1. UU Desa dirancang untuk memperkuat desa namun implementasinya mengalami hambatan seperti peraturan turunan yang mendistorsi substansi UU Desa dan penundaan sosialisasi serta instalasi UU Desa di daerah. 2. Dana desa jauh di bawah target semula dan terjadi resistensi dari pemerintah daerah. 3. Pemisahan tanggung jawab antara Kemendagri dan Kemendesa dalam pengelolaan desa berisiko memecahbelah
Karang Taruna berdasarkan Permendagri dan PermensosTV Desa
PENGUATAN LEMBAGA DAN PEMBERDAYAAN
MASYARAKAT MELALUI KARANG TARUNA SEBAGAI
LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA
Karang Taruna berdasarkan Permendagri dan Permensos
Disampaikan oleh Dedddy WInarwan dari Dirjen Bina Pemdes Kemendagri
Dalam Acara Malam Mingguan Desa Bareng Kemendagri - Sabtu 18 Juli 2020
-----
https://youtu.be/T5ZY-jsBD5Q
Karang Taruna berdasarkan Permendagri dan PermensosTV Desa
PENGUATAN LEMBAGA DAN PEMBERDAYAAN
MASYARAKAT MELALUI KARANG TARUNA SEBAGAI
LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA
Karang Taruna berdasarkan Permendagri dan Permensos
Disampaikan oleh Dedddy WInarwan dari Dirjen Bina Pemdes Kemendagri
Dalam Acara Malam Mingguan Desa Bareng Kemendagri - Sabtu 18 Juli 2020
-----
https://youtu.be/T5ZY-jsBD5Q
Pendirian dan Pengembangan BUM Desa Bersama, berbasiskan studi pada BUM Desa Bersama Bumidewandaro di Kecamatan Karangsambung, Kabupaten Kebumen, Provinsi Jawa Tengah; serta diskusi isu restorasi kawasan gambut, revitalisasi BKAD pada implementasi UU Desa
Kesiapan Desa menghadapi MEA
SEMINAR NASIONAL
“PENINGKATAN EKONOMI DESA UNTUK MENGHADAPIMASYARAKAT EKONOMI ASEAN“
“Pekan Hukum Nasional 2015”
Universitas Sebelas Maret
RUU BUMDes, Untuk Apa?
Pembicara:
1. Dr. Badikenita Sitepu, Ketua Panitia Perancang UU (PPUU) DPD RI
2. Drs. Ahmad Muqowam, Mantan Ketua Pansus UU Desa di DPR RI, Mantan Wakil Ketua DPD RI
Petunjuk Pelaksanaan Bimbingan Konsultasi Pengelolaan Keuangan Desa disusun dengan maksud untuk dijadikan panduan sekaligus referensi bagi Perwakilan BPKP sebagai pengemban amanat dalam peningkatan kualitas akuntabilitas keuangan desa dan pemerintah daerah yang mempunyai peran dalam memelihara dan meningkatkan kualitas tata kelola penyelenggaraan tugas dan fungsi pemerintah desa
Kesiapan Desa Dalam Mengimplementasikan UU No. 6 Tahun 2014
Diskusi Publik II UPK KESMES 2015
Semarang 8 Oktober 2015
Desa Jauh Lebih Siap Dari pada Supra Desa
Pendirian dan Pengembangan BUM Desa Bersama, berbasiskan studi pada BUM Desa Bersama Bumidewandaro di Kecamatan Karangsambung, Kabupaten Kebumen, Provinsi Jawa Tengah; serta diskusi isu restorasi kawasan gambut, revitalisasi BKAD pada implementasi UU Desa
Kesiapan Desa menghadapi MEA
SEMINAR NASIONAL
“PENINGKATAN EKONOMI DESA UNTUK MENGHADAPIMASYARAKAT EKONOMI ASEAN“
“Pekan Hukum Nasional 2015”
Universitas Sebelas Maret
RUU BUMDes, Untuk Apa?
Pembicara:
1. Dr. Badikenita Sitepu, Ketua Panitia Perancang UU (PPUU) DPD RI
2. Drs. Ahmad Muqowam, Mantan Ketua Pansus UU Desa di DPR RI, Mantan Wakil Ketua DPD RI
Petunjuk Pelaksanaan Bimbingan Konsultasi Pengelolaan Keuangan Desa disusun dengan maksud untuk dijadikan panduan sekaligus referensi bagi Perwakilan BPKP sebagai pengemban amanat dalam peningkatan kualitas akuntabilitas keuangan desa dan pemerintah daerah yang mempunyai peran dalam memelihara dan meningkatkan kualitas tata kelola penyelenggaraan tugas dan fungsi pemerintah desa
Kesiapan Desa Dalam Mengimplementasikan UU No. 6 Tahun 2014
Diskusi Publik II UPK KESMES 2015
Semarang 8 Oktober 2015
Desa Jauh Lebih Siap Dari pada Supra Desa
UU 6 tahun 2014 tentang Desa lebih dikenal dengan UU Desa. Dalam UU Desa disebutkan bahwa Desa atau yang disebut dengan nama lain telah ada sebelum Negara Kesatuan Republik Indonesia terbentuk, oleh sebab itu, keberadaan Desa wajib tetap diakui dan diberikan jaminan keberlangsungan hidupnya dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Latar belakang yang menjadi pertimbangan pengesahan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa adalah:
bahwa Desa memiliki hak asal usul dan hak tradisional dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat dan berperan mewujudkan cita-cita kemerdekaan berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
bahwa dalam perjalanan ketatanegaraan Republik Indonesia, Desa telah berkembang dalam berbagai bentuk sehingga perlu dilindungi dan diberdayakan agar menjadi kuat, maju, mandiri, dan demokratis sehingga dapat menciptakan landasan yang kuat dalam melaksanakan pemerintahan dan pembangunan menuju masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera;
bahwa Desa dalam susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan perlu diatur tersendiri dengan undang-undang;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c perlu membentuk Undang-Undang tentang Desa;
Tujuan
Tujuan ditetapkannya pengaturan Desa dalam Undang-Undang ini merupakan penjabaran lebih lanjut dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (7) dan Pasal 18B ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yaitu:
memberikan pengakuan dan penghormatan atas Desa yang sudah ada dengan keberagamannya sebelum dan sesudah terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia;
memberikan kejelasan status dan kepastian hukum atas Desa dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia demi mewujudkan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia;
melestarikan dan memajukan adat, tradisi, dan budaya masyarakat Desa;
mendorong prakarsa, gerakan, dan partisipasi masyarakat Desa untuk pengembangan potensi dan Aset Desa guna kesejahteraan bersama;
membentuk Pemerintahan Desa yang profesional, efisien dan efektif, terbuka, serta bertanggung jawab;
meningkatkan pelayanan publik bagi warga masyarakat Desa guna mempercepat perwujudan kesejahteraan umum;
meningkatkan ketahanan sosial budaya masyarakat Desa guna mewujudkan masyarakat Desa yang mampu memelihara kesatuan sosial sebagai bagian dari ketahanan nasional;
memajukan perekonomian masyarakat Desa serta mengatasi kesenjangan pembangunan nasional; dan
memperkuat masyarakat Desa sebagai subjek pembangunan
Asas Pengaturan
Asas pengaturan dalam Undang-Undang ini adalah:
rekognisi, yaitu pengakuan terhadap hak asal usul;
subsidiaritas, yaitu penetapan kewenangan berskala lokal dan pengambilan keputusan secara lokal untuk kepentingan masyarakat Desa;
keberagaman, yaitu pengakuan dan penghormatan terhadap sistem nilai yang berlaku di masyarakat Desa, tetapi dengan tetap mengindahkan sistem nilai bersama dalam di dkehidupan berbangsa dan bernegara
www.balidesaadat.com
Uu desa no 6 th 2014 final 021014 update
Oleh :
Dr. Ir. Wayan Koster, MM.
Anggota Tim Perumus /Pansus RUU Desa
Fraksi PDI Perjuangan DPR RI
Kalau Bali mau menjadi daerah yang maju dan modern dengan tetap mampu memelihara identitas daerah dan kearifan lokal, maka seharusnya kita memilih Desa Adat. Kalau mau mewujudkan Ajeg Bali, tidak ada pilihan lain, seharusnya yang dipilih Desa Adat tanpa harus berdebat panjang, bertele-tele yang tidak produktif.
PokokPokok Substansi RUU BUMDes | KADES Iwan #01 TV Desa
RUU BUMDes, Untuk Apa?
Pembicara:
1. Dr. Badikenita Sitepu, Ketua Panitia Perancang UU (PPUU) DPD RI
2. Drs. Ahmad Muqowam, Mantan Ketua Pansus UU Desa di DPR RI, Mantan Wakil Ketua DPD RI
Disampaikan pada PKN Tingkat II Angkatan IV-2024 BPSDM Provinsi Jawa Tengah dengan Tema “Transformasi Tata Kelola Pelayanan Publik untuk Mewujudkan Perekonomian Tangguh, Berdayasaing, dan Berkelanjutan”
Dr. Tri Widodo Wahyu Utomo, S.H., MA
Deputi Kajian Kebijakan dan Inovasi Administrasi Negara LAN RI
Disampaikan dalam Drum-up Laboratorium Inovasi Kabupaten Sorong, 27 Mei 2024
Dr. Tri Widodo W. Utomo, S.H., MA.
Deputi Kajian Kebijakan dan Inovasi Administrasi Negara LAN-RI
PETUNJUK TEKNIS INTEGRASI PELAYANAN KESEHATAN PRIMER
Kementerian Kesehatan menggulirkan transformasi sistem kesehatan.
Terdapat 6 pilar transformasi sistem kesehatan sebagai penopang kesehatan
Indonesia yaitu: 1) Transformasi pelayanan kesehatan primer; 2) Transformasi
pelayanan kesehatan rujukan; 3) Transformasi sistem ketahanan kesehatan;
4) Transformasi sistem pembiayaan kesehatan; 5) Transformasi SDM
kesehatan; dan 6) Transformasi teknologi kesehatan.
Transformasi pelayanan kesehatan primer dilaksanakan melalui edukasi
penduduk, pencegahan primer, pencegahan sekunder dan peningkatan
kapasitas serta kapabilitas pelayanan kesehatan primer. Pilar prioritas
pertama ini bertujuan menata kembali pelayanan kesehatan primer yang ada,
sehingga mampu melayani seluruh penduduk Indonesia dengan pelayanan
kesehatan yang lengkap dan berkualitas.
Penataan struktur layanan kesehatan primer tersebut membutuhkan
pendekatan baru yang berorientasi pada kebutuhan layanan di setiap
siklus kehidupan yang diberikan secara komprehensif dan terintegrasi
antar tingkatan fasilitas pelayanan kesehatan. Pendekatan baru ini disebut
sebagai Integrasi Pelayanan Kesehatan Primer, melibatkan Puskesmas, unit
pelayanan kesehatan di desa/kelurahan yang disebut juga sebagai Puskesmas
Pembantu dan Posyandu. Selanjutnya juga akan melibatkan seluruh fasilitas
pelayanan kesehatan primer.
Survei Kesehatan Indonesia (SKI) Tahun 2023Muh Saleh
Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 merupakan survei yang mengintegrasikan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) dan Survei Status Gizi Balita Indonesia (SSGI). SKI 2023 dikerjakan untuk menilai capaian hasil pembangunan kesehatan yang dilakukan pada kurun waktu lima tahun terakhir di Indonesia, dan juga untuk mengukur tren status gizi balita setiap tahun (2019-2024). Data yang dihasilkan dapat merepresentasikan status kesehatan tingkat Nasional sampai dengan tingkat Kabupaten/Kota.
Ketersediaan data dan informasi terkait capaian hasil pembangunan kesehatan penting bagi Kementerian Kesehatan, Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota sebagai bahan penyusunan kebijakan, program dan kegiatan pembangunan yang lebih terarah dan tepat sasaran berbasis bukti termasuk pengembangan Rencana Pembangunan Kesehatan Jangka Menengah Nasional (RPJMN 2024-2029) oleh Kementerian PPN/Bappenas. Dalam upaya penyediaan data yang valid dan akurat tersebut, Badan Kebijakan Pembangunan Kesehatan (BKPK) bekerjasama dengan Badan Pusat Statistik (BPS) dalam penyusunan metode dan kerangka sampel SKI 2023, serta bersama dengan Lintas Program di Kementerian Kesehatan, World Health Organization (WHO) dan World Bank dalam pengembangan instrumen, pedoman hingga pelaporan survei.
2. Tentang UU Desa
• Kombinasi antara pengetahuan, gerakan, aspirasi dari bawah, hasrat
politik dan momentum politik menjelang Pemilu 2014, dengan gegap
gempita melahirkan UU No. 6/2014 tentang Desa
• Pasca pengesahan 18 Desember 2013, UU Desa disambut dengan
gembira, antusias dan penuh kemenangan.
• Presiden SBY, Mendagri Gawaman Fauzi, seluruh jajaran dan staf PMD
Kemendagri, DPR, DPD, aparat desa, NGOs pegiat desa menyambut
kemenangan atas.
• Diskusi dan sosialisasi kami di berbagai daerah sejak akhir 2013, UU Desa
disambut dengan penuh semangat oleh orang desa dan pegiat desa.
• Dirjen PMD Tarmizi A Karim juga mempunyai kesaksian sama: “Masyarakat
bawah menyambut UU Desa dengan semangat luar biasa, tampak the new
life akan segera hadir”.
• Kalangan OMS juga penuh semangat menjangkar UU Desa sebagai
modalitas untuk gerakan dan advokasi.
3. Layu Sebelum Berkembang
1. PP 43 dan PP 60 mendistorsi substansi UU Desa.
2. Sosialisasi dan instalasi UU Desa yang mengalami delay.
3. Dana Desa hanya sebesar 9.1 T dari yang seharusnya 63 T
4. Resistensi daerah terhadap UU Desa
5. Bom waktu PNPM Mandiri
6. Jebakan proyek dan uang dalam pemahaman UU Desa
7. Pembelahan Desa oleh Perpres 11/2015 (Kemendagri) dan
Perpres 12/2015 (Kemendesa), akibat konflik antara
Kemendagri dan Kemendesa.
4. 1. DISTORSI UU DESA oleh PP
• PP 43/2014 menggelapkan dan mendistorsi tiga
asas penting dalam UU Desa, yakni rekognisi,
subsidiaritas dan demokrasi.
• PP 60 tentang Dana Desa keliru dalam membuat
formula sehingga menciptakan disparitas
antardesa.
– Ia taat pada subsidiaritas, tetapi tidak mengakui rezim
desa (termasuk keuangan desa) secara utuh.
– Dana Desa masih ditempatkan semacam program
pemerintah di desa, yang belum terkonsolidasi secara
utuh sebagai hak, kewajiban dan rezim desa.
5. 2. DELAY SOSIALISASI DAN INSTALASI UU DESA
• UU Desa dan PP 43 mengamanatkan UU Desa
berjalan per 1 Januari 2015.
• Tetapi sosialiasi dan instalasi UU Desa oleh
pemerintah di daerah dan di desa mengalami
penundaan dan pelambatan. Sosialisasi dilakukan
secara parsial.
• Delay dan pendekatan parsial ini juga
menciptakan distorsi mulai dari pemahaman
sampai dengan kesiapan lokal.
• Hiruk pikuk politik 2014 dan keterbatasan
anggaran menjadi kambing hitam atas delay.
6. 3. Dana Desa Mimimalis
• Dana Desa diberikan secara bertahap.
• Dana Desa dari Kemenkeu pada dasarnya mengonsolidasikan dana
Bantuan Langsung Masyarakat berbasis desa yang selama ini
dikelola oleh K/L.
• Kemenkeu menetapkan tidak ada lagi BLM, melainkan seluruh dana
yang masuk ke desa dikonsolidasikan ke Dana Desa.
• Kemenkeu mengidentifikasi dana program berbasis desa pada
seluruh K/L, tetapi yang ditemukan hanya PNPM Mandiri dan PPIP
PU. Niainya sekitar 9.1 T.
• K/L lain tidak menyuguhkan data ke Kemenkeu.
• Ada usulan dana desa meningkat menjadi 29 T.
• Posisi sekarang: Kemenkeu merevisi PP 60, dan menetapkan dana
desa naik menjadi 19 T. Ini akan dibagi ke 74.095 desa.
7. 4. Resistensi daerah terhadap UU Desa
• Di saat orang desa dan pegiat desa menyambut UU Desa dengan
hangat, Pemerintah Kabupaten cenderung merespons dengan lesu
dan resisten.
• Pada umumnya daerah mengatakan: (a) UU Desa membuat collaps
APBD karena mengambil 10% dana perimbangan (minus DAK)
untuk Alokasi Dana Desa (ADD naik rata-rata 300% dari
sebelumnya); (b) UU akan menciptakan konflik karena penetapan
desa adat dan uang besar yang masuk ke desa; (c) desa tidak siap
dan tidak mampu kelola uang besar, sehingga akan banyak kepala
desa masuk penjara.
• Karena resistensi daerah, maka delivery UU Desa (baik sosialisasi
maupun instalasi) sampai ke desa sangat terhambat. Daerah belum
menyiapkan perangkat peraturan, dan memberikan pelatihan desa
secara terbatas sebagai proyek.
8. 5. Bom waktu PNPM Mandiri
• PNPM menggunakan nalar community driven (CDD)
development, UU Desa menggunakan nalar village driven
development.
• UU Desa menggulung PNPM karena proyek ini ad hoc, non
sistemik dan berskala lokal.
• Tetapi PNPM telah menjadi rezim tersendiri yang sulit
digulung oleh UU Desa.
• PNPM menghadirkan bom waktu, terkait dengan
keberlanjutan program, fasilitator dan warisan aset.
• Secara de facto PNPM dan fasilitatornya sudah berakhir per
31 Desember 2014. Tetapi mereka terus gerilya agar bisa
terus berlanjut.
• Kalau PNPM terus belanjut, maka bisa mendistorsi
pelaksanaan UU Desa
9. 6. Jebakan Uang dan Proyek
• Sebagian besar pihak memahami UU Desa terjebak pada uang besar, 1.4 milyar per
desa.
• Orang bilang: desa akan kebanjiran uang, sehingga akan menimbulkan korupsi
besar-besaran di desa. Karena itu korupsi perlu dicegah dan uang perlu
dikendalikan.
• Argumen kepala desa progresif:
– Kades di Sentani Jayapura: UU Desa bukan sekadar membagi uang, tetapi mengangkat harkat
martabat desa.
– Kades di Kupang: Korupsi bukan masalah kapasitas, tetapi masalah moralitas.
• Uang desa memang besar, tetapi angka 1.4 M itu hanya angka politik saja. Kalau
dibandingkan dengan kewenangan desa dan mandat pembangunan, uang 1 M itu
terlalu kecil dan tidak cukup.
• Pendekatan PENGENDALIAN adalah ekspresi dari paranoid. Ini akan terjebak pola
PNPM, yang berhasil mengendalikan uang, menyenangkan rakyat tetapi tidak
menolong rakyat.
• Di sisi lain, kondisi internal di Kemendesa juga bermasalah. Nalar dan pendekatan
proyek sangat kuat dalam memahami UU Desa. Misalnya bikin proyek membangun
5000 pasar desa, 5000 BUMDes, 5000 revitalisasi pasar tradisional. Ini berbeda
dengan semangat DESA MEMBANGUN yang diamanahkan UU Desa.
10. 7. Pembelahan Desa: Kemendagri Vs Kemendesa
• Kementerian Desa, PDT dan Transmigrasi (yang disiapkan oleh Tim
Arsitektur Kabinet Tim Transisi Jokowi-JK) terlalu prematur.
• KDPDTT itu tidak berbasis dan meng-upgrade PMD Kemendagri,
melainkan meletakkan basisnya pada Kementerian PDT. Transmigrasi
dan PMD Kemendagri digabungkan di dalamnya.
• Prasyarat, proses dan keputusan politik terhadap Kemendesa juga
prematur dan lemah.
• Ini berbeda dengan rekomendasi Pokja Desa Tim Transisi: (1) Desa
harus dikelola secara utuh dan terkonsolidasi, tidak boleh dibelah; (2)
Kemendesa secara utuh dan bulat, dengan basis PMD, yang
menangani desa; (3) Kalau Kemendesa tidak bisa dibuat secara utuh,
maka desa lebih baik ditangani oleh Kemendagri.
• Akibatnya terjadi konflik antara Kemendesa dan Kemendagri dalam
proses penataan kelembagaan Kemendesa dan proses
penggabungan PMD Kemendagri ke dalam Kemendesa.
11. 7. Pembelahan Desa
• Pada prinsipnya UU Desa membagi domain desa terdiri dari:
– Pemerintahan desa
– Pembangunan desa
– Pembinaan kemasyarakatan
– Pemberdayaan masyarakat desa.
• Aspek pemerintahan desa dan sedikit pemberdayaan masyarakat desa
yang menjadi komoditas perebutan antara Kemendagri dan Kemendesa.
• Argumen Kemendagri: Pemerintahan satu kesatuan sistematik yang
mengalir dari Presiden sampai Desa, dengan kontrol oleh Kemendagri,
yang tidak boleh dipisah dan dibengkokkan. Pemisahan pemerintahan desa
dari Kemendagri bisa mengancam keutuhan NKRI.
• Argumen Kemendesa: Pemerintahan desa adalah pemerintahan yang lain,
yakni self governing community (mayasrakat berpemerintahan), yang
berbeda dengan pemerintahan formal, pemerintahan umum dan
pemerintahan daerah. Sesuai UU Desa, seluruh aspek pemerintahan desa,
pembangunan desa, kemasyarakatan dan pemberdayaan masyarakat
ditangani oleh Kemendesa, kecuali aspek pemerintahan umum dan
kelurahan.
12. Item Kemendagri Kemendesa
Konsep Local self government Self governing community
Landasan Pasal 18 ayat 7 UUD 1945 Pasal 18 B ayat 2
Ranah pemerintahan Pemerintahan dalam negeri berdasarkan
asas desentralisasi
Pemerintahan desa berdasarkan asas
rekognisi dan subsidiaritas
Perspektif Melihat desa dari sisi pemerintahan Melihat pemerintahan dari sisi desa
Cakupan Pusat, provinsi, kabupaten/kota,
kecamatan dan desa/kelurahan
merupakan satu kesatuan pemerintahan
yang hirarkhis-sistemik
Penyelenggaraan dan tatakelola
pemerintahan dalam (internal) desa
Posisi desa Desa sebagai organisasi pemerintahan
terbawah dan terendah yang
berhubungan langsung dengan
masyarakat
Desa sebagai kesatuan masyarakat hukum
yang menjalankan pemerintahan,
pembangunan, pemberdayaan dan
kemasyarakatan
Tujuan/orientasi • Menjaga koherensi, keteraturan,
stabilitas pemerintahan dalam negeri
dari pusat sampai ke desa
• Menjaga keutuhan desa dalam
kerangka NKRI
• Menempatkan kepala desa sebagai
wakil pemerintah di desa.
• Memastikan tugas-tugas negara dan
kepentingan nasional bekerja di desa
• Memuliakan dan memperkuat desa
agar tumbuh menjadi desa mandiri
• Memastikan kewenangan asal usul dan
kewenangan lokal desa berjalan
dengan efektif
• Memperkuat kepala desa sebagai
pemimpin masyarakat
• Memperkuat penyelenggaraan
pemerintahan desa berlangsung secara
efektif dan demokratis
13. Milestone SOTK Kemendesa
Waktu SOTK Desa
3 Nov • Ditjen Pemerintahan Desa dan Pemberdayaan Masyarakat
• Ditjen Pembangunan Desa dan Kawasan Perdesaan
7 Nov • Dalam Pertemuan antar menteri, Sekab menegaskan bahwa seluruh
urusan desa ada di Kemendesa
13 November • Ditjan Tata Pemerintahan Desa
• Ditjen Pemberdayaan Masyarakat Desa
• Ditjen Pembangunan Desa dan Kawasan Perdesaan
17 Nov • Ditjen Tata Kelola Desa
• Ditjen Pemberdayaan Masyarakat Desa
• Ditjen Pembangunan Desa
• Ditjen Pembangunan Kawasan Perdesaan
1 Desember • Ditjen Pemerintahan Desa
• Ditjen Pemberdayaan Masyarakat Desa
• Ditjen Pembangunan Desa
• Ditjen Pembangunan Kawasan Perdesaan
9 Desember Presiden memberikan instruksi kepada Mendagri dan PMD untuk melakukan
penggabungan total ke dalam Kemendesa
Akhir desember Ada dua opsi yang diberikan KemenPAN
14. Pembelahan Desa oleh Perpres 11 dan 12
• Perpres 11/2015 (Kemendagri) membentuk Ditjen Bina
Pemerintahan Desa. Ditjen ini menjadi pengganti Ditjen
PMD.
• Perpres 12/2015 (Kemendesa) membentuk Ditjen
Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat serta Ditjen
Pembangunan Kawasan Perdesaan di Kemendesa.
• Risiko pembelahan:
– Desa tidak ditangani secara utuh, terfokus dan terkonsolidasi.
– Benturan antara Kemendagri dan Kemendesa dari Jakarta
sampai level desa.
– Distorsi terhadap substansi dan pelaksanaan UU Desa
15. Pemilahan dan Perbedaan Perpres 11 dan 12
Ditjen Bina Pemerintahan Desa
Kemendagri
Ditjen Pembangunan dan PMD
Kemendesa
Tugas Menyelenggarakan perumusan dan
pelaksanaan kebijakan di bidang pembinaan
pemerintahan desa
Menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan
kebijakan di bidang pembinaan pengelolaan
pelayanan sosial dasar, pengembangan usaha
ekonomi desa, pendayagunaan sumber daya alam
dan teknologi tepat guna, pembangunan sarana
prasarana desa, dan pemberdayaan masyarakat
desa
Fungsi fasilitasi penataan desa, penyelenggaraan
administrasi pemerintahan desa,
pengelolaan keuangan dan aset desa, produk
hukum desa, pemilihan kepala desa,
perangkat desa, pelaksanaan penugasan
urusan pemerintahan, kelembagaan desa,
kerja sama pemerintahan, serta
evaluasi perkembangan desa;
Pengelolaan pelayanan sosial dasar, pengembangan
usaha ekonomi desa, pendayagunaan sumber daya
alam dan teknologi tepat guna, dan pembangunan
sarana prasarana desa, serta pemberdayaan
masyarakat desa
NSPK –
direktorat
penataan desa, penyelenggaraan administrasi
pemerintahan desa, pengelolaan keuangan
dan aset desa, kelembagaan desa, dan kerja
sama desa
pelayanan sosial dasar, pengembangan usaha
ekonomi desa, pendayagunaan sumber daya alam
dan teknologi tepat guna, dan pembangunan sarana
prasarana desa, serta pemberdayaan masyarakat
desa
16. Isu Abu-abu
Isu Ditjen BPD Ditjen PPMD
Kewenangan asal-usul dan
kewenangan lokal
• Fungsi eksplisitnya adalah pembinaan
di bidang penugasan urusan
pemerintahan.
• Fugsi pembinaan kewenangan asal-
usul dan lokal tidak eksplisit
• Mungkin akan membuat tafsir bahwa
kewenangan merupakan aspek
pemerintahan
Tidak memperoleh mandat
melakukan pembinaan dan
penanganan bidang pemerintahan
dan kewenangan desa.
Musyawarah desa Menafsirkan bahwa musdes merupakan
domain pemerintahan desa.
Memperkuat dan memastikan
partisipasi berbagai elemen
masyarakat dalam musdes
Pengembangan kapasitas
dan pendampingan
Akan melakukan pengembangan kapasitas
dan pendampingan terhadap pemerintah
desa beserta seluruh kegiatannya
Akan melakukan pengembangan
kapasitas dan pendampingan
terhadap masyarakat
Perencanaan pembangunan
desa
• Perencanaan desa merupakan fungsi
pemerintah desa.
• Kemendagri menangani aspek sistem,
tatakelola dan mekanisme
perencanaan pembangunan desa
Perencanaan merupakan domain
pembangunan, tetapi Ditjen ini
tidak mempunyai mandat
pembangunan partisipatif
Badan Usaha Milik
AntarDesa
Bumades adalah domain kerjasama
antardesa, shg ditangani Kemendagri
Bumades merupakan usaha
ekonomi desa, shg ditangani
Kemendesa
17. Catatan atas Pembelahan
• Secara kelembagaan Kementerian Desa dengan kondisi
saat ini sangat sulit menjalankan misi memuliakan,
memajukan dan memperkuat desa. Ini karena
beberapa hal:
– Prasyarat politik tidak tercukupi.
– Fragmentasi hubungan antara Kemendesa dengan
Kemendagri, K/L lain, Provinsi dan Kabupaten/Kota
• Tetapi secara historis dan dari sisi pendekatan,
Kemendagri telah terbukti gagal memajukan,
memuliakan dan memperkuat desa. Hakekat
Kemendagri adalah pembinaan. Hakekat pembinaan
adalah pengendalian. Hakekat pengendalian adalah
pengerdilan.
18. Posisi dan Strategi Kemendesa
• Kemendesa fokus pada pembangunan desa, pemberdayaan masyarakat desa, serta
pembangunan kawasan perdesaan.
• Kemendesa tidak mempunyai otoritas untuk mengendalikan kepala desa secara politik,
melainkan memfasilitasi dan menggerakkan kepala desa untuk memakmurkan rakyat desa.
• Seperti halnya demokrasi yang mengendal demokrasi prosedural dan demokrasi substansial,
maka ada juga desa prosedural (Kemendagri) dan desa substansial (Kemendesa).
• Atas fokus itu, Kemendesa bisa mengambil strategi-agenda sebagai berikut:
– Memperkuat demokrasi desa dari pintu masyarakat.
– Memfasilitasi dan memastikan delivery desa terhadap pelayanan dasar kepada
masyarakat.
– Memfasilitasi dan memastikan desa memakmurkan (desa makmur) masyarakat desa
dengan mengembangkan sumber-sumber penghidupan seperti pangan, energi, ikan,
kebun, hutan, tambang, dll.
– Akselerasi pembangunan kawasan perdesaan untuk membuka akses desa keluar
(infrastruktur, komunikasi, transportasi, ekonomi), pertumbuhan ekonomi lokal dan
pembukaan lapangan pekerjaan.
– Pemberdayaan masyarakat desa melalui pendidikan, pelatihan, pendampingan dan
pengorganisasian masyarakat desa serta berjaringan dengan organisasi masyarakat sipil.
19. Monitoring Kemendesa atas Desa
• Ketersediaan data tentang desa sangat terbatas.
• Lemahnya kesiapan desa menyambut dan melaksanaan mandat UU
Desa
• Daerah pengin dana proyek dari Kemendesa, tetapi resisten dan
enggan dalam pelaksanaan UU Desa
• Tipologi perkembangan desa (tertinggal, berkembang dan mandiri)
terlalu bias perdesaan dan sektoral, tidak relevan dengan UU Desa.
• Pendampingan desa menjadi modalitas penting bagi perubahan
desa. Pendampingan oleh OMS memberikan sumbangan berharga
bagi perubahan desa. Tetapi pendampingan desa oleh PNPM
Mandiri Perdesaan di 67 ribu desa, memberi sumbangan yang
terlalu minimalis.