Perekonomian sebelum orde baru
•
1 like•292 views
Dokumen tersebut merangkum kondisi perekonomian Indonesia sebelum Orde Baru. Perekonomian tumbuh lamban dengan rata-rata 2,7% per tahun. Sektor pertanian menjadi penyumbang terbesar produksi dan lapangan kerja. Neraca pembayaran dan anggaran negara selalu defisit akibat inflasi dan ketidakefisienan pengelolaan keuangan negara.
Recommended
More Related Content
What's hot
What's hot (20)
Similar to Perekonomian sebelum orde baru
Similar to Perekonomian sebelum orde baru (20)
More from widya adhy
Recently uploaded
Recently uploaded (20)
Perekonomian sebelum orde baru
- 1. Kelompok 1Kelas 4-C.1 1. DEWI SAFITRI (15130310015) 2. RYMA DWI KUMALASARI (15130310035) 3. DEWI SURYANI (15130310073) 4. IMAM AHMAD ARIFIN (15130310109) 5. ADHY WIDYA A. (15130310139)
- 3. Menyatukan politis wilayah-wilayah indonesia ke dalam negara republik Indonesia serikat. Adanya reformasi moneter melalui devaluasi mata uang secara serempak dan pemotongan uang yang beredar pada bulan maret 1950. Berhasil memanfaatkan situasi “Perang Korea” untuk keperluan pembangunan. Merumuskan suatu perencanaan pembangunan yaitu Rencana Urgensi Perekonomian (RUP). Namun Kabinet Nasir belum sempat melaksanakan RUP-nya, akan tetapi dimasa berikutnya kabinet lainnya melaksanakannya dengan nama baru yaitu Rencana Lima Tahun. Kabinet Hatta, Desember 1949 – September 1950 Kabinet Nasir, September 1950 – Maret 1951
- 4. Nasionalisasi De Javasche Bank menjadi Bank Indonesia (22 Mei 1951) dan ambruknya situasi fiskal. Kabinet Sukiman jatuh pada bulan Februari 1952 menyusul isu penandatanganan Persetujuan Keamanan bersama dengan Amerika serikat. Memperkenalkan konsep anggaran berimbang (balanced budget) dalam APBN. Progam benteng merupakan upaya untuk membentuk suatu kelas menengah nasional dengan jalan membatasi alokasi impor hanya kepada pengusaha- pengusaha nasional. Kabinet Sukiman, April 1951 – Februari 1952 Kabinet Wilopo, April 1952- Juni 1953
- 5. Mengalami defisit baik dalam anggaran belanja maupun neraca pembayaran. Kabinet ini dikenal dengan kabinet intern Liberalisasi impor (politik rasialisme terhadap impoter dihapuskan) Pembangunan ekonomi relatif berhasil berkat perluasan pembentukan modal melalui penyempurnaan progam benteng, yakni dengan membentuk suatu dewan alat-alat pembayaran luar negeri. Kabinet Ali I Agutus 1953 – Juli 1955 Kabinet Burhanuddin Agustus 1955 – Maret 1956
- 6. Merupakan kabinet pertama hasil pemilihan umum, namun kabinet ini nyaris tak sempat berbuat apa-apa dalam bidang perekonomian. Progam benteng tidak lagi diperhatikan namun telah disiapkan dan direncanakan sebuah rencana pembangunan baru yaitu Rencana Lima Tahun 1956-1960 yang bertujuan untuk mendorong industri dasar, jasa-jasa pembangunan umum dan Perekonomian bersifat terpimpin yang kemudian menjadi cikal bakal periode demokrasi terpimpin. Pergolakan politik terus berlangsung sehingga memicu inflansi, serta mengganggu penanaman modal, produksi dan distribusi. Bahkan menurut sebuah laporan pada tahun 1958 pendapatan nasional rill merosot lebih kurang 3%. Kabinet Ali II, April 1956 – Maret 1957 Kabinet Djuanda, Maret 1957 – Agustus 1959
- 7. PRODUKSI DAN PENDAPATAN Selama satu setengah dawarsa (1951- 1966) perekonomian Indonesia tumbuh relatif lamban. Prestasi ekonomi per kapita hanya tumbuh setingkat 2,7% rata2 per tahun. Pertumbuhan tertinggi prestasi ekonomi per kapita terjadi pada tahun 1953 yakni sebesar 22,1%, yang tak lain adalah berkat rezeki Perang Korea yang membuat ekspor Indonesia meningkat pesat.
- 8. Sektor pertanian merupakan penyumbang terbesar dalam pembentukan produk nasional maupun domestik dan juga pemberi lapangan kerja utama bagi penduduk. Pada tahun 1961, dari penduduk 10 tahun atau lebih yang berkerja di sektor pertanian 72%, sektor jasa 9,5%, sektor perdagangan serta sektor keuangan dan perbankan 6,7%, sedangkan sektor industri 5,7%. Pada tahun 1953 seorang pekerja kasar tanpa keterampilan di Jakarta menerima upah Rp 5-6 sedangkan pekerja berketrampilan menerima RP 10-20.
- 9. Derajat monetisasi perekonomian Indonesia pada masa sebelum orde baru relatif masih rendah. Hal ini terlihat dari lebih besarnya presentase peredaran uang kartal dibandingkan uang giral secara keseluruhan. Antara tahun 1948 dan 1960 uang beredar naik rata-rata 26% per hahun. Kenaikan tajam terjadi pada tahun 1962 (101%) berhubungan dengan lonjakan drasis harga bahan pangan serta kemarau panjang yang terjadi pada tahun sebelumnya. Harga-harga terus membumbung memancing ekspansi uang beredar, membuat masyarakat kehilangan kepercayaan akan mata uang rupiah.
- 10. Neraca-Neraca Ekonomi Nasional Keprihatinan situasi perekonomian Indonesia selama era sebelum orde baru dapat dilihat dari neraca ekonomi nasional antara lain neraca pendapatan dan belanja negara, neraca perdagangan, dan neraca pembayaran luar negeri. Anggaran pemerintah Indonesia senantiasa defisit sepanjang masa 1955-1965. Defisit APBN ketika itu akibat harga-harga umum melambung dan hal tersebut merupakan pertanda salah urus (mis- management) dan inefisiensi penggunaan keuangan negara.