Manusia diciptakan dengan kelebihan dan potensi tertentu yang membedakannya dari mahluk lain. Kemuliaan manusia timbul dari amanah sebagai khalifah di bumi yang diberikan Allah meskipun awalnya ditentang malaikat.
1. KEDUDUKAN
KEMULIAAN MANUSIA
Disusun untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Pendidikan Agama Islam
Dosen pengampu: Sopian Asep Nugraha, M.Pd
Disusun oleh
Imas Masriah 224223011
Nia Kurniawati 224223029
Dessy Trisnawati 224223024
Debby Marshenda 224223007
PROGRAM STUDY PG-PAUD
STKIP MUHAMMADIYAH KUNINGAN
2022
2. PENGERTIAN MANUSIA
Menurut Al Quran konsep manusia terdiri atas tiga kategori, yaitu: a) al-insan, al-in’s, unas, al-nas, anasiy dan insiy; b) al-basyar; dan; c) bani adam “anak2 adam ”
dan dzurriyyataa adam “keturunan adam
A. Penamaan manusia dengan kata al-Basyar yang berarti kulit kepala, wajah, atau tubuh yang menjadi tempat tumbuhnya rambut/ menampakkan sesuatu dengan baik
dan indah
Penamaan ini menunjukkan makna bahwa secara biologis yang mendominasi manusia adalah pada kulitnya.Atau makna kata basyarah yang artinya kulitnya tampak
jelas (berbeda dengan kulit binatang lainnya)
B. Penamaan manusia dengan kata al-insan yang berasal dari kata al-uns, berarti jinak, harmonis dan tampak. Kata insan digunakan al-Qur’an untuk menunjukkan
kepada manusia dengan seluruh totalitas, jiwa dan raga/ makhluk jasmani dan rohani. Manusia berbeda antara seseorang dengan yang lain, akibat perbedaan fisik,
mental dan kecerdasannya.
Ada dua makna yang terkandung dalam kata al insan , yaitu :
Pertama, makna proses biologis, yaitu berasal dari saripati tanah melalui makanan yang dimakan manusia sampai pada proses pembuahan.
Kedua, makna proses psikologis (pendekatan spiritual), yaitu proses ditiupkan ruh-Nya pada diri manusia, berikut berbagai potensi yang dianugerahkan Allah kepada
manusia.
C. Penamaan dengan kaata al-Nas menunjukkan pada eksistensi manusia sebagai makhluk hidup dan sosial, secara keseluruhan, tanpa melihat status keimanan atau
kekafirannya
Dari pengertian di atas,manusia adalah makhluk yang mulia, bahkan lebih mulia dari malaikat. Setelah Allah menciptakan manusia, Allah memerintahkan
semua malaikat untuk memberi hormat sebagai tanda memuliakannya.
“Maka ketika telah Aku sempurnakan ia dan Aku tiupkan ruh kepadanya, maka beri hormatlah kepadanya dengan bersujud” (QS. al-Hijr, 15: 29).
Manusia pada dasarnya mempunyai sifat fitrah. Konsep fitrah menunjukkan bahwa manusia membawa sifat dasar kebajikan dengan potensi iman
(kepercayaan) terhadap keesaan Allah (tauhid). Sifat dasar atau fitrah yang terdiri dari potensi tauhid itu menjadi landasan semua kebajikan dalam perilaku
manusia. Dengan kata lain, manusia diciptakan Allah dengan sifat dasar baik berlandaskan tauhid. “Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu mengeluarkan
keturunan anak-anak ²dam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian dari jiwa mereka (seraya berfirman): “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka
menjawab: “Engkau Tuhan kami, kami menjadi saksi ...” (QS. al-A’raf, 7: 172).
3. PENGERTIAN KEMULIAAN
• Kemuliaan berasal dari kata dasar “mulia” merupakan kata sifat yang berarti kedudukan yang
tinggi, pangkat yang tinggi, martabat yang tinggi; tertinggi; luhur; terhormat. Sedangkan kemuliaan
itu sendiri berarti keluhuran; hal mulia; keagungan; kehormatan.
• Kemuliaan adalah derajat atau kedudukan seseorang yang tinggi, pangkat yang tinggi, martabat
yang tinggi dan luhur, baik di hadapan manusia mupun di hadapan Tuhannya. Oleh karena itu,
untuk mencapai suatu tingkat kemuliaan itu seseorang harus meraihnya dengan cara-cara tertentu
dan perbuatan serta perilaku tertentu yang dianggap terpuji. Derajat kemuliaan seseorang di
hadapan manusia sebenarnya bukan karena pangkat, jabatan atau status sosialnya. Islam telah
menghapus sistem kasta, perbedaan status sosial, serta diskriminasi seseorang dalam segala hal.
• Terkait dengan segala hal, kemuliaan seseorang teletak pada tujuan dari apa yang dilakukan apakah
hanya untuk mencari penghidupan dunia saja atau untuk mencari penghidupan demi mencapai
ridha Allah dan untuk bekal beribadah kepada Allah.
• Kemuliaan seseorang ditentukan dari derajat keimanan dan ketakwaannya. Oleh karena itu
pekerjaan apapun selain yang sudah ditentukan keharamannya, adalah mulia jika dilandasi dengan
nilai-nilai Islam berdasarkan al-Quran dan hadits, yang tujuan utamanya untuk ibadah dan mencari
ridha Allah.
4. Hakikat Kemuliaan Seorang Manusia
• ْ
دَقَلَو
اَنمََّرك
ْ
ىِنَب
ْ
َمَداَء
ْ
مُهََٰنلَمَحَو
ىِف
ِْ
رَبٱل
ْ
حَبٱلَو
ِْ
ر
مُهََٰنقَزَرَو
َْنِم
ِْتََٰبِيَّطٱل
ََْٰنلَّضَفَو
ْ
مُه
َْٰ
ىَلَع
ْ
يرِثَك
ْ
نَّمِم
اَنقَلَخ
ًْ
يل ِ
ضفَت
• “Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezeki dari yang
baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan.” QS. Al-Isra
(17) : 70
•
Sebagai mahluk yang diciptakan dengan mengemban misi mulia untuk menjadi pemimpin di muka bumi; manusia diciptakan dengan
kelebihan-kelebihan yang tidak dimiliki oleh mahluk ciptaan Tuhan yang lain. Kelebihan-kelebihan ini selain diciptakan untuk menunjang
fungsi dan kinerja manusia sebagai pemimpin di muka bumi. Ia juga berfungsi sebagai penanda kemuliaan dan meninggikan martabat
manusia diatas mahluk yang lain.
Firman Allah SWT dalam Surat At-tin : 4 ْ
دَقَل
اَنقَلَخ
َْنََٰسنِٱْل
ْ
ىِف
ِْنَسحَأ
ْ
يمِوقَت
Artinya: “Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.”
Imam Ibnu Katsir dalam tafsirnya menjelaskan bahwa ayat ini adalah makna dari sumpah tiga ayat sebelumnya. Dan bahwasanya Allah
Swt telah menciptakan manusia dengan gambaran terbaik dan bentuk yang sesuai, dengan anggota badan yang indah. Kedua ayat di
atas merupakan sedikit dari banyak ayat yang menjelaskan betapa mulianya manusia dari sisi penciptaan, tidak hanya dari sisi bentuk
yang terbaik, namun ia juga telah diberikan bekal yang cukup untuk mengarungi bumi ini.
5. KELEBIHAN MANUSIA
• Satu pertanyaan yang patut kita renungkan kemudian adalah kelebihan apa yang dimiliki manusia sehingga ia meraih kedudukan paling mulia di antara
mahluk yang lainnya? Apakah karena kesempurnaan fisiknya, kecukupan rizkinya, ataukah karena dari keturunan nasabnya? Kualitas apa yang
membedakan manusia dengan mahluk yang lain, sehingga Allah membebankan amanah kepada manusia sebagai Khalifah di muka bumi?
Jika kita menelisik kembali ke dalam Al-Qur’an tentang awal mula kisah penciptaan Adam; kita mungkin dapat sedikit menggali jawaban atas hakikat
kemuliaan manusia dalam pandangan Islam.
Kisahnya dimulai ketika Allah berfirman kepada malaikat bahwa ia berkehendak untuk menjadikan satu mahluk bernama manusia sebagai Khalifah di
bumi. Kehendak tersebut kemudian dipertanyakan oleh para malaikat yang hadir pada waktu itu dan percakapan antara Allah dan para malaikat direkam
dalam salah satu ayat Al-Qur’an :
و
َفيِلَخ ِ
ض ْرَ ْ
اْل يِف ٌلِعاَج يِِّنِإ ِةَكِئ َ
َلَمْلِل َُّكب َر َلاَق ْذِإ ََ
يِف ُدِسْفُي ْنَم اَهيِف ُلَعْجَتَأ واُلاَق ۖ ًة
َي َو اَه
ُكِفْس
ِِّنِإ َلاَق ۖ َكَل ُسِِّدَقُن َو َكِدْمَحِب ُحِِّبَسُن ُنَْحن َو َءاَمِِّدال
َونُمَلْعَت َ
َل اَم ُمَلْعَأ ي
“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi”. Mereka berkata:
“Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami
senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu
ketahui”. – Al Baqarah (2) : 30
6. • Kekhawatiran malaikat ini didasarkan terhadap kasus mahluk-mahluk sebelumnya yang memikul
tanggung jawab sebagai khalifah yang ternyata alih-alih memakmurkan bumi; mereka justru
menumpahkan darah dan membawa kerusakan di muka bumi.Pemikiran malaikat bahwa khalifah
selanjutnya pun pasti akan mengulangi kesalahan yang sama.Para malaikat keheranan mengapa
malaikat yang selalu bertasbih memuji Tuhannya justru dikesampingkan untuk mengisi posisi
sebagai Khalifah?
Jawaban Allah SWT terhadap pertanyaan ini sungguh sederhana, bahwa ia mengetahui apa yang
tidak diketahui oleh para malaikat. Bahwa ada potensi yang dimiliki oleh manusia yang hanya
diketahui oleh-Nya dan tersembunyi dari penglihatan malaikat. Dan potensi inilah yang membuat
Adam menjadi orang terpilih yang akan mengemban amanat sebagai Khalifah di bumi.
Potensi ini dijelaskan secara lebih lanjut dalam ayat berikutnya, ketika Allah SWT
mendemonstrasikan potensi tersebut kepada para malaikat
ْال ىَلَع ْمُهَضَرَع َّمُث اَهَّلُك َءاَمْسَ ْ
اْل َمَدآ َمَّلَع َو
َمْسَأِب يِنوُئِبْنَأ َلاَقَف ِةَكِئ َ
َلَم
ْنِإ ِء َ
َلُؤََٰه ِاء
َينِقِداَص ْمُتْنُك
“Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian
mengemukakannya kepada para Malaikat lalu berfirman: “Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-
benda itu jika kamu memang benar orang-orang yang benar!” – Al-Baqarah (2) : 31
7. Tantangan tersebut ditujukan kepada malaikat yang meragukan kapasitas Adam sebagai calon Khalifah kelak.
Sebuah tantangan sederhana untuk menyebutkan “nama-nama” benda yang telah ditunjuk-Nya. Tetapi para
malaikat pun tidak bisa menjawab pertanyaan Allah tersebut dan mengakui keterbatasan pengetahuan mereka.
Menariknya, Adam yang pada awalnya diragukan oleh golongan malaikat mampu menjelaskan “nama-nama”
tersebut dan menampilkan potensi terbesar yang dimiliki oleh seorang manusia, yaitu potensi akal dan ilmu
pengetahuan.
Dalam banyak karya tafsir, disebutkan bahwa yang dimaksud dengan “nama-nama” dalam ayat tersebut adalah
nama dan fungsi dari segala benda, binatang, dan tumbuh-tumbuhan serta ilmu yang mencakup keterampilan
yang dibutuhkan agar manusia dapat bertahan hidup di muka bumi.
Potensi dalam bentuk akal dan ilmu pengetahuan inilah yang merupakan kelebihan manusia dibanding dengan
makhluk-makhluk lainnya. Apabila manusia dapat memberdayakan dan memanfaatkan akal dan ilmunya dengan
baik maka ia akan mencapai status mulia. Aristoteles pernah mengungkapkan bahwa yang membedakan
manusia dengan binatang adalah pada akal pikirannya “homo est animal rasionale” (manusia adalah binatang
yang berfikir) kalau manusia tdk dapat menggunakan akal pikirannya dengan baik, maka ia tidaklah lebih tinggi
derajatnya daripada hewan. Rene Descartes bahkan membawa konsep berfikir ini menjadi dasar eksistensi
seorang manusia “cogito Ergo Sum” (aku berfikir, maka aku ada) tanpa proses berfikir maka manusia sejatinya
tidak eksis sebagai manusia.
8. • Kelebihan akal dan ilmu ini jugalah yang menjadikan Adam terpilih sebagai Khalifah
dibandingkan dengan malaikat ataupun iblis. Bahwa pertimbangan Allah dalam memilih
kepemimpinan dan wakil Tuhan di bumi, keluasan dan kedalaman akal dan ilmu lebih diutamakan
daripada kesalehan ibadah pribadi dari para malaikat, ataupun karena memiliki keturunan “nasab”
yang bagus seperti iblis yang merasa lebih baik karena diciptakan dari api.
Dikarenakan Adam memiliki kapasitas keilmuan yang lebih baik daripada mahluk yang lain, maka
dirinyalah yang terpilih menjadi Khalifah di bumi. Perintah untuk sujud kepadanya adalah bentuk
penghormatan terhadap kualitas potensi keilmuan dan pengetahuan yang dimiliki oleh Adam.
Kisah Adam juga mengajarkan kepada kita bahwa dalam menilai kualitas dan kemuliaan seseorang
bukanlah dari fisik yang baik, keturunan nasab, ataupun standar-standar lain yang sifatnya lahiriah.
Kemuliaan sejati hakikatnya terletak pada kedalam ilmu serta kebijaksanaan dalam mengelola
nafsu dan godaan.
•
Kualitas ilmu dan akal yang baik akan mengantarkan manusia kepada kebijaksanaan.
Kebijaksanaan membawa kepada kebenaran, dan kebenaran akan membawa kepada ketakwaan.
Maka dari itu sesungguhnya kemuliaan yang sejati bukanlah kemuliaan yang sifatnya lahiriah;
tetapi kemuliaan manusia yang sejati terletak pada aspek batiniahnya.
9. TUJUAN UTAMA PENCIPTAAN MANUSIA
Wa ma khalaqtul jinna wal insa illa li ya’budu.
“Tidaklah Aku ciptakan manusia dan jin kecuali untuk menyembah kepada-Ku.” (Q.S.Adz-Dzaariyat)
Dari ayat di atas bahwa tujuan utama manusia diciptakan kecuali hanya untuk beribadah kepada Allah SWT
Inti beribadah yaitu
• Pertama, membina diri dengan baik.
• Kedua, dalam rangka mensucikan diri kita.
• Ketiga, mengisi diri dengan sifat yang terpuji, mengisi diri dengan perbuatan baik, dan mengisi diri dengan
perbuatan yang berpahala.
10. Hadist tentang betapa Islam memuliakan manusia
•
• Dari Aisyah Ra, bahwa Rasulullah Saw berkata: “merusak tulang seorang mayit seperti merusaknya di saat hidup.”
Terlihat bagaimana Islam sungguh menghormati jasad manusia hingga setelah kematiannya. Dari itu konsensus
ulama menyatakan sucinya jasad manusia, hingga keringat, air mata hingga lendirnya. Dan hukum ini tanpa
membedakan baik ia muslim atau non muslim, baik kulit putih, hitam atau jenis perbedaan lainnya.
• Sangatlah jelas bagaimana Islam memandang manusia dari berbagai aspek, baik penciptaan, hingga penghormatan
atas jalan hidup serta keyakinannya. Dan menempatkan hal tersebut di atas segala kepentingan lainnya. Bahkan
karena amat pentingnya hidup seorang muslim di dalam Islam, jika ia mendapatkan serangan hingga menyebabkan
kematian maka menganggap pembunuhnya telah membunuh umat manusia secara keseluruhan. Tentu bahasa Al
Quran dalam hal ini bukan majas hiperbolis yang terkesan membesarkan perkara kecil, akan tetapi ayat tersebut
menjelaskan bahwa semua berhak untuk hidup dan berjalan di atas bumi secara aman dan damai.
11. KESIMPULAN
Manusia adalah mahluk Allah yang paling mulia,di dalam Al-qur’an banyak sekali ayat-ayat Allah yang memulyakan
manusia dibandingkan dengan mahluk yang lainnya.Dan dengan adanya ciri-ciri dan sifat-sifat utama yang diberikan
oleh Allah SWT kepada manusia menjadikannya makhluk yang terpilih diantara lainnya memegang gelar sebagai
khalifah di muka bumi untuk dapat meneruskan,melestarikan,dan memanfaatkan segala apa yang telah Allah ciptakan
di alam ini dengan sebaik-baiknya.
Tugas utamapenciptaan manusia adalah beribadah ( ُِِوندُبْعَيِل)kepada Allah SWT.
Semua ibadah yang kita lakukan dengan bentuk beraneka ragam itu akan kembali kepada kita dan bukan untuk siapa-
siapa.Patuh kepada Allah SWT,menjadi khalifah,melaksanakan ibadah,dan hal-hal lainnya dari hal besar sampai hal
kecil yang termasuk ibadah adalah bukan sesuatu yang ringan yang bisa dikerjakan dengan cara bermain-main terlebih
apabila seseorang sampai mengingkarinya.
Perlu usaha yang keras,dan semangat yang kuat ketika keimanan dalam hati melemah,dan pertanggungjawaban yang
besar dari diri kita kelak di hari Pembalasan nanti atas segala apa yang telah kita lakukan di dunia.