1. PEMERIKSAAN LABORATORIUM UNTUK
MENILAI INFERTILITAS
DOKTER MUDA REGULER PATOLOGI KLINIK
BAGIAN/KSM PATOLOGI KLINIK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA – RSUD DR. ZAINOEL
ABIDIN BANDA ACEH
2022
REFERAT
Pembimbing
dr. Desiana, M.Ked(Clinpath), SpPK(K)
Presentan
Naufal Rabbany
2. PENDAHULUAN
Ketidakmampuan untuk memperoleh kehamilan setelah 12
bulan atau lebih menikah melalui hubungan seksual secara
teratur tanpa menggunakan alat kontrasepsi.
Infertilitas
1 dari 4 pasangan di Negara berkembang mengalami
masalah infertilitas
Berdasarkan data dari WHO pada tahun 2012, Prevalensi
Infertilitas pada pasangan di Indonesia berusia 20-25 tahun
mencapai 21,8%
Pemeriksaan Laboratorium merupakan salah satu metode
untuk mengevaluasi infertilitas dari aspek etiologi, faktor
genetic, diagnosis klinis yang mendasari, dan
mengidentifikasi faktor risiko yang bersifat reversibel
sehingga dapat ditentukan penanganan yang tepat.
4. DEFINISI
• Infertilitas didefinisikan sebagai ketidakmampuan suatu pasangan untuk melakukan
konsepsi setelah satu tahun dengan frekuensi hubungan seksual tanpa kontrasepsi. . .
EPIDEMIOLOGI
• Data dari WHO tahun 2010 menunjukkan sekitar 25% pasangan mengalami masalah
infertilitas.
• Sebanyak 64% dari pasangan yang mengalami infertilitas disebabkan oleh faktor wanita,
dan 36% faktor pria.
5. ETIOLOGI
Wanita
Etiologi Infertilitas
Pria
1. Gangguan Produksi Sperma
Faktor genetik (Klinefelter syndrome),
mikrodelesi kromosom Y atau kerusakan
langsung lainnya terkait anatomi (varikokel),
infeksi, atau endotoksin.
1. Gangguan Ovulasi (30-40%)
Terjadinya anovulasi dapat disebabkan tidak ada
atau sedikitnya produksi gonadotropin releasing
hormone (GnRH) oleh hipotalamus (40 % kasus),
sekresi hormon prolaktin oleh tumor hipopise (20
% kasus), polycystic ovary syndrome (PCOS) (30 %
kasus), kegagalan ovarium dini (10%).
2. Gangguan Fungsi Sperma
Misalnya akibat antibodi, antisperma, radang
saluran genital, varikokel, kegagalan reaksi
akrosom, ketidaknormalan biokimia, atau
gangguan dengan perlengketan sperma
3. Sumbatan pada Duktus
Dapat disebabkan oleh vasektomi maupun
kelainan kongenital
2. Kelainan Anatomis Organ Reproduksi
- Tuba Fallopi : Obstruksi akibat kondisi lain.
- Uterus : Septum Uterus dan Mioma Uteri
- Endometrium : Endometriosis dan Polip
6. PENEGAKAN DIAGNOSIS INFERTILITAS PADA PRIA
Anamnesis :
◦ Riwayat hubungan seksual
◦ Durasi infertilitas
◦ Kesuburan sebelumnya
◦ Penyakit masa kanak-kanak dan riwayat perkembangan
◦ Penyakit medis sistematik dan terapinya (diabetes mellitus dan penyakit pernapasan
bagian atas)
◦ Operasi daerah inguinal/pelvis/testis sebelumnya
◦ Obat dan alergi
◦ Infeksi menular seksual
◦ Paparan gonadotoksins (bakan kimia, kemoterapi, dan radioterapi)
◦ Gaya hidup pribadi (merokok, konsumsi alkohol, narkoba)
◦ Riwayat infertilitas dalam keluarga dan cacar bawaan lainnya
7. Pemeriksaan Fisik :
Pemeriksaan fisik pada pasien infertil terdiri dari pemeriksaan umum berupa Tinggi, berat badan,
indeks massa tubuh pasien, serta tekanan darah perlu diperiksa. Derajat androgenisasi dapat
dinilai dengan mencari pola distribusi rambut pria.
Pemeriksaan genital yang dapat dilakukan yaitu :
Penis : Fimosis, Parafimosis, Lokasi MUE
Testis : letak, ukuran, dan konsistensi
Epididimis : Letak, Ukuran
Vas Deferens : Beserta isi Plexus Pampiniformis
Varikokel
Setelah dilakukan pemeriksaan fisik dan genital, dilakukan pemeriksaan penunjang yaitu
analisa semen.
PENEGAKAN DIAGNOSIS INFERTILITAS PADA PRIA
8. PENEGAKAN DIAGNOSIS INFERTILITAS PADA WANITA
Anamnesis :
Anamnesis masih merupakan cara terbaik untuk mencari penyebab infertilitas pada wanita.
Faktor-faktor penting yang berkaitan dengan infertilitas yang harus ditanyakan kepada
pasien adalah :
Usia pasien
Riwayat kehamilan sebelumnya
Panjang siklus haid,
Riwayat penyakit sebelumnya dan sekarang,
Riwayat operasi
Frekuensi koitus dan waktu koitus.
9. Pemeriksaan Fisik :
Berat badan, Tinggi Badan, dan Index Massa Tubuh
Adanya hirsutism atau akantosis nigran
Besar tiroid, adanya nodul tiroid
Pemeriksaan payudara, meliputi palpasi massa payudara dan sekret yang keluar dari puting
Klasifikasi Tanner pada perkembangan payudara
Pemeriksaan klitoris, cincin himen, vagina, dan servik.
Menilai adanya septum pada vagina
Menilai adanya stenosis servik atau posisi servik yang jauh dari garis tengah
Pemeriksaan posisi uterus dan besar uterus serta mobilitasnya
Pemeriksaan massa atau pembengkakan pada adneksa
Pemeriksaan pada ligamen sakrouterina dan cul de sac.
PENEGAKAN DIAGNOSIS INFERTILITAS PADA WANITA
11. PEMERIKSAAN LABORATORIUM UNTUK
MENILAI INFERTILITAS PADA PRIA
1. Analisis Semen
Parameter Batas bawah
Volume semen (mL) 1,5 (1,4-1,7)
Jumlah sperma total (106 per ejakulat 39 (36-46)
Konsentrasi sperma (106 per mL) 15 (12-16)
Motilitas total (PR+NP, %) 40 (38-42)
Motilitas progresif (PR,%) 32 (31-34)
Vitalitas (spermatozoa yang hidup, %) 58 (55-63)
Morfoogi sperma (bentuk normal, %) 4 (3-4)
pH >7,2
Leukosit peroksidase positif (106 per mL) <1,0
Pemeriksaan opsional
Tes MAR (spermatozoa motil dengan partikel ikatan, %) <50
Tes immunobead (spermatozoa motil dengan bound beads, %) <50
Zinc seminal (µmol/ejakulat) >2,4
Fruktosa seminal (µmol/ejakulat) >13
Glukosidase netral seminal (µmol/ejakulat) >20
12. PEMERIKSAAN LABORATORIUM UNTUK
MENILAI INFERTILITAS PADA PRIA
Nomenklatur Deskripsi
Aspermia Tidak ditemukan ejakulat
Hipospermia Volume ejakulat kurang dari nilai referensi
Hemospermia Ditemukan eritrosit dalam ejakulat
Leukospermia Konsentrasi leukosit dalam ejakulat lebih dari nilai referensi
Azoospermia Tidak ditemukan spermatozoa dalam ejakulat setelah dilakukan sentrifugasi
Kriptozoospermia Tidak ditemukan spermatozoa pada preparat basah tetapi setelah sentrifugasi
ditemukan spermatozoa
Oligozoospermia Jumlah total (atau konsentrasi) spermatozoa kurang dari nilai referensi
Asthenozoospermia Persentase spermatozoa progresif (PR) lebih rendah dari nilai referensi
Nekrozoospermia Persentase spermatozoa hidup rendah dalam ejakulat
Teratozoospermia Persentase spermatozoa morfologi normal kurang dari nilai referensi
Normozoospermia Jumlah total (konsentrasi) spermatozoa, persentase motilitas (PR), dan
morfologi normal sama dengan atau di atas referensi
13. PEMERIKSAAN LABORATORIUM UNTUK
MENILAI INFERTILITAS PADA PRIA
2. Frekuensi Analisis Semen
Jika hasil pemeriksaan analisis semen didapatkan normal sesuai dengan kriteria WHO, satu kali
pemeriksaan sudah mencukupi. Jika hasil analisis semen menunjukkan kelainan pada sekurang-kurangnya
2 kali pemeriksaan, diperlukan pemeriksaan andrologi lanjutan. Sampel semen yang diperiksa diambil
setelah abstinen selama 2 - 7 hari dengan jarak antar pemeriksaan minimal 7 hari. Hasil analisis semen
yang abnormal dapat berupa:
b) Oligozoospermia : < 15 juta spermatozoa/mL
c) Astenozoospermia : < 32% spermatozoa motil
d) Teratozoospermia : < 4% bentuk yang normal
Ketiga kelainan ini sering ditemukan bersamaan dan disebut sebagai sindrom Oligo-Asteno-
Teratozoospermia (OAT). Sama seperti azoospermia, pada kasus sindrom OAT yang ekstrim (< 1 juta
spermatozoa/mL) juga terjadi peningkatan insidens obstruksi saluran genital pria dan kelainan genetik.
14. PEMERIKSAAN LABORATORIUM UNTUK
MENILAI INFERTILITAS PADA PRIA
3. Pemeriksaan Hormon
Umumnya, hormone yang diperiksa yang berkaitan dengan defisiensi testikuler adalah Hormon
Gonadotropin yaitu FSH/LH, Testosteron dan prolactin juga dapat diperiksa bila memungkinkan.
Secara umum, kadar FSH berhubungan dengan jumlah spermatogonia:
a. Jika spermatogonia sedikit atau tidak ada, FSH biasanya meningkat
b. Jika jumlah spermatogonia normal namun terdapat gangguan perkembangan total pada
spermatosit atau spermatid, FSH berada pada nilai normal
c. Namun, pada beberapa individu, kadar FSH tidak mencerminkan status spermatogenensis secara
akurat.
15. PEMERIKSAAN LABORATORIUM UNTUK
MENILAI INFERTILITAS PADA PRIA
FSH LH T P Kondisi
N N N N Nonendokrin
↑ ↑ ↓ N Kegagalan testis primer
↓ ↓ ↓ N Hipogonadotropik hipogonadisme
↓ ↓ ↓ ↑ Hiperprolaktinemia
↓ ↓ ↑ N Hiperplasian adrenal kongenital
↑/N ↑/N ↑ N Insensitivitas androgen ringan
↑ N N N Kegagalan sel germinal
16. PEMERIKSAAN LABORATORIUM UNTUK
MENILAI INFERTILITAS PADA WANITA
A. Pemeriksaan Konfirmasi Ovulasi
Pemeriksaan laboratorium untuk pemeriksaan konfirmasi ovulasi pada wanita dilakukan sesuai
dengan fase yang sedang berlangsung pada siklus menstruasinya. Pemeriksan yang
direkomendasikan untuk diperiksa untuk konfirmasi ovulasi adalah progesterone serum dan LH Urin.
Progesteron serum pada fase folikuler berkisar antara 0,3-0,8 ng/mL sedangkan pada fase luteal akan
meningkat dengan kisaran 4-20 ng/mL. Kadar progesterone 10 nmol/L menandakan indikasi adanya
suatu ovulasi dan menjadi indikasi pasti terjadi suatu ovulasi bila kadar progesterone serum
mencapai 30 nmol/L. Tepat pada saat ovulasi, Luteinizing Hormone berada dalam konsentrasi
tertinggi dalam serum, sehingga dapat ditemukan lonjakan kadar LH pada Urin.
17. PEMERIKSAAN LABORATORIUM UNTUK
MENILAI INFERTILITAS PADA WANITA
- Frekuensi dan keteraturan menstruasi harus ditanyakan kepada seorang perempuan.
Perempuan yang mempunyai siklus dan frekuensi haid yang teratur setiap bulannya, kemungkinan
mengalami ovulasi.
- Perempuan yang memiliki siklus haid teratur dan telah mengalami infertilitas selama 1 tahun,
dianjurkan untuk mengkonfirmasi terjadinya ovulasi dengan cara mengukur kadar progesteron
serum fase luteal.
- Pemeriksaan kadar progesteron serum perlu dilakukan pada perempuan yang memiliki siklus
haid panjang (oligomenorea). Pemeriksaan dilakukan pada akhir siklus (hari ke 28-35) dan dapat
diulang tiap minggu sampai siklus haid berikutnya terjadi.
19. PEMERIKSAAN LABORATORIUM UNTUK
MENILAI INFERTILITAS PADA WANITA
B. Pemeriksaan Hormon
Pemeriksaan hormon dibutuhkan untuk menegakkan diagnosis infertilitas dan menyingkirkan
diagnosis banding gangguan hormonal lainnya. Berikut rekomendasi pemeriksaan hormon pada
kasus infertilitas pada wanita:
◦ Kadar AMH
◦ Hitung folikel antral basal (FAB)
◦ FSH dan estradiol hari ke-3
20. PEMERIKSAAN LABORATORIUM UNTUK
MENILAI INFERTILITAS PADA WANITA
Untuk pemeriksaan cadangan ovarium, parameter yang dapat digunakan adalah AMH dan folikel antral basal (FAB). Berikut
nilai AMH dan FAB yang dapat digunakan:
1. Hiper-responder (FAB > 20 folikel / AMH > 4.6 ng/ml)
2. Normo-responder (FAB > 6-8 folikel / AMH 1.2 - 4.6 ng/ml)
3. Poor-responder (FAB < 6-8 folikel / AMH < 1.2 ng/ml).12
Bila dicurigai adanya gangguan hormonal pada sistem saraf pusat seperti hipotalamus dan hipofisis, dapat juga dilakukan
pemeriksaan hormone yang dihasilkan dari kelenjar tersebut. Pemeriksaannya dapat berupa pemeriksaan Gonadotropine
Releasing Hormone (GnRH) Serum, Prolaktin Serum, FSH/LH Serum. Kadar hormon yang abnormal dapat menandakan adanya
suatu gangguan pada kelenjar terkait yang dapat disebabkan oleh adanya infeksi maupun keganasan.
21. • Medikamentosa
• Pembedahan
Konvensional
• Inseminasi intra uterin (IIU)
• in vitro fertilization (FIV)
• intra cytoplasmic sperm injection (ICSI)
Reproduksi Berbantu
TATALAKSANA
23. KESIMPULAN
Infertilitas adalah ketidakmampuan untuk memperoleh kehamilan setelah 12 bulan atau lebih
menikah melalui hubungan seksual secara teratur tanpa menggunakan alat kontrasepsi. Infertilitas
dibedakan menjadi dua jenis yaitu infertilitas primer dan infertilitas sekunder. Penyebab dari
infertilitas dipengaruhi berbagai faktor baik dari pria maupun wanita seperti, faktor hormonal dan
anatofisiologis. Penegakan diagnosis dari infertilitas dapat berupa anamnesis, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan radiologis. Pada pria, pemeriksaan laboratorium yang
umum digunakan untuk menilai infertilitas adalah analisa semen dan pemeriksaan hormone.
Sedangkan pada wanita, pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan untuk menilai infertilitas
adalah penilaian konfirmasi ovulasi dan pemeriksaan hormone.