1. See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.net/publication/367236949
PEMIKIRAN TOSHIHIKO IZUTSU DALAM SEMANTIK AL-QUR`AN
Preprint · January 2023
CITATIONS
0
READS
2,060
1 author:
Laili Nur Qomariyah
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta
4 PUBLICATIONS 0 CITATIONS
SEE PROFILE
All content following this page was uploaded by Laili Nur Qomariyah on 18 January 2023.
The user has requested enhancement of the downloaded file.
2. PEMIKIRAN TOSHIHIKO IZUTSU DALAM SEMANTIK AL-QUR`AN
Laili Nur Qomariyah
Magister Bahasa dan Sastra Arab UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
21201012005@student.uin-suka.co.id
A. Latar Belakang
Kitab suci Al-Qur’an selalu memberikan makna yang baru bagi setiap orang yang
menafsirkan tanpa mengubah makna yang terkandung di dalamnya dan tanpa mengurangi
nilai-nilai yang ingin disampaikan kepada manusia sebagai petunjuk. Seiring dengan
perkembangan zaman ilmu tafsir dan model penafsiran terhadap Al-Qur’an juga tumbuh
dan berkembang. Keragaman penafsiran menjadikan khazanah pengetahuan yang digali
menjadi sangat luas. Perkembangan tidak akan berhenti masih akan berlanjut selama
umat Islam masih terus menggunakan potensi dan kemampuannya untuk memahami Al-
Qur’an. (Akhmad, 2021: 2)
Wahyu Al-Qur’an berada pada wilayah yang tidak dapat dipahami manusia
sebelum ia menempati media bahasanya. Dari pendapat di tersebut dapat diketahui bahwa
bahasa memiliki peranan penting dalam penyampaian wahyu dan ajaran agama. Bahasa
juga merupakan media efektif untuk memberikan pengetahuan kepada orang lain. Oleh
karena itu, ketika ingin memahami Al-Qur’an, seseorang harus memahami bahasa yang
dipakai oleh Al-Qur’an, mengetahui dengan jelas makna-makna yang terkandung di
dalamnya sehingga diperoleh pengetahuan murni yang bisa diterapkan dalam kehidupan
sehari-hari. (Derhana, 2019:2)
Bahasa Al-Qur’an adalah bahasa Arab yang memiliki tingkat kefasihan dan
kebalaghahan yang tinggi, sehingga para sarjana Muslim mengembangkan pandangan
bahwa bahasa Al-Qur’an adalah bahasa Arab yang paling murni. Pandangan ini
merupakan dogma teologis daripada hasil analisis linguistik yang mendalam. Setiap
bahasa memiliki keindahan sastra yang mempunyai karakteristik citra rasa yang khusus,
demikian pula dengan Al-Qur’an. Karena Al-Qur’an menggunakan bahasa Arab sebagai
media ekspresi untuk mengungkapkan ide-idenya, maka untuk memahaminya, makna
linguistik asli yang memiliki rasa ke-Arab-an harus dicari. Makna Al-Qur’an tersebut
3. diusut dengan cara mengumpulkan dan mempelajari konteks spesifik kata itu dalam ayat-
ayat dan surat-surat dalam Al-Qur’an (Siti, 2020: 114)
Pada era kontemporer, kaum intelek mulai menafsirkan Al-Quran dari sudut
pandang metode tafsir yang berbeda. Seperti semantik dan hermeneutika misalnya. Dan
salah satu tokoh semantik yang cukup populer ialah Toshihiko Izutsu. Aspek linguistik,
histori dan lain-lain sangat diperhitungkan dalam metode tersebut. Hal ini menjadi
menarik karena cenderung masih baru, dibandingkan penafsiran yang telah lebih tua.
Dari latar belakang tersebut, penulis menyusun makalah ini guna memahami pemikiran
Toshihiko Izutsu tentang konsep semantiknya dalam menafsirkan Al-Quran.
B. Pembahasan
Toshihiko Izutsu (4 mei 1914-1993 M) dilahirkan dari keluarga kaya di Jepang. Ia
adalah profesor universitas dan penulis banyak buku tentang keislaman dan agama-agama
lain. Pendekatannya dalam mengkaji agama adalah linguistik dan dia menggunakan ilmu
humaniora/sosial lebih ekstensive dari pada pendekatan yang berdasarkan pada
keimanan. Sejak usia dini dia sudah akrab dengan meditasi zen. Toshihiko Izutsu adalah
Profesor Emeritus di Universitas Keio di Jepang, Fasih di lebih dari 30 bahasa, termasuk
bahasa Arab, Dia sangat berbakat dalam belajar bahasa asing dan dia sanggup
menyelesaikan membaca Al-Quran dalam satu bulan setelah ia belajar bahasa Arab.
penelitiannya yang bergerak di tempat-tempat seperti Timur Tengah (terutama
Iran), India, Eropa, Amerika Utara, dan Asia dilakukan dengan pandangan untuk
mengembangkan pendekatan meta filosofis untuk perbandingan agama berdasarkan studi
linguistik ketat teks-teks metafisik tradisional. Izutsu berasal dari keluarga taat, ia telah
mengamalkan Zen Buddhisme sejak kecil. Bahkan, pengalaman kontemplasi dari amalan
Zen sejak muda telah turut mempengaruhi cara berfikir dan pencariannya akan
kedalaman pemikiran filsafat dan mistisisme. (Umi 2016: 1)
dalam perjalanan hidupnya, Izutsu juga membaca karya-karya yang ditulis oleh
ahli mistik Barat. Pengalaman inilah yang mengantarkan beliau pada pemahaman yang
sangat bertentangan dengan keyakinan sebelumnya. Kalau masa mudanya ia asik dengan
spiritualisme Timur, kemudian beralih pada spiritualisme Barat dan mencurahkan
perhatiannya pada kajian filsafat Yunani. Dari pengalaman berpikir tentang filsafat
4. Yunani seperti Socrates, Aristoteles dan Plotinos, yakni sejenis mistisisme, ditemukan
sumber pemikiran filsafat dan sekaligus sebagai kedalaman filsafatnya.
Penemuan pengalaman mistikal sebagai sumber pemikiran filsafat menjadi titik
permulaan untuk seluruh filsafat Izutsu selanjutnya. Ia bukan hanya sebuah penemuan di
dalam ruang filsafat Yunani, tetapi juga menjadi asal-usul pemikiran ketika beliau
mengembangkan ruang lingkup aktivitas penelitiannya pada filsafat Islam, pemikiran
Yahudi, filsafat India, filsafat Lao-Tzu Cina, filsafat Yuishiki dan Buddhisme Kegon dan
filsafat Zen (Faturrahman 67)
Beberapa karya tulis yang pernah ia hasilkan antara lain sebagai berikut:
EthicoReligious Concepts in the Qur’an (1966), Concept of Belief in Islamic Theology
(1980), God and Man in the Koran (1980), Sufism and Taoism: A Comparative Study of
Key Philosophical Concepts (1984), Creation and the Timeless Order of Things: Essays
in Islamic Mystical Philosophy (1994).Toward a Philosophy of Zen Buddhism (2001),
Language and Magic. Studies in the Magical Function of Speech (1956), Keio Institute of
Philological Studies (Derhana, 2019:8)
Pemikiran Toshihiko Izutsu
1. Pengertian Semantik
Kata semantik berasal dari bahasa Yunani sema yang artinya tanda atau
lambang (sign). “Semantik” pertama kali digunakan oleh seorang filolog Perancis
bernama Michel Breal pada tahun 1883. Kata semantik kemudian disepakati sebagai
istilah yang digunakan untuk bidang linguistik yang mempelajari tentang tanda-tanda
linguistik dengan hal-hal yang ditandainya. Oleh karena itu, kata semantik dapat
diartikan sebagai ilmu tentang makna atau tentang arti, yaitu salah satu dari tiga
tataran analisis bahasa: fonologi, gramatika, dan semantik. Semantik (dari bahasa
Yunani: semantikos, memberikan tanda, penting, dari kata sema, tanda) adalah
cabang linguistik yang mempelajari arti/makna yang terkandung pada suatu bahasa,
kode, atau jenis representasi lain. Dengan kata lain, semantik adalah pembelajaran
tentang makna. Semantik biasanya dikaitkan dengan dua aspek lain: sintaksis,
pembentukan simbol kompleks dari simbol yang lebih sederhana, serta pragmatik,
penggunaan praktis simbol oleh komunitas pada konteks tertentu. (Surianti: 2)
5. 2. Semantik Sebagai Teori Dalam Penafsiran Al-Qur’an
Dalam melakukan “penafsiran” terhadap al-Qur’an, Toshihiko berargumen
bahwa suatu bahasa tidak dapat begitu saja di pindah ke dalam bahasa lain tanpa
terjadi “kesalahan konsep” yang dibawa. Dalam bahasa Al-Qur’an, yang berbahasa
Arab, makna-makna konseptual lebih banyak terjadi. Sifatnya yang begitu “unik”.
Memiliki kekayaan kosakata dan sinonim yang kaya. Kata yang bermakna tinggi
bersinonim enam puluh sinonim, bahkan kata yang menunjuk kepada aneka jenis
pedang sebanyak lebih kurang seribu kata. Satu kata yang memiliki lebih dari satu
makna dan tidak jarang mengandung pertentangan makna dari satu kata. Hal ini
menyebabkan penelitian semantik sangat dibutuhkan untuk menafsirkan konsep-
konsep yang terdapat dalam Al-Qur’an.
Toshihiko mencontohkan tentang salih yang dengan mudahnya seringkali
diterjemahkan dengan “righteous” atau “good” dalam bahasa Inggris. Hal ini,
menurut Toshihiko, akan menghilangkan konsep kesatuan makna yang dikandung
oleh kata salih itu sendiri. Apa yang diusahakan Toshihiko lebih dari sekadar tafsir
maudhu’i karena ia memberikan dasar-dasar semantik dalam menjelaskan konsep
dalam bahasa lain (yang bukan bahasa aslinya). (Derhana, 2019:5)
3. Konsep-Konsep Metodologis Penafsiran
Izutsu mengungkapkan bahwa sejatinya ajaran Al-Qur`an itu ditakdirkan
berkembang, tidak hanya sebagai suatu agama belaka, tapi juga suatu kebudayaan dan
peradaban, maka kita perlu mengakuinya sebagai suatu yang teramat agung dalam
lapangan etika-sosial, yang berisikan konsep-konsep yang berkaitan dengan
kehidupan sehari-hari dari orang banyak itu di dalam masyarakat. Secara khusus,
pada masa Madinah, Al-Qur`an telah banyak bicara tentang kehidupan
kemasyarakatan. Namun, aspek etika Al-Qur`an ini belum banyak dikaji secara
sistematik pada masa sekarang (Umi 2016:29)
kajian Izutsu didasarkan pada sejarah nyata kesadaran qur`ani melalui analisa
lingkup bahasa Arab untuk memaparkan bagaimana filologi, akustik, psikologi,
sosiologi, sejarah yang mendasari terbentuknya suatu jaringan arti yang tak terpisah
secara timbal balik. Dengan cara ini, naskah Al-Qur`an secara utuh merupakan sistem
dari berbagai hubungan internal, bukan pada tingkat hubungan berbagai satuan
6. artifisial yang terpisah. Metode semantik merupakan metode yang luas cakupannya
dan terus menerus mengalami perkembangan (dinamis), pada awalnya hanya
digunakan hanya untuk mengkaji teks, namun pada masa sekarang semantik modern
digunakan untuk mengaitkan bahasa dan pikiran. (Umi 2016:30)
Keterpaduan Konsep-Konsep Individual
Keterpaduan konsep individual tampak mudah dengan membuka seluruh kata
Al-Qur`an, semua kata penting yang mewakili konsep-konsep penting seperti Allah,
Islam, nabi, iman, kafir dan sebagainya. Selanjutnya konsep individual ini ditarik
menjadi kata kunci. Namun kenyataannya adalah tidak mudah. Kata-kata atau konsep
di dalam Al-Qur`an tidaklah sederhana. Apalagi susunan ayat Al-Qur`an tidak
disusun secara sistematik, sehingga ayat yang sebelum dan sesudahnya tidak
membicarakan satu persoalan. Kedudukannya masing-masing saling terpisah, tetapi
sangat saling bergantung dan justru menghasilkan makna konkrit dari seluruh sistem
hubungan itu. Sebagaimana diungkapkan oleh Izutsu bahwa katakata itu membentuk
kelompok-kelompok yang beragam, besar dan kecil, dan berhubungan satu sama lain
dengan berbagai cara, sangat kompleks dan rumit sebagai kerangka kerja gabungan
konseptual. Dan sesuatu yang sangat penting bagi tujuan khusus kita adalah jenis
sistem konseptual yang berfungsi dalam Al-Qur`an, bukan konsep-konsep yang
terpisah secara individual dan dipertimbangkan terlepas dari struktur umum atau
gestalt, di mana konsep-konsep tersebut dipadukan. Dalam menganalisis konsep
konsep kunci individual yang ditemukan di dalam Al-Qur`an kita bisa kehilangan
wawasan hubungan ganda yang saling memberi muatan dalam keseluruhan sistem
(Umi 2016:31)
Makna Dasar dan Relasional
Hubungan antara kata dan makna bukan merupakan hubungan yang kaku,
dalam arti satu suku kata tidak hanya memiliki satu macam makna. Diantara ragam
makna yang dimiliki oleh satu kata adalah makna denotatif dan makna konotatif.
Menurut Toshihiko Izutsu, setiap kata memiliki makna dasar dan makna relasional.
Makna dasar merupakan kandungan unsur semantik yang tetap ada pada bentuk kata
tersebut di manapun ia diletakkan dan bagaimanapun ia digunakan. Sementara makna
relasional adalah sesuatu yang konotatif yang diberikan dan ditambahkan pada makna
7. yang sudah ada dengan meletakkan kata itu pada posisi khusus dan dalam bidang
khusus pula. Dari pengertian ini makna dasar dapat disamakan dengan makna
leksikal, sementara makna relasional hampir mendekati makna kontekstual.
(Faturrahman, 2010:113) .
untuk mendapatkan makna relasional sebuah kata. Perlu dua cara untuk
menentukan makna ini, yaitu analisis sintagmatik dan analisis paradigmatik.
(Akhmad, 2021: 5) Analisis sintagmatik adalah analisis yang dilakukan seseorang
dalam usaha menemukan makna suatu kata dengan cara memperhatikan kata kata
yang ada di depan dan di belakang kata yang sedang dibahas, dalam suatu bagian
tertentu. Sedangkan dalam analisa paradigmatik adalah seseorang mencoba
mengkomparasikan kata atau konsep tertentu dengan kata atau konsep lain yang mirip
(sinonim) atau bertentangan (antonim). (Siti, 2020: 120)
Lebih mendalam, Izutsu menyatakan bahwa di dalam konteks Al-Qur`an, kata
kitab menerima makna yang luar biasa pentingnya sebagai isyarat konsep keagamaan
yang sangat khusus yang dilingkupi oleh cahaya kesucian. Ini dapat dilihat dari fakta
bahwa dalam konteks ini kata itu berdiri dalam hubungan yang sangat dekat dengan
Wahyu Ilahi, atau konsep-konsep yang cukup beragam yang merujuk langsung
kepada wahyu. Ini berarti bahwa kata sederhana kitab dengan makna dasar sederhana
“buku” ketika diperkenalkan ke dalam sistem khusus dan diberikan kedudukan
tertentu yang jelas, memerlukan banyak unsur semantik baru yang muncul dari
hubungan yang beragam yang dibuat untuk menyokong konsep-konsep pokok lain
dari sistem tersebut. (Umi 2016: 32)
Weltanschauung
Menurut Ninian Smart, Weltanschauung adalah kepercayaan, perasaan, dan
apa saja yang terdapat dalam pikiran orang yang berfungsi sebagai motor bagi
keberlangsungan dan perubahan sosial dan moral.
Kata-kata dalam bentuk bahasa adalah suatu sistem jaringan yang rapat. Pola
utama sistem tersebut ditentukan oleh sejumlah kata-kata penting tertentu. Kosakata
dan bahasa dengan jaringan pola-pola konotatifnya pada dasarnya merupakan satu
sistem dari bentuk-bentuk pengungkapan (articulatory) yang menurut sistem tersebut
kata bersinggungan secara terus menerus dengan sejumlah kenyataan dan peristiwa
8. tertentu. Dengan demikian, setiap kosa kata mewakili dan mewujudkan sebuah
pandangan dunia yang khas (Weltanschauung) yang mengubah bahan pengalaman
yang masih mentah ke dalam dunia yang penuh makna “ditafsirkan‟. Dengan kata
lain, kosa kata dalam pengertian ini bukanlah merupakan susunan berlapisan tunggal.
Menghubungkan satu kata dengan kata lain adalah salah satu cara dalam semantik
untuk memahami dengan menyeluruh makna sejati dari sebuah perkataan yang
disebut bidang semantik. (Umi 2016: 34)
Dapat diketahui bahwa makna sejarah sangat menentukan weltanschauung Al-
Qur’an, Mengungkapkan kesejarahan makna kata atau semantik historis. Dalam
pelacakan sejarah pemaknaan kata ini ada dua istilah penting dalam semantik, yaitu
diakronik dan sinkronik. Aspek sinkronik adalah aspek yang tidak berubah dari
sebuah konsep atau kata, sedangkan aspek diakronik adalah aspek yang selalu
berubah atau berkembang dari satu masa ke masa berikutnya (Siti, 2020: 120) dari
sisi diakroniknya Toshihiko Izutsu membagi makna sejarah kedalam tiga periode
yaitu masa pra Qur`anik, Qura`nik, dan pasca Qur`anik. Namun untuk menentukan
weltanschauung hanya membutuhkan dua periode yaitu periode pra Qur`anik dan
Qur`anik, adapun Pasca Qur`anik tidak menjadi faktor terbentuknya makna
weltanschauung. (Akhmad, 2021: 10)
Weltanschauung Al-Quran yang ingin diungkap Toshihiko Izutsu tidak hanya
berkisar pada realitas yang tampak saja, namun juga yang tidak, dalam hal ini
Toshihiko terpengaruh oleh hipotesis Edward Sapir, dan memperjelas pengertian
semantik yang digunakan oleh Toshihiko Izutsu. Semantik yang dimaksud adalah
sejenis ontologi yang konkrit, hidup, dan dinamis, bukan semacam ontologi yang
sistematis-statis yang merupakan hasil pemikiran seorang filosof. Mrnurut Toshihiko,
analisis semantik akan membentuk sebuah ontologi wujud (being) dan eksistensi pada
tingkat konkrit sebagaimana tercermin dalam ayat-ayat Al-Quran. Tujuannya adalah
untuk memunculkan tipe ontologi hidup yang dinamik dari Al-Quran dengan
penelaah analitis dan metodologis terhadap konsep-konsep pokok, yaitu konsep-
konsep yang tampaknya memainkan peran yang menentukan dalam pembentukan
Weltanschauung Al-Quran. Jadi semantik yang digunakan oleh Toshihiko Izutsu
9. tidak hanya untuk memahami makna, tetapi sekaligus budaya yang terkandung dalam
bahasa itu. (Faturrahman, 2010: 109)
4. Objek Penelitian Tafsir
Objek penelitian tafsir adalah data berupa ayat-ayat Al-Quran, maka data
tersebut dapat dianalisis ke dalam objek telaah sebagai berikut: (1) kosa kata Al-
Quran (epistemologis, morfologis, leksikal, ensiklopedia,), (2) frase Al-Quran, (3)
klausa Al-Quran, (4) ayat-ayat Al-Quran, dan (5) hubungan antar bagian-bagian
tersebut. (Nafiul, 2017: 106)
Contoh: Makna istikhbar dalam Al-Qur`an
آل اواسجد للمالئكة قلنا وإذ
ّ
إل اوفسجد دم
بى إللس
و
استكرب
الك من كان
و
ا
(البقرة ينرف
(34/
“Dan (ingatlah) ketika kami berfirman kepada para malaikat, “Sujudlah kamu kepada
Adam!” Maka mereka pun sujud kecuali Iblis. Ia menolak dan menyombongkan diri dan ia
termasuk golongan yang kafir.” (QS. Al-Baqarah (2): 34)
kata tersebut dapat dianalisis sebagai berikut:
a. Makna Dasar
(1) kosa kata Al-Qur`an istikhbar berasal dari asal kata kabara memiliki makna
dasar (besar, mulia, agung dan alta’azhum).
b. Makna Relasional
Jika diartikan secara makna relasional maka menggunakan dua cara analisis, (1)
analisis sintagmatik, memiliki makna: enggan, mendustakan, kafir dan berpaling.
(2) analisis paradigmatik, memiliki makna sinonim: angkuh, dan menyombongkan.
memiliki makna antonim: rendah hati, dan lemah lembut.
c. Makna Historis
kata Istikbar memiliki makna historis Pra Qur’anik, dan Qur`anik yang sama yaitu:
menyombongkan diri. dan memiliki makna pasca Qur`anik: menyombongkan diri
dan angkuh
10. d. Weltanschauung
weltanschauung kata Istikbar digunakan untuk menunjukkan sifat atau sikap
menyombongkan diri (Akhmad, 2021 16)
C. Kesimpulan
Toshihiko Izutsu (4 mei 1914-1993 M) dilahirkan dari keluarga kaya di Jepang. Ia
adalah profesor universitas dan penulis banyak buku tentang keislaman dan agama-agama
lain. Pendekatannya dalam mengkaji agama adalah linguistik dan dia menggunakan ilmu
humaniora/sosial lebih ekstensif dari pada pendekatan yang berdasarkan pada keimanan.
Izutsu memposisikan Al-Qur`an sebagai pengguna bahasa Arab, Ia juga
mengungkapkan bahwa sejatinya ajaran Al-Qur`an itu ditakdirkan berkembang, tidak
hanya sebagai suatu agama belaka. Menurut Izutsu, untuk memahami teks-teks Al-Quran
dapat dilakukan melalui tiga tahap. Tahap pertama adalah dengan memilih istilah-istilah
kunci (key word) dari Al-Qur`an sesuai dengan bahasan yang dimaksud. Tahap kedua
adalah menentukan makna dasar dan makna relasional. Tahap ketiga adalah
menyimpulkan dan menyatukan konsep-konsep tersebut dalam satu kesatuan.Al-Qur`an
dalam pengertian Weltanschauung al-Quran. Tahapan-tahapan histori pada pembentukan
awal sejarah kosakata Al-Qur`an adalah: (1) pra Qur`anik, (2) Qur`anik, dan (3) pasca
Qur`anik.
Weltanschauung Al-Quran yang ingin diungkap Toshihiko Izutsu tidak hanya
berkisar pada realitas yang tampak saja, namun juga yang tidak, dalam hal ini Toshihiko
terpengaruh oleh hipotesis Edward Sapir, Semantik yang dimaksud adalah sejenis
ontologi yang konkrit, hidup, dan dinamis. semantik yang digunakan oleh Toshihiko
Izutsu tidak hanya untuk memahami makna, tetapi sekaligus budaya yang terkandung
dalam bahasa tersebut.
11. Daftar Pustaka
Dasuki, Akhmad. Makna Istikbār dalam Al-Qur’an: Perspektif Semantik Toshihiko Izutsu.
Volume 2 Nomor 2, Desember 2021
Dalimunte, Derhana Bulan. Semantik al-qur’an (pendekatan semantik al-qur’an thoshihiko
izutsu) Potret Pemikiran Vol. 23, No. 1 (2019)
Fahimah, Siti. Al-Qur'an dan Semantik Toshihiko Izutsu. Volume 3, Nomor 2, 2020.
Fatimaturroiva, Umi. Pendekatan semantik kajian atas karya toshihiko izutsu. 2016
Faturrohman, Al-Quran Tafsirnya Dalam Perspektif Toshihiko Izutsu. 2010
Nafinuddin, Surianti. Pengantar semantik (pengertian, hakikat, jenis).
Lubab, Naiful. Urgensi pendekatan semantik dalam tafsir (studi pemikiran Toshihiko Izutsu).
Hermeneutik: Jurnal Ilmu Al-Qur`an dan Tafsir Volume 11 Nomor 1 2017
View publication stats