Artikel ini membahas pentingnya mengakui tindakan konservasi berbasis area yang efektif selain Kawasan Konservasi Perairan (KKP) di Indonesia. Artikel ini juga membahas beberapa contoh tindakan konservasi berbasis area yang efektif, seperti sasi dan MPA (Marine Protected Area), serta tantangan yang dihadapi dalam mengimplementasikan tindakan konservasi tersebut. Artikel ini juga membahas pentingnya melibatkan masyarakat lokal dalam tindakan konservasi dan pentingnya memperhatikan aspek sosial dan ekonomi dalam implementasi tindakan konservasi.
Penulis berpendapat bahwa meskipun MPA penting untuk konservasi laut, namun bukan satu-satunya alat yang efektif. Tindakan lain, seperti konservasi berbasis masyarakat dan sistem pengelolaan tradisional, juga telah berhasil dalam melestarikan ekosistem laut di Indonesia. Para penulis memberikan contoh OECM yang berhasil, seperti sistem sasi laut di Maluku Tenggara Barat dan sistem panglima laut di Pulau Weh.
Artikel ini juga membahas tantangan yang dihadapi dalam mengimplementasikan tindakan konservasi laut yang efektif di Indonesia, seperti kurangnya pendanaan, penegakan hukum yang lemah, dan konflik antara tujuan konservasi dan mata pencaharian lokal. Para penulis menekankan pentingnya melibatkan masyarakat lokal dalam upaya konservasi dan menemukan solusi yang seimbang antara tujuan konservasi dengan kebutuhan masyarakat lokal.
Konservasi Perairan di Indonesia dimulai dengan “Lokakarya Taman Laut” yang dilaksanakan pada tanggal 11–14 Januari 1978 di Bogor. Lokakarya tersebut diselenggarakan oleh Direktorat Perlindungan dan Pengawetan Alam (PPA), Ditjen Kehutanan, Departemen Pertanian bekerjasama dengan beberapa lembaga konservasi internasional. Melalui lokakarya tersebut, pengembangan perlindungan dan pelestarian alam di wilayah perairan laut diterima sebagai konsep baru dan dibahas pada tingkat nasional secara lintas sektoral.
Pengantar pedoman umum RBFM di kawasan konservasi perairanDidi Sadili
kawasan konservasi perairan dapat dimanfaatkan sumber daya ikannya di zona perikanan berkelanjutan oleh masyarakat di dalam atau di sekitar KKP tsb. sekarang bagaimana caranya memberikan akses kepada masyarakat tersebut
Marine and Coastal Protected Areas (MCPAs) : (a chance to save indonesian mar...Mujiyanto -
Perikanan dan usaha dalam bidang ekonomi telah dilaksanakan dan terintegrasi pada sumber daya pantai dan laut. Usaha-usaha seperti itu dapat berakibat pada kondisi kehidupan masyarakat pantai, keanekaragaman hayati, dan beberapa fungsi ekosistem di laut. Strategi konservasi terhadap sumber daya di dalam laut saat ini sedang dibutuhkan. Salah satu strategi yang ditawarkan adalah menetapkan Marine Coastal Protected Areas (MCPAs). MCPAs dapat dibentuk dengan mengikuti beberapa pertimbangan, sebagai contoh: persetujuan dari masyarakat dan para pemanfaat sumberdaya lain (stakeholders), yang secara langsung atau secara tidak langsung menggunakan wilayah pantai, kondisi dan kepekaan beberapa jenis terhadap adanya perubahan-perubahan lingkungan, dan yang paling penting adalah usaha untuk memonitor dan mengevaluasi perlindungan laut, melaksanakan program secara terus menerus. Strategi melalui manajemen MCPAs diharapkan bisa untuk menyelamatkan dan melindungi ketersediaan sumber daya pantai dan laut, khususnya pada sektor perikanan, dengan memerhatikan rendahnya ekonomi nelayan tradisional di Indonesia.
Konservasi Perairan di Indonesia dimulai dengan “Lokakarya Taman Laut” yang dilaksanakan pada tanggal 11–14 Januari 1978 di Bogor. Lokakarya tersebut diselenggarakan oleh Direktorat Perlindungan dan Pengawetan Alam (PPA), Ditjen Kehutanan, Departemen Pertanian bekerjasama dengan beberapa lembaga konservasi internasional. Melalui lokakarya tersebut, pengembangan perlindungan dan pelestarian alam di wilayah perairan laut diterima sebagai konsep baru dan dibahas pada tingkat nasional secara lintas sektoral.
Pengantar pedoman umum RBFM di kawasan konservasi perairanDidi Sadili
kawasan konservasi perairan dapat dimanfaatkan sumber daya ikannya di zona perikanan berkelanjutan oleh masyarakat di dalam atau di sekitar KKP tsb. sekarang bagaimana caranya memberikan akses kepada masyarakat tersebut
Marine and Coastal Protected Areas (MCPAs) : (a chance to save indonesian mar...Mujiyanto -
Perikanan dan usaha dalam bidang ekonomi telah dilaksanakan dan terintegrasi pada sumber daya pantai dan laut. Usaha-usaha seperti itu dapat berakibat pada kondisi kehidupan masyarakat pantai, keanekaragaman hayati, dan beberapa fungsi ekosistem di laut. Strategi konservasi terhadap sumber daya di dalam laut saat ini sedang dibutuhkan. Salah satu strategi yang ditawarkan adalah menetapkan Marine Coastal Protected Areas (MCPAs). MCPAs dapat dibentuk dengan mengikuti beberapa pertimbangan, sebagai contoh: persetujuan dari masyarakat dan para pemanfaat sumberdaya lain (stakeholders), yang secara langsung atau secara tidak langsung menggunakan wilayah pantai, kondisi dan kepekaan beberapa jenis terhadap adanya perubahan-perubahan lingkungan, dan yang paling penting adalah usaha untuk memonitor dan mengevaluasi perlindungan laut, melaksanakan program secara terus menerus. Strategi melalui manajemen MCPAs diharapkan bisa untuk menyelamatkan dan melindungi ketersediaan sumber daya pantai dan laut, khususnya pada sektor perikanan, dengan memerhatikan rendahnya ekonomi nelayan tradisional di Indonesia.
Konservasi dan Keanekaragaman Hayati Laut pada Tataran Konvensi IDidi Sadili
Keanekaragaman diantara makhluk hidup dari daratan, lautan, dan ekosistem akuatik, serta kompleksitas ekologinya yang merupakan bagian dari keanekaraman.
Keanekaragaman hayati mencakup : keanekaragaman ekosistem, keanekaragaman jenis dan keanekaragaman genetika
“ANALISIS DINAMIKA DAN KONDISI ATMOSFER AKIBAT PENINGKATAN POLUTAN DAN EMISI...aisyrahadatul14
Pencemaran udara adalah pelepasan zat-zat berbahaya ke atmosfer, seperti polusi industri, kendaraan bermotor, dan pembakaran sampah. Dampaknya terhadap lingkungan sangat serius. Udara yang tercemar dapat merusak lapisan ozon, memicu perubahan iklim, dan mengurangi kualitas udara yang kita hirup setiap hari. Bagi makhluk hidup, pencemaran udara dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan seperti penyakit pernapasan, iritasi mata, dan bahkan kematian. Lingkungan juga terdampak dengan terganggunya ekosistem dan berkurangnya keanekaragaman hayati.
Konservasi dan Keanekaragaman Hayati Laut pada Tataran Konvensi IDidi Sadili
Keanekaragaman diantara makhluk hidup dari daratan, lautan, dan ekosistem akuatik, serta kompleksitas ekologinya yang merupakan bagian dari keanekaraman.
Keanekaragaman hayati mencakup : keanekaragaman ekosistem, keanekaragaman jenis dan keanekaragaman genetika
“ANALISIS DINAMIKA DAN KONDISI ATMOSFER AKIBAT PENINGKATAN POLUTAN DAN EMISI...aisyrahadatul14
Pencemaran udara adalah pelepasan zat-zat berbahaya ke atmosfer, seperti polusi industri, kendaraan bermotor, dan pembakaran sampah. Dampaknya terhadap lingkungan sangat serius. Udara yang tercemar dapat merusak lapisan ozon, memicu perubahan iklim, dan mengurangi kualitas udara yang kita hirup setiap hari. Bagi makhluk hidup, pencemaran udara dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan seperti penyakit pernapasan, iritasi mata, dan bahkan kematian. Lingkungan juga terdampak dengan terganggunya ekosistem dan berkurangnya keanekaragaman hayati.
Pengelolaan Lahan Gambut Sebagai Media Tanam Dan Implikasinya Terhadap Konser...d1051231053
Gambut merupakan tanah yang memiliki karakteristik unik. Lahan gambut yang begitu luas di beberapa pulau besar di Indonesia, menjadikan pengelolaan lahan gambut sering dilakukan, terutama dalam peralihan fungsi menjadi perkebunan, pertanian, hingga pemukiman. Pada studi kasus ini lebih berfokus pada degradasi lahan gambut menjadi media tanam, proses, dampak, serta upaya pemulihan dampak yang dihasilkan dari degradasi lahan gambut tersebut
KERUSAKAN LAHAN GAMBUT ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DAN STRATEGI ...d1051231039
Lahan gambut merupakan salah satu ekosistem yang unik dan penting secara global. Terbentuk dari endapan bahan organik yang terdekomposisi selama ribuan tahun, lahan gambut memiliki peran yang sangat signifikan dalam menjaga keanekaragaman hayati, menyimpan karbon, serta mengatur siklus air. Kerusakan lahan gambut dapat menyebabkan hilangnya habitat, degradasi lingkungan, dan penurunan kesuburan tanah. Kerusakan lahan gambut di Indonesia telah meningkat seiring waktu, dengan laju deforestasi dan degradasi lahan gambut yang signifikan. Menurut data, sekitar 70% dari lahan gambut di Indonesia telah rusak, dan angka tersebut terus meningkat. Kerusakan lahan gambut memiliki dampak yang luas dan serius, tidak hanya secara lokal tetapi juga global. Selain menyebabkan hilangnya habitat bagi berbagai spesies tumbuhan dan hewan yang khas bagi ekosistem gambut, kerusakan lahan gambut juga melepaskan jumlah karbon yang signifikan ke atmosfer, berkontribusi pada perubahan iklim global.Kerusakan lahan gambut memiliki dampak negatif yang luas pada masyarakat, lingkungan, dan ekonomi. Dalam jangka panjang, kerusakan lahan gambut dapat menyebabkan hilangnya sumber daya alam, penurunan kesuburan tanah, dan peningkatan risiko bencana alam.
pelajaran geografi kelas 10
Geografi pada hakekatnya mempelajari permukaan bumi melalui pendekatan keruangan yang mengkaji keseluruhan gejala alam dan kehidupan umat manusia dengan kewilayahannya. Pentransformasian pengetahuan geografi lebih efektif jika disajikan melalui media peta, hal ini karena peta merupakan media yang sangat penting dalam pem-belajaran geografi. Pembelajaran Geografi pada materi “Peta tentang pola dan bentuk-bentuk muka bumi” merasa belum mampu mengoptimalkan aktivitas siswa khususnya kemampuan membaca peta sehingga ber-pengaruh pada perolehan hasil belajar. Guru merasa kesulitan mem-belajarkan konsep-konsep geografi pada siswa. Hasil identifikasi awal, ditemukan beberapa indikator penyebab diantaranya: (1) minimnya kemampuan siswa menunjukkan letak suatu tempat/lokasi geografis tertentu, (2) kurangpahamnya siswa tentang orientasi peta (menentukan arah pada peta), (3) minimnya kemampuan siswa dalam mengartikan simbol-simbol yang ada pada peta, dan (4) kemampuan siswa mengungkap informasi yang ada pada peta sangat kurang. Pelatihan melengkapi peta diharapkan dapat meningkatkan kemampuan dalam membaca peta sehingga ada peningkatan pada hasil belajar geografi.
Penelitian tindakan kelas ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam membaca peta. Kemampuan membaca peta tersebut meliputi: (1) kemampuan menunjukkan letak suatu tempat/ lokasi geografis tertentu, (2) kemampuan mengartikan/ membaca simbol-simbol yang ada pada peta, dan (3) kemampuan memahami orientasi peta (menentukan arah pada peta).
Dalam penelitian ini digunakan desain penelitian tindakan kelas model spiral Kemmis Taggart 1999. Hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan statistik deskriptif dengan menggunakan rumus ”Gain Score” yaitu membandingkan data sebelum tindakan dengan data sesudah dilakukan tindakan. Tehnik pengumpulan data menggunakan metode observasi, wawancara, angket, dan test. Instrumen penelitian adalah peneliti dan pedoman atau pengumpul data.
Hasil penelitian dalam tindakan siklus I, II, dan III pada pembelajaran geografi (materi peta tentang pola bentuk-bentuk muka bumi) melalui pelatihan melengkapi peta setelah dilakukan refleksi, evaluasi serta analisis statistik deskriptif ternyata memperoleh peningkatan dalam hal; pertama, kemampuan membaca peta pada pra tindakan hanya memperoleh nilai 50% akan tetapi setelah dilakukan tindakan dalam setiap siklus ternyata mengalami peningkatan yaitu 56% (siklus I), 63% (siklus II), dan 72% (siklus III); kedua, proses pembelajaran geografi (materi peta tentang pola bentuk-bentuk muka bumi) pada siswa kelas IX SMP Negeri 1 Rubaru melalui pelatihan melengkapi peta pada setiap siklus juga memperoleh peningkatan yaitu 63% (siklusI), 65% (siklus II), dan 70% (siklus III); ketiga, aktivitas belajar siswa pada setiap siklus mengalami peningkatan yaitu 50% (siklus I), 65% (siklus II), dan 75% (siklus III).
Temuan penelitian ini mendukung teori perkembangan yang dikemukakan Piaget dan Vygotsky bahwa pros
DAMPAK KEBAKARAN LAHAN GAMBUT TERHADAP KUALITAS AIR DAN KESEHATAN MASYARAKAT.pdfd1051231031
Kebakaran hutan dan lahan gambut merupakan kebakaran permukaan dimana api membakar bahan bakar yang ada di atas permukaan seperti pepohonan maupun semak-semak, kemudian api menyebar tidak menentu secara perlahan di bawah permukaan (Ground fire), membakar bahan organicmelalui pori-pori gambut dan melalui akar semak belukar ataupun pohon yang bagian atasnya terbakar. Selanjutnya api menjalar secara vertical dan horizontal berbentuk seperti kantong asap dengan pembakaran yang tidak menyala (smoldering) sehingga hanya asap yang berwarna putih saja yang Nampak di atas permukaan, yang sering dikenal dengan kabut asap yang terjadi akibat kebakaran hutan yang bersifat masiv. Oleh karena peristiwa kebakaran tersebut terjadi di bawah tanah dan tidak nampak di permukaanselain itu tanahnya merupakan tanah basah/gambut yang mengandung air maka proses kegiatan pemadamannya tentu akan menimbulkan kesulitan.
Studi Kasus : Oksidasi Pirit dan Pengaruhnya Terhadap Ekosistemd1051231041
Pirit merupakan zat di dalam tanah yang terbawa karena adanya arus pasang surut. Zat ini dapat membahayakan ekosistem sekitar apabila mengalami reaksi oksidasi dan penyebab utama mengapa tanah menjadi masam, karena mengandung senyawa besi dan belerang. Studi kasus ini bertujuan untuk menganalisis pembentukan, dampak, peran, pengaruh, hingga upaya pengelolaan lingkungan yang dapat dilakukan guna mengatasi masalah ekosistem yang terjadi.
Hasil dari #INC4 #TraktatPlastik, #plastictreaty masih saja banyak reaksi ketidak puasan, tetapi seluruh negara anggota PBB bertekad melanjutkan putaran negosiasi
berikutnya: #INC5 di bulan November 2024 di Busan Korea Selatan
Cerita sukses desa-desa di Pasuruan kelola sampah dan hasilkan PAD ratusan juta adalah info inspiratif bagi khalayak yang berdiam di perdesaan
.
#PartisipasiASN dalam #bebersihsampah nyata biarpun tidak banyak informasinya
DAMPAK PIRIT ANTARA MANFAAT DAN BAHAYA BAGI LINGKUNGAN DAN KESEHATAN.pdfd1051231033
Tanah merupakan bagian terpenting dalam bidang pertanian, peranan tanah juga sangat kompleks bagi media perakaran tanaman. Tanah mampu menopang dan menyediakan unsur hara yang sangat dibutuhkan tanaman untuk pertumbuhan vegetatif dan generatif. Tanah tersusun dari bahan mineral, bahan organik, udara dan air. Bahan mineral tersusun dari hasil aktivitas pelapukan bebatuan, sedangkan bahan organik berasal dari pelapukan serasah tumbuhan akibat adanya aktivitas mikroorganisme di dalam tanah. Salah satu jenis tanah adalah tanah sulfat masam. Tanah sulfat masam ini keberadaannya di daerah rawa pasang surut. Sering kali tanah sulfat masam dijumpai pada lahan gambut terdegradasi yang mengakibatkan tanah mengandung pirit (FeS2) naik kepermukaan. Tanah sulfat masam yang mengandung pirit ini juga mengganggu pertumbuhan tanaman. Terganggunya pertumbuhan tanaman menyebabkan lahan ini nantinya akan ditinggalkan petani bila tidak dilakukan usaha perbaikan atau menjadi lahan bongkor.
KERUSAKAN LAHAN GAMBUT ANALISIS EMISI KARBON DARI DEGRADASI LAHAN GAMBUT DI A...d1051231072
Lahan gambut adalah salah satu ekosistem penting di dunia yang berfungsi sebagai penyimpan karbon yang sangat efisien. Di Asia Tenggara, lahan gambut memainkan peran krusial dalam menjaga keseimbangan ekologi dan ekonomi. Namun, seiring dengan meningkatnya tekanan terhadap lahan untuk aktivitas pertanian, perkebunan, dan pembangunan infrastruktur, degradasi lahan gambut telah menjadi masalah lingkungan yang signifikan. Degradasi lahan gambut terjadi ketika lahan tersebut mengalami penurunan kualitas, baik secara fisik, kimia, maupun biologis, yang pada akhirnya mengakibatkan pelepasan karbon dalam jumlah besar ke atmosfer.
Lahan gambut di Asia Tenggara, khususnya di negara-negara seperti Indonesia dan Malaysia, menyimpan cadangan karbon yang sangat besar. Diperkirakan bahwa lahan gambut di wilayah ini menyimpan sekitar 68,5 miliar ton karbon, yang jika terlepas, akan memberikan kontribusi yang signifikan terhadap emisi gas rumah kaca global.
PAPER KIMIA LINGKUNGAN MENINGKATNYA GAS RUMAH KACA IMPLIKASI DAN SOLUSI BAGI ...muhammadnoorhasby04
Gas rumah kaca memainkan peran penting dalam mempengaruhi iklim Bumi melalui mekanisme efek rumah kaca. Fenomena ini alami dan esensial untuk menjaga suhu Bumi tetap hangat dan layak huni. Namun, peningkatan konsentrasi gas rumah kaca akibat aktivitas manusia, seperti pembakaran bahan bakar fosil, deforestasi, dan praktik pertanian intensif, telah memperkuat efek ini, menyebabkan pemanasan global dan perubahan iklim yang signifikan.Pemanasan global membawa dampak luas pada berbagai aspek lingkungan, termasuk suhu rata-rata global, pola cuaca, kenaikan permukaan laut, serta frekuensi dan intensitas fenomena cuaca ekstrem seperti badai dan kekeringan. Dampak ini juga meluas ke ekosistem alami, menyebabkan gangguan pada habitat, distribusi spesies, dan interaksi ekologi, yang berdampak pada keanekaragaman hayati.
Untuk mengatasi tantangan yang ditimbulkan oleh peningkatan gas rumah kaca dan perubahan iklim, upaya mitigasi dan adaptasi menjadi sangat penting. Langkah-langkah mitigasi meliputi transisi ke sumber energi terbarukan, peningkatan efisiensi energi, dan pengelolaan lahan yang berkelanjutan. Di sisi lain, langkah-langkah adaptasi mencakup pembangunan infrastruktur yang tahan terhadap cuaca ekstrem, pengelolaan sumber daya air yang lebih baik, dan perlindungan terhadap wilayah pesisir.Selain itu, mengurangi konsumsi daging, memanfaatkan metode kompos, dan pembangunan infrastruktur yang tahan terhadap perubahan iklim adalah beberapa tindakan konkret yang dapat diambil untuk mengurangi dampak gas rumah kaca.Dengan pemahaman yang lebih baik tentang mekanisme dan dampak dari efek rumah kaca, serta melalui kolaborasi global yang kuat dan langkah-langkah konkret yang efektif, kita dapat melindungi planet kita dan memastikan kesejahteraan bagi generasi mendatang.
ANALISIS DAMPAK DAN SOLUSI HUJAN ASAM: PENGARUH PEMBAKARAN BAHAN BAKAR FOSIL ...d1051231079
Hujan asam merupakan kombinasi ringan dari asam sulfat dan asam nitrat. Hujan asam biasanya terjadi di daerah-daerah yang padat penduduk dan banyaknya aktivitas manusia dalam kegiatan transportasi. Emisi gas SO2 dan NO2 yang berasal dari kegiatan industri dan transportasi merupakan penyebab terjadinya peristiwa hujan asam apabila emisi gas tersebut bereaksi dengan air hujan, dimana senyawa yang bersifat asam terbentuk. Emisi gas SO2 dan NO2 yang berasal dari aktivitas manusia dapat berubah menjadi nitrat (NO3 - ) dan sulfat (SO4 2-) melalui proses fisika dan kimia yang kompleks. Sulfat dan nitrat lebih banyak berbentuk asam yang terlarut dalam air hujan. Keasaman air hujan berhubungan erat dengan konsentrasi SO2 dan NO2 yang terlarut di dalam air hujan. Semakin tinggi konsentrasi SO2 dan NO2 , maka dapat mengakibatkan nilai keasaman air hujan semakin asam .Deposisi asam yang berasal dari emisi antropogenik SO2 dan NOx , memiliki pengaruh besar pada biogeokimia, dan menyebabkan pengasaman tanah dan air permukaan, eutrofikasi ekosistem darat dan air dan penurunan keanekaragaman hayati di banyak wilayah.
1. KEBIJAKAN KELAUTAN
Konservasi laut di luar KKP: Menuju pengakuan atas langkah-
Langkah konservasi berbasis kawasan (OECM) yang efektif
lainnya di Indonesia
2. LATAR BELAKANG
Lautan kita memberikan banyak manfaat, mulai dari perlindungan pesisir hingga nutrisi, mata pencaharian, dan
penyimpanan karbon, namun menghadapi tekanan yang semakin besar, yang berdampak negatif terhadap kesehatan
dan pasokan yang dihasilkannya. Berbagai tindakan konservasi telah diterapkan dalam upaya untuk memitigasi
tekanan-tekanan ini, meskipun pengelolaan berbasis kawasan merupakan pendekatan yang paling luas untuk
melindungi sumber daya laut, terutama melalui penerapan kawasan perlindungan laut (KKP).
Pertama kali didirikan pada awal tahun 1900-an, jumlah KKP telah mencapai hampir 18.000 pada tahun 2021,
mencakup hampir 8% lautan di planet ini. Jika dikelola dengan baik, KKL dapat memberikan banyak manfaat bagi
keanekaragaman hayati, kesehatan ekosistem, perikanan, dan kesejahteraan manusia. KKP secara historis dipimpin
oleh pemerintah, dengan sedikit keterlibatan masyarakat lokal. Meskipun ada upaya yang sedang dilakukan untuk
beralih ke pendekatan tata kelola bersama atau pengelolaan bersama di banyak KKP, terdapat banyak bentuk
pengelolaan berbasis kawasan yang memberikan nilai konservasi namun tidak 'sesuai' dengan kerangka KKP karena
konservasi mungkin tidak menjadi tujuan utama mereka, dan oleh karena itu, secara tradisional tidak terlihat
berkontribusi terhadap pengelolaan berbasis kawasan konservasi.
Mengidentifikasi, mengenali, dan lebih jauh mendukung bentuk-bentuk pengelolaan berbasis kawasan lainnya dapat
memberikan jalur tambahan untuk melestarikan keanekaragaman hayati. Hal ini penting, mengingat kita belum
mencapai Target Aichi 11 tahun 2020 untuk melindungi 10% lautan dunia, dan dengan pandangan terhadap target
ambisius baru yang akan disepakati pada pertemuan kelima belas Konferensi Para Pihak (COP) Konvensi
Keanekaragaman Hayati (CBD) pada awal tahun 2022
3. Dalam konteks ini, rancangan Target 3 kerangka kerja keanekaragaman hayati global CBD pasca-2020 saat ini
menunjukkan harapan bagi masa depan konservasi laut karena memberikan penekanan yang jelas pada upaya
konservasi berbasis kawasan. melalui KKL, menyerukan Para Pihak untuk 'Memastikan bahwa setidaknya 30% wilayah
daratan dan lautan secara global, terutama wilayah yang memiliki arti penting bagi keanekaragaman hayati dan
kontribusinya terhadap manusia, dikonservasi melalui sistem kawasan lindung dan kawasan efektif lainnya yang
dikelola secara efektif dan adil, mewakili secara ekologis dan terhubung dengan baik. berdasarkan langkah-langkah
konservasi, dan diintegrasikan ke dalam lanskap dan bentang laut yang lebih luas. penekanan ditambahkan].
Diperkenalkan pada tahun 2010 dan ditetapkan pada tahun 2018, langkah-langkah konservasi berbasis kawasan
(OECM) yang efektif lainnya telah diakui sebagai kerangka pelengkap KKL, dan CBD juga mempromosikan keduanya
untuk mencapai hasil konservasi global. OECM didefinisikan sebagai'suatu kawasan yang ditentukan secara geografis
selain kawasan lindung, yang diatur dan dikelola sedemikian rupa sehingga mencapai hasil jangka panjang yang positif
dan berkelanjutan bagi lingkungan hidup.di tempatkonservasi keanekaragaman hayati dengan fungsi dan jasa
ekosistem terkait dan jika memungkinkan, nilai-nilai budaya, spiritual, sosial-ekonomi, dan nilai-nilai lokal lainnya yang
relevan'[16].OECM berbeda dengan KKL karena KKL tidak harus didedikasikan untuk konservasi keanekaragaman hayati
namun harus memberikan manfaat konservasi in-situ dalam jangka panjang, sedangkan KKL harus memiliki tujuan
konservasi utama. Beberapa contoh global pengelolaan berbasis kawasan yang dapat diakui sebagai OECM mencakup,
antara lain, kawasan penutupan perikanan di Kanada, kawasan laut yang dikelola secara lokal di Mozambik, dan
wilayah serta kawasan yang dikonservasi oleh Masyarakat Adat dan Komunitas Lokal di banyak belahan dunia.
4. Meskipun semakin banyak pedoman yang tersedia namun, penerapan pedoman ini
pada 'contoh nyata' dari calon OECM masih relatif sedikit. Di sini, kami menyajikan
salah satu upaya tersebut di Indonesia, negara yang kaya akan sejarah berbasis
wilayah tradisional konservasi. Secara khusus, kami memberikan gambaran mengenai
praktik dan kebijakan pengelolaan berbasis kawasan yang ada di Indonesia,
mengeksplorasi penerapan kriteria CBD di berbagai bidang, dan mengidentifikasi
jenis dan sebaran OECM yang potensial.
Kami juga meninjau bukti yang ada mengenai manfaat keanekaragaman hayati dari
berbagai jenis OECM yang potensial di Indonesia. Pada akhirnya, kami menyoroti
potensi implikasinya dan memberikan jalan serta pertimbangan penting bagi
pengakuan formal OECM di Indonesia.
5. KONSERVASI LAUT DI INDONESIA
Ekosistem laut Indonesia menyediakan sumber daya dan manfaat yang berharga
untuk mendukung kesejahteraan manusia melalui perikanan, pariwisata, dan banyak jasa
ekosistem lainnya. Namun, aktivitas antropogenik yang intensif dan meluas serta
dampak perubahan iklim telah menempatkan sumber daya laut dalam bahaya[19,20].
Untuk mengurangi ancaman dan terus mendapatkan manfaat dari sumber daya ini,
perlindungan keanekaragaman hayati formal dan adat serta praktik pengelolaan laut
berkelanjutan telah diterapkan dan, sampai batas tertentu, tertanam dalam praktik
sehari-hari masyarakat dalam memanfaatkan sumber daya laut. Dalam hukum Indonesia,
konservasi sumber daya alam diartikan sebagai 'pengelolaan sumber daya alam yang
pemanfaatannya dilakukan secara berkelanjutan untuk menjamin kelangsungan sumber
daya dengan tetap menjaga dan meningkatkan kualitas keanekaragaman hayati dan nilai-
Nilainya (Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990).
6. Pemerintah Indonesia melaksanakan konservasi keanekaragaman hayati dan pengelolaan berkelanjutan dengan menetapkan
kawasan lindung (PA). Negara telah menerapkan alat konservasi formal ini sejak tahun 1921 untuk
melindungi spesies dan habitat darat yang berharga[21], dan baru setelah tahun 1977 negara mulai menetapkan KKL[22,23]. KKP
di Indonesia diatur berdasarkan kerangka hukum yang ditetapkan oleh dua kementerian,
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Masing-masing kerangka
ini dapat diterapkan untuk membentuk KKL yang dapat diatur langsung oleh pemerintah pusat
atau pemerintah provinsi[24]. KKP adalah kawasan multi guna yang ditetapkan secara spasial dengan sistem zonasi dan ditujukan
untuk mencapai konservasi keanekaragaman hayati (untuk KKP yang dikelola KLHK dan KKP) dan perikanan berkelanjutan (untuk
KKL yang dikelola KKP) untuk mendukung kesejahteraan manusia (UU No. 27/2007; UU No.5/1990). Banyak elemen KKL di
Indonesia yang sejalan dengan definisi KKL dari International Union for Conservation of Nature (IUCN).[25], dengan pengecualian
yang paling signifikan adalah KKP yang diakui secara formal di Indonesia diatur dan dikelola oleh lembaga pemerintah, baik
secara mandiri maupun dalam bentuk pengelolaan bersama. Pada tahun 2020 Indonesia telah berhasil mencapai target
konservasi laut nasional selama satu dekade melalui penetapan 201 KKP dengan total luas 24,1 juta ha.[26]. Hingga saat ini, KKL
merupakan satu-satunya pendekatan yang dipertimbangkan negara untuk mengukur pencapaian nasional dalam konservasi laut,
termasuk Ketika melaporkan kontribusi Indonesia terhadap Target CBD 11 dan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan 14.
7. Mengikuti perkembangan positif dari pembentukan dan implementasi
KKL dalam satu dekade terakhir, target konservasi laut nasional telah
ditingkatkan menjadi 32,5 juta hektar (atau ~10% perairan kepulauan
Indonesia) kawasan laut yang dikonservasi pada tahun 2030. Perluasan
KKP masih menjadi upaya utama yang dilakukan pemerintah, sebagaimana
tercermin dalam rencana pembangunan jangka menengah nasional tahun
2020‒2024 (Peraturan Presiden No. 18/2020). Namun demikian, mendorong
dan mengakui bentuk-bentuk pengelolaan kelautan berbasis kawasan
lainnya, seperti OECM, dapat menjadi strategi pelengkap untuk melestarikan
keanekaragaman hayati di luar batas-batas KKL dan memastikan
pendekatan konservasi yang sesuai dengan kondisi lokal digunakan.
8. IDENTIFIKASI JENIS DAN SEBARAN OECM
KELAUTAN POTENSIAL DI INDONESIA
Potensi OECM kelautan Indonesia dan distribusinya diidentifikasi melalui dua lokakarya mengenai pengelolaan
keanekaragaman hayati laut, pesisir, dan pulau-pulau kecil berbasis wilayah (lokakarya
pengelolaan keanekaragaman hayati laut, pesisir dan pulau-pulau kecil berbasis wilayah) di Jakarta, Indonesia,
diadakan pada bulan Januari dan Februari 2020, dan diselenggarakan oleh KKP dan Wildlife
Conservation Society. Lokakarya ini melibatkan 120 peserta dari kalangan pemerintah, organisasi nirlaba, dan
akademisi. Dari data yang dikumpulkan, kami menghapus duplikat, mengidentifikasi lokasi spasial
yang tepat (di dalam KKL, sebagian KKL, atau di luar KKL), memberikan penjelasan tambahan bila diperlukan, dan
menambahkan entri baru berdasarkan literatur dan informasi yang tersedia. Penelitian ini sangat mengandalkan
pengetahuan para ahli dan tidak komprehensif. Hal ini dimaksudkan sebagai upaya untuk mulai mengidentifikasi lokasi
dan praktik potensial yang dapat dianggap sebagai OECM di Indonesia,
termasuk distribusi dan kontribusinya terhadap konservasi.