Dokumen tersebut membahas pengobatan tuberkulosis yang terbagi menjadi dua fase, intensif dan lanjutan, dengan menggunakan kombinasi obat-obatan antituberkulosis. Dokumen ini juga menjelaskan jenis-jenis obat yang digunakan beserta dosisnya, paduan obat yang disarankan untuk berbagai kategori kasus tuberkulosis, serta efek samping yang mungkin timbul dari pengobatan tersebut.
PT PLN (Persero) is an electrical service provider in Indonesia. With a vision to be a "recognized as a growing, superior, and trusted world class company which is relying on Potensi Insani", PT PLN (Persero) is committed to electrify the entire archipelago. We believe that human potential is the greatest asset and our future, so we are investing heavily to get the future leader candidates who will develop PT PLN (Persero) became a World-class company and face the future business challenges.
Career opportunities in PT PLN (Persero) is very large because our business ranges from upstream to downstream, ranging from power plant, transmission to distribution to the customer and other supported services. Please join us.
The 2015 PT PLN (Persero) Open Recruitment Level Bachelor Degree / Diploma IV / Diploma III
Educational Qualifications
Possess Bachelor degree / Diploma IV graduate majoring in:
Electrical Engineering, Powerline, Electricity Power System (Code: S1 / ELE)
Power Low, Electronics, Instrument, Control (Code: S1 / ALE)
Mechanical Engineering (Code: S1 / MES)
Industrial Engineering (Code: S1 / IND)
Diploma III graduate majoring in:
Electrical Engineering, Powerline, Electricity Power System (Code: D.III / ELE)
Power Low, Electronics, Instrument, Control (Code: D.III / ALE)
Mechanical Engineering (Code: D.III / MES)
Civil Engineering (Code: D.III / SIP) (Makassar Only)
Marketing Management, Trade Administration, Business Administration, Office Administration (Code: D.III / MAN)
Qualifications
Not married and willing to not get married during Diklat Prajabatan
Born in 1989 or thereafter for Bachelor degree / Diploma 4 graduate
Born in 1991 or thereafter for Diploma 3 graduate
Minimum GPA 2.75 for S1/ELE, S1/MES, S1/ALE, S1/IND, D.III/ELE, D.III/ALE, D.III/MES, D.III/SIP positions
Minimum GPA 3.00 for D.III/MAN position
Required Documents
Application letter, addressed to: PT PLN (Persero) c.q. Kepala Divisi Pengembangan SDM dan Talenta
Curriculum vitae
Copy of birth certificate (if doesnt have yet, can be submitted on Interview)
Legalized copy of education diploma / Surat Keterangan Lulus
Legalized copy of latest education transcript
Copy of National Identity Card (KTP)
2 pieces 3x4 size recent colour photograph (write your name on back side)
For cross majors program graduate (Diploma III graduate continued to Bachelor degree / Diploma IV) please also submitted: legalized copy of Diploma 3 diploma and transcript
For last semester student who are currently completing the final project / thesis, are encourage to apply with the terms:
Will be graduated no later than November 2015
Attach Surat Keterangan Sedang Mengerjakan Tugas Akhir / Skripsi when applying
During the selection process, if there is a data mismatch, the applicant will be knocked out
Selecti
PT PLN (Persero) is an electrical service provider in Indonesia. With a vision to be a "recognized as a growing, superior, and trusted world class company which is relying on Potensi Insani", PT PLN (Persero) is committed to electrify the entire archipelago. We believe that human potential is the greatest asset and our future, so we are investing heavily to get the future leader candidates who will develop PT PLN (Persero) became a World-class company and face the future business challenges.
Career opportunities in PT PLN (Persero) is very large because our business ranges from upstream to downstream, ranging from power plant, transmission to distribution to the customer and other supported services. Please join us.
The 2015 PT PLN (Persero) Open Recruitment Level Bachelor Degree / Diploma IV / Diploma III
Educational Qualifications
Possess Bachelor degree / Diploma IV graduate majoring in:
Electrical Engineering, Powerline, Electricity Power System (Code: S1 / ELE)
Power Low, Electronics, Instrument, Control (Code: S1 / ALE)
Mechanical Engineering (Code: S1 / MES)
Industrial Engineering (Code: S1 / IND)
Diploma III graduate majoring in:
Electrical Engineering, Powerline, Electricity Power System (Code: D.III / ELE)
Power Low, Electronics, Instrument, Control (Code: D.III / ALE)
Mechanical Engineering (Code: D.III / MES)
Civil Engineering (Code: D.III / SIP) (Makassar Only)
Marketing Management, Trade Administration, Business Administration, Office Administration (Code: D.III / MAN)
Qualifications
Not married and willing to not get married during Diklat Prajabatan
Born in 1989 or thereafter for Bachelor degree / Diploma 4 graduate
Born in 1991 or thereafter for Diploma 3 graduate
Minimum GPA 2.75 for S1/ELE, S1/MES, S1/ALE, S1/IND, D.III/ELE, D.III/ALE, D.III/MES, D.III/SIP positions
Minimum GPA 3.00 for D.III/MAN position
Required Documents
Application letter, addressed to: PT PLN (Persero) c.q. Kepala Divisi Pengembangan SDM dan Talenta
Curriculum vitae
Copy of birth certificate (if doesnt have yet, can be submitted on Interview)
Legalized copy of education diploma / Surat Keterangan Lulus
Legalized copy of latest education transcript
Copy of National Identity Card (KTP)
2 pieces 3x4 size recent colour photograph (write your name on back side)
For cross majors program graduate (Diploma III graduate continued to Bachelor degree / Diploma IV) please also submitted: legalized copy of Diploma 3 diploma and transcript
For last semester student who are currently completing the final project / thesis, are encourage to apply with the terms:
Will be graduated no later than November 2015
Attach Surat Keterangan Sedang Mengerjakan Tugas Akhir / Skripsi when applying
During the selection process, if there is a data mismatch, the applicant will be knocked out
Selecti
PPT PENGKAJIAN SISTEM MUSKULOSKELETAL 2.pptxEmohAsJohn
PENGKAJIAN MUSKULOSKELETAL
Gangguan neurologi sangat beragam bentuknya, banyak dari pasien yang menderita gangguan memori dan tidak mampu menjalani aktivitas sehari-hari secara normal. Penyakit-penyakit neurologi kebanyakan memiliki efek melemahkan kehidupan pasien, sehingga memberikan pengobatan neurologis sangat penting bagi kehidupan pasien.
1. REFERENSI:Tuberkulosis PedomanDiagnosis&Penatalaksanaan di Indonesia.PerhimpunanDokter
Paru Indonesia.2006
PENGOBATAN TUBERKULOSIS
Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan fase lanjutan 4 atau 7
bulan. Paduan obat yang digunakan terdiri dari paduan obat utama dan tambahan.
A
.
OBAT ANTI TUBERKULOSIS (OAT)
Obat yang dipakai:
1. Jenis obat utama (lini 1) yang digunakan adalah:
· INH
Rifampisin
· Pirazinamid
· Streptomisin
· Etambutol
2. Jenis obat tambahan lainnya (lini 2)
· Kanamisin
· Amikasin
· Kuinolon
· Obat lain masih dalam penelitian yaitu makrolid dan amoksilin + asam
klavulanat
· Beberapa obat berikut ini belum tersedia di Indonesia antara lain :
o Kapreomisin
o Sikloserino
o PAS (dulu tersedia)
o Derivat rifampisin dan INH
o Thioamides (ethionamide dan prothionamide)
Kemasan
- Obat tunggal,
Obat disajikan secara terpisah, masing-masing INH, rifampisin, pirazinamid dan
etambutol.
- Obat kombinasi dosis tetap (Fixed Dose Combination – FDC)
Kombinasi dosis tetap ini terdiri dari 3 atau 4 obat dalam satu tablet
Dosis OAT
Tabel 2. Jenis dan dosis OAT
Oba
t
Dosis
(Mg/Kg
BB/Hari
)
Dosis yg dianjurkan DosisMak
s (mg)
Dosis (mg) / berat
badan (kg)
Harian (mg
/ kgBB
/ hari)
Intermitten (mg/Kg/BB/kali
)
< 40 40-
60
>60
R 8-12 10 10 600 300 450 600
H 4-6 5 10 300 150 300 450
Z 20-30 25 35 750
100
0
150
0
E 15-20 15 30 750
100
0
150
0
2. S 15-18 15 15 1000
Sesua
i BB
750
100
0
Pengembangan pengobatan TB paru yang efektif merupakan hal yang penting untuk menyembuhkan
pasien dan menghindari MDR TB (multidrug resistant tuberculosis). Pengembangan strategi DOTS
untuk mengontrol epidemi TB merupakan prioriti utama WHO. International Union Against
Tuberculosis and Lung Disease (IUALTD) dan WHO menyarakan untuk menggantikan paduan obat
tunggal dengan kombinasi dosis tetap dalam pengobatan TB primer pada tahun 1998. Dosis obat
tuberkulosis kombinasi dosis tetap berdasarkan WHO seperti terlihat pada tabel 3. Keuntungan
kombinasi dosis tetap antara lain:
1. Penatalaksanaan sederhana dengan kesalahan pembuatan resep minimal
2. Peningkatan kepatuhan dan penerimaan pasien dengan penurunan kesalahan pengobatan yang
tidak disengaja
3. Peningkatan kepatuhan tenaga kesehatan terhadap penatalaksanaan yang benar dan standar
4. Perbaikan manajemen obat karena jenis obat lebih sedikit
5. Menurunkan risiko penyalahgunaan obat tunggal dan MDR akibat penurunan penggunaan
monoterapi
Tabel 3. Dosis obat antituberkulosis kombinasi dosis tetap
Fase intensif Fase lanjutan
2 bulan 4 bulan
BB Harian Harian 3x/minggu Harian 3x/minggu
RHZE
150/75/400/275
RHZ
150/75/400
RHZ
150/150/500
RH
150/75
RH
150/150
30-37
38-54
55-70
>71
2
3
4
5
2
3
4
5
2
3
4
5
2
3
4
5
2
3
4
5
Penentuan dosis terapi kombinasi dosis tetap 4 obat berdasarkan rentang dosis yang telah ditentukan
oleh WHO merupakan dosis yang efektif atau masih termasuk dalam batas dosis terapi dan non toksik.
Pada kasus yang mendapat obat kombinasi dosis tetap tersebut, bila mengalami efek samping serius
harus dirujuk ke rumah sakit / dokter spesialis paru / fasiliti yang mampu menanganinya.
B
.
PADUAN OBAT ANTI TUBERKULOSIS
Pengobatan tuberkulosis dibagi menjadi:
· TB paru (kasus baru), BTA positif atau pada foto toraks: lesi luas
Paduan obat yang dianjurkan : 2 RHZE / 4 RH
atau
: 2 RHZE/ 6HE
atau
2 RHZE / 4R3H3
Paduan ini dianjurkan untuk
a. TB paru BTA (+), kasus baru
b. TB paru BTA (-), dengan gambaran radiologi lesi luas (termasuk luluh paru)
Bila ada fasiliti biakan dan uji resistensi, pengobatan disesuaikan dengan hasil uji resistensi
· TB Paru (kasus baru), BTA negatif, pada foto toraks: lesi minimal
Paduan obat yang dianjurkan : 2 RHZE / 4 RH atau
: 6 RHE atau
2 RHZE/ 4R3H3
· TB paru kasus kambuh
Sebelum ada hasil uji resistensi dapat diberikan 2 RHZES / 1 RHZE. Fase lanjutan sesuai dengan
hasil uji resistensi. Bila tidak terdapat hasil uji resistensi dapat diberikan obat RHE selama 5 bulan.
· TB Paru kasus gagal pengobatan
Sebelum ada hasil uji resistensi seharusnya diberikan obat lini 2 (contoh paduan: 3-6 bulan
3. kanamisin, ofloksasin, etionamid, sikloserin dilanjutkan 15-18 bulan ofloksasin, etionamid, sikloserin).
Dalam keadaan tidak memungkinkan pada fase awal dapat diberikan 2 RHZES / 1 RHZE. Fase
lanjutan sesuai dengan hasil uji resistensi. Bila tidak terdapat hasil uji resistensi dapat diberikan obat
RHE selama 5 bulan.
- Dapat pula dipertimbangkan tindakan bedah untuk mendapatkan hasil yang optimal
- Sebaiknya kasus gagal pengobatan dirujuk ke dokter spesialis paru
· TB Paru kasus putus berobat
Pasien TB paru kasus lalai berobat, akan dimulai pengobatan kembali sesuai dengan kriteria
sebagai berikut :
a. Berobat > 4 bulan
1) BTA saat ini negatif
Klinis dan radiologi tidak aktif atau ada perbaikan maka pengobatan OAT dihentikan. Bila gambaran
radiologi aktif, lakukan analisis lebih lanjut untuk memastikan diagnosis TB dengan
mempertimbangkan juga kemungkinan penyakit paru lain. Bila terbukti TB maka pengobatan dimulai
dari awal dengan paduan obat yang lebih kuat dan jangka waktu pengobatan yang lebih lama.
2) BTA saat ini positif
Pengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat yang lebih kuat dan jangka waktu pengobatan
yang lebih lama
b. Berobat < 4 bulan
1) Bila BTA positif, pengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat yang lebih kuat dan
jangka waktu pengobatan yang lebih lama
2) Bila BTA negatif, gambaran foto toraks positif TB aktif pengobatan diteruskan
Jika memungkinkan seharusnya diperiksa uji resistensi terhadap OAT.
· TB Paru kasus kronik
- Pengobatan TB paru kasus kronik, jika belum ada hasil uji resistensi, berikan RHZES. Jika telah
ada hasil uji resistensi, sesuaikan dengan hasil uji resistensi
(minimal terdapat 4 macam OAT yang masih sensitif) ditambah dengan obat lini 2 seperti kuinolon,
betalaktam, makrolid dll. Pengobatan minimal 18 bulan.
- Jika tidak mampu dapat diberikan INH seumur hidup
- Pertimbangkan pembedahan untuk meningkatkan kemungkinan penyembuhan
- Kasus TB paru kronik perlu dirujuk ke dokter spesialis paru
Tabel 4. Ringkasan paduan obat
Kategori Kasus Paduan obat yang diajurkan Keterangan
I - TB paru BTA +,
BTA - , lesi
luas
2 RHZE / 4 RH atau
2 RHZE / 6 HE
*2RHZE / 4R3H3
II - Kambuh
- Gagal
pengobatan
-RHZES / 1RHZE / sesuai hasil uji
resistensi atau 2RHZES / 1RHZE / 5
RHE
-3-6 kanamisin, ofloksasin, etionamid,
sikloserin / 15-18 ofloksasin,
etionamid, sikloserin atau 2RHZES /
1RHZE / 5RHE
Bila
streptomisin
alergi, dapat
diganti
kanamisin
II - TB paru putus
berobat
Sesuai lama pengobatan sebelumnya,
lama berhenti minum obat dan
keadaan klinis, bakteriologi dan
radiologi saat ini (lihat uraiannya) atau
*2RHZES / 1RHZE / 5R3H3E3
III -TB paru BTA neg.
lesi minimal
2 RHZE / 4 RH atau
6 RHE atau
4. *2RHZE /4 R3H3
IV - Kronik RHZES / sesuai hasil uji resistensi
(minimal OAT yang sensitif) + obat lini
2 (pengobatan minimal 18 bulan)
IV - MDR TB Sesuai uji resistensi + OAT lini 2 atau
H seumur hidup
Catatan : * Obat yang disediakan oleh Program Nasional TB
C
.
EFEK SAMPING OAT
Sebagian besar pasien TB dapat menyelesaikan pengobatan tanpa efek samping. Namun sebagian
kecil dapat mengalami efek samping, oleh karena itu pemantauan kemungkinan terjadinya efek
samping sangat penting dilakukan selama pengobatan.
Efek samping yang terjadi dapat ringan atau berat (terlihat pada tabel 4), bila efek samping ringan dan
dapat diatasi dengan obat simptomatis maka pemberian OAT dapat dilanjutkan.
1. Isoniazid (INH)
Sebagian besar pasien TB dapat menyelesaikan pengobatan tanpa efek samping. Namun sebagian
kecil dapat mengalami efek samping, oleh karena itu pemantauan kemungkinan terjadinya efek
samping sangat penting dilakukan selama pengobatan.
Efek samping yang terjadi dapat ringan atau berat (terlihat pada tabel 4), bila efek samping ringan dan
dapat diatasi dengan obat simptomatis maka pemberian OAT dapat dilanjutkan.
2. Rifampisin
Efek samping ringan yang dapat terjadi dan hanya memerlukan pengobatan simptomatis ialah :
- Sindrom flu berupa demam, menggigil dan nyeri tulang
- Sindrom perut berupa sakit perut, mual, tidak nafsu makan, muntah kadang-kadang diare
- Sindrom kulit seperti gatal-gatal kemerahan
Efek samping yang berat tetapi jarang terjadi ialah :
- Hepatitis imbas obat atau ikterik, bila terjadi hal tersebut OAT harus distop dulu dan
penatalaksanaan sesuai pedoman TB pada keadaan khusus
- Purpura, anemia hemolitik yang akut, syok dan gagal ginjal. Bila salah satu dari gejala ini terjadi,
rifampisin harus segera dihentikan dan jangan diberikan lagi walaupun gejalanya telah menghilang
- Sindrom respirasi yang ditandai dengan sesak napas
Rifampisin dapat menyebabkan warna merah pada air seni, keringat, air mata dan air liur. Warna
merah tersebut terjadi karena proses metabolisme obat dan tidak berbahaya. Hal ini harus
diberitahukan kepada pasien agar mereka mengerti dan tidak perlu khawatir.
3. Pirazinamid
Efek samping utama ialah hepatitis imbas obat (penatalaksanaan sesuai pedoman TB pada keadaan
khusus). Nyeri sendi juga dapat terjadi (beri aspirin) dan kadang-kadang dapat menyebabkan
serangan arthritis Gout, hal ini kemungkinan disebabkan berkurangnya ekskresi dan penimbunan
asam urat. Kadang-kadang terjadi reaksi demam, mual, kemerahan dan reaksi kulit yang lain.
4. Etambutol
Etambutol dapat menyebabkan gangguan penglihatan berupa berkurangnya ketajaman, buta warna
untuk warna merah dan hijau. Meskipun demikian keracunan okuler tersebut tergantung pada dosis
yang dipakai, jarang sekali terjadi bila dosisnya 15-25 mg/kg BB perhari atau 30 mg/kg BB yang
diberikan 3 kali seminggu. Gangguan penglihatan akan kembali normal dalam beberapa minggu
setelah obat dihentikan. Sebaiknya etambutol tidak diberikan pada anak karena risiko kerusakan
okuler sulit untuk dideteksi
5. Streptomisin
Efek samping utama adalah kerusakan syaraf kedelapan yang berkaitan dengan keseimbangan dan
pendengaran. Risiko efek samping tersebut akan meningkat seiring dengan peningkatan dosis yang
digunakan dan umur pasien. Risiko tersebut akan meningkat pada pasien dengan gangguan fungsi
ekskresi ginjal. Gejala efek samping yang terlihat ialah telinga mendenging (tinitus), pusing dan
5. kehilangan keseimbangan. Keadaan ini dapat dipulihkan bila obat segera dihentikan atau dosisnya
dikurangi 0,25gr. Jika pengobatan diteruskan maka kerusakan alat keseimbangan makin parah dan
menetap (kehilangan keseimbangan dan tuli).
Reaksi hipersensitiviti kadang terjadi berupa demam yang timbul tiba-tiba disertai sakit kepala, muntah
dan eritema pada kulit. Efek samping sementara dan ringan (jarang terjadi) seperti kesemutan sekitar
mulut dan telinga yang mendenging dapat terjadi segera setelah suntikan. Bila reaksi ini mengganggu
maka dosis dapat dikurangi 0,25gr
Streptomisin dapat menembus sawar plasenta sehingga tidak boleh diberikan pada perempuan hamil
sebab dapat merusak syaraf pendengaran janin.
Tabel 5. Efek samping OAT dan Penatalaksanaannya
Efek samping Kemungkinan
Penyebab
Tatalaksana
Minor OAT
diteruskan
Tidak nafsu makan, mual, sakit perut Rifampisin Obat diminum
malam
sebelum tidur
Nyeri sendi Pyrazinamid Beri aspirin
/allopurinol
Kesemutan s/d rasa terbakar di kaki INH Beri vitamin B6
(piridoksin) 1 x
100 mg perhari
Warna kemerahan pada air seni Rifampisin Beri
penjelasan,
tidak perlu
diberi apa-apa
Mayor Hentikan obat
Gatal dan kemerahan pada
kulit
Semua jenis OAT Beri
antihistamin
dan dievaluasi
ketat
Tuli Streptomisin Streptomisin
dihentikan
Gangguan keseimbangan
(vertigo dan nistagmus)
Streptomisin Streptomisin
dihentikan
Ikterik / Hepatitis Imbas Obat
(penyebab lain disingkirkan)
Sebagian besar OAT Hentikan
semua OAT
sampai ikterik
menghilang
dan boleh
diberikan
hepatoprotektor
Muntah dan confusion
(suspected drug-induced pre-
icteric hepatitis)
Sebagian besar OAT Hentikan
semua OAT
dan lakukan uji
fungsi hati
Gangguan penglihatan Etambutol Hentikan
etambutol
Kelainan sistemik, termasuk
syok dan purpura
Rifampisin Hentikan
rifampisin
6. D
.
PENGOBATAN SUPORTIF / SIMPTOMATIK
Pada pengobatan pasien TB perlu diperhatikan keadaan klinisnya. Bila keadaan klinis baik dan tidak
ada indikasi rawat, pasien dapat dibeikan rawat jalan. Selain OAT kadang perlu pengobatan tambahan
atau suportif/simptomatis untuk meningkatkan daya tahan tubuh atau mengatasi gejala/keluhan.
1. Pasien rawat jalan
a. Makan makanan yang bergizi, bila dianggap perlu dapat diberikan vitamin tambahan (pada
prinsipnya tidak ada larangan makanan untuk pasien tuberkulosis, kecuali untuk penyakit
komorbidnya)
b. Bila demam dapat diberikan obat penurun panas/demam
c. Bila perlu dapat diberikan obat untuk mengatasi gejala batuk, sesak napas atau keluhan lain.
2. Pasien rawat inap
Indikasi rawat inap :
TB paru disertai keadaan/komplikasi sbb :
- Batuk darah masif
- Keadaan umum buruk
- Pneumotoraks
- Empiema
- Efusi pleura masif / bilateral
- Sesak napas berat (bukan karena efusi pleura)
TB di luar paru yang mengancam jiwa :
- TB paru milier
- Meningitis TB
Pengobatan suportif / simptomatis yang diberikan sesuai dengan keadaan klinis dan indikasi rawat
D
.
TERAPI PEMBEDAHAN
lndikasi operasi
1. Indikasi mutlak
a. Semua pasien yang telah mendapat OAT adekuat tetetapi dahak tetap positif
b. Pasien batuk darah yang masif tidak dapat diatasi dengan cara konservatif
c. Pasien dengan fistula bronkopleura dan empiema yang tidak dapat diatasi secara
konservatif
2. lndikasi relatif
a. Pasien dengan dahak negatif dengan batuk darah berulang
b. Kerusakan satu paru atau lobus dengan keluhan
c. Sisa kaviti yang menetap.
Tindakan Invasif (Selain Pembedahan)
· Bronkoskopi
· Punksi pleura
· Pemasangan WSD (Water Sealed Drainage)
E
.
EVALUASI PENGOBATAN
Evaluasi pasien meliputi evaluasi klinis, bakteriologi, radiologi, dan efek samping obat, serta evaluasi
keteraturan berobat.
Evaluasi klinik
- Pasien dievaluasi setiap 2 minggu pada 1 bulan pertama pengobatan selanjutnya setiap 1 bulan
- Evaluasi : respons pengobatan dan ada tidaknya efek samping obat serta ada tidaknya komplikasi
penyakit
- Evaluasi klinis meliputi keluhan , berat badan, pemeriksaan fisis.
Evaluasi bakteriologik (0 - 2 - 6 /9 bulan pengobatan)
· Tujuan untuk mendeteksi ada tidaknya konversi dahak
7. · Pemeriksaan & evaluasi pemeriksaan mikroskopik
- Sebelum pengobatan dimulai
- Setelah 2 bulan pengobatan (setelah fase intensif)
- Pada akhir pengobatan
· Bila ada fasiliti biakan : dilakukan pemeriksaan biakan dan uji resistensi
Evaluasi radiologik (0 - 2 – 6/9 bulan pengobatan)
Pemeriksaan dan evaluasi foto toraks dilakukan pada:
- Sebelum pengobatan
- Setelah 2 bulan pengobatan (kecuali pada kasus yang juga dipikirkan kemungkinan
keganasan dapat dilakukan 1 bulan pengobatan)
- Pada akhir pengobatan
Evaluasi efek samping secara klinik
. Bila mungkin sebaiknya dari awal diperiksa fungsi hati, fungsi ginjal dan darah lengkap
. Fungsi hati; SGOT,SGPT, bilirubin, fungsi ginjal : ureum, kreatinin, dan gula darah , serta
asam urat untuk data dasar penyakit penyerta atau efek
samping pengobatan
. Asam urat diperiksa bila menggunakan pirazinamid
. Pemeriksaan visus dan uji buta warna bila menggunakan etambutol (bila ada keluhan)
. Pasien yang mendapat streptomisin harus diperiksa uji keseimbangan dan audiometri (bila ada
keluhan)
. Pada anak dan dewasa muda umumnya tidak diperlukan pemeriksaan awal tersebut. Yang
paling penting
adalah evaluasi klinis kemungkinan terjadi efek samping obat. Bila pada evaluasi klinis
dicurigai terdapat
efek samping, maka dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk memastikannya dan
penanganan efek
samping obat sesuai pedoman
Evalusi keteraturan berobat
- Yang tidak kalah pentingnya adalah evaluasi keteraturan berobat dan diminum / tidaknya obat
tersebut. Dalam hal ini maka sangat penting penyuluhan atau pendidikan mengenai penyakit dan
keteraturan berobat. Penyuluhan atau pendidikan dapat diberikan kepada pasien, keluarga dan
lingkungannya.
- Ketidakteraturan berobat akan menyebabkan timbulnya masalah resistensi.
Kriteria Sembuh
- BTA mikroskopis negatif dua kali (pada akhir fase intensif dan akhir pengobatan) dan telah
mendapatkan pengobatan yang adekuat
- Pada foto toraks, gambaran radiologi serial tetap sama/ perbaikan
- Bila ada fasiliti biakan, maka kriteria ditambah biakan negatif
Evaluasi pasien yang telah sembuh
Pasien TB yang telah dinyatakan sembuh sebaiknya tetap dievaluasi minimal dalam 2 tahun pertama
setelah sembuh, hal ini dimaksudkan untuk mengetahui kekambuhan. Hal yang dievaluasi adalah
mikroskopis BTA dahak dan foto toraks. Mikroskopis BTA dahak 3,6,12 dan 24 bulan (sesuai
indikasi/bila ada gejala) setelah dinyatakan sembuh. Evaluasi foto toraks 6, 12, 24 bulan setelah
dinyatakan sembuh (bila ada kecurigaan TB kambuh).
PENGOBATAN TUBERKULOSIS PADA KEADAAN KHUSUS
A TB MILIER
8. · Rawat inap
· Paduan obat: 2 RHZE/ 4 RH
· Pada keadaan khusus (sakit berat), tergantung keadaan klinis, radiologi dan evaluasi
pengobatan, maka pengobatan lanjutan dapat diperpanjang
· Pemberian kortikosteroid tidak rutin, hanya diberikan pada keadaan
- Tanda / gejala meningitis
- Sesak napas
- Tanda / gejala toksik
- Demam tinggi
B. PLEURITIS EKSUDATIVA TB (EFUSI PLEURA TB)
Paduan obat: 2RHZE/4RH.
- Evakuasi cairan, dikeluarkan seoptimal mungkin, sesuai keadaan pasien dan dapat diberikan
kortikosteroid
- Hati-hati pemberian kortikosteroid pada TB dengan lesi luas dan DM.
- Evakuasi cairan dapat diulang bila diperlukan
C. TB PARU DENGAN DIABETES MELITUS (DM)
- Paduan OAT pada prinsipnya sama dengan TB tanpa DM, dengan syarat kadar gula darah
terkontrol
- Apabila kadar gula darah tidak terkontrol, maka lama pengobatan dapat dilanjutkan sampai 9 bulan
- Hati-hati dengan penggunaan etambutol, karena efek samping etambutol pada mata; sedangkan
pasien DM sering mengalami komplikasi kelainan pada mata
- Perlu diperhatikan penggunaan rifampisin karena akan mengurangi efektiviti obat oral antidiabetes
(sulfonil urea), sehingga dosisnya perlu ditingkatkan
- Perlu kontrol / pengawasan sesudah pengobatan selesai, untuk mengontrol / mendeteksi dini bila
terjadi kekambuhan
D. TB PARU DENGAN HIV / AIDS
Pada daerah dengan angka prevalens HIV yang tinggi di populasi dengan kemungkinan koinfeksi TB-
HIV, maka konseling dan pemeriksaan HIV diindikasikan untuk seluruh TB pasien sebagai bagian dari
penatalaksanaan rutin. Pada daerah dengan prevalens HIV yang rendah, konseling dan pemeriksaan
HIV hanya diindikasi pada pasien TB dengan keluhan dan tanda tanda yang diduga berhubungan
dengan HIV dan pada pasien TB dengan riwayat risiko tinggi terpajan HIV.
Jadi tidak semua pasien TB paru perlu diuji HIV. Hanya pasien TB paru tertentu saja yang memerlukan
uji HIV, misalnya:
a. Ada riwayat perilaku risiko tinggi tertular HIV
b. Hasil pengobatan OAT tidak memuaskan
c. MDR TB / TB kronik
Pemeriksaan minimal yang perlu dilakukan untuk memastikan diagnosis TB paru adalah pemeriksaan
BTA dahak, foto toraks dan jika memungkinkan dilakukan pemeriksaan CD4. Gambaran penderita
HIV-TB dapat dilihat pada tabel 7 berikut.
Tabel 7. Gambaran TB-HIV
Infeksi dini
(CD4>200/mm3)
Infeksi lanjut
(CD4<200/mm3)
Sputum mikroskopis Sering positif Sering negatif
TB ekstra pulmonal Jarang Umum/ banyak
Mikobakterimia Tidak ada Ada
Tuberkulin Positif Negatif
Foto toraks Reaktivasi TB, kaviti di puncak Tipikal primer TB milier / interstisial
Adenopati hilus/
mediastinum
Tidak ada Ada
Efusi pleura Tidak ada Ada
Pengobatan OAT pada TB-HIV:
- Pada dasarnya pengobatannya sama dengan pengobatan TB tanpa HIV/AIDS.
9. - Prinsip pengobatan adalah menggunakan kombinasi beberapa jenis obat dalam jumlah cukup dan
dosis serta jangka waktu yang tepa
- Pemberian tiasetazon pada pasien HIV/AIDS sangat berbahaya karena akan menyebabkan efek
toksik berat pada kulit
- Injeksi streptomisin hanya boleh diberikan jika tersedia alat suntik sekali pakai yang steril.
- Desensitisasi obat (INH, rifampisin) tidak boleh dilakukan karena mengakibatkan toksik yang serius
pada hati
- Pada pasien TB dengan HIV/AIDS yang tidak memberi respons terhadap pengobatan, selain
dipikirkan terdapat resistensi terhadap obat juga harus dipikirkan terdapatnya malabsorpsi obat. Pada
pasien HIV/AIDS terdapat korelasi antara imunosupresi yang berat dengan derajat penyerapan,
karenanya dosis standar OAT yang diterima suboptimal sehingga konsentrasi obat rendah dalam
serum
- Saat pemberian obat pada koinfeksi TB-HIV harus memperhatikan jumlah limfosit CD4 dan sesuai
dengan rekomendasi yang ada (seperti terlihat pada tabel 8)
Tabel 8. Pengobatan TB-HIV
Jumlah sel CD4 Rejimen yang
dianjurkan
Keterangan
CD4 < 200/mm3 Mulai terapi TB
Mulai ART segera
setelah terapi TB
dapat ditoleransi
(antara 2 minggu
hingga 2 bulan)
Paduan yang
mengandung EFVb,c.d
Dianjurkan ART:
EFV merupakan kontra indikasi untuk ibu hamil atau
perempuan usia subur tanpa kontrasepsi efektif.
EFV dapat diganti dengan:
- SQV/RTV 400/400 mg 2
kali sehari
- SQV/ r 1600/200 4 kali
sehari (dalam formula soft
gel-sgc) atau
- LPV/RTV 400/400 mg 2
kali sehari
ABC
CD4 200-
350/mm3
Mulai terapi TB Pertimbangan ART
- Mulai salah satu paduan di bawah ini setelah selesai
fase intensif (mulai lebih dini dan bila penyakit berat):
Paduan yang mengandung EFV:b
(AZT atau d4T) + 3TC + EFV (600 atau 800 mg/hari)
atau
- Paduan yang mengandung NVP bila paduan TB fase
lanjutan tidak menggunakan rifampisin (AZT atau d4T) +
3TC+NVP
CD4>350 mm3 Mulai terapi TB Tunda ART
CD4 tidak
mungkin
diperiksa
Mulai terapi TB Perimbangan ART
Keterangan:
a. Saat mengawali ART harus didasarkan atas pertimbangan klinis sehubungan dengan adanya tanda
lain dari imunodefisiensi. Untuk TB ekstraparu, ART harus diberikan secepatnya setelah terapi TB
dapat ditoleransi, tanpa memandang CD4
b. Sebagai alternatif untuk EFV adalah: SQV/r (400/400 mg 2 kali sehari atau cgc 1600/200 1 kali
sehari), LPV/r (400/400 mg 2 kali sehari) dan ABC (300 mg 2 kali sehari)
c. NVP (200 mg sehari selama 2 minggu diikuti dengan 200 mg 2 kali sehari) sebagai pengganti EFV
bila tidak ada pilihan lain. Rejimen yang mengandung NVP adalah d4T/3TC/NVP atau ZDV/3TC/NVP
d. Paduan yang mengandung EFV adalah d4T/3TC/EFV dan ZDV / 3TC / EFV
e. Kecuali pada HIV stadium IV, mulai ART setelah terapi TB selesai
f. Bila tidak ada tanda lain dari imunodefisiensi dan penderita menunjukkan perbaikan setelah
pemberian terapi TB, ART diberikan setelah terapi TB diselesaikan
10. Interaksi obat TB dengan ARV (Anti Retrovirus)
-
Pemakaian obat HIV/AIDS misalnya zidovudin akan meningkatkan kemungkinan terjadinya
efek toksik OAT
- Tidak ada interaksi bermakna antara OAT dengan ARV golongan nukleosida, kecuali
Didanosin (ddI) yang harus diberikan selang 1 jam dengan OAT karena bersifat
sebagai buffer antasida
- Interaksi dengan OAT terutama terjadi dengan ART golongan nonnukleotida dan inhibitor
protease. Rifampisin jangan diberikan bersama dengan nelfinavir karena rifampisin dapat
menurunkan kadar nelfinavir sampai 82%. Rifampisin dapat menurunkan kadar nevirapin
sampai 37%, tetapi sampai saat ini belum ada peningkatan dosis nevirapin yang
direkomendasikan
Jenis ART
Tabel 9. Obat ART
Golongan Obat Dosis
Nukleosida RTI (NsRTI)
· Abakavir (ABC)
· Didanosin (ddl)
· Lamivudin (3TC)
· Stavudin (d4T)
· Zidovudin (ZDV)
300 mg 2x/hari atau 400 mg 1x/hari
250 mg 1x/hari (BB<60 Kg)
150 mg 2x/hari atau 300 mg 1x/hari
40 mg 2x/hari (30 mg 2x/hari bila BB<60 Kg)
300 mg 2x/hari
Nukleotida RTI
· TDF 300 mg 1x/hari
Non nukleosid RTI (NNRTI)
· Efavirenz (EFV)
· Nevirapine (NVP)
600 mg 1x/hari
200 mg 1x/hari untuk 14 hari kemudian 200 mg 2x/hari
Protease inhibitor (PI)
· Indinavir/ritonavir (IDV/r)
· Lopinavir/ritonavir (LPV/r)
· Nelfinavir (NFV)
· Saquinavir/ritonavir (SQV/r)
· Ritonavir (RTV/r)
800 mg/100 mg 2x/hari
400 mg/100 mg 2x/hari
1250 mg 2x/hari
1000mg/ 100 mg 2x/hari atau 1600 mg/200 mg 1x/hari
Kapsul 100 mg, larutan oral 400 mg/5 ml.
E. TB PARU PADA KEHAMILAN DAN MENYUSUI
- Obat antituberkulosis harus tetap diberikan kecuali streptomisin, karena efek samping
streptomisin pada gangguan pendengaran janin
- Pada pasien TB yang menyusui, OAT dan ASI tetap dapat diberikan, walaupun beberapa
OAT dapat masuk ke dalam ASI, akan tetetapi konsentrasinya kecil dan tidak
menyebabkan toksik pada bayi
- Pada perempuan usia produktif yang mendapat pengobatan TB dengan rifampisin,
dianjurkan untuk tidak menggunakan kontrasepsi hormonal, karena dapat terjadi interaksi
obat yang menyebabkan efektiviti obat kontrasepsi hormonal berkurang.
- Tidak ada indikasi pengguguran pada pasien TB dengan kehamilan
F. TB PARU PADA GAGAL GINJAL
- Jangan menggunakan streptomisin, kanamisin dan kapreomisin
- Sebaiknya hindari penggunaan etambutol, karena waktu paruhnya memanjang dan terjadi
akumulasi etambutol. Dalam keadaan sangat diperlukan, etambutol dapat diberikan
dengan pengawasan kreatinin
- Sedapat mungkin dosis disesuaikan dengan faal ginjal (CCT, ureum, kreatinin)
- Rujuk ke ahli Paru
G. TB PARU DENGAN KELAINAN HATI
11. - Bila ada kecurigaan penyakit hati, dianjurkan pemeriksaan faal hati sebelum pengobatan
- Pada kelainan hati, pirazinamid tidak boleh diberikan
- Paduan obat yang dianjurkan (rekomendasi WHO) ialah 2 SHRE/6 RH atau 2 SHE/10 HE
- Pada pasien hepatitis akut dan atau klinis ikterik , sebaiknya OAT ditunda sampai hepatitis
akutnya mengalami penyembuhan. Pada keadaan sangat diperlukan dapat diberikan S
dan E maksimal 3 bulan sampai hepatitis menyembuh dan dilanjutkan dengan 6 RH
- Sebaiknya rujuk ke dokter spesialis paru
H. HEPATITIS IMBAS OBAT
- Adalah kelainan fungsi hati akibat penggunaan obat-obat hepatotoksik (drug induced
hepatitis)
- Penatalaksanaan
. Bila klinis (+) (Ikterik [+], gejala mual, muntah [+]) ® OAT Stop
. Bila gejala (+) dan SGOT, SGPT > 3 kali,: OAT stop
. Bila gejal klinis (-), Laboratorium terdapat kelainan:
Bilirubin > 2 ® OAT Stop
SGOT, SGPT > 5 kali : OAT stop
SGOT, SGPT > 3 kali ® teruskan pengobatan, dengan pengawasan
Paduan OAT yang dianjurkan :
- Stop OAT yang bersifat hepatotoksik (RHZ)
- Setelah itu, monitor klinis dan laboratorium. Bila klinis dan laboratorium kembali normal
(bilirubin, SGOT, SGPT), maka tambahkan H (INH) desensitisasi sampai dengan dosis
penuh (300 mg). Selama itu perhatikan klinis dan periksa laboratorium saat INH dosis
penuh , bila klinis dan laboratorium kembali normal, tambahkan rifampisin, desensitisasi
sampai dengan dosis penuh (sesuai berat badan). Sehingga paduan obat menjadi RHES
- Pirazinamid tidak boleh diberikan lagi
I. TUBERKULOSIS PADA ORGAN LAIN
Paduan OAT untuk pengobatan tuberkulosis di berbagai organ tubuh sama dengan TB paru menurut
ATS, misalnya pengobatan untuk TB tulang, TB sendi dan TB kelenjar lama pengobatan OAT dapat
diberikan 9 – 12 bulan. Paduan OAT yang diberikan adalah : 2RHZE / 7-10 RH.
Pemberian kortikosteroid pada perikarditis TB untuk menurunkan kebutuhan intervensi operasi dan
menurunkan kematian, pada meningitis TB untuk menurunkan gejala sisa neurologis. Dosis yang
dianjurkan ialah 0,5 mg/kgBB/ hari selama 3-6 minggu.