SlideShare a Scribd company logo
IDENTIFIKASI PUSAT PERTUMBUHAN, PUSAT PELAYANAN, INTERAKSI KERUANGAN
ANTAR WILAYAH DAN KAJIAN PERTUMBUHAN EKONOMI WILAYAH
KAWASAN AGLOMERASI PERKOTAAN YOGYAKARTA
Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Metode Analisis Perencanaan dan Pembangunan
Dosen Pengampu
Dr. Yudi Basuki, ST, MT.
Disusun oleh :
BRAMANTIYO MARJUKI
21040116410036
PROGRAM STUDI
MAGISTER PEMBANGUNAN WILAYAH DAN KOTA
FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2016
I. PENDAHULUAN
Tugas Mata Kuliah Metode Analisis Perencanaan yang diberikan adalah (1) Membuat Hirarki
Pusat Pelayanan menggunakan Metode Rank Size Rule, Skalogram Guttman dan Indeks Sentralitas
Marshall; (2) Membuat analisis interaksi keruangan menggunakan salah satu dari beberapa metode
interaksi keruangan seperti Model Gravitasi, Titik Henti, Grafis, dan Aliran Komoditas; dan (3)
Membuat kajian ekonomi wilayah yang dikaitkan dengan interaksi keruangan.
Area yang menjadi kajian adalah kawasan Aglomerasi Perkotaan Yogyakarta (APY) yang telah
ditetapkan menjadi Pusat Kegiatan Nasional (PKN) sesuai dengan PERDA DIY Nomor 2 Tahun 2011.
Kawasan APY terdiri dari Kota Yogyakarta sebagai inti dan beberapa kecamatan di sekitarnya seperti
Kecamatan Kasihan, Sewon, Banguntapan di wilayah Kabupaten Bantul, serta Kecamatan Depok,
Gamping, Mlati, Ngemplak, Ngaglik di wilayah Kabupaten Sleman (Gambar 1). Unit analisis yang
digunakan adalah kecamatan, untuk itu apabila terdapat data sekunder yang digunakan sampai level
desa, maka data tersebut akan diagregrasikan ke level kecamatan.
Gambar 1.
Peta Administrasi Kecamatan Kawasan Aglomerasi Perkotaan Yogyakarta
Analisis yang dilakukan meliputi (1) Penentuan Pusat Pertumbuhan dan Pelayanan
menggunakan metode Rank Size Rule, Skalogram Guttman dan Indeks Sentralitas Marshall; (2)
Penentuan interaksi keruangan antar kecamatan menggunakan Teori Grafik Kansky; (3) Kajian
ekonomi wilayah menggunakan Model Location Quotient dan Model Shift-Share.
II. ANALISIS PUSAT PERTUMBUHAN DAN PELAYANAN
II.1 Deskripsi Sumber Data Yang Digunakan
Untuk pelaksanaan tugas pembuatan hirarki pusat pertumbuhan dan pelayanan, data yang
digunakan adalah publikasi Data Demografi Indonesia terbaru yang diterbitkan oleh Direktorat
Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil (DUKCAPIL) yang dapat diakses secara publik dari alamat
website http://gis.dukcapil.kemendagri.go.id/peta/ (Gambar 2). Data yang dipublikasikan dalam
bentuk layanan peta online dalam satuan desa sampai tahun 2015. Data yang tersedia meliputi data
luas wilayah, kependudukan (dibagi menurut jumlah, kepadatan, agama, jenis kelamin, status
perkawinan, dan kelompok usia dan lain-lain), data jumlah fasilitas umum per desa (meliputi fasilitas
pendidikan, kesehatan, HANKAM, peribadahan, dan pemerintahan).
Gambar 2.
Layanan Data Kependudukan dari Direktorat Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kemendagri
II.2 Tabulasi Data Jumlah Penduduk
Data jumlah penduduk yang diperoleh dari layanan data DUKCAPIL dari Direktorat Jenderal
Kependudukan dan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri disusun menurut desa, karena analisis
yang dilakukan menggunakan satuan kecamatan, maka data tingkat desa dijumlahkan/summarized
pada tingkat kecamatan. Hasil penjumlahan untuk lokasi kajian APY direkapitukasi dalam tabel 1 di
bawah ini. Data dalam Tabel 1 diurutkan menurut Kabupaten/Kota, dengan jumlah penduduk tertinggi
adalah Kecamatan Depok Kabupaten Sleman, dan jumlah penduduk terendah adalah Kecamatan
Pakualaman Kota Yogyakarta.
Tabel 1.
Jumlah Penduduk Per Kecamatan di Kawasan APY
(Sumber : DUKCAPIL KEMENDAGRI, 2015)
Kecamatan Kabupaten/Kota Jumlah Penduduk Tahun 2015
BANGUNTAPAN BANTUL 105.568
KASIHAN BANTUL 97.796
SEWON BANTUL 95.530
DANUREJAN KOTA YOGYAKARTA 21.401
GEDONGTENGEN KOTA YOGYAKARTA 20.796
GONDOKUSUMAN KOTA YOGYAKARTA 41.603
GONDOMANAN KOTA YOGYAKARTA 15.186
JETIS KOTA YOGYAKARTA 27.609
KOTAGEDE KOTA YOGYAKARTA 32.635
KRATON KOTA YOGYAKARTA 22.034
MANTRIJERON KOTA YOGYAKARTA 34.673
MERGANGSAN KOTA YOGYAKARTA 31.774
NGAMPILAN KOTA YOGYAKARTA 18.711
PAKUALAMAN KOTA YOGYAKARTA 10.644
TEGALREJO KOTA YOGYAKARTA 36.478
UMBULHARJO KOTA YOGYAKARTA 66.961
WIROBRAJAN KOTA YOGYAKARTA 27.516
DEPOK SLEMAN 129.130
GAMPING SLEMAN 93.558
MLATI SLEMAN 93.451
NGAGLIK SLEMAN 98.799
NGEMPLAK SLEMAN 59.624
II.3 Hirarki Pusat Pertumbuhan Metode Rank Size Rule
Penentuan pusat pelayanan metode Rank Size Rule dirumuskan seperti di bawah ini.
Sebelum melakukan klasifikasi orde, definisi batas kelas per orde harus ditentukan terlebih dahulu.
Untuk itu, sesuai dengan aturan dari prinsip Rank Size Rule, dilakukan pendefinisian batas kelas untuk
orde 1 dengan mengambil acuan kecamatan dengan jumlah penduduk terbesar (yang dalam hal ini
adalah Kecamatan Depok sebesar 129.130 jiwa) dibagi dengan nilai orde kota pertama. Kemudian
untuk menentukan batas orde kedua, jumlah penduduk terbesar dibagi dua. Sedangkan untuk orde
ketiga, jumlah penduduk terbesar dibagi tiga dan seterusnya. Hasil proses klasifikasi batas kelas per
orde direkapitulasi di Tabel 2 di bawah ini.
Tabel 2.
Hasil Perhitungan Batas Orde Pusat Pertumbuhan Metode Rank Size Rule
Orde Pusat Pertumbuhan
Jumlah Penduduk
(metode Rank Size Rule, Pn= P1/Rn)
I 129.130
II 64.565
III 43.043
IV 32.283
V 25.826
VI 21.522
VII 18.447
VIII 16.141
IX 14.348
X 12.913
XI 11.739
XII 10.761
XIII 9.933
Hasil pendifinisian batas kelas pada Tabel 2 kemudian diimplementasikan pada Tabel 1 yang
menghasilkan orde pusat pelayanan per kecamatan yang direkapitulasi dalam Tabel 3. Untuk lebih
memberikan gambaran sebaran orde pusat pertumbuhan secara spasial, hasil kalkulasi diplotkan ke
dalam peta yang disajikan pada Gambar 3.
Tabel 3.
Hasil Perhitungan Orde Pusat Pertumbuhan Metode Rank Size Rule Kecamatan di Kawasan APY
Kecamatan Kabupaten/Kota Jumlah Penduduk Tahun 2015 Orde Pusat Pelayanan
DEPOK SLEMAN 129.130 I
BANGUNTAPAN BANTUL 105.568 I
NGAGLIK SLEMAN 98.799 I
KASIHAN BANTUL 97.796 I
SEWON BANTUL 95.530 I
GAMPING SLEMAN 93.558 I
MLATI SLEMAN 93.451 I
UMBULHARJO KOTA YOGYAKARTA 66.961 I
NGEMPLAK SLEMAN 59.624 II
GONDOKUSUMAN KOTA YOGYAKARTA 41.603 III
TEGALREJO KOTA YOGYAKARTA 36.478 III
MANTRIJERON KOTA YOGYAKARTA 34.673 III
KOTAGEDE KOTA YOGYAKARTA 32.635 III
MERGANGSAN KOTA YOGYAKARTA 31.774 IV
JETIS KOTA YOGYAKARTA 27.609 IV
WIROBRAJAN KOTA YOGYAKARTA 27.516 IV
KRATON KOTA YOGYAKARTA 22.034 V
DANUREJAN KOTA YOGYAKARTA 21.401 VI
GEDONGTENGEN KOTA YOGYAKARTA 20.796 VI
NGAMPILAN KOTA YOGYAKARTA 18.711 VI
GONDOMANAN KOTA YOGYAKARTA 15.186 VIII
PAKUALAMAN KOTA YOGYAKARTA 10.644 XII
Gambar 3.
Peta Orde Pusat Pelayanan Metode Rank Size Rule per Kecamatan di Kawasan APY
II.4 Hirarki Pusat Pelayanan Metode Skalogram Guttman
Sebelum dilakukan analisis pusat pelayanan berdasarkan keberadaan dan jumlah fasilitas
umum di Kawasan APY, terlebih dulu ditentukan jenis fasilitas yang akan dilibatkan dalam analisis,
yang dirangkum dalam Tabel 4. Sumber data yang fasilitas yang digunakan merupakan sumber data
yang sama dengan data jumlah penduduk, yaitu dari layanan DUKCAPIL Online yang dipublikasikan
oleh Direktorat Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil, Kementerian Dalam Negeri Tahun 2015.
Data yang diperoleh adalah titik lokasi fasilitas (Gambar 4) yang nantinya di rekapitulasi per
kecamatan.
Tabel 4.
Jenis Fasilitas Yang Dianalisis
Jenis Fasilitas Nama Fasilitas
Pendidikan PAUD
TK
SD
SMP
SMA
Perguruan Tinggi
Kesehatan Posyandu
Puskesmas
Rumah Bersalin
Rumah Sakit
Ibadah Masjid
Gereja
Wihara
Keamanan Kantor Polisi
Gambar 4.
Peta Sebaran Fasilitas Umum di Kawasan APY
Langkah kedua dari pembuatan skalogram adalah mentabulasikan jumlah fasilitas yang ada di
setiap kecamatan sesuai dengan jenisnya yang hasilnya disajikan pada Tabel 5. Selanjutnya, hasil
tabulasi pada Tabel 5 diurutkan ulang kolom urutan fasilitas berdasarkan jumlah fasilitas umum yang
ada. Hasil pengurutan ulang disajikan pada Tabel 6.
Tabel 5.
Hasil Tabulasi Fasilitas Pelayanan Publik per Kecamatan
No. Kecamatan
PAUD
TK
SD
SMP
SMA
PT
Posyand
u
Puskesm
as
RSB
RS
Masjid
Gereja
Wihara
Kantor
Polisi
Jumlah
1 DEPOK 4 22 14 5 8 12 1 1 0 5 117 6 0 3 198
2 BANGUNTAPAN 1 6 14 5 3 10 0 2 0 2 53 2 0 1 99
3 NGAGLIK 8 15 29 6 8 5 1 2 0 2 163 6 0 1 246
4 KASIHAN 1 13 19 6 4 5 1 2 1 1 37 0 0 2 92
5 SEWON 0 5 12 1 3 2 0 3 0 2 20 0 0 2 50
6 GAMPING 5 26 25 5 6 3 0 3 1 4 130 5 0 1 214
7 MLATI 7 24 32 8 6 5 2 3 2 2 100 5 0 1 197
8 UMBULHARJO 2 19 35 12 17 16 0 3 0 4 73 3 1 1 186
9 NGEMPLAK 8 16 21 7 3 3 5 4 0 1 154 2 0 1 225
10 GONDOKUSUMAN 3 17 22 14 15 8 0 1 1 4 59 14 0 6 164
11 TEGALREJO 1 11 15 3 7 3 0 3 0 1 26 8 0 2 80
12 MANTRIJERON 1 7 9 4 8 4 0 1 0 0 11 5 0 2 52
13 KOTAGEDE 0 6 11 1 5 1 0 2 2 0 20 0 0 1 49
14 MERGANGSAN 2 16 14 5 5 6 0 2 2 0 31 6 0 2 91
15 JETIS 3 6 14 6 11 5 1 1 0 0 15 8 1 2 73
16 WIROBRAJAN 0 3 12 4 6 2 0 1 1 2 14 5 0 2 52
17 KRATON 2 4 4 3 2 1 2 0 0 1 15 0 0 1 35
18 DANUREJAN 1 5 8 4 1 1 0 2 0 0 6 2 0 1 31
19 GEDONGTENGEN 0 2 7 2 3 3 0 1 0 0 9 6 1 3 37
20 NGAMPILAN 0 0 7 2 3 2 0 0 0 0 5 2 0 1 22
21 GONDOMANAN 2 3 8 2 3 0 2 1 0 1 10 5 2 3 42
22 PAKUALAMAN 0 2 4 2 3 2 0 1 1 2 5 0 0 3 25
Jumlah 51 228 336 107 130 99 15 39 11 34 1073 91 5 42
Tabel 6.
Hasil Pengurutan Berdasarkan Jumlah Fasilitas Pelayanan Publik per Kecamatan
No. Kecamatan
Masjid
SD
TK
SMA
SMP
PT
Gereja
PAUD
KantorPolisi
Puskesmas
RS
Posyandu
RSB
Wihara
Jumlah
1 DEPOK 117 14 22 8 5 12 6 4 3 1 5 1 0 0 198
2 BANGUNTAPAN 53 14 6 3 5 10 2 1 1 2 2 0 0 0 99
3 NGAGLIK 163 29 15 8 6 5 6 8 1 2 2 1 0 0 246
4 KASIHAN 37 19 13 4 6 5 0 1 2 2 1 1 1 0 92
5 SEWON 20 12 5 3 1 2 0 0 2 3 2 0 0 0 50
6 GAMPING 130 25 26 6 5 3 5 5 1 3 4 0 1 0 214
7 MLATI 100 32 24 6 8 5 5 7 1 3 2 2 2 0 197
8 UMBULHARJO 73 35 19 17 12 16 3 2 1 3 4 0 0 1 186
9 NGEMPLAK 154 21 16 3 7 3 2 8 1 4 1 5 0 0 225
10 GONDOKUSUMAN 59 22 17 15 14 8 14 3 6 1 4 0 1 0 164
11 TEGALREJO 26 15 11 7 3 3 8 1 2 3 1 0 0 0 80
12 MANTRIJERON 11 9 7 8 4 4 5 1 2 1 0 0 0 0 52
13 KOTAGEDE 20 11 6 5 1 1 0 0 1 2 0 0 2 0 49
14 MERGANGSAN 31 14 16 5 5 6 6 2 2 2 0 0 2 0 91
15 JETIS 15 14 6 11 6 5 8 3 2 1 0 1 0 1 73
16 WIROBRAJAN 14 12 3 6 4 2 5 0 2 1 2 0 1 0 52
17 KRATON 15 4 4 2 3 1 0 2 1 0 1 2 0 0 35
18 DANUREJAN 6 8 5 1 4 1 2 1 1 2 0 0 0 0 31
19 GEDONGTENGEN 9 7 2 3 2 3 6 0 3 1 0 0 0 1 37
20 NGAMPILAN 5 7 0 3 2 2 2 0 1 0 0 0 0 0 22
21 GONDOMANAN 10 8 3 3 2 0 5 2 3 1 1 2 0 2 42
22 PAKUALAMAN 5 4 2 3 2 2 0 0 3 1 2 0 1 0 25
Jumlah 1073 336 228 130 107 99 91 51 42 39 34 15 11 5
Hasil dari pengurutan ulang kemudian dibuat indeks Present Absent dimana untuk kecamatan
yang mempunyai fasilitas diberi nilai 1 dan yang tidak mempunyai fasiitas diberi nilai 0. Hasil dari
pembuatan indeks disajikan pada Tabel 7.
Lanjutan Tabel…..
Tabel 7.
Indeks Present Absent Fasilitas Pelayanan Publik per Kecamatan
No
.
Kecamatan
Masjid
SD
SMA
SMP
KantorPolisi
TK
PT
Puskesmas
Gereja
PAUD
RS
Posyandu
RSB
Wihara
Jumlah
Error
1 MLATI 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 13 0
2 DEPOK 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 12 0
3 NGAGLIK 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 12 0
4 KASIHAN 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0 12 2
5 GAMPING 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 12 2
6 UMBULHARJO 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 12 2
7 NGEMPLAK 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 12 0
8 GONDOKUSUMAN 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 12 2
9 JETIS 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 1 12 2
10 GONDOMANAN 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 1 12 2
11 BANGUNTAPAN 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 11 0
12 TEGALREJO 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 11 0
13 MERGANGSAN 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 0 11 2
14 WIROBRAJAN 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 1 0 11 2
15 MANTRIJERON 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 10 0
16 KRATON 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 1 0 0 10 4
17 DANUREJAN 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 10 0
18 GEDONGTENGEN 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 1 10 2
19 PAKUALAMAN 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 0 1 0 10 4
20 SEWON 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 0 0 0 9 2
21 KOTAGEDE 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 1 0 9 2
22 NGAMPILAN 1 1 1 1 1 0 1 0 1 0 0 0 0 0 7 2
Jumlah 22 22 22 22 22 21 21 20 17 16 15 8 8 4 240 32
Hasil skalogram pada Tabel 7 kemudian dihitung nilai COR (Coefficient of Reproductibility),
dimana nilai COR ini akan menentukan apakah analisis lebih lanjut terhadap hasil skalogram bisa
dilakukan. Agar bisa dilanjutkan, nilai COR dari skalogram minimal adalah ≥ 0,9 . Adapun rumus
perhitungan COR adalah sebagai berikut:
Dengan demikian, maka hasil perhitungan untuk skalogram Tabel 7 adalah:
COR = 1 – (32/22*14)
= 0,8961
COR = 1 - Jumlah Kesalahan .
Jumlah Wilayah x Jumlah Fasilitas
Dengan nilai COR sebesar 0,8961 maka analisis lebih lanjut tidak dapat dilakukan. Namun demikian
untuk mengetahui bagaimana kehandalan dari metode Skalogram ini, maka akan dicoba dibuat
gambaran hasil pembuatan pusat pelayanan menggunakan skalogram. Tahap selanjutnya, jika nilai
COR memenuhi syarat adalah menentukan jumlah orde menggunakan rumus Sturgess. Hasil kalkulasi
dengan rumus Sturgess menghasilkan sebanyak 5 orde. Setelah jumlah orde diperoleh, langkah
selanjutnya adalah penentuan interval kelas setiap orde. Rincian perhitungan jumlah dan interval orde
diuraikan seperti di bawah ini.
Jumlah Orde = 1+3,3 Log n
= 1+3,3 Log 22
= 5,429
= 5
= (13 – 7) / 5
= 1,2
Pembagian Orde = Orde I = > 11,8
Orde II = 10,6 – 11,8
Orde III = 9,4 – 10,6
Orde IV = 8,2 – 9,4
Orde V = < 8,2
Hasil klasifikasi orde kemudian diterapkan pada setiap kecamatan dan gambaran hasil yang diperoleh
disajikan pada Tabel 8 dan Gambar 5.
Tabel 8.
Hasil Penentuan Orde Fasilitas Pelayanan Publik per Kecamatan di Kawasan APY
No. Kecamatan
Masjid
SD
SMA
SMP
KantorPolisi
TK
PT
Puskesmas
Gereja
PAUD
RS
Posyandu
RSB
Wihara
Jumlah
ORDE
1 MLATI 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 13 I
2 DEPOK 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 12 I
3 NGAGLIK 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 12 I
4 KASIHAN 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0 12 I
5 GAMPING 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 12 I
6 UMBULHARJO 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 12 I
7 NGEMPLAK 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 12 I
8 GONDOKUSUMAN 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 12 I
9 JETIS 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 1 12 I
Panjang Interval = Jumlah Fasilitas Tertinggi - Jumlah Fasilitas Terendah
Banyaknya Orde
10 GONDOMANAN 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 1 12 I
11 BANGUNTAPAN 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 11 II
12 TEGALREJO 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 11 II
13 MERGANGSAN 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 0 11 II
14 WIROBRAJAN 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 1 0 11 II
15 MANTRIJERON 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 10 III
16 KRATON 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 1 0 0 10 III
17 DANUREJAN 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 10 III
18 GEDONGTENGEN 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 1 10 III
19 PAKUALAMAN 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 0 1 0 10 III
20 SEWON 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 0 0 0 9 IV
21 KOTAGEDE 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 1 0 9 IV
22 NGAMPILAN 1 1 1 1 1 0 1 0 1 0 0 0 0 0 7 V
Jumlah 22 22 22 22 22 21 21 20 17 16 15 8 8 4 240
Gambar 5.
Peta Orde Pusat Pelayanan Metode Skalogram Guttman per Kecamatan di Kawasan APY
II.5 Hirarki Pusat Pelayanan Metode Indeks Sentralitas Marshall
Indeks sentralitas digunakan untuk menilai kemampuan pusat pelayanan dengan dasar dari
hasil analisis Skalogram Guttman. Tahapan pertama dari pembuatan indeks sentralitas adalah
membuat nilai sentralitasnya (bobot) dengan rumus:
NS =
100
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝐹𝑎𝑠𝑖𝑙𝑖𝑡𝑎𝑠
Lanjutan Tabel…..
Hasil dari perhitungan Nilai Sentralitas (bobot) disajikan pada Tabel 9 di bawah ini.
Tabel 9.
Hasil Perhitungan Nilai Sentralitas Fasilitas Pelayanan Publik per Kecamatan di Kawasan APY
No. Kecamatan
Masjid
SD
TK
SMA
SMP
PT
Gereja
PAUD
KantorPolisi
Puskesmas
RS
Posyandu
RSB
Wihara
1 DEPOK 0.09 0.30 0.44 0.77 0.93 1.01 1.11 1.96 2.38 2.56 2.94 6.67 9.09 20.00
2 BANGUNTAPAN 0.09 0.30 0.44 0.77 0.93 1.01 1.11 1.96 2.38 2.56 2.94 6.67 9.09 20.00
3 NGAGLIK 0.09 0.30 0.44 0.77 0.93 1.01 1.11 1.96 2.38 2.56 2.94 6.67 9.09 20.00
4 KASIHAN 0.09 0.30 0.44 0.77 0.93 1.01 1.11 1.96 2.38 2.56 2.94 6.67 9.09 20.00
5 SEWON 0.09 0.30 0.44 0.77 0.93 1.01 1.11 1.96 2.38 2.56 2.94 6.67 9.09 20.00
6 GAMPING 0.09 0.30 0.44 0.77 0.93 1.01 1.11 1.96 2.38 2.56 2.94 6.67 9.09 20.00
7 MLATI 0.09 0.30 0.44 0.77 0.93 1.01 1.11 1.96 2.38 2.56 2.94 6.67 9.09 20.00
8 UMBULHARJO 0.09 0.30 0.44 0.77 0.93 1.01 1.11 1.96 2.38 2.56 2.94 6.67 9.09 20.00
9 NGEMPLAK 0.09 0.30 0.44 0.77 0.93 1.01 1.11 1.96 2.38 2.56 2.94 6.67 9.09 20.00
10 GONDOKUSUMAN 0.09 0.30 0.44 0.77 0.93 1.01 1.11 1.96 2.38 2.56 2.94 6.67 9.09 20.00
11 TEGALREJO 0.09 0.30 0.44 0.77 0.93 1.01 1.11 1.96 2.38 2.56 2.94 6.67 9.09 20.00
12 MANTRIJERON 0.09 0.30 0.44 0.77 0.93 1.01 1.11 1.96 2.38 2.56 2.94 6.67 9.09 20.00
13 KOTAGEDE 0.09 0.30 0.44 0.77 0.93 1.01 1.11 1.96 2.38 2.56 2.94 6.67 9.09 20.00
14 MERGANGSAN 0.09 0.30 0.44 0.77 0.93 1.01 1.11 1.96 2.38 2.56 2.94 6.67 9.09 20.00
15 JETIS 0.09 0.30 0.44 0.77 0.93 1.01 1.11 1.96 2.38 2.56 2.94 6.67 9.09 20.00
16 WIROBRAJAN 0.09 0.30 0.44 0.77 0.93 1.01 1.11 1.96 2.38 2.56 2.94 6.67 9.09 20.00
17 KRATON 0.09 0.30 0.44 0.77 0.93 1.01 1.11 1.96 2.38 2.56 2.94 6.67 9.09 20.00
18 DANUREJAN 0.09 0.30 0.44 0.77 0.93 1.01 1.11 1.96 2.38 2.56 2.94 6.67 9.09 20.00
19 GEDONGTENGEN 0.09 0.30 0.44 0.77 0.93 1.01 1.11 1.96 2.38 2.56 2.94 6.67 9.09 20.00
20 NGAMPILAN 0.09 0.30 0.44 0.77 0.93 1.01 1.11 1.96 2.38 2.56 2.94 6.67 9.09 20.00
21 GONDOMANAN 0.09 0.30 0.44 0.77 0.93 1.01 1.11 1.96 2.38 2.56 2.94 6.67 9.09 20.00
22 PAKUALAMAN 0.09 0.30 0.44 0.77 0.93 1.01 1.11 1.96 2.38 2.56 2.94 6.67 9.09 20.00
Hasil perhitungan nilai sentralitas atau bobot ini kemudian dikalikan dengan jumlah fasilitas untuk
mendapatkan Indeks sentralitasnya. Hasil perhitungan indeks sentralitas disajikan pada Tabel 10.
Tabel 10.
Hasil Perhitungan Indeks Sentralitas Fasilitas Pelayanan Publik per Kecamatan
No. Kecamatan
Masjid
SD
TK
SMA
SMP
PT
Gereja
PAUD
KantorPolisi
Puskesmas
RS
Posyandu
RSB
Wihara
Jumlah
1 DEPOK 10.90 4.17 9.65 6.15 4.67 12.12 6.67 7.84 7.14 2.56 14.71 6.67 0.00 0.00 93.26
2 BANGUNTAPAN 4.94 4.17 2.63 2.31 4.67 10.10 2.22 1.96 2.38 5.13 5.88 0.00 0.00 0.00 46.39
3 NGAGLIK 15.19 8.63 6.58 6.15 5.61 5.05 6.67 15.69 2.38 5.13 5.88 6.67 0.00 0.00 89.62
4 KASIHAN 3.45 5.65 5.70 3.08 5.61 5.05 0.00 1.96 4.76 5.13 2.94 6.67 9.09 0.00 59.09
5 SEWON 1.86 3.57 2.19 2.31 0.93 2.02 0.00 0.00 4.76 7.69 5.88 0.00 0.00 0.00 31.23
6 GAMPING 12.12 7.44 11.40 4.62 4.67 3.03 5.56 9.80 2.38 7.69 11.76 0.00 9.09 0.00 89.57
7 MLATI 9.32 9.52 10.53 4.62 7.48 5.05 5.56 13.73 2.38 7.69 5.88 13.33 18.18 0.00 113.26
8 UMBULHARJO 6.80 10.42 8.33 13.08 11.21 16.16 3.33 3.92 2.38 7.69 11.76 0.00 0.00 20.00 115.10
9 NGEMPLAK 14.35 6.25 7.02 2.31 6.54 3.03 2.22 15.69 2.38 10.26 2.94 33.33 0.00 0.00 106.32
10 GONDOKUSUMAN 5.50 6.55 7.46 11.54 13.08 8.08 15.56 5.88 14.29 2.56 11.76 0.00 9.09 0.00 111.35
11 TEGALREJO 2.42 4.46 4.82 5.38 2.80 3.03 8.89 1.96 4.76 7.69 2.94 0.00 0.00 0.00 49.18
12 MANTRIJERON 1.03 2.68 3.07 6.15 3.74 4.04 5.56 1.96 4.76 2.56 0.00 0.00 0.00 0.00 35.55
13 KOTAGEDE 1.86 3.27 2.63 3.85 0.93 1.01 0.00 0.00 2.38 5.13 0.00 0.00 18.18 0.00 39.25
14 MERGANGSAN 2.89 4.17 7.02 3.85 4.67 6.06 6.67 3.92 4.76 5.13 0.00 0.00 18.18 0.00 67.31
15 JETIS 1.40 4.17 2.63 8.46 5.61 5.05 8.89 5.88 4.76 2.56 0.00 6.67 0.00 20.00 76.08
16 WIROBRAJAN 1.30 3.57 1.32 4.62 3.74 2.02 5.56 0.00 4.76 2.56 5.88 0.00 9.09 0.00 44.42
17 KRATON 1.40 1.19 1.75 1.54 2.80 1.01 0.00 3.92 2.38 0.00 2.94 13.33 0.00 0.00 32.27
18 DANUREJAN 0.56 2.38 2.19 0.77 3.74 1.01 2.22 1.96 2.38 5.13 0.00 0.00 0.00 0.00 22.34
19 GEDONGTENGEN 0.84 2.08 0.88 2.31 1.87 3.03 6.67 0.00 7.14 2.56 0.00 0.00 0.00 20.00 47.38
20 NGAMPILAN 0.47 2.08 0.00 2.31 1.87 2.02 2.22 0.00 2.38 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 13.35
21 GONDOMANAN 0.93 2.38 1.32 2.31 1.87 0.00 5.56 3.92 7.14 2.56 2.94 13.33 0.00 40.00 84.26
22 PAKUALAMAN 0.47 1.19 0.88 2.31 1.87 2.02 0.00 0.00 7.14 2.56 5.88 0.00 9.09 0.00 33.41
Jumlah 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100
Untuk perhitungan jumlah orde, digunakan hasil perhitungan pada hasil perhitungan Rumus Sturgess
pada Sub bab II.4 tentang analisis skalogram, dimana dari hasil perhitungan diperoleh orde sebanyak
5 Orde. Langkah berikutnya adalah penentuan batas kelas (range) tiap orde. Perhitungan batas kelas
menggunakan rumus :
= (115,1 – 13,35) / 5
= 20,35
Pembagian Orde = Orde I = 94,75 – 115,1
Orde II = 74,4 – 94,75
Orde III = 54,05 – 74,4
Orde IV = 33,7 – 54,05
Orde V = 13,35 – 33,7
Hasil penentuan orde kemudian diterapkan pada setiap kecamatan sesuai dengan nilai Indeks
Sentralitasnya, dan hasil perhitungan yang diperoleh disajikan pada Tabel 11 dan Gambar 6.
Tabel 11.
Hasil Penentuan Orde Metode Indeks Sentralitas Fasilitas Pelayanan Publik per Kecamatan di Kawasan APY
No. Kecamatan Jumlah IS Orde
1 UMBULHARJO 115.10 I
2 MLATI 113.26 I
3 GONDOKUSUMAN 111.35 I
4 NGEMPLAK 106.32 I
5 DEPOK 93.26 II
6 NGAGLIK 89.62 II
7 GAMPING 89.57 II
8 GONDOMANAN 84.26 II
Panjang Interval = IS Tertinggi - IS Terendah
Banyaknya Orde
Lanjutan Tabel…..
9 JETIS 76.08 II
10 MERGANGSAN 67.31 III
11 KASIHAN 59.09 III
12 TEGALREJO 49.18 IV
13 GEDONGTENGEN 47.38 IV
14 BANGUNTAPAN 46.39 IV
15 WIROBRAJAN 44.42 IV
16 KOTAGEDE 39.25 IV
17 MANTRIJERON 35.55 IV
18 PAKUALAMAN 33.41 V
19 KRATON 32.27 V
20 SEWON 31.23 V
21 DANUREJAN 22.34 V
22 NGAMPILAN 13.35 V
Gambar 6.
Peta Orde Pusat Pelayanan Metode Indeks Sentralitas Marshall per Kecamatan di Kawasan APY
II.6 Analisis dan Perbandingan
Hasil yang diperoleh dari analisis pusat pertumbuhan Rank Size Rule memberikan 13 orde
pusat pertumbuhan. Namun demikian, tidak semua kecamatan masuk ke dalam setiap orde. Hasil yang
diperoleh menunjukkan hanya 8 orde yang terisi. Dilihat dari persebaran penduduk Tahun 2015 di
berbagai kecamatan yang terkelaskan ke berbagai orde dan pengamatan visualisasi peta pada Gambar
3, semua kecamatan di Kabupaten Sleman dan Bantul yang termasuk dalam kawasan Urban Fringe
Lanjutan Tabel…..
Yogyakarta mempunyai jumlah penduduk yang lebih besar (yang nampak dari orde yang lebih tinggi)
daripada kecamatan yang berada di dalam kota. Kecamatan Depok Kabupaten Sleman merupakan
kecamatan dengan jumlah penduduk terbesar, kemudian diikuti Kecamatan Banguntapan Kabupaten
Bantul, dan berikutnya kecamatan lain di Sleman dan Bantul yang termasuk dalam Kawasan APY.
Kecamatan di Kota Yogyakarta yang masuk dalam Pusat Pertumbuhan Orde I hanya Kecamatan
Umbulharjo yang merupakan kecamatan dengan luas wilayah terbesar di Kota Yogyakarta. Jumlah
penduduk yang lebih besar di kecamatan - kecamatan pinggiran ini mungkin dipengaruhi oleh luas
wilayah yang memang lebih besar daripada kecamatan di dalam kota (lihat peta hasis analisis pada
Gambar 3), namun bisa juga disebabkan adanya pertumbuhan penduduk yang masif dalam tahun –
tahun terakhir (perlu data dan kajian lebih lanjut untuk memverifikasi dugaan ini). Fakta ini sekaligus
membuktikan penyebaran penduduk di Kawasan APY pada Tahun 2015 sudah merata ke seluruh
kawasan. Hasil analisis ini juga memberikan ruang untuk melakukan inferensi bahwa saat ini
ketersediaan lahan untuk permukiman di Kota Yogyakarta sudah jenuh, sehingga kawasan perkotaan
ini mulai berekspansi ke area pinggiran kota.
Kecenderungan ke depan, apabila lahan permukiman di dalam kota memang terbatas, jumlah
penduduk di kecamatan – kecamatan yang menjadi Pusat Pertumbuhan Orde I di luar Kota Yogyakarta
yang berbatasan langsung dengan kota akan terus tumbuh melebihi kecamatan di dalam kota,
sehingga perlu dipikirkan upaya antisipasi penyediaan fasilitas umum dan infrastruktur untuk
mendukung kebutuhan penduduk di masa mendatang. Antisipasi ini cukup penting karena kenyataan
yang terjadi di Yogyakarta saat ini menunjukkan pola dan tingkah laku yang mirip dengan Jakarta,
dimana penduduk mulai mengakuisisi lahan – lahan pertanian di pinggiran kota (akibat terbatasnya
lahan di dalam kota) untuk permukiman, namun tetap bekerja di dalam kota. Fenomena ini yang salah
satunya menyebabkan permasalahan kemacetan luar biasa di Jakarta yang belum tertangani dengan
baik sampai saat ini.
Terkait dengan efektivitas metode Rank Size Rule untuk menentukan orde pusat
pertumbuhan, metode ini cukup sensitif dan handal untuk menonjolkan variansi data antar lokasi.
Jumlah orde yang lebih banyak dapat memunculkanefek gradasi yang menjadi pembeda antar tempat,
yang mungkin tidak muncul jika menggunakan metode dengan keluaran jumlah orde yang lebih
sedikit. Namun demikian, jumlah orde yang banyak (selaras dengan jumlah unit analisis) mungkin tidak
efektif untuk kajian yang bertujuan ke upaya dukungan terhadap pengambilan keputusan dan
kebijakan (decision and policy making). Ketidak efektifan ini akan terasa ketika wilayah yang dikaji
cukup luas, dengan unit analisis yang banyak, dan selisih nilai data yang besar antara satu unit analisis
dan unit analisis yang lain, karena akan memunculkan orde – orde transisi yang tidak mempunyai
anggota orde, sebagaimana nampak pada analisis di kajian APY ini dimana terdapat tiga orde yang
tidak mempunyai anggota.
Gambaran tentang kondisi eksisting pusat pelayanan di APY yang diukur dari jumlah fasilitas
pelayanan di setiap kecamatan dapat dilihat dari hasil analisis Skalogram Guttman dan Indeks
Sentralitas Marshall. Khusus untuk analisis skalogram, nilai COR yang diperoleh kurang dari 0,9, yaitu
sebesar 0,8961. Nilai COR yang kurang dari 0,9 menunjukkan bahwa data pelayanan yang digunakan
kurang bisa dipercaya untuk digunakan sebagai dasar dalam melakukan analisis pusat pelayanan,
namun untuk melihat bagaimana keefektifan metode ini dalam perbandingannya dengan metode
Indeks Sentralitas, maka analisis tetap dilanjutkan.
Hasil yang diperoleh dari analisis Skalogram Guttman dan dilanjutkan klasifikasi hasil analisis
menggunakan klasifikasi Sturgess menghasilkan 5 orde pusat pelayanan, dengan hasil Kecamatan
Mlati Sleman merupakan kecamatan dengan fasilitas terlengkap sehingga menjadi Pusat Pelayanan
Orde I, diikuti Kecamatan Depok dan Kecamatan Ngaglik. Semua kecamatan di Kabupaten Sleman yang
termasuk dalam Kawasan APY termasuk dalam Orde I yang mengindikasikan bahwa (1) Perkembangan
kawasanperkotaanke arah utara Kota Yogyakarta lebihkuat daripada arah lain;dan (2) Perkembangan
kawasan ke arah utara didukung dengan upaya pemenuhan fasilitas pelayanan yang lebih lengkap.
Hasil dari analisis Skalogram Guttman yang menunjukkan Kecamatan Mlati dan Depok
Kabupaten Sleman sebagai kecamatan dengan fasilitas pelayanan terlengkap memperkuat indikasi
bahwa jumlah penduduk dan Orde Pusat Pertumbuhan yang tinggi di kecamatan – kecamatan ini (yang
nampak dari hasil analisis Pusat Pertumbuhan Rank Size Rule) tidak semata-mata karena faktor luas
wilayah, tetapi memang terdapat pertambahan penduduk dari waktu ke waktu (yang berkonsekuensi
pada peningkatan investasi pelayanan publik atau bisa juga berjalan parallel antara keduanya). Jika
dilihat dari pola pusat pelayanan yang nampak pada Gambar 5, kecamatan di area Urban Fringe
Yogyakarta yang fasilitasnya lengkap ada di sebelah barat dan utara kota (bahkan lebih lengkap dari
beberapa kecamatan di dalam Kota Yogyakarta sendiri), dengan urutan dominasi dari kecamatan di
sebelah utara baru ke arah barat kota.
Dilihat dari keragaman fasilitas pelayanan di Kawasan APY, Masjid merupakan fasilitas ibadah
yang bisa disediakan di setiapkecamatan. Selain Masjid, fasilitas pendidikan SD, SMP, SMA dan fasilitas
keamanan Kantor Polisi juga terdapat di setiap kecamatan. Perguruan Tinggi tersedia di seluruh
kecamatan kecuali di Kecamatan Gondomanan Kota Yogyakarta. Lengkapnya fasilitas pelayanan
pendidikan di setiap kecamatan di Kawasan APY tentunya tidak lepas dari stigma Yogyakarta sebagai
kota pelajar dimana setiap tahunnya kota ini menjadi rujukan bagi lulusan SMA dari seluruh Indonesia
untuk melanjutkan pendidikan tinggi. Fasilitas kesehatan Rumah Sakit Bersalin (RSB) dan fasilitas
ibadah Wihara merupakan fasilitas yang paling sedikit ditemui di Kawasan APY. Terkait dengan wihara,
mungkin dapat dimaklumi dikarenakan jumlah Umat Budha di kawasan ini yang secara visual tidak
terlalu besar, sehingga keberadaan Wihara dalam jumlah besar mungkin tidak diperlukan. Hal yang
cukup mengundang perhatian adalah keberadaan RSB yang hanya ditemui di 8 kecamatan dari 22
kecamatan. RSB yang sedikit ini perlu menjadi perhatian lebih lanjut dan dapat menjadi dasar untuk
melakukan kajian lebih lanjut apakah RSB yang ada sudah cukup dan mampu melayani kelahiran di
seluruh Kawasan APY, terutama jika dilihat dari lokasi RSB di dalam kawasan, jumlah ibu hamil di setiap
kecamatan, dan tingkat aksesbilitas RSB eksisting sendiri.
Terkait dengan kehandalan model Skalogram Guttman dalam kajian pusat pelayanan, metode
ini tidak mempertimbangkan jumlah fasilitas pelayanan dalam pemodelannya, sehingga hirarki pusat
pelayanan yang dihasilkan dari metode ini hanya bisa dipandang dari aspek kelengkapan dan variasi
jenis fasilitas pelayanan. Dengan demikian metode ini mungkin tidak cocok untuk analisis pusat
pelayanan yang berorientasi pada pengukuran kemampuan pelayanan fasilitas publik di dalam
wilayah, namun cocok untuk mengidentifikasi keragaman pelayanan yang disediakan oleh wilayah.
Kelebihan lain dari model Skalogram Guttman adalah adanya fitur COR untuk mengukur penskalaan
fasilitas (atau data lain) dalam model Guttman. Dengan ambang batas 10% kesalahan observasi (Nilai
COR ≥ 0,9), maka bisa diputuskan pemberikan skor 0 (untuk ketiadaan fasilitas) dan 1 (untuk
keberadaan fasilitas) dalam Skala Guttman bisa diterapkan atau ditolak sebelum analisis dilanjutkan.
Berbeda dengan Model Skalogram Guttman, Model Indeks Sentralitas Marshall selain melihat
kelengkapan dan variasi jenis fasilitas, juga mempertimbangkan jumlah fasilitas di dalam unit analisis.
Dengan demikian konsepsi pusat pelayanan lebih terepresentasi di dalam Model Indeks Sentralitas
Marshall daripada Skalogram Guttman. Klasifikasi orde pusat pelayanan di Model Guttman sama
dengan Model Marshall, sehingga antara keduanya dapat dibandingkan.
Hasil pemodelan yang diperoleh menggunakan Model Indeks Sentralitas sedikit berbeda
dengan hasil dari Skalogram Guttman, dimana Pusat Pelayanan Orde I lebih banyak ditemui di dalam
Kota Yogyakarta daripada di luar kota. Dalam Model Indeks Sentralitas, Kecamatan Umbulharjo
merupakan kecamatan dengan Indeks Sentralitas terbesar yang diikuti kecamatan Mlati, Kecamatan
Gondokusuman, dan Kecamatan Ngemplak. Kecamatan Depok yang merupakan Pusat Pelayanan Orde
I di dalam Model Guttman menjadi Pusat Pelayanan Orde II di Model Marshall. Hal ini dapat diartikan
bahwa walaupun secara keragaman jenis fasilitas Kecamatan Depok cukup lengkap, namun dari sisi
jumlah tidak sebanyak kecamatan lain.
Dilihat dari pola pusat pelayanan yang terbentuk dari hasil pemodelan Indeks Sentralitas
(Gambar 8), Pusat Pelayanan Orde I dan II berada di pusat kota dan sisi utara dari Urban Fringe. Hasil
ini tidak jauh berbeda dengan Model Guttman, hanya sebaran orde pusat pelayanan yang terbentuk
lebih sesuai sebaran fasilitas pelayanan yang disajikan pada Gambar 4, dimana fasilitas pelayanan dari
sisi jumlah lebih banyak terdapat di dalam kota baru kemudian ke Kawasan APY sebelah utara.
III. ANALISIS INTERAKSI KERUANGAN TEORI GRAFIK
III.1 Deskripsi Sumber Data Yang Digunakan
Analisis interaksi keruangan menggunakan Teori Grafik Kansky memerlukan dua jenis data,
yaitu (1) Data jumlah kota atau pusat pertumbuhan di dalam wilayah, dan (2) Data jaringan jalan per
kecamatan. Kedua data tersebut dapat diperoleh dari Peta Rupabumi Indonesia Skala 1:25.000 yang
diterbitkan oleh Badan Informasi Geospasial Republik Indonesia (Gambar 7).
Gambar 7.
Peta Pusat Desa dan Jaringan Jalan Utama di Kawasan APY
III.2 Perhitungan Indeks Konektivitas
Indeks Konektivitas Teori Grafik merupakan indikasi kuatnya hubungan antar pusat kegiatan
di dalam wilayah. Indeks konektivitas dapat dihitung dengan rumus seperti di bawah ini.
Dari data jaringan jalan dan pusat kegiatan di dalam kecamatan (diasumsikan Ibukota
Desa/Kelurahan), dilakukan tabulasi jumlah pusat kegiatan dan jaringan jalan per kecamatan.
Selanjutnya dari data tersebut dilakukan penghitungan Indeks Konektivitas menggunakan rumus
diatas, yang hasilnya disajikan dalam Tabel 12 dan Gambar 8. Sebagai catatan tambahan, klasifikasi
yang digunakan untuk menentukan tingkat konektivitas pada Peta Interaksi Keruangan menggunakan
Rumus Penentuan Kelas Sturgess dan Penentuan Interval Kelas seperti pada analisis pada subbab
sebelumnya, yang kemudian hasil klasifikasi yang terbentuk di-ordinal-kan dari sangat rendah ke
sangat tinggi.
Tabel 12.
Hasil Perhitungan Indeks Konektivitas per Kecamatan di Kawasan APY
Kecamatan Kabupaten/Kota
Jumlah Pusat
Pertumbuhan
Jumlah Jaringan
Jalan
Indeks
Konektivitas
BANGUNTAPAN BANTUL 8 309 38.63
KASIHAN BANTUL 4 199 49.75
SEWON BANTUL 4 191 47.75
UMBULHARJO KOTA YOGYAKARTA 7 364 52.00
GONDOKUSUMAN KOTA YOGYAKARTA 5 274 54.80
TEGALREJO KOTA YOGYAKARTA 4 187 46.75
MANTRIJERON KOTA YOGYAKARTA 3 198 66.00
KOTAGEDE KOTA YOGYAKARTA 3 94 31.33
MERGANGSAN KOTA YOGYAKARTA 3 161 53.67
JETIS KOTA YOGYAKARTA 3 132 44.00
WIROBRAJAN KOTA YOGYAKARTA 3 97 32.33
KRATON KOTA YOGYAKARTA 3 109 36.33
DANUREJAN KOTA YOGYAKARTA 3 57 19.00
GEDONGTENGEN KOTA YOGYAKARTA 2 54 27.00
NGAMPILAN KOTA YOGYAKARTA 2 41 20.50
GONDOMANAN KOTA YOGYAKARTA 2 86 43.00
PAKUALAMAN KOTA YOGYAKARTA 2 74 37.00
NGAGLIK SLEMAN 6 52 8.67
GAMPING SLEMAN 5 102 20.40
MLATI SLEMAN 5 267 53.40
NGEMPLAK SLEMAN 5 38 7.60
DEPOK SLEMAN 3 894 298.00
Gambar 8.
Peta Konektivitas Interaksi Keruangan di Kawasan APY
III.3 Analisis dan Pembahasan Hasil
Hasil yang diperoleh dari analisis interaksi keruangan dalam wilayah menggunakan Model
Grafik Kansky (Tabel 12) menunjukkan bahwa Kecamatan Depok merupakan kecamatan yang
mempunyai indeks konektivitas tertinggi diikuti Kecamatan Mantrijeron. Nilai konektivitas Kecamatan
Depok sebesar 298 jauh melebihi kecamatan lain yang nilainya tidak lebih dari 100. Jika dikembalikan
pada konsep interaksi keruangan dalam teori grafik, konektivitas tinggi dan interaksi keruangan yang
kuat di Kecamatan Depok dapat dipahami karena selain wilayahnya yang lebih luas dibandingkan
dengan kecamatan – kecamatan di dalam Kota Yogyakarta, perkembangan jaringan jalannya tidak
kalah dengan kecamatan di kota (lihat Gambar 8).
Tingginya nilai konektivitas di Kecamatan Depok jika ditinjau dari hasil analisis sebelumnya
dapat tercermin juga dari jumlah penduduk dan Orde Pusat Pertumbuhan (Sub bab II.3) dimana
Kecamatan Depok merupakan kecamatan dengan jumlah penduduk terbanyak dan menduduki peran
sebagai kecamatan dengan Orde Pusat Pertumbuhan I. Demikian pula jika dilihat dari hasil analisis
Model Guttman, fasilitas pelayanan di Depok termasuk dalam Orde I yang berarti lebih lengkap dari
kecamatan lain, walaupun mungkin dari sisi jumlah fasilitas tidak sebanyak kecamatan lain yang
menduduki peran sebagai Pusat Pelayanan Orde I dari model Indeks Sentralitas. Perkembangan
wilayah yang tinggi di Kecamatan Depok sebagaimana terangkum dari hasil analisis sejauh ini, dapat
dipahami karena fasilitas pendidikan yang ada di Kawasan APY berada di kecamatan ini. Di kecamatan
ini terdapat 12 Perguruan Tinggi (lihat Tabel 6) yang beberapa diantaranya merupakan perguruan
tinggi besar di Indonesia seperti Universitas Gadjah Mada, Universitas Negeri Yogyakarta, Universitas
Pembangunan Nasional Veteran dan Universitas Atma Jaya. Keberadaan perguruan tinggi di wilayah
ini yang memicu perkembangan jumlah penduduk dan investasi layanan pendukung pendidikan tinggi
dari waktu ke waktu, termasuk di dalamnya aktivitas pembangunan infrastruktur jalan dan
permukiman.
IV. ANALISIS EKONOMI WILAYAH
IV.1 Deskripsi Sumber Data Yang Digunakan
Analisis ekonomi wilayah untuk melihat pertumbuhan wilayah dapat menggunakan data hasil
produksi wilayah baik sektor basis maupun non basis. Terkait dengan kajian di KawasanAPY, gambaran
perekonomianwilayahdapatdiketahui antaralaindari Produk Domestik Regional Bruto(PDRB) daerah
yang diterbitkan oleh BPS setiap tahun. Terkait dengan analisis ekonomi untuk Kawasan APY, PDRB
per kecamatan hanya tersedia untuk Kabupaten Sleman, sementara untuk Kota Yogyakarta dan
Kabupaten Bantul tidak tersedia datanya. Untuk itu pendekatan yang dilakukan untuk mengkaji
ekonomi wilayah Kawasan APY akan menggunakan data PDRB Kabupaten yang dibandingkan dengan
PDRB Provinsi. Publikasi terakhir dari BPS untuk Tahun 2015 telah tersedia, sehingga data PDRB yang
digunakan adalah PDRB Tahun 2015 dan dibandingkan dengan PDRB Tahun 2013. Untuk konsep harga
dalam PDRB, yang akan digunakan adalah PDRB menurut harga konstan karena yang ingin dilihat
adalah pertumbuhan ekonomi di setiap kabupaten.
IV.2 Perhitungan Trend Produk Domestik Regional Bruto
IV.2.1 Metode Location Quotient (LQ)
Metode Location Quotient digunakan untuk melihat bagaimana kinerja ekspor wilayah
tersebut kaitannya dengan pertumbuhan wilayah. Hasil akhir dari metode LQ adalah setiap wilayah
akan mempunyai nilai indeks lebih dari satu atau kurang dari satu, dimana jika nilainya lebih dari atau
sama dengan satu, maka sektor produksi dan kesempatan kerja yang ada merupakan sektor basis dan
mampu melayani kebutuhan baik dalam wilayah maupun luar wilayah. Sedangkan jika nilainya kurang
dari satu, maka wilayah tersebut harus mengembangkan perekonomiannya.
Perhitungan LQ menggunakan rumus seperti di bawah ini.
Hasil perhitungan LQ untuk setiap kabupaten/kota yang meliput Kawasan APY disajikan pada Tabel 13
dan divisualiasaikan pada peta – peta sebaran LQ pada Gambar 8.
LQ = ps/pl
Ps/Pl
Di mana :
 LQ = Location Quotient
 ps = Produksi/kesempatan kerja sektor i, pada tingkat lokal.
 pl = Produksi/kesempatan kerja total, pada tingkat lokal.
 Ps = Produksi/kesempatan kerja sektor i, pada tingkal regional.
 Pl = Produksi/kesempatan kerja total, pada tingkal regional.
Interpretasi
 Jika LQ ≥ 1  sektor basis.
Artinya bahwa sektor tersebut sudah
mampu memenuhi kebutuhan
permintaan pasar di dalam wilayah dan
juga diekspor ke luar wilayah.
 Jika LQ < 1  sektor non-basis.
Tabel 13.
Hasil Perhitungan Location Quotient Kabupaten Bantul, Sleman, dan Kota Yogyakarta
Gambar 9.
IV.2.2 Metode Shift – Share
Model Shift – Share adalah model ekonomi wilayah yang menganalisis perubahan kegiatan
ekononomi dalam periode tertentu. Tujuan utama metode ini adalah untuk mengidentifikasi wilayah
mana yang mengalami pertumbuhan ekonomi dengan berfokus pada perbandingan antar sektor
ekonomi. Model ini mempertimbangkan tiga komponen pertumbuhan wilayah yang terdiri dari
Komponen Pertumbuhan Nasional (KPN), Komponen Pertumbuhan Proporsional (KPP) dan Komponen
Pertumbuhan Pangsa Wilayah (KPPW). Perhitungan antar komponen dilakukan menurut rumus di
bawah ini.
Hasil perhitungan pertumbuhan ekonomi wilayah antara Kabupaten Sleman, Bantul dan Kota
Yogyakarta menggunakan Model Shift – Share disajikan pada Tabel 14 dan Gambar 9.
PE = KPN + KPP + KPPW
= (Yt/Yo – 1) + (Yit / Yio - Yt/Yo) + (yit / yio - Yt/Yo)
= [Ra – 1] + [ Ri - Ra ] + [ri - Ra]
Di mana
 Yt = indikator ekonomi wil. Nasional, akhir tahun analisis.
 Yo = indikator ekonomi wil. Nasional, awal tahun analisis.
 Yit = indikator ekonomi wil. Nasional sektor i, akhir tahun analisis.
 Yio = indikator ekonomi wil. Nasional sektor i ,awal tahun analisis.
 yit = indikator ekonomi wil. Lokal sektor i , akhir tahun analisis.
 yio = indikator ekonomi wil. Lokal sektor i , awal tahun analisis.
PB = KPP + KPPW
 Jika PB ≥ 0  sektor tersebut progresif/maju.
 Jika PB < 0  sektor tersebut lamban / mundur.
Tabel 14.
Hasil Perhitungan Model Shift-Share Kabupaten Bantul, Sleman, dan Kota Yogyakarta
Gambar 10.
Plot PP – PPW Kabupaten Sleman, Bantul dan Kota Yogyakarta
IV.3 Analisis dan Pembahasan
Kemajuan suatu wilayah pada dasarnya tidak dapat dicapai apabila wilayah tidak
mengembangkan potensi sumberdaya yang dimilikinya, baik untuk memenuhi kebutuhan wilayah itu
sendiri atau mendukung wilayah lain dalam mencapai kemajuan bersama. Kawasan Aglomerasi
Perkotaan Yogyakarta pada dasarnya adalah sebuah kawasan pengembangan perkotaan yang
didalamnya terdiri dari 22 kecamatan yang masuk dalam 2 kabupaten dan 1 kotamadya. Dari berbagai
penjelasan dalam analisis sebelumnya, setiap bagian dari kawasan ini, baik dilihat dari aspek
administratif maupun fisik ternyata menunjukkan perkembangan yang tidak sama. Bagian utara, timur
dan barat kawasan lebih maju dari pada sisi selatan kawasan, walaupun dari perkembangan jumlah
penduduk relatif seragam. Sebelumnya telah dibahas bahwa penyebab perkembangan yang condong
ke utara ini lebih disebabkan keberadaan fasilitas pendidikan yang mengumpul di utara (Kabupaten
Sleman), sehingga investasi bidang jasa dan sektor non pertanian lain lebih tertarik ke sisi utara
kawasan. Meskipun demikian perlu dilihat lebih lanjut mengenai bagaimana kontribusi dan peran
sektor ekonomi dalam menjelaskan fenomena ini. Oleh karena itu dilakukan analisis ekonomi wilayah
dengan menggunakan dua metode, yaitu Location Quotient (LQ) dan Model Shift-Share dengan
memberdayakan data PDRB Kabupaten dan Provinsi pada Tahun 2013 dan 2015.
Metode LQ dikembangkan untuk mengidentifikasi komoditas unggulan suatu wilayah, dilihat
dari perbandingan keluaran produksi/kesempatan kerja suatu wilayah dengan wilayah induknya.
Keluaran dari metode LQ adalah penentuan apakah suatu wilayah termasuk ke dalam sektor basis atau
non basis di dalam wilayah induk. Sektor basis berarti wilayah tersebut memiliki keuntungan
komparatif dalam komoditas tertentu dan berpotensi menyuplai kelebihan produksi untuk wilayah
lain, sementara sektor non basis berarti sebaliknya, komoditas yang ada hanya cukup untuk konsumsi
dalam wilayah.
Dilihat dari hasil analisis LQ Tahun 2013, Kabupaten Bantul merupakan sektor basis untuk
sektor pertanian, pertambangan dan galian, industri, dan konstruksi, untuk Daerah Istimewa
Yogyakarta. Sementara Kota Yogyakarta merupakan sektor basis untuk sektor industri, utilitas listrik
dan air, jasa dan perdagangan, keuangan, dan transportasi komunikasi. Kabupaten Sleman
terspesialisasi untuk sektor industri, jasa dan perdagangan, serta transportasi komunikasi. Jika dilihat
dari progresnya pada Tahun 2015, hampir tidak terjadi perubahan status basis – non basis dari tiga
kabupaten/kota tersebut. Perubahan hanya terjadi pada Kabupaten Bantul dimana pada Tahun 2013
sektor perdagangan merupakan sektor non basis dan pada Tahun 2015 telah meningkat statusnya
menjadi sektor basis. Sementara di Kabupaten Sleman yang tadinya industrinya telah mencapai sektor
basis pada Tahun 2013 mundur menjadi non basis pada Tahun 2015. Melihat hasil ini, tampaknya telah
mulai ada spesialisasi diantara ketiga kabupaten/kota tersebut, dimana Bantul masih mengandalkan
pada komoditas pertanian dan sumberdaya alam sebagai salah satu sumber perekonomian wilayah,
namun Kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman sudah mulai meninggalkannya dan beralih ke sektor
infrastruktur dan jasa.
Bantul yang masih mengandalkan sektor pertanian, perdagangan dan pertambangan sebagai
salah satu sektor basis mungkin bisa menjawab mengapa Kawasan APY di sebelah selatan belum
nampak berkembang jika dilihat dari keberadaan fasilitas pelayanan, walaupun jumlah penduduk dan
orde pusat pertumbuhannya tidak kalah dengan kecamatan di sebelah utara. Kondisi ini mungkin bisa
dibilang ideal karena setiap wilayah memiliki sektor basis yang berbeda, sehingga bisa diharapkan
saling mendukung satu sama lain. Suplai produk pertanian untuk Kota Yogyakarta dan Sleman bisa
diperoleh dari Bantul, sementara kebutuhan Bantul terkait listrik, air, transportasi, keuangan dan jasa
lainnya bisa diperoleh dari Sleman dan Kota Yogyakarta.
Sebagaimana nampak pada hasil analisis, penggunaan Model LQ untuk analisis ekonomi
wilayah dapat mengidentifikasi sektor ekonomi unggulan di dalam wilayah dan memungkinkan untuk
memantau perkembangan sektor unggulan tersebut secara multitemporal. Namun demikian,
kuantifikasi hasil pemodelan dalam bentuk indeks basis dan non basis tidak mencerminkan perubahan
dari PDRB-nya sendiri. Pemodelan LQ kurang dapat menggambarkan bagaimana perkembangan
pertumbuhan (yang tercermin dari jumlah PDRB) wilayah apakah naik atau turun. Di dalam LQ, naik
atau turun tidak begitu penting karena selama masih berada dalam jangkauan sektor basis, komoditas
atau sektor yang dikaji akan tetap menjadi sektor unggulan.
Berbeda dengan Model LQ, Model Shift-Share mendasarkan pada tiga komponen
pertumbuhan ekonomi, yaitu komponen pertumbuhan nasional, komponen pertumbuhan
proporsional dan komponen pertumbuhan pangsa wilayah. Tiga komponen ini dapat memberikan
penjelasan tidak hanya sektor unggulan wilayah, tapi juga dapat menjelaskan dinamika ekonomi (naik
turunnya pertumbuhan ekonomi) per sektor di dalam wilayah. Oleh karena itu dapat dibilang Model
Shift-Share lebih lengkap daripada Model LQ.
Hasil analisis pertumbuhan ekonomi wilayah menggunakan Model Shift-Share untuk 2
Kabupaten dan 1 Kota yang menaungi Kawasan APY dapat dilihat pada ploting PP-PPW (yang
mencerminkan dinamika PB) kinerja sektor pada Gambar 10 dan Tabel 14. Hasil ini memberikan
tambahan penjelasan terkait hasil LQ. Dilihat dari nilai PB dan Plot PP-PPW yang diperoleh, ketiga
kabupaten/kota mengalami kemunduran produksi pertanian (dilihat dari produksi pertanian provinsi)
sebesar 20 persen, demikian pula untuk sektor pertambangan, industri dan utilitas (listrik, gas,air).
Sementara sektor keuangan, jasa, transportasi komunikasi dan perdagangan mulai tumbuh.
Mundurnya pertumbuhan ekonomi berbasis sumberdaya alam di tiga kabupaten/kota yang
menjadi lokasi kajian mengindikasikan bahwa Provinsi DIY pada umumnya dan Kawasan APY pada
khususnya sedang mengalami transformasi perekonomian dari yang sebelumnya bercorak agraris
menuju ke jasa dan pelayanan. Sektor industri yang umumnya muncul sebagai pengganti sektor agraris
di daerah lain di Indonesia tidak begitu muncul di DIY. Pertama, penduduk DIY sendiri tidak terlalu
besar, sehingga kurang menarik minat investasi industri besar padat karya, dan kedua, DIY sendiri lebih
terkenal sebagai wilayah unggul penyedia layanan pendidikan dan pariwisata, sehingga nampaknya
pelaku ekonomi di Kawasan APY lebih tertarik untuk mengembangkan aktivitas ekonomi yang
mendukung sektor unggulan ini.
V. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
Dari hasil analisis dan pemodelan yang diperoleh, dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan
penduduk di Kawasan APY sebagaimana nampak dari orde pusat pertumbuhan menunjukkan bahwa
pertumbuhan penduduk di kecamatan di Urban Fringe Yogyakarta lebih besar daripada di dalam kota.
Di sisi lain perkembangan pelayanan sebagaimana nampak dari orde pusat pelayanan cenderung
terpusat ke arah pusat dan utara kawasan. Pertumbuhan dan pelayanan yang tidak berimbang ini
berpotensi membawa masalah, terutama jika penduduk di selatan kawasan ingin mendapatkan
pelayanan harus pergi ke utara. Masalah yang dapat muncul antara lain kemacetan baik di pusat kota
maupun di sekitar Kawasan APY sendiri sebagai konsekuensi dari lalu lalang penduduk dalam
memperoleh pelayanan. Potensi permasalahan ini semakin nampak karena perkembangan interaksi
keruangan dan konektivitas (yang tercermin dari perkembangan jaringan jalan) juga lebih berkembang
di utara kawasan. Peningkatan fasilitas pelayanan, baik dari sisi jumlah maupun ragam di sisi selatan
kawasan harus dilakukan untuk menyeimbangkan permintaan pelayanan yang meningkat sebagai
konsekuensi pertumbuhan penduduk.
Dilihat dari aspek perekonomian wilayah, Kawasan APY telah mengalami transformasi dari
sektor agraris menuju sektor jasa dan pelayanan. Walaupun sektor pertanian masih menjadi sektor
basis di sebagian Kawasan APY dan cukup ideal karena terdapat berbagai spesialisasi corak aktivitas
ekonomi di dalam kawasan yang dapat mendukung satu sama lain, penurunan pertumbuhan sektor
pertanian yang signifikan dalam 2 tahun dan pertumbuhan sektor jasa dan pelayanan mengharuskan
adanya perhatian dari pemerintah. Fasilitasi pengembangan sektor jasa dan pelayanan di DIY pada
umumnya dan Kawasan APY pada khususnya Idealnya harus sebisa mungkin tidak meninggalkan
pengelolaan dan peningkatan sektor pertanian karena merupakan kebutuhan primer

More Related Content

What's hot

Struktur ruang
Struktur ruangStruktur ruang
Struktur ruang
Agus Dwi Wicaksono
 
Teori Lokasi dan Analisis Pola Ruang
Teori Lokasi dan Analisis Pola RuangTeori Lokasi dan Analisis Pola Ruang
Teori Lokasi dan Analisis Pola Ruang
Sally Indah N
 
Analisis spasial
Analisis spasialAnalisis spasial
Analisis spasial
11-1-20-1
 
Bab i Proposal Teknis Studio Perencanaan Wonogiri Kelompok 4a
Bab i Proposal Teknis Studio Perencanaan Wonogiri Kelompok 4aBab i Proposal Teknis Studio Perencanaan Wonogiri Kelompok 4a
Bab i Proposal Teknis Studio Perencanaan Wonogiri Kelompok 4aLatifah Tio
 
Permen PU No 12 Tahun 2014 tentang Drainase Perkotaan - Lampiran 3
Permen PU No 12 Tahun 2014 tentang Drainase Perkotaan - Lampiran 3Permen PU No 12 Tahun 2014 tentang Drainase Perkotaan - Lampiran 3
Permen PU No 12 Tahun 2014 tentang Drainase Perkotaan - Lampiran 3
infosanitasi
 
Laporan Akhir Regional Studio Perencanaan
Laporan Akhir Regional Studio PerencanaanLaporan Akhir Regional Studio Perencanaan
Laporan Akhir Regional Studio Perencanaan
Laras Kun Rahmanti Putri
 
Permen pu20 tahun2007 tt pedoman teknis analisis aspek fisik dan lingkungan, ...
Permen pu20 tahun2007 tt pedoman teknis analisis aspek fisik dan lingkungan, ...Permen pu20 tahun2007 tt pedoman teknis analisis aspek fisik dan lingkungan, ...
Permen pu20 tahun2007 tt pedoman teknis analisis aspek fisik dan lingkungan, ...
Deki Zulkarnain
 
Panduan Identifikasi Kawasan Permukiman Kumuh
Panduan Identifikasi Kawasan Permukiman KumuhPanduan Identifikasi Kawasan Permukiman Kumuh
Panduan Identifikasi Kawasan Permukiman Kumuh
infosanitasi
 
Pembangunan Perumahan pada Penerapan Model Compact City di DKI Jakarta
Pembangunan Perumahan pada Penerapan Model Compact City di DKI JakartaPembangunan Perumahan pada Penerapan Model Compact City di DKI Jakarta
Pembangunan Perumahan pada Penerapan Model Compact City di DKI Jakarta
Oswar Mungkasa
 
Peraturan Penataan Ruang RDTR
Peraturan Penataan Ruang  RDTRPeraturan Penataan Ruang  RDTR
Peraturan Penataan Ruang RDTR
henny ferniza
 
Bab 1 LAPORAN AKHIR STUDIO PROSES PERENCANAAN
Bab 1 LAPORAN AKHIR STUDIO PROSES PERENCANAANBab 1 LAPORAN AKHIR STUDIO PROSES PERENCANAAN
Bab 1 LAPORAN AKHIR STUDIO PROSES PERENCANAAN
AbuAnshori
 
6. struktur internal kota1
6. struktur internal kota16. struktur internal kota1
6. struktur internal kota1
Rheza Gutawa Putra
 
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/KotaPedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota
Penataan Ruang
 
proyeksi air bersih
proyeksi air bersihproyeksi air bersih
proyeksi air bersih
Reza Nuari
 
PPT RDTR_31052022.pptx
PPT RDTR_31052022.pptxPPT RDTR_31052022.pptx
PPT RDTR_31052022.pptx
YettiAnita
 
Pedoman kriteria teknis kawasan budidaya
Pedoman kriteria teknis kawasan budidayaPedoman kriteria teknis kawasan budidaya
Pedoman kriteria teknis kawasan budidayainfosanitasi
 
Sni 03 1733-2004 v.2 tata cara perencanaan lingkungan perumahan di perkotaan
Sni 03 1733-2004 v.2 tata cara perencanaan lingkungan perumahan di perkotaanSni 03 1733-2004 v.2 tata cara perencanaan lingkungan perumahan di perkotaan
Sni 03 1733-2004 v.2 tata cara perencanaan lingkungan perumahan di perkotaan
Ardita Putri Usandy
 
Tubes II EWK :Analisis Agregat dan Intra Wilayah Kab. banjarnegara
Tubes II EWK :Analisis Agregat dan Intra Wilayah Kab. banjarnegaraTubes II EWK :Analisis Agregat dan Intra Wilayah Kab. banjarnegara
Tubes II EWK :Analisis Agregat dan Intra Wilayah Kab. banjarnegara
Laras Kun Rahmanti Putri
 
Permen PU No 12 Tahun 2014 tentang Drainase Perkotaan
Permen PU No 12 Tahun 2014 tentang Drainase PerkotaanPermen PU No 12 Tahun 2014 tentang Drainase Perkotaan
Permen PU No 12 Tahun 2014 tentang Drainase Perkotaan
infosanitasi
 

What's hot (20)

Struktur ruang
Struktur ruangStruktur ruang
Struktur ruang
 
Teori Lokasi dan Analisis Pola Ruang
Teori Lokasi dan Analisis Pola RuangTeori Lokasi dan Analisis Pola Ruang
Teori Lokasi dan Analisis Pola Ruang
 
Analisis spasial
Analisis spasialAnalisis spasial
Analisis spasial
 
Bab i Proposal Teknis Studio Perencanaan Wonogiri Kelompok 4a
Bab i Proposal Teknis Studio Perencanaan Wonogiri Kelompok 4aBab i Proposal Teknis Studio Perencanaan Wonogiri Kelompok 4a
Bab i Proposal Teknis Studio Perencanaan Wonogiri Kelompok 4a
 
Permen PU No 12 Tahun 2014 tentang Drainase Perkotaan - Lampiran 3
Permen PU No 12 Tahun 2014 tentang Drainase Perkotaan - Lampiran 3Permen PU No 12 Tahun 2014 tentang Drainase Perkotaan - Lampiran 3
Permen PU No 12 Tahun 2014 tentang Drainase Perkotaan - Lampiran 3
 
Laporan Akhir Regional Studio Perencanaan
Laporan Akhir Regional Studio PerencanaanLaporan Akhir Regional Studio Perencanaan
Laporan Akhir Regional Studio Perencanaan
 
Permen pu20 tahun2007 tt pedoman teknis analisis aspek fisik dan lingkungan, ...
Permen pu20 tahun2007 tt pedoman teknis analisis aspek fisik dan lingkungan, ...Permen pu20 tahun2007 tt pedoman teknis analisis aspek fisik dan lingkungan, ...
Permen pu20 tahun2007 tt pedoman teknis analisis aspek fisik dan lingkungan, ...
 
Panduan Identifikasi Kawasan Permukiman Kumuh
Panduan Identifikasi Kawasan Permukiman KumuhPanduan Identifikasi Kawasan Permukiman Kumuh
Panduan Identifikasi Kawasan Permukiman Kumuh
 
Pembangunan Perumahan pada Penerapan Model Compact City di DKI Jakarta
Pembangunan Perumahan pada Penerapan Model Compact City di DKI JakartaPembangunan Perumahan pada Penerapan Model Compact City di DKI Jakarta
Pembangunan Perumahan pada Penerapan Model Compact City di DKI Jakarta
 
Peraturan Penataan Ruang RDTR
Peraturan Penataan Ruang  RDTRPeraturan Penataan Ruang  RDTR
Peraturan Penataan Ruang RDTR
 
Bab 1 LAPORAN AKHIR STUDIO PROSES PERENCANAAN
Bab 1 LAPORAN AKHIR STUDIO PROSES PERENCANAANBab 1 LAPORAN AKHIR STUDIO PROSES PERENCANAAN
Bab 1 LAPORAN AKHIR STUDIO PROSES PERENCANAAN
 
6. struktur internal kota1
6. struktur internal kota16. struktur internal kota1
6. struktur internal kota1
 
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/KotaPedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota
 
proyeksi air bersih
proyeksi air bersihproyeksi air bersih
proyeksi air bersih
 
PPT RDTR_31052022.pptx
PPT RDTR_31052022.pptxPPT RDTR_31052022.pptx
PPT RDTR_31052022.pptx
 
Pedoman kriteria teknis kawasan budidaya
Pedoman kriteria teknis kawasan budidayaPedoman kriteria teknis kawasan budidaya
Pedoman kriteria teknis kawasan budidaya
 
Sni 03 1733-2004 v.2 tata cara perencanaan lingkungan perumahan di perkotaan
Sni 03 1733-2004 v.2 tata cara perencanaan lingkungan perumahan di perkotaanSni 03 1733-2004 v.2 tata cara perencanaan lingkungan perumahan di perkotaan
Sni 03 1733-2004 v.2 tata cara perencanaan lingkungan perumahan di perkotaan
 
Tubes II EWK :Analisis Agregat dan Intra Wilayah Kab. banjarnegara
Tubes II EWK :Analisis Agregat dan Intra Wilayah Kab. banjarnegaraTubes II EWK :Analisis Agregat dan Intra Wilayah Kab. banjarnegara
Tubes II EWK :Analisis Agregat dan Intra Wilayah Kab. banjarnegara
 
Permen PU No 12 Tahun 2014 tentang Drainase Perkotaan
Permen PU No 12 Tahun 2014 tentang Drainase PerkotaanPermen PU No 12 Tahun 2014 tentang Drainase Perkotaan
Permen PU No 12 Tahun 2014 tentang Drainase Perkotaan
 
Morfologi wilayah kota
Morfologi wilayah kotaMorfologi wilayah kota
Morfologi wilayah kota
 

Similar to Pusat Pelayanan dan Interaksi Keruangan Kawasan Perkotaan Yogyakarta

Sidang Skripsi Ary.pptx
Sidang Skripsi Ary.pptxSidang Skripsi Ary.pptx
Sidang Skripsi Ary.pptx
BellaTangian1
 
Analisis dan Pembahasan Kajian Neraca SDA Kota Depok.pptx
Analisis dan Pembahasan Kajian Neraca SDA Kota Depok.pptxAnalisis dan Pembahasan Kajian Neraca SDA Kota Depok.pptx
Analisis dan Pembahasan Kajian Neraca SDA Kota Depok.pptx
sugiripurnama1
 
Statistik Populasi Penduduk DKI Jakarta per 2013
Statistik Populasi Penduduk DKI Jakarta per 2013Statistik Populasi Penduduk DKI Jakarta per 2013
Statistik Populasi Penduduk DKI Jakarta per 2013
Mercu Buana University
 
Laporan praktikum analisis cluster (tipologi kinerja sarana dan prasarana kec...
Laporan praktikum analisis cluster (tipologi kinerja sarana dan prasarana kec...Laporan praktikum analisis cluster (tipologi kinerja sarana dan prasarana kec...
Laporan praktikum analisis cluster (tipologi kinerja sarana dan prasarana kec...
Sally Indah N
 
Analisa Studio Wilayah; Kabupaten Magelang
Analisa Studio Wilayah; Kabupaten MagelangAnalisa Studio Wilayah; Kabupaten Magelang
Analisa Studio Wilayah; Kabupaten Magelang
Nurlina Y.
 
Buku Saku Indikator Makro Kabupaten Sumedang Edisi Desember 2023.pdf
Buku Saku Indikator Makro Kabupaten Sumedang Edisi Desember 2023.pdfBuku Saku Indikator Makro Kabupaten Sumedang Edisi Desember 2023.pdf
Buku Saku Indikator Makro Kabupaten Sumedang Edisi Desember 2023.pdf
ssuser1fe126
 
POA 2013 PKM LUMBANG
POA 2013 PKM LUMBANGPOA 2013 PKM LUMBANG
POA 2013 PKM LUMBANG
taufans32
 
Desain Layout - Buku Profil Badan Pnanggulangan Bencana Daerah Surakarta.pdf
Desain Layout - Buku Profil Badan Pnanggulangan Bencana Daerah Surakarta.pdfDesain Layout - Buku Profil Badan Pnanggulangan Bencana Daerah Surakarta.pdf
Desain Layout - Buku Profil Badan Pnanggulangan Bencana Daerah Surakarta.pdf
Multimedia Phicos
 
Bab ii hasil survey larap tol
Bab ii hasil survey larap tolBab ii hasil survey larap tol
Bab ii hasil survey larap tol
Kotjo Negoro
 
Kebijakan Pelaksanaan Program Kegiatan Tahun 2018 dan Rencana Program Tahun 2...
Kebijakan Pelaksanaan Program Kegiatan Tahun 2018 dan Rencana Program Tahun 2...Kebijakan Pelaksanaan Program Kegiatan Tahun 2018 dan Rencana Program Tahun 2...
Kebijakan Pelaksanaan Program Kegiatan Tahun 2018 dan Rencana Program Tahun 2...
Mamang Lamsijan
 
Laporan mspd analisis edes 2012
Laporan mspd analisis edes 2012Laporan mspd analisis edes 2012
Laporan mspd analisis edes 2012Jamaludin ..
 
Paparan kemiskinan lampung utara 2021
Paparan kemiskinan lampung utara 2021Paparan kemiskinan lampung utara 2021
Paparan kemiskinan lampung utara 2021
BappedaLampungUtara
 
Paparan PDRB - Pertumbuhan Ekonomi Kota Mojokerto 2023 final.pptx
Paparan PDRB - Pertumbuhan Ekonomi Kota Mojokerto 2023 final.pptxPaparan PDRB - Pertumbuhan Ekonomi Kota Mojokerto 2023 final.pptx
Paparan PDRB - Pertumbuhan Ekonomi Kota Mojokerto 2023 final.pptx
kelgununggedangan
 
SKM UPTD PKM PANONGAN 2023.pdf
SKM UPTD PKM PANONGAN 2023.pdfSKM UPTD PKM PANONGAN 2023.pdf
SKM UPTD PKM PANONGAN 2023.pdf
Mohammad Shafari
 
Sebaran masyarakat miskin dan program bantuan langsung tunai (blt) di kecamat...
Sebaran masyarakat miskin dan program bantuan langsung tunai (blt) di kecamat...Sebaran masyarakat miskin dan program bantuan langsung tunai (blt) di kecamat...
Sebaran masyarakat miskin dan program bantuan langsung tunai (blt) di kecamat...Habibullah
 
Paparan rancangan rkpd provinsi banten pada musrenbang kabupaten tangerang~0
Paparan rancangan rkpd provinsi banten pada musrenbang kabupaten tangerang~0Paparan rancangan rkpd provinsi banten pada musrenbang kabupaten tangerang~0
Paparan rancangan rkpd provinsi banten pada musrenbang kabupaten tangerang~0
Pandu Widiarto
 
Paparan Aistensi SAKIP 2022.pptx
Paparan Aistensi SAKIP 2022.pptxPaparan Aistensi SAKIP 2022.pptx
Paparan Aistensi SAKIP 2022.pptx
AbizianMuah
 
PAPARAN PKP edit.pptx
PAPARAN PKP  edit.pptxPAPARAN PKP  edit.pptx
PAPARAN PKP edit.pptx
IsmailSSiMSi
 
Draf rancangan-rpjpd-2010
Draf rancangan-rpjpd-2010Draf rancangan-rpjpd-2010
Draf rancangan-rpjpd-2010
Azhaditha Aprillia
 
PPT Linjamsos Fix 2023 (1).pptx
PPT Linjamsos Fix 2023 (1).pptxPPT Linjamsos Fix 2023 (1).pptx
PPT Linjamsos Fix 2023 (1).pptx
ROBERT532009
 

Similar to Pusat Pelayanan dan Interaksi Keruangan Kawasan Perkotaan Yogyakarta (20)

Sidang Skripsi Ary.pptx
Sidang Skripsi Ary.pptxSidang Skripsi Ary.pptx
Sidang Skripsi Ary.pptx
 
Analisis dan Pembahasan Kajian Neraca SDA Kota Depok.pptx
Analisis dan Pembahasan Kajian Neraca SDA Kota Depok.pptxAnalisis dan Pembahasan Kajian Neraca SDA Kota Depok.pptx
Analisis dan Pembahasan Kajian Neraca SDA Kota Depok.pptx
 
Statistik Populasi Penduduk DKI Jakarta per 2013
Statistik Populasi Penduduk DKI Jakarta per 2013Statistik Populasi Penduduk DKI Jakarta per 2013
Statistik Populasi Penduduk DKI Jakarta per 2013
 
Laporan praktikum analisis cluster (tipologi kinerja sarana dan prasarana kec...
Laporan praktikum analisis cluster (tipologi kinerja sarana dan prasarana kec...Laporan praktikum analisis cluster (tipologi kinerja sarana dan prasarana kec...
Laporan praktikum analisis cluster (tipologi kinerja sarana dan prasarana kec...
 
Analisa Studio Wilayah; Kabupaten Magelang
Analisa Studio Wilayah; Kabupaten MagelangAnalisa Studio Wilayah; Kabupaten Magelang
Analisa Studio Wilayah; Kabupaten Magelang
 
Buku Saku Indikator Makro Kabupaten Sumedang Edisi Desember 2023.pdf
Buku Saku Indikator Makro Kabupaten Sumedang Edisi Desember 2023.pdfBuku Saku Indikator Makro Kabupaten Sumedang Edisi Desember 2023.pdf
Buku Saku Indikator Makro Kabupaten Sumedang Edisi Desember 2023.pdf
 
POA 2013 PKM LUMBANG
POA 2013 PKM LUMBANGPOA 2013 PKM LUMBANG
POA 2013 PKM LUMBANG
 
Desain Layout - Buku Profil Badan Pnanggulangan Bencana Daerah Surakarta.pdf
Desain Layout - Buku Profil Badan Pnanggulangan Bencana Daerah Surakarta.pdfDesain Layout - Buku Profil Badan Pnanggulangan Bencana Daerah Surakarta.pdf
Desain Layout - Buku Profil Badan Pnanggulangan Bencana Daerah Surakarta.pdf
 
Bab ii hasil survey larap tol
Bab ii hasil survey larap tolBab ii hasil survey larap tol
Bab ii hasil survey larap tol
 
Kebijakan Pelaksanaan Program Kegiatan Tahun 2018 dan Rencana Program Tahun 2...
Kebijakan Pelaksanaan Program Kegiatan Tahun 2018 dan Rencana Program Tahun 2...Kebijakan Pelaksanaan Program Kegiatan Tahun 2018 dan Rencana Program Tahun 2...
Kebijakan Pelaksanaan Program Kegiatan Tahun 2018 dan Rencana Program Tahun 2...
 
Laporan mspd analisis edes 2012
Laporan mspd analisis edes 2012Laporan mspd analisis edes 2012
Laporan mspd analisis edes 2012
 
Paparan kemiskinan lampung utara 2021
Paparan kemiskinan lampung utara 2021Paparan kemiskinan lampung utara 2021
Paparan kemiskinan lampung utara 2021
 
Paparan PDRB - Pertumbuhan Ekonomi Kota Mojokerto 2023 final.pptx
Paparan PDRB - Pertumbuhan Ekonomi Kota Mojokerto 2023 final.pptxPaparan PDRB - Pertumbuhan Ekonomi Kota Mojokerto 2023 final.pptx
Paparan PDRB - Pertumbuhan Ekonomi Kota Mojokerto 2023 final.pptx
 
SKM UPTD PKM PANONGAN 2023.pdf
SKM UPTD PKM PANONGAN 2023.pdfSKM UPTD PKM PANONGAN 2023.pdf
SKM UPTD PKM PANONGAN 2023.pdf
 
Sebaran masyarakat miskin dan program bantuan langsung tunai (blt) di kecamat...
Sebaran masyarakat miskin dan program bantuan langsung tunai (blt) di kecamat...Sebaran masyarakat miskin dan program bantuan langsung tunai (blt) di kecamat...
Sebaran masyarakat miskin dan program bantuan langsung tunai (blt) di kecamat...
 
Paparan rancangan rkpd provinsi banten pada musrenbang kabupaten tangerang~0
Paparan rancangan rkpd provinsi banten pada musrenbang kabupaten tangerang~0Paparan rancangan rkpd provinsi banten pada musrenbang kabupaten tangerang~0
Paparan rancangan rkpd provinsi banten pada musrenbang kabupaten tangerang~0
 
Paparan Aistensi SAKIP 2022.pptx
Paparan Aistensi SAKIP 2022.pptxPaparan Aistensi SAKIP 2022.pptx
Paparan Aistensi SAKIP 2022.pptx
 
PAPARAN PKP edit.pptx
PAPARAN PKP  edit.pptxPAPARAN PKP  edit.pptx
PAPARAN PKP edit.pptx
 
Draf rancangan-rpjpd-2010
Draf rancangan-rpjpd-2010Draf rancangan-rpjpd-2010
Draf rancangan-rpjpd-2010
 
PPT Linjamsos Fix 2023 (1).pptx
PPT Linjamsos Fix 2023 (1).pptxPPT Linjamsos Fix 2023 (1).pptx
PPT Linjamsos Fix 2023 (1).pptx
 

More from bramantiyo marjuki

Pemanfaatan Citra Satelit Medium Resolution Untuk Pemetaan Urban FootPrint
Pemanfaatan Citra Satelit Medium Resolution Untuk Pemetaan Urban FootPrintPemanfaatan Citra Satelit Medium Resolution Untuk Pemetaan Urban FootPrint
Pemanfaatan Citra Satelit Medium Resolution Untuk Pemetaan Urban FootPrint
bramantiyo marjuki
 
How to choose SAR satellite imagery for a good interferometric processing
How to choose SAR satellite imagery for a good interferometric processingHow to choose SAR satellite imagery for a good interferometric processing
How to choose SAR satellite imagery for a good interferometric processing
bramantiyo marjuki
 
Crowsource Mapping, Captures Neography Practices
Crowsource Mapping, Captures Neography PracticesCrowsource Mapping, Captures Neography Practices
Crowsource Mapping, Captures Neography Practices
bramantiyo marjuki
 
PENERAPAN TEKNIK PEMETAAN PARTISIPATIF UNTUK MENDUKUNG PENYUSUNAN BASIS DATA...
PENERAPAN TEKNIK PEMETAAN PARTISIPATIF UNTUK  MENDUKUNG PENYUSUNAN BASIS DATA...PENERAPAN TEKNIK PEMETAAN PARTISIPATIF UNTUK  MENDUKUNG PENYUSUNAN BASIS DATA...
PENERAPAN TEKNIK PEMETAAN PARTISIPATIF UNTUK MENDUKUNG PENYUSUNAN BASIS DATA...
bramantiyo marjuki
 
Pan Sharpening (Transkrip Kuliah Telegram) di Group Telegram GIS.ID
Pan Sharpening (Transkrip Kuliah Telegram) di Group Telegram GIS.ID Pan Sharpening (Transkrip Kuliah Telegram) di Group Telegram GIS.ID
Pan Sharpening (Transkrip Kuliah Telegram) di Group Telegram GIS.ID
bramantiyo marjuki
 
Mapping Water features from SAR Imagery
Mapping Water features from SAR ImageryMapping Water features from SAR Imagery
Mapping Water features from SAR Imagery
bramantiyo marjuki
 
Ingin Belajar Penginderaan Jauh Bersama Saya ?
Ingin Belajar Penginderaan Jauh Bersama Saya ?Ingin Belajar Penginderaan Jauh Bersama Saya ?
Ingin Belajar Penginderaan Jauh Bersama Saya ?
bramantiyo marjuki
 
Final Report WWF Landcover and High Conservation Area Mapping, North Borneo 2017
Final Report WWF Landcover and High Conservation Area Mapping, North Borneo 2017Final Report WWF Landcover and High Conservation Area Mapping, North Borneo 2017
Final Report WWF Landcover and High Conservation Area Mapping, North Borneo 2017
bramantiyo marjuki
 
FGD Sosialisasi Analisis HCV - Landcover Mapping, WWF Indonesia Kalimantan Utara
FGD Sosialisasi Analisis HCV - Landcover Mapping, WWF Indonesia Kalimantan UtaraFGD Sosialisasi Analisis HCV - Landcover Mapping, WWF Indonesia Kalimantan Utara
FGD Sosialisasi Analisis HCV - Landcover Mapping, WWF Indonesia Kalimantan Utara
bramantiyo marjuki
 
Laporan KKL PPW 2016 MPWK UNDIP, BALI
Laporan KKL PPW 2016 MPWK UNDIP, BALILaporan KKL PPW 2016 MPWK UNDIP, BALI
Laporan KKL PPW 2016 MPWK UNDIP, BALI
bramantiyo marjuki
 
Wonogiri Development, Reduce Disparity, Reduce Inequity (Final Report Plannin...
Wonogiri Development, Reduce Disparity, Reduce Inequity (Final Report Plannin...Wonogiri Development, Reduce Disparity, Reduce Inequity (Final Report Plannin...
Wonogiri Development, Reduce Disparity, Reduce Inequity (Final Report Plannin...
bramantiyo marjuki
 
Stakeholder Approach benefits in Organization Practices
Stakeholder Approach benefits in Organization PracticesStakeholder Approach benefits in Organization Practices
Stakeholder Approach benefits in Organization Practices
bramantiyo marjuki
 
Jenang Cluster Local Development in Kudus District
Jenang Cluster Local Development in Kudus DistrictJenang Cluster Local Development in Kudus District
Jenang Cluster Local Development in Kudus District
bramantiyo marjuki
 
Planning theory in Toll Road Provision in Indonesia
Planning theory in Toll Road Provision in IndonesiaPlanning theory in Toll Road Provision in Indonesia
Planning theory in Toll Road Provision in Indonesia
bramantiyo marjuki
 
Planning theory in Waster Management
Planning theory in Waster ManagementPlanning theory in Waster Management
Planning theory in Waster Management
bramantiyo marjuki
 
Implementation of Planning and development theories to Waster Management in K...
Implementation of Planning and development theories to Waster Management in K...Implementation of Planning and development theories to Waster Management in K...
Implementation of Planning and development theories to Waster Management in K...
bramantiyo marjuki
 
A translation paper about Cellular Automata,
A translation paper about Cellular Automata, A translation paper about Cellular Automata,
A translation paper about Cellular Automata,
bramantiyo marjuki
 
Pembangunan dan Pengelolaan Infrastruktur Wilayah, an Fieldwork Report study ...
Pembangunan dan Pengelolaan Infrastruktur Wilayah, an Fieldwork Report study ...Pembangunan dan Pengelolaan Infrastruktur Wilayah, an Fieldwork Report study ...
Pembangunan dan Pengelolaan Infrastruktur Wilayah, an Fieldwork Report study ...
bramantiyo marjuki
 
Perkembangan Infrastruktur Provinsi Jawa Tengah Selama 10 Tahun
Perkembangan Infrastruktur Provinsi Jawa Tengah Selama 10 TahunPerkembangan Infrastruktur Provinsi Jawa Tengah Selama 10 Tahun
Perkembangan Infrastruktur Provinsi Jawa Tengah Selama 10 Tahun
bramantiyo marjuki
 
Critical review insights debate about urban decline urban regeneration
Critical review insights debate about urban decline  urban regenerationCritical review insights debate about urban decline  urban regeneration
Critical review insights debate about urban decline urban regeneration
bramantiyo marjuki
 

More from bramantiyo marjuki (20)

Pemanfaatan Citra Satelit Medium Resolution Untuk Pemetaan Urban FootPrint
Pemanfaatan Citra Satelit Medium Resolution Untuk Pemetaan Urban FootPrintPemanfaatan Citra Satelit Medium Resolution Untuk Pemetaan Urban FootPrint
Pemanfaatan Citra Satelit Medium Resolution Untuk Pemetaan Urban FootPrint
 
How to choose SAR satellite imagery for a good interferometric processing
How to choose SAR satellite imagery for a good interferometric processingHow to choose SAR satellite imagery for a good interferometric processing
How to choose SAR satellite imagery for a good interferometric processing
 
Crowsource Mapping, Captures Neography Practices
Crowsource Mapping, Captures Neography PracticesCrowsource Mapping, Captures Neography Practices
Crowsource Mapping, Captures Neography Practices
 
PENERAPAN TEKNIK PEMETAAN PARTISIPATIF UNTUK MENDUKUNG PENYUSUNAN BASIS DATA...
PENERAPAN TEKNIK PEMETAAN PARTISIPATIF UNTUK  MENDUKUNG PENYUSUNAN BASIS DATA...PENERAPAN TEKNIK PEMETAAN PARTISIPATIF UNTUK  MENDUKUNG PENYUSUNAN BASIS DATA...
PENERAPAN TEKNIK PEMETAAN PARTISIPATIF UNTUK MENDUKUNG PENYUSUNAN BASIS DATA...
 
Pan Sharpening (Transkrip Kuliah Telegram) di Group Telegram GIS.ID
Pan Sharpening (Transkrip Kuliah Telegram) di Group Telegram GIS.ID Pan Sharpening (Transkrip Kuliah Telegram) di Group Telegram GIS.ID
Pan Sharpening (Transkrip Kuliah Telegram) di Group Telegram GIS.ID
 
Mapping Water features from SAR Imagery
Mapping Water features from SAR ImageryMapping Water features from SAR Imagery
Mapping Water features from SAR Imagery
 
Ingin Belajar Penginderaan Jauh Bersama Saya ?
Ingin Belajar Penginderaan Jauh Bersama Saya ?Ingin Belajar Penginderaan Jauh Bersama Saya ?
Ingin Belajar Penginderaan Jauh Bersama Saya ?
 
Final Report WWF Landcover and High Conservation Area Mapping, North Borneo 2017
Final Report WWF Landcover and High Conservation Area Mapping, North Borneo 2017Final Report WWF Landcover and High Conservation Area Mapping, North Borneo 2017
Final Report WWF Landcover and High Conservation Area Mapping, North Borneo 2017
 
FGD Sosialisasi Analisis HCV - Landcover Mapping, WWF Indonesia Kalimantan Utara
FGD Sosialisasi Analisis HCV - Landcover Mapping, WWF Indonesia Kalimantan UtaraFGD Sosialisasi Analisis HCV - Landcover Mapping, WWF Indonesia Kalimantan Utara
FGD Sosialisasi Analisis HCV - Landcover Mapping, WWF Indonesia Kalimantan Utara
 
Laporan KKL PPW 2016 MPWK UNDIP, BALI
Laporan KKL PPW 2016 MPWK UNDIP, BALILaporan KKL PPW 2016 MPWK UNDIP, BALI
Laporan KKL PPW 2016 MPWK UNDIP, BALI
 
Wonogiri Development, Reduce Disparity, Reduce Inequity (Final Report Plannin...
Wonogiri Development, Reduce Disparity, Reduce Inequity (Final Report Plannin...Wonogiri Development, Reduce Disparity, Reduce Inequity (Final Report Plannin...
Wonogiri Development, Reduce Disparity, Reduce Inequity (Final Report Plannin...
 
Stakeholder Approach benefits in Organization Practices
Stakeholder Approach benefits in Organization PracticesStakeholder Approach benefits in Organization Practices
Stakeholder Approach benefits in Organization Practices
 
Jenang Cluster Local Development in Kudus District
Jenang Cluster Local Development in Kudus DistrictJenang Cluster Local Development in Kudus District
Jenang Cluster Local Development in Kudus District
 
Planning theory in Toll Road Provision in Indonesia
Planning theory in Toll Road Provision in IndonesiaPlanning theory in Toll Road Provision in Indonesia
Planning theory in Toll Road Provision in Indonesia
 
Planning theory in Waster Management
Planning theory in Waster ManagementPlanning theory in Waster Management
Planning theory in Waster Management
 
Implementation of Planning and development theories to Waster Management in K...
Implementation of Planning and development theories to Waster Management in K...Implementation of Planning and development theories to Waster Management in K...
Implementation of Planning and development theories to Waster Management in K...
 
A translation paper about Cellular Automata,
A translation paper about Cellular Automata, A translation paper about Cellular Automata,
A translation paper about Cellular Automata,
 
Pembangunan dan Pengelolaan Infrastruktur Wilayah, an Fieldwork Report study ...
Pembangunan dan Pengelolaan Infrastruktur Wilayah, an Fieldwork Report study ...Pembangunan dan Pengelolaan Infrastruktur Wilayah, an Fieldwork Report study ...
Pembangunan dan Pengelolaan Infrastruktur Wilayah, an Fieldwork Report study ...
 
Perkembangan Infrastruktur Provinsi Jawa Tengah Selama 10 Tahun
Perkembangan Infrastruktur Provinsi Jawa Tengah Selama 10 TahunPerkembangan Infrastruktur Provinsi Jawa Tengah Selama 10 Tahun
Perkembangan Infrastruktur Provinsi Jawa Tengah Selama 10 Tahun
 
Critical review insights debate about urban decline urban regeneration
Critical review insights debate about urban decline  urban regenerationCritical review insights debate about urban decline  urban regeneration
Critical review insights debate about urban decline urban regeneration
 

Pusat Pelayanan dan Interaksi Keruangan Kawasan Perkotaan Yogyakarta

  • 1. IDENTIFIKASI PUSAT PERTUMBUHAN, PUSAT PELAYANAN, INTERAKSI KERUANGAN ANTAR WILAYAH DAN KAJIAN PERTUMBUHAN EKONOMI WILAYAH KAWASAN AGLOMERASI PERKOTAAN YOGYAKARTA Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Metode Analisis Perencanaan dan Pembangunan Dosen Pengampu Dr. Yudi Basuki, ST, MT. Disusun oleh : BRAMANTIYO MARJUKI 21040116410036 PROGRAM STUDI MAGISTER PEMBANGUNAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2016
  • 2. I. PENDAHULUAN Tugas Mata Kuliah Metode Analisis Perencanaan yang diberikan adalah (1) Membuat Hirarki Pusat Pelayanan menggunakan Metode Rank Size Rule, Skalogram Guttman dan Indeks Sentralitas Marshall; (2) Membuat analisis interaksi keruangan menggunakan salah satu dari beberapa metode interaksi keruangan seperti Model Gravitasi, Titik Henti, Grafis, dan Aliran Komoditas; dan (3) Membuat kajian ekonomi wilayah yang dikaitkan dengan interaksi keruangan. Area yang menjadi kajian adalah kawasan Aglomerasi Perkotaan Yogyakarta (APY) yang telah ditetapkan menjadi Pusat Kegiatan Nasional (PKN) sesuai dengan PERDA DIY Nomor 2 Tahun 2011. Kawasan APY terdiri dari Kota Yogyakarta sebagai inti dan beberapa kecamatan di sekitarnya seperti Kecamatan Kasihan, Sewon, Banguntapan di wilayah Kabupaten Bantul, serta Kecamatan Depok, Gamping, Mlati, Ngemplak, Ngaglik di wilayah Kabupaten Sleman (Gambar 1). Unit analisis yang digunakan adalah kecamatan, untuk itu apabila terdapat data sekunder yang digunakan sampai level desa, maka data tersebut akan diagregrasikan ke level kecamatan. Gambar 1. Peta Administrasi Kecamatan Kawasan Aglomerasi Perkotaan Yogyakarta Analisis yang dilakukan meliputi (1) Penentuan Pusat Pertumbuhan dan Pelayanan menggunakan metode Rank Size Rule, Skalogram Guttman dan Indeks Sentralitas Marshall; (2)
  • 3. Penentuan interaksi keruangan antar kecamatan menggunakan Teori Grafik Kansky; (3) Kajian ekonomi wilayah menggunakan Model Location Quotient dan Model Shift-Share. II. ANALISIS PUSAT PERTUMBUHAN DAN PELAYANAN II.1 Deskripsi Sumber Data Yang Digunakan Untuk pelaksanaan tugas pembuatan hirarki pusat pertumbuhan dan pelayanan, data yang digunakan adalah publikasi Data Demografi Indonesia terbaru yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil (DUKCAPIL) yang dapat diakses secara publik dari alamat website http://gis.dukcapil.kemendagri.go.id/peta/ (Gambar 2). Data yang dipublikasikan dalam bentuk layanan peta online dalam satuan desa sampai tahun 2015. Data yang tersedia meliputi data luas wilayah, kependudukan (dibagi menurut jumlah, kepadatan, agama, jenis kelamin, status perkawinan, dan kelompok usia dan lain-lain), data jumlah fasilitas umum per desa (meliputi fasilitas pendidikan, kesehatan, HANKAM, peribadahan, dan pemerintahan). Gambar 2. Layanan Data Kependudukan dari Direktorat Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kemendagri II.2 Tabulasi Data Jumlah Penduduk Data jumlah penduduk yang diperoleh dari layanan data DUKCAPIL dari Direktorat Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri disusun menurut desa, karena analisis yang dilakukan menggunakan satuan kecamatan, maka data tingkat desa dijumlahkan/summarized pada tingkat kecamatan. Hasil penjumlahan untuk lokasi kajian APY direkapitukasi dalam tabel 1 di bawah ini. Data dalam Tabel 1 diurutkan menurut Kabupaten/Kota, dengan jumlah penduduk tertinggi adalah Kecamatan Depok Kabupaten Sleman, dan jumlah penduduk terendah adalah Kecamatan Pakualaman Kota Yogyakarta.
  • 4. Tabel 1. Jumlah Penduduk Per Kecamatan di Kawasan APY (Sumber : DUKCAPIL KEMENDAGRI, 2015) Kecamatan Kabupaten/Kota Jumlah Penduduk Tahun 2015 BANGUNTAPAN BANTUL 105.568 KASIHAN BANTUL 97.796 SEWON BANTUL 95.530 DANUREJAN KOTA YOGYAKARTA 21.401 GEDONGTENGEN KOTA YOGYAKARTA 20.796 GONDOKUSUMAN KOTA YOGYAKARTA 41.603 GONDOMANAN KOTA YOGYAKARTA 15.186 JETIS KOTA YOGYAKARTA 27.609 KOTAGEDE KOTA YOGYAKARTA 32.635 KRATON KOTA YOGYAKARTA 22.034 MANTRIJERON KOTA YOGYAKARTA 34.673 MERGANGSAN KOTA YOGYAKARTA 31.774 NGAMPILAN KOTA YOGYAKARTA 18.711 PAKUALAMAN KOTA YOGYAKARTA 10.644 TEGALREJO KOTA YOGYAKARTA 36.478 UMBULHARJO KOTA YOGYAKARTA 66.961 WIROBRAJAN KOTA YOGYAKARTA 27.516 DEPOK SLEMAN 129.130 GAMPING SLEMAN 93.558 MLATI SLEMAN 93.451 NGAGLIK SLEMAN 98.799 NGEMPLAK SLEMAN 59.624 II.3 Hirarki Pusat Pertumbuhan Metode Rank Size Rule Penentuan pusat pelayanan metode Rank Size Rule dirumuskan seperti di bawah ini. Sebelum melakukan klasifikasi orde, definisi batas kelas per orde harus ditentukan terlebih dahulu. Untuk itu, sesuai dengan aturan dari prinsip Rank Size Rule, dilakukan pendefinisian batas kelas untuk orde 1 dengan mengambil acuan kecamatan dengan jumlah penduduk terbesar (yang dalam hal ini adalah Kecamatan Depok sebesar 129.130 jiwa) dibagi dengan nilai orde kota pertama. Kemudian untuk menentukan batas orde kedua, jumlah penduduk terbesar dibagi dua. Sedangkan untuk orde ketiga, jumlah penduduk terbesar dibagi tiga dan seterusnya. Hasil proses klasifikasi batas kelas per orde direkapitulasi di Tabel 2 di bawah ini.
  • 5. Tabel 2. Hasil Perhitungan Batas Orde Pusat Pertumbuhan Metode Rank Size Rule Orde Pusat Pertumbuhan Jumlah Penduduk (metode Rank Size Rule, Pn= P1/Rn) I 129.130 II 64.565 III 43.043 IV 32.283 V 25.826 VI 21.522 VII 18.447 VIII 16.141 IX 14.348 X 12.913 XI 11.739 XII 10.761 XIII 9.933 Hasil pendifinisian batas kelas pada Tabel 2 kemudian diimplementasikan pada Tabel 1 yang menghasilkan orde pusat pelayanan per kecamatan yang direkapitulasi dalam Tabel 3. Untuk lebih memberikan gambaran sebaran orde pusat pertumbuhan secara spasial, hasil kalkulasi diplotkan ke dalam peta yang disajikan pada Gambar 3. Tabel 3. Hasil Perhitungan Orde Pusat Pertumbuhan Metode Rank Size Rule Kecamatan di Kawasan APY Kecamatan Kabupaten/Kota Jumlah Penduduk Tahun 2015 Orde Pusat Pelayanan DEPOK SLEMAN 129.130 I BANGUNTAPAN BANTUL 105.568 I NGAGLIK SLEMAN 98.799 I KASIHAN BANTUL 97.796 I SEWON BANTUL 95.530 I GAMPING SLEMAN 93.558 I MLATI SLEMAN 93.451 I UMBULHARJO KOTA YOGYAKARTA 66.961 I NGEMPLAK SLEMAN 59.624 II GONDOKUSUMAN KOTA YOGYAKARTA 41.603 III TEGALREJO KOTA YOGYAKARTA 36.478 III MANTRIJERON KOTA YOGYAKARTA 34.673 III KOTAGEDE KOTA YOGYAKARTA 32.635 III MERGANGSAN KOTA YOGYAKARTA 31.774 IV JETIS KOTA YOGYAKARTA 27.609 IV WIROBRAJAN KOTA YOGYAKARTA 27.516 IV KRATON KOTA YOGYAKARTA 22.034 V DANUREJAN KOTA YOGYAKARTA 21.401 VI GEDONGTENGEN KOTA YOGYAKARTA 20.796 VI NGAMPILAN KOTA YOGYAKARTA 18.711 VI GONDOMANAN KOTA YOGYAKARTA 15.186 VIII PAKUALAMAN KOTA YOGYAKARTA 10.644 XII
  • 6. Gambar 3. Peta Orde Pusat Pelayanan Metode Rank Size Rule per Kecamatan di Kawasan APY II.4 Hirarki Pusat Pelayanan Metode Skalogram Guttman Sebelum dilakukan analisis pusat pelayanan berdasarkan keberadaan dan jumlah fasilitas umum di Kawasan APY, terlebih dulu ditentukan jenis fasilitas yang akan dilibatkan dalam analisis, yang dirangkum dalam Tabel 4. Sumber data yang fasilitas yang digunakan merupakan sumber data yang sama dengan data jumlah penduduk, yaitu dari layanan DUKCAPIL Online yang dipublikasikan oleh Direktorat Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil, Kementerian Dalam Negeri Tahun 2015. Data yang diperoleh adalah titik lokasi fasilitas (Gambar 4) yang nantinya di rekapitulasi per kecamatan. Tabel 4. Jenis Fasilitas Yang Dianalisis Jenis Fasilitas Nama Fasilitas Pendidikan PAUD TK SD SMP SMA Perguruan Tinggi Kesehatan Posyandu Puskesmas Rumah Bersalin Rumah Sakit Ibadah Masjid Gereja Wihara Keamanan Kantor Polisi
  • 7. Gambar 4. Peta Sebaran Fasilitas Umum di Kawasan APY Langkah kedua dari pembuatan skalogram adalah mentabulasikan jumlah fasilitas yang ada di setiap kecamatan sesuai dengan jenisnya yang hasilnya disajikan pada Tabel 5. Selanjutnya, hasil tabulasi pada Tabel 5 diurutkan ulang kolom urutan fasilitas berdasarkan jumlah fasilitas umum yang ada. Hasil pengurutan ulang disajikan pada Tabel 6. Tabel 5. Hasil Tabulasi Fasilitas Pelayanan Publik per Kecamatan No. Kecamatan PAUD TK SD SMP SMA PT Posyand u Puskesm as RSB RS Masjid Gereja Wihara Kantor Polisi Jumlah 1 DEPOK 4 22 14 5 8 12 1 1 0 5 117 6 0 3 198 2 BANGUNTAPAN 1 6 14 5 3 10 0 2 0 2 53 2 0 1 99 3 NGAGLIK 8 15 29 6 8 5 1 2 0 2 163 6 0 1 246 4 KASIHAN 1 13 19 6 4 5 1 2 1 1 37 0 0 2 92 5 SEWON 0 5 12 1 3 2 0 3 0 2 20 0 0 2 50 6 GAMPING 5 26 25 5 6 3 0 3 1 4 130 5 0 1 214 7 MLATI 7 24 32 8 6 5 2 3 2 2 100 5 0 1 197 8 UMBULHARJO 2 19 35 12 17 16 0 3 0 4 73 3 1 1 186 9 NGEMPLAK 8 16 21 7 3 3 5 4 0 1 154 2 0 1 225 10 GONDOKUSUMAN 3 17 22 14 15 8 0 1 1 4 59 14 0 6 164 11 TEGALREJO 1 11 15 3 7 3 0 3 0 1 26 8 0 2 80 12 MANTRIJERON 1 7 9 4 8 4 0 1 0 0 11 5 0 2 52 13 KOTAGEDE 0 6 11 1 5 1 0 2 2 0 20 0 0 1 49 14 MERGANGSAN 2 16 14 5 5 6 0 2 2 0 31 6 0 2 91 15 JETIS 3 6 14 6 11 5 1 1 0 0 15 8 1 2 73 16 WIROBRAJAN 0 3 12 4 6 2 0 1 1 2 14 5 0 2 52
  • 8. 17 KRATON 2 4 4 3 2 1 2 0 0 1 15 0 0 1 35 18 DANUREJAN 1 5 8 4 1 1 0 2 0 0 6 2 0 1 31 19 GEDONGTENGEN 0 2 7 2 3 3 0 1 0 0 9 6 1 3 37 20 NGAMPILAN 0 0 7 2 3 2 0 0 0 0 5 2 0 1 22 21 GONDOMANAN 2 3 8 2 3 0 2 1 0 1 10 5 2 3 42 22 PAKUALAMAN 0 2 4 2 3 2 0 1 1 2 5 0 0 3 25 Jumlah 51 228 336 107 130 99 15 39 11 34 1073 91 5 42 Tabel 6. Hasil Pengurutan Berdasarkan Jumlah Fasilitas Pelayanan Publik per Kecamatan No. Kecamatan Masjid SD TK SMA SMP PT Gereja PAUD KantorPolisi Puskesmas RS Posyandu RSB Wihara Jumlah 1 DEPOK 117 14 22 8 5 12 6 4 3 1 5 1 0 0 198 2 BANGUNTAPAN 53 14 6 3 5 10 2 1 1 2 2 0 0 0 99 3 NGAGLIK 163 29 15 8 6 5 6 8 1 2 2 1 0 0 246 4 KASIHAN 37 19 13 4 6 5 0 1 2 2 1 1 1 0 92 5 SEWON 20 12 5 3 1 2 0 0 2 3 2 0 0 0 50 6 GAMPING 130 25 26 6 5 3 5 5 1 3 4 0 1 0 214 7 MLATI 100 32 24 6 8 5 5 7 1 3 2 2 2 0 197 8 UMBULHARJO 73 35 19 17 12 16 3 2 1 3 4 0 0 1 186 9 NGEMPLAK 154 21 16 3 7 3 2 8 1 4 1 5 0 0 225 10 GONDOKUSUMAN 59 22 17 15 14 8 14 3 6 1 4 0 1 0 164 11 TEGALREJO 26 15 11 7 3 3 8 1 2 3 1 0 0 0 80 12 MANTRIJERON 11 9 7 8 4 4 5 1 2 1 0 0 0 0 52 13 KOTAGEDE 20 11 6 5 1 1 0 0 1 2 0 0 2 0 49 14 MERGANGSAN 31 14 16 5 5 6 6 2 2 2 0 0 2 0 91 15 JETIS 15 14 6 11 6 5 8 3 2 1 0 1 0 1 73 16 WIROBRAJAN 14 12 3 6 4 2 5 0 2 1 2 0 1 0 52 17 KRATON 15 4 4 2 3 1 0 2 1 0 1 2 0 0 35 18 DANUREJAN 6 8 5 1 4 1 2 1 1 2 0 0 0 0 31 19 GEDONGTENGEN 9 7 2 3 2 3 6 0 3 1 0 0 0 1 37 20 NGAMPILAN 5 7 0 3 2 2 2 0 1 0 0 0 0 0 22 21 GONDOMANAN 10 8 3 3 2 0 5 2 3 1 1 2 0 2 42 22 PAKUALAMAN 5 4 2 3 2 2 0 0 3 1 2 0 1 0 25 Jumlah 1073 336 228 130 107 99 91 51 42 39 34 15 11 5 Hasil dari pengurutan ulang kemudian dibuat indeks Present Absent dimana untuk kecamatan yang mempunyai fasilitas diberi nilai 1 dan yang tidak mempunyai fasiitas diberi nilai 0. Hasil dari pembuatan indeks disajikan pada Tabel 7. Lanjutan Tabel…..
  • 9. Tabel 7. Indeks Present Absent Fasilitas Pelayanan Publik per Kecamatan No . Kecamatan Masjid SD SMA SMP KantorPolisi TK PT Puskesmas Gereja PAUD RS Posyandu RSB Wihara Jumlah Error 1 MLATI 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 13 0 2 DEPOK 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 12 0 3 NGAGLIK 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 12 0 4 KASIHAN 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0 12 2 5 GAMPING 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 12 2 6 UMBULHARJO 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 12 2 7 NGEMPLAK 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 12 0 8 GONDOKUSUMAN 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 12 2 9 JETIS 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 1 12 2 10 GONDOMANAN 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 1 12 2 11 BANGUNTAPAN 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 11 0 12 TEGALREJO 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 11 0 13 MERGANGSAN 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 0 11 2 14 WIROBRAJAN 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 1 0 11 2 15 MANTRIJERON 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 10 0 16 KRATON 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 1 0 0 10 4 17 DANUREJAN 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 10 0 18 GEDONGTENGEN 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 1 10 2 19 PAKUALAMAN 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 0 1 0 10 4 20 SEWON 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 0 0 0 9 2 21 KOTAGEDE 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 1 0 9 2 22 NGAMPILAN 1 1 1 1 1 0 1 0 1 0 0 0 0 0 7 2 Jumlah 22 22 22 22 22 21 21 20 17 16 15 8 8 4 240 32 Hasil skalogram pada Tabel 7 kemudian dihitung nilai COR (Coefficient of Reproductibility), dimana nilai COR ini akan menentukan apakah analisis lebih lanjut terhadap hasil skalogram bisa dilakukan. Agar bisa dilanjutkan, nilai COR dari skalogram minimal adalah ≥ 0,9 . Adapun rumus perhitungan COR adalah sebagai berikut: Dengan demikian, maka hasil perhitungan untuk skalogram Tabel 7 adalah: COR = 1 – (32/22*14) = 0,8961 COR = 1 - Jumlah Kesalahan . Jumlah Wilayah x Jumlah Fasilitas
  • 10. Dengan nilai COR sebesar 0,8961 maka analisis lebih lanjut tidak dapat dilakukan. Namun demikian untuk mengetahui bagaimana kehandalan dari metode Skalogram ini, maka akan dicoba dibuat gambaran hasil pembuatan pusat pelayanan menggunakan skalogram. Tahap selanjutnya, jika nilai COR memenuhi syarat adalah menentukan jumlah orde menggunakan rumus Sturgess. Hasil kalkulasi dengan rumus Sturgess menghasilkan sebanyak 5 orde. Setelah jumlah orde diperoleh, langkah selanjutnya adalah penentuan interval kelas setiap orde. Rincian perhitungan jumlah dan interval orde diuraikan seperti di bawah ini. Jumlah Orde = 1+3,3 Log n = 1+3,3 Log 22 = 5,429 = 5 = (13 – 7) / 5 = 1,2 Pembagian Orde = Orde I = > 11,8 Orde II = 10,6 – 11,8 Orde III = 9,4 – 10,6 Orde IV = 8,2 – 9,4 Orde V = < 8,2 Hasil klasifikasi orde kemudian diterapkan pada setiap kecamatan dan gambaran hasil yang diperoleh disajikan pada Tabel 8 dan Gambar 5. Tabel 8. Hasil Penentuan Orde Fasilitas Pelayanan Publik per Kecamatan di Kawasan APY No. Kecamatan Masjid SD SMA SMP KantorPolisi TK PT Puskesmas Gereja PAUD RS Posyandu RSB Wihara Jumlah ORDE 1 MLATI 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 13 I 2 DEPOK 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 12 I 3 NGAGLIK 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 12 I 4 KASIHAN 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0 12 I 5 GAMPING 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 12 I 6 UMBULHARJO 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 12 I 7 NGEMPLAK 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 12 I 8 GONDOKUSUMAN 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 12 I 9 JETIS 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 1 12 I Panjang Interval = Jumlah Fasilitas Tertinggi - Jumlah Fasilitas Terendah Banyaknya Orde
  • 11. 10 GONDOMANAN 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 1 12 I 11 BANGUNTAPAN 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 11 II 12 TEGALREJO 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 11 II 13 MERGANGSAN 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 0 11 II 14 WIROBRAJAN 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 1 0 11 II 15 MANTRIJERON 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 10 III 16 KRATON 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 1 0 0 10 III 17 DANUREJAN 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 10 III 18 GEDONGTENGEN 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 1 10 III 19 PAKUALAMAN 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 0 1 0 10 III 20 SEWON 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 0 0 0 9 IV 21 KOTAGEDE 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 1 0 9 IV 22 NGAMPILAN 1 1 1 1 1 0 1 0 1 0 0 0 0 0 7 V Jumlah 22 22 22 22 22 21 21 20 17 16 15 8 8 4 240 Gambar 5. Peta Orde Pusat Pelayanan Metode Skalogram Guttman per Kecamatan di Kawasan APY II.5 Hirarki Pusat Pelayanan Metode Indeks Sentralitas Marshall Indeks sentralitas digunakan untuk menilai kemampuan pusat pelayanan dengan dasar dari hasil analisis Skalogram Guttman. Tahapan pertama dari pembuatan indeks sentralitas adalah membuat nilai sentralitasnya (bobot) dengan rumus: NS = 100 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝐹𝑎𝑠𝑖𝑙𝑖𝑡𝑎𝑠 Lanjutan Tabel…..
  • 12. Hasil dari perhitungan Nilai Sentralitas (bobot) disajikan pada Tabel 9 di bawah ini. Tabel 9. Hasil Perhitungan Nilai Sentralitas Fasilitas Pelayanan Publik per Kecamatan di Kawasan APY No. Kecamatan Masjid SD TK SMA SMP PT Gereja PAUD KantorPolisi Puskesmas RS Posyandu RSB Wihara 1 DEPOK 0.09 0.30 0.44 0.77 0.93 1.01 1.11 1.96 2.38 2.56 2.94 6.67 9.09 20.00 2 BANGUNTAPAN 0.09 0.30 0.44 0.77 0.93 1.01 1.11 1.96 2.38 2.56 2.94 6.67 9.09 20.00 3 NGAGLIK 0.09 0.30 0.44 0.77 0.93 1.01 1.11 1.96 2.38 2.56 2.94 6.67 9.09 20.00 4 KASIHAN 0.09 0.30 0.44 0.77 0.93 1.01 1.11 1.96 2.38 2.56 2.94 6.67 9.09 20.00 5 SEWON 0.09 0.30 0.44 0.77 0.93 1.01 1.11 1.96 2.38 2.56 2.94 6.67 9.09 20.00 6 GAMPING 0.09 0.30 0.44 0.77 0.93 1.01 1.11 1.96 2.38 2.56 2.94 6.67 9.09 20.00 7 MLATI 0.09 0.30 0.44 0.77 0.93 1.01 1.11 1.96 2.38 2.56 2.94 6.67 9.09 20.00 8 UMBULHARJO 0.09 0.30 0.44 0.77 0.93 1.01 1.11 1.96 2.38 2.56 2.94 6.67 9.09 20.00 9 NGEMPLAK 0.09 0.30 0.44 0.77 0.93 1.01 1.11 1.96 2.38 2.56 2.94 6.67 9.09 20.00 10 GONDOKUSUMAN 0.09 0.30 0.44 0.77 0.93 1.01 1.11 1.96 2.38 2.56 2.94 6.67 9.09 20.00 11 TEGALREJO 0.09 0.30 0.44 0.77 0.93 1.01 1.11 1.96 2.38 2.56 2.94 6.67 9.09 20.00 12 MANTRIJERON 0.09 0.30 0.44 0.77 0.93 1.01 1.11 1.96 2.38 2.56 2.94 6.67 9.09 20.00 13 KOTAGEDE 0.09 0.30 0.44 0.77 0.93 1.01 1.11 1.96 2.38 2.56 2.94 6.67 9.09 20.00 14 MERGANGSAN 0.09 0.30 0.44 0.77 0.93 1.01 1.11 1.96 2.38 2.56 2.94 6.67 9.09 20.00 15 JETIS 0.09 0.30 0.44 0.77 0.93 1.01 1.11 1.96 2.38 2.56 2.94 6.67 9.09 20.00 16 WIROBRAJAN 0.09 0.30 0.44 0.77 0.93 1.01 1.11 1.96 2.38 2.56 2.94 6.67 9.09 20.00 17 KRATON 0.09 0.30 0.44 0.77 0.93 1.01 1.11 1.96 2.38 2.56 2.94 6.67 9.09 20.00 18 DANUREJAN 0.09 0.30 0.44 0.77 0.93 1.01 1.11 1.96 2.38 2.56 2.94 6.67 9.09 20.00 19 GEDONGTENGEN 0.09 0.30 0.44 0.77 0.93 1.01 1.11 1.96 2.38 2.56 2.94 6.67 9.09 20.00 20 NGAMPILAN 0.09 0.30 0.44 0.77 0.93 1.01 1.11 1.96 2.38 2.56 2.94 6.67 9.09 20.00 21 GONDOMANAN 0.09 0.30 0.44 0.77 0.93 1.01 1.11 1.96 2.38 2.56 2.94 6.67 9.09 20.00 22 PAKUALAMAN 0.09 0.30 0.44 0.77 0.93 1.01 1.11 1.96 2.38 2.56 2.94 6.67 9.09 20.00 Hasil perhitungan nilai sentralitas atau bobot ini kemudian dikalikan dengan jumlah fasilitas untuk mendapatkan Indeks sentralitasnya. Hasil perhitungan indeks sentralitas disajikan pada Tabel 10. Tabel 10. Hasil Perhitungan Indeks Sentralitas Fasilitas Pelayanan Publik per Kecamatan No. Kecamatan Masjid SD TK SMA SMP PT Gereja PAUD KantorPolisi Puskesmas RS Posyandu RSB Wihara Jumlah 1 DEPOK 10.90 4.17 9.65 6.15 4.67 12.12 6.67 7.84 7.14 2.56 14.71 6.67 0.00 0.00 93.26 2 BANGUNTAPAN 4.94 4.17 2.63 2.31 4.67 10.10 2.22 1.96 2.38 5.13 5.88 0.00 0.00 0.00 46.39 3 NGAGLIK 15.19 8.63 6.58 6.15 5.61 5.05 6.67 15.69 2.38 5.13 5.88 6.67 0.00 0.00 89.62 4 KASIHAN 3.45 5.65 5.70 3.08 5.61 5.05 0.00 1.96 4.76 5.13 2.94 6.67 9.09 0.00 59.09 5 SEWON 1.86 3.57 2.19 2.31 0.93 2.02 0.00 0.00 4.76 7.69 5.88 0.00 0.00 0.00 31.23 6 GAMPING 12.12 7.44 11.40 4.62 4.67 3.03 5.56 9.80 2.38 7.69 11.76 0.00 9.09 0.00 89.57 7 MLATI 9.32 9.52 10.53 4.62 7.48 5.05 5.56 13.73 2.38 7.69 5.88 13.33 18.18 0.00 113.26 8 UMBULHARJO 6.80 10.42 8.33 13.08 11.21 16.16 3.33 3.92 2.38 7.69 11.76 0.00 0.00 20.00 115.10 9 NGEMPLAK 14.35 6.25 7.02 2.31 6.54 3.03 2.22 15.69 2.38 10.26 2.94 33.33 0.00 0.00 106.32 10 GONDOKUSUMAN 5.50 6.55 7.46 11.54 13.08 8.08 15.56 5.88 14.29 2.56 11.76 0.00 9.09 0.00 111.35
  • 13. 11 TEGALREJO 2.42 4.46 4.82 5.38 2.80 3.03 8.89 1.96 4.76 7.69 2.94 0.00 0.00 0.00 49.18 12 MANTRIJERON 1.03 2.68 3.07 6.15 3.74 4.04 5.56 1.96 4.76 2.56 0.00 0.00 0.00 0.00 35.55 13 KOTAGEDE 1.86 3.27 2.63 3.85 0.93 1.01 0.00 0.00 2.38 5.13 0.00 0.00 18.18 0.00 39.25 14 MERGANGSAN 2.89 4.17 7.02 3.85 4.67 6.06 6.67 3.92 4.76 5.13 0.00 0.00 18.18 0.00 67.31 15 JETIS 1.40 4.17 2.63 8.46 5.61 5.05 8.89 5.88 4.76 2.56 0.00 6.67 0.00 20.00 76.08 16 WIROBRAJAN 1.30 3.57 1.32 4.62 3.74 2.02 5.56 0.00 4.76 2.56 5.88 0.00 9.09 0.00 44.42 17 KRATON 1.40 1.19 1.75 1.54 2.80 1.01 0.00 3.92 2.38 0.00 2.94 13.33 0.00 0.00 32.27 18 DANUREJAN 0.56 2.38 2.19 0.77 3.74 1.01 2.22 1.96 2.38 5.13 0.00 0.00 0.00 0.00 22.34 19 GEDONGTENGEN 0.84 2.08 0.88 2.31 1.87 3.03 6.67 0.00 7.14 2.56 0.00 0.00 0.00 20.00 47.38 20 NGAMPILAN 0.47 2.08 0.00 2.31 1.87 2.02 2.22 0.00 2.38 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 13.35 21 GONDOMANAN 0.93 2.38 1.32 2.31 1.87 0.00 5.56 3.92 7.14 2.56 2.94 13.33 0.00 40.00 84.26 22 PAKUALAMAN 0.47 1.19 0.88 2.31 1.87 2.02 0.00 0.00 7.14 2.56 5.88 0.00 9.09 0.00 33.41 Jumlah 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 Untuk perhitungan jumlah orde, digunakan hasil perhitungan pada hasil perhitungan Rumus Sturgess pada Sub bab II.4 tentang analisis skalogram, dimana dari hasil perhitungan diperoleh orde sebanyak 5 Orde. Langkah berikutnya adalah penentuan batas kelas (range) tiap orde. Perhitungan batas kelas menggunakan rumus : = (115,1 – 13,35) / 5 = 20,35 Pembagian Orde = Orde I = 94,75 – 115,1 Orde II = 74,4 – 94,75 Orde III = 54,05 – 74,4 Orde IV = 33,7 – 54,05 Orde V = 13,35 – 33,7 Hasil penentuan orde kemudian diterapkan pada setiap kecamatan sesuai dengan nilai Indeks Sentralitasnya, dan hasil perhitungan yang diperoleh disajikan pada Tabel 11 dan Gambar 6. Tabel 11. Hasil Penentuan Orde Metode Indeks Sentralitas Fasilitas Pelayanan Publik per Kecamatan di Kawasan APY No. Kecamatan Jumlah IS Orde 1 UMBULHARJO 115.10 I 2 MLATI 113.26 I 3 GONDOKUSUMAN 111.35 I 4 NGEMPLAK 106.32 I 5 DEPOK 93.26 II 6 NGAGLIK 89.62 II 7 GAMPING 89.57 II 8 GONDOMANAN 84.26 II Panjang Interval = IS Tertinggi - IS Terendah Banyaknya Orde Lanjutan Tabel…..
  • 14. 9 JETIS 76.08 II 10 MERGANGSAN 67.31 III 11 KASIHAN 59.09 III 12 TEGALREJO 49.18 IV 13 GEDONGTENGEN 47.38 IV 14 BANGUNTAPAN 46.39 IV 15 WIROBRAJAN 44.42 IV 16 KOTAGEDE 39.25 IV 17 MANTRIJERON 35.55 IV 18 PAKUALAMAN 33.41 V 19 KRATON 32.27 V 20 SEWON 31.23 V 21 DANUREJAN 22.34 V 22 NGAMPILAN 13.35 V Gambar 6. Peta Orde Pusat Pelayanan Metode Indeks Sentralitas Marshall per Kecamatan di Kawasan APY II.6 Analisis dan Perbandingan Hasil yang diperoleh dari analisis pusat pertumbuhan Rank Size Rule memberikan 13 orde pusat pertumbuhan. Namun demikian, tidak semua kecamatan masuk ke dalam setiap orde. Hasil yang diperoleh menunjukkan hanya 8 orde yang terisi. Dilihat dari persebaran penduduk Tahun 2015 di berbagai kecamatan yang terkelaskan ke berbagai orde dan pengamatan visualisasi peta pada Gambar 3, semua kecamatan di Kabupaten Sleman dan Bantul yang termasuk dalam kawasan Urban Fringe Lanjutan Tabel…..
  • 15. Yogyakarta mempunyai jumlah penduduk yang lebih besar (yang nampak dari orde yang lebih tinggi) daripada kecamatan yang berada di dalam kota. Kecamatan Depok Kabupaten Sleman merupakan kecamatan dengan jumlah penduduk terbesar, kemudian diikuti Kecamatan Banguntapan Kabupaten Bantul, dan berikutnya kecamatan lain di Sleman dan Bantul yang termasuk dalam Kawasan APY. Kecamatan di Kota Yogyakarta yang masuk dalam Pusat Pertumbuhan Orde I hanya Kecamatan Umbulharjo yang merupakan kecamatan dengan luas wilayah terbesar di Kota Yogyakarta. Jumlah penduduk yang lebih besar di kecamatan - kecamatan pinggiran ini mungkin dipengaruhi oleh luas wilayah yang memang lebih besar daripada kecamatan di dalam kota (lihat peta hasis analisis pada Gambar 3), namun bisa juga disebabkan adanya pertumbuhan penduduk yang masif dalam tahun – tahun terakhir (perlu data dan kajian lebih lanjut untuk memverifikasi dugaan ini). Fakta ini sekaligus membuktikan penyebaran penduduk di Kawasan APY pada Tahun 2015 sudah merata ke seluruh kawasan. Hasil analisis ini juga memberikan ruang untuk melakukan inferensi bahwa saat ini ketersediaan lahan untuk permukiman di Kota Yogyakarta sudah jenuh, sehingga kawasan perkotaan ini mulai berekspansi ke area pinggiran kota. Kecenderungan ke depan, apabila lahan permukiman di dalam kota memang terbatas, jumlah penduduk di kecamatan – kecamatan yang menjadi Pusat Pertumbuhan Orde I di luar Kota Yogyakarta yang berbatasan langsung dengan kota akan terus tumbuh melebihi kecamatan di dalam kota, sehingga perlu dipikirkan upaya antisipasi penyediaan fasilitas umum dan infrastruktur untuk mendukung kebutuhan penduduk di masa mendatang. Antisipasi ini cukup penting karena kenyataan yang terjadi di Yogyakarta saat ini menunjukkan pola dan tingkah laku yang mirip dengan Jakarta, dimana penduduk mulai mengakuisisi lahan – lahan pertanian di pinggiran kota (akibat terbatasnya lahan di dalam kota) untuk permukiman, namun tetap bekerja di dalam kota. Fenomena ini yang salah satunya menyebabkan permasalahan kemacetan luar biasa di Jakarta yang belum tertangani dengan baik sampai saat ini. Terkait dengan efektivitas metode Rank Size Rule untuk menentukan orde pusat pertumbuhan, metode ini cukup sensitif dan handal untuk menonjolkan variansi data antar lokasi. Jumlah orde yang lebih banyak dapat memunculkanefek gradasi yang menjadi pembeda antar tempat, yang mungkin tidak muncul jika menggunakan metode dengan keluaran jumlah orde yang lebih sedikit. Namun demikian, jumlah orde yang banyak (selaras dengan jumlah unit analisis) mungkin tidak efektif untuk kajian yang bertujuan ke upaya dukungan terhadap pengambilan keputusan dan kebijakan (decision and policy making). Ketidak efektifan ini akan terasa ketika wilayah yang dikaji cukup luas, dengan unit analisis yang banyak, dan selisih nilai data yang besar antara satu unit analisis dan unit analisis yang lain, karena akan memunculkan orde – orde transisi yang tidak mempunyai anggota orde, sebagaimana nampak pada analisis di kajian APY ini dimana terdapat tiga orde yang tidak mempunyai anggota.
  • 16. Gambaran tentang kondisi eksisting pusat pelayanan di APY yang diukur dari jumlah fasilitas pelayanan di setiap kecamatan dapat dilihat dari hasil analisis Skalogram Guttman dan Indeks Sentralitas Marshall. Khusus untuk analisis skalogram, nilai COR yang diperoleh kurang dari 0,9, yaitu sebesar 0,8961. Nilai COR yang kurang dari 0,9 menunjukkan bahwa data pelayanan yang digunakan kurang bisa dipercaya untuk digunakan sebagai dasar dalam melakukan analisis pusat pelayanan, namun untuk melihat bagaimana keefektifan metode ini dalam perbandingannya dengan metode Indeks Sentralitas, maka analisis tetap dilanjutkan. Hasil yang diperoleh dari analisis Skalogram Guttman dan dilanjutkan klasifikasi hasil analisis menggunakan klasifikasi Sturgess menghasilkan 5 orde pusat pelayanan, dengan hasil Kecamatan Mlati Sleman merupakan kecamatan dengan fasilitas terlengkap sehingga menjadi Pusat Pelayanan Orde I, diikuti Kecamatan Depok dan Kecamatan Ngaglik. Semua kecamatan di Kabupaten Sleman yang termasuk dalam Kawasan APY termasuk dalam Orde I yang mengindikasikan bahwa (1) Perkembangan kawasanperkotaanke arah utara Kota Yogyakarta lebihkuat daripada arah lain;dan (2) Perkembangan kawasan ke arah utara didukung dengan upaya pemenuhan fasilitas pelayanan yang lebih lengkap. Hasil dari analisis Skalogram Guttman yang menunjukkan Kecamatan Mlati dan Depok Kabupaten Sleman sebagai kecamatan dengan fasilitas pelayanan terlengkap memperkuat indikasi bahwa jumlah penduduk dan Orde Pusat Pertumbuhan yang tinggi di kecamatan – kecamatan ini (yang nampak dari hasil analisis Pusat Pertumbuhan Rank Size Rule) tidak semata-mata karena faktor luas wilayah, tetapi memang terdapat pertambahan penduduk dari waktu ke waktu (yang berkonsekuensi pada peningkatan investasi pelayanan publik atau bisa juga berjalan parallel antara keduanya). Jika dilihat dari pola pusat pelayanan yang nampak pada Gambar 5, kecamatan di area Urban Fringe Yogyakarta yang fasilitasnya lengkap ada di sebelah barat dan utara kota (bahkan lebih lengkap dari beberapa kecamatan di dalam Kota Yogyakarta sendiri), dengan urutan dominasi dari kecamatan di sebelah utara baru ke arah barat kota. Dilihat dari keragaman fasilitas pelayanan di Kawasan APY, Masjid merupakan fasilitas ibadah yang bisa disediakan di setiapkecamatan. Selain Masjid, fasilitas pendidikan SD, SMP, SMA dan fasilitas keamanan Kantor Polisi juga terdapat di setiap kecamatan. Perguruan Tinggi tersedia di seluruh kecamatan kecuali di Kecamatan Gondomanan Kota Yogyakarta. Lengkapnya fasilitas pelayanan pendidikan di setiap kecamatan di Kawasan APY tentunya tidak lepas dari stigma Yogyakarta sebagai kota pelajar dimana setiap tahunnya kota ini menjadi rujukan bagi lulusan SMA dari seluruh Indonesia untuk melanjutkan pendidikan tinggi. Fasilitas kesehatan Rumah Sakit Bersalin (RSB) dan fasilitas ibadah Wihara merupakan fasilitas yang paling sedikit ditemui di Kawasan APY. Terkait dengan wihara, mungkin dapat dimaklumi dikarenakan jumlah Umat Budha di kawasan ini yang secara visual tidak terlalu besar, sehingga keberadaan Wihara dalam jumlah besar mungkin tidak diperlukan. Hal yang cukup mengundang perhatian adalah keberadaan RSB yang hanya ditemui di 8 kecamatan dari 22
  • 17. kecamatan. RSB yang sedikit ini perlu menjadi perhatian lebih lanjut dan dapat menjadi dasar untuk melakukan kajian lebih lanjut apakah RSB yang ada sudah cukup dan mampu melayani kelahiran di seluruh Kawasan APY, terutama jika dilihat dari lokasi RSB di dalam kawasan, jumlah ibu hamil di setiap kecamatan, dan tingkat aksesbilitas RSB eksisting sendiri. Terkait dengan kehandalan model Skalogram Guttman dalam kajian pusat pelayanan, metode ini tidak mempertimbangkan jumlah fasilitas pelayanan dalam pemodelannya, sehingga hirarki pusat pelayanan yang dihasilkan dari metode ini hanya bisa dipandang dari aspek kelengkapan dan variasi jenis fasilitas pelayanan. Dengan demikian metode ini mungkin tidak cocok untuk analisis pusat pelayanan yang berorientasi pada pengukuran kemampuan pelayanan fasilitas publik di dalam wilayah, namun cocok untuk mengidentifikasi keragaman pelayanan yang disediakan oleh wilayah. Kelebihan lain dari model Skalogram Guttman adalah adanya fitur COR untuk mengukur penskalaan fasilitas (atau data lain) dalam model Guttman. Dengan ambang batas 10% kesalahan observasi (Nilai COR ≥ 0,9), maka bisa diputuskan pemberikan skor 0 (untuk ketiadaan fasilitas) dan 1 (untuk keberadaan fasilitas) dalam Skala Guttman bisa diterapkan atau ditolak sebelum analisis dilanjutkan. Berbeda dengan Model Skalogram Guttman, Model Indeks Sentralitas Marshall selain melihat kelengkapan dan variasi jenis fasilitas, juga mempertimbangkan jumlah fasilitas di dalam unit analisis. Dengan demikian konsepsi pusat pelayanan lebih terepresentasi di dalam Model Indeks Sentralitas Marshall daripada Skalogram Guttman. Klasifikasi orde pusat pelayanan di Model Guttman sama dengan Model Marshall, sehingga antara keduanya dapat dibandingkan. Hasil pemodelan yang diperoleh menggunakan Model Indeks Sentralitas sedikit berbeda dengan hasil dari Skalogram Guttman, dimana Pusat Pelayanan Orde I lebih banyak ditemui di dalam Kota Yogyakarta daripada di luar kota. Dalam Model Indeks Sentralitas, Kecamatan Umbulharjo merupakan kecamatan dengan Indeks Sentralitas terbesar yang diikuti kecamatan Mlati, Kecamatan Gondokusuman, dan Kecamatan Ngemplak. Kecamatan Depok yang merupakan Pusat Pelayanan Orde I di dalam Model Guttman menjadi Pusat Pelayanan Orde II di Model Marshall. Hal ini dapat diartikan bahwa walaupun secara keragaman jenis fasilitas Kecamatan Depok cukup lengkap, namun dari sisi jumlah tidak sebanyak kecamatan lain. Dilihat dari pola pusat pelayanan yang terbentuk dari hasil pemodelan Indeks Sentralitas (Gambar 8), Pusat Pelayanan Orde I dan II berada di pusat kota dan sisi utara dari Urban Fringe. Hasil ini tidak jauh berbeda dengan Model Guttman, hanya sebaran orde pusat pelayanan yang terbentuk lebih sesuai sebaran fasilitas pelayanan yang disajikan pada Gambar 4, dimana fasilitas pelayanan dari sisi jumlah lebih banyak terdapat di dalam kota baru kemudian ke Kawasan APY sebelah utara.
  • 18. III. ANALISIS INTERAKSI KERUANGAN TEORI GRAFIK III.1 Deskripsi Sumber Data Yang Digunakan Analisis interaksi keruangan menggunakan Teori Grafik Kansky memerlukan dua jenis data, yaitu (1) Data jumlah kota atau pusat pertumbuhan di dalam wilayah, dan (2) Data jaringan jalan per kecamatan. Kedua data tersebut dapat diperoleh dari Peta Rupabumi Indonesia Skala 1:25.000 yang diterbitkan oleh Badan Informasi Geospasial Republik Indonesia (Gambar 7). Gambar 7. Peta Pusat Desa dan Jaringan Jalan Utama di Kawasan APY III.2 Perhitungan Indeks Konektivitas Indeks Konektivitas Teori Grafik merupakan indikasi kuatnya hubungan antar pusat kegiatan di dalam wilayah. Indeks konektivitas dapat dihitung dengan rumus seperti di bawah ini. Dari data jaringan jalan dan pusat kegiatan di dalam kecamatan (diasumsikan Ibukota Desa/Kelurahan), dilakukan tabulasi jumlah pusat kegiatan dan jaringan jalan per kecamatan.
  • 19. Selanjutnya dari data tersebut dilakukan penghitungan Indeks Konektivitas menggunakan rumus diatas, yang hasilnya disajikan dalam Tabel 12 dan Gambar 8. Sebagai catatan tambahan, klasifikasi yang digunakan untuk menentukan tingkat konektivitas pada Peta Interaksi Keruangan menggunakan Rumus Penentuan Kelas Sturgess dan Penentuan Interval Kelas seperti pada analisis pada subbab sebelumnya, yang kemudian hasil klasifikasi yang terbentuk di-ordinal-kan dari sangat rendah ke sangat tinggi. Tabel 12. Hasil Perhitungan Indeks Konektivitas per Kecamatan di Kawasan APY Kecamatan Kabupaten/Kota Jumlah Pusat Pertumbuhan Jumlah Jaringan Jalan Indeks Konektivitas BANGUNTAPAN BANTUL 8 309 38.63 KASIHAN BANTUL 4 199 49.75 SEWON BANTUL 4 191 47.75 UMBULHARJO KOTA YOGYAKARTA 7 364 52.00 GONDOKUSUMAN KOTA YOGYAKARTA 5 274 54.80 TEGALREJO KOTA YOGYAKARTA 4 187 46.75 MANTRIJERON KOTA YOGYAKARTA 3 198 66.00 KOTAGEDE KOTA YOGYAKARTA 3 94 31.33 MERGANGSAN KOTA YOGYAKARTA 3 161 53.67 JETIS KOTA YOGYAKARTA 3 132 44.00 WIROBRAJAN KOTA YOGYAKARTA 3 97 32.33 KRATON KOTA YOGYAKARTA 3 109 36.33 DANUREJAN KOTA YOGYAKARTA 3 57 19.00 GEDONGTENGEN KOTA YOGYAKARTA 2 54 27.00 NGAMPILAN KOTA YOGYAKARTA 2 41 20.50 GONDOMANAN KOTA YOGYAKARTA 2 86 43.00 PAKUALAMAN KOTA YOGYAKARTA 2 74 37.00 NGAGLIK SLEMAN 6 52 8.67 GAMPING SLEMAN 5 102 20.40 MLATI SLEMAN 5 267 53.40 NGEMPLAK SLEMAN 5 38 7.60 DEPOK SLEMAN 3 894 298.00 Gambar 8. Peta Konektivitas Interaksi Keruangan di Kawasan APY
  • 20. III.3 Analisis dan Pembahasan Hasil Hasil yang diperoleh dari analisis interaksi keruangan dalam wilayah menggunakan Model Grafik Kansky (Tabel 12) menunjukkan bahwa Kecamatan Depok merupakan kecamatan yang mempunyai indeks konektivitas tertinggi diikuti Kecamatan Mantrijeron. Nilai konektivitas Kecamatan Depok sebesar 298 jauh melebihi kecamatan lain yang nilainya tidak lebih dari 100. Jika dikembalikan pada konsep interaksi keruangan dalam teori grafik, konektivitas tinggi dan interaksi keruangan yang kuat di Kecamatan Depok dapat dipahami karena selain wilayahnya yang lebih luas dibandingkan dengan kecamatan – kecamatan di dalam Kota Yogyakarta, perkembangan jaringan jalannya tidak kalah dengan kecamatan di kota (lihat Gambar 8). Tingginya nilai konektivitas di Kecamatan Depok jika ditinjau dari hasil analisis sebelumnya dapat tercermin juga dari jumlah penduduk dan Orde Pusat Pertumbuhan (Sub bab II.3) dimana Kecamatan Depok merupakan kecamatan dengan jumlah penduduk terbanyak dan menduduki peran sebagai kecamatan dengan Orde Pusat Pertumbuhan I. Demikian pula jika dilihat dari hasil analisis Model Guttman, fasilitas pelayanan di Depok termasuk dalam Orde I yang berarti lebih lengkap dari kecamatan lain, walaupun mungkin dari sisi jumlah fasilitas tidak sebanyak kecamatan lain yang menduduki peran sebagai Pusat Pelayanan Orde I dari model Indeks Sentralitas. Perkembangan wilayah yang tinggi di Kecamatan Depok sebagaimana terangkum dari hasil analisis sejauh ini, dapat dipahami karena fasilitas pendidikan yang ada di Kawasan APY berada di kecamatan ini. Di kecamatan ini terdapat 12 Perguruan Tinggi (lihat Tabel 6) yang beberapa diantaranya merupakan perguruan tinggi besar di Indonesia seperti Universitas Gadjah Mada, Universitas Negeri Yogyakarta, Universitas Pembangunan Nasional Veteran dan Universitas Atma Jaya. Keberadaan perguruan tinggi di wilayah ini yang memicu perkembangan jumlah penduduk dan investasi layanan pendukung pendidikan tinggi dari waktu ke waktu, termasuk di dalamnya aktivitas pembangunan infrastruktur jalan dan permukiman. IV. ANALISIS EKONOMI WILAYAH IV.1 Deskripsi Sumber Data Yang Digunakan Analisis ekonomi wilayah untuk melihat pertumbuhan wilayah dapat menggunakan data hasil produksi wilayah baik sektor basis maupun non basis. Terkait dengan kajian di KawasanAPY, gambaran perekonomianwilayahdapatdiketahui antaralaindari Produk Domestik Regional Bruto(PDRB) daerah yang diterbitkan oleh BPS setiap tahun. Terkait dengan analisis ekonomi untuk Kawasan APY, PDRB per kecamatan hanya tersedia untuk Kabupaten Sleman, sementara untuk Kota Yogyakarta dan Kabupaten Bantul tidak tersedia datanya. Untuk itu pendekatan yang dilakukan untuk mengkaji ekonomi wilayah Kawasan APY akan menggunakan data PDRB Kabupaten yang dibandingkan dengan
  • 21. PDRB Provinsi. Publikasi terakhir dari BPS untuk Tahun 2015 telah tersedia, sehingga data PDRB yang digunakan adalah PDRB Tahun 2015 dan dibandingkan dengan PDRB Tahun 2013. Untuk konsep harga dalam PDRB, yang akan digunakan adalah PDRB menurut harga konstan karena yang ingin dilihat adalah pertumbuhan ekonomi di setiap kabupaten. IV.2 Perhitungan Trend Produk Domestik Regional Bruto IV.2.1 Metode Location Quotient (LQ) Metode Location Quotient digunakan untuk melihat bagaimana kinerja ekspor wilayah tersebut kaitannya dengan pertumbuhan wilayah. Hasil akhir dari metode LQ adalah setiap wilayah akan mempunyai nilai indeks lebih dari satu atau kurang dari satu, dimana jika nilainya lebih dari atau sama dengan satu, maka sektor produksi dan kesempatan kerja yang ada merupakan sektor basis dan mampu melayani kebutuhan baik dalam wilayah maupun luar wilayah. Sedangkan jika nilainya kurang dari satu, maka wilayah tersebut harus mengembangkan perekonomiannya. Perhitungan LQ menggunakan rumus seperti di bawah ini. Hasil perhitungan LQ untuk setiap kabupaten/kota yang meliput Kawasan APY disajikan pada Tabel 13 dan divisualiasaikan pada peta – peta sebaran LQ pada Gambar 8. LQ = ps/pl Ps/Pl Di mana :  LQ = Location Quotient  ps = Produksi/kesempatan kerja sektor i, pada tingkat lokal.  pl = Produksi/kesempatan kerja total, pada tingkat lokal.  Ps = Produksi/kesempatan kerja sektor i, pada tingkal regional.  Pl = Produksi/kesempatan kerja total, pada tingkal regional. Interpretasi  Jika LQ ≥ 1  sektor basis. Artinya bahwa sektor tersebut sudah mampu memenuhi kebutuhan permintaan pasar di dalam wilayah dan juga diekspor ke luar wilayah.  Jika LQ < 1  sektor non-basis.
  • 22. Tabel 13. Hasil Perhitungan Location Quotient Kabupaten Bantul, Sleman, dan Kota Yogyakarta
  • 24. IV.2.2 Metode Shift – Share Model Shift – Share adalah model ekonomi wilayah yang menganalisis perubahan kegiatan ekononomi dalam periode tertentu. Tujuan utama metode ini adalah untuk mengidentifikasi wilayah mana yang mengalami pertumbuhan ekonomi dengan berfokus pada perbandingan antar sektor ekonomi. Model ini mempertimbangkan tiga komponen pertumbuhan wilayah yang terdiri dari Komponen Pertumbuhan Nasional (KPN), Komponen Pertumbuhan Proporsional (KPP) dan Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah (KPPW). Perhitungan antar komponen dilakukan menurut rumus di bawah ini. Hasil perhitungan pertumbuhan ekonomi wilayah antara Kabupaten Sleman, Bantul dan Kota Yogyakarta menggunakan Model Shift – Share disajikan pada Tabel 14 dan Gambar 9. PE = KPN + KPP + KPPW = (Yt/Yo – 1) + (Yit / Yio - Yt/Yo) + (yit / yio - Yt/Yo) = [Ra – 1] + [ Ri - Ra ] + [ri - Ra] Di mana  Yt = indikator ekonomi wil. Nasional, akhir tahun analisis.  Yo = indikator ekonomi wil. Nasional, awal tahun analisis.  Yit = indikator ekonomi wil. Nasional sektor i, akhir tahun analisis.  Yio = indikator ekonomi wil. Nasional sektor i ,awal tahun analisis.  yit = indikator ekonomi wil. Lokal sektor i , akhir tahun analisis.  yio = indikator ekonomi wil. Lokal sektor i , awal tahun analisis. PB = KPP + KPPW  Jika PB ≥ 0  sektor tersebut progresif/maju.  Jika PB < 0  sektor tersebut lamban / mundur.
  • 25. Tabel 14. Hasil Perhitungan Model Shift-Share Kabupaten Bantul, Sleman, dan Kota Yogyakarta
  • 26. Gambar 10. Plot PP – PPW Kabupaten Sleman, Bantul dan Kota Yogyakarta IV.3 Analisis dan Pembahasan Kemajuan suatu wilayah pada dasarnya tidak dapat dicapai apabila wilayah tidak mengembangkan potensi sumberdaya yang dimilikinya, baik untuk memenuhi kebutuhan wilayah itu sendiri atau mendukung wilayah lain dalam mencapai kemajuan bersama. Kawasan Aglomerasi Perkotaan Yogyakarta pada dasarnya adalah sebuah kawasan pengembangan perkotaan yang didalamnya terdiri dari 22 kecamatan yang masuk dalam 2 kabupaten dan 1 kotamadya. Dari berbagai penjelasan dalam analisis sebelumnya, setiap bagian dari kawasan ini, baik dilihat dari aspek administratif maupun fisik ternyata menunjukkan perkembangan yang tidak sama. Bagian utara, timur dan barat kawasan lebih maju dari pada sisi selatan kawasan, walaupun dari perkembangan jumlah penduduk relatif seragam. Sebelumnya telah dibahas bahwa penyebab perkembangan yang condong ke utara ini lebih disebabkan keberadaan fasilitas pendidikan yang mengumpul di utara (Kabupaten Sleman), sehingga investasi bidang jasa dan sektor non pertanian lain lebih tertarik ke sisi utara kawasan. Meskipun demikian perlu dilihat lebih lanjut mengenai bagaimana kontribusi dan peran
  • 27. sektor ekonomi dalam menjelaskan fenomena ini. Oleh karena itu dilakukan analisis ekonomi wilayah dengan menggunakan dua metode, yaitu Location Quotient (LQ) dan Model Shift-Share dengan memberdayakan data PDRB Kabupaten dan Provinsi pada Tahun 2013 dan 2015. Metode LQ dikembangkan untuk mengidentifikasi komoditas unggulan suatu wilayah, dilihat dari perbandingan keluaran produksi/kesempatan kerja suatu wilayah dengan wilayah induknya. Keluaran dari metode LQ adalah penentuan apakah suatu wilayah termasuk ke dalam sektor basis atau non basis di dalam wilayah induk. Sektor basis berarti wilayah tersebut memiliki keuntungan komparatif dalam komoditas tertentu dan berpotensi menyuplai kelebihan produksi untuk wilayah lain, sementara sektor non basis berarti sebaliknya, komoditas yang ada hanya cukup untuk konsumsi dalam wilayah. Dilihat dari hasil analisis LQ Tahun 2013, Kabupaten Bantul merupakan sektor basis untuk sektor pertanian, pertambangan dan galian, industri, dan konstruksi, untuk Daerah Istimewa Yogyakarta. Sementara Kota Yogyakarta merupakan sektor basis untuk sektor industri, utilitas listrik dan air, jasa dan perdagangan, keuangan, dan transportasi komunikasi. Kabupaten Sleman terspesialisasi untuk sektor industri, jasa dan perdagangan, serta transportasi komunikasi. Jika dilihat dari progresnya pada Tahun 2015, hampir tidak terjadi perubahan status basis – non basis dari tiga kabupaten/kota tersebut. Perubahan hanya terjadi pada Kabupaten Bantul dimana pada Tahun 2013 sektor perdagangan merupakan sektor non basis dan pada Tahun 2015 telah meningkat statusnya menjadi sektor basis. Sementara di Kabupaten Sleman yang tadinya industrinya telah mencapai sektor basis pada Tahun 2013 mundur menjadi non basis pada Tahun 2015. Melihat hasil ini, tampaknya telah mulai ada spesialisasi diantara ketiga kabupaten/kota tersebut, dimana Bantul masih mengandalkan pada komoditas pertanian dan sumberdaya alam sebagai salah satu sumber perekonomian wilayah, namun Kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman sudah mulai meninggalkannya dan beralih ke sektor infrastruktur dan jasa. Bantul yang masih mengandalkan sektor pertanian, perdagangan dan pertambangan sebagai salah satu sektor basis mungkin bisa menjawab mengapa Kawasan APY di sebelah selatan belum nampak berkembang jika dilihat dari keberadaan fasilitas pelayanan, walaupun jumlah penduduk dan orde pusat pertumbuhannya tidak kalah dengan kecamatan di sebelah utara. Kondisi ini mungkin bisa dibilang ideal karena setiap wilayah memiliki sektor basis yang berbeda, sehingga bisa diharapkan saling mendukung satu sama lain. Suplai produk pertanian untuk Kota Yogyakarta dan Sleman bisa diperoleh dari Bantul, sementara kebutuhan Bantul terkait listrik, air, transportasi, keuangan dan jasa lainnya bisa diperoleh dari Sleman dan Kota Yogyakarta. Sebagaimana nampak pada hasil analisis, penggunaan Model LQ untuk analisis ekonomi wilayah dapat mengidentifikasi sektor ekonomi unggulan di dalam wilayah dan memungkinkan untuk
  • 28. memantau perkembangan sektor unggulan tersebut secara multitemporal. Namun demikian, kuantifikasi hasil pemodelan dalam bentuk indeks basis dan non basis tidak mencerminkan perubahan dari PDRB-nya sendiri. Pemodelan LQ kurang dapat menggambarkan bagaimana perkembangan pertumbuhan (yang tercermin dari jumlah PDRB) wilayah apakah naik atau turun. Di dalam LQ, naik atau turun tidak begitu penting karena selama masih berada dalam jangkauan sektor basis, komoditas atau sektor yang dikaji akan tetap menjadi sektor unggulan. Berbeda dengan Model LQ, Model Shift-Share mendasarkan pada tiga komponen pertumbuhan ekonomi, yaitu komponen pertumbuhan nasional, komponen pertumbuhan proporsional dan komponen pertumbuhan pangsa wilayah. Tiga komponen ini dapat memberikan penjelasan tidak hanya sektor unggulan wilayah, tapi juga dapat menjelaskan dinamika ekonomi (naik turunnya pertumbuhan ekonomi) per sektor di dalam wilayah. Oleh karena itu dapat dibilang Model Shift-Share lebih lengkap daripada Model LQ. Hasil analisis pertumbuhan ekonomi wilayah menggunakan Model Shift-Share untuk 2 Kabupaten dan 1 Kota yang menaungi Kawasan APY dapat dilihat pada ploting PP-PPW (yang mencerminkan dinamika PB) kinerja sektor pada Gambar 10 dan Tabel 14. Hasil ini memberikan tambahan penjelasan terkait hasil LQ. Dilihat dari nilai PB dan Plot PP-PPW yang diperoleh, ketiga kabupaten/kota mengalami kemunduran produksi pertanian (dilihat dari produksi pertanian provinsi) sebesar 20 persen, demikian pula untuk sektor pertambangan, industri dan utilitas (listrik, gas,air). Sementara sektor keuangan, jasa, transportasi komunikasi dan perdagangan mulai tumbuh. Mundurnya pertumbuhan ekonomi berbasis sumberdaya alam di tiga kabupaten/kota yang menjadi lokasi kajian mengindikasikan bahwa Provinsi DIY pada umumnya dan Kawasan APY pada khususnya sedang mengalami transformasi perekonomian dari yang sebelumnya bercorak agraris menuju ke jasa dan pelayanan. Sektor industri yang umumnya muncul sebagai pengganti sektor agraris di daerah lain di Indonesia tidak begitu muncul di DIY. Pertama, penduduk DIY sendiri tidak terlalu besar, sehingga kurang menarik minat investasi industri besar padat karya, dan kedua, DIY sendiri lebih terkenal sebagai wilayah unggul penyedia layanan pendidikan dan pariwisata, sehingga nampaknya pelaku ekonomi di Kawasan APY lebih tertarik untuk mengembangkan aktivitas ekonomi yang mendukung sektor unggulan ini. V. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Dari hasil analisis dan pemodelan yang diperoleh, dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan penduduk di Kawasan APY sebagaimana nampak dari orde pusat pertumbuhan menunjukkan bahwa pertumbuhan penduduk di kecamatan di Urban Fringe Yogyakarta lebih besar daripada di dalam kota. Di sisi lain perkembangan pelayanan sebagaimana nampak dari orde pusat pelayanan cenderung
  • 29. terpusat ke arah pusat dan utara kawasan. Pertumbuhan dan pelayanan yang tidak berimbang ini berpotensi membawa masalah, terutama jika penduduk di selatan kawasan ingin mendapatkan pelayanan harus pergi ke utara. Masalah yang dapat muncul antara lain kemacetan baik di pusat kota maupun di sekitar Kawasan APY sendiri sebagai konsekuensi dari lalu lalang penduduk dalam memperoleh pelayanan. Potensi permasalahan ini semakin nampak karena perkembangan interaksi keruangan dan konektivitas (yang tercermin dari perkembangan jaringan jalan) juga lebih berkembang di utara kawasan. Peningkatan fasilitas pelayanan, baik dari sisi jumlah maupun ragam di sisi selatan kawasan harus dilakukan untuk menyeimbangkan permintaan pelayanan yang meningkat sebagai konsekuensi pertumbuhan penduduk. Dilihat dari aspek perekonomian wilayah, Kawasan APY telah mengalami transformasi dari sektor agraris menuju sektor jasa dan pelayanan. Walaupun sektor pertanian masih menjadi sektor basis di sebagian Kawasan APY dan cukup ideal karena terdapat berbagai spesialisasi corak aktivitas ekonomi di dalam kawasan yang dapat mendukung satu sama lain, penurunan pertumbuhan sektor pertanian yang signifikan dalam 2 tahun dan pertumbuhan sektor jasa dan pelayanan mengharuskan adanya perhatian dari pemerintah. Fasilitasi pengembangan sektor jasa dan pelayanan di DIY pada umumnya dan Kawasan APY pada khususnya Idealnya harus sebisa mungkin tidak meninggalkan pengelolaan dan peningkatan sektor pertanian karena merupakan kebutuhan primer