SlideShare a Scribd company logo
PENERAPAN FUZZY INFERENCE SYSTEM (FIS) TSUKAMOTO DALAM
   MENGANALISA TINGKAT RESIKO PENYAKIT POLIP HIDUNG



        Nama                         : Nia Permatasari
        NIM                          : 09221043
        Program Studi                : Matematika
        Jurusan                      : Tadris MIPA
        Fakultas                     : Tarbiyah IAIN Raden Fatah Palembang
        Dosen Pembimbing             : Gusmelia Testiana, M. Kom.
        Dosen Pengampu               : Agustiany Dumeva Putri, M.Si.


                                    Abstrak
        Berbagai jenis penyakit dapat kita temukan didalam dunia kesehatan.
Seorang dokter berperan sebagai seorang ahli yang menganalisa jenis dan tingkat
resiko dari penyakit yang diderita oleh pasiennya. Adapun penganalisaan tersebut
bisa berdasarkan gejala-gejala yang menjadi keluhan oleh pasien. Gejala
merupakan suatu unsur penting dalam menentukan seorang pasien mengidap
penyakit tertentu. Dalam kehidupan nyata, dokter akan menanyakan gejala-gejala
pada pasiennya sebelum ia mendiagnosa jenis penyakit yang diderita oleh sang
pasien. Ada beberapa gejala penyakit yang dianggap biasa karena gejala-gejalanya
tidak terlalu dianggap berbahaya dan sering dialami oleh penderita penyakit biasa.
Seperti pilek, hidung buntu dsb ini merupakan gejala penyakit flu biasa, namun
jika frekuensinya sudah melebih kadar flu biasa, bisa jadi gejala-gejala ini
menunjukan penyakit Polip Hidung yang cukup berbahaya bila tidak ditangani.
Dalam mendiagnosa jenis penyakit dan menganalisa tingkat resiko penyakit
tersebut , seorang dokter kan menganalisanya melalui gejala-gejala dan keluhan
yang disampaikan oleh pasiennya. Namun untuk mendukung keputusan yang
diambil oleh seorang dokter dalam mendiagnosa suatu penyakit, maka sangat
dibutuhkan Fuzzy Inference System (FIS) Tsukomoto dalam memperkuat
keputusan seorang dokter. Dengan logika fuzzy, proses diagnosa penyakit dalam
dapat dianalisa dengan Fuzzy Inference System dengan metode Tsukamoto. Input
yang dibutuhkan adalah gejala-gejala klinis yang dialami oeh pasien. Basis
pengetahuan dibangun dengan menggunakan kaidah produksi (IF-THEN). α-
predikat yang diperoleh pada setiap aturan fuzzy untuk setiap penyakit pada basis
pengetahuan, kemudian dikomposisikan dengan menggunakan rata-rata terbobot.
Hasil dari rata-rata terbobot ini merupakan output tingkat resiko peyakit polip
hidung yang diderita oleh pasien.

Kata kunci: Logika fuzzy, Fuzzy Inference System, Metode Tsukamoto
BAB I
                               PENDAHULUAN


1.1 Latar Belakang
           Beberapa gejala penyakit seperti hidung buntu, pilek, sakit kepala dan
  sering mimisan merupakan gejala-gejala penyakit flu biasa yang sering kita
  temukan. Namun, jika frekuensi atau tingkat rasa sakitnya sudah melebihi batas
  gejala flu biasa, maka dapat kita analisa apakah ini merupakan gejala penyakit
  polih hidung yang merupakan penyakit hidung lainnya dengan intensiatas gejala
  yang berbeda.
           Penyakit adalah sekumpulan informasi yang terdiri dari berbagai macam
  gejala-gejala yang terjadi pada makhluk hidup. Seorang dokter berperan sebagai
  pakar atau ahli dalam memberikan informasi kepada pasien mengenai penyakit
  yang dideritanya berdasarkan gejala-gejala yang dialami oleh si pasien.
           Penggunaan fuzzy ditujukan untuk membedakan nilai prosentase antara
  suatu gejala dengan penyakit lainnya. Misalnya seorang sakit demam, maupun
  sakit kepala mempunyai gejala yang sama yakni sakit pada bagian kepala, yang
  membedakan sakit pada bagian kepala terhadap kedua penyakit di atas adalah
  intensitas dan frekuensi serangan gejala tersebut dan gejala-gejala susulan yang
  menyerang pada kedua penyakit.
           Seorang dokter membutuhkan analisa yang tajam dalam menganalisa
  tingkat resiko suatu penyakit. Penerapan fuzzy inference system (fis) tsukamoto
  dalam menganalisa tingkat resiko penyakit sangat dibutuhkan untuk membantu
  para pekerja klinis dalam mengambil keputusan. Pada sistem ini, karakteristik dari
  data pasien akan dicocokkan dengan pengetahuan-pengetahuan yang ada pada
  basis pengetahuan.


1.2 Rumusan Masalah
           Bagaimana penerapan fuzzy inference system menggunakan metode
  tsukamoto dalam menganalisa tingkat resiko penyakit polip hidung melalui
  gejala-gejala yang dialami oleh si pasien?
1.3 Batasan Masalah

             Adapun batasan masalah yang akan dibahasan pada makalah ini
   adalah sebagai berikut:

   1.) Aplikasi Fuzzy Inference System menggunakan metode Tsukamoto
   2.) Gejala-Gejala yang dibahas pada hanya hidung tersumbat/buntu dan
      hidung mimisan


1.4 Tujuan
  Adapun tujuannya adalah:
  1.) Mengimplementasikan fuzzy inference sistem dengan metode Tsukamoto,
     dalam menganalisa tingkat resiko penyakit polip hidung melalui gejala-
     gejala yang dialami oleh si pasien
  2.) Selain itu, diharapkan dapat membantu para dokter dan pekerja medis
     dalam mengidentifikasi penyakit pasiennya berdasarkan gejala-gejala yang
     diberikan oleh si pasien.
BAB II
                                KAJIAN PUSTAKA


2.1 Polip Hidung
2.1.1   Anatomi fisiologi
                Menurut Drs.H.Syaifuddin hidung atau naso atau nasal merupakan
        saluran udara yang pertama,mempunyai dua lubang (kavum nasi),
        dipisahkan oleh sekat hidung (septum nasi). Di dalamnya terdapat bulu-
        bulu yang berguna untuk menyaring udara, debu dan kotoran yang masuk
        ke dalam lubang hidung. Bagian-bagian dari hidung adalah sebagai
        berikut:
        a.   Bagian luar dinding terdiri dari kulit.
        b.   Lapisan tengah terdiri dari otot-otot dan tulang rawan.
        c.   Lapisan dalam terdiri dari selaput lendir yang berlipat lipat yang
             dinamakan karang hidung (konka nasalis),yang berjumlah 3 buah:
             1. Konka nasalis inferior (karang hidung bagian bawah)
             2. Konka nasalis media (karang hidung bagian tengah)
             3. Konka nasalis superior (karang hidung bagian atas)


2.1.2   Definisi
   1. Definisi Hidung menurut Syaifuddin
        Hidung adalah saluran udara yang pertama mempunyai dua lubang
        (kavum     nasi),    dipisahkan    oleh    sekat   hidung      (septum   nasi)
        (Syaifuddin,2006).
   2. Definisi Polip menurut Subhan
        Polip adalah masa lunak, berwarna putih atau keabu-abuan (Subhan,
        S.Kep.,2003).
   3. Definisi polip hidung Subhan
        Polip hidung adalah kelainan mukosa hidung dan sinus paranasal terutama
        kompleks osteomeatal (KOM) di meatus nasi medius berupa massa lunak
        yang bertangkai, bentuk bulat atau lonjong, berwarna putih keabu-abuan.
Permukaannya licin dan agak bening karena banyak mengandung
        cairan.Sering bilateral dan multipe


2.1.3   Gejala Klinis
        1) Hidung tersumbat/buntu
        2) Hidung mimisan


2.2 Himpunan Fuzzy (Fuzzy Set)
             Himpunan fuzzy (fuzzy set) adalah sekumpulan obyek x dimana
    masing-masing obyek memiliki nilai keanggotaan (membership function) “µ”
    atau disebut juga dengan nilai kebenaran. Jika X adalah sekumpulan obyek
    dan anggotanya dinyatakan dengan x maka himpunan fuzzy dari A di dalam
    X adalah himpunan dengan sepasang anggota atau dapat dinyatakan dengan
    (Kusumadewi, 2004).
                                                                       (2.1)


    Keanggotaan Fuzzy
    Pada himpunan tegas (crisp), nilai keanggotaan suatu item x dalam suatu
    himpunan A, yang sering ditulis dengan µA[x], memiliki 2 kemungkinan,
    yaitu:
        1. satu (1), yang berarti bahwa suatu item menjadi anggota dalam suatu
             himpunan, atau
        2. nol (0), yang berarti bahwa suatu item tidak menjadi anggota dalam
             suatu himpunan.


   Himpunan fuzzy memiliki 2 atribut, yaitu :
        1.   Linguistik, yaitu penamaan suatu grup yang mewakili suatu keadaan
             atau kondisi tertentu dengan menggunakan bahasa alami, seperti :
             MUDA, PAROBAYA, TUA.
        2.   Numeris, yaitu suatu nilai atau angka yang menunjukkan ukuran dari
             suatu variabel seperti: 25, 40, 50 dsb.
Ada beberapa hal yang perlu diketahui dalam memahami sistem fuzzy, yaitu :
    1. Variabel fuzzy
               Variabel fuzzy merupakan variabel yang hendak dibahas
       dalam suatu sistem fuzzy. Contoh: umur, temperatur, permintaan, dan
       lain-lain.
    2. Himpunan fuzzy
               Himpunan fuzzy merupakan suatu grup yang memiliki suatu
       kondisi atau keadaan tertentu dalam suatu variabel fuzzy.
       Contoh:
       Variabel temperatur terbagi menjadi 5 himpunan fuzzy, yaitu:
       DINGIN, SEJUK, NORMAL, HANGAT dan PANAS.




    3. Semesta Pembicaraan
                 Semesta   pembicaraan   adalah    keseluruhan     nilai   yang
       diperbolehkan untuk dioperasikan dalam suatu variabel fuzzy.
       Semesta pembicaraan merupakan himpunan bilangan real yang
       senantiasa naik (bertambah) secara monoton dari kiri ke kanan atau
       sebaliknya. Nilai semesta pembicaraan dapat berupa bilangan positif
       maupun negatif.
       Contoh semesta pembicaraan:
       a. Semesta pembicaraan untuk variabel umur: [0 +∞]
       b. Semesta pembicaraan untuk variabel temperatur: [0 40]
4. Domain
                   Domain himpunan fuzzy adalah keseluruhan nilai yang
          diizinkan dan boleh dioperasikan dalam suatu himpunan fuzzy.
          Semesti halnya semesta pembicaraan, domain merupakan himpunan
          bilangan real yang senantiasa naik (bertambah) secara monoton dari
          kiri ke kanan. Nilai domain dapat berupa bilangan positif maupun
          negatif. Contoh domain himpunan fuzzy:
              MUDA                  = [0 45]
              PABOBAYA              = [35 55]
              TUA                   = [45 +∞)
              DINGIN                = [0 20]
              SEJUK                 = [15 25]
              NORMAL                = [20 30]
              HANGAT                = [25 35]
              PANAS                 = [30 40]


2.3 Fungsi Keanggotaan
          Fungsi keanggotaan adalah suatu kurva yang menunjukkan pemetaan
   titik-titik input data kedalam nilai keanggotaannya (sering disebut derajat
   keanggotaan) yang memiliki interval 0 sampai 1. Ada dua cara
   mendefinisikan keanggotaan himpunan fuzzy, yaitu secara numeris dan
   fungsional. Definisi numeris menyatakan fungsi derajat keanggotaan sebagai
   vektor jumlah yang tergantung pada tingkat diskretisasi. Misalnya, jumlah
   elemen diskret dalam semesta pembicaraan.
          Definisi fungsional menyatakan derajat keanggotaan sebagai batasan
   ekspresi analitis yang dapat dihitung. Standar atau ukuran tertentu pada
   fungsi keanggotaan secara umum berdasar atas semesta X bilangan real.
   Fungsi keanggotaan fuzzy yang sering digunakan antara lain :
   1. Fungsi Keanggotaan Linier
   2. Fungsi Keanggotaan Segitiga
   3. Fungsi Keanggotaan Trapesium
4. Representasi Kurva Bahu


2.4 Operator Dasar Zadeh Untuk Operasi Himpuna Fuzzy
            Misalkan himpunan A dan B merupakan dua himpunan fuzzy pada
   semesta pembicaraan U dengan fungsi keangotaan µA(x) dan µB(x) untuk
   setiap x. X. Nilai keanggotaan sebagai hasil dari operasi himpunan A dan B
   disebut juga sebagai fire strength atau α-predikat.
   Adapun operasi-operasi dasar himpunan fuzzy terdiri dari :
   1. Penggabungan (Union).
   2. Irisan (Intersection).
   3. Ingkaran (Complement)


2.5 Logika Fuzzy
           Logika fuzzy yang pertama kali diperkenalkan oleh Lotfi A. Zadeh,
   memiliki derajat keanggotaan dalam rentang 0(nol) hingga 1(satu), berbeda
   dengan logika digital yang hanya memiliki dua nilai yaitu 1(satu) atau 0(nol).
   Logika fuzzy digunakan untuk menerjemahkan suatu besaran yang
   diekspresikan menggunakan bahasa (linguistic), misalkan besaran kecepatan
   laju kendaraan yang diekspresikan dengan pelan, agak cepat, cepat dan sangat
   cepat. Secara umum dalam sistem logika fuzzy terdapat empat buah elemen
   dasar, yaitu:
   1. Basis kaidah (rule base), yang berisi aturan-aturan secara linguistik yang
      bersumber dari para pakar;
   2. Suatu mekanisme pengambilan keputusan (inference engine), yang
      memperagakan bagaimana para pakar mengambil suatu keputusan dengan
      menerapkan pengetahuan (knowledge);
   3. Proses fuzzifikasi (fuzzification), yang mengubah besaran tegas (crisp)
      kebesaran fuzzy;
   4. Proses defuzzifikasi (defuzzification), yang mengubah besaran fuzzy hasil
      dari inference engine, menjadi besaran tegas (crisp).
2.6 Variabel Linguistik
               Variabel linguistik adalah variabel yang bernilai kata atau kalimat
    bukan angka. Alasan menggunakan kata atau kalimat dibandingkan angka
    karena peranan linguistic kurang spesifik dibandingkan angka, namun
    informasi yang dihasilkan jauh lebih informative. Variabel linguistik ini
    merupakan konsep penting dalam logika fuzzy dan memegang peranan
    penting dalam beberapa aplikasi. Suatu himpunan fuzzy dipandang sebagai
    suatu nilai linguistik dari suatu variabel linguistik. Sebagai contoh: Suatu
    himpunan fuzzy “rendah, agak rendah, ditengah” dipandang sebagai suatu
    nilai linguistic dari suatu variabel linguistik “Letak Telinga”.


2.7 Proses Logika Fuzzy
          Dalam implementasinya, sistem fuzzy terdiri dari 3 bagian, yaitu
    fuzzyfikasi, inferensi fuzzy, dan defuzzyfikasi (optional), yang dimaksud
    optional disini jika konklusinya sudah sesuai dengan yang diinginkan, maka
    tidak perlu dilakukan defuzzyfikasi, tetapi jika konklusinya belum memenuhi
    maka perlu dilakukan defuzzyfikasi.


       2.7.1 Fuzzyfikasi
                    Pada logika fuzzy terdapat proses fuzzyfikasi, yaitu proses
               pemetaan input ke himpunan fuzzy. Jika data-data input crisp, maka
               fuzzyfikasi dibutuhkan untuk memetakan input crisp tersebut pada
               nilai fuzzy yang bersesuaian yang akan dipergunakan sebagai
               variabel input sistem. Variabel input pada sistem ini adalah gejala-
               gejala penyakit. Sedangkan variabel output pada sistem adalah nama
               penyakit.


       2.7.2     Inferensi Fuzzy
                Fuzzy Inference System dengan Metode Tsukamoto
Sistem Inferensi Fuzzy (Fuzzy Inference System/FIS)
        disebut juga fuzzy inference engine adalah sistem yang dapat
        melakukan penalaran dengan prinsip serupa seperti manusia.
                 Input yang diberikan kepada FIS adalah berupa bilangan
        tertentu dan output yang dihasilkan juga harus berupa bilangan
        tertentu. Kaidah-kaidah dalam bahasa linguistik dapat digunakan
        sebagai input yang bersifat teliti harus dikonversikan terlebih
        dahulu, lalu melakukan penalaran berdasarkan kaidah-kaidah dan
        mengkonversi hasil penalaran tersebut menjadi output yang
        bersifat teliti.

                                 Kaidah-kaidah




Input    Fuzzyfikasi               Penalaran             Defusifikasi      output



                           Gambar 2.3 Proses dalam FIS


                 Pada Metode Tsukamoto, setiap konsekuen pada aturan
        yang berbentuk IF-Then harus direpresentasikan dengan suatu
        himpunan fuzzy dengan fungsi keanggotaan yang monoton.
        Sebagai hasilnya, output hasil inferensi dari tiap-tiap aturan
        diberikan secara tegas (crisp) berdasarkan α-predikat (fire
        strength). Hasil akhirnya diperoleh dengan menggunakan rata-rata
        terbobot (Jang, dkk., 1997) (Kusumadewi, 2003).
                 Misalkan ada 2 variabel input, Var-1 (x) dan Var-2 (y),
        serta 1 variabel output, Var-3 (z), dimana Var-1 terbagi atas 2
        himpunan yaitu A1 dan A2, Var-2 terbagi atas 2 himpunan B1 dan
        B2, dan Var-3 juga terbagi atas 2 himpunan yaitu C1 dan C2 (C1
        dan C2 HARUS MONOTON), ada 2 aturan yang digunakan, yaitu:
[R1] IF (x is A1) and (y is B2) THEN (z is C1) [R2] IF (x is A2)
       and (y is B1) THEN (z is C2)




Gambar 2.4. Inferensi dengan menggunakan Metode Tsukamoto


    Penalaran Monoton
    Metode penalaran monoton digunakan sebagai dasar untuk teknik
    implikasi fuzzy. Meskipun penalaran ini sudah jarang sekali
    digunakan, namun terkadang masih digunakan untuk penskalaan
    fuzzy. Jika 2 daerah fuzzy direlasikan dengan implikasi sederhana
    sebagai berikut:
               IF x is A THEN y is B
    Fungsi Transfer:
               Y = f((x,A),B)
    Maka sistem fuzzy dapat berjalan tanpa harus melalui komposisi dan
    dekomposisi fuzzy. Nilai output dapat diestimasi secara langsung dari
    nilai keanggotaan yang berhubungan dengan antesedennya.
BAB III
                             PEMBAHASAN


3.1 Proses Fuzzyfikasi Penyakit Polip Hidung
                Pada proses fuzzyfikasi nilai numerik akan diubah menjadi
    variabel linguistik yang memiliki nilai linguistik. Nilai linguistik ini
    nantinya akan digunakan pada proses inferensi. Untuk memperoleh derajat
    keanggotaan dari nilai linguistik pada masing-masing input sistem
    menggunakan fungsi keanggotaan sebagai berikut :


           Derajat keanggotaan dari nilai linguistik variabel input




           Gambar 3.1.1. Grafik Fungsi Derajat Keanggotaan




μ ringan(x) =




μ sedang(x) =




μ tinggi(x) =
3.2 Inferensi
           Pada proses inferensi terdapat aturan-aturan untuk mengontrol
    inputan yang berupa variabel linguistik. Metode inferensi yang digunakan
    ini menggunakan metode max-min inferensia. Langkah pertama yang
    dilakukan adalah mencari nilai miu (µ) dari hasil proses fuzzyfikasi.
    Pencarian ini dilakukan terus sampai semua rules mendapatkan nilai miu-
    nya.
           Misal inputan data Hidung buntu : 8 dan Hidung mimisan : 4.
    Maka derajat keanggotaannya sebagai berikut:
           hidung buntu : 8
           µ ringan(x) = 0, µ sedang(x) = 0,25 dan µ tinggi(x) = 0,25
           hidung mimisan : 4
           µ ringan(x) = 0,5 , µ sedang(x) = 0,25 dan µ tinggi(x) = 0
           Dari hasil perhitungan masing-masing miu diatas kita mendapatkan
    rule [R] yang tepat sehingga kita bisa mendapatkan hasil diagnosis sesuai
    dengan rule tersebut. Berikut ini adalah beberapa aturan- aturan atau rule
    yang digunakan :
    [R1] If Hidung Buntu = Sedang, Mimisan = Sedang Then Polip Hidung
    [R2] If Hidung Buntu = Sedang, Mimisan = Tinggi Then Polip Hidung
    [R3] If Hidung Buntu = Sedang, Mimisan = Ringan Then Polip Hidung
    [R4] If Hidung Buntu = Ringan, Mimisan = Ringan Then Polip Hidung
    [R5] If Hidung Buntu = Ringan, Mimisan = Sedang Then Polip Hidung
    [R6] If Hidung Buntu = Ringan, Mimisan = Tinggi Then Polip Hidung
    [R7] If Hidung Buntu = Tinggi, Mimisan = Ringan Then Polip Hidung
    [R8] If Hidung Buntu = Tinggi, Mimisan = Sedang Then Polip Hidung
    [R9] If Hidung Buntu = Tinggi, Mimisan = Tinggi Then Polip Hidung


 3.3 Proses Penentuan Output Crisp
                Setelah diperoleh kesimpulan dari proses inferensi maka akan
       digunakan rata-rata terbobot untuk mengubah nilai dari variable
linguistic ke nilai numeric, proses yang dipakai dalam hal ini adalah
dengan menggunakan metode Tsukamoto, setiap konsekuen pada suatu
himpunan fuzzy dengan fungsi keanggotaan yang monoton. Sebagai
hasilnya, output hasil inferensi dari tiap-tiap aturan diberikan secara
tegas ( crisp ) berdasarkan α-predikat (fire strength). Hasil akhirnya
diperoleh dengan menggunakan rata-rata terbobot :
    Z=

Sekarang kita mencari nilai Z untuk setiap aturan dengan menggunakan
fungsi MIN pada aplikasi fungsi implikasinya:
  ringan[3] =

           =

           =1

  sedang[3] =

           =

           = 0,5
  tinggi[8] =

           =

           = 0,25


[R1] If Hidung Buntu = Sedang, Mimisan = Sedang Then Polip Hidung
    α – predikat1 = Hb sedang           M sedang
                    = min( Hb sedang[3]        M sedang[3])
                    = min(0,5 ; 0,5)
                    = 0,5 dengan z1 = 3
[R2] If Hidung Buntu = Sedang, Mimisan = Tinggi Then Polip Hidung
    α – predikat1 = Hb sedang           M tinggi
                    = min( Hb sedang[3]        M tinggi[8])
                    = min(0,5 ; 0,25)
                    = 0,25 dengan z2 = 8
[R3] If Hidung Buntu = Sedang, Mimisan = Ringan Then Polip Hidung
    α – predikat1 = Hb sedang         M ringan
                  = min( Hb sedang[3]        M ringan [3])
                  = min(0,5 ; 1)
                  = 0,5 dengan z3 = 3
[R4] If Hidung Buntu = Ringan, Mimisan = Ringan Then Polip Hidung
    α – predikat1 = Hb ringan         M ringan
                  = min( Hb ringan[3]        M ringan[3])
                  = min(1 ; 1)
                  = 1 dengan z4 = 3
[R5] If Hidung Buntu = Ringan, Mimisan = Sedang Then Polip Hidung
    α – predikat1 = Hb ringan         M sedang
                  = min( Hb sedang[3]        M sedang[3])
                  = min(1 ; 0,5)
                  = 0,5 dengan z5 = 3
[R6] If Hidung Buntu = Ringan, Mimisan = Tinggi Then Polip Hidung
    α – predikat1 = Hb ringan         M tinggi
                  = min( Hb ringan[3]        M ringan[8])
                  = min(1 ; 0,25)
                  = 0,25 dengan z6 = 8
[R7] If Hidung Buntu = Tinggi, Mimisan = Ringan Then Polip Hidung
    α – predikat1 = Hb tinggi         M ringan
                  = min( Hb tinggi[8]       M ringan[3])
                  = min(0,25 ; 1)
                  = 0,25 dengan z7 = 8
[R8] If Hidung Buntu = Tinggi, Mimisan = Sedang Then Polip Hidung
    α – predikat1 = Hb tinggi         M sedang
                  = min( Hb tinggi[8]       M sedang[3])
                  = min(0,25 ; 0,5)
                  = 0,25 dengan z8 = 8
[R9] If Hidung Buntu = Tinggi, Mimisan = Tinggi Then Polip Hidung
α – predikat1 = Hb tinggi     M tinggi
                      = min( Hb tinggi[8]     M tinggi[8])
                      = min(0,25 ; 0,25)
                      = 0,25 dengan z9 = 8
    Dari perhitungan diatas maka kita dapat menghitung rata-rata
    terbobotnya:
    Z=

=

=

=

= 4,6667
    Dari perhitungan diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pasien
    dengan input data hidung buntu 8 dan mimisan 4 menderita penyakit
    polip hidung.
BAB IV
                         KESIMPULAN DAN SARAN


4.1 Kesimpulan
            Berdasarkan analisa dan pembahasan yang telah dilakukan, maka
   dapat disimpulkan bahwa:
   1. Logika fuzzy dapat bermanfaat karena merupakan sebuah cara yang
        efektif dan akurat untuk mendeskripsikan persepsi manusia terhadap
        persoalan pengambilan keputusan.
   2. Fuzzy merupakan representasi suatu pengetahuan yang dikonstruksikan
        dengan if-then rules.
   3. Pada metode Tsukamoto, setiap konsekuen pada aturan yang berbentuk if-
        then harus direpresentasikan dengan suatu himpunan fuzzy dengan fungsi
        keanggotaan yang monoton.


4.2 Saran
              Adapun saran untuk perbaikan kedepannya adalah sebagai berikut:
   1.   Masih terbuka untuk penelitian lanjutan dengan menggunakan metode
        inferensi selain Tsukamoto.
   2.   Untuk mendapatkan keputusan yang lebih akurat lagi, maka perlu
        ditambahkan beberapa input gejala lainnya yang dapat menyebab kan
        polip hidung itu sendiri.
   3.   Untuk pengembangan selanjutnya dapat dilakukan penganalisisan
        penyakit dalam lainnya.
   4.   Untuk mempermudah kita dalam mengambil keputusan maka perlu
        dibuatkan program aplikasinya.
DAFTAR PUSTAKA


Hellmann, Martin, 2001, “Fuzzy Logic Introduction”.
Kusumadewi, Sri., Purnomo, Hari. 2004. “Aplikasi Logika Fuzzy Untuk
     Pendukumg Keputusan”.Graha Ilmu:jakarta.
Klir, G.J., Yuan, B. 1995. “Fuzzy Sets and Fuzzy Relation: Theory and
     Applications”, New Jersey:Prentice Hall.
Soepardi, Efiaty Arsyad dkk. 2007. “Buku Ajar Ilmu Kedokteran Telinga Hidung
     Tenggorok    Kepala    &    Leher”.   Edisi      keenam.   Jakarta:   FKUI.
SEMINAR MATEMATIKA


   PENERAPAN FUZZY INFERENCE SYSTEM (FIS)
TSUKAMOTO DALAM MENGANALISA TINGKAT RESIKO
            PENYAKIT POLIP HIDUNG




                    Disusun Oleh:
   NAMA                : NIA PERMATASARI
   NIM                 : 09221043
   PROGRAM STUDI       : MATEMATIKA
   DOSEN PEMBIMBING : GUSMELIA TESTIANA, M. Kom
   DOSEN PENGAMPU      : AGUSTIANY DUMEVA PUTRI, M.Si




          PROGRAM STUDI MATEMATIKA
             JURUSAN TADRIS MIPA
    FAKULTAS TARBIYAH IAIN RADEN FATAH
                   PALEMBANG
                        2012
LEMBAR BIMBINGAN


Nama               : Nia Permatasari
NIM                : 09 221 043
Judul Seminar      : Penerapan Fuzzy Inference System (Fis) Tsukamoto
                  Dalam     Mendiagnosa        Jenis   Penyakit   Dalam     Yang
                  Mengganggu Alat Pernapasan Pada Manusia Melalui
                  Gejala-Gejala Yang Ditimbulkannya
Dosen Pembimbing : Gusmelia Testiana, M. Kom


      Tanggal                     Konsultasi                        Paraf




                                               Pengampuh Mata Kuliah




                                          Agustiany Dumeva Putri, M.Si

More Related Content

What's hot

Analisis dan desain sistem informasi
Analisis dan desain sistem informasiAnalisis dan desain sistem informasi
Analisis dan desain sistem informasiNurdin Al-Azies
 
Bab 11 citra biner
Bab 11 citra binerBab 11 citra biner
Bab 11 citra biner
Syafrizal
 
Analisa dan Desain Sistem Informasi (ADSI) Pertemuan 1
Analisa dan Desain Sistem Informasi (ADSI) Pertemuan 1Analisa dan Desain Sistem Informasi (ADSI) Pertemuan 1
Analisa dan Desain Sistem Informasi (ADSI) Pertemuan 1Muhammad Alfan Samsudin
 
Bab 5 penyederhanaan fungsi boolean
Bab 5 penyederhanaan fungsi booleanBab 5 penyederhanaan fungsi boolean
Bab 5 penyederhanaan fungsi booleanCliquerz Javaneze
 
Teori bahasa-dan-otomata
Teori bahasa-dan-otomataTeori bahasa-dan-otomata
Teori bahasa-dan-otomata
Banta Cut
 
Interaksi manusia dan komputer
Interaksi manusia dan komputerInteraksi manusia dan komputer
Interaksi manusia dan komputer
Miftahul Khair N
 
Materi 3 Finite State Automata
Materi 3   Finite State AutomataMateri 3   Finite State Automata
Materi 3 Finite State Automata
ahmad haidaroh
 
Tugas RPL SRS Erwan
Tugas RPL SRS ErwanTugas RPL SRS Erwan
Tugas RPL SRS Erwan
Erwan Nur Arief
 
Materi pengantar sistem informasi bab 3
Materi pengantar sistem informasi bab 3Materi pengantar sistem informasi bab 3
Materi pengantar sistem informasi bab 3belong to me
 
Analisis Semantik - P 6 Teknik Kompilasi
Analisis Semantik - P 6 Teknik KompilasiAnalisis Semantik - P 6 Teknik Kompilasi
Analisis Semantik - P 6 Teknik Kompilasi
ahmad haidaroh
 
Pengantar Mobile Security
Pengantar Mobile Security Pengantar Mobile Security
Pengantar Mobile Security
zakiakhmad
 
Dokumen srs -_sistem_informasi_koperasi
Dokumen srs -_sistem_informasi_koperasiDokumen srs -_sistem_informasi_koperasi
Dokumen srs -_sistem_informasi_koperasi
fachrizal lianso
 
Tugas imk hta
Tugas imk htaTugas imk hta
Tugas imk hta
Ismi Islamia
 
Prosessor SAP 1
Prosessor SAP 1Prosessor SAP 1
Prosessor SAP 1
Rakhmi Khalida, M.M.S.I
 
Manajemen proyek TI
Manajemen proyek TIManajemen proyek TI
Manajemen proyek TI
idrissss dddd
 
Bab 7 integrasi numerik
Bab 7 integrasi numerikBab 7 integrasi numerik
Bab 7 integrasi numerik
Kelinci Coklat
 
Imk 1 pendahuluan
Imk 1   pendahuluanImk 1   pendahuluan
Imk 1 pendahuluan
Na Elyna Fazriyati
 
Konsep proses dan penjadwalan
Konsep proses dan penjadwalanKonsep proses dan penjadwalan
Konsep proses dan penjadwalanDickdick Maulana
 
Etika Profesi Seorang Game UX Designer di Agate Studio
Etika Profesi Seorang Game UX Designer di Agate StudioEtika Profesi Seorang Game UX Designer di Agate Studio
Etika Profesi Seorang Game UX Designer di Agate Studio
AtthiyyaAgustian
 

What's hot (20)

Analisis dan desain sistem informasi
Analisis dan desain sistem informasiAnalisis dan desain sistem informasi
Analisis dan desain sistem informasi
 
Graf 2
Graf 2Graf 2
Graf 2
 
Bab 11 citra biner
Bab 11 citra binerBab 11 citra biner
Bab 11 citra biner
 
Analisa dan Desain Sistem Informasi (ADSI) Pertemuan 1
Analisa dan Desain Sistem Informasi (ADSI) Pertemuan 1Analisa dan Desain Sistem Informasi (ADSI) Pertemuan 1
Analisa dan Desain Sistem Informasi (ADSI) Pertemuan 1
 
Bab 5 penyederhanaan fungsi boolean
Bab 5 penyederhanaan fungsi booleanBab 5 penyederhanaan fungsi boolean
Bab 5 penyederhanaan fungsi boolean
 
Teori bahasa-dan-otomata
Teori bahasa-dan-otomataTeori bahasa-dan-otomata
Teori bahasa-dan-otomata
 
Interaksi manusia dan komputer
Interaksi manusia dan komputerInteraksi manusia dan komputer
Interaksi manusia dan komputer
 
Materi 3 Finite State Automata
Materi 3   Finite State AutomataMateri 3   Finite State Automata
Materi 3 Finite State Automata
 
Tugas RPL SRS Erwan
Tugas RPL SRS ErwanTugas RPL SRS Erwan
Tugas RPL SRS Erwan
 
Materi pengantar sistem informasi bab 3
Materi pengantar sistem informasi bab 3Materi pengantar sistem informasi bab 3
Materi pengantar sistem informasi bab 3
 
Analisis Semantik - P 6 Teknik Kompilasi
Analisis Semantik - P 6 Teknik KompilasiAnalisis Semantik - P 6 Teknik Kompilasi
Analisis Semantik - P 6 Teknik Kompilasi
 
Pengantar Mobile Security
Pengantar Mobile Security Pengantar Mobile Security
Pengantar Mobile Security
 
Dokumen srs -_sistem_informasi_koperasi
Dokumen srs -_sistem_informasi_koperasiDokumen srs -_sistem_informasi_koperasi
Dokumen srs -_sistem_informasi_koperasi
 
Tugas imk hta
Tugas imk htaTugas imk hta
Tugas imk hta
 
Prosessor SAP 1
Prosessor SAP 1Prosessor SAP 1
Prosessor SAP 1
 
Manajemen proyek TI
Manajemen proyek TIManajemen proyek TI
Manajemen proyek TI
 
Bab 7 integrasi numerik
Bab 7 integrasi numerikBab 7 integrasi numerik
Bab 7 integrasi numerik
 
Imk 1 pendahuluan
Imk 1   pendahuluanImk 1   pendahuluan
Imk 1 pendahuluan
 
Konsep proses dan penjadwalan
Konsep proses dan penjadwalanKonsep proses dan penjadwalan
Konsep proses dan penjadwalan
 
Etika Profesi Seorang Game UX Designer di Agate Studio
Etika Profesi Seorang Game UX Designer di Agate StudioEtika Profesi Seorang Game UX Designer di Agate Studio
Etika Profesi Seorang Game UX Designer di Agate Studio
 

Similar to Penerapan fuzzy inference system (fis) tsukamoto dalam menganalisa tingkat resiko penyakit polip hidung

Askep otitis media akut 2222222222 AKPER PEMDA MUN
Askep otitis media akut 2222222222 AKPER PEMDA MUNAskep otitis media akut 2222222222 AKPER PEMDA MUN
Askep otitis media akut 2222222222 AKPER PEMDA MUNOperator Warnet Vast Raha
 
oma (otitis media akut)
oma (otitis media akut)oma (otitis media akut)
oma (otitis media akut)Riedha Poenya
 
Otitis media supuratif akut ok
Otitis media supuratif akut okOtitis media supuratif akut ok
Otitis media supuratif akut okpaktotok
 
Jurnal keperawatan medikal bedah KABUPATEN MUNA
Jurnal  keperawatan medikal bedah  KABUPATEN MUNA Jurnal  keperawatan medikal bedah  KABUPATEN MUNA
Jurnal keperawatan medikal bedah KABUPATEN MUNA
Operator Warnet Vast Raha
 
Jurnal keperawatan medikal bedah
Jurnal  keperawatan medikal bedahJurnal  keperawatan medikal bedah
Jurnal keperawatan medikal bedah
Operator Warnet Vast Raha
 
Blok xii pbl 3.2 cover + pengantar + latar blkg + skenario + notulen hari i +...
Blok xii pbl 3.2 cover + pengantar + latar blkg + skenario + notulen hari i +...Blok xii pbl 3.2 cover + pengantar + latar blkg + skenario + notulen hari i +...
Blok xii pbl 3.2 cover + pengantar + latar blkg + skenario + notulen hari i +...
Devina Ciayadi
 
OMA OMSK
OMA OMSKOMA OMSK
Kelainan dan penyakit pada sistem pernapasan manusia 2
Kelainan dan penyakit pada sistem pernapasan manusia 2Kelainan dan penyakit pada sistem pernapasan manusia 2
Kelainan dan penyakit pada sistem pernapasan manusia 2
Photo Setudio Planet solo grand mall
 
pilek
pilekpilek
pilek
Baim Muach
 
OMA & OMSK
OMA & OMSKOMA & OMSK
Modul batuk
Modul batuk Modul batuk
Modul batuk
Aulia Amani
 

Similar to Penerapan fuzzy inference system (fis) tsukamoto dalam menganalisa tingkat resiko penyakit polip hidung (20)

Askep pada pasien ringitis AKPER PEMKAB MUNA
Askep pada pasien ringitis AKPER PEMKAB MUNA Askep pada pasien ringitis AKPER PEMKAB MUNA
Askep pada pasien ringitis AKPER PEMKAB MUNA
 
Askep pada paisen ringitis AKPER PEMKAB MUNA
Askep pada paisen ringitis AKPER PEMKAB MUNA Askep pada paisen ringitis AKPER PEMKAB MUNA
Askep pada paisen ringitis AKPER PEMKAB MUNA
 
Askep pada paisen ringitis
Askep pada paisen ringitisAskep pada paisen ringitis
Askep pada paisen ringitis
 
Askep pada pasien ringitis
Askep pada pasien ringitisAskep pada pasien ringitis
Askep pada pasien ringitis
 
Askep pada paisen ringitis
Askep pada paisen ringitisAskep pada paisen ringitis
Askep pada paisen ringitis
 
Askep pada pasien ringitis
Askep pada pasien ringitisAskep pada pasien ringitis
Askep pada pasien ringitis
 
Askep otitis media akut 2222222222 AKPER PEMDA MUN
Askep otitis media akut 2222222222 AKPER PEMDA MUNAskep otitis media akut 2222222222 AKPER PEMDA MUN
Askep otitis media akut 2222222222 AKPER PEMDA MUN
 
oma (otitis media akut)
oma (otitis media akut)oma (otitis media akut)
oma (otitis media akut)
 
Satuan acara penyuluha1 tbc
Satuan acara penyuluha1 tbcSatuan acara penyuluha1 tbc
Satuan acara penyuluha1 tbc
 
Otitis media supuratif akut ok
Otitis media supuratif akut okOtitis media supuratif akut ok
Otitis media supuratif akut ok
 
Jurnal keperawatan medikal bedah KABUPATEN MUNA
Jurnal  keperawatan medikal bedah  KABUPATEN MUNA Jurnal  keperawatan medikal bedah  KABUPATEN MUNA
Jurnal keperawatan medikal bedah KABUPATEN MUNA
 
Jurnal keperawatan medikal bedah
Jurnal  keperawatan medikal bedahJurnal  keperawatan medikal bedah
Jurnal keperawatan medikal bedah
 
Blok xii pbl 3.2 cover + pengantar + latar blkg + skenario + notulen hari i +...
Blok xii pbl 3.2 cover + pengantar + latar blkg + skenario + notulen hari i +...Blok xii pbl 3.2 cover + pengantar + latar blkg + skenario + notulen hari i +...
Blok xii pbl 3.2 cover + pengantar + latar blkg + skenario + notulen hari i +...
 
Tugas ipa kelompok 3
Tugas ipa kelompok 3Tugas ipa kelompok 3
Tugas ipa kelompok 3
 
OMA OMSK
OMA OMSKOMA OMSK
OMA OMSK
 
Saad asma AKPER PEMKAB MUNA
Saad asma AKPER PEMKAB MUNA Saad asma AKPER PEMKAB MUNA
Saad asma AKPER PEMKAB MUNA
 
Kelainan dan penyakit pada sistem pernapasan manusia 2
Kelainan dan penyakit pada sistem pernapasan manusia 2Kelainan dan penyakit pada sistem pernapasan manusia 2
Kelainan dan penyakit pada sistem pernapasan manusia 2
 
pilek
pilekpilek
pilek
 
OMA & OMSK
OMA & OMSKOMA & OMSK
OMA & OMSK
 
Modul batuk
Modul batuk Modul batuk
Modul batuk
 

More from BAIDILAH Baidilah

Determinan hasil dekomposisi dengan cara crout pada matriks bujur sangkar
Determinan  hasil dekomposisi dengan cara crout pada matriks bujur sangkarDeterminan  hasil dekomposisi dengan cara crout pada matriks bujur sangkar
Determinan hasil dekomposisi dengan cara crout pada matriks bujur sangkarBAIDILAH Baidilah
 
Analisis varian satu jalan krukal wallis
Analisis varian satu jalan krukal wallisAnalisis varian satu jalan krukal wallis
Analisis varian satu jalan krukal wallisBAIDILAH Baidilah
 
Penerapan sifat kelinearan sigma untuk menentukan rumus jumlah bilangan asli ...
Penerapan sifat kelinearan sigma untuk menentukan rumus jumlah bilangan asli ...Penerapan sifat kelinearan sigma untuk menentukan rumus jumlah bilangan asli ...
Penerapan sifat kelinearan sigma untuk menentukan rumus jumlah bilangan asli ...BAIDILAH Baidilah
 
Penyelesaian sistem persamaan linear dengan metode iterasi gauss seidel
Penyelesaian sistem persamaan linear dengan metode iterasi gauss seidelPenyelesaian sistem persamaan linear dengan metode iterasi gauss seidel
Penyelesaian sistem persamaan linear dengan metode iterasi gauss seidelBAIDILAH Baidilah
 
Program perhitungan zakat dengan
Program perhitungan zakat denganProgram perhitungan zakat dengan
Program perhitungan zakat denganBAIDILAH Baidilah
 
Keajaiban angka dalam al qur’an
Keajaiban angka dalam al qur’anKeajaiban angka dalam al qur’an
Keajaiban angka dalam al qur’anBAIDILAH Baidilah
 
Menentukan sistem persamaan linier dalam bentuk sistem konsisten dan inkonsisten
Menentukan sistem persamaan linier dalam bentuk sistem konsisten dan inkonsistenMenentukan sistem persamaan linier dalam bentuk sistem konsisten dan inkonsisten
Menentukan sistem persamaan linier dalam bentuk sistem konsisten dan inkonsistenBAIDILAH Baidilah
 
Determinan matriks hasil dekomposisi
Determinan matriks hasil dekomposisiDeterminan matriks hasil dekomposisi
Determinan matriks hasil dekomposisiBAIDILAH Baidilah
 
Aplikasi algoritma fruend dalam turnamen round robin
Aplikasi algoritma fruend dalam turnamen round robinAplikasi algoritma fruend dalam turnamen round robin
Aplikasi algoritma fruend dalam turnamen round robinBAIDILAH Baidilah
 
Penggunaan skala untuk menentukan waktu tempuh
Penggunaan skala untuk menentukan waktu tempuhPenggunaan skala untuk menentukan waktu tempuh
Penggunaan skala untuk menentukan waktu tempuhBAIDILAH Baidilah
 
Menyederhanakan fungsi boolean dengan menggunakan metode quin1
Menyederhanakan fungsi boolean dengan menggunakan metode quin1Menyederhanakan fungsi boolean dengan menggunakan metode quin1
Menyederhanakan fungsi boolean dengan menggunakan metode quin1BAIDILAH Baidilah
 
Menyederhanakan fungsi boolean dengan menggunakan metode quin1
Menyederhanakan fungsi boolean dengan menggunakan metode quin1Menyederhanakan fungsi boolean dengan menggunakan metode quin1
Menyederhanakan fungsi boolean dengan menggunakan metode quin1BAIDILAH Baidilah
 
Daftar hadir ujian_seminar_proposal
Daftar hadir ujian_seminar_proposalDaftar hadir ujian_seminar_proposal
Daftar hadir ujian_seminar_proposalBAIDILAH Baidilah
 
Berita acara seminar_proposal_skripsi
Berita acara seminar_proposal_skripsiBerita acara seminar_proposal_skripsi
Berita acara seminar_proposal_skripsiBAIDILAH Baidilah
 
Daftar hadir tim_penguji_proposal
Daftar hadir tim_penguji_proposalDaftar hadir tim_penguji_proposal
Daftar hadir tim_penguji_proposalBAIDILAH Baidilah
 
Penilaian ujian seminar_proposal_skripsi
Penilaian ujian seminar_proposal_skripsiPenilaian ujian seminar_proposal_skripsi
Penilaian ujian seminar_proposal_skripsiBAIDILAH Baidilah
 
Surat undangan tim_penguji_seminar_proposal_skripsi
Surat undangan tim_penguji_seminar_proposal_skripsiSurat undangan tim_penguji_seminar_proposal_skripsi
Surat undangan tim_penguji_seminar_proposal_skripsiBAIDILAH Baidilah
 
Sop ujian seminar proposal tadris mipa iain rf
Sop ujian seminar proposal tadris mipa iain rfSop ujian seminar proposal tadris mipa iain rf
Sop ujian seminar proposal tadris mipa iain rfBAIDILAH Baidilah
 
Cover map-ujian-seminar-proposal
Cover map-ujian-seminar-proposalCover map-ujian-seminar-proposal
Cover map-ujian-seminar-proposalBAIDILAH Baidilah
 

More from BAIDILAH Baidilah (20)

Determinan hasil dekomposisi dengan cara crout pada matriks bujur sangkar
Determinan  hasil dekomposisi dengan cara crout pada matriks bujur sangkarDeterminan  hasil dekomposisi dengan cara crout pada matriks bujur sangkar
Determinan hasil dekomposisi dengan cara crout pada matriks bujur sangkar
 
Analisis varian satu jalan krukal wallis
Analisis varian satu jalan krukal wallisAnalisis varian satu jalan krukal wallis
Analisis varian satu jalan krukal wallis
 
Penerapan sifat kelinearan sigma untuk menentukan rumus jumlah bilangan asli ...
Penerapan sifat kelinearan sigma untuk menentukan rumus jumlah bilangan asli ...Penerapan sifat kelinearan sigma untuk menentukan rumus jumlah bilangan asli ...
Penerapan sifat kelinearan sigma untuk menentukan rumus jumlah bilangan asli ...
 
Penyelesaian sistem persamaan linear dengan metode iterasi gauss seidel
Penyelesaian sistem persamaan linear dengan metode iterasi gauss seidelPenyelesaian sistem persamaan linear dengan metode iterasi gauss seidel
Penyelesaian sistem persamaan linear dengan metode iterasi gauss seidel
 
Program perhitungan zakat dengan
Program perhitungan zakat denganProgram perhitungan zakat dengan
Program perhitungan zakat dengan
 
Keajaiban angka dalam al qur’an
Keajaiban angka dalam al qur’anKeajaiban angka dalam al qur’an
Keajaiban angka dalam al qur’an
 
Menentukan sistem persamaan linier dalam bentuk sistem konsisten dan inkonsisten
Menentukan sistem persamaan linier dalam bentuk sistem konsisten dan inkonsistenMenentukan sistem persamaan linier dalam bentuk sistem konsisten dan inkonsisten
Menentukan sistem persamaan linier dalam bentuk sistem konsisten dan inkonsisten
 
Determinan matriks hasil dekomposisi
Determinan matriks hasil dekomposisiDeterminan matriks hasil dekomposisi
Determinan matriks hasil dekomposisi
 
Aplikasi algoritma fruend dalam turnamen round robin
Aplikasi algoritma fruend dalam turnamen round robinAplikasi algoritma fruend dalam turnamen round robin
Aplikasi algoritma fruend dalam turnamen round robin
 
Penggunaan skala untuk menentukan waktu tempuh
Penggunaan skala untuk menentukan waktu tempuhPenggunaan skala untuk menentukan waktu tempuh
Penggunaan skala untuk menentukan waktu tempuh
 
Menyederhanakan fungsi boolean dengan menggunakan metode quin1
Menyederhanakan fungsi boolean dengan menggunakan metode quin1Menyederhanakan fungsi boolean dengan menggunakan metode quin1
Menyederhanakan fungsi boolean dengan menggunakan metode quin1
 
Menyederhanakan fungsi boolean dengan menggunakan metode quin1
Menyederhanakan fungsi boolean dengan menggunakan metode quin1Menyederhanakan fungsi boolean dengan menggunakan metode quin1
Menyederhanakan fungsi boolean dengan menggunakan metode quin1
 
Daftar hadir ujian_seminar_proposal
Daftar hadir ujian_seminar_proposalDaftar hadir ujian_seminar_proposal
Daftar hadir ujian_seminar_proposal
 
Berita acara seminar_proposal_skripsi
Berita acara seminar_proposal_skripsiBerita acara seminar_proposal_skripsi
Berita acara seminar_proposal_skripsi
 
Daftar hadir tim_penguji_proposal
Daftar hadir tim_penguji_proposalDaftar hadir tim_penguji_proposal
Daftar hadir tim_penguji_proposal
 
Penilaian ujian seminar_proposal_skripsi
Penilaian ujian seminar_proposal_skripsiPenilaian ujian seminar_proposal_skripsi
Penilaian ujian seminar_proposal_skripsi
 
Surat undangan tim_penguji_seminar_proposal_skripsi
Surat undangan tim_penguji_seminar_proposal_skripsiSurat undangan tim_penguji_seminar_proposal_skripsi
Surat undangan tim_penguji_seminar_proposal_skripsi
 
Sop ujian seminar proposal tadris mipa iain rf
Sop ujian seminar proposal tadris mipa iain rfSop ujian seminar proposal tadris mipa iain rf
Sop ujian seminar proposal tadris mipa iain rf
 
Cover map-ujian-seminar-proposal
Cover map-ujian-seminar-proposalCover map-ujian-seminar-proposal
Cover map-ujian-seminar-proposal
 
Bai
BaiBai
Bai
 

Penerapan fuzzy inference system (fis) tsukamoto dalam menganalisa tingkat resiko penyakit polip hidung

  • 1. PENERAPAN FUZZY INFERENCE SYSTEM (FIS) TSUKAMOTO DALAM MENGANALISA TINGKAT RESIKO PENYAKIT POLIP HIDUNG Nama : Nia Permatasari NIM : 09221043 Program Studi : Matematika Jurusan : Tadris MIPA Fakultas : Tarbiyah IAIN Raden Fatah Palembang Dosen Pembimbing : Gusmelia Testiana, M. Kom. Dosen Pengampu : Agustiany Dumeva Putri, M.Si. Abstrak Berbagai jenis penyakit dapat kita temukan didalam dunia kesehatan. Seorang dokter berperan sebagai seorang ahli yang menganalisa jenis dan tingkat resiko dari penyakit yang diderita oleh pasiennya. Adapun penganalisaan tersebut bisa berdasarkan gejala-gejala yang menjadi keluhan oleh pasien. Gejala merupakan suatu unsur penting dalam menentukan seorang pasien mengidap penyakit tertentu. Dalam kehidupan nyata, dokter akan menanyakan gejala-gejala pada pasiennya sebelum ia mendiagnosa jenis penyakit yang diderita oleh sang pasien. Ada beberapa gejala penyakit yang dianggap biasa karena gejala-gejalanya tidak terlalu dianggap berbahaya dan sering dialami oleh penderita penyakit biasa. Seperti pilek, hidung buntu dsb ini merupakan gejala penyakit flu biasa, namun jika frekuensinya sudah melebih kadar flu biasa, bisa jadi gejala-gejala ini menunjukan penyakit Polip Hidung yang cukup berbahaya bila tidak ditangani. Dalam mendiagnosa jenis penyakit dan menganalisa tingkat resiko penyakit tersebut , seorang dokter kan menganalisanya melalui gejala-gejala dan keluhan yang disampaikan oleh pasiennya. Namun untuk mendukung keputusan yang diambil oleh seorang dokter dalam mendiagnosa suatu penyakit, maka sangat dibutuhkan Fuzzy Inference System (FIS) Tsukomoto dalam memperkuat keputusan seorang dokter. Dengan logika fuzzy, proses diagnosa penyakit dalam dapat dianalisa dengan Fuzzy Inference System dengan metode Tsukamoto. Input yang dibutuhkan adalah gejala-gejala klinis yang dialami oeh pasien. Basis pengetahuan dibangun dengan menggunakan kaidah produksi (IF-THEN). α- predikat yang diperoleh pada setiap aturan fuzzy untuk setiap penyakit pada basis pengetahuan, kemudian dikomposisikan dengan menggunakan rata-rata terbobot. Hasil dari rata-rata terbobot ini merupakan output tingkat resiko peyakit polip hidung yang diderita oleh pasien. Kata kunci: Logika fuzzy, Fuzzy Inference System, Metode Tsukamoto
  • 2. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Beberapa gejala penyakit seperti hidung buntu, pilek, sakit kepala dan sering mimisan merupakan gejala-gejala penyakit flu biasa yang sering kita temukan. Namun, jika frekuensi atau tingkat rasa sakitnya sudah melebihi batas gejala flu biasa, maka dapat kita analisa apakah ini merupakan gejala penyakit polih hidung yang merupakan penyakit hidung lainnya dengan intensiatas gejala yang berbeda. Penyakit adalah sekumpulan informasi yang terdiri dari berbagai macam gejala-gejala yang terjadi pada makhluk hidup. Seorang dokter berperan sebagai pakar atau ahli dalam memberikan informasi kepada pasien mengenai penyakit yang dideritanya berdasarkan gejala-gejala yang dialami oleh si pasien. Penggunaan fuzzy ditujukan untuk membedakan nilai prosentase antara suatu gejala dengan penyakit lainnya. Misalnya seorang sakit demam, maupun sakit kepala mempunyai gejala yang sama yakni sakit pada bagian kepala, yang membedakan sakit pada bagian kepala terhadap kedua penyakit di atas adalah intensitas dan frekuensi serangan gejala tersebut dan gejala-gejala susulan yang menyerang pada kedua penyakit. Seorang dokter membutuhkan analisa yang tajam dalam menganalisa tingkat resiko suatu penyakit. Penerapan fuzzy inference system (fis) tsukamoto dalam menganalisa tingkat resiko penyakit sangat dibutuhkan untuk membantu para pekerja klinis dalam mengambil keputusan. Pada sistem ini, karakteristik dari data pasien akan dicocokkan dengan pengetahuan-pengetahuan yang ada pada basis pengetahuan. 1.2 Rumusan Masalah Bagaimana penerapan fuzzy inference system menggunakan metode tsukamoto dalam menganalisa tingkat resiko penyakit polip hidung melalui gejala-gejala yang dialami oleh si pasien?
  • 3. 1.3 Batasan Masalah Adapun batasan masalah yang akan dibahasan pada makalah ini adalah sebagai berikut: 1.) Aplikasi Fuzzy Inference System menggunakan metode Tsukamoto 2.) Gejala-Gejala yang dibahas pada hanya hidung tersumbat/buntu dan hidung mimisan 1.4 Tujuan Adapun tujuannya adalah: 1.) Mengimplementasikan fuzzy inference sistem dengan metode Tsukamoto, dalam menganalisa tingkat resiko penyakit polip hidung melalui gejala- gejala yang dialami oleh si pasien 2.) Selain itu, diharapkan dapat membantu para dokter dan pekerja medis dalam mengidentifikasi penyakit pasiennya berdasarkan gejala-gejala yang diberikan oleh si pasien.
  • 4. BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Polip Hidung 2.1.1 Anatomi fisiologi Menurut Drs.H.Syaifuddin hidung atau naso atau nasal merupakan saluran udara yang pertama,mempunyai dua lubang (kavum nasi), dipisahkan oleh sekat hidung (septum nasi). Di dalamnya terdapat bulu- bulu yang berguna untuk menyaring udara, debu dan kotoran yang masuk ke dalam lubang hidung. Bagian-bagian dari hidung adalah sebagai berikut: a. Bagian luar dinding terdiri dari kulit. b. Lapisan tengah terdiri dari otot-otot dan tulang rawan. c. Lapisan dalam terdiri dari selaput lendir yang berlipat lipat yang dinamakan karang hidung (konka nasalis),yang berjumlah 3 buah: 1. Konka nasalis inferior (karang hidung bagian bawah) 2. Konka nasalis media (karang hidung bagian tengah) 3. Konka nasalis superior (karang hidung bagian atas) 2.1.2 Definisi 1. Definisi Hidung menurut Syaifuddin Hidung adalah saluran udara yang pertama mempunyai dua lubang (kavum nasi), dipisahkan oleh sekat hidung (septum nasi) (Syaifuddin,2006). 2. Definisi Polip menurut Subhan Polip adalah masa lunak, berwarna putih atau keabu-abuan (Subhan, S.Kep.,2003). 3. Definisi polip hidung Subhan Polip hidung adalah kelainan mukosa hidung dan sinus paranasal terutama kompleks osteomeatal (KOM) di meatus nasi medius berupa massa lunak yang bertangkai, bentuk bulat atau lonjong, berwarna putih keabu-abuan.
  • 5. Permukaannya licin dan agak bening karena banyak mengandung cairan.Sering bilateral dan multipe 2.1.3 Gejala Klinis 1) Hidung tersumbat/buntu 2) Hidung mimisan 2.2 Himpunan Fuzzy (Fuzzy Set) Himpunan fuzzy (fuzzy set) adalah sekumpulan obyek x dimana masing-masing obyek memiliki nilai keanggotaan (membership function) “µ” atau disebut juga dengan nilai kebenaran. Jika X adalah sekumpulan obyek dan anggotanya dinyatakan dengan x maka himpunan fuzzy dari A di dalam X adalah himpunan dengan sepasang anggota atau dapat dinyatakan dengan (Kusumadewi, 2004). (2.1) Keanggotaan Fuzzy Pada himpunan tegas (crisp), nilai keanggotaan suatu item x dalam suatu himpunan A, yang sering ditulis dengan µA[x], memiliki 2 kemungkinan, yaitu: 1. satu (1), yang berarti bahwa suatu item menjadi anggota dalam suatu himpunan, atau 2. nol (0), yang berarti bahwa suatu item tidak menjadi anggota dalam suatu himpunan. Himpunan fuzzy memiliki 2 atribut, yaitu : 1. Linguistik, yaitu penamaan suatu grup yang mewakili suatu keadaan atau kondisi tertentu dengan menggunakan bahasa alami, seperti : MUDA, PAROBAYA, TUA. 2. Numeris, yaitu suatu nilai atau angka yang menunjukkan ukuran dari suatu variabel seperti: 25, 40, 50 dsb.
  • 6. Ada beberapa hal yang perlu diketahui dalam memahami sistem fuzzy, yaitu : 1. Variabel fuzzy Variabel fuzzy merupakan variabel yang hendak dibahas dalam suatu sistem fuzzy. Contoh: umur, temperatur, permintaan, dan lain-lain. 2. Himpunan fuzzy Himpunan fuzzy merupakan suatu grup yang memiliki suatu kondisi atau keadaan tertentu dalam suatu variabel fuzzy. Contoh: Variabel temperatur terbagi menjadi 5 himpunan fuzzy, yaitu: DINGIN, SEJUK, NORMAL, HANGAT dan PANAS. 3. Semesta Pembicaraan Semesta pembicaraan adalah keseluruhan nilai yang diperbolehkan untuk dioperasikan dalam suatu variabel fuzzy. Semesta pembicaraan merupakan himpunan bilangan real yang senantiasa naik (bertambah) secara monoton dari kiri ke kanan atau sebaliknya. Nilai semesta pembicaraan dapat berupa bilangan positif maupun negatif. Contoh semesta pembicaraan: a. Semesta pembicaraan untuk variabel umur: [0 +∞] b. Semesta pembicaraan untuk variabel temperatur: [0 40]
  • 7. 4. Domain Domain himpunan fuzzy adalah keseluruhan nilai yang diizinkan dan boleh dioperasikan dalam suatu himpunan fuzzy. Semesti halnya semesta pembicaraan, domain merupakan himpunan bilangan real yang senantiasa naik (bertambah) secara monoton dari kiri ke kanan. Nilai domain dapat berupa bilangan positif maupun negatif. Contoh domain himpunan fuzzy: MUDA = [0 45] PABOBAYA = [35 55] TUA = [45 +∞) DINGIN = [0 20] SEJUK = [15 25] NORMAL = [20 30] HANGAT = [25 35] PANAS = [30 40] 2.3 Fungsi Keanggotaan Fungsi keanggotaan adalah suatu kurva yang menunjukkan pemetaan titik-titik input data kedalam nilai keanggotaannya (sering disebut derajat keanggotaan) yang memiliki interval 0 sampai 1. Ada dua cara mendefinisikan keanggotaan himpunan fuzzy, yaitu secara numeris dan fungsional. Definisi numeris menyatakan fungsi derajat keanggotaan sebagai vektor jumlah yang tergantung pada tingkat diskretisasi. Misalnya, jumlah elemen diskret dalam semesta pembicaraan. Definisi fungsional menyatakan derajat keanggotaan sebagai batasan ekspresi analitis yang dapat dihitung. Standar atau ukuran tertentu pada fungsi keanggotaan secara umum berdasar atas semesta X bilangan real. Fungsi keanggotaan fuzzy yang sering digunakan antara lain : 1. Fungsi Keanggotaan Linier 2. Fungsi Keanggotaan Segitiga 3. Fungsi Keanggotaan Trapesium
  • 8. 4. Representasi Kurva Bahu 2.4 Operator Dasar Zadeh Untuk Operasi Himpuna Fuzzy Misalkan himpunan A dan B merupakan dua himpunan fuzzy pada semesta pembicaraan U dengan fungsi keangotaan µA(x) dan µB(x) untuk setiap x. X. Nilai keanggotaan sebagai hasil dari operasi himpunan A dan B disebut juga sebagai fire strength atau α-predikat. Adapun operasi-operasi dasar himpunan fuzzy terdiri dari : 1. Penggabungan (Union). 2. Irisan (Intersection). 3. Ingkaran (Complement) 2.5 Logika Fuzzy Logika fuzzy yang pertama kali diperkenalkan oleh Lotfi A. Zadeh, memiliki derajat keanggotaan dalam rentang 0(nol) hingga 1(satu), berbeda dengan logika digital yang hanya memiliki dua nilai yaitu 1(satu) atau 0(nol). Logika fuzzy digunakan untuk menerjemahkan suatu besaran yang diekspresikan menggunakan bahasa (linguistic), misalkan besaran kecepatan laju kendaraan yang diekspresikan dengan pelan, agak cepat, cepat dan sangat cepat. Secara umum dalam sistem logika fuzzy terdapat empat buah elemen dasar, yaitu: 1. Basis kaidah (rule base), yang berisi aturan-aturan secara linguistik yang bersumber dari para pakar; 2. Suatu mekanisme pengambilan keputusan (inference engine), yang memperagakan bagaimana para pakar mengambil suatu keputusan dengan menerapkan pengetahuan (knowledge); 3. Proses fuzzifikasi (fuzzification), yang mengubah besaran tegas (crisp) kebesaran fuzzy; 4. Proses defuzzifikasi (defuzzification), yang mengubah besaran fuzzy hasil dari inference engine, menjadi besaran tegas (crisp).
  • 9. 2.6 Variabel Linguistik Variabel linguistik adalah variabel yang bernilai kata atau kalimat bukan angka. Alasan menggunakan kata atau kalimat dibandingkan angka karena peranan linguistic kurang spesifik dibandingkan angka, namun informasi yang dihasilkan jauh lebih informative. Variabel linguistik ini merupakan konsep penting dalam logika fuzzy dan memegang peranan penting dalam beberapa aplikasi. Suatu himpunan fuzzy dipandang sebagai suatu nilai linguistik dari suatu variabel linguistik. Sebagai contoh: Suatu himpunan fuzzy “rendah, agak rendah, ditengah” dipandang sebagai suatu nilai linguistic dari suatu variabel linguistik “Letak Telinga”. 2.7 Proses Logika Fuzzy Dalam implementasinya, sistem fuzzy terdiri dari 3 bagian, yaitu fuzzyfikasi, inferensi fuzzy, dan defuzzyfikasi (optional), yang dimaksud optional disini jika konklusinya sudah sesuai dengan yang diinginkan, maka tidak perlu dilakukan defuzzyfikasi, tetapi jika konklusinya belum memenuhi maka perlu dilakukan defuzzyfikasi. 2.7.1 Fuzzyfikasi Pada logika fuzzy terdapat proses fuzzyfikasi, yaitu proses pemetaan input ke himpunan fuzzy. Jika data-data input crisp, maka fuzzyfikasi dibutuhkan untuk memetakan input crisp tersebut pada nilai fuzzy yang bersesuaian yang akan dipergunakan sebagai variabel input sistem. Variabel input pada sistem ini adalah gejala- gejala penyakit. Sedangkan variabel output pada sistem adalah nama penyakit. 2.7.2 Inferensi Fuzzy Fuzzy Inference System dengan Metode Tsukamoto
  • 10. Sistem Inferensi Fuzzy (Fuzzy Inference System/FIS) disebut juga fuzzy inference engine adalah sistem yang dapat melakukan penalaran dengan prinsip serupa seperti manusia. Input yang diberikan kepada FIS adalah berupa bilangan tertentu dan output yang dihasilkan juga harus berupa bilangan tertentu. Kaidah-kaidah dalam bahasa linguistik dapat digunakan sebagai input yang bersifat teliti harus dikonversikan terlebih dahulu, lalu melakukan penalaran berdasarkan kaidah-kaidah dan mengkonversi hasil penalaran tersebut menjadi output yang bersifat teliti. Kaidah-kaidah Input Fuzzyfikasi Penalaran Defusifikasi output Gambar 2.3 Proses dalam FIS Pada Metode Tsukamoto, setiap konsekuen pada aturan yang berbentuk IF-Then harus direpresentasikan dengan suatu himpunan fuzzy dengan fungsi keanggotaan yang monoton. Sebagai hasilnya, output hasil inferensi dari tiap-tiap aturan diberikan secara tegas (crisp) berdasarkan α-predikat (fire strength). Hasil akhirnya diperoleh dengan menggunakan rata-rata terbobot (Jang, dkk., 1997) (Kusumadewi, 2003). Misalkan ada 2 variabel input, Var-1 (x) dan Var-2 (y), serta 1 variabel output, Var-3 (z), dimana Var-1 terbagi atas 2 himpunan yaitu A1 dan A2, Var-2 terbagi atas 2 himpunan B1 dan B2, dan Var-3 juga terbagi atas 2 himpunan yaitu C1 dan C2 (C1 dan C2 HARUS MONOTON), ada 2 aturan yang digunakan, yaitu:
  • 11. [R1] IF (x is A1) and (y is B2) THEN (z is C1) [R2] IF (x is A2) and (y is B1) THEN (z is C2) Gambar 2.4. Inferensi dengan menggunakan Metode Tsukamoto Penalaran Monoton Metode penalaran monoton digunakan sebagai dasar untuk teknik implikasi fuzzy. Meskipun penalaran ini sudah jarang sekali digunakan, namun terkadang masih digunakan untuk penskalaan fuzzy. Jika 2 daerah fuzzy direlasikan dengan implikasi sederhana sebagai berikut: IF x is A THEN y is B Fungsi Transfer: Y = f((x,A),B) Maka sistem fuzzy dapat berjalan tanpa harus melalui komposisi dan dekomposisi fuzzy. Nilai output dapat diestimasi secara langsung dari nilai keanggotaan yang berhubungan dengan antesedennya.
  • 12. BAB III PEMBAHASAN 3.1 Proses Fuzzyfikasi Penyakit Polip Hidung Pada proses fuzzyfikasi nilai numerik akan diubah menjadi variabel linguistik yang memiliki nilai linguistik. Nilai linguistik ini nantinya akan digunakan pada proses inferensi. Untuk memperoleh derajat keanggotaan dari nilai linguistik pada masing-masing input sistem menggunakan fungsi keanggotaan sebagai berikut : Derajat keanggotaan dari nilai linguistik variabel input Gambar 3.1.1. Grafik Fungsi Derajat Keanggotaan μ ringan(x) = μ sedang(x) = μ tinggi(x) =
  • 13. 3.2 Inferensi Pada proses inferensi terdapat aturan-aturan untuk mengontrol inputan yang berupa variabel linguistik. Metode inferensi yang digunakan ini menggunakan metode max-min inferensia. Langkah pertama yang dilakukan adalah mencari nilai miu (µ) dari hasil proses fuzzyfikasi. Pencarian ini dilakukan terus sampai semua rules mendapatkan nilai miu- nya. Misal inputan data Hidung buntu : 8 dan Hidung mimisan : 4. Maka derajat keanggotaannya sebagai berikut: hidung buntu : 8 µ ringan(x) = 0, µ sedang(x) = 0,25 dan µ tinggi(x) = 0,25 hidung mimisan : 4 µ ringan(x) = 0,5 , µ sedang(x) = 0,25 dan µ tinggi(x) = 0 Dari hasil perhitungan masing-masing miu diatas kita mendapatkan rule [R] yang tepat sehingga kita bisa mendapatkan hasil diagnosis sesuai dengan rule tersebut. Berikut ini adalah beberapa aturan- aturan atau rule yang digunakan : [R1] If Hidung Buntu = Sedang, Mimisan = Sedang Then Polip Hidung [R2] If Hidung Buntu = Sedang, Mimisan = Tinggi Then Polip Hidung [R3] If Hidung Buntu = Sedang, Mimisan = Ringan Then Polip Hidung [R4] If Hidung Buntu = Ringan, Mimisan = Ringan Then Polip Hidung [R5] If Hidung Buntu = Ringan, Mimisan = Sedang Then Polip Hidung [R6] If Hidung Buntu = Ringan, Mimisan = Tinggi Then Polip Hidung [R7] If Hidung Buntu = Tinggi, Mimisan = Ringan Then Polip Hidung [R8] If Hidung Buntu = Tinggi, Mimisan = Sedang Then Polip Hidung [R9] If Hidung Buntu = Tinggi, Mimisan = Tinggi Then Polip Hidung 3.3 Proses Penentuan Output Crisp Setelah diperoleh kesimpulan dari proses inferensi maka akan digunakan rata-rata terbobot untuk mengubah nilai dari variable
  • 14. linguistic ke nilai numeric, proses yang dipakai dalam hal ini adalah dengan menggunakan metode Tsukamoto, setiap konsekuen pada suatu himpunan fuzzy dengan fungsi keanggotaan yang monoton. Sebagai hasilnya, output hasil inferensi dari tiap-tiap aturan diberikan secara tegas ( crisp ) berdasarkan α-predikat (fire strength). Hasil akhirnya diperoleh dengan menggunakan rata-rata terbobot : Z= Sekarang kita mencari nilai Z untuk setiap aturan dengan menggunakan fungsi MIN pada aplikasi fungsi implikasinya: ringan[3] = = =1 sedang[3] = = = 0,5 tinggi[8] = = = 0,25 [R1] If Hidung Buntu = Sedang, Mimisan = Sedang Then Polip Hidung α – predikat1 = Hb sedang M sedang = min( Hb sedang[3] M sedang[3]) = min(0,5 ; 0,5) = 0,5 dengan z1 = 3 [R2] If Hidung Buntu = Sedang, Mimisan = Tinggi Then Polip Hidung α – predikat1 = Hb sedang M tinggi = min( Hb sedang[3] M tinggi[8]) = min(0,5 ; 0,25) = 0,25 dengan z2 = 8
  • 15. [R3] If Hidung Buntu = Sedang, Mimisan = Ringan Then Polip Hidung α – predikat1 = Hb sedang M ringan = min( Hb sedang[3] M ringan [3]) = min(0,5 ; 1) = 0,5 dengan z3 = 3 [R4] If Hidung Buntu = Ringan, Mimisan = Ringan Then Polip Hidung α – predikat1 = Hb ringan M ringan = min( Hb ringan[3] M ringan[3]) = min(1 ; 1) = 1 dengan z4 = 3 [R5] If Hidung Buntu = Ringan, Mimisan = Sedang Then Polip Hidung α – predikat1 = Hb ringan M sedang = min( Hb sedang[3] M sedang[3]) = min(1 ; 0,5) = 0,5 dengan z5 = 3 [R6] If Hidung Buntu = Ringan, Mimisan = Tinggi Then Polip Hidung α – predikat1 = Hb ringan M tinggi = min( Hb ringan[3] M ringan[8]) = min(1 ; 0,25) = 0,25 dengan z6 = 8 [R7] If Hidung Buntu = Tinggi, Mimisan = Ringan Then Polip Hidung α – predikat1 = Hb tinggi M ringan = min( Hb tinggi[8] M ringan[3]) = min(0,25 ; 1) = 0,25 dengan z7 = 8 [R8] If Hidung Buntu = Tinggi, Mimisan = Sedang Then Polip Hidung α – predikat1 = Hb tinggi M sedang = min( Hb tinggi[8] M sedang[3]) = min(0,25 ; 0,5) = 0,25 dengan z8 = 8 [R9] If Hidung Buntu = Tinggi, Mimisan = Tinggi Then Polip Hidung
  • 16. α – predikat1 = Hb tinggi M tinggi = min( Hb tinggi[8] M tinggi[8]) = min(0,25 ; 0,25) = 0,25 dengan z9 = 8 Dari perhitungan diatas maka kita dapat menghitung rata-rata terbobotnya: Z= = = = = 4,6667 Dari perhitungan diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pasien dengan input data hidung buntu 8 dan mimisan 4 menderita penyakit polip hidung.
  • 17. BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan Berdasarkan analisa dan pembahasan yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa: 1. Logika fuzzy dapat bermanfaat karena merupakan sebuah cara yang efektif dan akurat untuk mendeskripsikan persepsi manusia terhadap persoalan pengambilan keputusan. 2. Fuzzy merupakan representasi suatu pengetahuan yang dikonstruksikan dengan if-then rules. 3. Pada metode Tsukamoto, setiap konsekuen pada aturan yang berbentuk if- then harus direpresentasikan dengan suatu himpunan fuzzy dengan fungsi keanggotaan yang monoton. 4.2 Saran Adapun saran untuk perbaikan kedepannya adalah sebagai berikut: 1. Masih terbuka untuk penelitian lanjutan dengan menggunakan metode inferensi selain Tsukamoto. 2. Untuk mendapatkan keputusan yang lebih akurat lagi, maka perlu ditambahkan beberapa input gejala lainnya yang dapat menyebab kan polip hidung itu sendiri. 3. Untuk pengembangan selanjutnya dapat dilakukan penganalisisan penyakit dalam lainnya. 4. Untuk mempermudah kita dalam mengambil keputusan maka perlu dibuatkan program aplikasinya.
  • 18. DAFTAR PUSTAKA Hellmann, Martin, 2001, “Fuzzy Logic Introduction”. Kusumadewi, Sri., Purnomo, Hari. 2004. “Aplikasi Logika Fuzzy Untuk Pendukumg Keputusan”.Graha Ilmu:jakarta. Klir, G.J., Yuan, B. 1995. “Fuzzy Sets and Fuzzy Relation: Theory and Applications”, New Jersey:Prentice Hall. Soepardi, Efiaty Arsyad dkk. 2007. “Buku Ajar Ilmu Kedokteran Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher”. Edisi keenam. Jakarta: FKUI.
  • 19. SEMINAR MATEMATIKA PENERAPAN FUZZY INFERENCE SYSTEM (FIS) TSUKAMOTO DALAM MENGANALISA TINGKAT RESIKO PENYAKIT POLIP HIDUNG Disusun Oleh: NAMA : NIA PERMATASARI NIM : 09221043 PROGRAM STUDI : MATEMATIKA DOSEN PEMBIMBING : GUSMELIA TESTIANA, M. Kom DOSEN PENGAMPU : AGUSTIANY DUMEVA PUTRI, M.Si PROGRAM STUDI MATEMATIKA JURUSAN TADRIS MIPA FAKULTAS TARBIYAH IAIN RADEN FATAH PALEMBANG 2012
  • 20. LEMBAR BIMBINGAN Nama : Nia Permatasari NIM : 09 221 043 Judul Seminar : Penerapan Fuzzy Inference System (Fis) Tsukamoto Dalam Mendiagnosa Jenis Penyakit Dalam Yang Mengganggu Alat Pernapasan Pada Manusia Melalui Gejala-Gejala Yang Ditimbulkannya Dosen Pembimbing : Gusmelia Testiana, M. Kom Tanggal Konsultasi Paraf Pengampuh Mata Kuliah Agustiany Dumeva Putri, M.Si