Ada empat jenis bid'ah dalam hal ibadah yang dijelaskan dalam dokumen tersebut, yaitu: 1) bid'ah terkait pokok ibadah dengan menambah-nambah ibadah, 2) bid'ah terhadap aturan ibadah dengan memodifikasi aturan, 3) bid'ah terhadap sifat ibadah dengan menunaikan ibadah yang sifatnya tidak disyariatkan, 4) bid'ah mengkhususkan ibadah.
1. BID'AH DAN
PERMASALAHANNYA
OLEH KELOMPOK 11:
❑ Putri Jamilah (20400121038)
❑ Mar’atun Wajihah (20400121051)
Dosen Pengampu : Dr. Besse Ruhaya, S.Pd.I.,M.Pd.I
Mata Kuliah : Ilmu Fikih
2. Bid’ah berasal dari bahasa arab bada’a ( )بدع yang aplikasi bahasanya
dapat menjadi dua bentuk ; al- bad’u ُ
عْدََلبا
) ) dan al Bid’u ُ
عْدِبْلا
)
. ).
Perbedaannya, Al- bad’u adalah membuat sesuatu yang belum ada
penciptaan sebelumnya, belum disebut dan belum diketahui. Dan Al-
Bid’u adalah sesuatu yang menjadi pertama dalam setiap perkara.
Sedangkan bid’ah adalah suatu penyebutan atas sesuatu yang dibuat
dari agama dan lainnya.
Dalam lisan Al-arab kata bid’ah
شْنهُأَعَدَتْابَاُوًعْدَهُبعَدْبَُيَيءَشُالَعَدَب
ُبدأهَُوَأ
(membuat sesuatu yang baru, menciptakan dan memulainya). Berarti
sesuatu yang baru yang tidak didahului pedoman sebelumnya atau
disebut juga dengan sesuatu yang diadakan dengan bentuk yang
belum pernah ada tuntunan sebelumnya.
Apa Itu Bid’ah ?
3. 1. Kelompok yang menyatakan bahwa bid’ah itu mencakup beberapa macam dan
terpilah pada bentuk-bentuk hukum
Pemetaan pandangan istilah pada tataran pemikiran kelompok ini meletakkan perkara bid’ah
dalam beragam ketetapan, mencakup sisi baik atau terpuji dan sisi buruk atau tercela. Pada
aspek lain dinyatakan pada bentuk-bentuk hukum taklifiah.
Wujud pemikiran ini bersifat mayoritas ulama, yakni pendapay imam syafi’i (w.204 H) yang
diikuti Imam al-nawawi (w.676 H ) izzudin ibn abdus salam (w.660H) dan abu syamh (w.665 H),
dan lain-lain.
Izzudin ibn Abduss salam memformulasikannya dalam bentuk-bentuk hukum : jika masuk
dalam kaidah wajib maka ia wajib, jika masuk dalam kaidah haram maka ia masuk dalam
perbuatan haram, jika masuk dalam kaidah sunnah maka ia menjadi sunnah, jika masuk
dalam kaidah mubah maka ia menjadi mubah.
Pemetaan Pandangan Ulama
Terhadap Istilah Bid’ah
4. 2. Kelompok yang mempunyai sudut pandang bahwa bid’ah itu, semua yang
bertentangan dengan sunnah.
Pemetaan kerangka pemikiran kedua ini didasarkan pada segala bentuk perbuatan yang
menyalahi sunnah adalah bid’ah. Sandaran bid’ah yang terbagi pada baik dan buruknya hanya
dalam istilah bahasa saja. Jika berhubungan dengan syariat maka ditolak dan dianggap
tercela
.
Diantara yang berpendapat demikian, adalah al-tharthusy (w.525H). al jurjani (w.816 H ) dan
ibnu hajar al asqalani (w.852 H). Landasan mereka adalah sunnah nabawi sebagai standar
dalam mengikuti beliau serta sosok suri teladan yang merupakan cerminan wahyu dan
tuntunan ilahiyyah.
Pemetaan Pandangan Ulama
Terhadap Istilah Bid’ah
5. Telah kita ketahui bahwa mayoritas Para ulama’ Ahli hadits Ahlussanah wal jama’ah membagi Bid’ah menjadi
dua macam, hal ini berangkat dari sebuah hadits sebagai berikut :
ُهْلا ُرْيَخَو ِهَّلال ُابَتِك ِيثِدَحْلا َرْيَخ َّنِإَف
ِورُمُأال ُّرَشَو ٍدَّمَحُم ىَدُه ىَد
ةَلَالَض ٍةَعْدِب ُّلُكَو اَهُتاَثَدْحُم
“Sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah kitabullah dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad
shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sejelek-jelek perkara adalah (perkara agama) yang diada-adakan, setiap (perkara
agama) yang diada-adakan itu adalah bid’ah, setiap bid’ah adalah kesesatan.” (HR. Muslim no. 867)
Hadits di atas menegaskan bahwa setiap Bid’ah itu sesat. Kemudian jangkauan hukum hadits tersebut dibatasi
oleh sekian banyak dalil, antara lain hadits berikut :
Latar Belakang Pembagian Bid’ah
7. Dalam hadits pertama. Rasulullah SAW menegaskan, bahwa setiap bid'ah adalah sesat. Tetapi dalam hadis
kedua, Rasulullah SAW menegaskan pula, bahwa barangsiapa yang memulai perbuatan baik dalam Islam,
maka ia akan mendapatkan pahalanya dan pahala orang-orang yang melakukannya sesudahnya. Dengan
demikian, hadits kedua jelas membatasi jangkauan makna hadits pertam "kullu bid'atin dhalalah (setiap
bid'ah adalah sesat)” sebagaimana dikatakan oleh al-Imam al-Nawawi dan lain-lain. Karena dalam hadits
kedua, Nabi Muhammad SAW menjelaskan dengan redaksi, "Barangsiapa yang memulai perbuatan yang
baik”, maksudnya baik perbuatan yang dimulai tersebut pernah dicontohkan dan pemah ada pada masa
Nabi SAW, atau belum pernah dicontohkan dan belum pernah ada pada masa Nabi SAW."
8. Jenis-Jenis Bid’ah
dalam hal Ibadah
01 Bid’ah terkait pokok
ibadah
Bid’ah dengan menambah-
nambah ibadah
02
Bid’ah ini adalah bentuknya
mengadakan suatu ibadah yang
tidak ada dasarnya dalam islam,
dibentuk sendiri oleh manusia
atau budaya disekitarnya.
Contoh bid’ah dalam pokok
ibadah adalah mengadakan
shalat yang tidak ada dalilnya
atau merayakan ulangtahun
atau hari besar seakan bernilai
pahala.
Agama islam sudah memiliki
aturan baku mengenai tata
cara mengerjakan suatu
ibadah. Terkadang ada
manusia yang sengaja
memodifikasi aturan tersebut
dengan niat agar pahalanya
bertambah . Contohnya,
menambah jumlah rakaat
shalat wajib, atau melakukan
puasa sunnah di luar waktu
yang ditetapkan. Bid’ah jenis
ini dilarang dan diharamkan.
9. Jenis-Jenis Bid’ah
dalam hal Ibadah
03 Bid’ah terhadap sifat
ibadah Bid’ah mengkhususkan ibadah
04
Bid’ah ini berupa menunaikan
ibadah yang sifatnya tidak
pernah disyariatkan rasulullah.
Contohnya melakukan zikir
dengan suara lantang,
dilakukan berjamaah, dgn
jumlah ribuan kali hingga
terkesan menzalimi diri sendiri.
Dzikir memang diperintahkan,
namun apabila dilakukan tanpa
dasar yang jelas, maka termasuk
bid’ah yang dilarang.
Contoh bid’ah jenis ini adalah
mengkhususkan berpuasa di
hari jum’at, karena merupakan
hari baik dalam islam.
Pelaksanaan ini tentu dilarang
karena tidak ada contohnya dari
nabi Muhammad saw.
Mengkhususkan ibadah
memerlukan dalil baik dari al-
qur’an maupun hadist.
10. Dan juga ada sebagian ulama yang membagi bid'ah menjadi dua yaitu Bid'ah Hasanah (bid'ah yang baik) dan bid'ah
Madzmumah (bid'ah yang tercela). Dalam hal ini, al-Imam Abu Abdilah Muhammad bin Idris al-Syafi'I - mujtahid besar dan
pendiri madzhab Syafi’I yang dikuti oleh mayoritas Ahlussunnah Wal-Jam’ah di dunia Islam berkata :
ِانَبْرَض ِرْوُمُألْا َن ِم َُاتثَدْحُمْلا
اَمُهُدَحَأ
:
اَمْجِإ ْوَأ اًثرَأ ْوَأ ًَّةنُس ْوَأ اًابَتِك ُ
فِـالَخُي اَّمِم َثِدْحُأ اَم
، ُة
َ
لـَالَّضال ُةَعْدِبلْا ِهِذَفه ،اًع
ُةَيِناَّثالَو
:
َهَو ، هذا ْن ِم ٍدِاحَوِل ِهْيِف َ
فَالِخ َال ِرْيَخْلا َن ِم َثِدْحُأ اَم
ٍةَمْوُمْذَم ُرْيَغ َةثَدْحُم ِهِذ
"Bid'ah ada dua macam : pertama, sesuatu yang baru yang menyalahi al-Quran atau sunnah atau Ijma' dan itu disebut bid'ah
dhalalah (tersesat). Kedua, sesuatu yang baru dalam kebaikan yang tidak menyalahi al-Quran, Sunnah dan Ijma' dan itu
disebut bid'ah yang tidak tercela." (Al-Baihaqi, Manaqib al-Syafi’l, 1/469)
11. Al-Imam Nawawi juga membagi bid'ah pada dua bagian. Ketika membicarakan masalah bid'ah, dalam
kitabnya Tahdzib al- Asma' wa al-Laughat (3/22), beliau mengatakan :
ٍةَحْيِبَقَو ٍةَنَسَح ىَلِإ ةَم ِسَقْنُم ُةَعْدِبْلا ِيَأ َيِه
“Bid'ah terbagi menjadi dua yaitu bid'ah hasanah (baik) dan bid'ah qabihah (buruk)." (Al-Imam al-Nawawi, Tahdzib al-Asma'
al- Lughat 3/22)
Lebih dari itu, pembagian bid'ah menjadi dua, juga dilegitimasi dan dibenarkan oleh Ibnu Taimiyah,
rujukan paing otoritatif dari kalangan yang menolak pembagian Bid'ah Seperti Salafi, Muhammadiyah,
LDII, MTA, Dan lain-lain. Beliau berkata :
12. "Pandangan yang menyalahi nash adalah bid'ah berdasarkan kesepakatan kaum Muslimin. Sedangkan pandangan yang tidak
menyalahinya, terkadang tidak dinamakan bid'ah. Imam Syafi'i berkata, "Bid'ah ini ada dua. Pertama bid'ah yang menyalahi
al-Qur'an, Sunnah, Ijma' dan Atsar dari sejumlah sahabat Rasulullah saw. maka ini disebut bid'ah dhalalah. Kedua, bid'ah
yang tidak menyalahi hal tersebut. Ini terkadang disebut bid’ah hasanah berdasarkan perkataan Umar ra, “Inilah sebaik-baik
bid'ah”. (Syekh Ibnu Taimiyah, Majmu’ al-Fatawa 20/163)
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa para ulama terkemuka dalam setiap kurun waktu mulai dari
al-Imam al-Syafi’l, al-Imam al-Nawawi, al-Hafizh Ibn Hajar dan Syaikh Ibn Taimiyah telah membagi bid'ah
menjadi dua, yaitu bid'ah hasanah dan bid'ah madzmumah. Bahkan, bid'ah hasanah sudah ada semenjak
masa Rasulullah saw, masa sahabat dan terus berlanjut sampai pada generasi selanjutnya.
13. Contoh Bid’ah Hasanah
(Bid’ah yang Baik)
Pembukuan al Qur'an,
sejarah pengumpulan ayat-
ayat Al-Qur'an, bagaimana
sejarah penulisan ayat-ayat
al Qur'an. Hal ini terjadi sejak
era sahabat Abubakar, Umar
bin Khattab dan Zaid bin
Tsabit ra. Kemudian oleh
sahabat Ustman bin Affan ra.
Jauh setelah itu kemudian
penomoran ayat atau surat,
harakat tanda baca, dan lain
lain.
1
2
Sholat tarawih berjama'ah.
Khalifah Umar bin Khattab ra
yang mengumpulkan kaum
muslimin dalam shalat tarawih
bermakmum pada seorang
imam yang sebelumnya
dilakukan rasulullah SAW tidak
berjama'ah. Pada perjalanan
berikutnya dapat ditelusuri
perkembangan sholat tarawih di
masjid Nabawi dari masa ke
masa.
14. Contoh Bid’ah Hasanah
(Bid’ah yang Baik)
Modifikasi yang
dilakukan oleh sahabat
Usman Bin Affan ra
dalam pelaksanaan
sholat Jum'at. Beliau
memberi tambahan
adzan sebelum khotbah
Jum'at menjadi 2 adzan.
3 4
Penulisan sirah Nabawi.
Penulisan berbagai kitab
nahwu saraf, tata bahasa
Arab, Penulisan kitab
Maulid, Kitab dzikir, dan
lain lain.
15. Contoh Bid’ah Dhalalah
(Bid’ah yang Tercela)
01 02
Munculnya golongan baru
seperti Syi'ah, Khowarij, Sahf
wahhabi, dan lain lain. Hal ini
sesuai hadits yang menjelaskan
umat islam akhir zaman akan
terpecah menjadi 73 golongan,
semuanya tersesat kecuali
Ahlussunnah wal’jamm'ah.
Melukai tubuh sendiri pada
hari Asyura 10 Muharram
(Ritual Arbain mengenang
kematian imam Husain).
Tradisi Golongan baru Syi'ah
yang tidak ada manfaatnya
melainkan kerugian yang
didapat.
16. 03
Membaca Al-Qur'an dengan iringan
musik. Al-Qur'an ialah kalam Allah
yang suci sedangkan musik
merupakan hal yang melalaikan
sehingga keduanya tidak dapat di
satukan karena tidak ada manfaatnya
sama sekali.
17. Setiap bid’ah yang terjadi di dalam agama hukumnya adalah haram dan sesat, karena Rasulullah saw telah
bersabda :
ة
َ
ل
َ
ال
َ
ض ٍة َع
ْ
دِب ّل
ُ
كَ
و ة َع
ْ
دِب ٍة
َ
ث
َ
د ْ
ح ُم ّل
ُ
ك
َّ
ن ِاء
َ
ف ِ
ر ْ
و ُم
ُ
األ ِ
ات
َ
ث
َ
د ْ
ح ُم َ
و ْ
م
ُ
ك
َ
اّأي َ
و
“Dan sekali-kali janganlah mengada-ada hal-hal baru (dalam agama), karena setiap pengada-adaan hal baru
itu bid’ah dan setiap bid’ah itu sesat. “
Maka hadist tersebut diatas menunjukkan bahwa setiap yang diada-adakan di dalam agama adalah bid’ah dan
setiap bid’ah adalah sesat dan tidak diterima (ditolak). Artinya adalah bahwa seluruh bid’ah, baik dalam bidang
ibadah atau keyakinan, hukumnya adalah haram, akan tetapi pengharaman ini tentu bertingkat sesuai dengan
tingkatan amalan bid’ah itu sendiri.
Ada juga sebagian para ulama menjelaskan bahwa sabda Nabi Saw bahwa “kull bidah dlalalah... Semua bid`ah
adalah sesat...”, yang dimaksud adalah kullu bid’ah sayyi’ah (semua bid’ah yang jelek). Jadi maksudnya adalah
bahwa setiap bid’ah yang jelek adalah sesat, sedang bid’ah yang baik tidaklah sesat. Dengan demikian, dalam
hadis tersebut ada majaz bil hadzf (yakni membuang kata kata tertentu karena maksudnya sudah jelas). Dari
penjelasan tersebut, maka para ulama membagi kategori bid’ah setidaknya menjadi dua macam, yaitu Bid’ah
Hasanah dan Bid’ah Sayyi’ah /Dhalalah/ Madzmumah.
Hukum Bid’ah