Penjernihan Air Limbah Domestik pada Lingkungan Universitas Sumatera UtaraNur Rohim
Sebuah gagasan pemanfaatan limbah perairan lingkungan Universitas Sumatera Utara dengan menggunakan teknologi sederhana. Menuju lingkungan yang sehat dan meningkatkan kepedulian serta kreativitas mahasiswa.
Penjernihan Air Limbah Domestik pada Lingkungan Universitas Sumatera UtaraNur Rohim
Sebuah gagasan pemanfaatan limbah perairan lingkungan Universitas Sumatera Utara dengan menggunakan teknologi sederhana. Menuju lingkungan yang sehat dan meningkatkan kepedulian serta kreativitas mahasiswa.
Tumbuhan sebagai bioindikator pencemaran lingkunganAri Sugiarto
Beberapa jenis tumbuhan yang digunakan sebagai bioindikator pencemaran lingkungan (pencemaran air, pencemeran tanah, dan pencemaran udara) memiliki kemampuan dalam mendetekdi atau mengukur tingkat pencemaran lingkungan yang terdapat di suatu kawasan.
Tumbuhan sebagai bioindikator pencemaran lingkunganAri Sugiarto
Beberapa jenis tumbuhan yang digunakan sebagai bioindikator pencemaran lingkungan (pencemaran air, pencemeran tanah, dan pencemaran udara) memiliki kemampuan dalam mendetekdi atau mengukur tingkat pencemaran lingkungan yang terdapat di suatu kawasan.
Pengolahan sampah akan memberikan perbaikan dalam kebersihan lingkungan di kawasan Pantai baru sebanyak 55% dan perbaikan pelayanan sampah sebanyak 65%. Pengolahan sampah akan memberikan manfaat positif sebanyak 80% tidak terjadinya penumpukan sampah dan sebanyak 20% memberikan edukasi kepada masyarakat Kawasan Pantai Baru.
Penjelasan yang masih mendasar mengenai pencemaran laut di Indonesia dan beberapa fakta terkait dengan bahari dan kemaritiman di negeri merah putih. Ayo sadari, sayangi, dan beSemoga bermanfaat :)
Untuk mendukung keberhasilan produksi budidaya ikan laut, selain pengendalian hama dan penyakit ikan, kesehatan lingkungan juga menjadi salah satu faktor penting yang harus dikelola dengan baik. Saat ini, kecenderungan terjadinya penurunan kualitas lingkungan budidaya ikan laut tidak hanya disebabkan oleh kegiatan budidaya itu sendiri, namun juga dapat dipengaruhi oleh berbagai kegiatan industri, pertambangan hingga aktivitas rumah tangga. Pada kajian ini, objek penelitian lebih difokuskan kepada hasil keputusan Mahkamah Agung terhadap dua gugatan Class action masyarakat akibat penambangan bauksit yang tidak bertanggung jawab di Pulau Bintan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengamati faktor-faktor pendukung keberhasilan gugatan perdata class action akibat aktifitas pertambangan. Data dianalisis dengan studi pengamatan langsung dan pencermatan dokumen dengan membandingkan hasil keputusan dua gugatan class action yang dilakukan oleh masyarakat pembudidaya ikan di Pulau Bintan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor analisa parameter air laut pada laboratorium yang sudah terakreditasi dan kelengkapan administrasi usaha budidaya memiliki pengaruh yang sangat signifikan terhadap keberhasilan gugatan perdata class action. Hasil penelitian juga menunjukkan dampak penurunan produksi dan peningkatan angka pengangguran akibat menurunnya aktivitas produksi di dua lokasi yang terkena dampak cemaran limbah. Namun demikian, kondisi ini memberikan pemahaman positif di kalangan pembudidaya tentang tahapan audit lingkungan yang harus dilakukan berdasarkan standard dan acuan mutu yang memilki kekuatan hukum di muka pengadilan.
Kegiatan perikanan budidaya dikenal baik
menjadi penyumbang utama terhadap peningkatan tingkat limbah organik dan bahan
beracun dalam industri budidaya. Seiring dengan perkembangan budidaya perikanan yang
intensif di Cina, menimbulkan kekhawatiran tentang kemungkinan dampak dari limbah
budidaya yang semakin meningkat baik terhadap produktivitas internal sistem budidaya dan
terhadap ekosistem perairan yang ada di sekitarnya. Oleh karena itu, jelas bahwa proses
pengelolaan limbah yang sesuai sangat diperlukan untuk pengembangan budidaya
perikanan yang berkelanjutan. Tinjauan ini bertujuan untuk mengidentifikasi status terkini
perikanan budidaya dan produksi limbah perikanan budidaya di Cina
Similar to Optimalisasi kualitas air_melalui_sistem_filterisasi_cartridge_anion_kation_dan_ lampu_ uv_terintegr (20)
Graduate school is known to be much more intensive than undergraduate work, so it is important that students develop good time management skills. We know that in graduate study, there are so many assignments, project work, appointment with professor or instructor. Therefore, the application of Higher Levels of Thinking (HOTs) are more important than Lower level of thinking (LOTs). HOTS require that we apply the facts that we learn. These skills are commonly defined based on Bloom's Taxonomy, which examines and categorizes different levels of thinking and HOTS include with: analysis, evaluation and creation
In order to promote HOTS, graduate students must not only have a basic knowledge and comprehension of concepts but be able to apply what they are learning through an activities.
Critical reading involves presenting a reasoned argument that evaluates and analyses what you have read. Being critical, therefore - in an academic sense - means advancing your understanding, not not to find fault, but also want to assess the strength of the evidence and the argument.
Group projects can help students develop a host of skills that are increasingly important in the professional world. Positive group experiences have been shown to contribute to student learning, improve the communication skills, discussion, solve the problem and support the succesfull study, especially in the graduate study
The new skills and knowledge that you gain from your graduate education can improve your ability to do your best in work and obtained a better position, means that you will have more opportunities to improve your career
Nervous Necrosis Virus (NVV) and Iridovirus infection is known to cause mass mortality in marine aquaculture fish species. Monitoring activity which become one of main responsibilities of Batam Mariculture Development Center was carried out to detect the occurrence of NNV and Iridovirus in mariculture production units. Sampling was performed by using purposive sampling method and analyzed both in field and laboratory. Furthermore, water quality were also collected to gain the quality profile and interview was performed to gain prime information about the application of health management practices. Based on polymerase chain reaction followed by Insulated isothermal PCR analysis method, we investigated the occurrence of positive NNV in tiger grouper Epinephelus fuscoguttaus cultured in Batam and positive indication of Iridovirus in humpback grouper Cromileptes altivelis cultured in Teluk Mandeh and Asian Sea bass Lates calcarifer in Kota Baru-South Borneo. Water quality analysis showed that the environmental quality still appropiriate for mariculture activities and not become a trigger for the emergence of NNV and Iridovirus disease outbreaks. Although the origin of NNV and Iridovirus are difficult to trace, evidence showed that some infection may have been contributed by the importation of fish fingerlings from other regions. Currently, effective treatment for NNV and Iridovirus still need further study hence strict biosecurity application need to be carried out in order to control the spread of virus in the fish stocks
We investigated the effects of fish protein hydrolysate (FPH) on zootechnical performance and immune response of the Asian Seabass Lates calcarifer Bloch. Experimental fish were fed with 3 diets: a local commercial diet (control), coated or not, with 2 and 3% FPH (w/w). Twelve thousand Asian Seabass juveniles (5.88±0.56 g) were divided into three groups and two replicates reared in nursery tanks (2000 L). The remaining fish were then used for grow-out experiment in floating net cages (1m x 1 m x 3 m). Zootechnical performances were assessed at both stages with following indicators: total weight gain (TWG), % relative weight gain (% RWG), % specific growth rate (% SGR), final weight (g) and final length (cm). At the end of each trial period, fish immune status was assessed through blood sampling and the measurement of Neutrophile (%), Monocyte (%), Lymphocyte (%), Macrophage (105 cell/mL), Leukocyte (103 cell/mL) and Phagocytes activity (%). At the end of the nursery trial, an immersion bacterial challenge with Vibrio parahaemolyticus (105 cells mL-1) was implemented. The results showed that dietary FPH supplementation significantly influenced the growth and immune status of Asian Seabass when compared to the control group. Fish fed FPH supplemented diet yielded higher growth rates and survival rates than non supplemented group. Fish phagocytic activity and resistance to a bacterial challenge were also improved by dietary FPH supplementation. These results may be related to the significant changes observed in fish leukocyte profiles, when fed FPH supplemented diets. Altogether, these results show the positive contribution of FPH to the sustainability of Asian seabass farming.
Nervous Necrosis Virus (NVV) and Iridovirus infection is known to cause mass mortality in marine aquaculture fish species. Monitoring activity which become one of main responsibilities of Batam Mariculture Development Center was carried out to detect the occurrence of NNV and Iridovirus in mariculture production units. Sampling was performed by using purposive sampling method and analyzed both in field and laboratory. Furthermore, water quality were also collected to gain the quality profile and interview was performed to gain prime information about the application of health management practices. Based on polymerase chain reaction followed by Insulated isothermal PCR analysis method, we investigated the occurrence of positive NNV in tiger grouper Epinephelus fuscoguttaus cultured in Batam and positive indication of Iridovirus in humpback grouper Cromileptes altivelis cultured in Teluk Mandeh and Asian Sea bass Lates calcarifer in Kota Baru-South Borneo. Water quality analysis showed that the environmental quality still appropiriate for mariculture activities and not become a trigger for the emergence of NNV and Iridovirus disease outbreaks. Although the origin of NNV and Iridovirus are difficult to trace, evidence showed that some infection may have been contributed by the importation of fish fingerlings from other regions. Currently, effective treatment for NNV and Iridovirus still need further study hence strict biosecurity application need to be carried out in order to control the spread of virus in the fish stocks.
Kota Batam merupakan wilayah kepulauan yang memiliki beberapa tujuan wisata yang menarik untuk dikunjungi. Bila selama ini, Batam cukup dikenal dengan wisata alam ke Jembatan Barelang (baca: Jembatan Raja Haji Fisabilillah) atau menyusuri sejarah perjuangan para pengungsi Vietnam yang terdampar di pulau Galang, maka kini Batam layak untuk direkomendasikan sebagai daerah dengan wisata pantai yang cukup indah dan salah satunya adalah di kawasan wisata pantai Nongsa.
Kegiatan pemantauan ini bertujuan untuk menilai kondisi kualitas perairan, penyakit dan kelayakan usaha budidaya di sentra produksi ikan lele Pancur Tower, Kelurahan Sungai Beduk, Kotamadya Batam. Pengamatan dilakukan pada tanggal 22 April 2015 di dua lokasi budidaya yang fokus pada pengembangan usaha budidaya ikan lele. Pengambilan sampel air dilakukan dengan metoda gabungan tempat (integrated) berdasarkan SNI No.6989.57:2008 untuk parameter pH, salinitas, suhu, kedalaman, ammonia (NH3), nitrit (NO2), posfat (PO4) dan kekeruhan. Metoda pemantauan juga dilakukan dengan metoda wawancara untuk mendapatkan informasi terkini tentang pengelolaan budidaya ikan. Hasil pemantauan menunjukkan bahwa pH berada pada kisaran 7,2 – 7,5, salinitas 0 ‰ dan Nitrit < <0.1 /><0.1 mg/L. Meanwhile Ammonia (NH3) ranged from 0,03 – 2,88 mg/L, Posphate (PO4) 0,355 mg/L, temperature ranged from 30,5 – 31,3 ⁰C and turbidity 16,27 – 39,85 NTU become a limited factor in order to support the production. The microbiology test showed that fish are free from bacteria infection, but positively infected by Dactylogyrus sp. The distribution of Aeromonas vaccine and the application of filterisation system are urgently needed in order to increase the production
Key words: Pancur Tower, Water quality, Dactylogyrus sp, Vaccine, Filterisation System
Konsep Blue Economy yang diperkenalkan oleh Gunter Pauli sangat menarik untuk dipahami dan diterapkan, khususnya oleh Provinsi Kepulauan Riau yang memiliki karakteristik sebagai wilayah kepulauan dengan potensi kelautan yang cukup besar namun minim lahan untuk pertanian. Implementasi Blue economy dapat menjadi solusi bagi Pemerintah Daerah untuk memenuhi kebutuhan pangan yang semakin meningkat serta mewujudkan penguatan ekonomi masyarakat melalui berbagai aktivitas di bidang kelautan. Secara garis besar, konsep ini menawarkan paradigma pembangunan sektor kelautan dengan pemanfaatan sumber daya alam secara bertanggungjawab dan berkelanjutan melalui penerapan industri yang bersifat tanpa limbah (Zero waste) dan efisien. Penerapan konsep Blue economy ini semakin menggema sejak disepakati oleh 21 Negara Asia Pasifik sebagai fokus kerjasama kemitraan negara APEC yang tertuang dalam Deklarasi Xianmen melalui Pertemuan Tingkat Menteri Kelautan APEC Keempat (The 4th APEC Ocean-related Ministerial Meeting/AOMM4). Dalam pertemuan tersebut, dihasilkan kesepakatan bahwa penerapan konsep Blue economy akan lebih difokuskan kepada 3 bidang kerjasama, diantaranya: (1) Konservasi ekosistem laut dan pesisir, (2) keamanan pangan dan perdagangan, serta (3) pengembangan ilmu kelautan dan inovasi teknologi.
Model implementasi Blue Economy yang meliputi promosi Good Ocean Governance, pengembangan wilayah Blue Economy, dan model investasi Blue Economy menuju penggunaan sumber daya alam yang lebih efisien telah berhasil diimplementasikan di beberapa negara, seperti: China, Korea Selatan dan Kanada dan mampu meningkatkan pendapatan masyarakat dan menciptakan lapangan kerja secara berkelanjutan. Penerapan konsep ini di Indonesia juga dapat dilihat melalui pilot project Kementerian Kelautan dan Perikanan bekerjasama dengan Food and Agriculture Organization (FAO) di kawasan industry laut Nusa-penida Bali. Hasil yang diperoleh dari implementasi konsep ini dinilai sangat baik karena mampu mengintegrasikan berbagai sektor produksi dan limbah yang dihasilkan, seperti kotoran dari unit produksi sapi, babi dan aktivitas budidaya ikan dapat dimanfaatkan untuk peningkatan produksi rumput laut.
Penyakit ikan saat ini telah menjelma menjadi salah satu faktor pembatas dalam keberlanjutan usaha budidaya perikanan. Tindakan pengendalian dan penangulangan penyakit yang tepat dapat membantu meminimalisir tingkat kerugian ekonomi dan meningkatkan tingkat kelulushidupan ikan budidaya
Kegiatan pemantauan ini bertujuan untuk menilai kondisi kualitas perairan, penyakit dan kelayakan usaha budidaya di wilayah Pulau Nguan, Kelurahan Galang Baru, Kotamadya Batam. Pengamatan dilakukan pada tanggal 25 Maret 2015 di dua lokasi budidaya yang fokus pada pengembangan usaha budidaya ikan laut. Pengambilan sampel air dilakukan dengan metoda gabungan tempat (integrated) berdasarkan SNI No.6989.57:2008 untuk parameter pH, salinitas, suhu, kedalaman, ammonia (NH3), nitrit (NO2), posfat (PO4) dan kekeruhan. Metoda pemantauan juga dilakukan dengan metoda wawancara untuk mendapatkan informasi terkini tentang pengelolaan budidaya ikan. Hasil pemantauan menunjukkan bahwa pH berada pada kisaran 8,01 – 8,03, salinitas 33 ‰, Nitrit < <0.1 /><0,009 /><0,033 mg/L dan suhu berada pada kisaran 30,1 – 30,2 ⁰C. Sementara kedalaman dan kekeruhan menjadi faktor pembatas dalam mendukung optimalisasi produksi. Hasil uji mikrobiologi menunjukkan bahwa ikan budidaya bebas dari infeksi parasit dan virus, namun positif terinfeksi oleh bakteri Vibrio spp. Adanya upaya untuk penerapan biosekuriti dan teknologi budidaya di kedua lokasi pemantauan menjadikan Pulau Nguan sangat berpotensi sebagai sentra produksi budidaya ikan laut di Kota Batam
Kata kunci: Pulau Nguan, Kualitas Air, Mikrobiologi, Cara Budidaya Ikan yang Baik
Kita tentu berharap, dalam skala daerah, Provinsi Kepri juga ikut turut andil dalam mewujudkan peningkatan produksi untuk penyediaan bahan baku pangan baik ditingkat lokal, nasional maupun internasional. Hal ini menjadi sangat vital mengingat di tahun 2015, Kepri menjadi salah satu “pintu gerbang” pelaksanaan AFTA yang pastinya akan menghadirkan persaingan ketat di pasar lokal. Kita berharap di tahun 2015, yang juga manjadi tahun pergantian Kepala Daerah, akan menghasilkan pemimpin dengan visi visi dan pengetahuan kemaritiman yang kuat serta berani menjadikan sektor perikanan budidaya sebagai pondasi pembangunan ekonomi. Bila ini mampu diwujudkan, tentu kasus impor lele Malaysia yang dianggap lebih murah tidak akan terjadi lagi dan produk perikanan budidaya kita mampu menjadi raja dan dikonsumsi di negeri sendiri***
Kegiatan pemantauan ini bertujuan untuk menilai kondisi kualitas perairan, penyakit dan kelayakan usaha budidaya di Desa Tanjung Banon, Kelurahan Sembulang, Batam. Pengamatan dilakukan pada bulan Februari 2015 di tiga lokasi budidaya dan dua diantaranya adalah unit produksi ikan laut. Pengambilan sampel air dilakukan dengan metoda gabungan tempat (integrated) berdasarkan SNI No.6989.57:2008 untuk parameter pH, salinitas, suhu, kedalaman, ammonia (NH3), nitrit (NO2), posfat (PO4) dan kekeruhan. Metoda pemantauan juga dilakukan dengan metoda wawancara untuk mendapatkan informasi terkini tentang pengelolaan budidaya ikan. Hasil pemantauan menunjukkan bahwa kedalaman air memiliki level yang rendah untuk budidaya ikan laut dan kekeruhan cukup tinggi untuk media persiapan produksi. Untuk budidaya ikan laut, pH berada pada kisaran 7,67-7,69, suhu 29,2⁰C, salinitas 30 ‰ dan kekeruhan 2,28-2,65 NTU. Sementara untuk media persiapan air tawar, pH 7,25, suhu 29,8⁰C, salinitas 0 ‰ dan kekeruhan 22,6 NTU. Secara umum, untuk seluruh lokasi parameter NO2, NH3 dan PO4 berada di bawah limit deteksi. Tidak adanya aplikasi biosekuriti, penerapan cara budidaya ikan yang baik serta terlalu bergantungnya masyarakat terhadap bantuan benih dan berbagai sarana produksi menjadikan aktivitas budidaya perikanan di Desa Tanjung Banon menjadi tidak berkelanjutan
Kata kunci: Tanjung Banon, Kualitas Air, Biosekuriti, Cara Budidaya Ikan yang Baik
Penelitian ini bertujuan untuk menguji efektivitas suplementasi protein hidrolisis pada pakan terhadap respons
kekebalan tubuh dan performa pertumbuhan ikan kakap putih Lates calcarifer. Penelitian dilakukan di dua fase
pemeliharaan, yakni fase pendederan dan perbesaran dengan menggunakan rancangan acak lengkap. Penelitian ini
menggunakan tiga perlakuan dan masing–masing perlakuan memiliki tiga ulangan, dengan deskripsi perlakuan
adalah kontrol, aplikasi 3% dan 2% protein hidrolisis. Uji tantang dilakukan dengan menggunakan Vibrio
parahaemolyticus pada konsentrasi 105 sel/mL dengan metode perendaman. Hasil analisa respons kekebalan
tubuh menunjukkan bahwa neutrofil, leukosit, dan monosit pada kelompok ikan yang mendapatkan aplikasi
protein hidrolisis meningkat secara nyata dibandingkan kontrol (p<0,05).><0,05).><0,05)><0,05).
Kata kunci: kakap putih, protein hidrolisis, pertumbuhan, sistem kekebalan tubuh
Kegiatan pemantauan kawasan budidaya dan penyakit ikan merupakan salah satu perangkat yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi data hasil produksi dan informasi yang relevan tentang keragaan/dinamika penyakit tertentu pada suatu ”lokasi” sebagai akibat dari fluktuasi beberapa parameter kualitas lingkungan budidaya. Dari hasil pemantauan yang dilakukan di Selat Nenek, Kelurahan Temoyong diketahui bahwa kondisi kualitas air cukup optimal untuk produksi ikan laut, Sementara hasil analisa penyakit menunjukkan bahwa terdapat infeksi parasit Diplectanum spp dan infeksi bakteri Vibrio sp sebagai dampak sistem budidaya yang dilakukan. Hasil wawancara juga menunjukkan bahwa masyarakat sangat antusias untuk melakukan pengembangan produksi budidaya dengan disertai dukungan oleh pemerintah daerah
Balai Perikanan Budidaya Laut Batam
Alternative strategies for minimizing the detrimental effects of bacterial infection and prevention of diseases in aquaculture are necessary since the ongoing efficacy of antibiotics is proving to be unsustainable. One of the most promising approach is the use of aqua herbal conditioners to stimulate the immune system of fish to allow them to fight off infections. In this study, the protective effect of aqua herbal conditioners produced from, mainly, mangrove and neem plant extracts in marine fish, was tested on Asian Seabass Lates calcarifer and Silver Pompano Trachinotus blochii at 8-10 g of weight size. Challenge tests were performed by immersion with two pathogenic bacteria: Vibrio harveyi and Vibrio parahaemolyticus, at a concentration of 105 cells ml-1 for 60 minutes after 12 h, 24 h and 36 h conditioning treatment. The experimental trial show that after 72 h, commercially available aqua herbal conditioners (AquaHerb) was able to significantly increase the percentage survival of L. calcarifer and T. blochii and reduces their susceptibilityto the V.harveyi and V.parahaemolyticus. Significantly higher leukocytesnumber, monocyte, neutrophil andphagocyticindexwere detected in all conditioning group for Silver Pompano and Asian Seabass. These results suggest that the combination of herbal extracts together with other trace elements contained in AquaHerb were able to act as immunostimulants and appear to improve the immune status and disease resistance of Asian Seabass and Silver Pompano.
Kelompok II Diklat Pengendali Hama dan Penyakit Ikan (PHPI) Angkatan 2014, terdiri dari: (1). Romi Novriadi, S.Pd.Kim., M.Sc (2) Corina Siringoringo, S.St.Pi. (3) Niezha Eka Putri, S.Si. (4) Dody Yunianto, S.Si. (5) Awal Junaid, S.Pi. (6) Indra Purwanto, S.Pi (7) Oxye Mitchel S.Pi dan (8) M. Arwin, S.Pi
In the present study, the protective effect of herbal-based conditioners as an immunostimulants was tested on tiger grouper (Epinephelus fuscoguttatus) juvenile at various times of their culture period to enhance their resistance against bacterial infection. The trial comprised of a single formulation of herbal-based bioconditioners with scheduled water changes during the treatment. Three period of exposure (6 h, 12 h and 24 h) with herbal-based bioconditioners as well as a control are performed in completely randomized design of experiment followed by a challenge test using single pathogenic bacteria: Vibrio parahaemolyticus at concentration of 105 cells ml-1. Percentage survival and host-pathogen interaction were determined at the end of exposure and challenge test. Various challenge tests showed that herbal-based bioconditioners (AquaHerb) significantly increase the percentage survival (P<0.05)><0.05). In addition, tiger grouper immune system performance was found to be better than in the control group. Finally, by combining the positive impact of herbal-based Bioconditioners, this prophylactic approach can become a very effective alternatives to the use of antibiotics and other synthetic compounds.
Key Words: Herbal-based bioconditioners, V. parahaemolyticus, Tiger grouper, Percentage survival
More from Ministry of Marine Affairs and Fisheries, Republic of Indonesia (20)
Sebuah buku foto yang berjudul Lensa Kampung Ondel-Ondelferrydmn1999
Indonesia, negara kepulauan yang kaya akan keragaman budaya, suku, dan tradisi, memiliki Jakarta sebagai pusat kebudayaan yang dinamis dan unik. Salah satu kesenian tradisional yang ikonik dan identik dengan Jakarta adalah ondel-ondel, boneka raksasa yang biasanya tampil berpasangan, terdiri dari laki-laki dan perempuan. Ondel-ondel awalnya dianggap sebagai simbol budaya sakral dan memainkan peran penting dalam ritual budaya masyarakat Betawi untuk menolak bala atau nasib buruk. Namun, seiring dengan bergulirnya waktu dan perubahan zaman, makna sakral ondel-ondel perlahan memudar dan berubah menjadi sesuatu yang kurang bernilai. Kini, ondel-ondel lebih sering digunakan sebagai hiasan atau sebagai sarana untuk mencari penghasilan. Buku foto Lensa Kampung Ondel-Ondel berfokus pada Keluarga Mulyadi, yang menghadapi tantangan untuk menjaga tradisi pembuatan ondel-ondel warisan leluhur di tengah keterbatasan ekonomi yang ada. Melalui foto cerita, foto feature dan foto jurnalistik buku ini menggambarkan usaha Keluarga Mulyadi untuk menjaga tradisi pembuatan ondel-ondel sambil menghadapi dilema dalam mempertahankan makna budaya di tengah perubahan makna dan keterbatasan ekonomi keluarganya. Buku foto ini dapat menggambarkan tentang bagaimana keluarga tersebut berjuang untuk menjaga warisan budaya mereka di tengah arus modernisasi.
Sebagai salah satu pertanggungjawab pembangunan manusia di Jawa Timur, dalam bentuk layanan pendidikan yang bermutu dan berkeadilan, Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur terus berupaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan masyarakat. Untuk mempercepat pencapaian sasaran pembangunan pendidikan, Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur telah melakukan banyak terobosan yang dilaksanakan secara menyeluruh dan berkesinambungan. Salah satunya adalah Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) jenjang Sekolah Menengah Atas, Sekolah Menengah Kejuruan, dan Sekolah Luar Biasa Provinsi Jawa Timur tahun ajaran 2024/2025 yang dilaksanakan secara objektif, transparan, akuntabel, dan tanpa diskriminasi.
Pelaksanaan PPDB Jawa Timur tahun 2024 berpedoman pada Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 1 Tahun 2021 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru, Keputusan Sekretaris Jenderal Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi nomor 47/M/2023 tentang Pedoman Pelaksanaan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 1 Tahun 2021 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru pada Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas, dan Sekolah Menengah Kejuruan, dan Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 15 Tahun 2022 tentang Pedoman Pelaksanaan Penerimaan Peserta Didik Baru pada Sekolah Menengah Atas, Sekolah Menengah Kejuruan dan Sekolah Luar Biasa. Secara umum PPDB dilaksanakan secara online dan beberapa satuan pendidikan secara offline. Hal ini bertujuan untuk mempermudah peserta didik, orang tua, masyarakat untuk mendaftar dan memantau hasil PPDB.
1. OPTIMALISASI KUALITAS AIR MELALUI SISTEM
FILTERISASI CARTRIDGE ANION KATION DAN
LAMPU UV TERINTEGRASI
MAKALAH
Oleh :
ROMI NOVRIADI (PHPI Pelaksana Lanjutan)
MUH KADARI (Perekayasa Utama)
FERNANDO J.S (Perekayasa Pertama)
KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN
DIREKTORAT JENDERAL PERIKANAN BUDIDAYA
BALAI BUDIDAYA LAUT BATAM
2010
2. OPTIMALISASI FILTERISASI MELALUI SISTEM CARTRIDGE ANION
KATION DAN LAMPU UV TERINTEGRASI
Oleh :
Romi Novriadi*, Muh Kadari, Fernando, J.S
Balai Budidaya Laut Batam
Jl. Barelang Raya Jembatan III, Pulau Setokok-Batam
PO BOX 60 Sekupang, Batam – 29422
E-mail : Romi_bbl@yahoo.co.id
ABSTRAK
Air merupakan kebutuhan utama dan sangat penting untuk mendukung
keberlangsungan seluruh proses kehidupan di bumi, khususnya bagi
organisme akuatik. sehingga tidak akan ada kehidupan seandainya di bumi
ini tidak ada air. Dewasa ini, air menjadi masalah yang perlu mendapatkan
perhatian serius. Untuk mendapatkan air yang baik sesuai dengan standar
tertentu, saat ini menjadi barang yang mahal, karena air sudah banyak
tercemar oleh bermacam-macam limbah dari berbagai hasil kegiatan
manusia. Sehingga terjadi degradasi baik terhadap kualitas maupun
kuantitasnya.
Salah satu teknik yang telah dilakukan untuk mendapatkan air yang
sesuai khususnya bagi media pemeliharaan ikan adalah dengan
menggunakan sistem filterisasi dengan Cartridge anion kation dan lampu UV
terintegrasi. Sistem filterisasi ini memadukan antara sistem Mekanik, Kimiawi
dan Ultraviolet. Fungsi dari sistem mekanik adalah untuk memisahkan
material padatan dari air secara fisika (berdasarkan ukurannya) dengan cara
menangkap/menyaring material-material tersebut sehingga tidak lagi
dijumpai terapung/melayang di dalam air, sementara sistem kimiawi yang
menggunakan cartridge anion kation, zeolit dan arang aktif memiliki peranan
untuk : Serapan, Pertukaran Ion, dan Jerapan. Dan untuk sistem Ultraviolet
memiliki fungsi menghilangkan kandungan jasad renik dan mikroba dalam air
yang melewati sistem Ultraviolet tersebut.
Hasil analisa menunjukkan bahwa sistem filter dengan cartridge anion
kation dan lampu UV terintegrasi ini cukup efektif untuk menghasilkan kualitas
air yang optimal bagi budidaya perikanan. dengan kemampuan mereduksi
beberapa unsur yang bersifat toksik dan mengganggu bagi organisme
akuatik. Dari hasil perekayasaan menunjukkan bahwa sistem ini dapat
mereduksi keberadaan NH3 dan NO3 sebanyak 78.58–100% dan 58,33-
86,36%, Mereduksi kekeruhan dan TDS dalam air sebanyak :92,75-98.12%
dan 71,59-77,1%. Dan mereduksi keberadaan jumlah Total Bakteri Umum
sebanyak 72.81-83,1 %.
Kata kunci : Pencemaran, Kualitas Air, Anion Kation, Ultraviolet
3. OPTIMALIZATION FILTERING THROUGH THE ANIONS CATIONS
CARTRIDGE SYSTEM AND INTEGRATED UV LIGHTS
By:
Romi Novriadi*, Muh Kadari, Fernando, J.S
Mariculture Centre Development of Batam
Jl. Raya Barelang, 3rd Bridges, Setokok-Batam Island
PO BOX 60 Sekupang, Batam - 29422
E-mail: Romi_bbl@yahoo.co.id
ABSTRACT
Water is an essential requirement and is essential to support the
sustainability of the whole process of life on earth, especially to aquatic
organisms. so that there would be no life on earth if there is no water. Today,
the water becomes a problem that needs serious attention. To get good water
in accordance with certain standards, is now an expensive item, because the
water has been polluted by a lot of variety of wastes from various results of
human activity. Resulting in degradation of both the quality and quantity.
One technique that has been done to obtain the appropriate water
especially for the fish rearing media is to use filtering with the anion cation
Cartridgesystem and integrated with UV lamp. This filtering system combines
the Mechanical, Chemical and Ultraviolet filtering system. the mechanical
system function is to separate the solid material from the water (by size) by
capture / filter out these materials so they no longer found floating in the
water, while the chemical system that uses anion cation cartridge, zeolite and
activated charcoal has a role to: absorption, Ion Exchange, and adsorption.
And for Ultraviolet systems has function to eliminate the microorganisms and
microbial content in the water that passes through the ultraviolet system.
The observation result showed that the anion kation cartridge filter
system with integrated UV lamp is quite effective to produce the optimal water
quality for aquaculture. with the capabilities to reduced few elements that are
toxic and interfere the aquatic organisms. From the engineering results show
that this system can reduce the presence of NH3 and NO3 78.58 to 100% and
58.33 to 86.36%, The reduction of turbidity and TDS in the water as much as :
92,75 98,12% and 71.59 to 77.1 %. And reduce the presence of the total
bacteria number until 72.81 - 83,1%.
Key words: Pollution, Water Quality, Cation Anion, Ultraviolet Integrated
4. BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Budidaya ikan baik di laut, danau, sungai maupun di tambak sangat
dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Disamping itu juga bergantung kepada
tingkat teknologi budidaya yang dikuasai. Dengan wilayah perairan di
Indonesia yang sangat luas serta memiliki kondisi lingkungan perairan yang
beraneka ragam sehingga untuk pengembangan budidaya ikan memerlukan
pendekatan yang berbeda-beda pula. Disinilah letak pentingnya identifikasi
awal kondisi lingkungan sebelum memulai usaha budidaya perikanan.
Air sebagai media hidup ikan sering berfluktuasi, baik yang bersifat
harian maupun musiman, kadang-kadang ditemukan kondisi yang ekstrim.
Fluktuasi faktor-faktor yang terdapat di dalam air akan sangat mempengaruhi
kehidupan organisme, khususnya organisme akuatik. Pengaruh yang
disebabkan tersebut akan berdampak kepada proses-proses fisiologis,
tingkah laku dan mortalitas. Untuk dapat mengurangi pengaruh-pengaruh
buruk oleh faktor lingkungan tersebut, maka diperlukan sebuah sistem untuk
dapat meningkatkan dan mempertahankan kualitas air sebagai media hidup
ikan.
Berdasarkan data bulanan dan tahunan yang dimiliki oleh penulis,
diketahui bahwa terdapat fluktuasi pada unsur Nitrogen dan derivatnya (Nitrit,
Nitrat, dan Amoniak), Posfat, dan Jumlah Total Bakteri yang ada di perairan.
Kondisi ini juga dibarengi dengan meningkatnya tingkat kekeruhan serta
kandungan logam berat yang terlarut didalam air. Fluktuasi unsur N dan P
diasumsikan berasal dari akumulasi limbah buangan budidaya sebagai salah
satu penyumbang unsur N dan P melalui feces dan sisa pakan. Selain hal
tersebut tekstur substrat dasar perairan yang terdiri atas lumpur
menyebabkan banyaknya partikel terlarut dan tersuspensi di dalam air,
sehingga media pemeliharaan menjadi lebih cepat kotor. Permasalahan
lingkungan ini masih ditambah dengan buangan limbah rumah tangga,
industri dan pertambangan. Sebagai salah satu pusat Industri, Batam
tentunya menghasilkan limbah dalam jumlah yang cukup besar.
Untuk mengantisipasi hal tersebut, maka penulis dengan dibantu oleh
beberapa staff dari Balai Budidaya Laut Batam mencoba merancang sebuah
sistem filterisasi yang ekonomis namun efektif dan efisien. Sistem ini disebut
dengan Sistem Filterisasi dengan Anion Kation dan lampu UV (Ultraviolet)
terintegrasi. Sistem ini merupakan perpaduan antara sistem mekanik dengan
kimiawi, dimana bahan-bahan yang digunakan adalah Anion kation yang
berfungsi sebagai pengikat ion positif dan negatif, Zeolit sebagai adsorben
dimana Zeolit merupakan salah satu mineral yang banyak terkandung di bumi
Indonesia yang pemanfaatannya belum maksimal. Dengan Bentuk kristal
zeolit relatif teratur dengan rongga yang saling berhubungan ke segala arah
menyebabkan permukaan zeolit menjadi sangat luas sehingga sangat baik
digunakan sebagai adsorben (Arnelli dkk, 1999). Bahan lain yang digunakan
adalah Arang aktif sebagai Cleaner dan Lampu UV (Ultraviolet) untuk
mengurangi keberadaan jumlah bakteri yang ada di dalam air.
5. I.2 Permasalahan
Berdasarkan latar belakang yang telah disampaikan diatas, maka
beberapa permasalahan yang diambil pada perekayasaan ini adalah :
1. Berapa persen penurunan unsur N dan P beserta derivatnya dengan
menggunakan sistem filterisasi dengan cartridge anion kation dan lampu
UV terintegrasi ini ?
2. Berapa persen penurunan Jumlah Total Bakteri yang dihasilkan oleh
sistem filterisasi ini ?
3. Bagaimana relevansi kualitas air yang dihasilkan oleh sistem filterisasi ini
bila dibandingkan dengan Baku Mutu Untuk Biota Laut berdasarkan
Kep.Men LH No.54/2004.
I.3 Hipotesis
Diduga bahwa akumulasi kegiatan budidaya perikanan, kegiatan rumah
tangga, industri dan pertambangan telah menyebabkan degradasi kualitas
lingkungan perairan sehingga diperlukan sebuah sistem filterisasi untuk
meningkatkan dan mempertahankan optimalisasi kualitas perairan.
I.4 Tujuan
Perekayasaan ini bertujuan untuk :
1. Mengetahui pengaruh penggunaan filterisasi anion kation dan lampu UV
terintegrasi terhadap Unsur Nitrogen dan derivatnya (NO2, NO3 dan NH3)
didalam air.
2. Mengetahui pengaruh sistem filterisasi ini terhadap tingkat kekeruhan dan
jumlah Total Bakteri di dalam air.
3. Menghasilkan teknologi aplikatif yang efektif dan ekonomis bagi
masyarakat pembudidaya ikan.
6. BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
III.1 Waktu dan Tempat
Perekayasaan optimalisasi kualitas air melalui sistem filterisasi dengan
cartridge anion kation dan lampu Ultraviolet terintegrasi ini dilaksanakan
di Balai Budidaya Laut Batam, dimulai dari tanggal 5 Oktober 2009 s/d
22 Desember 2009.
Namun untuk aplikasi alat ini akan terus digunakan dengan disertai
proses perawatan melalui mekanisme Backwash , pencucian bahan dan
pergantian bahan filter.
III.2 Alat dan bahan
III.2.1Alat
Tabung pipa PVC diamater 10” Buret
Tabung + Lampu Ultraviolet Statif dan Klem
pH meter model HACH SensIon Beaker glass
DO meter model Oxyguard Erlenmeyer
HACH DR/890 Kolorimeter Cawan Petri
HANNA C203 Ion Spektrometer Oven
Nephelometer Turbidity Unit Inkubator
Nephelometer Turbidity Unit Jarum Ose
Colony counter Hot plate
Elbow 2” Corong
Stop kran 2” Botol sampel
Drat luar dan dalam 2” Water sampling unit
Botol cartridge Ember
Alat bor lengkap Bak pemeliharaan ikan
III.2.2Bahan
Zeolit PCA (Plate Count Agar)
Arang Aktif Free chlorine reagen
Anion Kation Posphat Low Range reagen
Batu karang Free chlorine reagen for HANNA
Sponge NaOH 0,1 N
Ammonia salycilate reagen HCl 0,1 N
Ammonia cyanurate reagen KCl 0,2 N
NitraVer reagen CH3COOH 0,5 N
NitriVer reagen Indikator Phenolphtalein
pH Buffer 7.00 Indikator Metil Orange
pH Buffer 4.00 H2SO4 4 N
pH Buffer 10.00 HNO3 4 N
7. III.2.3 Prosedur Percobaan
a. Pembuatan dan penyiapan rancangan sistem filterisasi.
Rancangan cartridge Pembuatan cartridge
Rancangan sistem filterisasi dengan cartridge anion kation dan lampu
Ultraviolet terintegrasi ini dilaksanakan pada minggu pertama dan kedua di
Bulan Oktober 2009. seluruh rancangan memperhatikan letak bahan
filterisasi dalam sistem sehingga dapat sesuai dengan fungsi bahan filter
tersebut. Rancangan sistem ini dipersiapkan untuk mentreatment air pada
2(dua) bak pemeliharaan dengan masing-masing Volume 5 ton air. Untuk
itu pada rancangan ini sangat diteliti besaran air Input dan besaran air
Output yang dihasilkan. Jumlah volume air yang dihasilkan untuk masing-
masing bak disesuaikan pada 20-25 Liter/menit. Jumlah ini sesuai dengan
volume air yang dibutuhkan untuk pemeliharaan ikan dalam bak. Pada
sistem ini juga dirancang mekanisme backwash yang terletak dibagian
bawah sistem, sehingga ketika proses penyiphonan ataupun pencucian
bak berlangsung, sistem ini dapat juga dibersihkan secara bersamaan.
Sehingga pada kesimpulannya, Rancangan sistem filterisasi ini
diusahakan dapat efisein, ekonomis dan seefektif mungkin.
b. Penentuan letak bahan filter.
Filter dengan sistem Cartridge Anion Kation dan lampu Ultraviolet
terintegrasi ini merupakan sistem filter kombinasi yakni Filter Mekanik,
Kimiawi dan Ultraviolet. Dikatakan Filter Mekanik, karena menggunakan
bahan dasar untuk memisahkan material padatan dari air secara fisika
(berdasarkan ukurannya) dengan cara menangkap/menyaring material-
material tersebut sehingga tidak lagi dijumpai dalam keadaan
terapung/melayang. Dalam hal ini yang digunakan adalah batuan karang.
Dan disebut Filter Kimiawi karena memiliki fungsi sebagai (1) Serapan, (2)
Pertukaran Ion, dan (3) Jerapan. Untuk itu pada sistem filterisasi ini
digunakan Anion Kation, Zeolit dan Arang Aktif. Dan pada akhirnya
seluruh air yang dihasilkan akan dibersihkan lagi dari keberadaan bakteri
dengan menggunakan filter Ultraviolet.
8. Secara umum letak bahan filter dapat dilihat pada gambar berikut :
Dari gambar tersebut, secara harfiah dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Air masuk (Lihat tanda panah) melalui sebuah cartridge yang didalamnya
berisikan anion dan kation. Disini akan terjadi proses pertukaran ion,
dimana dimana ion-ion yang terjerap pada suatu permukaan media filter
ditukar dengan ion-ion lain yang berada di dalam air. Proses ini
dimungkinkan melalui suatu fenomena tarik menarik antara permukaan
media bermuatan dengan molekul-molekul bersifat polar. Apabila suatu
molekul bermuatan menyentuh suatu permukaan yang memiliki muatan
berlawanan maka molekul tersebut akan terikat secara kimiawi pada
permukaan tersebut. Pada kondisi tertentu molekul-molekul ini dapat
ditukar posisisnya dengan molekul lain yang berada dalam air yang
memiliki kecenderungan lebih tinggi untuk diikat.
2. Selanjutnya air keluar dari cartridge dan masuk ke dalam tahapan pertama
sistem filterisasi yakni, batuan karang aktif. Disini filter memainkan
peranan filter mekanik, dimana terjadi proses pemisahan material
padatan dari air secara fisika (berdasarkan ukurannya) dengan cara
menangkap/menyaring material-material tersebut.
3. Dari tahapan pertama air kemudian naik lagi ke tahapan kedua, yakni
lapisan batuan Zeolit. Disini terjadi sebuah proses pengikatan zat mikro
dan racun yang masih terlarut contohnya nitrit, nitrat maupun amoniak
4. Dari tahapan kedua, air naik terus keatas memasuki tahapan filterisasi
ketiga yang berisikan Arang aktif. Pada lapisan ini masih merupakan
sistem filterisasi kimia yang memiliki fungsi selain sebagai penjernih /
Cleaner, penghilang rasa, warna dan bau juga dapat berfungsi untuk
menghilangkan unsur-unsur toksik seperti unsur Nitrogen dan derivat-
derivatnya.
5. Setelah ditreatment dengan perlakuan mekanik dan kimiawi, maka
selanjutnya air dari atas (lihat tanda panah) masuk ke dalam tabung UV
(ultraviolet) untuk mereduksi jumlah bakteri total yang ada didalam air dan
selanjutnya air masuk ke dalam bak pemeliharaan ikan.
9. C. Analisa kualitas air yang dihasilkan oleh sistem filterisasi
Untuk mengetahui optimalisasi kualitas air yang dihasilkan oleh sistem
filterisasi ini, maka dilakukan analisa kualitas air terhadap air yang
dihasilkan oleh sistem filterisasi ini. Sebagai perbandingan, dilakukan uji
kualitas air terhadap air terhadap sumber air yang sama tetapi tanpa
melalui sistem filterisasi ini (Kontrol). Sampling dilakukan sebanyak 1 x
dalam seminggu dan dilakukan mulai dari Tanggal 19 Oktober 2009 s/d 14
Desember 2009. yang berarti terdapat 9 (sembilan) x kegiatan sampling.
Parameter yang dianalisa meliputi : TDS (Total Dissolved Solid), NH3,
NO2, NO3, pH, Oksigen terlarut, salinitas, Kekeruhan, dan Total Bakteri
Umum. Seluruh parameter diuji di Laboratorium Penguji Balai Budidaya
Laut Batam, hanya untuk kekeruhan dan TDS, pengujian dilakukan di
Laboratorium Lingkungan Surveyor Indonesia.
d. Perawatan alat Sistem Filterisasi
Perawatan sistem filterisasi melalui cartridge anion kation dan lampu
Ultraviolet terintegrasi ini sangat penting dilakukan demi keberlanjutan dan
keawetan alat filterisasi ini. Pemeliharaan dapat dilakukan dengan dua
tahap : yakni tahap 1) Perawatan harian, yakni dilakukan dengan
melakukan backwash agar sisa-sisa kotoran yang mengendap dapat
mengalir keluar. Dan tahap 2) Pencucian bahan filter, dapat dilakukan
secara berkala, namun disarankan untuk pemakaian harian dilakukan
pembersihan 1x dalam 45 hari. Pencucian ini dimaksudkan agar kotoran-
kotoran yang terjerembab atau ada di pori-pori bahan filter dapat
dibersihkan. Setelah proses pembersihan selesai, maka seluruh bahan
dapat dimasukkan kembali ke dalam tabung filterisasi dengan harapan
kembali efektif seperti keadaan awal pemakaian.
Dengan perawatan yang baik, rutin dan terencana, filter diprediksi
dapat digunakan selamanya.
10. BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1 Hasil
1. Analisa pH (derajat keasaman) Dan Oksigen Terlarut
HASIL UJI
TANGGAL TEST RESULT
ANALISA Setelah Filter Air Kontrol
pH D.O (mg/l) pH D.O (mg/l)
19 Oktober 7,94 5,7 7,89 5,3
26 Oktober 8,02 5,8 7,95 5,5
2 November 7,95 5,9 7,97 5,5
9 November 7,98 5,4 7,93 5,4
16 November 7,95 6,1 8,01 5,7
23 November 7,89 5,8 7,92 5,3
30 November 7,93 5,7 7,95 5,2
7 Desember 8,02 5,9 7,96 5,4
14 Desember 7,95 5,8 7,94 5,6
Grafik Perbandingan nilai pH (derajat keasaman)
8.05
8
Nilai pH
7.95 pH Setelah filter
7.9 pH air kontrol
7.85
7.8
kt kt ov ov Nov Nov Nov es es
O O N N D D
19 26 2- 9- 16- 23- 30- 7 4
1
Tanggal sampling
Grafik Perbandingan Oksigen Terlarut
6.2
6
Konsentrasi D.O
5.8
5.6
Nilai DO Setelah filter
5.4
Nilai DO Kontrol
5.2
5
4.8
4.6
kt kt ov ov Nov Nov Nov es es
O O -N N D D
19 26 2 9- 16- 23- 30- 7 14
Tanggal Sampling
11. 2. Analisa Kekeruhan dan TDS (Total Dissolved Solid)
HASIL UJI
TANGGAL TEST RESULT
ANALISA Setelah Filter Air Kontrol
Kekeruhan TDS Kekeruhan TDS
(NTU) (mg/l) (NTU) (mg/l)
19 Oktober 0,05 10.2 0.58 33,2
26 Oktober 0,05 9.8 0,63 30,4
2 November 0,03 9.5 0.57 35,1
9 November 0,02 8.4 0,56 29,8
16 November 0,03 8.5 0,61 27,4
23 November 0,03 7.4 0,63 30,9
30 November 0,01 7.8 0,58 32,6
7 Desember 0,02 6.3 0,53 31,8
14 Desember 0,02 6.9 0,69 35,9
Sumber : Laboratorium Surveyor Indonesia
Grafik Perbandingan Nilai Kekeruhan/Turbiditas
0.8
Konsentrasi Kekeruhan
0.7
0.6
Kekeruhan setelah
0.5
(NTU)
filter
0.4
Kekeruhan air kontrol
0.3
0.2
0.1
0
2-Nov
9-Nov
16-Nov
23-Nov
30-Nov
19 Okt
26 Okt
7 Des
14 Des
Tanggal Sampling
Grafik Perbandingan Nilai TDS
40
35
Nilai TDS (mg/l)
30
25
TDS setelah filter
20
TDS Air Kontrol
15
10
5
0
kt kt ov ov Nov Nov Nov es Des
O O N N D
19 26 2- 9- 16- 23- 30- 7 14
Tanggal Sampling
12. 3. Analisa Konsentrasi NH3 dan NO3
HASIL UJI
TANGGAL TEST RESULT
ANALISA Setelah Filter Air Kontrol
NH3 NO3 NH3 NO3
(mg/l) (mg/l) (mg/l) (mg/l)
19 Oktober 0.03 0.15 0.14 0.29
26 Oktober 0.01 0.12 0.12 0.31
2 November 0.01 0.09 0.05 0.28
9 November 0 0.07 0.08 0.35
16 November 0 0.11 0.09 0.36
23 November 0 0.08 0.11 0.28
30 November 0.01 0.08 0.07 0.22
7 Desember 0 0.09 0.06 0.25
14 Desember 0 0.03 0.09 0.25
Grafik Perbandingan Nilai NH3
0.16
0.14
Nilai NH3 (mg/l)
0.12
0.1
NH3 Setelah filter
0.08
NH3 Air Kontrol
0.06
0.04
0.02
0
kt kt ov ov ov ov ov es es
O O -N 9-N 6-N 3-N 0-N 7 D 4 D
19 26 2 1 2 3 1
Tanggal Sampling
Grafik Perbandingan Nilai NO3
0.4
Konsentrasi NO3 (mg/l)
0.35
0.3
0.25
NO3 setelah filter
0.2
NO3 Air Kontrol
0.15
0.1
0.05
0
kt kt ov ov ov ov ov e s es
O O -N N N N N D D
19 26 2 9- 16 - 23- 30 - 7 14
Tanggal Sampling
13. 4. Analisa Total Bakteri Umum
TANGGAL HASIL UJI
ANALISA PARAMETER TBU (CFU/ml)
Setelah Filter Air Kontrol
19 Oktober 9,3 x 102 1,19 x 103
26 Oktober 8,6 x 102 1,67 x 103
2 November 7,44 x 102 4,16 x 103
9 November 6,93 x 102 7,2 x 102
16 November 7,58 x 102 5,5 x 103
23 November 5,9 x 102 10,19x103
30 November 7,1 x 102 38,7x102
7 Desember 6,6 x 102 43,9x102
14 Desember 6,35 x 102 21,7x102
Grafik Perbandingan Jumlah Total Bakteri Umum
dalam perairan
60
Jumlah TBU (x100)
50
40
TBU setelah filter
30
TBU air kontrol
20
10
0
19 26 2- 9- 16- 23- 30- 7 14
Okt Okt Nov Nov Nov Nov Nov Des Des
Tanggal Sampling
Catatan : Air diambil setelah filter selesai dihidupkan ± 15 menit setiap pagi jam
08.00 WIB.
IV.2 Pembahasan
Sistem Filterisasi dengan Cartridge Anion Kation dan Lampu UV
Terintegrasi ini merupakan sistem filterisasi kombinasi, yakni antara sistem
filterisasi Mekanik, kimiawi dan Ultraviolet. Sistem ini diharapkan dapat
menjadi solusi terbaik bagi pembudidaya untuk mendapatkan alat yang
efektif untuk menghasilkan kualitas air yang optimal namun dengan harga
yang terjangkau dan ekonomis.
Dari hasil pengamatan yang dilakukan selama Sembilan minggu,
terdapat perbedaan yang cukup signifikan antara air setelah melalui system
filterisasi ini bila dibandingkan dengan air control tanpa melalui system
filterisasi dengan cartridge anion kation dan lampu UV terintegrasi ini.
14. Untuk parameter umum seperti pH dan D.O (kandungan oksigen terlarut)
tidak terdapat fluktuasi yang nyata diantara keduanya. Namun konsentrasi
D.O pada air setelah melalui system filterisasi selama 9 minggu pengamatan
selalu lebih baik bila dibandingkan dengan air kontrol. Hal ini dimungkinkan
terjadi karena sistem pengeluaran air yang dibuat melalui rongga-rongga
pada pipa menyebabkan terjadinya perpecahan pada ikatan kimia air.
Sehingga menyebabkan air ketika keluar dari sistem filterisasi ini menjadi
lebih mudah untuk mengikat ion O2 yang ada di udara ( Ralph H Petrucci,
1989).
Sedangkan pada parameter Kekeruhan dan TDS terdapat perbedaan
yang cukup nyata. Rentang nilai kekeruhan pada air yang melewati system
filterisasi ini selama 9 minggu pengamatan berada pada rentang 0,01 – 0,05
NTU sementara pada air control berada pada rentang 0,53 – 0,69 NTU. hal ini
berarti terjadi reduksi kekeruhan dalam air sebesar 92,75 - 98.12%.
sementara untuk nilai TDS (Total Dissolved Solid), untuk air yang melewati
system filterisasi, konsentrasi TDS yang dihasilkan adalah : 6,3 – 10,2 mg/l
sementara pada air kontrol : 27,4 – 35,9. hal ini berarti system filterisasi ini
telah mereduksi partikel padatan terlarut sebanyak 71,59 - 77,1%. Hal ini
dimungkinkan terjadi karena system ini memiliki system filterisasi mekanik
yang dapat memisahkan material padatan dari air secara fisika (berdasarkan
ukurannya) dengan cara menangkap/menyaring material-material tersebut
sehingga tidak lagi dijumpai dalam keadaan terapung/melayang. Dalam hal ini
bahan yang digunakan adalah batuan karang dan sponge penyerap pada
bagian atas filter.
Pada parameter NH3 (Amoniak) dan NO3 (Nitrat) yang dianalisa selama
pengamatan, perbedaan diantara air setelah filter dengan air control terdapat
perbedaan yang begitu mencolok. Dimana diperoleh data pada air setelah
melewati sistem filterisasi memiliki konsentrasi NH3 : 0 – 0,03 mg/l. sementara
pada air kontrol : 0,05 – 0,14 mg/l. artinya terjadi reduksi unsur NH3 sebanyak
78.58 – 100%. Sementara untuk parameter NO3 pada air yang melewati
system filterisasi ini berada pada konsentrasi : 0,03-0,15 mg/l, sedangkan air
control memiliki rentang 0,22 – 0,36 mg/l. artinya terjadi reduksi sebanyak :
58,33 - 86,36%. Pengurangan unsure Nitrogen dan derivatnya ini (NH3 dan
NO3) dimungkinkan terjadi karena system Kimiawi dapat berjalan dengan baik
dimana dengan menggunakan Anion Kation, Zeolit dan arang aktif, maka
terjadi sebuah proses pengikatan zat mikro dan racun yang masih terlarut,
seperti Nitrit, Nitrat dan Amoniak.
Untuk jumlah Total Bakteri Umum (TBU) yang telah dianalisa, jumlah
TBU pada air setelah melalui system filterisasi ini adalah 5,9 x 102 – 9,3 x 102.
sementara pada air kontrol adalah : 21,7x102 - 5,5 x 103. hal ini berarti terjadi
reduksi pada jumlah total bakteri sebanyak 72.81 – 83,1 %. Keadaan ini
diperoleh karena adanya filterisasi Ultraviolet pada tahap akhir system
filterisasi ini.
Berdasarkan data analisa tersebut diatas, maka diperoleh sebuah
kesimpulan bahwa Sistem Filterisasi dengan cartridge anion kation dan lampu
UV terintegrasi ini cukup efektif dan efisien dalam menghasilkan kualitas air
yang optimal untuk budidaya perikanan.
15. BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
V.1 Kesimpulan
1. Sistem Filterisasi dengan Cartridge Anion Kation dan lampu UV
terintegrasi ini merupakan sistem filterisasi kombinasi, karena
memadukan Sistem Mekanik, Kimiawi dan Ultraviolet.
2. Sistem Filterisasi dengan Cartridge Anion Kation dan lampu UV
terintegrasi cukup efektif dalam menghasilkan kualitas air yang optimal
bagi budidaya perikanan.
3. Sistem Filterisasi ini cukup efektif dalam mengurangi kadar unsur
toksik seperti NH3 dan NO3 melalui sistem kimiawi sebesar 78.58–
100% dan 58,33- 86,36%.
4. Sistem Filterisasi ini cukup efektif dalam mengurangi nilai kekeruhan
dan TDS dalam air melalui sistem Mekanik sebesar 92,75-98.12%. dan
71,59 - 77,1%.
5. Sistem Filterisasi ini cukup efektif dalam mengurangi Jumlah Total
Bakteri Umum dalam air melalui sistem Ultraviolet sebesar 72.81 –
83,1 %.
V.2 Saran
1. Perlu dilakukan uji statistik tentang efektivitas lama penggunaan lampu
UV terhadap keberadaan jumlah bakteri yang dihasilkan.
2. Perlu dilakukan kajian lanjutan terhadap kemampuan sistem untuk
mereduksi beberapa parameter lain, seperti unsur logam-logam berat
yang terlarut dalam air.
16. VI. DAFTAR PUSTAKA
Clarke, R. and M. Beveridge. 1989. Off shore fish farming. Infofish
International, 3 (89) : 12 – 15.
Dahuri, R. 2003. Paradigma baru pembangunan Indonesia berbasis
kelautan. Orasi ilmiah : Guru besar tetap bidang pengelolaan sumber
daya pesisir dan lautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut
Pertanian Bogor.
Honma, A. 1993. Aquaculture in Japan. Japan FAO Association. Baji
Chikusan-Kaikan, 1-2 Kanda Surugadai, CVhiyoda-Ku, Japan.
Jusuf, G.D.H. dan V.P.H. Nikijuluw. 1999. Arah kebijaksanaan dan strategi
diseminasi teknologi dan penelitian budidaya laut dan pantai dalam A.
Sudrajat, E. S.Heruwati, J. Widodo dan A. Poernomo (Penyunting).
Prosiding Seminar Nasional Penelitian dan Diseminasi Teknologi
Budidaya laut dan Pantai di Jakarta Tanggal 2 Desember 1999.
Badan Litbang Pertanian, Puslitbang Perikanan bekerjasama dengan
JICA
Kurnia, agus, 2006, Saatnya Indonesia menerapkan budidaya ikan ramah
lingkungan (2), artikel
Lee, C.S. 1997. Constraints and government intervention for the
development of aquaculture in developing countries. Aquaculture
Economics and Managements, 1(1) : 65 – 71.
Maan, M., Bachrein dan M. Rochiyat. 1999. Diseminasi teknologi budidaya
laut dan pantai dalam A. Sudrajat, E. S.Heruwati, J. Widodo dan A.
Poernomo (Penyunting). Prosiding Seminar Nasional Penelitian dan
Diseminasi Teknologi Budidaya laut dan Pantai di Jakarta 2
Desember 1999. Badan Litbang Pertanian, Puslitbang Perikanan
bekerjasama dengan JICA.
Nikijuluw, Victor P.H., 2002. Rezim Pengelolaan Sumberdaya Perikanan.
Pusat Pemberdayaan dan Pembangunan Daerah dan PT. Pustaka
Cidesindo. Jakarta.
Petrucci H.R, 1989, Kimia Dasar- Prinsip dan Terapan Modern, Edisi Ke-
empat, Jilid Ke-1, Penerbit Erlangga, Jakarta.
Sugama, K. 1999. Inventarisasi dan identifikasi teknologi budidaya laut dan
pantai yang telah dikuasai untuk diseminasi dalam A. Sudrajat, E.
S.Heruwati, J. Widodo dan A. Poernomo (Penyunting). Prosiding
Seminar Nasional Penelitian dan Diseminasi Teknologi Budidaya laut
dan Pantai di Jakarta Tanggal 2 Desember 1999. Badan Litbang
Pertanian, Puslitbang Perikanan bekerjasama dengan JICA
www.O-fish.com/ water quality. htm
www.O-fish.com/ filter mekanik.htm
www.O-fish.com/ filter kimia.htm
www.O-fish.com/ filter ultraviolet.htm