Tulisan ini membahas kondisi perkebunan jambu mete di Indonesia pada tahun 2000 yang mencapai luas 535,745 ha namun dengan produktivitas rendah, yaitu 200-400 kg/ha. Hal ini disebabkan penggunaan bahan tanaman non-unggul dan teknik budi daya yang terbatas sehingga pendapatan petani dari usaha ini belum memadai. Upaya penyelesaian dirangkum dalam jangka pendek dan panjang, termasuk pemeliharaan yang baik, divers
Bb batu mengolah limbah tanaman pakan ternak 2014 agustus 14
P3232043
1. DIVERSIFIKASI PRODUK DAN REHABILITASI
PERKEBUNAN JAMBU METE UNTUK
MENINGKATKAN PENDAPATAN PETANI
Robber Zaubin, Rudi Suryadi, dan Y.T. Yuhono
Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat, Jalan Tentara Pelajar No. 3, Bogor 16111
ABSTRAK
Pada tahun 2000, area jambu mete mencapai 535.745 ha, namun produktivitasnya hanya berkisar antara 200–400
kg/ha, jauh di bawah India yang mencapai kisaran 600–1.200 kg/ha. Rendahnya produktivitas tersebut disebabkan
oleh penggunaan bahan tanaman yang bukan unggul (potensi produksi hanya 8,90 kg/pohon), penerapan teknologi
budi daya yang sangat terbatas, dan kondisi wilayah pengembangan yang kurang memenuhi persyaratan yang
dikehendaki tanaman. Selain itu, sebagian besar (94,44%) produk mete masih diperdagangkan dalam bentuk
gelondong dan hanya sebagian kecil (5,56%) saja dalam bentuk kacang mete. Harga gelondong berkisar antara
Rp5.000−Rp8.000/kg dan harga kacang mete Rp30.000–Rp40.000/kg. Pada umumnya gelondong yang dihasilkan
kurang bernas dan petani kurang tertarik untuk melakukan pengacipan karena dibutuhkan 5–6 kg gelondong untuk
setiap kilogram kacang. Pada kondisi seperti itu, usaha tani jambu mete belum dapat diandalkan sebagai sumber
pendapatan utama petani. Alternatif untuk meningkatkan pendapatan petani dapat ditempuh melalui upaya
jangka pendek (3–5 tahun) dan jangka panjang (5−10 tahun). Upaya jangka pendek mencakup pemeliharaan
kebun yang baik agar produksi dan kualitas gelondong meningkat serta diversifikasi produk baik diversifikasi
horizontal maupun vertikal. Upaya jangka panjang (5–10 tahun) ditempuh melalui rehabilitasi dan peremajaan
kebun-kebun mete. Inovasi teknologi untuk melaksanakan perbaikan tersebut telah tersedia, namun sosialisasinya
masih menghadapi berbagai kendala. Oleh karena itu, kemampuan petani perlu ditingkatkan, agroindustri dibenahi
agar dapat menunjang kegiatan produksi, dan pemerintah daerah mengkoordinasi dan memfasilitasi semua sektor
agar agribisnis mete dapat berjalan lebih baik.
Kata kunci: Jambu mete, diversifikasi, rehabilitasi, pendapatan
ABSTRACT
Rehabilitation of cashew plantation and diversification of products to increase farmer income
In the year 2000, the area of cashew plantations in Indonesia was 535,745 ha, however, the productivity was only
between 200–400 kg/ha, far below of India which was about 600–1,200 kg/ha. The low productivity is due to the
use of poor genetic sources of planting material (yield potential 8.90 kg/tree), poor cultural practices and not
completely suitable conditions of regions used for cashew development. Moreover, 94.44% of the products are
traded in the form of nuts, and only a small portion (5.56%) as kernels. The price of cashew nuts is about Rp5,000−
Rp8,000/kg and Rp30,000−Rp40,000/kg for the kernels. Commonly, the nuts are not peeled, and farmers are not
interested in peeling the nuts since it needs 5–6 kg of nuts to produce 1 kg of kernels. Based on current conditions,
farmers can not rely on cashew farming as their main source of income. Alternatives to increase farmers' income
may be carried out in two stages, i.e., short-term plan (3−5 years) and long-term plan (5−10 years). The short-
term efforts constitute application of good cultural practices to increase the production and quality of kernels, and
diversification by producing other cash crops (horizontally diversification) and process the kernels and its by-
products to increase their economic value. Long-term efforts occupy rehabilitation of the existing cashew plantations
by top working with superior scions, and rejuvenation or replanting of unproductive orchards with superior
planting materials. Innovative technologies required for the purposes are available, however, it has not been
socialized properly. Therefore, farmers skill should be increased, the agroindustry sectors must be functioned to
support the production sector, and the local government should coordinate and facilitate all sectors related to
agribusiness of cashew nut.
Keywords: Cashew, rehabilitation, diversification, income
P engembangan tanaman jambu mete
sampai tahun 2000 menunjukkan
hasil yang menggembirakan dengan luas
ha) sehingga pendapatan petani dari
usaha tani jambu mete belum dapat
memenuhi kebutuhan keluarganya.
dapatan petani atau menanggulangi
kemiskinan, menyediakan lapangan
kerja, dan meningkatkan pembangunan.
area sekitar 535,745 ha. Namun pro- Padahal pengembangan jambu mete Tantangan tersebut dapat dijawab dengan
duktivitasnya masih rendah (200−400 kg/ bertujuan untuk meningkatkan pen- cara membenahi sistem agribisnis jambu
Jurnal Litbang Pertanian, 23(2), 2004 53
2. mete yang meliputi pengadaan sarana namun mulai tahun 1984 juga untuk sarana, pelatihan singkat terutama
produksi, budi daya, pengolahan hasil, tujuan komersial (Daras dan Zaubin 2001). mengenai teknik budi daya dan cara
pemasaran, dan kelembagaan penunjang Produk mete umumnya diperdagang- pengacipan, serta kemitraan dengan
(Saragih 1994) yang selama ini masih kan dalam bentuk gelondong dan hanya pengusaha pengacipan. Namun, upaya
belum terkoordinasi dengan baik. sebagian kecil dalam bentuk kacang. tersebut belum memberikan dampak
Agroindustri jambu mete di bagian Kulit gelondong masih dianggap sebagai yang berarti. Mengingat area jambu mete
hulu, seperti pengadaan bibit, pupuk, limbah dan buah semu belum banyak sudah cukup luas, yaitu 535.745 ha dengan
dan pestisida, serta agroindustri di bagian dimanfaatkan sehingga nilai tambahnya melibatkan 535.745 KK (asumsi pemilikan
hilir, seperti pengolahan hasil mete men- belum dapat dinikmati oleh petani. Harga kebun mete 1 ha/KK), maka berbagai
jadi produk setengah jadi atau siap pakai, gelondong mete selama tahun 2000−2003 langkah strategis perlu ditempuh, yang
selama ini masih kurang terkait dengan bervariasi antara Rp5.000−Rp8.000/kg, mencakup upaya jangka pendek dan
kegiatan budi daya jambu mete. Hal ini dan harga kacang mete sekitar Rp30.000− jangka panjang.
secara tidak langsung mempengaruhi Rp40.000/kg, bergantung pada mutu,
kegiatan budi daya dan pengolahan hasil permintaan pasar, dan jalur tata niaga
sehingga produksi dan pendapatan yang setempat. Ukuran dan bobot gelondong Upaya Jangka Pendek (3 – 5
dicapai petani rendah. Kegiatan budi mempengaruhi perkembangan industri Tahun)
daya jambu mete juga masih menghadapi pengacipan. Bila gelondong bernas, maka
berbagai kendala, karena bahan tanaman setiap 3–4 kg gelondong menghasilkan 1 Pemeliharaan
yang digunakan bukan unggul dengan kg kacang, namun bila gelondong kurang
potensi produksi hanya sekitar 8,90 kg/ bernas, maka diperlukan 5–6 kg untuk Selama ini pemeliharaan kebun belum
pohon, serta kemampuan petani (SDM) menghasilkan 1 kg kacang. Pada umum- mengacu pada panduan teknologi yang
masih terbatas.Tulisan ini bertujuan nya gelondong yang dihasilkan petani tersedia, sehingga produktivitasnya
untuk memberikan gambaran mengenai kurang bernas, sehingga kegiatan hanya 300 kg/ha. Pemupukan dan
kondisi perkebunan jambu mete dewasa pengacipan dianggap tidak mengun- pemangkasan tanaman masih belum
ini terutama kegiatan budi daya dan tungkan karena nilai tambah yang di- diterapkan dengan tepat, padahal pe-
alternatif untuk memperbaikinya agar peroleh relatif kecil. Apalagi alat kacip mupukan sangat berpengaruh terhadap
jambu mete dapat menjadi sumber pen- yang digunakan kurang baik, sehingga produksi. Pemupukan 600 g NPK (1:1:2)/
dapatan utama petani. sekitar 40% kacang yang dihasilkan pohon/tahun disertai dengan pemang-
pecah (Direktorat Teknologi Agroindustri kasan cabang ekstensif dan ranting dalam
1999). tajuk pada tanaman jenis lokal berumur 4
Pemilikan kebun mete rata-rata setiap tahun, dapat meningkatkan produktivitas
STATUS PERKEBUNAN kepala keluarga (KK) adalah 1 ha dengan dari 2,80 kg/pohon menjadi 4,70 kg/pohon
JAMBU METE produktivitas 300 kg/ha. Apabila harga (Zaubin et al. 2000). Pada tanaman jenis
gelondong Rp5.000/kg, maka pendapatan lokal berumur 8 tahun, produktivitas
Sebagian besar (98%) pertanaman jambu dari jambu mete adalah Rp1.500.000/tahun. optimum sekitar 8,90 kg/pohon/tahun
mete diusahakan sebagai perkebunan Jumlah tersebut masih jauh di bawah atau 1.780 kg/ha dapat diperoleh dengan
rakyat, yang meliputi area 535.745 ha, kebutuhan hidup 1 keluarga petani, yang pemupukan 1 kg NPK (1:1:2)/pohon/tahun
dengan produksi 86.924 ton. Sayangnya diperkirakan mencapai Rp 7,50 juta/tahun. (Daras et al. 2002). Di Cikampek (Jawa
produktivitasnya hanya berkisar antara Selain itu, industri pengacipan gelondong Barat), tanaman mete tipe Balakrisnan-
200–400 kg/ha (Simanungkalit 1997), menjadi kacang mete belum berkembang, 02 umur 6 tahun dapat menghasilkan
jauh di bawah India yang berkisar antara sehingga nilai tambahnya belum dapat gelondong 5,60 kg/tanaman dengan
600–1.200 kg/ha (Bhaskara 1997). Rendah- dinikmati petani. Pada kondisi seperti itu, gelondong yang bernas, yaitu 117 butir
nya produktivitas tersebut disebabkan usaha tani jambu mete belum dapat gelondong/kg. Secara umum cara pe-
oleh penggunaan bahan tanaman yang diandalkan sebagai sumber pendapatan mupukan tanaman jambu mete dapat
bukan unggul, penerapan teknik budi utama. Oleh karena itu, perlu dilakukan mengacu pada Tabel 1.
daya yang sangat terbatas, dan tanah upaya meningkatkan produktivitas mete Tajuk pohon mete dengan jarak
serta iklim yang tidak sesuai untuk diiringi dengan diversifikasi produk agar tanam 6 m x 6 m pada umumnya sudah
pengembangan mete. mete dapat menjadi andalan pendapatan saling tumpang-tindih (overlapped) mulai
Pusat-pusat pengembangan jambu petani dan pendapatan asli daerah. umur 6 tahun. Oleh karena itu, diperlukan
mete adalah Sulawesi Tenggara (143.084 pemangkasan pemeliharaan agar luas
ha), Nusa Tenggara Timur (126.832 ha), permukaan tajuk tempat keluarnya bunga
Sulawesi Selatan (71.894 ha), Jawa Timur atau buah selalu optimum.
ALTERNATIF MENINGKAT-
(57.794 ha), Nusa Tenggara Barat (50.053
KAN PENDAPATAN PETANI
ha), Jawa Tengah (30.815 ha), Sulawesi Diversifikasi produk
Tengah (19.415 ha), dan Bali (17.080 ha) METE
(Direktorat Jenderal Perkebunan 2000). Berbagai produk sekunder atau produk
Perkebunan mete tersebut merupakan Untuk meningkatkan pendapatan petani jadi dapat dihasilkan dari buah jambu
hasil pengembangan yang dimulai tahun jambu mete, beberapa upaya telah mete. Buah semu dapat diolah menjadi
1972. Pada mulanya, pengembangan dilakukan, antara lain melalui proyek- sirup, jeli, anggur, asinan, makanan ternak,
ditujukan untuk konservasi lahan dan air, proyek pengembangan dan bantuan dan pupuk organik, serta gelondong
54 Jurnal Litbang Pertanian, 23(2), 2004
3. Tabel 1 . Takaran dan jenis pupuk/pohon/tahun, serta agihan, waktu dan cara pemupukan tanaman jambu mete.
Umur tanaman Urea SP-36 KCl Agihan dan waktu Cara
(tahun) (g) (g) (g) pemupukan pemupukan
0−1 25−35 30−45 35−50 50% diberikan pada Ditugal sedalam 15
awal dan akhir musim cm di antara pangkal
hujan batang dan batas tajuk
1−2 80−90 100−120 120−135 50% diberikan pada awal Ditugal sedalam 15 cm
dan akhir musim hujan pada batas tajuk
2−3 374−400 400−500 500−600 70% diberikan pada awal Ditugal sedalam 40 cm pada
pembungaan dan 30% empat titik dibatas tajuk
2 bulan kemudian
>3 500−550 625−700 750−800 70% diberikan pada awal Ditugal sedalam 40 cm
pembungaan dan 30% pada empat titik dibatas tajuk
2 bulan berikutnya
Sumber: Dhalimi et al. (2001); Daras et al. (2002); Zaubin dan Suryadi (2002b).
menjadi kacang mete dan cashew nut shell Vietnam, misalnya, ekspor gelondong yang ada (existing cashew plantation),
liquid (CNSL) (Mulyono dan Sumangat dikenakan pajak 4%, sedangkan ekspor misalnya penjarangan pada kebun dengan
2001) yang derivatnya digunakan dalam kacang mete bebas dari pajak. Di India, jarak tanam yang rapat, top working
berbagai industri (Gambar 1). Berkem- setiap ekspor 1 kg kacang mete diberikan tanaman yang potensi produksinya ren-
bangnya agroindustri mete di pedesaan kebebasan bea masuk untuk impor 4 kg dah, serta penerapan teknik budi daya
akan mendorong masyarakat pedesaan gelondong mete (Direktorat Teknologi pada kebun dengan pemeliharaan kurang
untuk menggali potensi kapital yang ada Agroindustri 1999). Di beberapa daerah baik, termasuk pengendalian hama dan
di wilayahnya dan memanfaatkannya da- sentra produksi mete di Indonesia justru penyakit. Peremajaan merupakan tindakan
lam bentuk perputaran ekonomi, sehingga disinyalir bahwa setiap gelondong mete penanaman kembali suatu area per-
menyerap tenaga kerja cukup banyak yang keluar dari desa dikenakan retribusi, kebunan mete yang sudah rusak dan tidak
(Saragih 1994) dan petani memperoleh juga di tingkat kecamatan dan antar- ekonomis (produktivitas kurang dari 300
nilai tambah. Ketersediaan bahan baku pulau. Retribusi tersebut tentunya akan kg/ha) dengan tanaman unggul hasil
buah semu dan gelondong cukup banyak, dibebankan sebagai biaya pembelian penyambungan.
mencapai 87.693 ton gelondong dan sehingga harga di tingkat petani menjadi
964.656 ton buah semu pada tahun 1998. rendah.
Koordinasi
Kemitraan −
Upaya Jangka Panjang (5−10
Tahun) Koordinasi antara setiap subsistem dalam
Kemitraan antara koperasi atau kelompok agribisnis jambu mete diperlukan untuk
tani dengan pengusaha diperlukan agar Upaya jangka panjang untuk meningkat- menciptakan satu wadah ekonomi ber-
petani memperoleh peralatan pascapanen kan pendapatan petani mete meliputi sama sehingga terjalin keterkaitan yang
dan jaminan pasar dengan harga yang kegiatan-kegiatan yang memerlukan per- erat di antara setiap subsistem. Struktur
wajar bagi produk yang dihasilkan. Dalam siapan yang relatif lama. Petani umumnya sistem agribisnis mete dewasa ini masih
kemitraan tersebut, 65% saham dimiliki enggan melakukan penjarangan. Selain tersekat-sekat. Subsistem agribisnis di
koperasi dan 35% milik pengusaha. itu, teknik penyambungan, pengendalian bagian hulu (penyediaan sarana pro-
Umumnya pengelolaan sisi permintaan hama dan penyakit, serta budi daya yang duksi) dan di bagian hilir (pengolahan
masih sangat lemah sehingga pihak baik belum dikuasai. Oleh karena itu, hasil dan pemasaran) masih dikuasai
pengusaha diharapkan dapat menjemba- petani perlu disiapkan terlebih dahulu oleh pengusaha yang memperoleh
tani pemasaran dengan cara memesan untuk dapat melaksanakan rehabilitasi keuntungan atau nilai tambah yang besar,
atau menyampaikan pesanan produk- dan peremajaan serta membangun kerja sedangkan porsi ekonomi utama petani
produk mete serta kualitas yang diminta sama yang baik di antara semua pihak yang mete adalah pada kegiatan budi daya
pasar. terlibat dalam agribisnis jambu mete. yang nilai tambah ekonominya relatif
kecil.
Upaya untuk membenahi kondisi ini
Kebijakan Rehabilitasi dan peremajaan adalah dengan melaksanakan koordinasi
yang baik agar setiap subsistem dalam
Perlu ada kebijakan pemerintah untuk Rehabilitasi diartikan sebagai kegiatan agribisnis mete terintegrasikan dalam satu
melindungi perdagangan mete. Di untuk meningkatkan produktivitas kebun sistem pada suatu kawasan atau wilayah.
Jurnal Litbang Pertanian, 23(2), 2004 55
4. Selai (jam), pasta buah
Buah kalengan dalam sirup
Manisan buah, acar, asinan
Manisan kering (candy)
Sambal, abon Sari buah keruh dan jernih
Anggur, jeli
Cuka makan (vinegar)
Buah semu Sari buah
Nata de cashew
Obat rasa mual, gurah
Ampas sisa perasan Pakan ternak
Pupuk (kompos)
Kacang mete
Gelondong Bahan cat, pernis, resin, pelumas
Bahan kanvas rem, minyak rem
CNSL Bahan insektisida, fungisida
Sampai dengan 200 jenis bahan
Kulit biji dagangan lain
Ampas Bahan bakar
Papan partikel
Bahan obat penyakit kulit, luka bakar
Daun/pucuk
Lalapan
Kayu
Bahan industri penyamak kulit
Batang Kulit batang
Bahan obat kumur (sariawan)
Lem kertas
Getah (gum) Antirayap
Akar Mengandung khasiat pencahar
Gambar 1. Potensi pohon dan buah jambu mete sebagai bahan baku berbagai industri (Heyne 1987; Said 2000; Iskandar
2002).
Ditunjang oleh pemerintah daerah, pada setiap kawasan sentra produksi mete INOVASI TEKNOLOGI BUDI
perbankan, perguruan tinggi, serta terdapat industri pupuk dan obat-obatan, DAYA DAN PASCAPANEN
lembaga penelitian, agribisnis mete dapat tersedia teknologi untuk meningkatkan
dijadikan model untuk membangun produktivitas dan nilai tambah, serta ada Beberapa inovasi teknologi yang telah
suatu kawasan industri masyarakat pasar yang menampung hasil dengan tersedia di Badan Litbang Pertanian dan
perkebunan (KIMBUN) mete. Idealnya, harga yang wajar. siap untuk dikembangkan adalah :
56 Jurnal Litbang Pertanian, 23(2), 2004
5. Teknologi Pascapanen lain adalah F2-8, F2-10, A3-1, A3-2, Pola Rehabilitasi dan
A3-3, C6-5, III4/2, M4-2, 293, 180, dan Peremajaan
Penguasaan teknologi pengolahan buah B02 (Koerniati dan Hadad 1996). Selain
semu dan gelondong mete diperlukan yang sudah tercatat, di setiap sentra
untuk menghasilkan produk-produk siap Beberapa pola rehabilitasi dan peremaja-
produksi dilaporkan terdapat pohon
pakai dan memperoleh nilai tambah an telah tersedia, namun penerapannya
dengan potensi produksi 10–20 kg/
(Mulyono dan Sumangat 2001). Salah harus disesuaikan dengan kondisi la-
pohon. Pohon ini dapat dipakai sebagai
satu produk dari buah semu adalah pangan. Di Sulawesi Tenggara, khusus-
bahan perbanyakan tanaman karena
anggur jambu mete. Cara pembuatannya, nya di Pulau Muna, jambu mete pada
sudah beradaptasi di wilayah masing-
buah semu yang matang dan tidak cacat mulanya dikembangkan dengan jarak
masing, seperti di daerah Bayan, Dompu,
dicuci, lalu dihancurkan atau diblender, tanam 3 m x 2 m dengan tujuan untuk
Doropeti di Nusa Tenggara Barat,
ditambahkan air sebanyak bobot bahan konservasi lahan. Karena gelondong-
Larantuka di Nusa Tenggara Timur,
yang digunakan, disaring, dan ditambah- nya mempunyai harga jual yang menarik,
Pangkep di Sulawesi Selatan, dan daerah
kan 25% gula dan nutrien (0,33 g/l DAP maka pengembangannya kemudian ber-
pengembangan lainnya.
dan 0,20 g/l Na2CO3). Setelah penyesuaian geser ke arah komersial, namun tanpa
pH (3−4,50), dilakukan pasteurisasi, dan disertai upaya untuk memperbaiki kebun
setelah dingin ditambahkan 5% starter Perbanyakan melalui yang ada. Perkebunan tersebut perlu
khamir Saccharomyces cerevisiae. Penyambungan direhabilitasi (Zaubin dan Suryadi 2000)
Selanjutnya larutan difermentasi selama dengan cara memotong (pada tinggi 1,50
2 minggu, di saring, dipasteurisasi, Penguasaan teknik penyambungan di- m) pohon-pohon terbaik pada jarak 10 m x
dilanjutkan dengan proses penuaan perlukan karena tanaman jambu mete 10 m. Tunas yang tumbuh dari batang
(aging) selama 3 bulan. menyerbuk silang sedangkan populasi pokok selanjutnya disambung dengan
Produk siap pakai lainnya adalah tanaman yang ada potensi genetiknya tunas dari pohon unggul. Setelah tunas
nata de cashew. Produk ini dibuat dengan rendah. Pohon-pohon unggul jambu sambungan hidup, pohon di sekitarnya
cara mencuci buah semu yang matang mete harus diperbanyak secara klonal dibongkar secara bertahap sehingga
dan tidak cacat, lalu direndam dalam 2% dengan penyambungan agar hasil per- akhirnya diperoleh pohon-pohon ung-
air garam selama 2 jam, dipotong-potong, banyakan mempunyai sifat-sifat unggul gul dengan jarak tanam 10 m x 10 m.
dihancurkan atau diblender, diperas, dan seperti pohon induknya (Zaubin dan Pemeliharaan yang dilakukan meliputi
disaring. Selanjutnya filtrat diencerkan Suryadi 2002c). Penyambungan dapat penyiangan, pemangkasan, pemupukan,
dengan menambahkan air sebanyak tiga dilakukan pada tingkat bibit (Gambar 2) serta pengendalian hama dan penyakit.
kali volume filtrat, lalu dimasak. Selama maupun pada tanaman dewasa melalui Lahan di antara barisan pohon mete dapat
pemasakan ditambahkan 3% gula pasir, top working (Gambar 3). Sebagai batang dimanfaatkan untuk tanaman pangan.
1,50% asam cuka, dan 0,30% amonium bawah digunakan tipe lokal dan untuk Di Nusa Tenggara Barat dan Nusa
sulfat. Setelah mendidih, larutan di- batang atas diambil dari pohon unggul Tenggara Timur, jambu mete umumnya
masukkan ke dalam baki dan ditutup lokal setempat. Dengan cara demikian ditanam dengan jarak tanam 6 m x 6 m.
kertas koran. Setelah dingin ditambahkan akan diperoleh pertanaman dengan Sampai umur 3 tahun, lahan di antara
5% starter bakteri Acetobacter xylinum, potensi produksi sekitar 1.500 kg/ha. barisan tanaman mete dapat ditanami
kemudian difermentasi selama 8 hari.
Setelah jadi, nata dipotong-potong seperti
dadu, dicuci beberapa kali sampai bersih,
dan siap dikonsumsi.
Selain produk di atas, dari gelondong
mete dapat dihasilkan kacang yang ber-
mutu tinggi. Gelondong yang terpilih
dijemur sampai kadar air 9−10%, di-
dinginkan, lalu dikupas dengan meng-
gunakan alat kacip model MM-99.
Kacang mete yang masih berkulit ari
selanjutnya dijemur sampai mencapai
kadar air 7−8%, kemudian disangrai dan
dilepas kulit arinya. Kacang mete kering
lalu disortasi sesuai tingkat keutuhan,
dijemur lagi sampai mencapai kadar air
5%, lalu dikemas.
Pohon-pohon Harapan atau
Unggul Lokal
Nomor-nomor pohon mete dengan Gambar 2. Bibit sambungan jambu mete di rumah atap (A) dan tanaman hasil
potensi produksi 10−20 kg/pohon antara sambungan umur 5 tahun (B).
Jurnal Litbang Pertanian, 23(2), 2004 57
6. (celup cepat) bagian pangkalnya ke dalam
larutan 750 ppm paklobutrazol, lalu
disemprot dengan fungisida dan di-
bungkus dengan kertas koran basah
(Zaubin dan Suryadi 2001).
TANTANGAN DAN UPAYA
PENANGGULANGAN
Tantangan
Meskipun kondisi perkebunan mete
kurang baik dan teknologi untuk me-
ningkatkan produktivitas tersedia,
industri pengacipan belum berkembang
Gambar 3. Top working tanaman jambu mete berpotensi produksi rendah (A) dan dan kegiatan rehabilitasi (termasuk
hasil sambungannya setelah 1 tahun (B). peremajaan) belum dilaksanakan. Hal ini
karena adanya hambatan atau kendala
dalam sumber daya manusia, dukungan
tanaman pangan. Setelah berumur 4 tajuk. Sampai umur 15 bulan, tanaman sarana dan prasarana, modal usaha, dan
tahun, tajuk tanaman mulai saling me- mete dipangkas untuk mendapatkan kelembagaan.
naungi sehingga produksinya menurun bentuk optimum. Selanjutnya dilakukan Petani jambu mete umumnya belum
dan peluang untuk mengusahakan pemangkasan pemeliharaan dengan cara siap untuk melakukan diversifikasi dan
tanaman pangan tidak ada. Sebaiknya membuang semua tunas dan ranting rehabilitasi. Informasi mengenai teknik
perkebunan tersebut direhabilitasi de- yang berada di dalam tajuk, cabang- budi daya dan pascapanen banyak yang
ngan cara membagi pohon-pohon mete cabang ekstensif, serta bagian-bagian belum sampai kepada petani, seperti
dalam baris ganjil (1, 3, 5, dan seterusnya) pohon yang terserang hama dan penyakit penggunaan bahan tanaman unggul,
dan genap (2, 4, 6, dan seterusnya). (Zaubin dan Suryadi 2002a). teknik budi daya, standar mutu gelondong,
Pohon dengan nomor genap dalam baris Untuk memacu pertumbuhan ta- serta teknologi pengolahan hasil panen
ganjil dan pohon dengan nomor ganjil naman muda dan memperoleh produksi yang efisien dan higienis.
dalam baris genap ditebang pada ketinggi- yang optimum, tanaman perlu dipupuk Pada umumnya petani menjual
an 1,50 m. Tunas yang tumbuh dari batang dengan takaran sesuai dengan umur dan gelondong dan sedikit sekali yang
pokok disambung dengan tunas dari kebutuhan tanaman. Efisiensi peng- melakukan kegiatan pengacipan. Alat
pohon unggul. Pohon yang disambung gunaan pupuk diatur dengan mem- kacip yang banyak dimiliki petani adalah
ini mulai berproduksi pada umur 2 tahun. perhatikan komposisi hara, cara, waktu, kacip ceklok, dengan kecepatan peng-
Apabila tajuk mete mulai saling me- dan interval pemupukan (Dhalimi et al. upasan rendah dan persentase kacang
naungi, maka pohon-pohon yang tidak 2001; Daras et al. 2002; Zaubin dan pecah cukup tinggi. Modal petani untuk
disambung dibongkar. Dengan demikian Suryadi 2002b) seperti pada Tabel 1. memenuhi kebutuhan usaha taninya
diperoleh kebun mete unggul dengan jarak sangat terbatas, sedangkan prosedur
tanam 7,50 m x 12 m. untuk mendapatkan bantuan permodalan
Rehabilitasi dan peremajaan mem- Penyimpanan Benih
kurang dikuasai.
buka peluang untuk meningkatkan Kelembagaan dalam industri mete
produktivitas perkebunan jambu mete Gelondong mete yang telah dipanen
juga masih lemah. Kelompok-kelompok
dari 300 kg/ha menjadi 1.500 kg/ha. segera dipisahkan dari buah semu ke-
tani masih belum mampu memecahkan
Selain itu melalui kegiatan rehabilitasi mudian direndam dalam air. Gelondong
masalah dalam usaha taninya. Setiap
akan dihasilkan gelondong yang bernas yang mengapung dan melayang di-
subsistem dalam agribisnis mete masih
(120 butir/kg gelondong) sehingga pisahkan dan yang tenggelam dipakai
berdiri sendiri-sendiri dan belum ber-
membuka peluang untuk mengembang- sebagai benih. Setelah dijemur sampai
dasarkan pada asas kebersamaan eko-
kan industri pengacipan (home industry). mencapai kadar air 5–6%, gelondong
nomi. Pemerintah daerah juga kurang
dikemas dalam kantong plastik kedap
serius menangani permasalahan dalam
udara untuk disimpan. Benih yang
agribisnis jambu mete.
Pemangkasan dan Pemupukan disimpan selama 12 bulan masih mem-
punyai daya berkecambah lebih dari
Pada tanaman muda, pemangkasan 83% (Sukarman et al. 2001). Selain itu Upaya Penanggulangan
diperlukan untuk membentuk kerangka bahan tanaman unggul (entres, scion)
tanaman, sedang pada tanaman produktif yang akan dipakai untuk penyambungan Upaya menanggulangi berbagai masalah
pemangkasan dilakukan untuk mem- dapat dipertahankan viabilitasnya sampai dalam agribisnis jambu mete dapat
pertahankan luas optimum permukaan + 20 hari dengan cara mencelupkan dilakukan melalui pelatihan, mulai dari
58 Jurnal Litbang Pertanian, 23(2), 2004
7. tingkat kabupaten, kecamatan hingga mereka dapat melaksanakan rehabilitasi baik sehingga produktivitasnya rendah.
tingkat desa, mengenai teknik budi daya, secara mandiri. Teknik budi daya yang diterapkan sangat
pascapanen, dan pemasaran. Pelatihan Kelembagaan koperasi juga perlu terbatas padahal inovasi teknologi budi
secara berjenjang diperlukan untuk ditumbuhkembangkan. Selain untuk daya jambu mete dan teknologi pengolah-
mempersiapkan petugas-petugas lapang- menampung dan memasarkan produksi an hasil panen menjadi produk-produk
an (traning for trainers) karena pelatih gelondong, koperasi juga bergerak di dengan nilai tambah relatif tinggi telah
yang menguasai inovasi tersebut ter- bidang pengadaan sarana produksi dan tersedia. Sarana pertanian di lokasi
batas jumlahnya, sedang petugas la- modal. pengembangan mete umumnya kurang
pangan yang akan mengintroduksikan- Kemitraan diperlukan dalam penye- tersedia dan hasil kebun masih dipasarkan
nya kepada petani belum menguasai diaan sarana dan prasarana pertanian, dalam bentuk gelondong. Dengan kondisi
inovasi tersebut dengan baik. Pelatihan termasuk peralatan pengolahan hasil seperti itu maka usaha tani jambu mete
di kelas perlu diikuti dengan praktek di panen serta jaminan pasar untuk produk- belum dapat diandalkan sebagai sumber
lapangan. Untuk itu perlu disiapkan produk mete dengan harga yang wajar. pendapatan.
kebun-kebun dan peralatan pascapanen Jenis-jenis produk yang dihasilkan Alternatif untuk meningkatkan
untuk mempraktekkan apa yang telah disesuaikan dengan permintaan pasar. produktivitas dan pendapatan petani
diperoleh di kelas. Teknologi pascapanen dapat diperoleh mete mencakup upaya jangka pendek dan
Untuk perbanyakan tanaman melalui melalui kerja sama dengan perguruan jangka panjang. Upaya jangka pendek
penyambungan, perlu dibentuk regu-regu tinggi atau lembaga penelitian terkait. (3–5 tahun) meliputi perbaikan budi daya
sambung di setiap desa atau kecamatan, dibarengi dengan diversifikasi produk
dan penyuluh di wilayah tersebut ber- untuk meningkatkan pendapatan petani.
tanggung jawab terhadap keterampilan Untuk jangka panjang (5–10 tahun),
setiap regu. Setiap 1–2 bulan dilakukan KESIMPULAN diperlukan rehabilitasi perkebunan mete
monitoring dan evaluasi terhadap kinerja dan koordinasi yang baik di antara setiap
regu penyambungan tersebut. Teknik Perkebunan jambu mete umumnya dikelola subsistem dalam agribisnis mete.
penyambungan perlu dikuasai petani agar oleh rakyat dengan kondisi yang kurang
DAFTAR PUSTAKA
Bhaskara, Rao E.V.V. 1997. Integrated Badan Pengkajian dan Penerapan Tek- Saragih, B. 1994. Agroindustri sebagai suatu
production practices in cashew in India. nologi, Jakarta. 8 hlm. sektor yang memimpin dalam pem-
Expert consultation on integrated pro- bangunan jangka panjang (PJP) II. Makalah
Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia.
duction practices in cashew in Asia. FAO– disampaikan pada ceramah SESPANAS,
II. Terjemahan Badan Litbang Kehutanan,
Bangkok, Thailand, 7–9 October 1997. 23 tanggal 9 September 1994, di Jakarta.13
Jakarta. Yayasan Sarana Wana Jaya, Ja-
pp. hlm.
karta. hlm. 1.223–1.225.
Daras, U. dan R. Zaubin. 2001. Sejarah dan Simanungkalit, T. 1997. Membangun industri
Iskandar, M. 2002. Prospek CNSL (cashew nut
prospek tanaman jambu mete. Monograf mete nasional jangka panjang. Sumbang
shell liquid) sebagai bahan baku industri
Jambu Mete. Balai Penelitian Tanaman saran dan masukan dari Asosiasi Industri
insektisida nabati. Hasil-hasil Penelitian
Rempah dan Obat, Bogor. hlm. 1–8. Mete Indonesia (AIMI). AIMI, Ujung
Tanaman Rempah dan Obat Mendukung
Pandang.
Daras, U., R. Zaubin, dan R. Suryadi. 2002. Otonomi Daerah. Perkembangan Teknologi
Penelitian pemupukan jambu mete di Tanaman Rempah dan Obat XIV(2): 35– Sukarman, D. Rusmin, dan M. Hasanah. 2001.
Propinsi NTB dan NTT. Laporan Kerja 42. Produksi dan penanganan benih jambu
Sama Proyek P2RWTI-IFAD, Direktorat mete. Monograf Jambu Mete. Pusat Pe-
Koerniati, S. dan E.A. Hadad. 1996. Per-
Jenderal Bina Produksi Perkebunan dengan nelitian dan Pengembangan Tanaman
kembangan penelitian bahan tanaman
Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Perkebunan, Bogor. hlm. 37–50.
jambu mete. Prosiding Forum Komunikasi
Obat, Bogor.
Ilmiah Komoditas Jambu Mete, Bogor 5−6 Zaubin, R. dan R. Suryadi. 2000. Beberapa pola
Dhalimi, A., R. Zaubin, dan R. Suryadi. 2001. Maret. Balai Penelitian Tanaman Rempah rehabilitasi jambu mete (Anacardium
Pengaruh dosis dan agihan pemupukan dan Obat, Bogor. hlm. 104−114. occidentale). Balai Penelitian Tanaman
terhadap pertumbuhan dan produktivitas Rempah dan Obat, Bogor. 9 hlm.
Mulyono, E. dan D. Sumangat. 2001. Peng-
jambu mete. Laporan Teknis Penelitian
olahan gelondong jambu mete, cairan kulit .
Zaubin, R., U. Daras, dan R. Suryadi. 2000.
Bagian Proyek Penelitian Tanaman Rem-
biji mete (CNSL) dan pemanfaatannya. Demonstrasi plot pemangkasan jambu
pah dan Obat, TA 2000. Balai Penelitian
Monograf Jambu Mete. Balai Penelitian mete. Kerja Sama Proyek P2RWTI-IFAD.
Tanaman Rempah dan Obat, Bogor.
Tanaman Rempah dan Obat, Bogor. hlm. Direktorat Jenderal Perkebunan dengan
Direktorat Jenderal Perkebunan. 2000. Statistik 77–96. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan
Perkebunan Indonesia 1998–2000. Jambu Obat, Bogor.
Said, E.G. 2000. Menguak potensi pengembangan
Mete. Departemen Kehutanan dan Per-
industri hilir perkebunan Indonesia. Makalah Zaubin, R. dan R. Suryadi. 2001. Pengaruh
kebunan, Jakarta.
Seminar Sehari Kebijakan Industri Hilir paklobutrazol dan lama penyimpanan
Direktorat Teknologi Agroindustri. 1999. Perkebunan, Jakarta, 14 September 2000. terhadap viabilitas entres jambu mete.
Rangkuman Hasil Diskusi Pengembangan Asosiasi Penelitian Perkebunan Indonesia, Buletin Tanaman Rempah dan Obat XII(1):
Agroindustri Mete. Jakarta, 7 April 1999. Bogor. 7–14.
Jurnal Litbang Pertanian, 23(2), 2004 59
8. Zaubin, R. dan R. Suryadi. 2002a. Demonstrasi mupukan serta pemberian mulsa terhadap bungan (grafting). Laporan Kerja Sama
plot pemangkasan tanaman jambu mete. pertumbuhan dan produksi tanaman jambu Proyek P2RWTI/EISCDP-IFAD, Direk-
Laporan Kerja Sama Proyek P2RWTI/ mete. Laporan Hasil Penelitian TA. 2002. torat Jenderal Perkebunan dengan Balai
EISCDP-IFAD. Direktorat Jenderal Per- Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Penelitian Tanaman Rempah dan Obat,
kebunan dengan Balai Penelitian Tanaman Obat, Bogor. 14 hlm. Bogor. 8 hlm.
Rempah dan Obat, Bogor. 6 hlm.
Zaubin, R. dan R. Suryadi. 2002c. Rejuvenasi
Zaubin, R. dan R. Suryadi. 2002b. Pengaruh tanaman jambu mete melalui penyam-
daerah peletakan pupuk dan kedalaman pe-
60 Jurnal Litbang Pertanian, 23(2), 2004