng, Program Studi Ilmu Kelautan, Fakultas Perikanan dan Kelautan, Universitas PGRI Ronggolawe Tuban 2023
Penginderaan Jauh - Prinsip Dasar Penginderaan Jauh (By. Fajar Kurniawan)Luhur Moekti Prayogo
Tugas 1 Mata Kuliah Penginderaan Jauh (3 SKS), Nama : Fajar Kurniawan, NIM : 1310210012, Dosen Pengampu: Luhur Moekti Prayogo, S.Si., M.Eng, Program Studi Ilmu Kelautan, Fakultas Perikanan dan Kelautan, Universitas PGRI Ronggolawe Tuban 2023
Penginderaan Jauh - Prinsip Dasar Penginderaan Jauh (By. Agus Vandiharjo)Luhur Moekti Prayogo
Tugas 1 Mata Kuliah Penginderaan Jauh (3 SKS), Nama : Agus Vandiharjo, NIM : 1310210009, Dosen Pengampu: Luhur Moekti Prayogo, S.Si., M.Eng, Program Studi Ilmu Kelautan, Fakultas Perikanan dan Kelautan, Universitas PGRI Ronggolawe Tuban 2023
Penetapan dan Penegasan Batas Laut - Sengketa Wilayah Kepulauan Spartly di La...Luhur Moekti Prayogo
Tugas 1 Mata Kuliah Penetapan dan Penegasan Batas Laut (3 SKS), Nama : Ristyan Tri Rahayu, NIM : 131021001, Dosen Pengampu: Luhur Moekti Prayogo, S.Si., M.Eng, Program Studi Ilmu Kelautan, Fakultas Perikanan dan Kelautan, Universitas PGRI Ronggolawe Tuban 2023
Penetapan dan Penegasan Batas Laut - Sengketa Wilayah Kepulauan Spartly di La...Luhur Moekti Prayogo
Tugas 1 Mata Kuliah Penetapan dan Penegasan Batas Laut (3 SKS), Nama : Saiful Mukminin, NIM : 1310210008, Dosen Pengampu: Luhur Moekti Prayogo, S.Si., M.Eng, Program Studi Ilmu Kelautan, Fakultas Perikanan dan Kelautan, Universitas PGRI Ronggolawe Tuban 2023
Penetapan dan Penegasan Batas Laut - Sengketa Wilayah Kepulauan Spartly di La...Luhur Moekti Prayogo
Tugas 1 Mata Kuliah Penetapan dan Penegasan Batas Laut (3 SKS), Nama : Pratiwi, NIM : 1310210001, Dosen Pengampu: Luhur Moekti Prayogo, S.Si., M.Eng, Program Studi Ilmu Kelautan, Fakultas Perikanan dan Kelautan, Universitas PGRI Ronggolawe Tuban 2023
Penetapan dan Penegasan Batas Laut - Sengketa Wilayah Kepulauan Spartly di La...Luhur Moekti Prayogo
Dokumen tersebut membahas sengketa wilayah Kepulauan Spratly di Laut Cina Selatan yang melibatkan beberapa negara. Sengketa ini timbul karena adanya klaim yang tumpang tindih atas kepulauan yang kaya sumber daya alam tersebut oleh Cina, Vietnam, Filipina, Malaysia, Taiwan, dan Brunei sejak tahun 1980-an. Sengketa ini menimbulkan berbagai insiden militer dan memburuknya hubungan diplomatik antar negara yang terlibat. Penye
Analisis Komponen Harmonik dan Elevasi Pasang Surut pada Alur Pelayaran Perai...Luhur Moekti Prayogo
Cilacap merupakan kabupaten yang mempunyai luas area mencapai 225.360,840 ha yang terletak pada wilayah Jawa Tengah bagian selatan. Kabupaten ini menghadap langsung dengan Samudera Indonesia disebelah selatannya. Karakteristik elevasi harmonik suatu wilayah perairan bermanfaat untuk mengetahui interaksi pembentuk pasang surut pada wilayah tertentu. Hal ini dibutuhkan untuk keperluan pengelolaan lingkungan lebih lanjut serta bangunan pantai dan kegiatan lain di wilayah pesisir. Penelitian ini dilakukan menggunakan data primer berupa data elevasi pasang surut yang terekam setiap jam selama satu 31 hari pada bulan Januari 2019. Analisis harmonik menggunakan T-Tide untuk mengekstrak komponen-komponen pasang surut. Komponen pasut yang dominan diantaranya Q1, O1, NO1, K1, N2, M2. Perairan cilacap memiliki tipe pasang surut yang diklasifikasikan sebagai pasang surut campuran condong harian ganda dengan nilai indeks Formzahl sebesar 0.531856. Elevasi muka air laut di Perairan Cilacap MSL yang menunjukan nilai rata-rata muka air laut sebesar 3.46m, HAT 4.74m, MHWL 4.3m, MLWL 2.62m dan LAT 2.18m.
Land Cover Classification Assessment Using Decision Trees and Maximum Likelih...Luhur Moekti Prayogo
This document summarizes a study that compares land cover classification using decision trees and maximum likelihood classification algorithms on Landsat 8 satellite imagery of Surabaya and Bangkalan areas in Indonesia. Regions of interest were created for four land cover classes: vegetation, buildings, sea, and mixed. The decision trees method produced classification rules based on pixel values in red, green, and blue bands. Both methods achieved over 90% accuracy based on a confusion matrix. While results were similar, decision trees produced classifications closer to actual land cover conditions. The study was limited by using manual interpretation for validation; future work could incorporate larger validation datasets.
Tugas 1 Mata Kuliah Mitigasi Bencana Pesisir (3 SKS), Nama : Imam Asghoni Mahali, NIM : 1310190011, Dosen Pengampu: Luhur Moekti Prayogo, S.Si., M.Eng, Program Studi Ilmu Kelautan, Fakultas Perikanan dan Kelautan, Universitas PGRI Ronggolawe Tuban 2023
Mitigasi Bencana Pesisir - Pembuatan Bangunan Tahan Gempa (By. Nur Uswatun Ch...Luhur Moekti Prayogo
Tugas 1 Mata Kuliah Mitigasi Bencana Pesisir (3 SKS), Nama : Nur Uswatun Chasanah, NIM : 1310190015, Dosen Pengampu: Luhur Moekti Prayogo, S.Si., M.Eng, Program Studi Ilmu Kelautan, Fakultas Perikanan dan Kelautan, Universitas PGRI Ronggolawe Tuban 2023
Mitigasi Bencana Pesisir - Memberikan Penyuluhan dan Meningkatkan Kesadaran M...Luhur Moekti Prayogo
Tugas 1 Mata Kuliah Mitigasi Bencana Pesisir (3 SKS), Nama : Abdul Wahid, NIM : 1310190016, Dosen Pengampu: Luhur Moekti Prayogo, S.Si., M.Eng, Program Studi Ilmu Kelautan, Fakultas Perikanan dan Kelautan, Universitas PGRI Ronggolawe Tuban 2023
Mitigasi Bencana Pesisir - Bangunan Pelindung Pantai Sebagai Penanggulangan A...Luhur Moekti Prayogo
1. Dokumen membahas tentang mitigasi bencana abrasi di wilayah pesisir.
2. Beberapa mitigasi struktural seperti pemcah gelombang, perendam abrasi, dan penahan sedimentasi dapat dilakukan untuk mengurangi risiko abrasi.
3. Mitigasi nonstruktural seperti sosialisasi dan SOP penyelamatan juga perlu dilakukan.
Tugas 1 Mata Kuliah Mitigasi Bencana Pesisir (3 SKS), Nama : Dewi Anggraeni, NIM : 1310190001, Dosen Pengampu: Luhur Moekti Prayogo, S.Si., M.Eng, Program Studi Ilmu Kelautan, Fakultas Perikanan dan Kelautan, Universitas PGRI Ronggolawe Tuban 2023
Ringkasan dokumen tersebut adalah sebagai berikut:
Mitigasi bencana dan penghijauan hutan mangrove memiliki peran penting dalam mengurangi dampak bencana di wilayah pesisir. Penghijauan hutan mangrove dilakukan secara bertahap melalui beberapa tahapan untuk memulihkan hutan mangrove yang rusak. Hutan mangrove bermanfaat dalam aspek ekologi, ekonomi, dan biologi dengan menahan abrasi dan banjir serta men
Study on Technical Differences in Sea Boundary Determination Based on Permendagri No. 1/2006, Permendagri No. 76/2012 and Permendagri No. 141/2017
1. Jurnal Perikanan dan Kelautan p – ISSN 2089 - 3469
Volume 11 Nomor 2. Desember 2021 e – ISSN 2540 – 9484
Halaman : 191 - 197
Studi Perbedaan Teknis… 191
STUDI PERBEDAAN TEKNIS PENENTUAN BATAS LAUT BERDASARKAN
PERMENDAGRI NO. 1/2006, PERMENDAGRI NO. 76/2012 DAN PERMENDAGRI
NO. 141/2017
(Study on Technical Differences in Sea Boundary Determination Based on Permendagri
No. 1/2006, Permendagri No. 76/2012 and Permendagri No. 141/2017)
1)
Luhur Moekti Prayogo, 2*) Joko Eddy Sukoco
1)
Program Studi Ilmu Kelautan, Fakultas Perikanan dan Kelautan, Universitas PGRI
Ronggolawe Tuban, Indonesia
Jl. Manunggal No. 61 Tuban, Jawa Timur, 62381
2)
Magister Teknik Geomatika, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, Indonesia
Jl. Grafika No. 2 Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, 55281
2)
Pemerintah Kabupaten Tabalong, Kalimantan Selatan, Indonesia
*)
Corresponding author, e-mail: je.sukoco@mail.ugm.ac.id
Diterima : 28 Mei 2021 / Disetujui : 3 Desember 2021
ABSTRAK
Batas laut merupakan kewenangan dalam pengelolaan sumber daya lingkungan laut
yang bertujuan untuk membatasi pengelolaan pada setiap pemerintah daerah. Berbagai
peraturan telah dibuat oleh pemerintah Indonesia dalam mengatur batas daerah termasuk batas
laut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan penetapan batas laut yang telah
diatur dalam Permendagri diantaranya Permendagri No. 1 Tahun 2006, Permendagri No. 76
Tahun 2012, dan Permendagri No. 141 Tahun 2017. Penelitian ini dibatasi hanya studi literatur
pasal yang mengatur mengenai penetapan batas daerah wilayah laut. Permendagri No.1 Tahun
2006 Pasal 1 ayat (6) dan Permendagri No. 76 Tahun 2012 Pasal 11 ayat (4) dijelaskan bahwa
kewenangan terhadap pengelolaan sumber daya di laut dikelola oleh daerah. Sedangkan pada
Permendagri No. 141 Tahun 2017 Pasal 1 ayat (4) dijelaskan bahwa pengelolaan sumber daya
laut diatur pada undang-undang. Dari hasil kajian diperoleh tiga point penting perubahan yang
tercantum pada permendagri diantaranya penggunaan titik dasar, penggunaan metode
kartometrik dan kewenangan pengelolaan laut oleh kabupaten/kota. Dari penelitian ini dapat
disimpulkan bahwa Kabupaten/Kota tidak lagi mempunyai kewenangan dalam mengelola
sumber daya di laut, tetapi penegasan batas laut sejauh 4 mil untuk kabupaten/kota tetap
diperlukan untuk perhitungan bagi hasil pengelolaan sumber daya kelautan. Penentuan titik
dasar dalam penegasan batas tidak menggunakan lagi surut terendah tetapi menggunakan
pasang tertinggi yang tertuang pada Permendagri No. 141 Tahun 2017. Penegasan batas laut
menggunakan metode kartometrik mulai diterapkan pada Permendagri No. 76 Tahun 2012 dan
dilanjutkan pada Permendagri No. 141 Tahun 2017.
Kata Kunci: Penegasan Batas Laut, Permendagri No. 1/2006, Permendagri No. 76/2012,
Permendagri No. 141/2017, Indonesia
2. Jurnal Perikanan dan Kelautan. Volume 11 Nomor 2 : 191 - 197. Desember 2021
192 Prayogo dan Sukoco
ABSTRACT
The sea boundary is an authority in managing marine environmental resources that aim
to limit each local government's management. The Indonesian government has made various
regulations in regulating regional boundaries, including maritime boundaries. This study aims
to determine the differences in the determination of sea boundaries that have been regulated
in the Permendagri, including Permendagri No. 1 of 2006, Permendagri No. 76 of 2012, and
Permendagri No. 141 of 2017. This research is limited to the study of literature articles that
regulate the determination of the boundaries of marine areas. Permendagri No.1 of 2006 and
Permendagri No. 76 of 2012 explained that the authority over the management of marine
resources is managed by the regions. While in Permendagri No. 141 of 2017 explained that
the management of marine resources is regulated by law. The study results found that three
critical points of change are listed in the Permendagri, including the use of base points, the
use of cartometric methods, and the authority of sea management by districts/cities. From this
research, it can be concluded that the Regency/City no longer has the authority to manage
marine resources. However, the affirmation of the 4-mile sea boundary for the Regency/City is
still needed to calculate the profit-sharing for the management of marine resources.
Determination of the base point in the affirmation of boundaries no longer uses the lowest low
tide but uses the highest tide as stated in Permendagri No. 141 of 2017. The affirmation of
maritime boundaries using the cartometric method has begun to be applied to Permendagri
No. 76 of 2012 and continued in Permendagri No. 141 of 2017.
Keywords: Sea Boundaries Delimitation, Permendagri No. 1/2006, Permendagri No. 76/2012,
Permendagri No. 141/2017, Indonesia
PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara kepulauan (archipelagic state) dengan jumlah pulau yang
dimiliki sebanyak 17.504 pulau dengan dua pertiga dari keseluruhan wilayahnya adalah lautan
(Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Inventasi 2018). Indonesia juga disebut
negara pantai (coastal state) yang kedaulatannya meliputi daratan, lautan dan ruang udara (air
space). Negara ini memiliki garis pantai sepanjang 108.000 km dan 3.000.000 km2
yang
termasuk dalam Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) (Kementerian Koordinator Bidang
Kemaritiman dan Investasi 2018).
Laut Indonesia memiliki potensi yang besar baik dari segi jasa lingkungan maupun
kekayaan alam yang dapat dimanfaatkan untuk pengembangan ekonomi lokal, regional dan
nasional. Sebagai negara kepulauan yang hak dan batas telah diatur dalam undang-undang,
Indonesia memiliki perbedaan yang spesifik dengan negara lain non kepulauan diantaranya (a)
model pembangunan yang berbeda dengan model negara non kepulauan, (b) pulau terluar
membutuhkan keamanan dan prosperity secara bersamaan, dan (c) manajemen administrasi
pemerintahan berbasis kepulaun (Stefanus 2011).
Dampak diberlakukannya otonomi daerah, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)
dibagi atas daerah Provinsi dan daerah Provinsi itu dibagi atas daerah Kabupaten dan Kota,
Daerah Kabupaten/ Kota dibagi atas Kecamatan, dan Kecamatan dibagi atas Kelurahan dan
Desa. Kebijakan tersebut membuat Indonesia memiliki 83.931 wilayah setingkat Desa/
Kelurahan, 514 Kabupaten/ Kota, dan 34 Provinsi (Pasal 2 UU No. 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah). Undang-undang (UU) No.22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah
merupakan titik awal dilaksanakannya konsep Otonomi Daerah di Indonesia, dimana UU ini
direvisi menjadi UU No. 32 Tahun 2004 dan direvisi lagi menjadi UU No. 23 Tahun 2014,
yang salah satunya mengatur penentuan dan penegasan batas wilayah di laut.
3. Jurnal Perikanan dan Kelautan. Volume 11 Nomor 2 : 191 - 197. Desember 2021
Studi Perbedaan Teknis… 193
Batas laut merupakan kewenangan dalam pengelolaan sumber daya lingkungan laut yang
bertujuan untuk membatasi pengelolaan pada setiap pemerintah daerah. Berbagai peraturan
telah dibuat oleh pemerintah Indonesia dalam mengatur batas daerah termasuk batas laut. Hal
ini dibuktikan dengan dibuatnya Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) No. 1 Tahun
2006 tentang Pedoman Penegasan Batas Daerah, Permendagri No. 76 Tahun 2012 tentang
Pedoman Penegasan Batas Daerah dan Permendagri No. 141 Tahun 2017 tentang Penegasan
Batas Daerah.
Prasetyo et al. (2020) menyatakan bahwa lahirnya Permendagri No. 141 Tahun 2017
dilatar belakangi karena Permendagri No. 76 Tahun 2012 dianggap tidak sesuai dengan
perkembangan keadaan, ketatanegaraan, dan tuntutan penyelenggaraan Otonomi Daerah. Oleh
sebab itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan penetapan batas laut yang
terdapat dalam tiga Permendagri diantaranya Permendagri No. 1 Tahun 2006, Permendagri No.
76 Tahun 2012, dan Permendagri No. 141 Tahun 2017. Pembahasan perbedaan penentuan
batas laut penting dilakukan untuk mengetahui perbedaan kebijakan dalam penentuan batas.
Diharapkan hasil dari penelitian ini dapat bermanfaat bagi para pengambil kebijakan dalam
penetapan batas daerah wilayah laut di lapangan.
METODOLOGI PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu studi literatur pada tiga dokumen batas
laut diantaranya Permendagri No. 1 Tahun 2006, Permendagri No. 76 Tahun 2012, dan
Permendagri No. 141 Tahun 2017. Penelitian ini dibatasi hanya mengkaji pasal-pasal yang
mengatur mengenai penetapan batas daerah wilayah laut.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penentuan batas daerah yang meliputi batas laut menjadi penting, karena menyangkut
aspek sumber daya dan kewenangan dalam menjaga lingkungan laut. Arsana (2018)
menyatakan bahwa penentuan batas wilayah sangat penting untuk memberikan kejelasan dan
kepastian yurisdiksi. Pembentukan daerah otonom baru memerlukan proses yang panjang yang
diatur dalam Pasal 14 Peraturan Pemerintah (PP) No. 76 Tahun 2007 dimana pengusulannya
harus melampirkan peta wilayah dengan cangkupan dan batas-batasnya (Endang 2019).
Pertama, pada Permendagri No.1 Tahun 2006 Pasal 1 ayat (6) dan Permendagri No. 76
Tahun 2012 Pasal 11 ayat (4) dijelaskan bahwa kewenangan terhadap pengelolaan sumber daya
di laut dikelola oleh daerah. Sedangkan pada Permendagri No. 141 Tahun 2017 Pasal 1 ayat
(4) dijelaskan bahwa pengelolaan sumber daya laut diatur pada undang-undang.
Kedua, mengenai metode yang digunakan untuk penegasan batas daerah. Pada
Permendagri No. 1 Tahun 2006 Pasal 1 ayat (10) pelacakan batas di laut merupakan kegiatan
memperoleh kesepakatan dan penentuan titik acuan. Pada Permendagri No.76 Tahun 2012 dan
Permendagri No. 141 Tahun 2017 Pasal 1 ayat (6) dijelaskan bahwa kegiatan tersebut terdiri
dari penentuan titik kooordinat secara kartometris, penentuan titik di lapangan yang dituangkan
dalam peta dan daftar koordinat batas. Berdasarkan ketiga Permendagri tersebut dapat
diketahui bahwa metode Kartometrik terdapat pada Permendagri No.76 Tahun 2012 Pasal 1
ayat (6) dan Permendagri No. 141 Tahun 2017 Pasal 1 ayat (6), namun Permendagri No. 1
Tahun 2006 belum terdapat metode Kartometrik.
Ketiga, mengenai garis pantai yang terdapat perbedaan dalam pendefinisiannya. Pada
Permendagri No. 1 Tahun 2006 Pasal 1 ayat (13) dijelaskan bahwa garis pantai merupakan
garis yang dibentuk oleh perpotongan garis air rendah dengan daratan. Sedangkan pada
4. Jurnal Perikanan dan Kelautan. Volume 11 Nomor 2 : 191 - 197. Desember 2021
194 Prayogo dan Sukoco
Permendagri No. 76 Tahun 2012 dan Permendagri No. 141 Tahun 2017 Pasal 1 ayat (15)
dijelaskan bahwa garis pantai adalah garis pertemuan antara daratan dan lautan yang
dipengaruhi oleh pasang surut air laut yang tersedia pada peta dasar. Gambar 1 merupakan
pendefinisian garis pantai pada Permendagri No. 1 Tahun 2006, Permendagri No. 76 Tahun
2012 dan Permendagri No. 141 Tahun 2017.
Permendagri No. 1 Tahun 2006 Permendagri No. 76 Tahun 2012 dan No.
141 Tahun 2017
Gambar 1. Pendefinisian Garis Pantai
Permendagri No. 1 Tahun 2006 titik awal adalah titik koordinat yang terletak pada garis
pantai untuk menentukan garis dasar. Pada Permendagri No. 76 Tahun 2012 dijelaskan bahwa
titik dasar adalah titik koordinat pada perpotongan garis air surut terendah guna mengukur batas
daerah di laut yang ditarik tegak lurus dari garis pantai tersebut sejauh maksimal 12 mil laut ke
arah laut lepas dan/atau ke arah perairan kepulauan untuk provinsi dan 1/3 (sepertiga) dari
wilayah kewenangan provinsi untuk Kabupaten/Kota. Sedangkan pada Permendagri No. 141
Tahun 2017 menjelaskan bahwa titik dasar adalah titik koordinat pada perpotongan garis air
pasang tertinggi dengan daratan sebagai acuan penarikan garis pantai guna mengukur batas
daerah di laut yang ditarik tegak lurus dari garis pantai tersebut sejauh maksimal 12 mil laut ke
arah laut lepas dan/atau ke arah perairan kepulauan untuk Provinsi.
Keempat, kebijakan mengenai daerah dalam mengelola batas laut. Pada Permendagri No.
1 Tahun 2006 Pasal 1 ayat (10) disebutkan bahwa pelacakan batas daerah laut adalah kegiatan
untuk menentukan letak batas di laut berdasarkan kesepakatan dan penentuan lokasi titik acuan
yang tidak dijelaskan dikelola oleh kabupaten/ kota atau provinsi. Kemudian pada Permendagri
No. 76 Tahun 2012 Pasal 11 dijelaskan bahwa kewenangan pengelolaan wilayah laut oleh
provinsi dan kabupaten/ kota sesuai UU. Sedangkan pada Permendagri No. 141 Tahun 2017
Pasal 10 dijelaskan bahwa kewenangan pengelolaan laut hanya daerah provinsi dan
menghilangkan kewenangan kabupaten/ kota.
Kelima, peraturan mengenai kebijakan tahapan dalam penegasan batas daerah di wilayah
laut. Pada Permendagri No. 1 Tahun 2006 Pasal 10 Ayat (1) penegasan batas daerah di wilayah
laut melalui tahapan diantaranya penelitian dokumen, pelacakan batas, pemasangan pilar di
titik acuan, penentuan titik awal dan garis dasar, pengukuran dan penentuan batas; dan
pembuatan peta batas. Kemudian pada Permendagri No. 76 Tahun 2012 Pasal 12 ayat (1) dan
Permendagri No. 141 Tahun 2017 Pasal 11 ayat (1) tahapan penegasan batas daerah di laut
dilakukan secara kartometrik dengan tahapan yaitu penyiapan dokumen, penentuan garis
pantai, pengukuran dan penentuan batas dan pembuatan peta batas daerah di laut. Hal ini dapat
diketahui bahwa pemasangan pilar di titik acuan menjadi persayaratan tidak wajib dalam
penegasan batas daerah di wilayah laut.
Keenam, mengenai penelitian dokumen dalam penentuan batas daerah di wilayah laut.
Pada Permendagri No. 1 Tahun 2006 Pasal 11 dan Permendagri No. 76 Tahun 2012 Pasal 13
5. Jurnal Perikanan dan Kelautan. Volume 11 Nomor 2 : 191 - 197. Desember 2021
Studi Perbedaan Teknis… 195
tidak selengkap pada Permendagri No. 141 Tahun 2017 Pasal 12 tahapan penelitian dokumen
meliputi penyiapan UU Pembentukan Daerah dan peta lampirannya, peraturan perundang-
undangan terkait dengan batas daerah, peta dasar dan/atau, dokumen dan peta lain yang
berkaitan dengan batas wilayah administrasi yang disepakati para pihak.
Ketujuh, kebijakan mengenai pengukuran dan penentuan batas daerah di wilayah laut.
Permendagri No. 1 Tahun 2006 masih mengakomodir batas kabupaten/kota di wilayah laut,
dalam hal ini tertuang pada Pasal 15 ayat (2) butir c dimana apabila kabupaten/kota dalam satu
provinsi saling berhadapan dengan jarak kurang dari 8 mil laut, diukur berdasarkan prinsip
garis tengah, dengan kata lain kabupaten/kota berhak atas kewenangan pengelolaan sumber
daya alam di laut maksimal 4 mil laut (Gambar 2a). Permendagri No. 76 Tahun 2012 masih
mengakomodir kewenangankKabupaten/kota seperti dituangkan pada Pasal 15 ayat (2) butir c
yaitu batas antara dua daerah kabupaten dan daerah kota dalam satu daerah provinsi yang saling
berhadapan dengan jarak kurang dari 12 mil laut, diukur berdasarkan prinsip garis tengah dan
kabupaten/ kota yang berhadapkan mendapat 1/3 bagian dari garis pantai ke arah garis tengah.
Jika pada Permendagri No.1 Tahun 2006 secara eksplisit menerangkan bahwa kewenangan
kabupaten/kota sebesar 4 mil laut maka dalam Permendagri No. 76 Tahun 2012 bahwa
kabupaten/kota mendapatkan kewenangan 1/3 dari batas provinsi (Gambar 2b).
Permendagri No. 141 Tahun 2017 menghilangkan kewenangan yang dimiliki oleh
kabupaten/kota sehingga seluruh wilayah pengelolaan sumber daya laut menjadi kewenangan
[rovinsi, walaupun dalam lampiran masih menggambarkan wilayah kewenangan 4 mil laut
(Gambar 2c). Penggambaran wilayah 4 mil laut untuk mengakomodir bagi hasil yang
didapatkan oleh kabupaten/kota, hal ini sesuai dengan UU No. 23 Tahun 2014 pada Pasal 14
ayat (5) disebutkan daerah kabupaten/kota penghasil dan bukan penghasil mendapatkan bagi
hasil dari penyelenggaraan urusan pemerintahan.
(a) Permendagri No. 1 Tahun 2006 (b) Permendagri No. 76 Tahun 2012
(c) Permendagri No. 141 Tahun 2017
Gambar 2. Penarikan Garis Batas pada Tiga Permendagri
6. Jurnal Perikanan dan Kelautan. Volume 11 Nomor 2 : 191 - 197. Desember 2021
196 Prayogo dan Sukoco
Kedelapan, kebijakan mengenai pembuatan peta batas pada Pasal 15 dan Pasal 16. Pasal
16 Permendagri No. 1 Tahun 2006 menjelaskan bahwa pembuatan peta batas daerah di laut
menyaratkan pemetaan terestris atau pemetaan fotogrametris. Sedangkan pada Permendagri
No. 76 Tahun 2012 dan Permendagri No. 141 Tahun 2017 dijelaskan tahapan pembuatan peta
batas daerah di laut yaitu dimulai dengan pembuatan kerangka peta batas dengan skala dan
interval tertentu yang memuat minimal 1 (satu) segmen batas, melakukan kompilasi dan/atau
turunan dari peta dasar, peta lain, dan/atau data citra dan penambahan informasi isi dan tepi
peta batas.
KESIMPULAN
Berdasarkan penelitian ini dapat disimpulkan bahwa Kabupaten/Kota tidak lagi
mempunyai kewenangan dalam mengelola sumber daya di laut, tetapi penegasan batas laut
sejauh 4 mil untuk kabupaten/kota tetap diperlukan untuk perhitungan bagi hasil pengelolaan
sumber daya kelautan. Penentuan titik dasar dalam penegasan batas tidak menggunakan lagi
surut terendah seperti pada Permendagri No. 1 Tahun 2006 dan Permendagri No. 76 Tahun
2012 tetapi menggunakan pasang tertinggi yang tertuang pada Permendagri No. 141 Tahun
2017. Penegasan batas laut menggunakan metode kartometrik mulai diterapkan pada
Permendagri No. 76 Tahun 2012 dan dilanjutkan pada Permendagri No. 141 Tahun 2017. Pada
Permendagri No.1 Tahun 2006 metode yang digunakan adalah pelacakan batas langsung di
lapangan.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Sumaryo, M.Si dan
Bapak I Made Andi Arsana, ST, ME, Ph.D yang telah memberikan materi perkuliahan
Penetapan dan Penegasan Batas Laut (PPBL) di Program Studi Magister Teknik Geomatika,
Universitas Gadjah Mada.
DAFTAR PUSTAKA
Arsana IMA. 2018. Batas Maritim Antarnegara: Sebuah Tinjauan Teknis dan Yuridis,
Yogyakarta: UGM PRESS.
Endang E. 2019. Penetapan dan Penegasan Batas Wilayah Daerah dalam Perspektif Hukum
dan Informasi Geospasial. Seminar Nasional Geomatika 3: 797–804.
Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi [Internet]. 2018. Data Rujukan
Wilayah Kelautan Indonesia. Kemenko Kemaritiman dan Investasi RI [diakses pada 15
September 2021]. Tersedia pada: https://maritim.go.id/menko-maritim-luncurkan-data-
rujukan-wilayah-kelautan-indonesia/.
Pemerintah Provinsi Jawa Barat [Internet]. 2017. Indonesia Negara Maritim dengan
Kepulauan Terbesar di Dunia. Pemerintah Provinsi Jawa Barat [diakses pada tanggal 8
Mei 2021]. Tersedia pada:
https://jabarprov.go.id/index.php/news/25632/2017/11/03/Indonesia-Negara-Maritim-
dengan-Kepulauan-Terbesar-di-Dunia.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia No. 1 Tahun 2006 Tentang Pedoman
Penegasan Batas Daerah, Jakarta.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia No. 76 Tahun 2012 Tentang Pedoman
Penegasan Batas Daerah, Jakarta.
7. Jurnal Perikanan dan Kelautan. Volume 11 Nomor 2 : 191 - 197. Desember 2021
Studi Perbedaan Teknis… 197
Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia No. 141 Tahun 2017 Tentang Pedoman
Penegasan Batas Daerah. Jakarta.
Prasetyo HH, Khomsin K, & Pratomo DG. 2020. Delimitasi Batas Pengelolaan Laut menurut
Permendagri Nomor 141 Tahun 2017 (Studi Kasus: Provinsi Maluku Utara). Geoid 16(1):
28–35.
Stefanus KY. 2011. Daerah Kepulauan sebagai Satuan Pemerintahan Daerah yang Bersifat
Khusus. Jurnal Dinamika Hukum 11(1): 99–111.
Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah” Lembaran Negera RI
Tahun 2014, No. 244, Sekretariat Negara, Jakarta.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah.
Lembaran Negara RI Tahun 2004. Sekretariat Negara. Jakarta.