Dokumen tersebut membahas tentang jenis-jenis film, yaitu film dokumenter, film fiksi, dan film eksperimental. Film dokumenter berfokus pada penyajian fakta, film fiksi berada di tengah realitas dan abstraksi, sedangkan film eksperimental lebih mengeksplorasi gagasan dan ide sang sutradara.
2. “Aku ridho Allah SWT sebagai Tuhanku, Islam
sebagai agamaku, dan Nabi Muhammad sebagai
Nabi dan Rasul, Ya Allah, tambahkanlah kepadaku
ilmu dan berikanlah aku kefahaman”
DOA BELAJAR
4. You Must have Self-Motivated
You Should have Good Attitude
So… You can achieve everything
Q.S. Ad Dhuha
5. CAPAIAN PEMBELAJARAN
1. Mahasiswa mampu menjelaskan pengertian, fungsi dari
manajemen
2. Mahasiswa mampu merumuskan manajemen media massa
3. Mahasiswa mampu menerapkan gaya manajemen pada
media massa
4. Mahasiswa mampu mengeksplorasi ide dan gagasan dalam
proses manajemen media massa
5. Mahasiswa mampu mengaplikasikan proses pengambilan
keputusan dalam manajemen media massa
6. JENIS FILM
• Secara umum, film dapat dibagi kedalam tiga jenis, yakni
documenter, fiksi, dan eksperimental. Pembagian ini didasarkan
atas cara bertuturnya, yakni cerita dan noncerita. Film fiksi
termasuk kedalam jenis film yang menggunakan cerita. Film
documenter dan eksperimental termasuk kedaalam jenis film yang
tidak menggunakan cerita (noncerita).
• Film documenter memiliki konsep yang menawarkan realita
(nyata, realisme), yang sangat berbeda dengan film eksperimental
yang lebih menggunakan konsep formalism (abstrak). Sementara
film fiksi berada persis di tengah dua kutub tersebut. Namun film
documenter dan film eksperimental pun bisa saling
mempengaruhi.
7.
8. Film Dokumenter
Kunci utama dari film documenter adalah penyajian fakta. Film
documenter berhubungan tokoh, obyek, momen, peristiwa, serta lokasi
yang nyata. Film documenter tidak menciptakan suatu peristiwa atau
kejadian, namun merekam peristiwa yang sungguh-sungguh terjadi
(otentik). Tidak seperti film fiksi, film documenter tidak memiliki plot,
namun memiliki struktur yang umumnya didasarkan oleh tema atau
argument dari sineasnya.
Film documenter juga lazimnya tidak memiliki tokoh protagonist dan
antagonis, konflik, serta penyelesaian seperti halnya film fiksi. Struktur
bertutur film documenter umumnya sederhana dengan tujuan agar
memudahkan penonton untuk memahami dan mempercayai fakta-fakta
yang disajikan. Film documenter dapat digunakan untuk berbagai macam
maksud dan tujuan, seperti informasi, berita, investigasi sebuah fakta,
biografi, pengetahuan, pendidikan, sosial, ekonomi, politik (propaganda),
serta lingkungan.
9. Pendekatan Film Dokumenter
- Menyajikan fakta
dengan merekam
langsung pada saat
peristiwa itu terjadi
- Merekonstruksi
ulang sebuah
peristiwa
- Berbentuk investigasi
10. Implikasi Penelitian
Film dokumenter dalam bentuk investigasi bekalangan
menjadi tren dalam menyajikan dan menyimpulkan sebuah
fakta. Food Inc., mencoba menguak borok pelaku industry
makanan di Amerika, yang dianggap prosedurnya tidak
memenuhi standar kesehatan bagi lingkungan maupun orang
yang mengkonsumsinya.
The cove, menggambarkan usaha sebuah tim merekam
secara langsung pembantaian lumba-umba di Teluk Taiji,
Jepang. Film ini disajikan begitu menarik sejak awal, penuh
ketegangan dengan klimaks yang mencengangkan tak kalah
menghibur layaknya film aksi (fiksi).
11. Ciri-Ciri Film Dokumenter
Film documenter memilki beberapa karakter teknis yang khas.
Tujuan utamanya adalah mendapatkan kemudahan, kecepatan,
fleksibilitas, efektifitas, serta otentias persitiwa yang akan direkam.
Umumnya, film documenter memiliki bentuk sederhana, dan jarang
sekali menggunakan efek visual. Jenis kamera umumnya ringan
(kamera video) serta menggunakan lensa zoom, serta perekeam
suara portable sehingga memungkinkan untuk mengambil gambar
dengan kru yang minim.
Efek suara juga jarang digunakan. Dalam memberikan informasi
pada penontonnya serta menggunakan narrator untuk
membawakan naras. Ada pula yang menggunakan metode
interview (wawancara) serta footage (cuplikan gambar/video).
12. Film Fiksi
Film fiksi berada di tengah dua kutub, nyata dan abstrak, serimg kali
memliki tendensi ke salah satu kutubnya. Baik secara naratif maupun
sinematik. Seperti telah kita singgung sebelumnya film fiksi sering
menggunakan tehnik documenter. Teknik ini sebenarnya telah populer
sejak era pascaperang dunia ke dua melalui gerakan sinema neorealisme
serta French new Wave. Mereka biasanya mengangkat tema keseharian,
menggunakan lokasi Shot on location, pemain non bintang handheld
camera, pencahayaan natural, serta jumlah kru yang sedikit.
Teknik ini dalam perkembangannya juga masih sering digunakan dalam
film produksi independen pada era 1960-an hingga kini. Film produksi
studio besar pun, kini sering kali menggunakan teknik gaya documenter
(khususnya handheld camera) sebagai pendekatan estetiknya, seperti
film-film populer garapan Paul Greengrass, yakni Seri Jason Bourne, Green
Zone, serta Captain Philips
13. Pendekatan Film
- Film biografi
- Film docudrama
- Film transisi fiksi documenter
- Found Footage
14. Film Eksperimental
Film eksperimental merupakan jenis film yang sangat berbeda
dengan dua jenis film sebelumnya. Para sineas eksperimental
umumnya bekerja di luar industry film arus utama
(mainstream) dan bekerja pada studio independen atau
perorangan. Mereka umumnya bekerja pada studio
independen atau perorangan.
Mereka umumnya terlibat penuh dalam seluruh produksi
filmnya sejak awal akhir. Film eksperimental tidak memiliki
plot, namun tetap memiliki struktur. Strukturnya sangat
dipengaruhi oleh oleh insting subyektif sineas seperti
gagasan, ide, emosi, serta pengalaman batin mereka.
15. Daftar Pustaka
Carroll, Noel, ‘Mystififying Movies: Fads and Fallacies in Contemporary Film Theory’.
Carbondale: Southern Illinois University Press, 1996. hal 6
David Bordwell, ‘Narration in The Fiction Film’ (Madison, Wisconsin: Universityof
Wisconsin Press, 1986) hal 36.
Dryer, Richard, ‘The Oxford Guide to Film Studies’, Hal. 8
Jean Louis Baudry, The Apparatus, di jurnal Camera Obscurea 1976 (11). Hal 104-126.
Terjemahan aslinya dalam Bahasa Perancis: ‘Le Dispositif” di Jurnal Communications
Pratista, Himawan, 2017. Memahami Film Edisi 2. Montase Press: Yogyakarta
Uri Hasson, Ohad Landesman, Barbara Knappmeyer, Ignacio Vallines, Nava Rubin,
dan David J. Hegger, ‘Neurocinematic: The Neuroscience of Film’ dalam Projetions:
The Journal of Movies and Mind, Volume 2, edisi pertama, 2008, hal 1-26
16. DOA SESUDAH BELAJAR
ِيم ِحهالر ِنَمْحهالر ِ هاَّلل ِمْسِب
ِرَأَو ُ َهعاَبـِات اَنْقُزْارَو اًّقَح هقَحْلا اَن ِرَأ همُههللَاُهَباَنِتْاج اَنْقُزْارَو ًالِاطَب َلِاطَبْلا اَن
Ya Allah, Tunjukkanlah kepada kami kebenaran
sehinggga kami dapat mengikutinya Dan
tunjukkanlah kepada kami kejelekan sehingga kami
dapat menjauhinya