1. MUI menyampaikan pandangan dan sikap terkait RUU HIP dan RUU BPIP. MUI menilai RUU HIP bertentangan dengan Pancasila dan perlu ditarik, sedangkan proses pembentukan RUU BPIP dinilai tidak sesuai prosedur yang diatur dalam UU.
2. MUI mengingatkan DPR untuk menarik RUU HIP dan menilai RUU BPIP harus mengikuti prosedur pembentukan RUU sebagaimana diatur dalam UU.
1. Halaman 1 dari 4
PANDANGAN DAN SIKAP MUI
TENTANG RUU HIP DAN RUU BPIP
=============================
Nomor: Kep-1571/DP MUI/VIII/2020
Sehubungan dengan adanya Rancangan Undang-Undang Badan Pembinaan Ideologi
Pancasila (RUU BPIP) usulan Pemerintah yang telah diserahkan oleh Menko Polhukam kepada
Ketua DPR pada 16 Juli 2020 di kantor DPR, Jakarta yang telah mengundang polemik dan pro
kontra di tengah masyarakat maka MUI setelah melakukan pengkajian yang terkait dengan isu RUU
HIP dan tentang prosedur yang telah ditempuh Pemerintah terkait dengan RUU BPIP maka DP MUI
Pusat menyampaikan Pandangan dan Sikap sebagai berikut:
1. Kemerdekaan bangsa Indonesia hanya dapat terwujud atas berkat rahmat Allah Yang Maha
Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang
bebas. Dengan demikian menjadi kewajiban seluruh warga negara, komponen bangsa, dan
lembaga negara dan pemerintahan untuk menjaga amanat tersebut dengan sebaik-baiknya agar
terwujud Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disebut UUD NRI Tahun
1945) yang mandiri, bersatu, berdaulat, adil dan makmur, serta menjadi negeri yang baldatun
thayyibatun wa Robbun ghofur.
2. MUI merupakan salah satu komponen bangsa yang memiliki kewajiban dan tanggung jawab
dalam melaksanakan perannya sebagai shadiqul hukumah (mitra pemerintah sekaligus dalam
hal ajaran Islam menyampaikan fatwa/tausiyah kepada pemerintah), himayatul ummah
(melindungi umat Islam dari praktek-praktek yang dilarang Islam), dan khodimul ummah
(mengabdi untuk kepentingan umat).
3. Dalam rangka melakukan peran dan fungsi sebagaimana tersebut di atas, MUI selalu merujuk
pada hadis Nabi Muhammad SAW: “Ballighu ‘anni walau ayah” (sampaikan tentang kebenaran
dari Aku walaupun satu ayat) dan merujuk pada Al-Qur’an Surat An-Nahl ayat 125 yang
menyebutkan: “Ud’u ila sabili rabbika bil hikmati wal mau’idhatil hanasah” [Ajaklah ke jalan
Tuhanmu (penyampaian dakwah kebenaran) dengan cara dan metode yang baik]. Di samping
itu dalam surat Al-Kahfi ayat 19 yang memerintahkan berperilaku lembut (walyatalaththaf) yang
sesuai dengan sikap wasathiyah (moderasi) yang selama ini dilakukan oleh MUI. Oleh karena
itu untuk menyampaikan amanat umat dan kebenaran nilai-nilai agama MUI mengacu pada
pesan Nabi Muhammad SAW agar kita menyampaikan kebenaran itu walaupun terasa pahit
(Qulil haqqa wa lau kana murran).
4. DP MUI Pusat menghormati setiap upaya penguatan Pancasila sebagai landasan filosofi
2. Halaman 2 dari 4
bernegara oleh institusi negara. Namun demikian setelah mencermati sungguh-sungguh
perkembangan Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) serta RUU
BPIP yang mendapat resistensi dari masyarakat luas dan kemungkinan menimbulkan gejolak
sosial dan jika dibiarkan menimbulkan kegaduhan dan konflik. Kondisi ini justru bertentangan
dengan nilai-nilai Pancasila itu sendiri dan merugikan kehidupan berbangsa yang selama ini
sudah cukup kondusif.
5. DP MUI berpandangan bahwa RUU HIP jelas-jelas tidak sejalan dengan nilai-nilai Pancasila
sebagai landasan filosofi bernegara dengan alasan sebagai berikut:
a. DP MUI meyakini bahwa Pancasila merupakan konsensus atau kesepakatan para pemimpin
bangsa dalam sidang-sidang BPUPKI dan PPKI. Konsensus tersebut secara historis diawali
dengan perdebatan akademik tanggal 29, 30, 31 Mei dan 1 Juni 1945, pencapaian konsensus
nasional pertama pada tanggal 22 Juni 1945 (berupa Piagam Jakarta) dan konsensus nasional
kedua yang bersifat final pada tanggal 18 Agustus 1945 (dalam Pembukaan UUD NRI Tahun
1945). Dalam perkembangan ketatanegaraan Indonesia terbit Dekrit Presiden 5 Juli 1959
yang secara tegas menyebutkan bahwa Piagam Jakarta menjiwai UUD NRI Tahun 1945 dan
adalah suatu rangkaian kesatuan dengan konstitusi tersebut. Oleh karena itu, nilai-nilai
Pancasila sebagaimana dimuat dalam alinea keempat Pembukaan UUD NRI Tahun 1945
dijadikan sebagai nilai dasar Landasan Falsafah Negara (philosophische grondslag) dalam
bernegara.
b. Pancasila sebagai nilai-nilai dasar dalam bernegara yang kedudukannya sebagai Norma
Fundamental Negara (staatsfundamentalnorm) menjadi sumber perumusan arah kebijakan
negara yang diletakkan dalam Pembukaan UUD NRI Tahun 1945, sehingga tidak tepat jika
Pancasila diletakkan dalam instrumentalnorm.
c. MUI berkeyakinan bahwa menempatkan/mendudukkan Pancasila dalam peraturan organik
(instrumentalnorm) sebagaimana dirumuskan dalam RUU HIP sejatinya merendahkan
harkat dan martabat Pancasila itu sendiri dan mengkerdilkan nilai-nilai Pancasila sebagai
falsafah bangsa dan Negara ke dalam norma yang rigid dan sempit. Dengan menempatkan
Pancasila dalam RUU HIP sebagai peraturan organik, maka berkaibat bahwa Pancasila tidak
lagi dapat dijadikan sebagai sumber dari segala sumber hukum negara, karena tidak mungkin
UUD NRI Tahun 1945 bersumber dari peraturan di bawahnya (RUU HIP).
d. Dalam Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2020-2024 dan Prolegnas Prioritas Tahun 2020
tidak pernah disepakati adanya rencana pembangunan hukum yang berjudul Rancangan
Undang-Undang tentang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) maupun Rancangan
Undang-Undang tentang Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (RUU BPIP) dan yang
disepakati oleh DPR RI, DPD RI dan Pemerintah dalam Prolegnas Jangka Menengah Tahun
2020-2024 Nomor 11, dan dalam Prolegnas Prioritas Tahun 2020 Nomor 25 adalah
Rancangan Undang-Undang tentang Pembinaan Haluan Ideologi Pancasila (RUU PHIP).
e. berdasarkan ketentuan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan (UU No. 12/2011) sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 12
Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan disebutkan bahwa
“Pancasila merupakan sumber segala sumber hukum negara”.
f. Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum, maka Pancasila menjadi sumber dan
menjiwai dari peraturan perundang-undangan di negara Kesatuan Republik Indonesia. Oleh
karena itu, posisi Pancasila merupakan landasan dasar yang mengandung nilai filosofis
(staatsfundamentalnorm) dalam berbangsa dan bernegara.
6. DP MUI menilai bahwa RUU BPIP sebagai inisiatif Pemerintah yang disampaikan ke Pimpinan
DPR tanggal 16 Juli 2020 telah menjadi isu dan bola liar di tengah masyarakat yang menimbulkan
polemik di kalangan masyarakat yang dapat mengancam disintegrasi bangsa:
3. Halaman 3 dari 4
a. Prosedur dan mekanisme pembentukan RUU BPIP tidak sesuai dengan UU Nomor 12 Tahun
2011 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 15 Tahun 2019, dengan alasan sebagai berikut:
1) Secara prosedural RUU BPIP hanya diketahui berdasarkan penyerahan draft RUU BPIP
oleh Menko Polhukam kepada Ketua DPR pada tanggal 16 Juli 2020 di kantor DPR,
Jakarta. Namun hingga saat ini belum terpublikasikan Surat Presiden (Surpres)
pengusulan RUU BPIP tersebut berikut dengan Naskah Akademik dan draft RUU-nya.
Dengan tidak terpublikasikannya Surpres RUU BPIP tersebut tidak ada kejelasan apakah
RUU BPIP merupakan usulan baru dari Pemerintah ataukah sebagai lampiran (daftar
inventarisasi masalah dari Surat Presiden atas RUU HIP).
2) Jika RUU BPIP merupakan RUU yang diajukan sebagai “DIM sandingan” bagi RUU HIP
usul DPR, maka terjadi ketidaklaziman dalam pembentukan Undang-Undang. Semestinya
pengajuannya dilakukan dalam Rapat Kerja antara DPR dengan Pemerintah.
3) Jika Presiden mengajukan RUU BPIP sebagai usulan baru, maka wajib dilakukan
penarikan RUU HIP dari proses pembahasan dan mencabutnya dari Prolegnas dan
memasukkan RUU BPIP ke dalam perubahan Prolegnas.
4) Namun demikian, jika Pemerintah dan DPR akan menjadikan RUU BPIP sebagai RUU
di luar Prolegnas wajib merujuk dan melaksanakan ketentuan Pasal 23 ayat (2) UU Nomor
12 Tahun 2011 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 15 Tahun 2019 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 yang berbunyi, “Dalam keadaan
tertentu, DPR atau Presiden dapat mengajukan RUU di luar Prolegnas mencakup: a).
untuk mengatasi keadaan luar biasa, keadaan konflik, atau bencana alam; dan b).
keadaan tertentu lainnya yang memastikan urgensi nasional atas suatu RUU yang dapat
disetujui Bersama oleh alat kelengkapan DPR yang khusus menangani bidang legislasi
dan Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum”.
5) Dalam rangka menjamin kepastian dan akuntabilitas dalam pembentukan peraturan
perundang-undangan serta partisipasi aktif masyarakat sebagaimana diatur dalam Pasal
96 UU Nomor 12 Tahun 2011, maka wajib adanya kejelasan informasi dari pemerintah
yang sudah mengirimkan Surpres ke DPR untuk menjelaskan apakah RUU BPIP sebagai
DIM untuk pembahasan RUU HIP atau sebagai RUU usul baru Presiden.
b. Pancasila sebagai staatsfundamentalnorm harus ditempatkan sebagai norma tertinggi dan
sebagai sumber dari segala sumber hukum. Dalam perspektif RUU BPIP sebagai inisiatif
Pemerintah yang diserahkan kepada Pimpinan DPR pada 16 Juli 2020, maka dilihat dari
substansinya DP MUI Pusat berpandangan:
1) Pancasila merupakan norma dasar (grundnorm) atau norma fundamental negara (staats
fundamental norm), sehingga Pancasila merupakan norma dasar tertinggi negara.
2) Pandangan tersebut mengacu pada Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No. 140/PUU-
VII/2009 bertanggal 19 April 2010, yang memberikan penafsiran terhadap Pancasila
untuk menjadi batu uji permohonan uji materiil terkait penodaan agama yaitu, “Pancasila
telah menjadi Dasar Negara, yang harus diterima oleh seluruh warga negara. Pancasila
mengandung lima sila yang saling berkait satu sama lain sebagai suatu kesatuan. Oleh
sebab itu setiap warga negara, baik sebagai individu maupun sebagai bangsa secara
kolektif harus dapat menerima Ketuhanan Yang Maha Esa yang menjiwai sila-sila lain,
baik Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, maupun
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.”
3) Pendirian MK tersebut dapat dicermati pada Putusan MK No. 140/PUU-VII/2009
bertanggal 19 April 2010 paragraf [3.72] yang menyatakan, “bahwa pengakuan bangsa
Indonesia atas kekuasaan Allah SWT dan dasar Ketuhanan Yang Maha Esa, merupakan
pengakuan yang tidak berubah baik dipandang secara filosofis maupun normatif. Ahli
filsafat Notonagoro dalam pidato ilmiah pada peringatan dies natalis Universitas
Airlangga tanggal 10 November 1955, menyebut Pancasila (yang terdapat dalam alinea
4. Halaman 4 dari 4
keempat Pembukaan UUD 1945) sebagai “norma fundamental negara”
(Staatsfundamentalnorm)….”
7. DP MUI berpendirian bahwa dalam rangka implementasi dari prinsip tawashau bil haq (saling
mengingatkan dalam hal kebenaran) dan al-amru bil ma’ruf wan nahyu anil munkar
(memerintahkan/mengajak berbuat kebajikan dan mencegah kemunkaran), maka dengan
bertawakal kepada Allah SWT, DP MUI Pusat menyampaikan:
PANDANGAN DAN SIKAP
MAJELIS ULAMA INDONESIA
1. RUU HIP sangat bertentangan dan mengancam eksistensi Pancasila sehingga
menimbulkan reaksi dan penolakan dari masyarakat luas, maka DP MUI Pusat
mengingatkan kembali kepada DPR untuk segera dan wajib menarik RUU HIP dari
proses pembahasan dan mencabutnya dari Prolegnas sebagaimana surat DP MUI
Pusat kepada Pimpinan DPR RI Nomor: B-1291/DP MUI/VI/2020, tanggal 25 Juni
2020, perihal Penarikan dan Pencabutan RUU HIP.
2. RUU BPIP yang diusulkan Pemerintah bukan merupakan pengganti RUU HIP namun
merupakan suatu RUU yang baru, oleh karena itu harus mengikuti prosedur
pembentukan RUU sebagai usul Pemerintah yang wajib berdasarkan pada prosedur
dan mekanisme pembentukan peraturan perundang-undangan sebagaimana
ditentukan UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
undangan sebagaimana diubah dengan UU Nomor 15 Tahun 2012 tentang Perubahan
Atas UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
undangan serta Peraturan Tata Tertib DPR RI agar tidak cacat hukum.
Demikian pandangan dan sikap MUI ini disampaikan agar menjadi perhatian bagi Pemerintah, DPR
RI, umat Islam dan bangsa Indonesia.
Jakarta, 6 Muharram 1442 H
25 Agustus 2020 M
DEWAN PIMPINAN
MAJELIS ULAMA INDONESIA
Wakil Ketua Umum, Sekretaris Jenderal,
KH. MUHYIDDIN JUNAIDI, M.A. Dr. H. ANWAR ABBAS, M.M., M.Ag