Tulisan ini membahas tentang hukum Islam di Indonesia dari perspektif tradisi, pemikiran, politik hukum, dan produk hukum. Dinamika politik hukum Islam dipengaruhi oleh perubahan rezim dari Orde Lama ke Orde Baru pada tahun 1960-an, di mana Orde Baru menerapkan kebijakan modernisasi yang lebih banyak mengadopsi gaya Barat. Elite politik Islam berperan dalam pengembangan hukum Islam di Indonesia melalui interaksi den
Dokumen tersebut membahas tentang kewaspadaan nasional di Indonesia. Ada beberapa poin penting yang diangkat, yaitu: (1) pentingnya kesadaran dan tekad bersatu sebagai bangsa Indonesia di bawah NKRI berdasarkan Pancasila; (2) berbagai potensi ancaman terhadap kesatuan dan stabilitas bangsa seperti ketimpangan pembangunan, radikalisme, dan konflik sosial; (3) peran media dalam membentuk opini masyarak
Peranan hukum dalam menanggulangi hoax, ujaran kebencianKathleen Pontoh
Dokumen tersebut membahas peranan hukum dalam menanggulangi hoax, ujaran kebencian, dan pencemaran nama baik di media sosial. Dibahas mengenai definisi dan contoh kasus hoax, ujaran kebencian, dan pencemaran nama baik. Juga disebutkan pasal-pasal hukum yang berlaku untuk menindak perbuatan tersebut seperti UU ITE dan KUHP.
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Menjadi Undang-Undang
Undang-Undang (UU) No 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana TerorismeIndriany ,
Undang-undang ini membahas perubahan atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, dengan merubah dan menambahkan beberapa definisi dan sanksi pidana untuk tindakan-tindakan terkait terorisme seperti pelatihan militer untuk terorisme, penggunaan senjata kimia untuk terorisme, dan organisasi terorisme.
Tulisan ini membahas tentang hukum Islam di Indonesia dari perspektif tradisi, pemikiran, politik hukum, dan produk hukum. Dinamika politik hukum Islam dipengaruhi oleh perubahan rezim dari Orde Lama ke Orde Baru pada tahun 1960-an, di mana Orde Baru menerapkan kebijakan modernisasi yang lebih banyak mengadopsi gaya Barat. Elite politik Islam berperan dalam pengembangan hukum Islam di Indonesia melalui interaksi den
Dokumen tersebut membahas tentang kewaspadaan nasional di Indonesia. Ada beberapa poin penting yang diangkat, yaitu: (1) pentingnya kesadaran dan tekad bersatu sebagai bangsa Indonesia di bawah NKRI berdasarkan Pancasila; (2) berbagai potensi ancaman terhadap kesatuan dan stabilitas bangsa seperti ketimpangan pembangunan, radikalisme, dan konflik sosial; (3) peran media dalam membentuk opini masyarak
Peranan hukum dalam menanggulangi hoax, ujaran kebencianKathleen Pontoh
Dokumen tersebut membahas peranan hukum dalam menanggulangi hoax, ujaran kebencian, dan pencemaran nama baik di media sosial. Dibahas mengenai definisi dan contoh kasus hoax, ujaran kebencian, dan pencemaran nama baik. Juga disebutkan pasal-pasal hukum yang berlaku untuk menindak perbuatan tersebut seperti UU ITE dan KUHP.
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Menjadi Undang-Undang
Undang-Undang (UU) No 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana TerorismeIndriany ,
Undang-undang ini membahas perubahan atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, dengan merubah dan menambahkan beberapa definisi dan sanksi pidana untuk tindakan-tindakan terkait terorisme seperti pelatihan militer untuk terorisme, penggunaan senjata kimia untuk terorisme, dan organisasi terorisme.
Ringkasan dokumen tersebut adalah:
1. Dokumen tersebut membahas tentang MOOC PPPK untuk pegawai pemerintah yang mencakup materi wawasan kebangsaan, analisis isu kontemporer, dan kesiapsiagaan bela negara.
Dokumen tersebut membahas berbagai kasus pelanggaran hak asasi manusia dan pengingkaran kewajiban warga negara di Indonesia, seperti hukuman mati, pelanggaran hak dalam pemilihan kepala daerah, penggusuran rumah, pelanggaran hak cipta, dan lainnya. Dokumen tersebut juga menjelaskan faktor-faktor penyebab dan langkah-langkah yang dapat dilakukan pemerintah untuk mengatasi masalah tersebut
1. Beberapa kasus pelanggaran HAM di Indonesia meliputi pembunuhan Munir dan Marsinah yang merupakan aktivis, penculikan aktivis pro-demokrasi 1997/1998, penembakan mahasiswa di Trisakti, pembantaian di Santa Cruz dan Tanjung Priok, serta pembantaian sipil di Rawagede.
Ketahanan Nasional Pendidikan KewarganegaraanAhmad Eriadi
Dokumen tersebut membahas tentang ketahanan nasional Indonesia. Terdiri dari empat kelompok mahasiswa Universitas Muslim Indonesia yang menjelaskan pengertian, sejarah, unsur-unsur, dan aspek-aspek ketahanan nasional Indonesia seperti agama, ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan dan keamanan, serta kewajiban bela negara dan peran Indonesia dalam perdamaian dunia.
Rpp ppkn sma xi bab 1 sd 9 daripertemuan awal sd akhir diberikan gratis untuk siapa saja untuk bahan pertimbangan jika ada kesalahan mohon kirim email ke dasepggl@gmail.com ataus sms ke 0856 5990 0626
Dokumen tersebut membahas proses perumusan Pancasila sebagai dasar negara Indonesia, hubungannya dengan Pembukaan UUD 1945, dan implementasinya dalam berbagai aspek kehidupan bernegara seperti politik, ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan keamanan. Pancasila lahir dari perdebatan antara Muhammad Yamin dan Sukarno di BPUPKI dan ditetapkan pada Sidang PPKI tanggal 18 Agustus 1945.
napak tilas penegakan hak asasi manusia di indonesiaAdelia Nurhaziza
Kasus Marsinah membahas tentang kematian seorang buruh wanita bernama Marsinah pada tahun 1993 di Surabaya. Marsinah menjadi korban kekerasan aparat militer dan kematiannya menjadi contoh pelanggaran HAM berat di Indonesia.
Segala apa yg tertulis dlm pptx ini diambil dari internet, majalah al furqon, dan buletin al Islam, dll.
Mhn maaf atas ketidaknyamanan gambar2 parpol anda. tdk ada unsur menjatuhkan, semua semata2 dakwah dan pendidikan politik. jika anda krg berkenan, ya abaikan aja. trimakasih.
Teks tersebut membahas tentang perlindungan hukum terhadap potensi nasional Indonesia. Beberapa poin utama yang diangkat adalah:
1) Banyak industri penting dan strategis Indonesia telah dikuasai investor asing, seperti telekomunikasi dan perbankan.
2) UUD 1945 Pasal 33 menyatakan bahwa sumber daya alam dan industri penting dikuasai negara untuk kesejahteraan rakyat.
3) Pancasila dan UUD 1945 harus menjadi pedoman dalam memberikan
Dokumen tersebut membahas sejarah perumusan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 di Indonesia, mulai dari pembentukan BPUPKI dan PPKI hingga proses perumusan dan perubahan Pancasila serta UUD 1945. Secara ringkas, dokumen tersebut menjelaskan bahwa Pancasila dan UUD 1945 merupakan hasil perumusan oleh BPUPKI dan PPKI pada tahun 1945 untuk menjadi dasar negara Indonesia yang baru merdeka.
Laporan akhir magang ini merangkum kegiatan magang yang dilaksanakan oleh mahasiswa Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Magelang di Polres Magelang selama satu bulan. Laporan ini mencakup jadwal, tujuan, dan target pelaksanaan magang serta proses pembimbingan yang diberikan oleh dosen pembimbing lapangan kepada mahasiswa peserta magang.
Ringkasan dokumen tersebut adalah:
1. Dokumen tersebut membahas tentang MOOC PPPK untuk pegawai pemerintah yang mencakup materi wawasan kebangsaan, analisis isu kontemporer, dan kesiapsiagaan bela negara.
Dokumen tersebut membahas berbagai kasus pelanggaran hak asasi manusia dan pengingkaran kewajiban warga negara di Indonesia, seperti hukuman mati, pelanggaran hak dalam pemilihan kepala daerah, penggusuran rumah, pelanggaran hak cipta, dan lainnya. Dokumen tersebut juga menjelaskan faktor-faktor penyebab dan langkah-langkah yang dapat dilakukan pemerintah untuk mengatasi masalah tersebut
1. Beberapa kasus pelanggaran HAM di Indonesia meliputi pembunuhan Munir dan Marsinah yang merupakan aktivis, penculikan aktivis pro-demokrasi 1997/1998, penembakan mahasiswa di Trisakti, pembantaian di Santa Cruz dan Tanjung Priok, serta pembantaian sipil di Rawagede.
Ketahanan Nasional Pendidikan KewarganegaraanAhmad Eriadi
Dokumen tersebut membahas tentang ketahanan nasional Indonesia. Terdiri dari empat kelompok mahasiswa Universitas Muslim Indonesia yang menjelaskan pengertian, sejarah, unsur-unsur, dan aspek-aspek ketahanan nasional Indonesia seperti agama, ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan dan keamanan, serta kewajiban bela negara dan peran Indonesia dalam perdamaian dunia.
Rpp ppkn sma xi bab 1 sd 9 daripertemuan awal sd akhir diberikan gratis untuk siapa saja untuk bahan pertimbangan jika ada kesalahan mohon kirim email ke dasepggl@gmail.com ataus sms ke 0856 5990 0626
Dokumen tersebut membahas proses perumusan Pancasila sebagai dasar negara Indonesia, hubungannya dengan Pembukaan UUD 1945, dan implementasinya dalam berbagai aspek kehidupan bernegara seperti politik, ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan keamanan. Pancasila lahir dari perdebatan antara Muhammad Yamin dan Sukarno di BPUPKI dan ditetapkan pada Sidang PPKI tanggal 18 Agustus 1945.
napak tilas penegakan hak asasi manusia di indonesiaAdelia Nurhaziza
Kasus Marsinah membahas tentang kematian seorang buruh wanita bernama Marsinah pada tahun 1993 di Surabaya. Marsinah menjadi korban kekerasan aparat militer dan kematiannya menjadi contoh pelanggaran HAM berat di Indonesia.
Segala apa yg tertulis dlm pptx ini diambil dari internet, majalah al furqon, dan buletin al Islam, dll.
Mhn maaf atas ketidaknyamanan gambar2 parpol anda. tdk ada unsur menjatuhkan, semua semata2 dakwah dan pendidikan politik. jika anda krg berkenan, ya abaikan aja. trimakasih.
Teks tersebut membahas tentang perlindungan hukum terhadap potensi nasional Indonesia. Beberapa poin utama yang diangkat adalah:
1) Banyak industri penting dan strategis Indonesia telah dikuasai investor asing, seperti telekomunikasi dan perbankan.
2) UUD 1945 Pasal 33 menyatakan bahwa sumber daya alam dan industri penting dikuasai negara untuk kesejahteraan rakyat.
3) Pancasila dan UUD 1945 harus menjadi pedoman dalam memberikan
Dokumen tersebut membahas sejarah perumusan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 di Indonesia, mulai dari pembentukan BPUPKI dan PPKI hingga proses perumusan dan perubahan Pancasila serta UUD 1945. Secara ringkas, dokumen tersebut menjelaskan bahwa Pancasila dan UUD 1945 merupakan hasil perumusan oleh BPUPKI dan PPKI pada tahun 1945 untuk menjadi dasar negara Indonesia yang baru merdeka.
Laporan akhir magang ini merangkum kegiatan magang yang dilaksanakan oleh mahasiswa Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Magelang di Polres Magelang selama satu bulan. Laporan ini mencakup jadwal, tujuan, dan target pelaksanaan magang serta proses pembimbingan yang diberikan oleh dosen pembimbing lapangan kepada mahasiswa peserta magang.
Dokumen ini membahas proses pembayaran menggunakan letter of credit (L/C) dalam transaksi perdagangan internasional. L/C merupakan surat perintah pembayaran dari bank pengirim kepada penerima melalui bank penerima atas permintaan pembelian. Prosesnya meliputi penjual mengirim dokumen ke pembelian, pembelian meminta bank pengirim menerbitkan L/C, bank pengirim mendebet rekening pembelian, bank pengirim memberikan L/C ke
Teks tersebut membahas tentang ra'yu sebagai sumber hukum Islam. Ra'yu didefinisikan sebagai hasil pemikiran yang bertujuan memberikan solusi untuk masalah hukum baru tanpa adanya dalil syar'i yang jelas, dengan menggunakan kaidah-kaidah yang ditetapkan. Teks tersebut juga membedakan antara ra'yu dan akal, di mana ra'yu adalah pendapat pribadi fakih sedangkan akal merupakan sumber ut
Ringkasan dokumen tersebut adalah:
1. Dokumen tersebut membahas hubungan antara prinsip indivisibility dengan kebebasan beragama
2. Prinsip indivisibility menyatakan bahwa hak-hak individu tidak dapat dipisahkan
3. Dokumen tersebut menggunakan contoh kasus penganiayaan terhadap pengikut Ahmadiyah di Indonesia sebagai bukti kurangnya penerapan prinsip indivisibility dalam kebebasan beragama.
Materi Hukum Pidana tentang Kemampuan Bertanggung JawabTotok Priyo Husodo
Dokumen tersebut membahas tentang pengertian dan kemampuan bertanggung jawab menurut para ahli hukum. Terdapat beberapa unsur penting bertanggung jawab yaitu kemampuan berpikir, mengerti akibat perbuatan, dan menentukan kehendak sesuai dengan aturan hukum.
Mazhab-mazhab dalam ilmu hukum meliputi hukum alam, positivisme hukum, utilitarianisme, mazhab sejarah, dan sociological jurisprudence. Hukum alam bersumber dari rasio manusia menurut tokoh-tokoh seperti Hugo Grotius dan Immanuel Kant. Sementara John Locke dan Thomas Hobbes berpandangan bahwa pengalaman manusia melalui panca indera adalah sumber utama pengetahuan tentang hukum alam.
Dokumen tersebut membahas tentang pengertian antropologi, antropologi hukum, hubungan antropologi hukum dengan ilmu lain, dan pengertian sosiologi hukum. Secara ringkas, dokumen tersebut membahas tentang definisi dan ruang lingkup antropologi hukum dan sosiologi hukum serta hubungan kedua bidang ilmu tersebut dengan ilmu-ilmu lain.
Karya tulis ilmiah UPAYA PENINGKATAN RETORIKA,TENDENSI DAN KOMPETENSI BAKAT D...Totok Priyo Husodo
Makalah ini membahas upaya peningkatan retorika, tendensi, dan kompetensi bakat siswa sekolah dasar untuk meningkatkan mutu pendidikan. Penulis menjelaskan strategi untuk mengetahui bakat siswa dan melatih keterampilan berbicara mereka dengan metode menyenangkan sejak tingkat sekolah dasar."
1. The 6th
University Research Colloquium 2017
Universitas Muhammadiyah Magelang
Sanksi Pidana Pelaku Penghinaan terhadap
Lambang Negara
(Analisis Perkara Nomor.211/Pid.Sus /2016/PN Blg)
Yulia Kurniaty1*
, Totok Priyo Husodo2
, Basri3
1,2,3
Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Magelang
*Email: yuliakurniaty@ummgl.ac.id
Keywords:
sanksi; penghinaan;
Lambang Negara
Abstrak
Lambang negara merupakan manifestasi kebudayaan yang berakar pada
sejarah perjuangan bangsa, kesatuan dalam keragaman budaya, dan
kesamaan dalam mewujudkan cita-cita bangsa dan Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Untuk itu setiap perbuatan yang mencoret, menulisi,
menggambari, atau membuat rusak, menodai, menghina atau merendahkan,
menggunakan Lambang Negara yang rusak dan tidak sesuai dengan bentuk,
warna, dan perbandingan ukuran; membuat lambang untuk perseorangan,
partai politik, perkumpulan, organisasi atau perusahaan, menaruh huruf,
kalimat, angka gambar atau tanda-tanda lain, kepada pelakunya dapat
dijatuhi sanksi pidana maksimal 5 (lima) tahun dan denda maksimal Rp.
500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)
1. PENDAHULUAN Tidak ada alasan bagi kita untuk
Pancasila sebagai lambang negara berkata tidak tahu akan makna dari lambang
Indonesia, tidak hanya sekedar simbol yang negara Indonesia, apalagi jika sampai tidak
tidak memiliki arti. Didalamnya terkandung mengenal apa bentuk lambang negara.
makna filosofis yang menjadi sendi-sendi Pengenalan tentang lambang negara telah
dalam melaksanakan kehidupan berbangsa dimulai sejak taman kanak-kanak walaupun
dan bernegara, yang terpatri pada simbol- hanya sebatas mengenal gambarnya saja.
simbol seperti perisai, bintang, kepala Kemampuan ini ditingkatkan pada saat
banteng, pohon beringin, rantai, padi dan mengenyam pendidikan di sekolah dasar,
kapas, pita bertuliskan Bhinneka Tunggal Ika, yakni sampai dengan memahami apa arti atau
yang dicengkeram erat oleh kaki burung makna simbol-simbol yang ada dalam
garuda.Simbol-simbolituhendaknya lambang negara itu, beserta bagaimana contoh
diejawantahkan dalam perilaku setiap warga sikap dan perilaku kita sebagai warga negara
negara Indonesia bukan sekedar untuk Indonesia terkait simbol tersebut.
pajangan semata. Kasus artis Zaskia Gotik yang
tersangkut masalah hukum dengan tuduhan
ISSN 2407-9189 251
2. The 6th
University Research Colloquium 2017
Universitas Muhammadiyah Magelang
telah menghina lambang negara Indonesia di
sebuah acara hiburan yang disiarkan live di
salah satu channel TV swasta di Indonesia
menarik untuk dikaji secara mendalam dari
sisi hukum pidana. Dalam pembelaan dirinya
artis tersebut menyatakan bahwa kalimat yang
ia lontarkan hanya sebatas bercanda dan tidak
ada maksud untuk menghina pihak manapun
juga. Namun pernyataan artis tersebut menuai
banyak kritik dan kecaman, tidak sedikit
kelompok masyarakat menuntut agar ia
dikenai sanksi sebagai bahan pembelajaran
bagi semua orang untuk tidak main-main atau
berhati-hati dalam bersikap dan berbicara,
utamanya terkait dengan lambang negara.
Bahkan aparat yang berwajib sampai turun
tangan, sehingga sang artispun sering bolak-
balik kantor Polisi untuk dimintai keterangan.
Selain Zaskia Gotik, seorang aktifis
muda asal Toba Samosir, Sumatera Utara,
harus menjalani persidangan di Pengadilan
Negeri Balige akibat perbuatannya
mengunggah gambar dirinya sedang
menendang gambar burung garuda yang
terlukis di sebuah dinding di kampungnya.
Selain itu, dalam akun facebook nya ia
menuliskan Pancasila berikut sila-sila yang
terkandung di dalamnya berbeda dengan yang
seharusnya sehingga dinilai mengandung
penghinaan terhadap lambang negara (Gambar
burung Garuda dan Pancasila).
Fenomena degradasi sikap
menghormati lambang negara yang dialami
oleh generasi muda Indonesia menimbulkan
rasa keprihatinan yang mendalam bagi
penulis. Untuk itu, melalui karya ilmiah ini,
penulis tertarik untuk mengkaji lebih jauh
tentang apa saja jenis sanksi pidana bagi orang
yang disangka sebagai pelaku penghinaan
terhadap lambang negara. Kajian ini bertujuan
agar diketahui dan menjadi pelajaran bagi
masyarakat luas untuk lebih berhati-hati
dalam mengunggah gambar maupun kata-kata
dalam akun media sosialnya sehingga tidak
bermasalah dengan hukum atau bahkan
sampai menjalani pidana.
2. METODE
Jenis penelitian yang digunakan
adalah penelitian hukum normatif, dengan
spesifikasi penelitian adalah terapan, yaitu
bagaimana penerapan sanksi atas pasal yang
didakwakan kepada pelaku penghinaan
terhadap lambang negara. Bahan penelitian
berasal dari bahan hukum primer yaitu
Undang-undang No.24 Tahun 2009 Tentang
Bendera, Bahasa Dan Lambang Negara Serta
Lagu Kebangsaan; Peraturan Pemerintah
No.43 Tahun 1958 Tentang Penggunaan
Lambang Negara dan KUHP; dan bahan
hukum sekunder yaitu literatur yang
membahas tentang ilmu hukum pidana.
Metode penelitian yang digunakan adalah
statue approach yaitu menelusuri peraturan
perundang-undangan yang mengatur tentang
sanksi pidana pelaku penghinaan terhadap
Lambang Negara dan case approach yaitu
mengkaji Putusan Perkara Pengadilan Negeri
Balige Nomor. 211/Pid.Sus /2016/PN Blg
tentang penghinaan terhadap Lambang
Negara. Data yang diperoleh dianalisis dengan
cara explanatoris yaitu menjelaskan tentang
sanksi pidana pelaku penghinaan terhadap
Lambang Negara.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1. Pengertian Dan Sejarah Lambang Negara
Pemerintah Indonesia telah membuat peraturan
mengenai lambang negara yang termuat dalam
Undang-undang Republik Indonesia No.24
Tahun 2009 Tentang Bendera, Bahasa Dan
Lambang Negara Serta Lagu Kebangsaan.
Dalam Undang-undang tersebut ditegaskan
bahwa bendera, bahasa, lambang negara
dan lagu kebangsaan merupakan sarana
pemersatu, identitas dan wujud eksistensi bangsa
yang menjadi simbol kedaulatan dan kehormatan
negara sebagaimana diamanatkan dalam
undang-undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945; merupakan
manifestasi kebudayaan yang berakar pada
sejarah perjuangan bangsa, kesatuan dalam
252 ISSN 2407-9189
3. The 6th
University Research Colloquium 2017
Universitas Muhammadiyah Magelang
keragaman budaya, dan kesamaan dalam
mewujudkan cita-cita bangsa dan Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
Pengertian Lambang Negara diatur
dalam Pasal 1 ayat 3 Undang-undang No.24
Tahun 2009 Tentang Bendera, Bahasa Dan
Lambang Negara Serta Lagu Kebangsaan,
yaitu : Lambang Kesatuan Republik
Indonesia yang selanjutnya disebut sebagai
Lambang Negara adalah Garuda Pancasila
dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika.
Penggunaan lambang negara diatur dalam
UUD 1945 pasal 36A dan UU No 24 Tahun
2009 tentang Bendera, Bahasa, dan
Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan
(Lembaga Negara 2009 Nomor 109, TLN
5035). Sebelumnya lambang negara diatur
dalam Konstitusi RIS, UUD Sementara
1950, dan Peraturan Pemerintah No. 43
Tahun 1958.
Lambang negara Indonesia berbentuk
burung Garuda yang kepalanya menoleh ke
sebelah kanan (dari sudut pandang Garuda),
perisai berbentuk menyerupai jantung yang
digantung dengan rantai pada leher Garuda,
dan semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang
berarti “Berbeda-beda tetapi tetap satu”
ditulis di atas pita yang dicengkeram oleh
Garuda. Lambang ini dirancang oleh Sultan
Hamid II dari Pontianak, yang kemudian
disempurnakan oleh Presiden Soekarno, dan
diresmikan pemakaiannya sebagai lambang
negara pertama kali pada Sidang Kabinet
Republik Indonesia Serikat tanggal 11
Februari 1950. Lambang negara Garuda
Pancasila diatur penggunaannya dalam
Peraturan Pemerintah No. 43 Tahun 1958
[11].
Sejarah dipilihnya Garuda sebagai
lambang negara Indonesia, tidak lepas dari
kisah burung Garuda yang melambangkan
kebajikan, pengetahuan, kekuatan,
keberanian, kesetiaan, dan disiplin. Sebagai
kendaraan Wishnu, Garuda juga memiliki
sifat pemelihara dan penjaga tatanan alam
semesta. Dalam tradisi Bali, Garuda
dimuliakan sebagai "Tuan segala makhluk
yang dapat terbang" dan "Raja agung para
burung", digambarkan sebagai makhluk
yang memiliki kepala, paruh, sayap, dan
cakar elang, tetapi memiliki tubuh dan
lengan manusia. Biasanya digambarkan
dalam ukiran yang halus dan rumit dengan
warna cerah keemasan, digambarkan dalam
posisi sebagai kendaraan Wishnu, atau
dalam adegan pertempuran melawan Naga
[11].
Menurut Bung Hatta dalam buku
“Bung Hatta Menjawab” untuk
melaksanakan Keputusan Sidang Kabinet
tersebut Menteri Priyono melaksanakan
sayembara. Terpilih dua rancangan lambang
negara terbaik, yaitu karya Sultan Hamid II
dan karya M Yamin. Pada proses
selanjutnya yang diterima pemerintah dan
DPR adalah rancangan Sultan Hamid II.
Karya M. Yamin ditolak karena
menyertakan sinar-sinar matahari yang
menampakkan pengaruh Jepang. Setelah
rancangan terpilih, dialog intensif antara
perancang (Sultan Hamid II), Presiden RIS
Soekarno dan Perdana Menteri Mohammad
Hatta, terus dilakukan untuk keperluan
penyempurnaan rancangan itu. Mereka
bertiga sepakat mengganti pita yang
dicengkeram Garuda, yang semula adalah
pita merah putih menjadi pita putih dengan
menambahkan semboyan "Bhineka Tunggal
Ika". Tanggal 8 Februari 1950, rancangan
lambang negara yang dibuat Menteri Negara
RIS, Sultan Hamid II diajukan kepada
Presiden Soekarno. Rancangan lambang
negara tersebut mendapat masukan dari
Partai Masyumi untuk dipertimbangkan
kembali, karena adanya keberatan terhadap
gambar burung Garuda dengan tangan dan
bahu manusia yang memegang perisai dan
dianggap terlalu bersifat mitologis [11].
Soekarno terus memperbaiki bentuk
Garuda Pancasila. Pada tanggal 20 Maret
1950 Soekarno memerintahkan pelukis
istana, Dullah, melukis kembali rancangan
ISSN 2407-9189 253
4. The 6th
University Research Colloquium 2017
Universitas Muhammadiyah Magelang
tersebut; setelah sebelumnya diperbaiki
antara lain penambahan "jambul" pada
kepala Garuda Pancasila, serta mengubah
posisi cakar kaki yang mencengkram pita
dari semula di belakang pita menjadi di
depan pita, atas masukan Presiden Soekarno.
Dipercaya bahwa alasan Soekarno
menambahkan jambul karena kepala Garuda
gundul dianggap terlalu mirip dengan Bald
Eagle, Lambang Amerika Serikat. Untuk
terakhir kalinya, Sultan Hamid II
menyelesaikan penyempurnaan bentuk final
gambar lambang negara, yaitu dengan
menambah skala ukuran dan tata warna
gambar lambang negara. Rancangan Garuda
Pancasila terakhir ini dibuatkan patung besar
dari bahan perunggu berlapis emas yang
disimpan dalam Ruang Kemerdekaan
Monumen Nasional sebagai acuan,
ditetapkan sebagai lambang negara Republik
Indonesia, dan desainnya tidak berubah
hingga kini [11].
3. 2. Pengertian Tindak Pidana Penghinaan
Terhadap Lambang Negara
Dalam berbagai literatur hukum
pidana, dapat kita jumpai beragam istilah
tindak pidana, seperti peristiwa pidana,
kejahatan, perbuatan pidana dan tindak
pidana. C.S.T Kansil menggunakan istilah
“peristiwa pidana”, karena dalam peristiwa
pidana yang diancam dengan pidana bukan
saja yang berbuat atau bertindak tetapi juga
yang tidak berbuat (melanggar
suruhan/gebod) atau tidak bertindak [1].
Moeljatnomenggunakanistilah
“perbuatan pidana”, yang diartikan sebagai
perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan
hukum larangan mana disertai ancaman
(sanksi) yang berupa pidana tertentu bagi
barangsiapa melanggar larangan tersebut [2].
Digunakannya istilah “perbuatan pidana”
oleh Moeljatno dengan argumen, kata
“perbuatan” menggambarkan suatu
pengertian yang abstrak yang menunjuk
kepada dua keadaan yaitu :
a. Adanya kejadian tertentu yang dilarang
untuk dilakukan.
b. Adanya orang yang berbuat yang
menimbulkan kejadian itu.
Moeljatno menjelaskan bahwa antara
kejadian dan orang yang menimbulkan
kejadian itu ada hubungan yang erat, antara
satu dengan yang lainnya tidak dapat
dipisahkan. Hanya oranglah yang dapat
menimbulkan kejadian yang dilarang. Kata
peristiwa mengandung pengertian yang
konkrit, yang hanya menunjuk pada kepada
suatu kejadian yang tertentu saja [2].
Sedangkan Sudarto tidak
mempermasalahkan istilah yang berlainan itu
sepanjang orang yang mendengar istilah
tersebut memahami yang yang dimaksud
oleh lawan bicaranya. Namun demikian Prof.
Sudarto memilih untuk menggunakan istilah
tindak pidana sebagaimana istilah yang
sering dipakai oleh pembentuk undang-
undang, sehingga telah lebih dahulu familiar
di masyarakat dan mereka memahami apa
maksud dari istilah tindak pidana [5].
Wirjono Prodjodikoro merupakan
salah satu ahli hukum yang menggunakan
isstilah tindak pidana dengan penjelasan,
suatu perbuatan yang pelakunya dapat
dikenai hukum pidana [3]. Dari kalimat
tersebut dapat disimpulkan walaupun
Wirjono menggunakan istilah yang sama
dengan Sudarto namun makna dari istilah
tersebut serupa dengan Moeljatno, yakni
adanya unsur perbuatan yang dilarang dan
adanya orang yang melakukan perbuatan
yang dilarang.
Adanya berbagai istilah, apakah
peristiwa pidana atau perbuatan pidana atau
tindak pidana hendaknya tidak menimbulkan
perdebatan atau selisih paham yang berujung
pada konflik keilmuan, namun ada baiknya
disikapi sebagai khazanah keilmuan yang inti
sarinya adalah adanya dua hal yaitu
perbuatan yang dilarang dan adanya orang
(sebagai pelaku perbuatan yang dilarang itu).
254 ISSN 2407-9189
5. The 6th
University Research Colloquium 2017
Universitas Muhammadiyah Magelang
Pemisahan unsur perbuatan dan
orang, di dalam ilmu hukum pidana
dikategorikan sebagai penganut mazhab
dualistis. Mazhab dualistis ini muncul
sebagai reaksi atas berlakunya mazhab
Monistis. Mazhab monistis ini tidak
memisahkan unsur perbuatan (criminal act)
dari unsur orang (pelaku atau criminal
responsibility), sehingga dalam pandangan
Monistis melihat keseluruhan (tumpukan)
syarat untuk adanya pidana, kesemuanya
merupakan sifat dari perbuatan [5].
Kebalikan dari mazhab Monistis, mazhab
dualistis memisahkan unsur criminal act dari
criminal responsibility. Konsekuensinya
adalah kepada orang yang disangka sebagai
pelaku tindak pidana belum tentu dapat
dijatuhi pidana atau diminta
pertanggungjawaban pidana sepanjang tidak
terdapat alasan pembenar maupun alasan
pemaaf pada dirinya [4]. Dalam ilmu hukum
pidana, alasan pembenar dan pemaaf ini
dikenal sebagai alasan penghapus
pemidanaan (strafuitsluitingsgrond atau
grounds of impunity) yang diatur dalam Pasal
44 KUHP (tidak sempurnanya akal), Pasal 48
KUHP (daya paksa), Pasal 49 KUHP
(pembelaan diri terpaksa), Pasal 50 KUHP
(melaksanakan perintah undang-undang) dan
Pasal 51 KUHP (melaksanakan perintah
jabatan).
Pengertian tindak pidana penghinaan
terhadap lambang negara dapat kita telusuri
dari beberapa pasal dalam beberapa peraturan
perundang-undangan. Di dalam pasal-pasal
tersebut telah dirumuskan kualifikasi
perbuatan yang dilarang untuk dilakukan
(unsur obyektif). Dengan demikian apabila
ada orang yang melakukan perbuatan tersebut
dapatlah didakwa telah melakukan tindak
pidana penghinaan terhadap lambang negara
karena telah memenuhi unsur obyektif. Pasal-
pasal tersebut adalah :
1) Pasal 154a KUHP : barang siapa
menodai bendera kebangsaan Republik
Indonesia dan lambang Negara Republik
Indonesia, diancam dengan pidana
penjara paling lama empat tahun atau
pidana denda paling banyak empat puluh
lima ribu rupiah.
Perbuatan yang dilarang oleh
undang-undang untuk dilakukan dalam
Pasal 154a ini adalah menodai, dalam
bab Penjelasan pasal ini diterangkan
maksud kata menodai adalah perbuatan
yang dilakukan dengan sengaja untuk
menghina (R.Soesilo, 1991:133).
2) Pasal 57 Undang-undang No.24 Tahun
2009 Tentang Bendera, Bahasa, Dan
Lambang Negara, Serta Lagu
Kebangsaan. Setiap orang dilarang:
a) Mencoret, menulisi,
menggambari, atau membuat
rusak Lambang Negara dengan
maksud menodai, menghina
atau merendahkan
kehormatan Lambang Negara;
b) Menggunakan Lambang Negara
yang rusak dan tidak sesuai
dengan bentuk, warna, dan
perbandingan ukuran;
c) Membuat lambang untuk
perseorangan, partai politik,
perkumpulan, organisasi dan atau
perusahaan yang sama atau
menyerupai Lambang Negara;
dan
d) Menggunakan Lambang Negara
utnuk keperluan selain yang diatur
dalam Undang-undang ini. Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia [10]
pengertian mencoret, menulisi,
menggambari, atau membuat
rusak, menodai, menghina atau
merendahkan adalah sebagai berikut :
pengertian perbuatan mencoret adalah
membubuhi coretan pada tulisan dan
sebagainya; mencoreng; menggaris
panjang; menghapuskan; meniadakan.
Pengertian menulisi adalah membuat
huruf (angka dan sebagainya) dengan
pena (pensil, kapur, dan sebagainya);
ISSN 2407-9189 255
6. The 6th
University Research Colloquium 2017
Universitas Muhammadiyah Magelang
menggambar; melukis; membatik.
Pengertian menggambari adalah
memberi gambar pada; menghiasi dengan
gambar. Pengertian menodai adalah
menjadikan ada nodanya; mengotori;
mencemarkan; menjelekkan (nama baik);
merusak (kesucian, keluhuran dan
sebagainya). Pengertian menghina
adalah merendahkan; memandang rendah
(hina, tidak penting); memburukkan
nama baik orang; menyinggung perasaan
orang (seperti memaki-maki,
menistakan).
3) Pasal 68 Undang-undang No.24 Tahun
2009 Tentang Bendera, Bahasa, Dan
Lambang Negara, Serta Lagu
Kebangsaan : setiap orang yang
mencoret, menulisi, menggambari,
atau membuat rusak Lambang Negara
dengan maksud menodai, menghina,
ataumerendahkankehormatan
Lambang Negara, sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 57 huruf a, dipidana dengan
pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun
atau denda paling banyak Rp.
500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Pengertian kata mencoret,
menulisi, menggambari, atau membuat
rusak, menodai, menghina atau
merendahkan, sama dengan penjelasan
yang ada pada Pasal 57 Undang-undang
No.24 Tahun 2009.
4) Pasal 69 Undang-undang No.24 Tahun
2009 Tentang Bendera, Bahasa, Dan
LambangNegara,SertaLagu
Kebangsaan Dipidana dengan pidana
penjara paling lama 1 (satu) tahun atau
denda paling banyak Rp. 100.000.000,00
(seratus juta rupiah) setiap orang yang :
a) Dengan sengaja menggunakan
Lambang Negara yang rusak atau
tidak sesuai dengan bentuk,
warna, dan perbandingan ukuran;
b) Membuat lambang untuk
perseorangan, partai politik,
perkumpulan, organisasi
dan/atau perusahaan yang sama
atau menyerupai Lambang
Negara; atau
c) Dengan sengaja menggunakan
Lambang Negara untuk
keperluan selain yang diatur
dalam Undang-undang ini.
Pengertian kata menggunakan
menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
adalah memakai (alat, perkakas);
mengambil manfaatnya, melakukan
sesuatu dengan. Sedangkan pengertian
kata membuat menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia adalah menciptakan
(menjadikan, menghasilkan); membikin,
melakukan, mengerjakan; menggunakan
(untuk), memakai (untuk), menyebabkan,
mendatangkan [10].
5) Pasal 15 Peraturan Pemerintah No.43
Tahun 1958 Tentang Penggunaan
Lambang Negara :
a) Barangsiapamelanggar
ketentuan-ketentuan tersebut
dalam Pasal 12 dan 13 dihukum
dengan hukuman kurungan
selama-lamanya tiga bulan atau
dengan denda sebanyak-
banyaknya lima ratus rupiah.
b) Perbuatan-perbuatan tersebut
pada ayat 1 pasal ini dipandang
sebagai pelanggaran.
6) Pasal 12 Peraturan Pemerintah No.43
Tahun 1958 Tentang Penggunaan
Lambang Negara melarang hal-hal
sebagai berikut :
a) Dengantidakmengurangi
ketentuan-ketentuan dalam
Peraturan Pemerintah tentang
Panji dan bendera Jabatan, maka
dilarang menggunakan
Lambang Negara bertentangan
dengan Peraturan Pemerintah ini.
b) Pada Lambang Negara dilarang
menaruh huruf, kalimat, angka
gambar atau tanda-tanda lain.
256 ISSN 2407-9189
7. The 6th
University Research Colloquium 2017
Universitas Muhammadiyah Magelang
c) Dilarang menggunakan Lambang
Negara sebagai perhiasan, cap
dagang, reklame perdagangan
atau propaganda politik dengan
cara apapun.
7) Pasal 13 Peraturan Pemerintah No.43
Tahun 1958 Tentang Penggunaan
Lambang Negara melarang : lambang
untuk perseorangan, perkumpulan,
organisasi partikeur atau perusahaan
tidak boleh sama atau pada pokoknya
menyerupai Lambang Negara.
Pasal 12 dan 13 PP No.43 Tahun
1958 melarang menggunakan lambang
negara untuk perhiasan, cap dagang, reklame
perdagangan, propaganda politik. Pengertian
kata menggunakan menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia adalah memakai (alat,
perkakas), mengambil manfaatnya,
melakukan sesuatu dengan. Adapun
pengertian kata menaruh adalah meletakkan,
menempatkan; membubuh (nama,cap dan
sebagainya), menambah (rempah-rempah,
garam, dan seterusnya), mengenakan
(memberi dan sebagainya) sesuatu pada [10].
Berdasarkan identifikasi terhadap
unsur obyektif dari tujuh pasal yang
menjabarkan tindak pidana penghinaan
terhadap lambang negara dapat dipahami
bahwa pengertian tindak pidana penghinaan
terhadap lambang negara adalah apabila
seseorang melakukan perbuatan sebagai
berikut :
a. Menodai (terdapat dalam Pasal 154a
KUHP).
b. Mencoret, menulisi, menggambari, atau
membuat rusak, menodai, menghina atau
merendahkan kehormatan (terdapat
dalam Pasal 57, 68 dan 69 Undang-
undang No.24 Tahun 2009).
c. Menggunakan Lambang Negara yang
rusak atau tidak sesuai dengan bentuk,
warna, dan perbandingan ukuran; atau
membuat lambang untuk perseorangan,
partai politik, perkumpulan, organisasi
dan/atau perusahaan yang sama atau
menyerupai Lambang Negara (terdapat
dalam Pasal 69 Undang-undang No.24
Tahun 2009).
d. Menaruh huruf, kalimat, angka gambar
atau tanda-tanda lain [8].
e. Menggunakan Lambang Negara untuk
lambang untuk perseorangan,
perkumpulan, organisasi partikeur atau
perusahaan tidak boleh sama atau pada
pokoknya menyerupai Lambang Negara
(terdapat dalam Pasal 13 PP No.43
Tahun 1958).
3.3. Sanksi Hukum Bagi Pelaku Tindak
Pidana Penghinaan Terhadap Lambang
Negara
Segenap warga Negara Indonesia
memiliki hak dan kewajiban untuk
memelihara, menjaga dan menggunakan
Bendera Negara, Bahasa Indonesia, dan
Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan
untuk kehormatan dan kedaulatan bangsa
dan negara. Ketentuan mengenai hak dan
kewajiban warga negara ini diatur dalam
Pasal 65 Bab VI Undang-undang No.24
Tahun 2009. Dengan demikian setiap
perilaku maupun perkataan kita harus dijaga
agar tidak merusak kehormatan Bendera
Negara, Bahasa Indonesia, dan Lambang
Negara, serta Lagu Kebangsaan.
Bagi setiap orang yang melakukan
perbuatan atau mengeluarkan perkataan
sehingga menodai, menghina atau
merendahkan Bendera Negara, Bahasa
Indonesia, dan Lambang Negara, serta Lagu
Kebangsaan tentu akan ada sanksi pidana
yang akan diberikan sebagai upaya
penjeraan bagi pelaku agar tidak mengulangi
perbuatan yang sama dikemudian hari dan
peringatan bagi orang lain agar tidak
melakukan hal serupa.
Pengaturan tentang hukuman bagi pelaku
tindak pidana penghinaan terhadap lambang
negara dapat ditemui dalam 3 (tiga) dasar hukum
yaitu :
ISSN 2407-9189 257
8. The 6th
University Research Colloquium 2017
Universitas Muhammadiyah Magelang
1) KUHP.
2) Undang-undang No.24 Tahun 2009
Tentang Bendera, Bahasa Dan Lambang
Negara Serta Lagu Kebangsaan.
3) Peraturan Pemerintah No.43 Tahun 1958
Tentang Penggunaan Lambang Negara.
Tabel 1 (terlampir) menjabarkan
lebih detail lagi pasal-pasal dari ketiga
peraturan hukum di atas, mengenai sanksi
hukum bagi pelaku tindak pidana penghinaan
terhadap lambang negara.
Dalam Pasal 10 KUHP diatur
ketentuan mengenai urutan penjatuhan
pidana terdiri atas:
a. Pidana Pokok
1. Mati.
2. Penjara.
3. Kurungan.
4. Denda.
b. Pidana Tambahan.
1. Pencabutan beberapa hak tertentu.
2. Perampasan barang tertentu.
3. Pengumuman keputusan hakim.
Berdasarkan tabel di atas dapat
dipahami bahwa ancaman pidana bagi pelaku
tindak pidana penghinaan terhadap lambang
negara adalah bervariasi, berdasarkan
kualifikasi perbuatan yang ia lakukan
sebagaimana diatur dalam pasal terkait.
Dengan demikian, apabila ancaman pidana
tersebut diatas dikualifikasikan berdasarkan
Pasal 10 KUHP maka diperoleh keterangan
sebagai berikut :
1. Ancaman pidana penjara maksimal 5
(lima) tahun.
2. Ancaman pidana kurungan maksimal 3
(tiga) bulan.
3. Ancaman pidana denda maksimal Rp.
500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
3.4. Upaya Pencegahan Agar Tidak Terjadi
Tindak Pidana Penghinaan Terhadap
Lambang Negara
Sanksi hukum bagi pelaku tindak
pidana penghinaan terhadap Lambang
Negara tidaklah ringan, yaitu penjara
maksimal 5 (lima) tahun dan denda
maksimal Rp. 500.000.000,00 (lima ratus
juta rupiah). Untuk itu setiap orang yang
tinggal dalam wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia wajib untuk menjaga
perilaku maupun tutur katanya sehingga
tidak terjerat masalah hukum.
Tidak ada toleransi bagi orang-orang
yang “iseng”, baik melalui tutur kata dengan
maksud bercanda (kasus Zaskia Gotik)
maupun perbuatan misalnya membuat
gambar karikatur maupun rekayasa foto. Hal
ini penting untuk dicermati mengingat
Lambang Negara merupakan sarana
pemersatu, identitas dan wujud eksistensi
bangsa yang menjadi simbol kedaulatan dan
kehormatan negara.
4. KESIMPULAN
Lambang negara merupakan
manifestasi kebudayaan yang berakar pada
sejarah perjuangan bangsa, kesatuan dalam
keragaman budaya, dan kesamaan dalam
mewujudkan cita-cita bangsa dan Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Untuk itu setiap
perbuatan yang mencoret, menulisi,
menggambari, atau membuat rusak, menodai,
menghina atau merendahkan, menggunakan
Lambang Negara yang rusak dan tidak sesuai
dengan bentuk, warna, dan perbandingan
ukuran; membuat lambang untuk
perseorangan, partai politik, perkumpulan,
organisasi atau perusahaan, menaruh huruf,
kalimat, angka gambar atau tanda-tanda lain,
kepada pelakunya dapat dijatuhi sanksi
sebagai berikut :
1. Ancaman pidana penjara maksimal 5
(lima) tahun.
2. Ancaman pidana kurungan maksimal 3
(tiga) bulan.
3. Ancaman pidana denda maksimal Rp.
500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Pengaturan tentang ancaman hukum bagi
pelaku tindak pidana penghinaan terhadap
lambang negara dapat ditemui dalam 3 (tiga)
peraturan perundang-undangan, yaitu :
1. KUHP
258 ISSN 2407-9189
9. The 6th
University Research Colloquium 2017
Universitas Muhammadiyah Magelang
2. Undang-undang No.24 Tahun 2009 Tentang Bendera, Bahasa Dan Lambang
Tentang Bendera, Bahasa Dan Lambang Negara Serta Lagu Kebangsaan
Negara Serta Lagu Kebangsaan. (Lembaran Negara Republik Indoesia
3. Peraturan Pemerintah No.43 Tahun 1958 Tahun 2009 Nomor 109)
Tentang Penggunaan Lambang Negara. [9] Peraturan Pemerintah No.43 Tahun 1958
Tentang Penggunaan Lambang Negara
REFERENSI (Lembaran Negara Republik Indoesia
[1] Kansil , CST dan Christine S.T Kansil, Tahun 158 Nomor 71)
2004, Pokok-Pokok Hukum Pidana [10] www.kbbi.web.id
Hukum Pidana Untuk Setiap Orang, PT. [11] http://www.ipapedia.web.id/2014/11/sejar
Pradnya Paramita, Jakarta ah-asal-usul-lambang-negara.html,
[2] Moeljatno, 1987, Azas-azas Hukum diakses tanggal 26 April 2016.
Pidana, PT Bina Akasara, Jakarta [12] https://news.detik.com/berita/3258897/sa
[3] Prodjodikoro, Wirjono, 2003, Asas-asas hat-ditahan-karena-ubah-pancasila-jadi-
Hukum Pidana Di Indonesia, PT. Refika pancagila-pkb-itu-kritikan, diakses
Aditama, Bandung Agustus 2017
[4] Remmelink, Jan, 2003, Hukum Pidana [13] https://putusan.mahkamahagung.go.id/put
Komentar Atas Pasal-Pasal Terpentinng usan/f894aff54f36a8f8f8dd33e7a2999ce2
Dari Kitab Undang-undang Hukum , diakses Agustus 2017
Pidana Belanda Dan Padanannya Dalam [14] http://batakgaul.com/news/dua-tahun-
Kitab Undang-undang Hukum Pidana setelah-sahat-gurning-menendang-
Indonesia, Jakarta, PT. Gramedia Pustaka garuda-pancasila-48-1.html, diakses
Utama Agustus 2017
[5] Sudarto, 1990, Hukum Pidana I, Yayasan [15] http://medan.tribunnews.com/2017/04/21/
Sudarto Fakultas Hukum UNDIP, kasus-pancagila-sahat-gurning-tidak-
Semarang terbukti menghina-lambang-negara,
[6] Schaffmeister , D., Nico Keijzer, E.P.H. diakses Agustus 2017
Sitorus, 2007, Hukum Pidana, PT. Citra
Aditya Bakti, Bandung
[7] Undang-undang No.1 Tahun 1946
Tentang Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana
[8] Undang-undang No.24 Tahun 2009
ISSN 2407-9189 259
10. The 6th
University Research Colloquium
2017 Universitas Muhammadiyah Magelang
Lampiran
Tabel 1. Sanksi Pidana Pelaku Penghinaan Terhadap Lambang Negara
NO DASAR HUKUM ISI PASAL
1 Pasal 154a KUHP Barang siapa menodai bendera kebangsaan
(Bab V MENGENAI Republik Indonesia dan lambang Negara Republik
Kejahatan Terhadap Indonesia, diancam dengan pidana penjara
Ketertiban Umum) paling lama empat tahun atau pidana denda
paling banyak empat puluh lima ribu rupiah.
2 Pasal 57 Undang-undang Setiap orang dilarang :
No.24 Tahun 2009 a. Mencoret, menulisi, menggambari, atau
Tentang Bendera, Bahasa, membuat rusak Lambang Negara dengan
Dan Lambang Negara, maksud menodai, menghina atau merendahkan
Serta Lagu Kebangsaan kehormatan Lambang Negara;
b. Menggunakan Lambang Negara yang rusak
dan tidak sesuai dengan bentuk, warna, dan
perbandingan ukuran;
c. Membuat lambang untuk perseorangan, partai
politik, perkumpulan, organisasi dan atau
perusahaan yang sama atau menyerupai
Lambang Negara; dan
d. MenggunakanLambang Negara utnuk
keperluan selain yang diatur dalam Undang-
undang ini.
3 Pasal 68 Undang-undang Setiap orang yang mencoret, menulisi,
No.24 Tahun 2009 menggambari, atau membuat rusak Lambang
Tentang Bendera, Bahasa, Negara dengan maksud menodai, menghina,atau
Dan Lambang Negara, merendahkan kehormatan Lambang Negara,
Serta Lagu Kebangsaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 huruf a,
dipidana dengan pidana penjara paling lama 5
(lima) tahun atau denda paling banyak Rp.
500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)
4 Pasal 69 Undang-undang Dipidana dengan pidana penjara paling lama 1
No.24 Tahun 2009 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp.
Tentang Bendera, Bahasa, 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) setiap orang
Dan Lambang Negara, yang :
Serta Lagu Kebangsaan a. Dengan sengaja menggunakan Lambang
Negara yang rusak atau tidak sesuai dengan
bentuk, warna, dan perbandingan ukuran;
b. Membuat lambang untuk perseorangan,
partai politik, perkumpulan, organisasi
dan/atau perusahaan yang sama atau
menyerupai Lambang Negara; atau
c. Dengan sengaja menggunakan Lambang
Negara untuk keperluan selain yang diatur
dalam Undang-undang ini.
5 Pasal 15 Peraturan 1) Barangsiapa melanggar ketentuan-ketentuan
Pemerintah No.43 Tahun tersebut dalam Pasal 12 dan 13 dihukum dengan
260 ISSN 2407-9189
11. The 6th
University Research Colloquium 2017
Universitas Muhammadiyah Magelang
1958 Tentang hukuman kurungan selama-lamanya tiga
Penggunaan Lambang bulan atau dengan denda sebanyak-
Negara banyaknya lima ratus rupiah.
2) Perbuatan-perbuatan tersebut pada ayat 1 pasal
ini dipandang sebagai pelanggaran.
Sumber data : diolah dari beberapa peraturan perundang-undangan
Tabel 2. Analisis Perkara Nomor. 211/Pid.Sus /2016/PN Blg Tahun 2017
Nama Terdakwa Sahat Safiih Gurning
Alamat Jalan Sigura-gura Desa Tangga Batu Satu, Kecamatan
Parmaksian, Toba Samosir
Jenis Perkara Pidana Khusus
Lembaga Peradilan Pengadilan Negeri Balige
Majelis Hakim 1. Azhary P. Ginting, S.H (Ketua)
2. Arief Wibowo, S.H., M.H (Anggota)
3. Hans Prayugotama, S.H (Anggota)
Perbuatan yang dilakukan • 12 Januari 2014, Sahat mengunggah foto dirinya yang
terdakwa sedang menendang lambang negara pada sebuah mural
di pinggir Jalan Paritohan, Kecamatan Pintupohan
Maranti, Kabupaten Toba Samosir (Tobasa).
• pada dinding akun Facebook-nya, mahasiswa Institut
Teknologi Medan (ITM) itu juga menulis status yang
tajam mengkritik kondisi negara, sebagai berikut :
“PANCASILA itu hanya „LAMBANG Negara Mimpi,”‟
tulis Sahat kala itu.
“Yang benar adalah Pancagila:
1. Keuangan Yang Maha Kuasa;
2. Korupsi Yang Adil Dan Merata;
3. Persatuan Mafia Hukum Indonesia;
4. Kekuasaan Yang Dipimpin Oleh Nafsu Kebejatan
Dalam Persekongkolan dan Kepurak-Purakan;
5. Kenyamanan Sosial Bagi Seluruh Keluarga Pejabat
dan Wakil Rakyat.
Semboyan: "BERBEDA- BEDA SAMA RAKUS."
Pasal yang didakwakan Pasal 154a KUHP dan Pasal 57 UU Nomor 24 Tahun
2009 tentang Bendera, Bahasa dan Lambang Negara serta
Lagu Kebangsaan
Amar Putusan Bebas
Berkekuatan Hukum Ya
Tetap
Dasar Pertimbangan • Majelis hakim menilai jika Sahat Gurning tidak
Hakim terbukti melakukan pelecehan dan penghinaan
terhadap burung garuda sebagai lambang negara.
• Hakim menilai bahwa gambar yang ditendang
terdakwa bukan lambang negara.
• Majelis hakim juga menilai jika unsur lambang negara
ISSN 2407-9189 261
12. The 6th
University Research Colloquium
2017 Universitas Muhammadiyah Magelang
dan unsur mensrea (sikap batin jahat/maksud) tidak
terpenuhi.
Analisis penulis terhadap Pasal yang dituduhkan Jaksa Penuntut Umum tidak
Putusan Bebas Terdakwa terbukti unsur-unsurnya :
Sahat Safiih Gurning Pasal 154a KUHP :
• Unsur “Barang siapa” : terbukti, karena terdakwa
adalah orang/manusia (WNI, dibuktikan dengan
adanya KTP) yang mampu bertanggung jawab
dikarenakan sehat akal dan pikirannya.
• Unsur “menodai” : tidak terbukti, karena tidak ada
niat jahat (mens rea) pada saat akan melakukan
perbuatan yang didakwakan, niat terdakwa adalah
memprotes proses penegakan hukum (korupsi) yang
dirasa tidak adil.
Pasal 57 UU Nomor 24 Tahun 2009 :
Unsur “Mencoret, menulisi, menggambari, atau
membuat rusak” : tidak terbukti, karena perbuatan
terdakwa adalah menendang lukisan Burung Garuda
di dinding tembok
Unsur “dengan maksud menodai, menghina atau
merendahkan kehormatan Lambang Negara” : tidak
terbukti, karena tidak ada niat jahat (mens rea) pada
saat akan melakukan perbuatan yang didakwakan, niat
terdakwa adalah memprotes proses penegakan hukum
(korupsi) yang dirasa tidak adil.
Sumber data : diolah dari berbagai sumber
262 ISSN 2407-9189