1. MATA KULIAH ETIKA PROFESI
TUGAS MAKALAH
KELOMPOK A
Ronny Komendangi
Moh. Riyadi Panigoro
Trimelia Katili
Apris Taib
Siskawati Kai
Beryl Abdulkarim
Nurul Mulyani Kai
Fergian Olii
Amalia Ali
Ahmad Syakirin
MORAL
2.
3. BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Hal mendasar yang tidak dapat dilepaskan begitu saja dalam membicarakan
pembenaran moral adalah persoalan yang berkenaan dengan pertanyaan,
“Bagaimana seseorang dapat hidup dengan cara yang baik setiap saat?” Oleh
karena itu, pertanyaan spesifik seperti, “Apa yang disebut yang baik atau yang tidak
baik, apa yang pantas dan apa pula yang tidak pantas, serta bagaimana cara
mengetahuinya,” merupakan persoalan yang urgen untuk dijawab untuk melihat
aktivitas pembenaran moral yang sesungguhnya bagi manusia.
Sifat perilaku yang baik seperti jujur, adil, santun, dermawan dan sebagainya atau
kebalikannya merupakan indikator untuk menetapkan seseorang itu berperilaku
baik atau tidak baik. Selain bentuk pengujian seperti ini, konsekuensi dari setiap
perbuatan juga merupakan indikator untuk menetapkan suatu perbuatan seseorang
itu baik atau tidak baik. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa keputusan nilai
pada naturalisme bersifat ungkapan faktual sehingga dapat diuji secara empiris.
Muhammad Nuh, Etika Profesi Hukum, Bandung: Pustaka Setia. 2011, hlm. 53-55
4. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan baik dan buruk?
2. Apa saja ajaran dan tujuan moral?
3. Apa saja problematika moral dalam kehidupan bermasyarakat?
Tujuan Penulisan
1. Dapat mengetahui maksud dari baik dan buruk
2 . Dapat mengetahui ajaran dan tujuan moral
3. Dapat mengetahui problematika moral yang terjadi dalam
masyarakat
5. BAB II
PEMBAHASAN
Pengertian Baik dan Buruk
Di dalam Ensiklopedia Indonesia, pengertian baik dan buruk itu adalah
sebagai berikut; “ Sesuatu hal dikatakan baik, bila ia mendatangkan rahmat,
dan memberikan perasaan senang atau bahagia, jadi sesuatu yang
dikatakan baik bila ia dihargai secara positif.” Sedangkan pengertian buruk;
“adalah segala yang tercela, lawan baik, pantas, bagus, dan sebagainya.
Perbuatan buruk berarti perbuatan yang bertentangan dengan norma-
norma masyarakat yang berlaku.”
Dari uraian diatas dapatlah dikemukakan, bahwa yang dikatakan dengan
baik adalah apabila memberikan kenikmatan, kesenangan, kepuasan sesuai
dengan yang diharapkan. Sedangkan yang dikatakan dengan buruk apabila
dinilai sebaliknya.
6. Baik dan buruk itu sifatnya individual akan terpulang kepada orang yang menilainya,
kesimpulan ini dikemukakan disebabkan baik dan buruk itu terikat pada ruang dan
waktu, sehingga dia tidak berlaku secara universal.Suatu perbuatan itu dapat dinilai
baik dan buruk, dapat dilihat dari berbagai sudut pandang, antara lain:
1 . Menurut Ajaran Agama
Standar baik dan buruk menurut ajaran dienul islam berbeda dengan ukuran-
ukuran lainnya, untuk melihat apakah sesuatu perbuatan itu baik atau buruk
dapat dipegangi sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Bukhori dan Muslim,
yang mengemukakan sebagai berikut:“Sesungguhnya sesuatu
perilaku/perbuatan itu tergantung kepada niatnya, dan perilaku/perbuatan itu
dinilai berdasarkan niatnya.”
Selain disandarkan kepada niat, untuk menilai apakah sesuatu perbuatan itu
baik atau buruk, juga harus diperhatikan kriteria “Bagaimana cara melakukan
perbuatan itu?” Sebab, andai kata pun niat seseorang melakukan perbuatan itu
Suhrawardi K Lubis, Etika Profesi Hukum, Jakarta: Sinar Grafika. 1994, hlm. 38- 41
7. baik, akan tetapi cara melakukannya salah, maka perbuatan itu tetap juga digolongkan kepada
buruk, karena salah dalam mengaplikasikan niat baik tersebut.
Penggunaan kriteria cara melakukan perbuatan itu dapat dirujuk kepada ketentuan Al-Qur’an:
“Perkataan yang baik dan pemberian maaf lebih baik dari sedekah yang diiringi dengan sesuatu
yang menyakitkan (perasaan si penerima). Allah Maha Kaya lagi Maha Penyantun.”
Dari uraian diatas dapatlah disimpulkan, bahwa untuk mengukur apakah sesuatu itu
dikategorikan kepada perbuatan baik atau perbuatan buruk adalah didasarkan kepada:
a. Niat, yaitu sesuatu yang melatar belakangi (mendorong) lahirnya sesuatu perbuatan yang
sering juga diistilahkan dengan kehendak.
b. Dalam hal merealisasikan kehendak tersebut harus dilaksanakan dengan cara yang baik.
2. Adat Kebiasaan
Kebiasaan ialah yang memberi pekerja sifat dan jalan yang tertentu dalam pikiran, keyakinan,
keinginan dan percakapan. Kemudia, jika ia telah tercetak dalam sifat ini, ia sangat suka pada
pekerjaannya, kecuali dengan kesukaran. Kekuatan kebiasaan ialah yang menjadikan orang-
orang tua menolak pendapat dan penemuan baru, sedangkan manusia melihat pada angkatan
muda cepat sekali memluk dan melakukan pendapat dan penemuan baru tersebut.
Hal itu karena orang-orang tua itu telah biasa dalam pikiran tertentu dan biasa menjalankannya
sehingga tidak menyukai segala hal yang menyalahinya. Adapaun angkatan muda dan anak-anak
belum membiasakan hal-hal tertentu dari pikirannya sehingga bersedia menerima apa yang
terbukti kebenarannya.
Q.S. Al-Baqarah: 263
Muhammad Alfan, Filsafat Etika Islam, Bandung: Pustaka Setia. 2011, hlm. 82-83
8. Setiap suku atau bangsa di dunia mempunyai adat istiadat yang diwariskan dari satu generasi ke
generasi lain. Barangsiapa patuh dan taat kepada adat istiadat tersebut maka orang lain yang
bersangkutan dapat dipandang baik, dan sebaliknya bagi siapa yang melanggar adat istiadat tersebut,
maka yang bersangkutan dipandang telah berbuat buruk. Jadi dapatlah dikatakan bahwa ukuran bak dan
buruk itu tergantung kepada kesetiaan dan ketaatan seseorang (loyal) terhadap ketentuan adat istiadat.
Namun demikian dalam lapangan hukum hal ini tidaklah dapat diperpegangi sepenuhnya, sebab banyak
dari ketentuan-ketentuan Hukum Adat (yang berasal dari adat istiadat) perintah dan larangannya itu
irasional (tidak dapat diterima oleh akal sehat).
Antara Etika dan Moral
Etika dapat diartikan sebagai kumpulan asas atau nilai moral, filsafat moral, dan yang terpenting sebagai
nilai-nilai dan norma-norma moral yang menjadi pegangan manusia atau kelompok manusia dalam
mengatur perilakunya. Nilai-nilai dan norma-norma moral tersebut merupakan kebiasaan yang
menggambarkan perangai manusia dalam hidup bermasyarakat, dan perilaku baik-buruk, benar dan
salah berdasarkan kodrat manusia yang diwujudkan melalui kebebasan kehendak.
Sementara, moral diartikan lebih sempit daripada etika. Secara etimologi, moral diartikan sama dengan
etika, yang berupa nilai-nilai dan norma-norma yang menjadi pegangan manusia atau kelompok dalam
mengatur perilakunya. Nilai-nilai dan norma-norma itu menjadi ukuran moralitas perbuatan.
Moral berasal dari bahasa latin, moralis; dari mos, moris = “adat istiadat”; “kebiasaan”; “cara”; “tingkah
laku”. Moral bersangkutan dengan kegiatan manusia yang dipandang baik atau buruk, benar atau salah.
Menyesuaikan dengan kaidah-kaidah yang diterima tentang apa yang dipandang baik (tindakan yang
benar, adil, layak). Moral memiliki kapasitas untuk diarahkan oleh
(dipengaruhi Kelik Pramudya dan Ananto Widiatmoko, Pedoman Etika Profesi Aparat Hukum,
Yogyakarta: Pustaka Yustisia. 2010, hlm. 6
9. oleh) suatu kesadaran benar dan salah, dan kapasitas untuk mengarahkan (mempengaruhi)
yang lain sesuai dengan kaidah tingkah laku yang nilai benar atau salah.
Moralitas merupakan kualitas perbuatan manusia, dalam arti perbuatan itu baik atau
buruk, benar atau salah. Moralitas perbuatan ditentukan oleh tiga faktor yaitu: motivasi,
tujuan akhir, dan lingkungan perbuatan.
Tindakan moral memang berada dalam warna dan corak yang berbeda-beda, tetapi dalam
konteks tujuan dan orientasi tidak berbeda karena sesuatu yang mengarah pada yang satu
secara esensial adalah satu. Moralitas manusia tetap tidak bersifat plural. Pluralitas hanya
terjadi dalam wilayah eksistensial manusia yang sarat dengan tendensi-tendensi yang
sesungguhnya berada di luar watak hakiki manusia itu sendiri.
Selain itu, moral pada dasarnya merupakan semacam tindakan yang bercermin pada
tindakan-tindakan yang ilahiah yang karenanya sasaran moral adalah berperilaku seperti
perbuatan Tuhan. Mengingat perbuatan Tuhan selamanya tanpa pamrih, tentu pula
kebaikan dan kebajikan moral yang sesungguhnya merupakan bagian integral dari nilai
kebaikan dan kebajikan semua objek moral.
Ali Mudhofir, Kamus Etika, Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2009, hlm. 352-353
10. Ajaran dan Tujuan Moral
Etika harus dibedakan dari moral. Ajaran moral memuat pandangan tentang nilai dan
norma moral yang terdapat diantar sekelompok manusia, mengajarkan cara orang harus
hidup, dan merupakan rumusan sistematis terhadap anggapan tentang apa yang bernilai
serta kewajiban manusia. Adapun etika merupakan ilmu tentang norma, nilai dan ajaran
moral.
Ajaran moral memuat pandangan tentang nilai dan norma moral yang terdapat diantar
sekelompok manusia. Nilai moral adalah kebaikan manusia sebagai manusia, sedangkan
norma moral adalah bagaimana manusia harus hidup supaya menjadi lebih baik sebagai
manusia. Kebaikan moral merupakan kebaikan
manusia sebagai manusia, sedangkan kebaikan pada umumnya merupakan kebaikan
manusia dilihat dari satu segi saja. Moral berkaitan dengan moralitas.
Moralitas adalah sopan santun, segala sesuatu yang berhubungan dengan etiket dan sopan
santun. Moralitas dapat berasal dari sumber tradisi atau adat, agama, atau sebuah ideologi
atau gabungan dari beberapa sumber. Etika bukan sumber tambahan moralitas, melainkan
merupakan filsafat yang merefleksikan ajaran moral.
Norma mengandung nilai universal dan berlaku bagi siapa saja, tetapi keegoisan jelas-jelas
menyangkut hanya pada satu orang, yaitu kepentingan pribadi. “penghambaan” terhadap
diri sendiri sering kali terjadi pada manusia yang tidak mengerti hukum moral.
Muhammad Nuh, Etika Profesi Hukum, Bandung: Pustaka Setia. 2011, hlm. 60
11. Adapun pola hidup yang diajarkan Islam sangat berbeda. Bahwa
seluruh kegiatan hidup sampai pada kematian sekalipun, semata-
mata dipersembahkan hanya kepada Allah. Ucapan yang selalu
dinyatakan dalam shalat, yaitu doa iftitah, merupakan bukti
nyata bahwa etikaIslam adalah mendapatkan ridha Allah SWT,
atau sering disebut dengan mardhatillah. Jika seorang muslim
mencari rezeki, tujuannya bukanlah sekedar untuk mengisi perut
bagi diri dan keluarganya. Pada hakikatnya, dia mempunyai
tujuan yang lebih tinggi dan lebih mulia dari pada itu secara
filosofis.
Dia mencari rezeki untuk memenuhi hajat hidupnya dan itu
barulah tujuan yang dekat. Masih ada tujuan yang lebih tinggi
lagi, yaitu mencari rezeki untuk mendapatkan makanan guna
membina kesehatan rohani dan jasmani sedangkan tujuan
membina kesehatan itu ialah supaya kuat beribadah dan
beramal, yang dengan amal ibadah itulah, ia dapat mencapai
tujuan yang terakhir, yakni ridha Allah SWT.
Ridha Allah itulah yang menjadi kunci kebahagiaan yang kekal
dan abadi ayng dijanjikan Allah dan yang dirindukan setiap
manusia beriman. Tanpa ridha
Muhammad Alfan, Filsafat Etika Islam, Bandung: Pustaka Setia.
2011, hlm. 43
12. Allah, kebahagiaan abadi dan sejati (surga) tidak akan daat diraih oleh siapapun, dan panggilan ini
dikemukan Allah dalam Al-Qur’an:
“Hai jiwa yang tenang.Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya.Maka
masuklah ke dalam jama'ah hamba-hamba-Ku,dan masuklah ke dalam syurga-Ku.”
Problematika Moral dan Profesi Manusia
Moral merupakan suatu tindakan yang berkaitan dengan baik dan buruk, salah dan benar.Dalam
agama Islam, moralitas dapat diterjemahkan sebagai akhlak, yaitu suatu tindakan yang
mengajarkan suatu ide perbuatan baik yang harus dipedomani dan dikerjakan maupun yang harus
dihindari, terutama berkaitan dengan perbuatan jahat dalam hubungannya dengan Allah SWT,
manusia, alam, dan kehidupan sehari-hari.
Sebagai makhluk sosial, manusia tidak dapat hidup tanpa bantuan dari manusia lainnya. Manusia
tidak akan pernah bisa memenuhi segala kebutuhan hidupnya tanpa bantuan manusia yang lain.
Oleh karena itu manusia selalu memadukan kontak dngan manusia yang lain. Agar tidak terjadi
kekacauan dalam kehidupan bermasyarakat, segala tindakan atas hubungan antara manusia yang
satu dengan yang lainnya, harus dilandasi dengan etika dan secara konkret harus diatur oleh
norma-norma hukum tertentu.
Terhadap profesi-profesi yang terdapat dalam masyarakat dapat terjadi kemerosotan-kemerosotan
dalam kegiatan dari para pengemban profesi itu, sebagai akibat dari pelanggaran etika dan kode
etik profesi oleh sebagian pengemban profesi itu.Pelaksanaan suatu profesi harus berkaitan dengan
etika dan kode etik profesi yang bersangkutan. Oleh karena itu, perlu bagi kita tentang kejelasan
arti dan kata profesi tersebut.
Q.S. Al-Fajr: 27-30
Muhammad Nuh, Etika Profesi Hukum, Bandung: Pustaka Setia. 2011, hlm. 59-60
13. BAB III
KESIMPULAN
1. Baik adalah sesuatu hal dikatakan baik, bila ia
mendatangkan rahmat, dan memberikan perasaan
senang atau bahagia, jadi sesuatu yang dikatakan baik
bila ia dihargai secara positif. Sedangkan buruk adalah
segala yang tercela, lawan baik, pantas, bagus, dan
sebagainya. Perbuatan buruk berarti perbuatan yang
bertentangan dengan norma-norma masyarakat yang
berlaku.
2. Tujuan yang tinggi dan mulia dari ajaran moral secara
filosofis yakni Ridha Allah SWT.
3. Terhadap profesi-profesi yang terdapat dalam
masyarakat dapat terjadi kemerosotan-
kemerosotan dalam kegiatan dari para pengemban
profesi itu, sebagai akibat dari pelanggaran etika dan
kode etik profesi oleh sebagian pengemban profesi itu