SlideShare a Scribd company logo
SCREENING TAJAM
PENGLIHATAN
Nova joko Pamungkas, A.Md.RO, SE, MM
Portfolio
Nova Joko Pamungkas, RO, SE, M.MKes, lahir di Surabaya,
27 November 1975 seorang tenaga kesehatan OPTOMETRIS
yg saat ini Ketua Umum PP IROPIN
Pengalaman Berorganisasi:
§ Pengurus Pusat (PP) Iropin 1998-2002
§ Ketua Pengda Jawa Timur 2 Periode
§ Ketua Umum PP IROPIN 2021 - 2026
Pengalaman Kecakapan:
§ Team Penyusun Standar Pelayanan RO
§ Team Penyusun Item Development U-Kom & EK online
§ Team Penyusun S.O.P & Kredensialing RO
§ Team Penyusun Perda NO 14/2015 Tenaga Kesehatan
§ Team Penyususn PMK no 14/ 2021 Kegiatan Ijin Berusaha
§ Team Penyusun Per. Dir. BPJS Kesehatan 02/2020
§ Team Penyusun Standar Profesi Optometris Indonesia
§ Narasumber & Instruktur Workshop kegiatan ilmiah
§ Assessor Kredensialing RO/ Optometris
Pengalaman Kerja:
§ Dosen ARO Leprindo
§ Owner Optik Media
Pasal 11 (4) Deteksi Dini dilaksanakan oleh tenaga kesehatan atau petugas
terlatih/kader pada kelompok beresiko.
Pasal 19 Sumber daya manusia sebagaimana dimaksud dalam pasal 18
huruf a meliputi tenaga kesehatan yg memiliki kompetensi sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan, tenaga nonkesehatan, dan
masyarakat terlatih.
BAB IV Penyelenggaraan Penanggulangan Gangguan Penglihatan:
Promosi Kesehatan, Surveilans, Deteksi dini & Pemeriksaan Tajam
penglihatan
PMK 82/ 2020
Penanggulangan Gangguan
Penglihatan & Gangguan
Pendengaran
KETENAGAAN TERSIER
SEKUNDE
R
PRIMER
KORNEA, LENSA DAN BEDAH REFRAKTIF
1. DOKTER - - +
2. DOKTER SPESIALIS MATA + + -
3. Dokter Spesialis Mata dengan kompetensi Khusus (seminat) + +/- -
4. DOKTER SUB SPESIALIS MATA + - -
5. DOKTER SPESIALIS MATA KONSULTAN +/- - -
6. REFRAKSIONIS OPTISIEN + + +/-
7. Perawat dengan kompetensi tambahan di bidang Kesehatan Mata + + -
PENYELENGGARAAN PELAYANAN
KESEHATAN MATA DI FASILITAS
PELAYANAN KESEHATAN
PerMenkes 29/2016
BAB IV KETENAGAAN
5
PASAL ISI
5
PROSEDUR PENJAMINAN PELAYANAN REFRAKSI
1) Peserta yang membutuhkan Pelayanan Refraksi datang ke FKTP untuk mendapatkan
pemeriksaan oleh dokter di FKTP sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
2) Dokter di FKTP dalam memberikan Pelayanan Refraksi sesuai kewenangan atau kompetensi
dan kebutuhan medis Peserta termasuk memberikan resep kacamata kepada Peserta.
3) Dokter di FKTP dalam memberikan Pelayanan Refraksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dapat dibantu oleh Refraksionis Optisien/Optometris sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
4) Dalam hal hasil Pelayanan Refraksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Peserta
memerlukan pemeriksaan spesialistik atau memenuhi Kriteria Rujukan Gangguan Refraksi,
FKTP merujuk ke FKRTL.
5) Kriteria Rujukan Gangguan Refraksi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan atau ketentuan yang ditetapkan oleh
organisasi profesi.
Poin penting:
a. Dokter FKTP dapat dibantu RO mengacu pada PMK 29 Tahun 2016
b. Kriteria rujukan terdiri dari ukuran dioptri, Time, Age, Complication, dan Comorbidity
Apabila memenuhi salah satu, maka dapat dirujuk ke FKRTL
c. Kriteria rujukan wajib menjadi acuan FKTP saat melakukan rujukan ke FKRTL.
PERATURAN BPJS KESEHATAN NOMOR 2 TAHUN 2020
Prosedur Ppelayanan Refraksi & Kacamata Pd FKTP dlm Program Jaminan Kesehatan
Hermann Snellen
• Lahir: 19 Februari 1834
• Wafat: 18 Januari 1908
• Oftalmologi Belanda
• Memperkenalkan
Snellen chart dalam
penelitian tajam
penglihatan (visual
acuity/VA) pada tahun
1862.
MAR (Minimum Angle Resolution)
LogMAR (Logarithum of MAR) = 0
8
Pecahan Snellen
Jarak pemeriksaan
Jarak hurup terkecil yang terbaca
Pecahan Snellen =
Pecahan Snellen
Jarak pemeriksaan
=
Jarak hurup terkecil yg terbaca &
membentuk sudut 5 menit
Pecahan Snellen =
Jarak pemeriksaan
Jarak hurup terkecil yg terbaca mata normal
• 20/40 = jarak pemeriksaan 20 dan 40 jarak dimana dapat
membacanya dan hurup membentuk sudut 1 menit.
• Minimum separable - nya adalah 2 menit
• Dinyatakan dalam bentuk besarnya sudut maka VA
dinyatakan kemampuan mata membaca hurup atau
mendeteksi celah 1 menit
Snellen Visual Acuity
Menurut Snellen, Visus
dinyatakan dalam: V = d/D
– V = Visus (Tajam-penglihatan)
– d = jarak pemeriksaan, diukur dari letak
Kartu Snellen dipasang hingga tempat
pasien berada
– D = besaran jarak dimana orang yang
berpenglihatan normal dapat mengenali
obyek Kartu Snellen tertentu
membentuk jarak 1 menit.
60 m 200 feet 0.1
30 m 120 feet 0.2
20 m 80 feet 0.3
15 m 60 feet 0.4
12 m 40 feet 0.5
9 m 30 feet 0.6
7.5 m 25 feet 0.8
6 m 20 feet 1.0
5 m 15 feet 1.2
4 m 12 feet 1.5
3 m 10 feet 2.0
Visual acuity scales
Foot Metre Decimal LogMAR
20/200 6/60 0.10 1.00
20/160 6/48 0.13 0.90
20/120 6/36 0.17 0.78
20/100 6/30 0.20 0.70
20/80 6/24 0.25 0.60
20/60 6/18 0.33 0.48
20/50 6/15 0.40 0.40
20/40 6/12 0.50 0.30
20/30 6/9 0.63 0.18
20/25 6/7.5 0.80 0.10
20/20 6/6 1.00 0.00
20/16 6/4.8 1.25 -0.10
20/12 6/3.6 1.67 -0.22
20/10 6/3 2.00 -0.30
LogMAR (logaritmic Minimum Angle Resolution
Persiapan Sarana
• Kartu Snellen
ditempatkan pada jarak
baku, diukur dari
tempat Klien/ Pasien.
• Penerangan kamar
periksa = normal (80 –
320 cd/m²)
• Persiapan Klien/ Pasien
– Klien/ Pasien diminta
menempatkan dirinya
menghadap Optotip
dengan jarak baku.
Persiapan Alat
• Optotype.
• Chart Projector.
• Pen Light.
• Ruang dengan jarak
baku.
• Kursi pasien.
• Penutup/ okluder
(bisa juga
menggunakan
telapak tangan
pasien).
• Meteran.
Macam-macam Optotype
Metode Pemeriksaan Visus Untuk
Anak
• Preverbal: STYCAR, CATFORM DRUM, VEP
Anak2 kecil yg bermain dg Mobil & kucing
• 18 -24 bulan: Sheridan Gardiner Test, Cardiff Card
• Adults: Snellen, LOGMAR
• Contrast: PeliRobson Chart, Visitech
Satuan yang Digunakan Snellen VA
Dinyatakan dalam :
• Metrik
• Feet
• Decimal
Di Inggris dan Amerika Serikat menggunakan jarak pemeriksaan = 20
feet yang mana pada waktu dulu juga menggunakan jarak = 6 Meter.
Di Eropa Barat digunakan jarak pemeriksaan = 6 Meter oleh Monoyer
(1875) dan oleh Landolt (1899).
Dalam International Ophthalmological Congress di Napels (1909),
diambil kesepakatan, jarak pemeriksaan terpendek yang memenuhi
syarat adalah = 5 Meter. Bila kurang dari 5 Meter dianjurkan
menggunakan cermin pemantul.
• Baris paling atas terdiri dari 1 buah obyek, dengan inisial V = 6/60 atau 5/50 atau
20/200 atau 0.10.
• Baris ke-2 dari atas terdiri dari 2 buah obyek, dengan inisial V = 6/36 atau 5/30
atau 20/120 atau 0.17.
• Baris ke-3 dari atas terdiri dari 3 buah obyek, dengan inisial V = 6/24 atau 5/20
atau 20/80 atau 0.25.
• Baris ke-4 dari atas terdiri dari 4 buah obyek, dengan inisial V = 6/18 atau 5/15
atau 20/60 atau 0.33.
• Baris ke-5 dari atas terdiri dari 5 buah obyek, dengan inisial V = 6/12 atau 5/10
atau 20/40 atau 0.50.
• Baris ke-6 dari atas terdiri dari 6 buah obyek, dengan inisial V = 6/9 atau 5/7.5
atau 20/30 atau 0.66.
• Baris ke-7 dari atas terdiri dari 7 buah obyek, dengan inisial V = 6/6 atau 5/5 atau
20/20 atau 1.00.
• Baris ke-8 dari atas terdiri dari 8 buah obyek, dengan inisial V = 6/5*(6/48) atau
5/4 atau 20/20⁺ (20/16) atau 1.25.
Persiapan Responden/ Klien/ Pasien
• Responden diminta menempatkan dirinya menghadap Optotyp dengan jarak
baku.
• Minta kepada Responden untuk menutupi mata kirinya dengan menggunakan
telapak tangan kiri, tanpa menekan bolamata. Perlu untuk dicermati agar
Responden tidak mengintip melalui celah-celah jari tangannya.
• Dengan menggunakan mata kiri Responden yang dalam keadaan terbuka, minta
kepadanya untuk mengenali Kartu Snellen mulai dari baris paling atas dengan
obyek yang paling besar hingga baris dibawahnya dengan obyek yang lebih
kecil, semampu Responden mengenali obyek yang paling kecil.
• Catat sampai sejauh mana Responden dapat mengenali Kartu Snellen dengan
benar.
• Demikian selanjutnya minta kepada Responden untuk menutup mata kanannya
dengan menggunakan telapak tangan kanan, tanpa menekan bolamata kanan.
• Dengan menggunakan mata kanan Responden yang dalam keadaan terbuka,
minta kepadanya untuk mengenali Kartu Snellen mulai dari baris paling atas
dengan obyek yang paling besar hingga baris dibawahnya dengan obyek yang
lebih kecil, semampu Responden mengenali obyek yang paling kecil.
• Catat sampai sejauh mana Responden dapat mengenali Kartu Snellen dengan
benar.
Pemeriksaan Visus Jauh
• Kartu Snellen ditempatkan pada jarak baku,
diukur dari tempat Responden/ Klien/ Pasien.
• Kepada Responden/ Klien/ Pasien diperlihatkan
Kartu Snellen yang besar ukuran obyeknya
berbeda-beda, dari yang paling besar ukurannya
hingga yang paling kecil.
Penulisan Visus Jauh
• Minta kepada Responden untuk mengenali Kartu Snellen mulai dari baris paling atas.
• Apabila Responden mampu mengenali Kartu Snellen hingga baris ke-2 dari atas dengan
baik dan benar, maka Visus dinyatakan = 6/36 atau 5/30 atau 20/120 atau 0.17
• Apabila Responden mampu mengenali Kartu Snellen baris ke-3 dari atas, akan tetapi
terdapat 1 kesalahan dalam mengenalinya, maka Visus dinyatakan = 6/24 atau 5/20
atau 20/80 atau 0.25
• Tetapi apabila terjadi 2 kesalahan dalam mengenali baris ke-3 dari atas tersebut, maka
Visus dinyatakan = 6/36 atau 5/30 atau 20/120 atau 0.17.
• Dalam hal ini, kesalahan yang terjadi lebih banyak dari pada yang benar, dimana baris
ke-3 terdiri dari 3 buah obyek, yang benar = 1, sedangkan yang salah = 2
• Apabila Responden mampu mengenali Kartu Snellen baris ke-4 dari atas, akan tetapi
terdapat 2 kesalahan dalam mengenalinya, maka Visus dinyatakan = 6/12 atau 5/10
atau 20/40 atau 0.50
• Dalam keadaan seperti ini, yang benar sebanding dengan yang salah, dimana penulisan
Visus mengacu filosofi perhitungan optimistis.
• Apabila Responden mampu mengenali Kartu Snellen baris ke-5 dari atas, akan tetapi
terdapat 3 kesalahan, yangmana berarti juga terdapat 2 yang benar dalam
mengenalinya, maka Visus dinyatakan = 6/18 atau 5/15 atau 0.33. Dalam hal ini yang
benar lebih sedikit dibandingkan dengan yang salah.
• Demikian selanjutnya minta kepada Responden untuk mengenali baris-baris
berikutnya. Apabila Responden mampu mengenali ³ ½ jumlah obyek pada baris yang
sama, Visus dinyatakan dengan angka pada baris tersebut.
• Apabila Responden tidak mampu mengenali Kartu Snellen Baris paling atas
(dengan obyek yang paling besar), Visus dtentukan dengan menggunakan
Hitungan Jari (Fingers Counting) dengan “D = 60”.
• Kepada Responden diperlihatkan Jari-jari tangan dan diminta untuk
mengenali dan menghitung jari tangan pemeriksa yang diperlihatkannya,
dimulai dengan jarak dekat terlebih dulu.
• Apabila Responden mampu menghitung jari tangan dengan baik dan benar
• Pada jarak 0.5 Meter, maka Visus dinyatakan = 0.5/60 atau = 0.01
• Pada jarak 1 Meter, maka Visus dinyatakan = 1/60 atau = 0.02
• Pada jarak 2 Meter, maka Visus dinyatakan = 2/60 atau = 0.03
• Pada Jarak 3 Meter, maka Visus dinyatakan = 3/60 atau = 0.05
• Pada Jarak 4 Meter, maka Visus dinyatakan = 4/60 atau = 0.07
• Pada Jarak 5 Meter, maka Visus dinyatakan = 5/60 atau = 0.08
• Pada jarak 6 Meter, maka Visus dinyatakan = 6/60 atau = 0.10
• Apabila Responden tidak mampu menghitung jari-tangan walau dengan
jarak yang sangat dekat (< 0.5 Meter), maka untuk menentukan Visus, kita
gunakan gerakan/ lambaian tangan (Hand Movement) dengan D = 300.
Kepada Responden diminta untuk mengenali gerakan tangan pemeriksa
yang diperlihatkan kepadanya, dimulai dengan jarak dekat ( ± 1 Meter).
• Apabila Responden mampu mengenali adanya gerakan tangan dan
mampu menyatakan arah gerakan tangan dengan baik dan benar,
maka Visus dinyatakan = ¹/₃₀₀ pb (proyeksi positif)
• Apabila Responden hanya mampu mengenali adanya gerakan,
tanpa dapat menyatakan arah gerakan tangan, maka Visus
dinyatakan = ¹/₃₀₀ proyeksi negatif.
• Apabila Responden tidak mampu mengenali adanya gerakan tangan,
walau dengan jarak paling dekat, maka untuk menentukan Visus kita
gunakan cahaya lampu senter.
• Apabila Responden mampu mengenali adanya sumber cahaya dari
lampu senter dan mampu menyatakan posisi dari sumber cahaya
tadi dengan baik dan benar, maka Visus dinyatakan = ¹/~ proyeksi
positif.
• Apabila Responden hanya mampu mengenali adanya sumber cahaya
dari lampu senter, akan tetapi tidak mampu menyatakan posisi dari
sumber cahaya tadi, maka Visus dinyatakan = ¹/~ proyeksi negatif.
• Apabila Responden tidak mampu mengenali adanya sumber cahaya
dari lampu senter, maka Visus dinyatakan = 0.
The VAR score provides a simple method for scoring logMAR charts. VAR = 100 – 50 logMAR
Visual Acuity Rating (VAR)
Sekretariat PP IROPIN
Jalan Asem Baris Raya No. 6A,
RT 07/013, Kebon Baru, Tebet,
Jakarta Selatan 12830
Hotline +62812 8222 0972
https://api.whatsapp.com/send/?phone=6281282220972&text=IROPIN
e-Mail : sekretariat@iropin.org
Website : https://iropin.org
Terima Kasih

More Related Content

Similar to Skrining Tajam Penglihatan.pdf

soal osce comprehensive
soal osce comprehensivesoal osce comprehensive
soal osce comprehensive
Yoseph Buga
 
Pemeriksaan Fungsi Penglihatan
Pemeriksaan Fungsi PenglihatanPemeriksaan Fungsi Penglihatan
Pemeriksaan Fungsi Penglihatan
pjj_kemenkes
 
Pemeriksaan Fungsi Penglihatan
Pemeriksaan Fungsi PenglihatanPemeriksaan Fungsi Penglihatan
Pemeriksaan Fungsi Penglihatan
pjj_kemenkes
 
MATERI II FR RISIKO PTM.pptx
MATERI II FR RISIKO PTM.pptxMATERI II FR RISIKO PTM.pptx
MATERI II FR RISIKO PTM.pptx
milaintan
 
173043078 case-mi-op-selvi-edit
173043078 case-mi-op-selvi-edit173043078 case-mi-op-selvi-edit
173043078 case-mi-op-selvi-edit
homeworkping8
 
Workshop KOREKSI KACAMATA dr. Rastri Paramita, Sp.M.pdf
Workshop KOREKSI KACAMATA dr. Rastri Paramita, Sp.M.pdfWorkshop KOREKSI KACAMATA dr. Rastri Paramita, Sp.M.pdf
Workshop KOREKSI KACAMATA dr. Rastri Paramita, Sp.M.pdf
NairaCalyabasagita
 
Prosedur diagnostik sistem penglihatan
Prosedur diagnostik sistem penglihatanProsedur diagnostik sistem penglihatan
Prosedur diagnostik sistem penglihatanmateri-x2
 
EVALUASI PELAYANAN MEDIS RUMAH SAKIT.pptx
EVALUASI PELAYANAN MEDIS RUMAH SAKIT.pptxEVALUASI PELAYANAN MEDIS RUMAH SAKIT.pptx
EVALUASI PELAYANAN MEDIS RUMAH SAKIT.pptx
ChusnulMubarok
 
Modul 4 cetak
Modul 4 cetakModul 4 cetak
Modul 4 cetak
pjj_kemenkes
 
Pengukuran FR PTM_Revisi.pptx
Pengukuran FR PTM_Revisi.pptxPengukuran FR PTM_Revisi.pptx
Pengukuran FR PTM_Revisi.pptx
tesararlin
 
MATERI PTM.pptx
MATERI PTM.pptxMATERI PTM.pptx
MATERI PTM.pptx
XTheseusXTheseus1
 
Prosedur diagnostik mata
Prosedur diagnostik mataProsedur diagnostik mata
Prosedur diagnostik mata
Rizal_mz
 
Job sheet PAP Smear dan IVA Test
Job sheet PAP Smear dan IVA TestJob sheet PAP Smear dan IVA Test
Job sheet PAP Smear dan IVA Test
Ayunina2
 
Dftr alat ugd
Dftr alat ugdDftr alat ugd
Dftr alat ugd
Ichamrsgalang
 
Pemeriksaan lapangan pandang (tes konfrontasi dan amsler
Pemeriksaan lapangan pandang (tes konfrontasi dan amslerPemeriksaan lapangan pandang (tes konfrontasi dan amsler
Pemeriksaan lapangan pandang (tes konfrontasi dan amsler
prastika1
 
06. PENGUKURAN FR PTM.pdf
06. PENGUKURAN FR PTM.pdf06. PENGUKURAN FR PTM.pdf
06. PENGUKURAN FR PTM.pdf
MutiahNuraini2
 
KL Skop 1 Unit 3.ppt untuk pembelajarabn
KL Skop 1 Unit 3.ppt untuk pembelajarabnKL Skop 1 Unit 3.ppt untuk pembelajarabn
KL Skop 1 Unit 3.ppt untuk pembelajarabn
Cik Ho(彩彬) SMK Tunku Putra Batu Pahat
 
Saringan penglihatan kanak kanak
Saringan penglihatan kanak kanakSaringan penglihatan kanak kanak
Saringan penglihatan kanak kanak
Anis Suzanna Mohamad
 
V5_Petunjuk teknis Pengisian Usulan Alat Kesehatan melalui aplikasi.pptx
V5_Petunjuk teknis Pengisian Usulan Alat Kesehatan melalui aplikasi.pptxV5_Petunjuk teknis Pengisian Usulan Alat Kesehatan melalui aplikasi.pptx
V5_Petunjuk teknis Pengisian Usulan Alat Kesehatan melalui aplikasi.pptx
BayuUtaminingtyas
 
Pemeriksaan Refraksi-1.pptx
Pemeriksaan Refraksi-1.pptxPemeriksaan Refraksi-1.pptx
Pemeriksaan Refraksi-1.pptx
abdulqadir755861
 

Similar to Skrining Tajam Penglihatan.pdf (20)

soal osce comprehensive
soal osce comprehensivesoal osce comprehensive
soal osce comprehensive
 
Pemeriksaan Fungsi Penglihatan
Pemeriksaan Fungsi PenglihatanPemeriksaan Fungsi Penglihatan
Pemeriksaan Fungsi Penglihatan
 
Pemeriksaan Fungsi Penglihatan
Pemeriksaan Fungsi PenglihatanPemeriksaan Fungsi Penglihatan
Pemeriksaan Fungsi Penglihatan
 
MATERI II FR RISIKO PTM.pptx
MATERI II FR RISIKO PTM.pptxMATERI II FR RISIKO PTM.pptx
MATERI II FR RISIKO PTM.pptx
 
173043078 case-mi-op-selvi-edit
173043078 case-mi-op-selvi-edit173043078 case-mi-op-selvi-edit
173043078 case-mi-op-selvi-edit
 
Workshop KOREKSI KACAMATA dr. Rastri Paramita, Sp.M.pdf
Workshop KOREKSI KACAMATA dr. Rastri Paramita, Sp.M.pdfWorkshop KOREKSI KACAMATA dr. Rastri Paramita, Sp.M.pdf
Workshop KOREKSI KACAMATA dr. Rastri Paramita, Sp.M.pdf
 
Prosedur diagnostik sistem penglihatan
Prosedur diagnostik sistem penglihatanProsedur diagnostik sistem penglihatan
Prosedur diagnostik sistem penglihatan
 
EVALUASI PELAYANAN MEDIS RUMAH SAKIT.pptx
EVALUASI PELAYANAN MEDIS RUMAH SAKIT.pptxEVALUASI PELAYANAN MEDIS RUMAH SAKIT.pptx
EVALUASI PELAYANAN MEDIS RUMAH SAKIT.pptx
 
Modul 4 cetak
Modul 4 cetakModul 4 cetak
Modul 4 cetak
 
Pengukuran FR PTM_Revisi.pptx
Pengukuran FR PTM_Revisi.pptxPengukuran FR PTM_Revisi.pptx
Pengukuran FR PTM_Revisi.pptx
 
MATERI PTM.pptx
MATERI PTM.pptxMATERI PTM.pptx
MATERI PTM.pptx
 
Prosedur diagnostik mata
Prosedur diagnostik mataProsedur diagnostik mata
Prosedur diagnostik mata
 
Job sheet PAP Smear dan IVA Test
Job sheet PAP Smear dan IVA TestJob sheet PAP Smear dan IVA Test
Job sheet PAP Smear dan IVA Test
 
Dftr alat ugd
Dftr alat ugdDftr alat ugd
Dftr alat ugd
 
Pemeriksaan lapangan pandang (tes konfrontasi dan amsler
Pemeriksaan lapangan pandang (tes konfrontasi dan amslerPemeriksaan lapangan pandang (tes konfrontasi dan amsler
Pemeriksaan lapangan pandang (tes konfrontasi dan amsler
 
06. PENGUKURAN FR PTM.pdf
06. PENGUKURAN FR PTM.pdf06. PENGUKURAN FR PTM.pdf
06. PENGUKURAN FR PTM.pdf
 
KL Skop 1 Unit 3.ppt untuk pembelajarabn
KL Skop 1 Unit 3.ppt untuk pembelajarabnKL Skop 1 Unit 3.ppt untuk pembelajarabn
KL Skop 1 Unit 3.ppt untuk pembelajarabn
 
Saringan penglihatan kanak kanak
Saringan penglihatan kanak kanakSaringan penglihatan kanak kanak
Saringan penglihatan kanak kanak
 
V5_Petunjuk teknis Pengisian Usulan Alat Kesehatan melalui aplikasi.pptx
V5_Petunjuk teknis Pengisian Usulan Alat Kesehatan melalui aplikasi.pptxV5_Petunjuk teknis Pengisian Usulan Alat Kesehatan melalui aplikasi.pptx
V5_Petunjuk teknis Pengisian Usulan Alat Kesehatan melalui aplikasi.pptx
 
Pemeriksaan Refraksi-1.pptx
Pemeriksaan Refraksi-1.pptxPemeriksaan Refraksi-1.pptx
Pemeriksaan Refraksi-1.pptx
 

Recently uploaded

ANTIBIOTIK TOPIKAL Farmakologi Basic Dasar
ANTIBIOTIK TOPIKAL Farmakologi Basic DasarANTIBIOTIK TOPIKAL Farmakologi Basic Dasar
ANTIBIOTIK TOPIKAL Farmakologi Basic Dasar
MFCorp
 
PRESENTASI LAPORAN TUGAS AKHIR ASUHAN KEBIDANAN KOMPREHENSIF
PRESENTASI LAPORAN TUGAS AKHIR ASUHAN KEBIDANAN KOMPREHENSIFPRESENTASI LAPORAN TUGAS AKHIR ASUHAN KEBIDANAN KOMPREHENSIF
PRESENTASI LAPORAN TUGAS AKHIR ASUHAN KEBIDANAN KOMPREHENSIF
ratnawulokt
 
Slide 1. Analisis Obat-obat Analgetik.pptx
Slide 1. Analisis Obat-obat Analgetik.pptxSlide 1. Analisis Obat-obat Analgetik.pptx
Slide 1. Analisis Obat-obat Analgetik.pptx
FiikFiik
 
graves’ disease etiology, pathofisiology
graves’ disease etiology, pathofisiologygraves’ disease etiology, pathofisiology
graves’ disease etiology, pathofisiology
RheginaSalsabila
 
Gambaran Umum asuhan persalinan normal.ppt
Gambaran Umum asuhan persalinan normal.pptGambaran Umum asuhan persalinan normal.ppt
Gambaran Umum asuhan persalinan normal.ppt
ssusera85899
 
jejaring dan jaringan pkm 2019 presentasi
jejaring dan jaringan pkm 2019 presentasijejaring dan jaringan pkm 2019 presentasi
jejaring dan jaringan pkm 2019 presentasi
lala263132
 
Petunjuk teknis Aplikasi Indikator Nasional Mutu FKTP
Petunjuk teknis Aplikasi Indikator Nasional Mutu FKTPPetunjuk teknis Aplikasi Indikator Nasional Mutu FKTP
Petunjuk teknis Aplikasi Indikator Nasional Mutu FKTP
adhiwargamandiriseja
 
pemaparan PPT pneumonia untuk fakultas kedokteran
pemaparan PPT pneumonia untuk fakultas kedokteranpemaparan PPT pneumonia untuk fakultas kedokteran
pemaparan PPT pneumonia untuk fakultas kedokteran
hadijaul
 
v2 Intervensi serentak pencegahan stunting.pdf
v2 Intervensi serentak pencegahan stunting.pdfv2 Intervensi serentak pencegahan stunting.pdf
v2 Intervensi serentak pencegahan stunting.pdf
fritshenukh
 
Pengendalian Proses.pptx Mata kuliah manajemen mutu laboratorium
Pengendalian Proses.pptx Mata kuliah manajemen mutu laboratoriumPengendalian Proses.pptx Mata kuliah manajemen mutu laboratorium
Pengendalian Proses.pptx Mata kuliah manajemen mutu laboratorium
SyailaNandaSofiaWell
 
Desain Deskriptif Desain studi pada epidemiology bencana .pdf
Desain Deskriptif Desain studi pada epidemiology bencana .pdfDesain Deskriptif Desain studi pada epidemiology bencana .pdf
Desain Deskriptif Desain studi pada epidemiology bencana .pdf
arikiskandar
 
Hiv DAN AIDS dalam kehamilan-------------
Hiv DAN AIDS dalam kehamilan-------------Hiv DAN AIDS dalam kehamilan-------------
Hiv DAN AIDS dalam kehamilan-------------
nurulkarunia4
 
farmakologi antikoagulan presentasi.pptx
farmakologi antikoagulan presentasi.pptxfarmakologi antikoagulan presentasi.pptx
farmakologi antikoagulan presentasi.pptx
MuhammadAuliaKurniaw1
 
1.Kebutuhan Dasar Neonatus, Bayi, Balita, dan Anak Pra Sekolah.pptx
1.Kebutuhan Dasar Neonatus, Bayi, Balita, dan Anak Pra Sekolah.pptx1.Kebutuhan Dasar Neonatus, Bayi, Balita, dan Anak Pra Sekolah.pptx
1.Kebutuhan Dasar Neonatus, Bayi, Balita, dan Anak Pra Sekolah.pptx
LisnaKhairaniNasutio
 
pengukuran dan intervensi Serentak stunting.pdf
pengukuran dan intervensi Serentak stunting.pdfpengukuran dan intervensi Serentak stunting.pdf
pengukuran dan intervensi Serentak stunting.pdf
adwinhadipurnadi
 
Materi 5. Penjaminan Mutu Labkesmas.pptx
Materi 5. Penjaminan Mutu Labkesmas.pptxMateri 5. Penjaminan Mutu Labkesmas.pptx
Materi 5. Penjaminan Mutu Labkesmas.pptx
syam586213
 
farmakologi antikoagulan pada kasus kardiovaskular
farmakologi antikoagulan pada kasus kardiovaskularfarmakologi antikoagulan pada kasus kardiovaskular
farmakologi antikoagulan pada kasus kardiovaskular
MuhammadAuliaKurniaw1
 
Supracondyler humerus fracture modul.pdf
Supracondyler humerus fracture modul.pdfSupracondyler humerus fracture modul.pdf
Supracondyler humerus fracture modul.pdf
ortopedifk
 
Pengertian dan jenis obat antiparasit.pdf
Pengertian dan jenis obat antiparasit.pdfPengertian dan jenis obat antiparasit.pdf
Pengertian dan jenis obat antiparasit.pdf
ryskilahmudin
 
Cara Pembuatan Obat Tradisional Yang Baik_New.ppt
Cara Pembuatan Obat Tradisional Yang Baik_New.pptCara Pembuatan Obat Tradisional Yang Baik_New.ppt
Cara Pembuatan Obat Tradisional Yang Baik_New.ppt
andiulfahmagefirahra1
 

Recently uploaded (20)

ANTIBIOTIK TOPIKAL Farmakologi Basic Dasar
ANTIBIOTIK TOPIKAL Farmakologi Basic DasarANTIBIOTIK TOPIKAL Farmakologi Basic Dasar
ANTIBIOTIK TOPIKAL Farmakologi Basic Dasar
 
PRESENTASI LAPORAN TUGAS AKHIR ASUHAN KEBIDANAN KOMPREHENSIF
PRESENTASI LAPORAN TUGAS AKHIR ASUHAN KEBIDANAN KOMPREHENSIFPRESENTASI LAPORAN TUGAS AKHIR ASUHAN KEBIDANAN KOMPREHENSIF
PRESENTASI LAPORAN TUGAS AKHIR ASUHAN KEBIDANAN KOMPREHENSIF
 
Slide 1. Analisis Obat-obat Analgetik.pptx
Slide 1. Analisis Obat-obat Analgetik.pptxSlide 1. Analisis Obat-obat Analgetik.pptx
Slide 1. Analisis Obat-obat Analgetik.pptx
 
graves’ disease etiology, pathofisiology
graves’ disease etiology, pathofisiologygraves’ disease etiology, pathofisiology
graves’ disease etiology, pathofisiology
 
Gambaran Umum asuhan persalinan normal.ppt
Gambaran Umum asuhan persalinan normal.pptGambaran Umum asuhan persalinan normal.ppt
Gambaran Umum asuhan persalinan normal.ppt
 
jejaring dan jaringan pkm 2019 presentasi
jejaring dan jaringan pkm 2019 presentasijejaring dan jaringan pkm 2019 presentasi
jejaring dan jaringan pkm 2019 presentasi
 
Petunjuk teknis Aplikasi Indikator Nasional Mutu FKTP
Petunjuk teknis Aplikasi Indikator Nasional Mutu FKTPPetunjuk teknis Aplikasi Indikator Nasional Mutu FKTP
Petunjuk teknis Aplikasi Indikator Nasional Mutu FKTP
 
pemaparan PPT pneumonia untuk fakultas kedokteran
pemaparan PPT pneumonia untuk fakultas kedokteranpemaparan PPT pneumonia untuk fakultas kedokteran
pemaparan PPT pneumonia untuk fakultas kedokteran
 
v2 Intervensi serentak pencegahan stunting.pdf
v2 Intervensi serentak pencegahan stunting.pdfv2 Intervensi serentak pencegahan stunting.pdf
v2 Intervensi serentak pencegahan stunting.pdf
 
Pengendalian Proses.pptx Mata kuliah manajemen mutu laboratorium
Pengendalian Proses.pptx Mata kuliah manajemen mutu laboratoriumPengendalian Proses.pptx Mata kuliah manajemen mutu laboratorium
Pengendalian Proses.pptx Mata kuliah manajemen mutu laboratorium
 
Desain Deskriptif Desain studi pada epidemiology bencana .pdf
Desain Deskriptif Desain studi pada epidemiology bencana .pdfDesain Deskriptif Desain studi pada epidemiology bencana .pdf
Desain Deskriptif Desain studi pada epidemiology bencana .pdf
 
Hiv DAN AIDS dalam kehamilan-------------
Hiv DAN AIDS dalam kehamilan-------------Hiv DAN AIDS dalam kehamilan-------------
Hiv DAN AIDS dalam kehamilan-------------
 
farmakologi antikoagulan presentasi.pptx
farmakologi antikoagulan presentasi.pptxfarmakologi antikoagulan presentasi.pptx
farmakologi antikoagulan presentasi.pptx
 
1.Kebutuhan Dasar Neonatus, Bayi, Balita, dan Anak Pra Sekolah.pptx
1.Kebutuhan Dasar Neonatus, Bayi, Balita, dan Anak Pra Sekolah.pptx1.Kebutuhan Dasar Neonatus, Bayi, Balita, dan Anak Pra Sekolah.pptx
1.Kebutuhan Dasar Neonatus, Bayi, Balita, dan Anak Pra Sekolah.pptx
 
pengukuran dan intervensi Serentak stunting.pdf
pengukuran dan intervensi Serentak stunting.pdfpengukuran dan intervensi Serentak stunting.pdf
pengukuran dan intervensi Serentak stunting.pdf
 
Materi 5. Penjaminan Mutu Labkesmas.pptx
Materi 5. Penjaminan Mutu Labkesmas.pptxMateri 5. Penjaminan Mutu Labkesmas.pptx
Materi 5. Penjaminan Mutu Labkesmas.pptx
 
farmakologi antikoagulan pada kasus kardiovaskular
farmakologi antikoagulan pada kasus kardiovaskularfarmakologi antikoagulan pada kasus kardiovaskular
farmakologi antikoagulan pada kasus kardiovaskular
 
Supracondyler humerus fracture modul.pdf
Supracondyler humerus fracture modul.pdfSupracondyler humerus fracture modul.pdf
Supracondyler humerus fracture modul.pdf
 
Pengertian dan jenis obat antiparasit.pdf
Pengertian dan jenis obat antiparasit.pdfPengertian dan jenis obat antiparasit.pdf
Pengertian dan jenis obat antiparasit.pdf
 
Cara Pembuatan Obat Tradisional Yang Baik_New.ppt
Cara Pembuatan Obat Tradisional Yang Baik_New.pptCara Pembuatan Obat Tradisional Yang Baik_New.ppt
Cara Pembuatan Obat Tradisional Yang Baik_New.ppt
 

Skrining Tajam Penglihatan.pdf

  • 1. SCREENING TAJAM PENGLIHATAN Nova joko Pamungkas, A.Md.RO, SE, MM
  • 2. Portfolio Nova Joko Pamungkas, RO, SE, M.MKes, lahir di Surabaya, 27 November 1975 seorang tenaga kesehatan OPTOMETRIS yg saat ini Ketua Umum PP IROPIN Pengalaman Berorganisasi: § Pengurus Pusat (PP) Iropin 1998-2002 § Ketua Pengda Jawa Timur 2 Periode § Ketua Umum PP IROPIN 2021 - 2026 Pengalaman Kecakapan: § Team Penyusun Standar Pelayanan RO § Team Penyusun Item Development U-Kom & EK online § Team Penyusun S.O.P & Kredensialing RO § Team Penyusun Perda NO 14/2015 Tenaga Kesehatan § Team Penyususn PMK no 14/ 2021 Kegiatan Ijin Berusaha § Team Penyusun Per. Dir. BPJS Kesehatan 02/2020 § Team Penyusun Standar Profesi Optometris Indonesia § Narasumber & Instruktur Workshop kegiatan ilmiah § Assessor Kredensialing RO/ Optometris Pengalaman Kerja: § Dosen ARO Leprindo § Owner Optik Media
  • 3. Pasal 11 (4) Deteksi Dini dilaksanakan oleh tenaga kesehatan atau petugas terlatih/kader pada kelompok beresiko. Pasal 19 Sumber daya manusia sebagaimana dimaksud dalam pasal 18 huruf a meliputi tenaga kesehatan yg memiliki kompetensi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, tenaga nonkesehatan, dan masyarakat terlatih. BAB IV Penyelenggaraan Penanggulangan Gangguan Penglihatan: Promosi Kesehatan, Surveilans, Deteksi dini & Pemeriksaan Tajam penglihatan PMK 82/ 2020 Penanggulangan Gangguan Penglihatan & Gangguan Pendengaran
  • 4. KETENAGAAN TERSIER SEKUNDE R PRIMER KORNEA, LENSA DAN BEDAH REFRAKTIF 1. DOKTER - - + 2. DOKTER SPESIALIS MATA + + - 3. Dokter Spesialis Mata dengan kompetensi Khusus (seminat) + +/- - 4. DOKTER SUB SPESIALIS MATA + - - 5. DOKTER SPESIALIS MATA KONSULTAN +/- - - 6. REFRAKSIONIS OPTISIEN + + +/- 7. Perawat dengan kompetensi tambahan di bidang Kesehatan Mata + + - PENYELENGGARAAN PELAYANAN KESEHATAN MATA DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN PerMenkes 29/2016 BAB IV KETENAGAAN
  • 5. 5 PASAL ISI 5 PROSEDUR PENJAMINAN PELAYANAN REFRAKSI 1) Peserta yang membutuhkan Pelayanan Refraksi datang ke FKTP untuk mendapatkan pemeriksaan oleh dokter di FKTP sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 2) Dokter di FKTP dalam memberikan Pelayanan Refraksi sesuai kewenangan atau kompetensi dan kebutuhan medis Peserta termasuk memberikan resep kacamata kepada Peserta. 3) Dokter di FKTP dalam memberikan Pelayanan Refraksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dibantu oleh Refraksionis Optisien/Optometris sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 4) Dalam hal hasil Pelayanan Refraksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Peserta memerlukan pemeriksaan spesialistik atau memenuhi Kriteria Rujukan Gangguan Refraksi, FKTP merujuk ke FKRTL. 5) Kriteria Rujukan Gangguan Refraksi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan atau ketentuan yang ditetapkan oleh organisasi profesi. Poin penting: a. Dokter FKTP dapat dibantu RO mengacu pada PMK 29 Tahun 2016 b. Kriteria rujukan terdiri dari ukuran dioptri, Time, Age, Complication, dan Comorbidity Apabila memenuhi salah satu, maka dapat dirujuk ke FKRTL c. Kriteria rujukan wajib menjadi acuan FKTP saat melakukan rujukan ke FKRTL. PERATURAN BPJS KESEHATAN NOMOR 2 TAHUN 2020 Prosedur Ppelayanan Refraksi & Kacamata Pd FKTP dlm Program Jaminan Kesehatan
  • 6. Hermann Snellen • Lahir: 19 Februari 1834 • Wafat: 18 Januari 1908 • Oftalmologi Belanda • Memperkenalkan Snellen chart dalam penelitian tajam penglihatan (visual acuity/VA) pada tahun 1862.
  • 7. MAR (Minimum Angle Resolution) LogMAR (Logarithum of MAR) = 0
  • 8. 8 Pecahan Snellen Jarak pemeriksaan Jarak hurup terkecil yang terbaca Pecahan Snellen = Pecahan Snellen Jarak pemeriksaan = Jarak hurup terkecil yg terbaca & membentuk sudut 5 menit Pecahan Snellen = Jarak pemeriksaan Jarak hurup terkecil yg terbaca mata normal
  • 9. • 20/40 = jarak pemeriksaan 20 dan 40 jarak dimana dapat membacanya dan hurup membentuk sudut 1 menit. • Minimum separable - nya adalah 2 menit • Dinyatakan dalam bentuk besarnya sudut maka VA dinyatakan kemampuan mata membaca hurup atau mendeteksi celah 1 menit Snellen Visual Acuity Menurut Snellen, Visus dinyatakan dalam: V = d/D – V = Visus (Tajam-penglihatan) – d = jarak pemeriksaan, diukur dari letak Kartu Snellen dipasang hingga tempat pasien berada – D = besaran jarak dimana orang yang berpenglihatan normal dapat mengenali obyek Kartu Snellen tertentu membentuk jarak 1 menit.
  • 10. 60 m 200 feet 0.1 30 m 120 feet 0.2 20 m 80 feet 0.3 15 m 60 feet 0.4 12 m 40 feet 0.5 9 m 30 feet 0.6 7.5 m 25 feet 0.8 6 m 20 feet 1.0 5 m 15 feet 1.2 4 m 12 feet 1.5 3 m 10 feet 2.0 Visual acuity scales Foot Metre Decimal LogMAR 20/200 6/60 0.10 1.00 20/160 6/48 0.13 0.90 20/120 6/36 0.17 0.78 20/100 6/30 0.20 0.70 20/80 6/24 0.25 0.60 20/60 6/18 0.33 0.48 20/50 6/15 0.40 0.40 20/40 6/12 0.50 0.30 20/30 6/9 0.63 0.18 20/25 6/7.5 0.80 0.10 20/20 6/6 1.00 0.00 20/16 6/4.8 1.25 -0.10 20/12 6/3.6 1.67 -0.22 20/10 6/3 2.00 -0.30 LogMAR (logaritmic Minimum Angle Resolution
  • 11. Persiapan Sarana • Kartu Snellen ditempatkan pada jarak baku, diukur dari tempat Klien/ Pasien. • Penerangan kamar periksa = normal (80 – 320 cd/m²) • Persiapan Klien/ Pasien – Klien/ Pasien diminta menempatkan dirinya menghadap Optotip dengan jarak baku. Persiapan Alat • Optotype. • Chart Projector. • Pen Light. • Ruang dengan jarak baku. • Kursi pasien. • Penutup/ okluder (bisa juga menggunakan telapak tangan pasien). • Meteran.
  • 13. Metode Pemeriksaan Visus Untuk Anak • Preverbal: STYCAR, CATFORM DRUM, VEP Anak2 kecil yg bermain dg Mobil & kucing • 18 -24 bulan: Sheridan Gardiner Test, Cardiff Card • Adults: Snellen, LOGMAR • Contrast: PeliRobson Chart, Visitech
  • 14. Satuan yang Digunakan Snellen VA Dinyatakan dalam : • Metrik • Feet • Decimal Di Inggris dan Amerika Serikat menggunakan jarak pemeriksaan = 20 feet yang mana pada waktu dulu juga menggunakan jarak = 6 Meter. Di Eropa Barat digunakan jarak pemeriksaan = 6 Meter oleh Monoyer (1875) dan oleh Landolt (1899). Dalam International Ophthalmological Congress di Napels (1909), diambil kesepakatan, jarak pemeriksaan terpendek yang memenuhi syarat adalah = 5 Meter. Bila kurang dari 5 Meter dianjurkan menggunakan cermin pemantul.
  • 15. • Baris paling atas terdiri dari 1 buah obyek, dengan inisial V = 6/60 atau 5/50 atau 20/200 atau 0.10. • Baris ke-2 dari atas terdiri dari 2 buah obyek, dengan inisial V = 6/36 atau 5/30 atau 20/120 atau 0.17. • Baris ke-3 dari atas terdiri dari 3 buah obyek, dengan inisial V = 6/24 atau 5/20 atau 20/80 atau 0.25. • Baris ke-4 dari atas terdiri dari 4 buah obyek, dengan inisial V = 6/18 atau 5/15 atau 20/60 atau 0.33. • Baris ke-5 dari atas terdiri dari 5 buah obyek, dengan inisial V = 6/12 atau 5/10 atau 20/40 atau 0.50. • Baris ke-6 dari atas terdiri dari 6 buah obyek, dengan inisial V = 6/9 atau 5/7.5 atau 20/30 atau 0.66. • Baris ke-7 dari atas terdiri dari 7 buah obyek, dengan inisial V = 6/6 atau 5/5 atau 20/20 atau 1.00. • Baris ke-8 dari atas terdiri dari 8 buah obyek, dengan inisial V = 6/5*(6/48) atau 5/4 atau 20/20⁺ (20/16) atau 1.25.
  • 16. Persiapan Responden/ Klien/ Pasien • Responden diminta menempatkan dirinya menghadap Optotyp dengan jarak baku. • Minta kepada Responden untuk menutupi mata kirinya dengan menggunakan telapak tangan kiri, tanpa menekan bolamata. Perlu untuk dicermati agar Responden tidak mengintip melalui celah-celah jari tangannya. • Dengan menggunakan mata kiri Responden yang dalam keadaan terbuka, minta kepadanya untuk mengenali Kartu Snellen mulai dari baris paling atas dengan obyek yang paling besar hingga baris dibawahnya dengan obyek yang lebih kecil, semampu Responden mengenali obyek yang paling kecil. • Catat sampai sejauh mana Responden dapat mengenali Kartu Snellen dengan benar. • Demikian selanjutnya minta kepada Responden untuk menutup mata kanannya dengan menggunakan telapak tangan kanan, tanpa menekan bolamata kanan. • Dengan menggunakan mata kanan Responden yang dalam keadaan terbuka, minta kepadanya untuk mengenali Kartu Snellen mulai dari baris paling atas dengan obyek yang paling besar hingga baris dibawahnya dengan obyek yang lebih kecil, semampu Responden mengenali obyek yang paling kecil. • Catat sampai sejauh mana Responden dapat mengenali Kartu Snellen dengan benar.
  • 17. Pemeriksaan Visus Jauh • Kartu Snellen ditempatkan pada jarak baku, diukur dari tempat Responden/ Klien/ Pasien. • Kepada Responden/ Klien/ Pasien diperlihatkan Kartu Snellen yang besar ukuran obyeknya berbeda-beda, dari yang paling besar ukurannya hingga yang paling kecil.
  • 18. Penulisan Visus Jauh • Minta kepada Responden untuk mengenali Kartu Snellen mulai dari baris paling atas. • Apabila Responden mampu mengenali Kartu Snellen hingga baris ke-2 dari atas dengan baik dan benar, maka Visus dinyatakan = 6/36 atau 5/30 atau 20/120 atau 0.17 • Apabila Responden mampu mengenali Kartu Snellen baris ke-3 dari atas, akan tetapi terdapat 1 kesalahan dalam mengenalinya, maka Visus dinyatakan = 6/24 atau 5/20 atau 20/80 atau 0.25 • Tetapi apabila terjadi 2 kesalahan dalam mengenali baris ke-3 dari atas tersebut, maka Visus dinyatakan = 6/36 atau 5/30 atau 20/120 atau 0.17. • Dalam hal ini, kesalahan yang terjadi lebih banyak dari pada yang benar, dimana baris ke-3 terdiri dari 3 buah obyek, yang benar = 1, sedangkan yang salah = 2 • Apabila Responden mampu mengenali Kartu Snellen baris ke-4 dari atas, akan tetapi terdapat 2 kesalahan dalam mengenalinya, maka Visus dinyatakan = 6/12 atau 5/10 atau 20/40 atau 0.50 • Dalam keadaan seperti ini, yang benar sebanding dengan yang salah, dimana penulisan Visus mengacu filosofi perhitungan optimistis. • Apabila Responden mampu mengenali Kartu Snellen baris ke-5 dari atas, akan tetapi terdapat 3 kesalahan, yangmana berarti juga terdapat 2 yang benar dalam mengenalinya, maka Visus dinyatakan = 6/18 atau 5/15 atau 0.33. Dalam hal ini yang benar lebih sedikit dibandingkan dengan yang salah. • Demikian selanjutnya minta kepada Responden untuk mengenali baris-baris berikutnya. Apabila Responden mampu mengenali ³ ½ jumlah obyek pada baris yang sama, Visus dinyatakan dengan angka pada baris tersebut.
  • 19. • Apabila Responden tidak mampu mengenali Kartu Snellen Baris paling atas (dengan obyek yang paling besar), Visus dtentukan dengan menggunakan Hitungan Jari (Fingers Counting) dengan “D = 60”. • Kepada Responden diperlihatkan Jari-jari tangan dan diminta untuk mengenali dan menghitung jari tangan pemeriksa yang diperlihatkannya, dimulai dengan jarak dekat terlebih dulu. • Apabila Responden mampu menghitung jari tangan dengan baik dan benar • Pada jarak 0.5 Meter, maka Visus dinyatakan = 0.5/60 atau = 0.01 • Pada jarak 1 Meter, maka Visus dinyatakan = 1/60 atau = 0.02 • Pada jarak 2 Meter, maka Visus dinyatakan = 2/60 atau = 0.03 • Pada Jarak 3 Meter, maka Visus dinyatakan = 3/60 atau = 0.05 • Pada Jarak 4 Meter, maka Visus dinyatakan = 4/60 atau = 0.07 • Pada Jarak 5 Meter, maka Visus dinyatakan = 5/60 atau = 0.08 • Pada jarak 6 Meter, maka Visus dinyatakan = 6/60 atau = 0.10 • Apabila Responden tidak mampu menghitung jari-tangan walau dengan jarak yang sangat dekat (< 0.5 Meter), maka untuk menentukan Visus, kita gunakan gerakan/ lambaian tangan (Hand Movement) dengan D = 300. Kepada Responden diminta untuk mengenali gerakan tangan pemeriksa yang diperlihatkan kepadanya, dimulai dengan jarak dekat ( ± 1 Meter).
  • 20. • Apabila Responden mampu mengenali adanya gerakan tangan dan mampu menyatakan arah gerakan tangan dengan baik dan benar, maka Visus dinyatakan = ¹/₃₀₀ pb (proyeksi positif) • Apabila Responden hanya mampu mengenali adanya gerakan, tanpa dapat menyatakan arah gerakan tangan, maka Visus dinyatakan = ¹/₃₀₀ proyeksi negatif. • Apabila Responden tidak mampu mengenali adanya gerakan tangan, walau dengan jarak paling dekat, maka untuk menentukan Visus kita gunakan cahaya lampu senter. • Apabila Responden mampu mengenali adanya sumber cahaya dari lampu senter dan mampu menyatakan posisi dari sumber cahaya tadi dengan baik dan benar, maka Visus dinyatakan = ¹/~ proyeksi positif. • Apabila Responden hanya mampu mengenali adanya sumber cahaya dari lampu senter, akan tetapi tidak mampu menyatakan posisi dari sumber cahaya tadi, maka Visus dinyatakan = ¹/~ proyeksi negatif. • Apabila Responden tidak mampu mengenali adanya sumber cahaya dari lampu senter, maka Visus dinyatakan = 0.
  • 21.
  • 22. The VAR score provides a simple method for scoring logMAR charts. VAR = 100 – 50 logMAR Visual Acuity Rating (VAR)
  • 23. Sekretariat PP IROPIN Jalan Asem Baris Raya No. 6A, RT 07/013, Kebon Baru, Tebet, Jakarta Selatan 12830 Hotline +62812 8222 0972 https://api.whatsapp.com/send/?phone=6281282220972&text=IROPIN e-Mail : sekretariat@iropin.org Website : https://iropin.org Terima Kasih