Peraturan Menteri ini mengatur tentang pedoman penyerahan prasarana, sarana, dan utilitas perumahan dan permukiman dari pengembang kepada pemerintah daerah. Prasarana, sarana, dan utilitas harus diserahkan paling lambat 1 tahun setelah masa pemeliharaan sesuai dengan rencana tapak yang disetujui. Penyerahan dapat dilakukan secara bertahap atau sekaligus, dan harus memenuhi persyaratan umum, teknis, dan administr
PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR11 TAHUN 2012 TENTANG PENYEDIAAN DAN PENYER...Kota Serang
http://www.kotaserang.com/2013/12/kumpulan-perda-kota-dan-kabupaten-serang.html
PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR11 TAHUN 2012 TENTANG PENYEDIAAN DAN PENYERAHAN PRASARANA, SARANA DAN UTILITAS PERUMAHAN SERTA PERMUKIMAN DARI PENGEMBANG KEPADA PEMERINTAH DAERAH
PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR11 TAHUN 2012 TENTANG PENYEDIAAN DAN PENYER...Kota Serang
http://www.kotaserang.com/2013/12/kumpulan-perda-kota-dan-kabupaten-serang.html
PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR11 TAHUN 2012 TENTANG PENYEDIAAN DAN PENYERAHAN PRASARANA, SARANA DAN UTILITAS PERUMAHAN SERTA PERMUKIMAN DARI PENGEMBANG KEPADA PEMERINTAH DAERAH
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 4 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan...Oswar Mungkasa
Disampaikan oleh Persadaan Girsang pada Sosialisasi Humum dan Perundangan terkait Kebijakan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan. Acara diselenggarakan oleh Pokja AMPL bersama Ditjen PMD Kemendagri, Bali 6-8 September 2007
Organisasi dan Tata Kerja Dinas Perumahan dan Gedung Pemerintah Daerah - Perg...inideedee
Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 258 Tahun 2014 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Perumahan dan Gedung Pemerintah Daerah
PEDOMAN TEKNIS PEMBANGUNAN RUMAH SEDERHANA SEHAT (Rs SEHAT) - 403/KPTS/M/2002inideedee
KEPUTUSAN MENTERI PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH NOMOR: 403/KPTS/M/2002 tentang PEDOMAN TEKNIS PEMBANGUNAN RUMAH SEDERHANA SEHAT (Rs SEHAT)
source: http://ciptakarya.pu.go.id/dok/hukum/kepmen/kepmen_403_2002.pdf
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 4 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan...Oswar Mungkasa
Disampaikan oleh Persadaan Girsang pada Sosialisasi Humum dan Perundangan terkait Kebijakan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan. Acara diselenggarakan oleh Pokja AMPL bersama Ditjen PMD Kemendagri, Bali 6-8 September 2007
Organisasi dan Tata Kerja Dinas Perumahan dan Gedung Pemerintah Daerah - Perg...inideedee
Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 258 Tahun 2014 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Perumahan dan Gedung Pemerintah Daerah
PEDOMAN TEKNIS PEMBANGUNAN RUMAH SEDERHANA SEHAT (Rs SEHAT) - 403/KPTS/M/2002inideedee
KEPUTUSAN MENTERI PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH NOMOR: 403/KPTS/M/2002 tentang PEDOMAN TEKNIS PEMBANGUNAN RUMAH SEDERHANA SEHAT (Rs SEHAT)
source: http://ciptakarya.pu.go.id/dok/hukum/kepmen/kepmen_403_2002.pdf
Perda Kabupaten Nunukan Tentang Pembanguna Kawasan pedesaan.Arifuddin Ali
Peraturan Daerah Kabupaten Nunukan adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Nunukan dengan persetujuan bersama Kepala Daerah (bupati Nunukan)
Perataturan Daerah Kabupaten Nunukan Nomor 29 Tahun 2006 tentang Pembanguna Kawasan pedesaan.
Perdesaan, sebagai tempat akan dilaksanakannya pembangan pariwisata perdesaan...Fitri Indra Wardhono
Ada banyak definisi mengenai pembangunan perdesaan. Dower, Michael dkk (2003) menyebutkan salah satu definisi yang paling mendekati :
Pembangunan Perdesaan adalah proses yang disengaja atas aspek : ekonomi, sosial, politik, budaya dan lingkungan, yang diharapkan akan berlangsung berkelanjutan, dirancang untuk meningkatkan kualitas hidup penduduk lokal di wilayah perdesaan.
Penekanan pada proses yang disengaja dan berkelanjutan: pembangunan perdesaan bukanlah urusan yang berumur pendek. Pembangunan perlu dilakukan selama bertahun-tahun dan dengan cara yang disengaja.
Pembangunan perdesaan bukan tentang melindungi status quo, melainkan tentang perubahan yang disengaja untuk membuat segalanya lebih baik.
Salah satu ciri kawasan perdesaan adalah bangkitnya gaya hidup wirausahawan, yang tertarik untuk mendirikan usaha pariwisata kecil (dan lainnya), membawa serta modal keuangan, jaringan kontak, pengetahuan pasar, dan ide-ide wirausaha dari kota-kota. Beberapa pengusaha baru datang sebagai pasangan atau mitra, beberapa sebagai keluarga, beberapa sebagai pasangan. Tidak semua keterampilan kewirausahaan baru ini telah menggerakkan ekonomi perdesaan.
Terdapat transisi masyarakat perdesaan tradisional dari menjadi anggota "masyarakat jarak pendek" menjadi "masyarakat terbuka," yakni dengan adanya perubahan dalam hal sistem kontrol, konflik, dan tingkat pemberdayaannya. Hal ini merupakan konsekuensi dari masyarakat perdesaan yang akan semakin berkembang dan dengan permasalahan yang semakin kompleks. Pariwisata perdesaan dapat berakar pada pertanian berbasis atau agrowisata, tapi berkembang menjadi jauh lebih beragam, dan terus terdiversifikasi. Pariwisata perdesaan adalah serangkaian aktivitas niche dalam aktivitas niche yang lebih besar.
Keragaman situasi ekonomi di wilayah perdesaan telah mendorong dikembangkannya sembilan jenis situasi ekonomi perdesaan, baik yang ditemukan secara terpisah, apaupun merupakan kombinasi.
Wilayah perdesaan dapat didefinisikan sebagai daerah yang ekonominya didasarkan pada industri agraria/perhutanan tradisional, atau setidaknya ekstraksi (tetapi tidak biasanya pengolahan) sumber daya alam. Penurunan peran yang berlangsung terus-menerus dalam kepentingan relatif sektor pertanian dan pertumbuhan sektor jasa pasca-industri telah menyebabkan tumbuhnya banyak industri baru, termasuk pariwisata, di kawasan perdesaan. Lebih lanjut, di banyak daerah, baik yang berkembang secara ekonomi maupun yang kurang berkembang, kegiatan industri perdesaan skala kecil telah menjadi fenomena khas.
Masyarakat perdesaan memiliki berbagai karakteristik yang, secara kolektif, dapat menyebak mereka diidentifikasi sebagai lebih tradisional daripada masyarakat perkotaan kontemporer, tetapi banyak wilayah perdesaan berada dalam keadaan perubahan yang konstan, paling tidak dalam kaitannya dengan penyerapan, atau penolakan mereka terhadap nilai-nilai, struktur dan karakteristik sosial dan spasial perkotaan.
Ini adalah kumpulan ayat Al Qur'an yang "semoga" dapat membantu untuk meruqyah diri sendiri, atau orang lain, jika diperkirakan sumber permasalahannya berupa gangguan dari luar,khususnya yang bersikap gaib. Bangguan tersebut dapat berupa kecanduan "game online", penyakit keturunan, badan yang dirasakan "tidak nyaman", dll.
Mohon maaf saya sendiri bukan peruqyah. Saya hanya mengkristalkan pengalaman berbagai peruqyah yang pernah mengunakan ayat-ayat tertentu, yang pengalaman ini cukup bertaburan di internet untuk dapat dimanfaatkan.
Pedoman RIPPDA beserta Lampiran A, B dan C berasal dari Departemen Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi, yang berhasil penulis ‘selamatkan’, dari diubah dari format cetakan menjadi format tulisan. Karena itu pada beberapa tempat masih akan didapat kesalahan akibat proses pengubahan.
Sementara Lampiran D dan seterusnya, bersumber dari pengalaman mengerjakan berbagai kegiatan pengembangan kepariwisataan. Dari pengalaman tersebut penulis memperoleh sejumlah tulisan yang cukup berharga untuk sekedar disimpan di dalam laptop. Dengan niat untuk turut menyebar luaskan ilmu terkait kepariwisataan, maka kumpulan tulisan tersebut kami hadirkan bersama buku pedoman tersebut, sebagai Lampiran D dan seterusnya.
Tulisan pada Lampiran D dan seterusnya tersebut berasal dari berbagai sumber, yang ‘sayangnya’ sebagian besar tidak tercatat dengan baik. Karena itu, penggunaannya disarankan tidak untuk dijadikan rujukan/referensi ilmiah, di mana dalam lingkungan akademis, keabsahan rujukan/referensi merupakan suatu keharusan. Tulisan ini hanyalah sekedar penambah wawasan tentang kepariwisataan, serta membuka jalan bagi pencarian lebih lanjut rujukan/referensi dari aspek yang dibahas dalam kumpulan tulisan ini. Kepada pihak-pihak yang merupakan sumber dari tulisan tersebut, yang kebetulan tidak kami catat, kami hanya dapat berharap kiranya Allah jualah yang dapat membalas amal shalih tersebut dengan pahala yang mengalir tidak putus-putus, selama ilmu tersebut masih dapat dimanfaatkan. Sedangkan beberapa pihak yang ‘kebetulan’ terekam, dan dapat kami cantumkan dalam kumpulan tulisan ini, antara lain dari UGM, selain adanya balasan dari Allah tersebut, kami juga menghaturkan banyak terima kasih.
Evaluasi penguasaan ayat ayat al qur’an untuk pelaksanaan ruqyah syar’iyyahFitri Indra Wardhono
Untuk menjadi peruqyah perlu dibekali ayat-ayat khusus, disamping yang umum seperti Al Fatihah, Al Baqarah, Ayat Qursy, 3 Qul. Berikut ini ditampilkan ayat-ayat tersebut, serta evaluasi kita (jika ingin menjadi peruqyah) seberapa jauh/banyak kita sudah menguasainya.
Kejawèn adalah suatu paham keagamaan campuran yang dianut orang-orang Jawa, yang merupakan ramuan di antara adat keagamaan asli Jawa yang percaya pada alam ghaib dengan pengaruh Hindu-Budha dari zaman Majapahit dan pengaruh agama Islam dari zaman Demak. Dalam perkembangannya, paham keagamaan kejawèn tersebut kadangkala lebih condong kepada Hindu-Budha, kadangkala lebih condong pada Islam, atau lebih mengutamakan kejawaannya, dan atau kemudian ada pula yang condong pada Kristen-Katolik. Kecederungan itu ada yang sifatnya sebagai pedoman hidup dan ada yang sifatnya mengejek dan mencela antara satu dengan yang lain.
Upacara pokok kejawèn adalah slametan, yaitu perjamuan kerukunan sosio-religius yang diikuti oleh para tetangga bersama dengan beberapa sanak saudara dan sahabat. Upacara ini diadakan bertepatan dengan saat-saat penting di dalam kehidupan (perkawinan, kehamilan, kelahiran anak, kematian, dll.), peristiwa-peristiwa komunal yang setiap tahun diadakan (bersih desa, pesta dusun/kampung yang setiap tahun diadakan bersama dengan upacara pembersihan atau persucian tertentu) dan segala macam kesempatan bila kesejahteraan umum dan keseimbangan digoncangkan. Pandangan religius kejawèn dipusatkan pada kesatuan hidup. Dalam ungkapan upacara-upacara simbolis, pandangan ini berpusat pada kesatuan harmonis dalam lingkungannya sendiri, entah itu keluarganya, tetangganya atau desanya. Dalam ungkapan yang mistik, agama Jawa memusatkan perhatiannya kepada hubungan langsung dan pribadi seseorang dengan “Yang Tunggal”. Kebangkitan aliran kejawèn dewasa ini tidak terlepas dari pandangannya terhadap agama-agama yang ada di Indonesia. Meskipun bangsa Indonesia adalah bangsa yang berketuhanan Yang Maha Esa, tidak berarti bangsa Indonesia seluruhnya beragama, karena kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa bukan monopoli pemeluk agama saja, akan tetapi hak setiap orang sekalipun tidak mengikuti agama tertentu. Pengikut aliran kejawèn adalah orang yang ber-Tuhan, akan tetapi belum tentu beragama (resmi yang diakui di Indonesia). Mereka menghayati dan menyembah Tuhan dengan caranya sendiri di luar ajaran agama dan ternyata mendapatkan apa yang mereka cari. Atas dasar hal itu, selanjutnya mereka berusaha membentuk organisasi baru dan tersendiri yang serupa dengan agama. Mereka merasa lebih cocok dengan cara penghayatan yang mereka temukan daripada cara yang diajarkan agama yang mungkin pernah mereka peluk.
Ruqyah (dengan huruf ra’ di dhammah) adalah yaitu bacaan untuk pengobatan syar’i (berdasarkan riwayat yang shahih atau sesuai ketentuan ketentuan yang telah disepakati oleh para ulama) untuk melindungi diri dan untuk mengobati orang sakit. Bacaan ruqyah berupa ayat ayat al-Qur’an dan doa doa yang telah diajarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Tidak diragukan lagi, bahwa penyembuhan dengan Al-Qur’an dan dengan apa yang diajarkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berupa ruqyah merupakan penyembuhan yang bermanfaat sekaligus penawar yang sempurna bagi penyakit hati dan fisik dan bagi penyakit dunia dan akhirat. Bagaimana mungkin penyakit itu mampu melawan firman-firman Rabb bumi dan langit yang jika firman-firman itu turun ke gunung makai ia akan memporakporandakan gunung gunung. Oleh karena itu tidak ada satu penyakit hati maupun penyakit fisik melainkan ada penyembuhnya.
Tata cara meruqyah adalah sebagai berikut:
1. Keyakinan bahwa kesembuhan datang hanya dari Allah.
2. Ruqyah harus dengan Al Qur’an, hadits atau dengan nama dan sifat Allah, dengan bahasa Arab atau bahasa yang dapat dipahami.
3. Mengikhlaskan niat dan menghadapkan diri kepada Allah saat membaca dan berdoa.
4. Membaca Surat Al Fatihah dan meniup anggota tubuh yang sakit. Demikian juga membaca surat Al Falaq, An Naas, Al Ikhlash, Al Kafirun. Dan seluruh Al Qur’an, pada dasarnya dapat digunakan untuk meruqyah. Akan tetapi ayat-ayat yang disebutkan dalil-dalilnya, tentu akan lebih berpengaruh.
5. Menghayati makna yang terkandung dalam bacaan Al Qur’an dan doa yang sedang dibaca.
6. Orang yang meruqyah hendaknya memperdengarkan bacaan ruqyahnya, baik yang berupa ayat Al Qur’an maupun doa-doa dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. Supaya penderita belajar dan merasa nyaman bahwa ruqyah yang dibacakan sesuai dengan syariat.
7. Meniup pada tubuh orang yang sakit di tengah-tengah pembacaan ruqyah. Masalah ini, menurut Syaikh Al Utsaimin mengandung kelonggaran. Caranya, dengan tiupan yang lembut tanpa keluar air ludah. ‘Aisyah pernah ditanya tentang tiupan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam meruqyah. Ia menjawab: “Seperti tiupan orang yang makan kismis, tidak ada air ludahnya (yang keluar)”. (HR Muslim, kitab As Salam, 14/182). Atau tiupan tersebut disertai keluarnya sedikit air ludah sebagaimana dijelaskan dalam hadits ‘Alaqah bin Shahhar As Salithi, tatkala ia meruqyah seseorang yang gila, ia mengatakan: “Maka aku membacakan Al Fatihah padanya selama tiga hari, pagi dan sore. Setiap kali aku menyelesaikannya, aku kumpulkan air liurku dan aku ludahkan. Dia seolah-olah lepas dari sebuah ikatan”. [HR Abu Dawud, 4/3901 dan Al Fathu Ar Rabbani, 17/184].
8. Jika meniupkan ke dalam media yang berisi air atau lainnya, tidak masalah. Untuk media yang paling baik ditiup adalah minyak zaitun.
9. Mengusap yang sakit dengan tangan kanan.
10. Bagi yang meruqyah diri sendiri, letakkan tangan di tempat yang
Ruqyah adalah Seni Penyembuhan dari segala macam penyakit baik fisik, psikis, gangguan makhluk halus maupun serangan sihir yang telah diajarkan oleh Rasulullah Sholallau ‘Alaihi wassalam (Seorang Nabi Utusan Tuhan Terahir di Muka Bumi ini). Selain itu Ruqyah juga merupakan seni perlawanan, perlindungan dan pembentengan diri dari segala macam mara bahaya yang bersifat fisik, maupun psikis.
Energi Ruqyah berasal dari keberkahan dan mu’jizat bacaan ayat Suci Al Qur’an dan Doa-doa Nabi Muhammad SAW.
Agar rumah tidak seram dan angker laksana kuburan. Agar rumah tidak menjadi tempat nongkrong Iblis dan syetan, supaya rumah menjadi sarang kebaikan dan keberkahan, maka hiasilah dengan sholat-sholat sebagaimana yang telah diajarkan Rasulullah. Beliau bersabda, “Kerjakanlah sholat kalian di rumah, dan janganlah kalian menjadikannya sebagai kuburan.” (HR. Bukhari dan Muslim, dari Ibnu Umar).
Yang dimaksud di sini adalah sholat sunnah, sebagaimana diterangkan dalam riwayatnya yang lain, “Wahai manusia, sholatlah di rumah kalian. Karena sesungguhnya sholat seseorang yang paling utama adalah di rumahnya, kecuali sholat yang wajib.” (HR. Bukhari dan Muslim). Dan dalam sabdanya yang lain, “Apabila seseorang telah melaksanakan sholatnya di masjid, maka hendaknya ia memberikan bagian dari sholatnya untuk rumahnya. Karena Allah akan menjadikan kebaikan di rumahnya karena sholat yang dilakukannya.” (HR. Muslim)
Para pelaku pariwisata Indonesia seyogyanya melakukan perencanaan yang matang dan terarah untuk menjawab tantangan sekaligus menangkap peluang yang akan “ bersliweran ” atau lalu lalang di kawasan kita. Pemanfaatan peluang harus dilakukan melalui pendekatan “ re-positioning ” keberadaan masing-masing kegiatan pariwisata dimulai dari sejak investasi, promosi, pembuatan produk pariwisata, penyiapan jaringan pemasaran internasional, dan penyiapan sumber daya manusia yang berkualitas. Kesemuanya ini harus disiapkan untuk memenuhi standar internasional sehingga dapat lebih kompetitif dan menarik, dibandingkan dengan kegiatan yang serupa dari negara-negara disekitar Indonesia.
Seperti halnya manusia yang merupakan bagian dari alam, maka karya manusia yang timbul itu pada hakekatnya merupakan sebagian dari alam itu juga.
Oleh karena itu suatu karya seharusnya tidak menimbulkan disharmoni dengan alam sekitarnya maupun disharmoni dengan manusia calon pemakai itu sendiri.
Sosialisasi uu 27 / 2007 TENTANGPENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU...Fitri Indra Wardhono
Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil merupakan merupakan kekayaan yang dikuasai oleh negara, yang perlu dijaga kelestariannya dan dimanfaatkan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat, baik bagi generasi sekarang maupun bagi generasi yang akan datang.
Pengelolaan Wilayah Pesisir dilakukan dengan cara mengintegrasikan kegiatan: antara Pemerintah-Pemerintah Daerah, antar Pemerintah Daerah, antar sektor, antara Pemerintah,dunia usaha dan masyarakat, antara ekosistem daratan & lautan; dan antara ilmu pengetahuan dan manajemen.
Panduan penataan ruang & pengembangan kawasan - Sebuah panduan dari BappenasFitri Indra Wardhono
Secara umum, buku ini memuat hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penataan ruang dan
pengembangan wilayah yang berwawasan lingkungan serta pedoman praktis yang dapat digunakan
di dalam penataan ruang kawasan-kawasan spesifik seperti perkotaan, perdesaan, wilayah
pariwisata di pesisir, dan di kawasan rawan bencana longsor.
Tata Cara Pengembangan Kawasan - Sebuah Pedoman dari BappenasFitri Indra Wardhono
Teori menyebutkan bahwa salah satu cara yang efektif dalam membangun
wilayah adalah melalui pengembangan kawasan, lebih khusus lagi melalui
pendekatan klaster. Dalam suatu klaster, berbagai kegiatan ekonomi dari para pelaku
usaha saling berinteraksi dan mendukung satu sama lain menghasilkan barang
dan jasa yang unik. Bagaimana mengembangkan kegiatan usaha yang saling
mendukung itu merupakan kunci bagi pengembangan ekonomi suatu wilayah.
Buku “Penyusunan Tata Cara Perencanaan Pengembangan Kawasan Untuk
Percepatan Pembangunan Daerah” ini disusun berdasarkan penelaahan literatur
dan pengamatan lapangan. Banyak kajian telah dilakukan dan banyak buku telah
ditulis mengenai berbagai aspek pengembangan kawasan, namun yang
menggabungkan semua kajian dan buku tentang pengembangan kawasan-kawasan
itu menjadi satu masih belum ada. Buku ini dimaksudkan untuk mengisi kekurangan
itu.
Penyusunan buku ini dimaksudkan untuk memberikan kemudahan bagi
Pemerintah Daerah, baik tingkat propinsi maupun dan khususnya tingkat
kabupaten/kota, bahkan bagi tingkat kecamatan dan desa dalam menyusun
perencanaan pengembangan kawasan di wilayahnya, baik secara individual maupun
secara terpadu. Diharapkan buku ini akan digunakan sebagai bahan pertimbangan
dalam menyusun program, kebijakan dan rencana pengembangan kawasan.
Buku ini akan terus disempurnakan agar semakin memenuhi kebutuhan
semua pihak. Untuk itu saran perbaikan dari para pembaca dan pengguna buku ini
sangat diharapkan.
1. 1
PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI
NOMOR 9 TAHUN 2009
TENTANG
PEDOMAN PENYERAHAN PRASARANA, SARANA, DAN UTILITAS
PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN DI DAERAH
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI DALAM NEGERI,
Menimbang : a. bahwa dalam rangka mernberikan jaminan
ketersediaan prasarana, sarana, dan utilitas perumahan dan
permukiman, perlu dilakukan pengelolaan prasarana,
sarana, dan utilitas;
1. bahwa dalam rangka keberlanjutan pengelolaan prasarana,
sarana, dan utilitas perumahan dan permukiman perlu
dilakukan penyerahan prasarana, sarana, dan utilitas dari
pengembang kepada pemerintah daerah;
2. bahwa Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun
1987 tentang Penyerahan Prasarana Lingkungan, Utilitas
Umum dan Fasilitas Sosial Perumahan kepada Pemerintah
Daerah sudah tidak sesuai dengan perkembangan
keadaan, sehingga per!u diganti;
3. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan
Peraturan Menteri Dalam Negeri tentang Pedoman
Penyerahan Prasarana, Sarana, dan Utilitas Perumahan
dan Permukiman di Daerah;
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985
tentang Rumah Susun (Lembaran Negara Republik
lndonesia Tahun 1985 Nomor 75, Tambahan Lembaran
Negara Republik lndonesia Nomor 3318);
4. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan
dan Permukiman (Lembaran Negara Republik lndonesia
Tahun 1992 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara
Republik lndonesia Nomor 3469);
5. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan
Gedung (Lembaran Negara Republik lndonesia Tahun 2002
Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara Republik
lndonesia Nomor 4247);
6. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
2. 2
lndonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran
Negara Republik lndonesia Nomor 4437) sebagaimana
telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
lndonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran
Negara Republik lndonesia Nomor 4844);
7. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan
Ruang (Lembaran Negara Republik lndonesla Tahun 2007
Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik
lndonesia Nomor 4725);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1988 tentang Rumah
Susun (Lembaran Negara Republik lndonesia Tahun 1988
Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik lndonesia
Nomor 3372);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 tentang
Petunjuk Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun
2002 tentang Bangunan Gedung (Lembaran Negara
Republik lndonesia Tahun 2005 Nomor 83, Tambahan
Lembaran Negara Republik lndonesia Nomor 4532);
10. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang
Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah (Lembaran
Negara Republik lndonesia Tahun 2006 Nomor 20,
Tambahan Lembaran Negara Republik lndonesia Nomor
4609) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 38 Tahun 2008 tentang Perubahan Atas
Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang
Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah (Lembaran
Negara Republik lndonesia Tahun 2008 Nomor 78,
Tambahan Lembaran Negara Republik lndonesia Nomor
4855);
11. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang
Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah,
Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah
Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik lndonesia
Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara
Republik lndonesia Nomor 4737);
12. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang
Organisasl Perangkat Daerah (Lembaran Negara Republik
lndonesia Tahun 2007 Nomor 89, Tambahan Lembaran
Negara Republik lndonesia Nomor 4741);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN MENTERI DALAM NECERI
TENTANG PEDOMAN PENYERAHAN PRASARANA,
3. 3
SARANA, DAN UTILITAS PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN
DI DAERAH.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. Prasarana adalah kelengkapan dasar fisik lingkungan yang
memungkinkan lingkungan perumahan dan permukiman dapat
berfungsi sebagaimana mestinya.
2. Sarana adalah fasilitas penunjang yang berfungsi untuk
penyelenggaraan dan pengembangan kehidupan ekonomi, sosial, dan
budaya.
3. Utilitas adalah sarana penunjang untuk pelayanan lingkungan.
4. Penyerahan prasarana, sarana, dan utilitas adalah penyerahan
berupa tanah dengan bangunan dan/atau tanah tanpa bangunan
dalam bentuk asset dan tanggung jawab pengelolaan dari
pengembang kepada pemerintah daerah.
5. Perumahan adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai
lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi
dengan prasarana, sarana, dan utilitas.
6. Permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan
lindung, baik yang berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan
yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan
hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan
penghidupan.
7. Pengembang adalah institusi atau lembaga penyelenggara
pembangunan perumahan dan permukiman.
8. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Daerah Kabupaten dan Kota,
serta Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta untuk provinsi DKI
Jakarta.
9. Satuan Kerja Perangkat Daerah, yang selanjutnya dlsingkat SKPD
adalah perangkat daerah pada pemerintah daerah selaku pengguna
anggaran/pengguna barang.
10. Masyarakat adalah Rukun Tetangga (RT) dan Rukun Warga (RW)
penghuni perumahan dan permukiman, atau asosiasi penghuni untuk
rumah susun.
11. Barang Milik Daerah adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh
atas beban APBD atau berasal dari perolehan lain yang sah.
12. Pengelola Barang adalah pejabat yang berwenang dan bertanggung
jawab melakukan koordinasi pengelolaan barang milik daerah.
13. Pengguna Barang adalah pejabat pemegang kewenangan
penggunaan barang milik daerah.
4. 4
BAB II
TUJUAN DAN PRINSIP
Pasal 2
Penyerahan prasarana, sarana, dan utilitas perumahan dan permukiman dari
pengembang kepada pemerintah daerah bertujuan untuk menjamin
keberlanjutan pemeliharaan dan pengelolaan prasarana, sarana, dan utilitas
di lingkungan perumahan dan permukiman.
Pasal 3
Penyerahan prasarana, sarana, dan utilitas perumahan dan permukiman
berdasarkan prinsip:
1. keterbukaan, yaitu masyarakat mengetahui prasarana, sarana, dan
utilitas yang telah diserahkan dan atau kemudahan bagi masyarakat
untuk mengakses informasi terkait dengan penyerahan prasarana,
sarana, dan utilitas;
2. akuntabilitas, yaitu proses penyerahan prasarana, sarana, dan utilitas
yang dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan;
3. kepastian hukum, yaitu menjamin kepastian ketersediaan prasarana,
sarana, dan utilitas di lingkungan perumahan dan permukiman sesuai
dengan standar, rencana tapak yang disetujui oleh pemerintah
daerah, serta kondisi dan kebutuhan masyarakat;
4. keberpihakan, yaitu pemerintah daerah menjamin ketersediaan
prasarana, sarana, dan utilitas bagi kepentingan masyarakat di
lingkungan perumahan dan permukiman; dan
5. keberlanjutan, yaitu pemerintah daerah menjamin keberadaan
prasarana, sarana, dan utilitas sesuai dengan fungsi dan
peruntukannya,
BAB III
PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN
Pasal 4
Perumahan dan permukiman terdiri atas:
1. perumahan tidak bersusun: dan
2. rumah susun.
Pasal 5
5. 5
1. Perumahan tidak bersusun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4
huruf a, berupa kelompok rumah yang berfungsi sebagai tempat
tinggal atau lingkungan hunian.
2. Kelompok rumah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlantai satu
atau dua.
Pasal 6
1. Rumah susun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf b, berupa
bangunan gedung bertingkat dalam suatu lingkungan.
2. Bangunan gedung bertinigkat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional
dalam arah horizontal maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan
yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah,
terutama untuk tempat hunian, yang dilengkapi dengan bagian-
bersama, benda-bersama, dan tanah-bersama.
Pasal 7
Perumahan dan permukiman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4
dilengkapi dengan prasarana, sarana, dan utilitas.
BAB IV
PRASARANA, SARANA, DAN UTILITAS
Pasal 8
Prasarana perumahan dan permukiman sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 7, antara lain:
1. jaringan jalan;
2. jaringan saluran pembuangan air limbah;
3. jaringan saluran pembuangan air hujan (drainase); dan
4. tempat pembuangan sampah.
jaringan jalan, jaringan saluran pembuangan air limbah, jaringan saluran
pembuangan air hujan (drainase), dan tempat pembuangan sampah.
Pasal 9
Sarana perumahan dan permukiman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7,
antara lain:
6. 6
1. sarana perniagaan/perbelanjaan;
2. sarana pelayanan umum dan pemerintahan;
3. sarana pendidikan;
4. sarana kesehatan;
5. sarana peribadatan;
6. sarana rekreasi dan olah raga;
7. sarana pemakaman;
8. sarana pertamanan dan ruang terbuka hijau; dan
9. sarana parkir.
Pasal 10
Utilitas perumahan dan permukiman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7,
antara lain:
1. jaringan air bersih;
2. jaringan listrik;
3. jaringan telepon;
4. jaringan gas;
5. jaringan transportasi;
6. pemadam kebakaran; dan
7. sarana penerangan jasa umum.
jaringan air bersih, jaringan listrik, jaringan telepon, jaringan gas, jaringan
transportasi, pemadam kebakaran, dan sarana penerangan jasa umum.
BAB V
PENYERAHAN PRASARANA, SARANA, DAN UTILITAS
Pasal 11
1. Pemerintah daerah meminta pengembang untuk menyerahkan
prasarana, sarana, dan utilitas perumahan dan permukiman
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Pasal 9, dan Pasal 10 yang
dibangun oleh pengembang.
1. Penyerahan prasarana, sarana, dan utilitas perumahan dan
permukiman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan:
1. paling lambat 1 (satu) tahun setelah masa pemeliharaan;
dan
2. sesuai dengan rencana tapak yang telah disetujui oleh
pemerintah daerah.
2. Penyerahan prasarana, sarana, dan utilitas perumahan dan
permukiman sesuai rencana tapak sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) hurut b dilakukan:
1. secara bertahap, apabila rencana pembangunan
dilakukan bertahap; atau
7. 7
2. sekaligus, apabila rencana pembangunan dilakukan
tidak bertahap.
Pasal 12
1. Penyerahan prasarana dan utilitas sebagalrnana dimaksud dalam
Pasal 8 dan Pasal 10 pada perumahan tidak bersusun berupa tanah
dan bangunan.
2. Penyerahan sarana pada perumahan tidak bersusun sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9 berupa tanah siap bangun.
Pasal 13
1. Penyerahan prasarana, sarana, dan utilitas rumah susun berupa
tanah siap bangun.
2. Tanah siap bangun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berada di
satu lokasi dan di luar hak milik atas satuan rumah susun.
BAB VI
PERSYARATAN PENYERAHAN
PRASARANA, SARANA, DAN UTILITAS
Pasal 14
Pemerintah daerah menerima penyerahan prasarana, sarana, dan utilitas
perumahan dan permukiman yang telah memenuhi persyaratan:
1. umum;
2. teknis; dan
3. administrasi
Pasal 15
1. Persyaratan umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf a,
meliputi:
1. lokasi prasarana, sarana, dan utilitas sesuai dengan rencana
tapak yang sudah disetujui oleh pemerintah daerah; dan
2. sesuai dengan dokumen perijinan dan spesifikasi teknis
bangunan.
2. Persyaratan teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf b,
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang terkait
dengan pembangunan perumahan dan permukiman.
3. Persyaratan administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14
huruf e, harus memiliki:
1. dokumen rencana tapak yang telah disetujui oleh pemerintah
daerah;
8. 8
2. Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) bagi bangunan yang
dipersyaratkan;
3. Ijin Penggunaan Bangunan (IPB) bagi bangunan yang
dipersyaratkan; dan
4. surat pelepasan hak atas tanah dari pengembang kepada
pemerintah daerah.
BAB VII
PEMBENTUKAN TIM VERIFIKASI
Pasal 16
1. Bupati/Walikota, atau Gubernur untuk Provinsi DKI Jakarta
membentuk Tim Verifikasi untuk memproses penyerahan prasarana,
sarana, dan utilitas perumahan dan permukiman.
1. Tim Verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas
unsur:
1. Sekretariat Daerah;
2. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
(BAPPEDA);
3. Badan Pertanahan Nasional (BPN);
4. Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) teknis terkait;
5. Camat; dan
6. Lurah/Kepala Desa.
2. Tim verifikasi diketuai oleh Sekretaris Daerah.
Pasal 17
3. Tugas tim verifikasi adalah:
1. melakukan inventarisasi prasarana, sarana, dan utilitas
yang dibangun oleh pengembang di wilayah kerjanya
secara berkala;
2. melakukan inventarisasi prasarana, sarana, dan utilitas
sesuai permohonan penyerahan prasarana, sarana, dan
utilitas oleh pengembang;
3. menyusun jadwal kerja;
4. melakukan verifikasi permohonan penyerahan
prasarana, sarana, dan utilitas oleh pengembang;
5. menyusun berita acara pemeriksaan;
6. menyusun berita acara serah terima;
7. merumuskan bahan untuk kebijakan pengelolaan
pemanfaatan prasarana, sarana, dan utilitas; dan
8. menyusun dan menyampaikan laporan lengkap hasil
inventarisasi dan penilaian prasarana, sarana, dan
utilitas secara berkala kepada Bupati/Walikota, atau
Gubernur untuk provinsi DKI Jakarta.
4. Tim verifikasi melakukan penilaian terhadap:
9. 9
1. kebenaran atau penyimpangan antara prasarana,
sarana, dan utilitas yang telah ditetapkan dalam rencana
tapak dengan kenyataan di lapangan.
2. kesesuaian persyaratan teknis prasarana, sarana, dan
utilitas yang akan diserahkan dengan persyaratan yang
ditetapkan.
Pasal 18
1. Tim verifikasi dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 17 dibantu oleh sekretariat tim verifikasi.
2. Sekretariat tim verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berada
pada SKPD yang membidangi penataan ruang atau perumahan dan
permukiman.
3. Sekretariat tim verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan oleh kepala daerah.
BAB VIII
TATA CARA PENYERAHAN PRASARANA, SARANA, DAN UTILITAS
Pasal 19
Tata cara penyerahan prasarana, sarana, dan utilitas perumahan dan
permukiman dilakukan melalui:
1. persiapan;
2. pelaksanaan penyerahan; dan
3. pasca penyerahan.
Pasal 20
1. Tata cara persiapan penyerahan prasarana, sarana, dan utilitas
sebagaimana dimaksud dalam PasaI 19 huruf a, meliputi:
1. Bupati/Walikota, atau Gubernur untuk provinsi DKI Jakarta
menerima permohonan penyerahan prasarana, sarana dan
utilitas perumahan dan permukiman dari pengembang;
2. Bupati/Walikota, atau Gubernur untuk provinsi DKI Jakarta
menugaskan tim verifikasi untuk memproses penyerahan
prasarana, sarana, dan utilitas;
3. tim verifikasi mengundang pengembang untuk melakukan
pemaparan prasarana, sarana, dan utilitas yang akan
diserahkan;
4. tim verifikasi melakukan inventarisasi terhadap prasarana,
sarana, dan utilitas yang akan diserahkan, meliputi: rencana
tapak yang disetujui oleh pemerintah daerah, tata letak
bangunan dan lahan, serta besaran prasarana, sarana, dan
utilitas; dan
10. 10
5. tim verifikasi menyusun jadwal kerja tim dan instrumen
penilaian.
2. Tata cara pelaksanaan penyerahan prasarana, sarana, dan utilitas
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf b, meliputi:
1. tim verifikasi melakukan penelitian atas persyaratan umum,
teknis dan administrasi;
2. tim verifikasi melakukan pemeriksaan lapangan dan penilaian
fisik prasarana, sarana, dan utilitas;
3. tim verifikasi menyusun laporan hasil pemeriksaan dan
penilaian fisik prasarana, sarana, dan utilitas, serta
merumuskan prasarana, sarana, dan utilitas yang layak atau
tidak layak diterima;
4. prasarana, sarana; dan utilitas yang tidak layak diterima
diberikan kesempatan kepada pengembang untuk melakukan
perbaikan paling lambat 1 (satu) bulan setelah dilakukan
pemeriksaan;
5. hasil perbaikan prasarana, sarana, dan utilitas sebagaimana
dimaksud pada huruf e, dilakukan pemeriksaan dan penilaian
kembali;
6. prasarana, sarana, dan utilitas yang layak diterima dituangkan
dalam Berita Acara Pemeriksaan untuk disampaikan kepada
Bupati/Walikota, atau Gubernur untuk provinsi DKI Jakarta;
7. Bupati/Walikota, atau Gubernur untuk provinsi DKI Jakarta
menetapkan prasarana, sarana, dan utilitas yang diterima;
8. tim verifikasi mempersiapkan berita acara serah terima,
penetapan jadwal penyerahan dan SKPD yang berwenang
mengelola; dan
9. penandatanganan berita acara serah terima prasarana, sarana,
dan utilitas dilakukan oleh pengembang dan Bupati/Walikota,
atau Gubernur untuk provinsi DKI Jakarta dengan melampirkan
daftar prasarana. sarana, dan utilitas, dokumen teknis dan
administrasi.
3. Tata cara pasca penyerahan prasarana, sarana, dan utilitas
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf c, meliputi:
1. Bupati/Walikota, atau Gubernur untuk Provinsi DKI Jakarta
menyerahkan prasarana, sarana, dan utilitas kepada SKPD
yang berwenang mengelola dan memelihara paling lambat 3
(tiga) bulan setelah penyerahan prasarana, sarana, dan utilitas
dilaksanakan.
2. Pengelola barang milik daerah melakukan pencatatan asset
atas prasarana, sarana, dan utilitas ke dalam Daftar Barang
Milik Daerah (DBMD);
3. SKPD yang menerima asset prasarana, sarana, dan utilitas
melakukan pencatatan ke dalam Daftar Barang Milik Pengguna
(DBMP); dan
4. SKPD yang menerima asset prasarana, sarana, dan utilitas
menginformasikan kepada masyarakat mengenai prasarana,
sarana, dan utilitas yang sudah diserahkan oleh pengembang.
11. 11
Pasal 21
1. Dalam hal prasarana, sarana, dan utilitas ditelantarkan dan belum
diserahkan, pemerintah daerah membuat berita acara perolehan
prasarana, sarana, dan utilitas perumahan dan permukiman.
2. Pemerintah daerah membuat pernyataan asset atas tanah prasarana,
sarana, dan utilitas tersebut sebagai dasar permohonan pendaftaran
hak atas tanah di kantor Badan Pertanahan Nasional setempat.
3. Bupati/Walikota, atau Gubernur untuk Provinsi DKI Jakarta
menyerahkan prasarana, sarana, dan utilitas kepada SKPD yang
berwenang mengelola dan memelihara paling lambat 3 (tiga) bulan
setelah kantor Badan Pertanahan Nasional menerbitkan hak atas
tanah.
4. Pengelola barang milik daerah melakukan pencatatan asset atas
prasarana, sarana, dan utilitas ke dalam Daftar Barang Milik Daerah
(DBMD).
5. SKPD yang menerima asset prasarana, sarana, dan utilitas
melakukan pencatatan ke dalam Daftar Barang Milik Pengguna
(DBMP).
BAB IX
PENGELOLAAN PRASARANA, SARANA, DAN UTILITAS
Pasal 22
1. Pengelolaan prasarana, sarana, dan utilitas yang telah diserahkan
kepada pemerintah daerah sepenuhnya menjadi tanggung jawab
pemerintah daerah yang bersangkutan.
2. Pemerintah daerah dapat bekerja sama dengan pengembang, badan
usaha swasta dan atau masyarakat dalam pengelolaan prasarana,
sarana, dan utilitas sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
3. Dalam hal Pemerintah daerah melakukan kerja sama pengelolaan
prasarana, sarana, dan utilitas dengan pengembang, badan usaha
swasta, dan masyarakat, pemeliharaan fisik dan pendanaan
prasarana, sarana, dan utilitas menjadi tanggung jawab pengelola.
4. Pengelola prasarana, sarana, dan utilitas tidak dapat merubah
peruntukan prasarana, sarana, dan utilitas.
BAB X
PELAPORAN
Pasal 23
12. 12
1. Bupati/Walikota menyampaikan laporan perkembangan penyerahan
prasarana, sarana, dan utilitas di daerahnya kepada Gubernur secara
berkala setiap 6 (enam) bulan.
2. Gubernur menyampaikan laporan perkembangan penyerahan
prasarana, sarana, dan utilitas di wilayahnya kepada Menteri secara
berkala setiap tahun.
BAB XI
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 24
1. Bupati/Walikota, atau Gubernur DKI Jakarta, melakukan pembinaan
dan pengawasan terhadap penyerahan, pengelolaan dan
pemanfaatan prasarana, sarana, dan utilitas.
1. Gubernur mengkoordinasikan kabupaten/kota dalam pembinaan dan
pengawasan terhadap penyerahan, pengelolaan dan pemanfaatan
prasarana, sarana, dan utilitas.
2. Menteri melakukan pembinaan umum penyelenggaraan penyerahan
prasarana, sarana, dan utilitas.
BAB XII
PEMBIAYAAN
Pasal 25
1. Pembiayaan pemeliharaan prasarana, sarana, dan utilitas sebelum
penyerahan menjadi tanggung jawab pengembang.
2. Pembiayaan pemeliharaan prasarana, sarana, dan utilitas setelah
penyerahan menjadi tanggung Jawab pemerintah daerah, yang
bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
Kabupaten/Kota.
3. Khusus untuk DKI Jakarta, pembiayaan pemeliharaan prasarana,
sarana, dan utilitas setelah penyerahan bersumber dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi.
BAB XIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 26
Bupati/Walikota, atau Gubernur untuk provinsi DKI Jakarta menetapkan
Peraturan Daerah tentang penyerahan prasarana, sarana, dan utllitas
13. 13
perumahan dan permukiman dengan berpedoman pada Peraturan Menteri
ini paling lambat 1 (satu) tahun sejak ditetapkan.
Pasal 27
Pada saat Peraturan ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 1 tahun 1987 tentang Penyerahan. Prasarana Lingkungan, Utilitas
Umum dan Fasilitas Sosial Perumahan kepada Pemerintah Daerah dicabut
dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 28
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 29 Januari 2009
MENTERI DALAM NEGERI,
ttd
H. MARDIYANTO