Endokrinologi kontrol hormon reproduksi ikanWiwinUMRAH
Dokumen tersebut membahas tentang kontrol hormon reproduksi ikan meliputi proses gametogenesis, jenis perkembangan oosit, organisasi ovarium, oogenesis, vitellogenesis, ovulasi, spawning, saluran urogenital ikan betina, testis, spermatogenesis, hipothalamus-pituitary-gonadal axis, dan kontrol hormon reproduksi ikan betina dan jantan.
KOMPOSISI DAN DISTRIBUSI PLANKTON DI PERAIRAN TELUK SEMARANGMustain Adinugroho
Tiga kalimat ringkasan artikel jurnal ilmiah tentang komposisi dan distribusi plankton di perairan Teluk Semarang adalah:
Penelitian menemukan 6 kelas dan 37 genera fitoplankton serta 6 kelas dan 32 genera zooplankton, dengan kelimpahan fitoplankton lebih tinggi di perairan lepas pantai. Indeks keragaman fitoplankton dan zooplankton berada pada tingkat rendah hingga sedang.
Dokumen tersebut membahas tentang pembenihan udang galah, mulai dari morfologi, perbedaan jantan dan betina, siklus hidup, teknik pembenihan seperti persiapan, pematangan gonad, pemijahan, penetasan, pemeliharaan larva, persiapan pakan, dan pencegahan penyakit.
Endokrinologi kontrol hormon reproduksi ikanWiwinUMRAH
Dokumen tersebut membahas tentang kontrol hormon reproduksi ikan meliputi proses gametogenesis, jenis perkembangan oosit, organisasi ovarium, oogenesis, vitellogenesis, ovulasi, spawning, saluran urogenital ikan betina, testis, spermatogenesis, hipothalamus-pituitary-gonadal axis, dan kontrol hormon reproduksi ikan betina dan jantan.
KOMPOSISI DAN DISTRIBUSI PLANKTON DI PERAIRAN TELUK SEMARANGMustain Adinugroho
Tiga kalimat ringkasan artikel jurnal ilmiah tentang komposisi dan distribusi plankton di perairan Teluk Semarang adalah:
Penelitian menemukan 6 kelas dan 37 genera fitoplankton serta 6 kelas dan 32 genera zooplankton, dengan kelimpahan fitoplankton lebih tinggi di perairan lepas pantai. Indeks keragaman fitoplankton dan zooplankton berada pada tingkat rendah hingga sedang.
Dokumen tersebut membahas tentang pembenihan udang galah, mulai dari morfologi, perbedaan jantan dan betina, siklus hidup, teknik pembenihan seperti persiapan, pematangan gonad, pemijahan, penetasan, pemeliharaan larva, persiapan pakan, dan pencegahan penyakit.
Laporan ini membahas tentang fekunditas telur ikan lele di perairan Tanjungpinang Kepulauan Riau. Metode yang digunakan untuk menghitung fekunditas adalah metode gravimetrik, volumetrik, dan gabungan. Hasilnya menunjukkan bahwa fekunditas ikan lele betina adalah sebesar 201.799,6 butir telur.
Dokumen tersebut membahas tentang teknik pemuliaan ikan melalui hibridisasi dan seleksi. Hibridisasi digunakan untuk menghasilkan keturunan baru dengan kombinasi sifat yang diinginkan, sedangkan seleksi famili dan individu bertujuan untuk meningkatkan kualitas genetik melalui pemilihan hewan yang superior. Dokumen ini juga memberikan contoh penerapan teknik-teknik tersebut pada berbagai spesies budidaya.
This document provides an introduction to fish physiology. It discusses [1] how physiology studies the functions, mechanisms and workings of organs, tissues and cells in an organism. [2] It notes that fish are poikilothermic aquatic animals that have anatomical and physiological adaptations to their aquatic environment, such as respiration and osmoregulation. [3] The document emphasizes the importance of understanding fish physiology for aquaculture practices like reproduction, feeding, and growth management as well as for fishing practices.
Dokumen tersebut membahas tentang teknik pembenihan ikan, mulai dari pembenihan ikan air tawar seperti ikan nila hingga ikan laut seperti kerapu. Termasuk didalamnya adalah teknik pemijahan, pakan alami, penanganan larva, hingga pendederan benih ikan.
Program Wanamina di Indonesia menggunakan pendekatan silvofishery untuk mengelola ekosistem mangrove secara berkelanjutan dengan memanfaatkan kawasan tersebut untuk budidaya perikanan. Strategi kesuksesan program ini meliputi sosialisasi, monitoring, pembentukan lembaga lokal, dan telah diimplementasikan di beberapa daerah dengan hasil yang positif dalam melestarikan mangrove dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Presentasi berikut adalah materi yang disampaikan oleh Kepala Pelayanan Kesehatan Hewan PT. CP Prima pada sarasehan perudangan nasional yang diadakan oleh Shrimp Club Indonesia pada 20 Juli 2018
Dokumen ini memberikan informasi tentang pembuatan silase, yaitu proses fermentasi anaerobik hijauan ternak seperti jerami jagung dan rumput menjadi pakan yang awet disimpan. Silase dibuat dengan mencacah atau menghaluskan hijauan, mencampurkannya dengan bahan tambahan seperti dedak, kemudian memasukkannya ke dalam wadah kedap udara untuk difermentasikan selama 3 minggu sebelum disimpan dan diberikan kepada
Sistem imunitas ikan merupakan pengetahuan mendasar untuk meningkatkan kekebalan tubuh ikan. Sistem ini terdiri atas kekebalan non-spesifik dan spesifik. Kekebalan non-spesifik meliputi pertahanan fisik dan humoral seperti lisozim dan interferon, sedangkan spesifik melibatkan limfosit, sel B, dan antibodi. Faktor lingkungan, nutrisi, dan stres dapat mempengaruhi sistem imunitas ikan.
Dokumen tersebut memberikan informasi tentang 10 jenis ikan air tawar yang bisa dikonsumsi di Indonesia, termasuk ikan mas, nila, lele, patin, gurame, bawal, gabus, tawes, mujair, dan bandeng. Ikan-ikan tersebut memiliki ciri khas masing-masing dan dapat dibudidayakan.
Brosur ini membahas budidaya udang vannamei dengan pola tradisional plus. Teknologi ini memungkinkan petambak kecil menanam udang vannamei dengan biaya rendah tetapi hasil panen yang besar. Brosur ini menjelaskan langkah-langkah mulai dari persiapan tambak, penebaran benih, pemeliharaan, panen, hingga analisis ekonominya. Pola budidaya ini dapat menghasilkan 835-1050 kg udang per hektar set
Program ini bertujuan menentukan metode terbaik pemberian probiotik Bacillus multi spesies pada larva ikan lele untuk meningkatkan aktivitas enzim pencernaan, pertumbuhan, dan daya tahan tubuhnya. Larva ikan lele akan dipelihara selama 20 hari dengan perlakuan kontrol, bioenkapsulasi, dan penambahan langsung probiotik. Diharapkan didapatkan metode yang paling baik dalam pemberian probiotik untuk meningkatkan kelangsungan hidup dan
Biologi Perikanan - Penentuan Umur IkanAji Sanjaya
Dokumen tersebut membahas tentang pengertian umur ikan dan fase pertumbuhan ikan. Secara umum, umur ikan ditentukan berdasarkan lamanya ikan hidup sejak menetas hingga dewasa, dan terdapat berbagai metode untuk menentukan umur ikan secara langsung maupun tidak langsung.
PENANGANAN HAMA DAN PENYAKIT PADA BUDIDAYA UDANG VANNAMEIMustain Adinugroho
Hama dan penyakit merupakan factor penyebab kegagalan budidaya yang bila tidak ditangani dengan baik akan menrugikan budidaya. Hama adalah organisme yang dapat mengganggu budidaya dan kemungkinan besar membawa penyakit yang dapat menyerang udang. Penyakit adalah kondisi terjadinya abnormalitas dari struktur, fungsi dan tingkah laku maupun abnormalitas pada metabolisme.
PERFORMA REPRODUKSI KEPITING BAKAU Scylla Olivacea Herbst MENGGUNAKAN TEKNIK...CRABERS
This study examined the effect of eyestalk ablation on the reproductive performance of mud crab (Scylla Olivacea Herbst) brooders. Brooders were cultured in tanks with or without eyestalk ablation and parameters such as ovarian maturation rate, larval quality and quantity, brooder survival, latency period, and incubation period were recorded. The study found that eyestalk ablation significantly increased the ovarian maturation rate but did not affect latency period, larval quantity, or incubation period. However, eyestalk ablation also increased brooder mortality.
Dokumen tersebut membahas pedoman teknis penanggulangan penyakit ikan budidaya laut. Ia menjelaskan berbagai jenis penyakit pada ikan budidaya laut seperti penyakit kulit, insang, dan organ dalam. Dokumen ini juga menjelaskan penyebab penyakit seperti faktor non-parasit dan parasit serta cara pengobatan untuk masing-masing jenis penyakit tersebut.
Laporan ini membahas tentang fekunditas telur ikan lele di perairan Tanjungpinang Kepulauan Riau. Metode yang digunakan untuk menghitung fekunditas adalah metode gravimetrik, volumetrik, dan gabungan. Hasilnya menunjukkan bahwa fekunditas ikan lele betina adalah sebesar 201.799,6 butir telur.
Dokumen tersebut membahas tentang teknik pemuliaan ikan melalui hibridisasi dan seleksi. Hibridisasi digunakan untuk menghasilkan keturunan baru dengan kombinasi sifat yang diinginkan, sedangkan seleksi famili dan individu bertujuan untuk meningkatkan kualitas genetik melalui pemilihan hewan yang superior. Dokumen ini juga memberikan contoh penerapan teknik-teknik tersebut pada berbagai spesies budidaya.
This document provides an introduction to fish physiology. It discusses [1] how physiology studies the functions, mechanisms and workings of organs, tissues and cells in an organism. [2] It notes that fish are poikilothermic aquatic animals that have anatomical and physiological adaptations to their aquatic environment, such as respiration and osmoregulation. [3] The document emphasizes the importance of understanding fish physiology for aquaculture practices like reproduction, feeding, and growth management as well as for fishing practices.
Dokumen tersebut membahas tentang teknik pembenihan ikan, mulai dari pembenihan ikan air tawar seperti ikan nila hingga ikan laut seperti kerapu. Termasuk didalamnya adalah teknik pemijahan, pakan alami, penanganan larva, hingga pendederan benih ikan.
Program Wanamina di Indonesia menggunakan pendekatan silvofishery untuk mengelola ekosistem mangrove secara berkelanjutan dengan memanfaatkan kawasan tersebut untuk budidaya perikanan. Strategi kesuksesan program ini meliputi sosialisasi, monitoring, pembentukan lembaga lokal, dan telah diimplementasikan di beberapa daerah dengan hasil yang positif dalam melestarikan mangrove dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Presentasi berikut adalah materi yang disampaikan oleh Kepala Pelayanan Kesehatan Hewan PT. CP Prima pada sarasehan perudangan nasional yang diadakan oleh Shrimp Club Indonesia pada 20 Juli 2018
Dokumen ini memberikan informasi tentang pembuatan silase, yaitu proses fermentasi anaerobik hijauan ternak seperti jerami jagung dan rumput menjadi pakan yang awet disimpan. Silase dibuat dengan mencacah atau menghaluskan hijauan, mencampurkannya dengan bahan tambahan seperti dedak, kemudian memasukkannya ke dalam wadah kedap udara untuk difermentasikan selama 3 minggu sebelum disimpan dan diberikan kepada
Sistem imunitas ikan merupakan pengetahuan mendasar untuk meningkatkan kekebalan tubuh ikan. Sistem ini terdiri atas kekebalan non-spesifik dan spesifik. Kekebalan non-spesifik meliputi pertahanan fisik dan humoral seperti lisozim dan interferon, sedangkan spesifik melibatkan limfosit, sel B, dan antibodi. Faktor lingkungan, nutrisi, dan stres dapat mempengaruhi sistem imunitas ikan.
Dokumen tersebut memberikan informasi tentang 10 jenis ikan air tawar yang bisa dikonsumsi di Indonesia, termasuk ikan mas, nila, lele, patin, gurame, bawal, gabus, tawes, mujair, dan bandeng. Ikan-ikan tersebut memiliki ciri khas masing-masing dan dapat dibudidayakan.
Brosur ini membahas budidaya udang vannamei dengan pola tradisional plus. Teknologi ini memungkinkan petambak kecil menanam udang vannamei dengan biaya rendah tetapi hasil panen yang besar. Brosur ini menjelaskan langkah-langkah mulai dari persiapan tambak, penebaran benih, pemeliharaan, panen, hingga analisis ekonominya. Pola budidaya ini dapat menghasilkan 835-1050 kg udang per hektar set
Program ini bertujuan menentukan metode terbaik pemberian probiotik Bacillus multi spesies pada larva ikan lele untuk meningkatkan aktivitas enzim pencernaan, pertumbuhan, dan daya tahan tubuhnya. Larva ikan lele akan dipelihara selama 20 hari dengan perlakuan kontrol, bioenkapsulasi, dan penambahan langsung probiotik. Diharapkan didapatkan metode yang paling baik dalam pemberian probiotik untuk meningkatkan kelangsungan hidup dan
Biologi Perikanan - Penentuan Umur IkanAji Sanjaya
Dokumen tersebut membahas tentang pengertian umur ikan dan fase pertumbuhan ikan. Secara umum, umur ikan ditentukan berdasarkan lamanya ikan hidup sejak menetas hingga dewasa, dan terdapat berbagai metode untuk menentukan umur ikan secara langsung maupun tidak langsung.
PENANGANAN HAMA DAN PENYAKIT PADA BUDIDAYA UDANG VANNAMEIMustain Adinugroho
Hama dan penyakit merupakan factor penyebab kegagalan budidaya yang bila tidak ditangani dengan baik akan menrugikan budidaya. Hama adalah organisme yang dapat mengganggu budidaya dan kemungkinan besar membawa penyakit yang dapat menyerang udang. Penyakit adalah kondisi terjadinya abnormalitas dari struktur, fungsi dan tingkah laku maupun abnormalitas pada metabolisme.
PERFORMA REPRODUKSI KEPITING BAKAU Scylla Olivacea Herbst MENGGUNAKAN TEKNIK...CRABERS
This study examined the effect of eyestalk ablation on the reproductive performance of mud crab (Scylla Olivacea Herbst) brooders. Brooders were cultured in tanks with or without eyestalk ablation and parameters such as ovarian maturation rate, larval quality and quantity, brooder survival, latency period, and incubation period were recorded. The study found that eyestalk ablation significantly increased the ovarian maturation rate but did not affect latency period, larval quantity, or incubation period. However, eyestalk ablation also increased brooder mortality.
Dokumen tersebut membahas pedoman teknis penanggulangan penyakit ikan budidaya laut. Ia menjelaskan berbagai jenis penyakit pada ikan budidaya laut seperti penyakit kulit, insang, dan organ dalam. Dokumen ini juga menjelaskan penyebab penyakit seperti faktor non-parasit dan parasit serta cara pengobatan untuk masing-masing jenis penyakit tersebut.
Monitoring Kualitas Ikan Dan Lingkungan Kawasan BudidayaBBAP takalar
Tim Laboratorium Uji BBAP Takalar melakukan monitoring kualitas ikan dan lingkungan di kawasan budidaya di Sulawesi Selatan. Parameter yang diuji meliputi kualitas air tanah, residu obat, logam berat, dan kesehatan ikan. Tujuannya adalah mengetahui perubahan lingkungan dan kepatuhan terhadap standar. Sampel diambil dari berbagai lokasi dan diuji di laboratorium.
Presentasi Kualitas Air ini dibuat oleh Romi Novriadi, S.Pd,kim., M.Sc dalam upaya untuk memberikan pemahaman tentang pentingnya lingkungan dalam mendukung produksi budidaya ikan laut
Penyakit ikan saat ini telah menjelma menjadi salah satu faktor pembatas dalam keberlanjutan usaha budidaya perikanan. Tindakan pengendalian dan penangulangan penyakit yang tepat dapat membantu meminimalisir tingkat kerugian ekonomi dan meningkatkan tingkat kelulushidupan ikan budidaya
Dokumen tersebut membahas tentang ikan gurami, termasuk ciri-ciri fisik dan jenis-jenisnya, sistematika, pakan, pemijahan, pemeliharaan larva hingga menjadi bibit, serta penyakit-penyakit yang sering menyerang ikan gurami."
Kajian ini membandingkan lima kaedah untuk merangsangkan tiram Crassostrea iredalei bertelur, yaitu pengeringan sesaat, hidrogen peroksida, ammonium hidroksida, serotonin, dan kombinasi pengeringan dan serotonin. Hasilnya menunjukkan bahwa kombinasi pengeringan dan serotonin paling berhasil merangsangkan tiram bertelur dengan hasil telur tertinggi, diikuti pengeringan sesaat. Walau demikian, pengeringan sesaat memberikan persentase pertum
BACKYARD HATCHERY RAJUNGAN; SUATU ALTERNATIF USAHA BUDIDAYAlisa ruliaty 631971
Konsep pembenihan rajungan skala rumah tangga (backyard hatchery rajungan) merupakan penerapan teknik dengan mengadopsi serta menyederhanakan beberapa teknik pemeliharaan yang telah dilakukan di unit pembenihan rajungan di Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Payau Jepara.. Aplikasi teknis di lapangan meliputi (1) Pemanfaatan bak-bak HSRT udang windu yang tidak operasional. (2) Air laut sebagai media pemeliharaan (3) Larva awal atau Zoea di dapatkan dari induk bertelur Tk.III dari alam (4) Kepadatan larva awal 50-100 ekor/liter (5) Pakan : (a) Inokulant chlorella dan rotifera, kepadatan chlorella dipertahankan pada kepadatan 50.000 – 500.000 sel/ml, untuk awal pemeliharaan diperlukan 2 kantong inokulant chlorella sedangkan kepadatan rotifera 5 – 15 ekor/ml diberikan hingga hari ke-7. (b) Nauplius artemia diberikan pada hari ke-dua dengan kepadatan 5-20 ekor /larva/hari dan diberikan 2 kali (pagi dan sore hari) setelah penebaran larva Zoea hingga stadia crab 1 (hari 13 atau 14) (c) Pakan buatan komersial ukuran 100 – 400 mikron diberikan dengan dosis 0,4 - 1 ppm dan frekuensi 4x sehari hingga panen. (d) Udang kupas diblender diberikan sejak crab 1 (hari 13 atau 14) hingga panen (crab 5 pada hari ke-16) sebanyak 10 – 30 gram per 5.000 ekor crab setiap harinya. (6) Penggantian air dilakukan 3 hari sekali sebesar 20%, dan suhu media pemeliharaan di pertahankan minimal 30 oC dengan cara menutup bak dengan terpal (7) Monitoring kesehatan dilakukan secara visual, yaitu dengan mengamati respon larva terhadap cahaya serta persentase larva yang tertarik terhadap cahaya matahari. (8) Pemasangan shelter berupa waring hitam (ukuran 0,5 x 1 m sebanyak 10 buah/bak) untuk memperbesar luas permukaan pada umur pemeliharaan 7 – 8 hari (Sub stadia Zoea 4). Selama 16 hari pemeliharaan diperoleh benih rajungan stadia C-6 dengan SR 8%.
Hasil analisa biaya pada pembenihan rajungan skala rumah tangga dengan mengoperasikan satu unit bak pemeliharaan larva volume 8 m3 selama 16 hari pemeliharaan memberikan keuntungan yang cukup lumayan sebagai hasil sampingan keluarga.
Kajian perekayasaan untuk menghasilkan teknologi produksi baby crab rajungan di hapa dan bak terkendali telah dilakukan. Pada kajian ini, pemeliharaan benih Crab 5 hingga menghasilkan ukuran berat 1,5 – 1,8 gram (ukuran baby crab) dilakukan dengan 2 perlakuan kepadatan yaitu 250 ekor/m2 dan 500 ekor/m2. Pemeliharaan baby crab di bak dengan memberi substrat pasir setebal ± 5 cm dan shelter berupa tali rafia yang dibuat menyerupai rumput laut (artificial sea weed), sedangkan pemeliharaan di hapa dengan pemberian shelter artificial sea weed. Pemberian pakan ikan rucah sebesar 200 – 300 gram/1000 ekor crab/hari (> 200% berat biomass). Dari kajian didapatkan, hingga umur pemeliharaan 14 hari (C-19) belum didapatkan berat baby crab yang diharapkan (< 0,5 gr) sehingga pemeliharaan ditambah menjadi 24 hari (C-29). Hingga umur pemeliharaan 14 hari (C-19) tidak ada perbedaan kelulushidupan pada pemeliharaan di hapa maupun di bak dengan kepadatan 250 ekor/m2 atau pun kepadatan 500 ekor/m2. Terdapat perbedaan sangat nyata (P<0,01) pada umur pemeliharaan hingga 24 hari (C-29) terhadap nilai kelulushidupan pemeliharaan baby crab di bak dan di hapa baik dengan kepadatan 250 ekor/m2 maupun dengan kepadatan 500 ekor/m2. Nilai kelulushidupan yang lebih baik dihasilkan pada pemeliharaan di bak sebesar 30,3% pada kepadatan 250 ekor/m2 dan 26,8% pada kepadatan 500 ekor/m2. Dari hasil analisa proximat, baby crab yang dipelihara pada hapa mengandung protein yang lebih tinggi sebesar 27,5% dibandingkan baby crab yang dipelihara di bak sebesar 20,5%. Sedangkan dari tes organoleptik yang dilakukan, tidak ada perbedaan antara baby crab yang dipelihara di hapa maupun di bak terhadap rasa, warna, aroma maupun tekstur. Biaya produksi baby crab di bak dengan kepadatan 250 ekor/m2 sebesar Rp. 135.000/kg merupakan yang termurah dibandingkan yang lainnya.
Dokumen ini membahas penelitian dampak penambahan poly-β-hydroxybutirate (PHB) pada pemeliharaan larva udang galah Macrobrachium rosenbergii. Penelitian menunjukkan bahwa pemberian pakan yang mengandung PHB pada larva udang meningkatkan kelangsungan hidup dan pertumbuhan larva. Selain itu, jumlah bakteri total dan bakteri Vibrio spp pada larva yang diberi pakan PHB lebih rendah dibandingkan kontrol,
Bab iibalai besar pengembangan dan budi daya lautRohman Efendi
Balai Besar Pengembangan dan Budidaya Laut di Lampung mengembangkan berbagai jenis ikan laut untuk budidaya, termasuk kakap putih, kakap merah, kerapu tikus, dan proses budidayanya seperti pemeliharaan, panen, dan penanganan penyakit. Balai ini bertujuan meningkatkan produksi perikanan budidaya di Indonesia.
PENAMPILAN REPRODUKSI DAN KUALITAS LARVA RAJUNGAN DENGAN PEMBERIAN BIOMASS A...lisa ruliaty 631971
Dalam kajian ini, induk rajungan di beri pakan berupa campuran pakan segar (cumi-cumi, udang dan ikan rucah) sebagai kontrol dan pakan segar dengan penambahan 50% biomasa artemia tanpa diperkaya.
Pemijahan ikan semah (Tor douronensis) secara buatan dilakukan di Balai Benih Ikan Aur Melintang, Sumatera Barat dengan menggunakan 6 ekor betina dan 5 ekor jantan. Telur yang dihasilkan berkisar antara 15-50 butir per gram, dengan daya tetas 67% dan sintasan larva hingga umur 88 hari mencapai 81%. Upaya ini merupakan langkah awal untuk domestikasi ikan semah guna pengembangan budidayanya.
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Solieriaceae) dengan ...sadaria bdp
Rumput laut Kappaphycus alvarezii merupakan komoditas yang bernilai ekonomis tinggi. Praktek Kerja lapang (PKL) Manajemen Akuakultur Laut ini dilaksanakan di Desa Bungin Permai Kecamatan Tinanggea, Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara selama 3 bulan, yang meliputi beberapa kegiatan mulai dari asistensi PKL, tahap persiapan, pengikatan bibit, penanaman, monitoring, panen dan pasca panen. Monitoring dilakukan untuk membersihkan rumput laut dari tanaman pengganggu seperti epifit jenis Sargassum polychystum dan Hypnea musciformis. Bibit yang digunakan dalam PKL ini adalah bibit hasil kultur jaringan (mikropropagasi) dengan berat 10 g, dan jarak tanam 10 cm. Metode yang digunakan adalah metode longline, Laju Pertumbuhan Spesifik (LPS) rumput laut K. alvarezii yang diamati selama PKL yaitu 5,53%/ hari dan rasio berat kering: berat basah yaitu 1:8. Parameter kualitas air yang diperoleh selama PKL seperti suhu berkisar antara 28-31 ºC dan salintitas berkisar 31-33 ppt. Harga pasar rumput laut K. alvarezii yaitu Rp 9.000/kg.
Ringkasan dokumen tersebut adalah:
1. Penelitian ini menguji pertumbuhan dan kelangsungan hidup benih ikan nila pada sistem akuaponik dengan tanaman kangkung, sawi, dan selada.
2. Hasil selama 30 hari menunjukkan perlakuan menggunakan tanaman kangkung memberikan peningkatan berat 7,16 g dan panjang 4,53 cm, laju pertumbuhan 2,36%/hari, serta kelangsungan hidup 95%.
3. Uji ANOVA men
PRODUKSI TOKOLAN UDANG VANAMEI (Litopenaeus vannamei) DALAM HAPA DENGAN PADAT...Repository Ipb
Penelitian ini menguji empat kepadatan penokolan udang vanamei (500, 1000, 1500, dan 2000 ekor/m2) selama 28 hari. Hasilnya menunjukkan bahwa kepadatan 500 ekor/m2 memberikan pertumbuhan udang terbaik dengan panjang akhir 42,7 mm. Kepadatan tidak berpengaruh signifikan terhadap kelangsungan hidup atau keragaman panjang udang.
Produksi Udang Sayur Untuk Memberdayakan Backyard Hatcherylisa ruliaty 631971
Dokumen ini membahas upaya memproduksi udang putih (Litopenaeus vannamei) sebagai udang konsumsi (udang sayur) di bak-bak bekas pembenihan udang (backyard hatchery) untuk memberdayakan bak-bak tersebut. Udang dipelihara dari umur PL8-PL10 selama 2-2,5 bulan dengan kepadatan awal berbeda antara 5.000-30.000 ekor/bak. Hasilnya, kepadatan awal 5.000 dan 10.000 ekor/bak menghas
PENGGUNAAN INDUK F1 HASIL BUDIDAYA TAMBAK PADA PEMBENIHAN RAJUNGAN (Portunus...CRABERS
Dokumen ini membahas penggunaan induk F1 hasil budidaya tambak pada pembenihan rajungan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa induk F1 dapat digunakan sebagai induk pembenihan meskipun sintasan dan hasil telurnya sedikit lebih rendah dibandingkan induk alami. Keduanya memiliki periode latensi, derajat kematangan ovarium, ukuran dan lama inkubasi telur yang serupa. Dapat disimpulkan bahwa induk F1 has
Laporan Lengkap Manajemen Akuakultur Laut 2018ThityRZ
Laporan ini membahas budidaya rumput laut Kappaphycus alvarezii menggunakan bibit hasil kultur jaringan di Desa Bungin Permai, Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara. Praktikum dilaksanakan selama 35 hari untuk mengamati pertumbuhan rumput laut, kualitas air, hama dan penyakit, serta hasil pasca panen dan pemasarannya. Hasilnya, laju pertumbuhan rumput laut adalah 5,59% per hari.
Dokumen ini meneliti performansi dua jenis rumput laut merah, Kappaphycus striatum dan K. alvarezii, yang dibudidayakan dalam sistem budidaya tangki dengan berbagai perlakuan. Hasilnya menunjukkan bahwa K. striatum memiliki laju pertumbuhan harian tertinggi pada perlakuan dengan kepadatan terendah dan penambahan pupuk ekstrak tumbuhan laut. Temuan ini memberikan data dasar untuk membantu pengembangan budidaya rumput laut ber
Pemanfaatan Arus Dalam Meningkatkan Kualitas Ikan Kerapu MacanBBAP takalar
1. Uji coba dilakukan untuk mengetahui pengaruh stimulasi arus terhadap kualitas ikan kerapu macan yang dipelihara dengan kepadatan tinggi menggunakan sistem resirkulasi.
2. Hasilnya menunjukkan bahwa stimulasi arus cenderung meningkatkan panjang ikan tetapi menurunkan beratnya, walaupun tidak berbeda signifikan. Kandungan lemak dan protein juga cenderung menurun dengan stimulasi arus.
3. Hal ini
Dokumen tersebut membahas tentang budidaya ikan air tawar di Kabupaten Belitung. Ia menjelaskan definisi pembudidayaan ikan dan jenis ikan yang dibudidayakan secara tradisional di sana seperti lele, nila, dan patin. Dokumen ini juga menjelaskan langkah-langkah budidaya ikan mulai dari persiapan lahan, wadah budidaya, pemilihan bibit, pemberian pakan, hingga panen hasil budid
Similar to Aplikasi sistem resirkulasi pada induk kepiting bakau (Scylla olivacea) (20)
Aplikasi sistem resirkulasi pada induk kepiting bakau (Scylla olivacea)
1. APLIKASI SISTEM RESIRKULASI SEDERHANA DALAM PERCEPATAN
PEMIJAHAN INDUK KEPITING BAKAU Scylla olivacea Herbst
OLEH :
EDDY NURCAHYONO
KASTURI
Makalah disampaikan pada Indo Aquaculture 2008 tanggal 19 Nopember 2008
Di Hotel Ina Garuda Yogyakarta
BALAI BUDIDAYA AIR PAYAU TAKALAR
DIREKTORAT JENDERAL PERIKANAN BUDIDAYA
DEPARTEMEN KELAUTAN DAN PERIKANAN
2008
2. APLIKASI SISTEM RESIRKULASI SEDERHANA DALAM PERCEPATAN
PEMIJAHAN INDUK KEPITING BAKAU Scylla olivacea Herbst
APPLICATION OF THE SIMPLE RECIRCULATION SYSTEM IN SPAWNING
ACCELERATION OF BROODSTOCK OF MUD CRAB (Scylla olivacea, Herbst)
Eddy Nurcahyono*,Kasturi
Email : crabcenter.bbapt@gmail.com
Balai Budidaya Air Payau Takalar
Desa Bontoloe Kec. Galesong Selatan Kab. Takalar Sulawesi Selatan 92254
Abstrak
Semakin berkembangnya budidaya kepiting menuntut tersedianya benih
secara kontinyu. Lamanya proses pemijahan induk yang telah matang gonad
merupakan salah satu hambatan dalam pengembangan usaha pembenihan
kepiting bakau (Scylla olivacea, Herbst) secara kontinyu. Tujuan dari kegiatan
rekayasa ini adalah mempercepat proses pemijahan dengan perbaikan mutu
lingkungan media pemeliharaan melalui aplikasi sistem resirkulasi sederhana. Hasil
kegiatan menunjukkan bahwa pemeliharaan induk dengan aplikasi sistem
resirkulasi sederhana induk kepiting bakau (Scylla olivacea, Herbst) dariTKO II
dapat mencapai TKO IV sampai dengan proses pemijahan memerlukan waktu 14 –
16 hari dengan sintasan induk mencapai 70 %, periode latensi berkisar 9 – 11 hari,
derajat kematangan ovarium sebesar 40 %, dan derajat pemijahan yang bisa
mencapai 57,14 %. Sedang pada perlakuan tanpa sistem resirkulasi dariTKO II
untuk mencapai TKO IV sampai proses pemijahan diperlukan waktu 50 - 72 hari
dengan sintasan induk mencapai 40 %, periode latensi 9 – 11 hari, dan derajat
kematangan ovarium 25 % serta derajat pemijahan mencapai 25 %. Perbedaan
yang cukup signifikan tersebut di duga karena efektifitas aplikasi sistem resirkuasi
sederhana dimana hal ini dapat dilihat dari kondisi parameter air yang tetap pada
kisaran optimal sehingga membuat induk kepiting bakau (Scylla olivacea, Herbst)
merasa cocok dan nyaman untuk melakukan proses reproduksinya. Dari hasil
kegiatan perekayasaan ini dapat disimpulkan bahwa penggunaan sistem resirkulasi
dapat mempercepat pemijahan induk kepiting bakau Scylla olivacea, Herbst.
Kata Kunci : Kepiting Bakau (Scylla olivacea,Herbst), Pemijahan, Resirkulasi
Abstract
Aquaculture development of mud crab more required sustainable crablet supply. A
long time period of gonad maturated of broodstock spawning is one of the problem
in sustainability hatchery development of mud crab (Scylla olivacea,Herbst). This
research was aimed to accelerate mud crab spawning by improving culture media
using the simple recirculation system. Result showed that in using recirculation
time period of TKO II to TKO IV are 14 to 16 days with survival rate of 70 %, rate of
ovarium maturation about 40 % and rate of spawning about 57, 14 %. Whereas,
non recirculation time period of TKO II to TKO IV are 50 to 72 days with survival
rate of 40 %, rate of ovarium maturation about 25 % and rate of spawning about 25
%. From that result showed that recirculation system can reduce time period of
spawning increasing survival rate, ovarium maturation and rate of spawning.
Key words ; recirculation, spawning, mud crab
3. I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kepiting bakau Scylla sp. merupakan salah satu komoditas perikanan yang
bernilai ekonomis dan banyak diminati pasaran terutama untuk di ekspor ke Amerika
Serikat, China, Hongkong, Taiwan, Korea selatan, Malaysia dan beberapa negara di
kawasan Eropa. Komoditas ini di pasar internasional dijual dalam bentuk segar/hidup,
beku, maupun dalam kaleng. Harga dan permintaan yang tinggi membuat eksploitasi
kepiting bakau di alam semakin meningkat hingga terjadi over eksploitation.
Peningkatan eksploitasi terutama kepiting yang sedang matang gonad atau dikenal
dengan kepiting bertelur sehingga akan memacu penurunan stok populasi ataupun
kepunahan komoditas ini ke depan.
Kegiatan budidaya di tambak merupakan alternatif dalam mencegah
kegiatan eksploitasi di alam. Akan tetapi, ketersediaan benih merupakan kendala
dalam pengembangan usaha ini, dimana selama ini penyediaan benih masih
tergantung dari penangkapan di alam. Ketersediaan benih yang tepat waktu dan
jumlah merupakan faktor utama pendukung berkembangnya usaha budidaya di
tambak. Salah satu hambatan dalam usaha pembenihan kepiting bakau adalah
ketersediaan induk yang siap memijah. Untuk itu penyediaan induk kepiting bakau
yang matang gonad merupakan langkah awal kegiatan pembenihan.
Usaha memacu proses pematangan gonad biasanya dilakukan dengan
manipulasi hormon, pakan dan manipulasi lingkungan (Lockwood 1967; Primavera
1985). Lingkungan sangat berpengaruh terhadap proses-proses reproduksi.
Lingkungan juga merupakan sumber stimulasi yang kali pertama mempengaruhi
mekanisme sistem saraf pusat. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Fujaya (1996),
juga menunjukkan bahwa spektrum cahaya sangat berpengaruh terhadap
kematangan ovarium kepiting bakau Scylla serrata Forskal. Akan tetapi, hasil
beberapa penelitian yang dilakukan hanya terbatas pada usaha pematangan gonad
sedangkan proses pemijahan dari TKO IV berlangsung cukup lama sehingga akan
menghambat proses pembenihan secara berkelanjutan.
Salah satu cara dalam mempercepat proses pemijahan adalah dengan
manipulasi lingkungan sehingga kondisi lingkungan terutama media pemeliharaan
selalu dalam keadaan optimal dan dapat merangsang percepatan proses
pemijahan induk kepiting bakau. Sistem resirkulasi air merupakan salah satu cara
mempertahankan kondisi kualitas air pada kisaran yang optimal. Hal ini sesuai
dengan yang diungkapkan Nana.et., al (2007) bahwa sistem resirkulasi akan
menstabilkan kualitas air seperti oksigen yang tinggi, suhu air yang s intervensi
akumulasi sisa pakan dan feses ke dalam media. Dengan kondisi lingkungan yang
optimal tersebut diharapkan dapat mempercepat proses pemijahan induk kepiting
bakau Scylla olivacea, Herbst.
4. 1.2 Tujuan
Tujuan dari kegiatan rekayasa ini adalah mempercepat proses pemijahan
induk kepiting bakau Scylla olivacea,Herbst yang telah matang gonad melalui
usaha perbaikan lingkungan pemeliharaan induk dengan aplikasi sistem resirkulasi
sederhana sehingga proses pembenihan dapat berlangsung secara kontinyu.
1.3 Sasaran
Sasaran dari kegiatan ini adalah penyedian induk yang cepat memijah
sehingga proses produksi pembenihan kepiting bakau Scylla olivacea, Herbst
dapat berjalan secara berkelanjutan.
II. METODOLOGI
2.1 Waktu dan Tempat
Kegiatan perekayasaan ini dilaksanakan pada Bulan Juli sampai September
2007 di Unit Rekayasa Produksi Benih Kepiting Balai Budidaya Air Payau Takalar.
2.2 Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam kegiatan ini adalah :
a. Induk Kepiting Bakau(Scylla olivacea, Herbst).
b. Pakan Induk (Kerang dan Cumi – cumi).
c. Multivitamin.
d. Formalin
e. Pasir Kwarsa
f. Arang dan zeolite
Alat – alat yang digunakan adalah :
a. Tempat Pemeliharaan Induk (Bak Beton 2 m X 5m X 1,5m dilengkapi peralatan
aerasi, substrat pasir putih setinggi 15 cm, dan sekat sekat bambu ukuran 60
cm X 60 cm X 60 cm).
b. Ember, baskom,selang spiral, dan peralatan kerja lainnya.
c. Lampu ultraviolet 2 balon buatan BBAP Takalar.
d. Pompa air
5. 2.3 Metode
2.3.1. Pemeliharaan Induk
Induk kepiting bakau Scylla olivacea, Herbst diperoleh dari nelayan atau
pengumpul di Takalar, Maros dan Makassar. Induk yang dipilih adalah induk yang
telah matang ovarium dengan tingkat kematangan ovarium (TKO) II dan III.
Pengamatan TKO dilakukan dengan mengamati sambungan (joint) antara
karapaks dengan abdomen terakhir (Hiatt ,1948 dalam Sumpton et al., 2003). Berat
induk yang digunakan berkisar 150 – 250 g/individu dengan lebar (internal
carapace width – ICW) dan panjang karapaks (carapace length – CL) berkisar
masing-masing 11,05 – 12,50 cm dan 6,6 – 7,00 cm. Sebelum di aklimatisasi, induk
kepiting bakau yang telah diseleksi disucihamakan dalam larutan formalin 25 ppm
selama 25 menit.
Induk betina kepiting bakau Scylla olivacea,Herbst masing – masing
perlakuan sebanyak 10 ekor dipelihara dalam bak beton ukuran 5 m x 2 m x 1,5 m.
Dasar bak berisi hamparan substrat pasir putih setinggi kurang lebih 15 cm.
Ketinggian air pemeliharaan berkisar 40 cm. Pemeliharaan induk menggunakan
sistem resirkulasi dengan menggunakan filter mekanik berupa pasir kwarsa,dan
arang serta zeolit. Untuk mereduksi bakeri pada media pemeliharaan dilakuakan
dengan radiasi sinar ultaviolet produksi BBAP Takalar. Salinitas yang digunakan
selama pemeliharaan induk adalah 32 – 34 ppt. Kanibalisme selama masa
pemeliharaan dikurangi dengan membuat sekat – sekat bambu ukuran 60 cm X 60
Cm X 60 Cm.
Selama masa pemeliharaan, induk kepiting bakau Scylla olivacea,Herbst
diberi pakan segar cumi-cumi dan kerang yang telah diberi multivitamin masing-
masing dengan komposisi 60% dan 40% (Nurcahyono, E dan Kasturi,2007). Dosis
pakan yang diberikan antara 15 - 25% dari biomass. Pakan diberikan dua kali per
hari pada pagi dan sore dengan perbandingan 30 % : 70 %. Pakan yang tidak
termakan disiphon keluar dari bak pemeliharaan. Pergantian air dilakukan setiap
pagi hari sebanyak 100 – 200% sebelum pemberian pakan.
2.3.3. Pengamatan Parameter dan Kualitas Air
Parameter yang diamati meliputi sintasan induk, periode latensi, derajat
kematangan ovarium. Sintasan merupakan prosentase induk yang hidup hingga
akhir kegiatan. Periode latensi adalah lama pematangan ovarium hingga TKO IV.
Derajat kematangan ovarium adalah prosentase perbandingan antara induk yang
matang ovarium TKO IV dengan jumlah populasi. Derajat pemijahan adalah
prosentase antara kepiting yang memijah dan yang masih TKO IV.
Parameter kualitas air harian yang diamati adalah oksigen terlarut
(Dissolved Oksigen – DO), ammonia, pH, suhu serta salinitas. Pengambilan
sampel harian dilakukan pukul 08.00 WITA sebelum pergantian air. Pengukuran
suhu dan oksigen terlarut menggunakan DO meter (YSI 58, Yellow Springs
6. Instrumen co. Inc., USA), pH mengunakan portable pH meter (Meterlab PHM 201,
Radiometer Analytical, S.A., France), salinitas menggunakan hand refraktometer
(Atago S/mill – E – Japan), sedangkan ammoniak dilakukan dengan metode
spektrofotometer.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
Tata laksana sistem resirklasi sederhana yang digunakan pada proses
percepatan pemijahan induk kepiting bakau Scylla olivacea,Herbst tampak seperti
pada gambar berikut.
Pasir
Arang & zeolit
P ahan karang
ec Substrat Pasir
Gambar 1. Sistem resirkulasi sederhana pada proses percepatan pemijahan
induk kepiting bakau Scylla olivacea,Herbst
Sistem kerja dari sistem resirkulasi sederhana ini adalah air dari media
pemeliharaan dialirkan melalui pipa pengeluaran air dan dilewatkan sistem filtrasi
bertingkat yang meliputi pasir kwarsa, arang dan zeolit, yang disusun bertingkat
sedemikian rupa, dimana pada masing – masing bagian diberi sekat kain kasa.
Pada bagian bawah sendiri digunakan pecahan – pecahan batu karang yang
berfungsi sebagai pengendapan air sebelum dipompa untuk diresirkulasi. Pasir
kwarsa berfungsi untuk untuk menyaring atau menahan partikel – partikel sisa
bahan organik. Sedangkan arang dan zeolit berfungsi untuk menetralisir air dengan
menyerap zat – zat yang dapat mengotori air dan menyebabkan toksin pada
organisme yang dipelihara. Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh
Yudansa (2006) bahwa zeolit dapat berfungsi sebagai Menyerap dan menukar
senyawa kimia yg meracuni air seperti N2, NH3 (amoniak), H2S, COD, BOD & CO2,
meningkatkan O2, menjaga stabilitas kondisi air pada tingkat ideal,dan menurunkan
tingkat pencemaran yang timbul dari kotoran dan sisa pakan yang membusuk.
Kemudian air dialirkan ke bak pengendapan air yang dilengkapi pecahan batu
karang yang selanjutnya dipompa dan dialirkan kembali ke media pemeliharaan
melalui pipa paralon ¾ inchi. Sebelum masuk ke media pemeliharaan air
dilewatkan dulu melalui sinar ultraviolet denan tujuan untuk mereduksi dan
mengurangi bakteri pathogen terutama bakteri Vibrio,sp. Untuk mencegah
penumpukan kotoran pada sistem filtrasi setiap 1 – 2 minggu sekali dilakukan
7. pencucian sistem filtrasi yang meliputi pasir kwarsa, arang dan zeolit serta batu
karang.
Hasil pengamatan aplikasi sistem resirkulasi sederhana pada pemeliharaan
induk kepiting bakau Scylla olivacea seperti pada tabel berikut.
Tabel 1. Hasil pengamatan sistem resirkulasi sederhana dalam percepatan
pemijahan induk kepiting bakau Scylla olivacea, Herbst.
Aplikasi sistem
Parameter Tanpa sistem resirkulasi
resirkulasi sederhana
Sintasan Induk (%) 70 40
Periode latensi (hari) 9 – 11 9 – 11
Derajat Kematangan 40 25
ovarium (%)
Derajat Pemijahan (%) 57,143 25
Lama proses TKO II hingga 14 – 16 50 – 72
Pemijahan (Hari)
Dari hasil pengamatan menunjukkan bahwa dengan aplikasi sistem
resirkulasi sederhana tingkat kehidupan induk Scylla olivacea, Herbst yang
dipelihara dapat mencapai 70 %, sedangkan pada non resirkulasi tingkat
kehidupannya hanya mencapai 40 % atau kematiannya mencapai 60 %. Tingginya
tingkat kematian pada perlakuan tanpa resirkulasi disebabkan oleh adanya
serangan parasit yang menempel pada insang sehingga akan mengurangi absorbsi
oksigen bagi metabolisme kepiting, jenis parasit yang menyerang adalah
octolasmis, sp. yaitu organisme yang menempel pada insang induk kepiting
(Gambar 2 - a & b) . Parasit ini muncul diduga karena buruknya kualitas air pada
media pemeliharaan induk yang menyebabkan kurangnya pasokan oksigen terlarut
yang dapat mengakibatkan kondisi induk menjadi lemah dan kurang berselera
makan sehingga akan mengganggu proses metabolisme secara keselurahan yang
dapat menyebabkan kematian pada induk itu sendiri. Selain itu juga terlihat
karapas yang mulai ditumbuhi parasit dan lumut untuk induk yang dipelihara tanpa
sistem resirkulasi sederhana (Gambar 2- c & d). Sedangkan pada sistem
resirkulasi kematian kebanyakan disebabkan oleh penyesuaian kondisi induk
dengan lingkungan. Hal ini dapat diketahui bahwa induk menglami kematian 1 – 2
hari setelah penebaran di bak pemeliharaan induk (Gambar 3 a & b).
Periode latensi pada keduanya cenderung sama yaitu 9 – 11 hari.Derajat
kematangan ovarium pada kedua perlakuan cenderung berbeda dimana pada
aplikasi sistem resirkulasi sederhana bisa mencapai 40 % sedang tanpa resirkulasi
baru mencapai 25 % begitu pula dengan derajat pemijahan dimana pada aplikasi
sistem resirkusi sederhana mencapai 57,143 % dan 25 % pada perlakuan tanpa
resirkulasi. Dampak lain yang kelihatan dari aplikasi sistem resirkulasi sederhana
adalah lamanya waktu yang diperlukan induk untuk melakukan pemijahan dari
TKO II hingga pemijahan pada sistem resirkulasi sederhana bisa mencapai 14 – 16
8. hari lebih singkat dari perlakuan tanpa resirkulasi yang mulai dapat memijah pada
hari ke 50 hingga hari 72 pemeliharaan. Hal ini mengindikasikan bahwa
penggunaan sistem resirkulasi sederhana dapat mempercepat pematangan
ovarium dan proses pemijahan.
a b
1
c d
Gambar 2. Kondisi Induk Selama Pemeliharaan Tanpa Sistem Resirkulasi
Sederhana : a) Insang terlihat kotor dan berwarna hitam ; b)
insang mulai berwarna hitam dan ditumbuhi parasit octolacmis
sp. c) pada karapaks induk terdapat parasit (tritip) ; d). pada
karapaks induk ditumbuhi lumut ;
a b
1 2
Gambar 3. Kondisi Induk Selama Pemeliharaan dengan Sistem Resirkulasi
Sederhana ; a).karapas tidak terdapat parasit ; b) Insang besih
dan tidak terdapat parasit.
9. Dengan adanya sistem resirkulasi sederhana kondisi lingkungan akan
terjaga pada kondisi yang optimal sehingga membuat individu yang dipelihara
nyaman untuk melakukan sistem reproduksinya. Hal ini sesuai dengan apa yang
dikemukakan oleh Udi Putra, et.al., (2007) bahwa sistem resirkulasi dengan kondisi
kualitas aliran yang baik akan mampu menyediakan oksigenasi air yang baik yang
diperlukan dalam respirasi dan suhu air media yang stabil, selain itu aliran yang
baik mampu memompa keluar sisa metabolisme terutama amonia.
Penggunaan sinar ultraviolet pada proses sistem resirkulasi juga memberi
dampak yang cukup besar pada induk kepiting bakau Scylla olivacea, Herbst.
Dimana dengan adanya kombinasi sistem filter mekanik dan radiasi sinar ultraviolet
dapat mengurangi populasi bakteri pathogen seperti Vibrio sp, jamur Legenedium,
sp dan Leucothrix,sp yang sering menyerang telur yang dierami pada abdomen
induk kepiting, serta serangan protozoa atupun parasit lainnya seperti octolasmis
yang menempel pada insang sehingga menyebabkan perebutan konsumsi oksigen.
Udi Putra, at. al (2007) mengungkapkan bahwa penggunaan 2 lampu UV diperoleh
dengan perlakuan dosis UV 409.777 µWs/Cm 2 , 319.626 µWs/Cm2, 255.700
µWs/Cm2, 191.392 µWs/Cm2 atau dengan kecepatan 0.78 L/d, 1 L/dt, 1.25 L/dt
dan 1.67 L/dt menunjukkan hasil yang sangat signifikan. Total bakteri dapat
direduksi hingga > 70% pada dosis terendah (kecepatan air tinggi) dan mendekati
100% pada dosis tertinggi. Sedang jenis bakteri Vibrio sp dapat direduksi hingga
100 % mulai dari dosis yang rendah.
Dari pengamatan hasil pengamatan parameter kualitas air media
pemeliharaan terlihat bahwa kondisi air dengan aplikasi sistem resirkulasi
sederhana cenderung lebih optimal bila dibanding tanpa sisten resirkulasi. Hal ini
dapat dilihat pada tabel hasil pengamatan parameter kualitas air selama
pemeliharaan.
Tabel 2. Hasil pengamatan parameter kulaitas air pemeliharaan selama kegiatan
berlangsung.
Parameter Aplikasi sistem resirkulasi Tanpa sistem resirkulasi
Salinitas (ppt) 32 – 34 32 – 34
Suhu (0C) 27 – 31 27 – 30
pH 7,69 – 8,04 8,19 – 8,71
Alkalinitas 134,63 -177,0 186,51 – 208,51
DO 5,31 – 6,52 3,20 – 4,46
NH3 0 – 0.013 0 - 0,387
Total bakteri (cfu/ml) 5,0 X 104 3,2 X 10 8
Total vibrio (cfu/ml) < 102 1,7 X 105
Menurut Kasprijo. et. al (1994) bahwa pemeliharaan induk kepiting bakau
pada kisaran 27 – 280C dapat mempercepat kematangan gonad. Dari hasil
pengamatan selama pemeliharaan terlihat kisaran suhu pada masing – masing
perlakuan masih dalam kisaran yang relatif stabil yaitu antara 27 – 31 0 C. Sedang
menurut Gunarto (1990) pH yang baik untuk pertumbuhan kepiting bakau adalah
10. 6,5 – 8,5. kadar amonia 0,06 – 0,09 ppm. Dari hasil perlakuan dapat diketahui
bahwa aplikasi sistem resirkulasi masih dalam keadaan optimal sedang pada
aplikasi non resirkulasi melebihi batas optimal sehingga diduga tingginya kadar
ammonia disebabkan oleh tingginya bahan organik dan rendahnya kadar oksigen
dalam media pemeliharaan sehingga menyebabkan kematian induk lebih banyak.
IV. KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Dari kegiatan ini dapat disimpulkan bahwa penggunaan sistem resirkulasi
dapat mempertahankan kisaran pameter kualitas air pada kisaran optimal serta
dapat mengendalikan dan mengurangi populasi pathogen serta membuat induk
menjadi nyaman dengan kondisi lingkungan tersebut dan dapat memacu
percepatan proses pemijahan induk kepiting bakau Scylla olivacea, Herbst.
4.2 Saran
Sebaiknya dalam pemeliharaan induk kepiting bakau Scylla olivacea
menggunakan sistem resirkulasi guna mempercepat proses pemijahan induk.
UCAPAN TERIMAKASIH
Penulis mengucapkan terimakasih kepada Kepala Balai BAP Takalar yang
telah memfasilitasi,memotivasi semangat kepada penulis, drh. Joko, P. Nana,
Kherel, Tim Pakan alami, dan Laboratorium penyakit dan lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA
Budimawan, Fattah, M. H., Atjo, H., 2000. Pengkajian Aspek Reproduksi Alami dan
Produksi Buatan Larva Kepiting Bakau (Scylla serrata Forskal, 1775) Secara
Massal Dalam Upaya Peningkatan Produksi. Laporan Riset Unggulan Terpadu VII
Bidang Teknologi Hasil Pertanian. Kementerian Negara Riset dan Teknologi.
Fujaya, Y., 1996. Pengaruh Spektrum Cahaya Terhadap Perkembangan Ovarium Kepiting
Bakau (Scylla serrata, Forskal). Program Pascasarjana IPB Bogor. Thesis.
Fujaya, Y., 2004. Pemanfaatan Ekstrak Ganglion Toraks Kepiting Non-Ekonomis Sebagai
Stimulan Perkembangan In Vitro Sel Telur Kepiting Bakau Scylla olivacea Herbst
1796. Sekolah Pascasarjana IPB Bogor. Disertasi.
Keenan, C.P., Davie, P.J.F., Mann. D.L., 1998. A Revision of the Genus Scylla De Haan,
1833 (Crustacea: Decapoda: Brachyura: Portunisae). The Raffles Bulletin of
Zoology 46(1): 217
Udi Putra, N. S.S.,M. Syaichudin, Fauzia, Suarni,Hasmawati,M.Syahrir. 2007. The Effort of
Improving grouper fish Performance (Epinephelus fuscogutatus) on Rearing High
Density by Water flow stimulation. Prosiding Indonesian Aquaculture. Direktorat
Jenderal Perikanan Budidaya. Departemen Kelautan dan Perikanan.
11. Udi Putra N.S.S, M. Syaichuddin, Tamrin. 2007. Efektifitas Ultraviolet Sederhana dalam
mereduksi Bakteri pathogen di dalam media air buydidaya. Prosiding Indonesia
Aquaculture 2007. Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. Departemen
Kelautan dan Perikanan.
Nurcahyono,E dan Kasturi. 2007. Penggunaan Pakan Cumi – cumi (Loligo sp.) dan Kerang
(Perna viridis) dalam Percepatan Pematangan Gonad Induk Kepiting Bakau Scylla
olivacea Herbst. Laporan Tahunan BBAP Takalar Direktorat Jenderal Perikanan
Budidaya Departemen Kelautan dan Perikanan.