Penyakit TB Paru sangat Luas untuk dijaring dengan Tujuan Mencari, Mendapatkan dan mengobati.
Indonesia Bebas TB Tahun 2024.
Toss TB
Lebih baik Mencegah dari pada Mengobati.
saya mulai dari diri saya.
2. Sekilas Tentang Tuberkulosis
Mycobacterium
tuberculosis
udarabebas
terhirup
Merupakan penyakit menular langsung manusia ke manusia
yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis
Dapat disembuhkan dengan berobat
teratur sampai selesai, selama 6 bulan.
Bukan disebabkan oleh guna-guna atau
kutukan. Bukan penyakit keturunan.
Sebagian besar kuman TBC menyerang
paru, tetapi dapat juga mengenai organ
atau bagian tubuh lainnya
(misalnya: tulang, kelenjar, kulit, dll).
TBC dapat menyerang siapa saja, terutama usia
produktif dan bisa menyebabkan kematian bila tidak diobati
4. Orang yang Berisiko Tinggi terkena TBC
• Orang-orang yang kontak erat dengan pasien TB yang
belum diobati
• Orang yang status gizinya rendah
• Orang dengan daya tahan tubuh rendah
• Bayi dan anak-anak yang kontak erat dengan pasien TB
BTA positif
• Orang dengan HIV/AIDS
5. zzzz
Batuk Terus
Menerus
Kadang dahak
bercampur darah
Nafsu makan
menurun
Berkeringat di malam
hari meski tanpa
melakukan kegiatan
Berat badanmenurun
Demam meriang
berkepanjangan
Sesak nafas dan
nyeri dada
Gejala Utama Gejala Tambahan
7. TBC pada Anak dan Remaja
Usia 0 – 4 tahun Usia 5– 14 tahun Usia 15 – 24 tahun
22.201 kasus 30.728 kasus 63.848 kasus
5% 7% 14%
dari total kasus dari total kasus dari total kasus
8. GEJALA-GEJALA TBC PADA ANAK
Batuk bukan merupakan gejala utama TBC pada anak.
Diagnosis TBC pada anak prinsipnya sama dengan dewasa melalui
pemeriksaan dahak BILA dapat mengeluarkan dahak, selain itu dapat
menggunakan Sistem Skoring (penilaian dilakukan oleh dokter).
Anak perlu dicurigai menderita TBC bila ada gejala sebagai berikut:
Adanya kontak dengan pasien TBC dewasa
Uji tuberkulin positif
Berat badan kurang
Demam tanpa sebab jelas
Batuk
Pembesaran kelenjar
Pembengkakan tulang/sendi panggul, lutut
Foto dada terkesan TBC
9. DIAGNOSIS TBC
TB Paru
Diagnosis TB ditegakkan dgn pemeriksaan bakteriologis,
yaitu pemeriksaan dahak dengan:
• Mikroskopis langsung,
Pemeriksaan dahak 2 kali, yaitu: SP
atau SS (kondisi khusus) atau PP (bila mungkin)
S (Sewaktu): dahak ditampung di fasyankes.
P (Pagi) : dahak ditampung pagi setelah
bangun tidur.
• Biakan/Kultur
• Tes Cepat Molekuler (TCM) TB
10. PENGUMPULAN DAHAK TERDUGA TBC
(DAHAK: PAGI & SEWAKTU (PS/SP))
BERSIHKAN MULUT DENGAN KUMUR-KUMUR
TARIK NAFAS DALAM-DALAM MELALUI HIDUNG, KELUARKAN DARI MULUT (LAKUKAN BEBERAPA KALI)
Kumur-kumur dengan air minum
14. Anak dengan satu atau lebih gejala khas TB
Pemeriksaan mikroskopis/TCM
Positif Negatif Spesimen tidak dapat diambil
Tidak ada akses foto
rontgen toraks dan uji
tuberkulin
Ada akses foto rontgen toraks dan/atau uji
tuberkulin*)
Tidak ada/tidak jelas kontak
pasien TB paru**)
Skor < 6
Skor ≥6
Uji tuberkulin (+) dan/atau
ada kontak TB paru**)
TB anak
terkonfirmasi
bakteriologis
Skoring sistem
Ada kontak TB
paru**)
Observasi gejala selama 2 minggu
Uji tuberkulin (-) dan Tidak
ada kontak TB paru**)
TB anak
klinis
Terapi OAT***)
Menghilang
Menetap Bukan TB
Gejala TB pada anak:
Batuk ≥ 2 minggu
Demam ≥ 2 minggu
BB turun atau tidak naik dalam 2
bulan sebelumnya
Malaise ≥ 2 minggu
Gejala tsb menetap walau sudah
diberikan terapi yang adekuat
15. PEMERIKSAAN TCM
Alat diagnosis utama untuk penegakan diagnosis TBC
Menggunakan spesimen dahak (terduga TBC paru)
dan non dahak (terduga TBC ekstra paru, yaitu cairan
serebro spinal, kelenjar limfe, dan jaringan)
Pengumpulan dahak:
•2 dahak : sewaktu-sewaktu, sewaktu-pagi atau pagi-
sewaktu
•Jarak pengambilan dahak pertama ke kedua adalah 1 jam
•Volume dahak = 3-5 ml dan mukopurulen
16. PASIEN TBC TERDIAGNOSIS
DENGAN PEMERIKSAAN
MIKROSKOPIS
Pasien TBC terdiagnosis dengan pemeriksaan
mikroskopis harus diperiksa lanjutan dengan TCM
Pemeriksaan TCM untuk mengetahui status resistansi
terhadap Rifampisin
17. Tindak Lanjut
Pasien konfirmasi
bakteriologis dari
pemeriksaan
mikroskopis
Hasil TCM : MTB pos
Rifampisin resistan
Hasil TCM : MTB pos
Rifampisin sensitif/MTB
pos Rifampisin
Indeterminate, MTB
negatif, dan hasil gagal
Mengikuti alur
diagnosis
pemeriksaan TCM
Pasien tetap terdiagnosis
TBC terkonfirmasi
bakteriologis
18. Tindak Lanjut
Pasien TBC
klinis dengan
hasil BTA
negatif
Hasil TCM : MTB pos
Rifampisin resistan
Mengikuti alur
diagnosis
pemeriksaan TCM
Pasien tetap sebagai TBC
terdiagnosis klinis
Hasil TCM : MTB pos
Rifampisin sensitif/MTB
pos Rifampisin
Indeterminate
TBC terkonfirmasi
bakteriologis
Hasil TCM : MTB negatif
atau hasil gagal
19. JENIS PENYAKIT TBC
• TBC Paru
Tuberkulosis yang menyerang jaringan
paru
• TBC Ekstra Paru
Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru,
misalnya: selaput otak, selaput jantung, kelenjar getah bening,
tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat
kelamin, dll
20. PENGOBATAN TBC DEWASA
Tahap Awal (2 atau 3 bln)
Obat diminum setiap hari
Tahap Lanjutan (4 atau 5 bln)
Obat diminum 3 kali seminggu
Dengan Obat Anti Tuberkulosis (OAT)
yang lengkap/standar
Lama pengobatan 6 s/d 8 bulan, yang
di bagi dalam 2 tahap:
Tahap Awal (2 atau 3 bulan) dengan
minum obat setiap hari
Tahap Lanjutan (4 atau 5 bulan) dengan
minum obat 3 x seminggu
Minum obat di depan Pengawas
Menelan Obat (PMO)
21. PENGOBATAN TBC ANAK
Dengan pemberian Obat Anti Tuberkulosis (OAT) Anak
Lama Pengobatan 6 bulan, yang dibagi dalam 2 tahap:
Tahap Awal : selama 2 bulan (tiap hari)
Tahap Lanjutan : selama 4 bulan (tiap hari)
Minum obat di depan Pengawas Menelan Obat (PMO).
T
A
H
A
P
A
W
A
L
TAHAP LANJUTAN
22. OBAT ANTI TBC
Obat Anti TB (OAT) disediakan dalam bentuk Paket
Kombinasi Dosis Tetap (KDT)/FDC
• OAT KDT Kategori 1
• OAT KDT Kategori 2
• OAT KDT Kategori
Anak
23. PENGOBATAN TBC DEWASA (1)
OAT KATEGORI 1
• Diberikan kpd pasien:
• baru TB paru BTA(+/-), &
• TB ekstra paru
• Lama pengobatan = 6 bulan:
• Tahap awal 2(RHZE) : 2 bln
• Tahan lanjutan 4(RH)3 : 4 bln
24. OBAT ANTI TBC (OAT) KATEGORI 1
Dosis harian akan digunakan secara bertahap
Prioritas pemberian :
1. Pasien TBC HIV
2. Kasus TBC yang diobati di rumah sakit
3. Kasus TBC dengan hasil MTB pos Rifampisin sensitif dan
indeterminate dengan riwayat pengobatan
25. OBAT ANTI TBC (OAT) KATEGORI 2
Tidak direkomendasikan untuk pengobatan pasien
TBC
Program TBC tidak menyediakan OAT kategori 2 sejak
2021
Apabila masih ada stok OAT kategori 2 maka harus
dimanfaatkan sampai habis
27. PENGOBATAN TBC ANAK
OAT KATEGORI ANAK
• Diberikan kpd pasien TB:
• Anak
• Usia 14 thn (< 15 thn)
• Lama pengobatan =
6 bulan:
• Tahap awal 2(RHZ) : 2 bln
• Tahan lanjutan 4(RH) : 4 bln
28. Apa Pentingnya Menelan Obat TBC
Secara Teratur
• Pengobatan TB harus lengkap dan teratur sesuai petunjuk
sampai dinyatakan sembuh. Bila pasien berhenti menelan obat
sebelum selesai pengobatan akan berisiko:
1. Penyakit tidak sembuh dan tetap menularkan ke orang lain
2. Penyakit bertambah parah dan bisa berakibat kematian
3. Kuman menjadi kebal/tidak mempan terhadap obat anti
tuberculosis lini pertama. Pasien ini disebut TB RO (Resistan
Obat) Obat Anti Tuberkulosis (OAT) lini pertama yang
disediakan saat ini tidak dapat membunuh kuman yang
telah kebal terhadap obat tersebut, sehingga pasien
membutuhkan penanganan yang lebih mahal dan waktu
yang lebih lama.
29. PENGAWAS MENELAN OBAT (PMO)
Definisi:
Seseorang yang secara sukarela membantu
pasien TB dalam masa pengobatan hingga
sembuh
Kriteria PMO:
1.Sehat jasmani dan rohani serta bisa baca
tulis
2.Bersedia membantu pasien dengan
sukarela
3.Tinggal dekat dengan pasien
4.Dikenal, dipercaya dan disegani oleh
pasien
5.Disetujui oleh pasien dan petugas
kesehatan
6.Bersedia dilatih dan atau mendapat
penyuluhan bersama-sama dengan
pasien
Tugas PMO:
1.Memastikan pasien menelan obat sesuai aturan
sejak awal pengobatan sampai sembuh.
2.Mendampingi dan memberikan dukungan
moral kepada pasien agar dapat menjalani
pengobatan secara lengkap dan teratur.
3.Mengingatkan pasien TB untuk mengambil obat
dan periksa ulang dahak sesuai jadwal.
4.Menemukan dan mengenali gejala-gejala efek
samping OAT dan merujuk ke Sarana
Pelayanan Kesehatan.
5.Mengisi kartu kontrol pengobatan pasien sesuai
petunjuk (petunjuk terdapat di sudut bawah
kartu kontrol).
6.Memberikan penyuluhan tentang TB kepada
keluarga pasien atau orang yang tinggal
serumah
30. JADWAL PEMERIKSAAN ULANG DAHAK SELAMA PENGOBATAN:
AKHIR TAHAP AWAL, AKHIR BULAN KE-5 DAN AKHIR PENGOBATAN
1. AKHIR TAHAP AWAL
PENGOBATAN
2. AKHIR BULAN KE-5
PENGOBATAN 3. AKHIR PENGOBATAN
31. EFEK SAMPING OBAT ANTI TBC (OAT)
Gejala efek samping Yang harus dilakukan
Warna kemerahan pada
air seni (urin)
Jelaskan kepada pasien untuk tidak
perlu kuatir karena warna merah
berasal dari salah satu obat yang
ditelan
Mual, sakit perut Jelaskan kepada pasien agar obat
ditelan malam hari sebelum tidur
Nyeri sendi Segera rujuk ke Petugas Kesehatan
Kesemutan sampai dgn
rasa terbakar di kaki
Segera rujuk ke petugas Kesehatan
Efek Samping Ringan:
32. EFEK SAMPING OBAT ANTI TBC (OAT)
Gejala efek samping Yang harus dilakukan
• Gatal dan kemerahan pada kulit
• Gangguan pendengaran
• Gangguan penglihatan
• Gangguan keseimbanagan/ limbung
• Kuning pada mata atau kulit tanpa
penyebab lain
• Gelisah dan muntah-muntah
• Bintik-bintik kemerahan pada kulit
dan syok
Bila ada gejala efek samping berat
seperti di atas segera hentikan
obat dan hubungi petugas
Kesehatan.
Efek Samping Berat:
34. BAHAYA PENGOBATAN TBC TIDAK TUNTAS/
MELALAIKAN PENGOBATAN
Pasien akan berisiko:
1.Penyakit tidak sembuh dan tetap
menularkan ke orang lain
2.Penyakit bertambah parah dan bisa
berakibat kematian
3.Menjadi TB Resistan Obat, penanganan
lebih mahal dan waktu pengobatan lebih
lama.
35.
36. BAGAIMANA MENCEGAH
PENULARAN PENYAKIT TBC ?
Minumlah OAT secara lengkap
dan teratur sampai sembuh.
Pasien TBC harus menutup
mulut waktu bersin dan batuk.
Tidak membuang dahak di sebarang tempat,
tetapi dibuang pada tempat khusus dan
tertutup.
37. MENCEGAH PENULARAN TBC DENGAN
MELAKSANAKAN PERILAKU HIDUP BERSIH DAN
SEHAT
Menjemur alat tidur
Membuka jendela dan pintu setiap pagi:
Agar udara dan sinar matahari masuk.
Aliran udara (ventilasi) yang baik dalam ruangan dapat
mengurangi jumlah kuman di udara.
Sinar matahari langsung dapat mematikan kuman.
Makan makanan
bergizi Tidak merokok dan minum
minuman keras
Olahraga secara
teratur
38. BAGAIMANA MENCEGAH PENULARAN PENYAKIT TBC ?
Minumlah OAT secara lengkap dan teratur sampai sembuh.
Pasien TBC harus menutup mulutnya pada waktu bersin dan batuk.
Tidak membuang dahak di sebarang tempat, tetapi dibuang pada tempat khusus
dan tertutup.
Menjalankan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat, antara lain:
Menjemur alat tidur,
Membuka jendela dan pintu setiap pagi agar udara dan sinar matahari masuk. Aliran
udara (ventilasi) yang baik dalam ruangan dapat mengurangi jumlah kuman di udara.
Sinar matahari langsung dapat mematikan kuman,
Makan makanan bergizi,
Tidak merokok dan minum minuman keras.
39. PENCEGAHAN PENULARAN TBC
Bagi keluarga, kader dan lingkungan pasien TB
• Anjurkan orang yang mempunyai gejala TBC untuk segera
memeriksakan diri ke sarana pelayanan TBC
• Awasi pengobatannya sampai sembuh/selesai
• Ajarkan dan anjurkan perilaku hidup bersih dan sehat tanpa TBC
• Imunisasi BCG bagi balita untuk mencegah TB berat (misalnya: TBC
selaput otak dan TBC paru berat)
40. ETIKA BATUK YANG BENAR
1. Palingkan muka dari orang lain atau makanan
2. Tutup hidung & mulut dengan tisu/saputangan/ lengan
baju ketika batuk dan bersin
3. Setelah batuk atau bersin segera cuci tangan dengan air
bersih dan sabun atau pencuci tangan berbasis alkohol
4. Hindari batuk di tempat keramaian
5. Gunakan masker atau penutup mulut dan hidung bila
sedang batuk/flu
6. Jangan bertukar saputangan atau masker dengan orang
lain
41. GERAKAN TEMUKAN TBC
OBATI SAMPAI SEMBUH (TOSS TBC)
1. Penemuan dini orang terduga TBC melalui intensifikasi
penemuan secara aktif;
2. Pengobatan pasien TBC sesuai standar;
3. Promosi kesehatan melalui penyuluhan kepada keluarga dan
masyarakat;
4. Penggalangan kemitraan agar kegiatan dilakukan bersama
dan terkoordinasi dengan lintas sektor dan organisasi
kemasyarakatan;
5. Mobilisasi tokoh masyarakat/agama dan anggota
masyarakat;
6. Monitoring-Evaluasi secara intensif.
42. PPM berbasis Kabupaten/ Kota bekerja sama dengan
koalisi profesi
1
Penemuan aktif dan masif melalui Pendekatan
Keluarga
2
3
Penguatan surveilans aktif (penyisiran kasus, mandatory
notification, berbasis IT, penyederhanaan laporan)
Peningkatan Penelitian dan pengembangan TB dgn kerja sama
semua lembaga penelitian termasuk dukungan sumber daya
melalui JETSET (Jejaring Riset) TB
4
5
Pengobatan TB RO jangka pendek dari 18-24
bulan menjadi 9-12 bulan
Ekspansi layanan TB RO di 360 RS dan balai di 34 provinsi (KMK RI no.
HK.01.07/MENKES/350/2017) dan desentralisasi layanan ke Puskesmas
6
7
Perluasan layanan TB melalui sinkronisasi
JKN TB dan sinkronisasi laporan (bridging)
Terobosan untuk Mencapai Eliminasi Tuberkulosis Tahun 2030
43. 8,545
30,783
11,46311,002
5,575 4,850
20,649
2,131 3,281
16,123
32,148
42,066
133,667
59,408
4,150
66,912
9,529
3,848
7,558 7,737
1,788
7,852
4,020 5,822
20,418
2,736 4,524 4,206
7,272 7,595
4,377 2,222
11,763
2,967
-
20,000
40,000
60,000
80,000
100,000
120,000
140,000
160,000
- Indonesia termasuk delapan negara yang menyumbang 2/3 kasus TBC di seluruh
dunia, menempati posisi kedua setelah India dengan kasus sebanyak 845.000
dengan kematian sebanyak 98.000 atau setara dengan 11 kematian/jam
- Kasus TB terjadi di 34 provinsi di Indonesia, dengan kasus terbesar pada 2019 terjadi
di provinsi Jawa Barat, disusul provinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, DKI Jakarta, dan
Sumatera Utara, secara lengkap pada tabel di atas
44. 32.786
Kasus TB Anak
SITUASI TUBERKULOSIS INDONESIA 2020
JANUARI-DESEMBER 2020; DATA PER 1 APRIL 2021
7.961
Terkonfirmasi
TB RO
42,1%
Treatment Coverage
(TC)
Kasus TB HIV
7.928
85,8%
Treatment success rate
(TSR)
13.678
Kematian selama
pengobatan TB
355.553
Ternotifikasi
Kasus TB
57,1%
Kasus TB RO mulai
pengobatan lini kedua
46,7%
Treatment success rate
TB RO (TSR)
845.000
Estimasi Kasus TB
47. Target Enrollment : 70%
Target SR TB RO : 75%
Enrollment Rate dan Success Rate TB RO di Indonesia
Januari-Desember 2020, data per 1 April 2021
*Data kohort kasus 2018
48. Enrollment Rate dan Success Rate TB RO di Indonesia
Januari-April 2021, data per 8 April 2021
*Data kohort kasus 2019
Target Enrollment : 70%
Target SR TB RO : 75%
49. TBC ANAK DI INDONESIA
Cakupan Kasus TB Anak per Provinsi Tahun 2020
Data per 1 April 2021
Cakupan Kasus TBC Anak per Provinsi Januari-Maret Tahun 2021
47%
120%
108%
63% 62%
59% 58%
50%
41% 40%
34% 34%
30% 30% 29% 28% 27% 27%
22% 21% 21% 19% 19% 18% 18% 17% 16% 15% 15% 14% 12% 12% 11% 11% 10%
0%
20%
40%
60%
80%
100%
120%
140%
Target 80%
6%
15% 14% 11% 9% 8% 6% 6% 6% 5% 4% 4% 4% 3% 3% 3% 3% 3% 3% 2% 2% 2% 2% 2% 2% 2% 2% 2% 2% 1% 1% 1% 1% 1% 1%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
Target 85%
50. Visi
• Indonesia mengakhiri epidemi Tuberkulosis di tahun 2050
Misi
• Menuju terwujudnya eliminasi Tuberkulosis di Indonesia pada tahun 2030
Strategi
• Penguatan kepemimpinan program berbasis kabupaten/kota
• Peningkatan akses layanan Tuberkulosis bermutu dan berpihak pada pasien
• Pengendalian infeksi dan optimalisasi pemberian pengobatan pencegahan Tuberkulosis
• Pemanfaatan hasil riset dan teknologi skrining, diagnosis dan tatalaksana Tuberkulosis
• Peningkatan peran serta komunitas, mitra dan multisektor lainnya dalam eliminasi Tuberkulosis
• Penguatan manajemen program melalui penguatan sistem kesehatan
51. Strategi 1: Penguatan
kepemimpinan program pada
tingkat pusat, provinsi dan
kabupaten/kota
Strategi 3: Peningkatan upaya
promosi & pencegahan,
pemberian pengobatan
pencegahan & pengendalian
Infeksi
Strategi 5: Peningkatan peran
serta komunitas, mitra dan
multisektor lainnya dalam
eliminasi Tuberkulosis
Strategi 2: Peningkatan akses
layanan Tuberkulosis yang
bermutu dan berpihak pada
pasien
Strategi 4: Pemanfaatan hasil
riset dan teknologi skrining,
diagnosis dan tatalaksana
Tuberkulosis
Strategi 6: Penguatan
manajemen program melalui
penguatan sistem kesehatan
STRATEGI PENANGGULANGAN TBC 2020 - 2024
52. Strategi Nasional Penanggulangan TB, beberapa inisiatif
terbaru
1. Manajemen Infeksi Laten TB: memperluas penggunaan TPT jangka
pendek pada kontak serumah
2. Penemuan kasus secara intensif pada kelompok geriatrik dan diabetic
3. Penemuan kasus secara aktif pada populasi dengan perkiraan insiden
1%, misalnya Warga Binaan Pemasyarakatan, wilayah padat penduduk,
asrama, pondok pesantren
4. Perluasan penggunaan TCM untuk diagnosis TB
5. Penggunaan paduan pengobatan jangka pendek untuk meningkatkan
kepatuhan pengobatan
6. Pemberian enabler pada semua pasien TB RO dan pemberian insentif
berbasis kinerja kepada petugas Kesehatan dan komunitas pendukung
pasien
7. Menghubungkan Sistem Informasi TB dengan sistem pengolahan data
laboratorium, logistik, dan indikator kinerja utama dengan sistem
informasi Kesehatan nasional
8. Dukungan hukum terhadap diskriminasi dan stigmatisasi pasien TB
53. • Penemuan kasus TB masih dibawah target akibat
terhambatnya kegiatan investigasi kontak.
• Pelibatan multisektor belum optimal
• Kolaborasi antar program dan surveilans TB perlu
ditingkatkan
• Penerapan SPM TB di Kab/ kota belum optimal
• Under-reporting kasus TB terutama di RS dan
Layanan Swasta
• Pembiayaan TB yang belum teralokasi dengan baik,
bahkan akan dimasukkan dalam negative list JKN/
BPJS
• Pemberian Pengobatan Pencegahan TB masih
belum optimal
• Obat dan Alkes yang mahal dan sebagian besar
masih impor
Tantangan
• Pembaharuan alur diagnosis untuk dapat lebih
banyak menjangkau pasien TB
• Memperkuat kepemilikan dan leaderships
program TB di setiap tingkat
• Pemberian layanan berpusat pasien (patient-
centered services)
• Introduksi paduan pengobatan jangka pendek dan
all oral
• Memonitor pelaksanaan SPM
• Memperkuat pembiayaan untuk program TB dan
pasien TB melalui JKN
• Memperkuat keterlibatan komunitas dan
optimalisasi digital health
• Mempercepat usaha penyediaan akses universal
untuk layanan diagnosis dan pengobatan TBC yang
berkualitas, melalui kemandirian produksi OAT dan
meninjau regulasi pajak
UPAYA
54. KEGIATAN PENGENDALIAN TBC
54
1. Memastikan jika ada anggota keluarga
memiliki gejala TB untuk memeriksakan
diri segera datang ke layanan atau
puskesmas terdekat
2. Memastikan anggota keluarga yang
menderita TB dan sedang dalam
pengobatan dipastikan kepatuhan
pengobatannya
3. Menjadi Pengawas Menelan Obat
(PMO) jika ada anggota keluarga
menderita penyakit TB untuk meminum
obat secara teratur dan sampai tuntas
Skrining terduga TB (yang memiliki
gejala TB dan faktor risiko lainnya pada
masyarakat yang datang ke UKBM &
meakukan edukasi TB
1. Melakukan pemetaan wilayah, rumah tangga yang
berisiko
2. Skrining terduga TB terintegrasi di dalam layanan :
a. Skrining TB di Bagian KIA ( Ibu hamil, anak)
b. Skrining TB masuk dalam program
MTBS/Gizi untuk anak yg memiliki faktor
risiko TB seperti BB dibawah standar
c. Skrining TB pada pasien ODHA di klinik HIV
d. Skrining TB pada pasien DM
3. Pencatatan dan pelaporan
4. Biaya operasional kegiatan (BOK) dan dapat
bekerja sama memanfaatkan dana desa
5. Akses pelayanan dan pengobatan tersedia
1. Perencanaan Program termasuk
menghitung jumlah target
sasaran kasus TBC
2. Penyediaan logistik TB (reagen,
pot dahak, kaca slide dll)
3. Penyediaan Media Promosi
Kesehatan terkait TBC
4. Pelatihan untuk petugas TBC
5. Bimtek dan asistensi kegiatan
6. Dukungan Biaya operasional
KELUARGA
UKBM
PUSKESMAS KAB/KOTA & PROV
1. Diagnosis dan pengobatan TBC
2. Intensifikasi penemuan kasus TB:
a. Skrining TB di berbagai poli baik rawat jalan
maupun rawat inap
3. Pencatatan dan pelaporan
4. Akses pelayanan dan pengobatan tersedia
RUMAH SAKIT
55. Mengatasi Underreporting
di Fasyankes
Penerapan PPM berbasis
kab/kota
Wajib Lapor dan
Penguatan surveilans
Sinkronisasi dengan BPJS
(data dan sistem rujuk
balik)
Manajemen Layanan TB
yang terintegrasi (HIV, DM,
gizi, rokok, penyakit paru,
dll)
Mengoptimalkan yang
sudah dicapai
•Penguatan surveilans
•Peningkatan kepatuhan
minum obat (PMO)
•Pelacakan pasien
mangkir
Mengakses yang belum
terjangkau
•Penemuan dan pelacakan
kontak
•Skrining di tempat khusus
•Pengendalian faktor risiko
•Promosi kesehatan
Kegiatan khusus TB RO
• Pelayanan TB RO di 360
RS dan Balkes
• Pengobatan TB RO
jangka pendek
• Desentralisasi layanan ke
puskesmas
• Dukungan psikososial
(pendampingan pasien
dan pemeberian enabler)
• Penanganan efek
samping
56. Bertepatan dengan Hari Tuberkulosis Sedunia tanggal 24
Maret 2021, Wakil Presiden KH. Ma’ruf Amin
menyampaikan empat arahan penting untuk mempercepat
upaya eliminasi TB di Indonesia
Pertama
Meningkatkan intensitas edukasi, komunikasi dan
sosialisasi kepada masyarakat mengenai
penyakit Tuberkulosis
Kedua
Meningkatkan intensitas penjangkauan ke
masyarakat (reaching out) untuk menemukan
pasien Tuberkulosis dan memastikannya masuk
ke dalam sistem pengobatan Tuberkulosis
melalui layanan kesehatan yang tersedia
57. Ketiga Keempat
Melakukan
penguatan fasilitas
kesehatan, baik di
Puskesmas, klinik
atau layanan
kesehatan
masyarakat lainnya
Memperkuat sistem
informasi dan
pemantauan untuk
memastikan agar pasien
Tuberkulosis menjalani
pengobatan sampai
mencapai kesembuhan
untuk memutus rantai
penularan dan
menghindari
kemungkinan kebal atau
resisten terhadap obat
Tuberkulosis
58. PENEMUAN KASUS TBC
AKTIF
(Petugas mendatangi pasien)
PASIF
(Pasien datang berobat)
PEMERIKSAAN KONTAK
(Investigasi Kontak)
SKRINING MASSAL
SKRINING PADA KELOMPOK
KHUSUS (PENJARA,ASRAMA)
PUSKESMAS , RUMAH SAKIT,
KLINIK, DOKTER PRAKTIK
MANDIRI
59. Tujuan
1. Menemukan kasus TBC secara dini
dengan melakukan skrining gejala dan
faktor risiko TBC terhadap seluruh kontak
dari pasien TBC
2. Menemukan TBC laten pada anak di
bawah 5 tahun dan memberikan
pengobatan pencegahan dengan INH
dengan segera
3. Mencegah penularan pada kontak yang
sehat dengan cara memberikan edukasi
tentang perilaku hidup bersih dan sehat.
4. Memutus mata rantai penularan TBC di
masyarakat.
Sasaran
1. Investigasi kontak dilakukan terhadap
seluruh kontak dari semua pasien TBC
baru/kambuh yang terkonfirmasi
bakteriologis (TBC Sensitif Obat maupun
TBC Resisten Obat) dan TBC anak di
lingkungan rumah tangga atau tempat-
tempat lain (tempat kerja, asrama, sekolah,
tempat penitipan anak, lapas/rutan, panti,
dsb).
2. Sumber data kasus indeks berasal dari data
puskesmas, Rumah Sakit, dan Fasyankes
swasta.
60. Keterangan
: Dilakukan oleh Kader
: Dilakukan oleh Tenaga Kesehatan
Usia ≥ 5 tahun Usia <5 tahun
Mendapatkan data Kasus Indeks dari Petugas Puskesmas
Pembuatan Jadwal
Mengunjungi Rumah Kasus Indeks
Minimal 20 Kontak
Skrining pada Kontak
Rujuk ke Fasyankes
Rujuk ke
Fasyankes
Diagnosis sesuai
standar
PP TBC
Tidak Batuk Batuk
Tidak Batuk tetapi ada
faktor risiko dan gejala
lain
Ada Gejala
Skrining gejala TBC
oleh Petugas Kesehatan
Tidak ada Gejala
Edukasi TBC
Dilakukan skrining
ulang setelah 6 bulan
ALUR INVESTIGASI
KONTAK OLEH
PETUGAS KESEHATAN
DAN KADER
61. Dalam masa pandemi COVID-19 ini, hendaknya kegiatan
investigasi kontak dilakukan dengan memperhatikan
protokol kesehatan yang berlaku dimasing-masing wilayah
dan mengacu pada surat dari Direktur Jenderal P2P nomor
PM.01.01/III/10977/2020 tanggal 20 Oktober 2020 perihal
Peningkatan Penemuan Penderita TBC, antara lain :
(a) pada setiap skrining COVID-19 dilakukan juga skrining
gejala TBC
(b) melakukan pemeriksaan lanjutan untuk memastikan
diagnosis
(c) meningkatan kegiatan investigasi kontak dengan
mengikutsertakan kader kesehatan dan organisasi
kemasyarakatan yang ada, dan
(d) seluruh kegiatan dilakukan dengan memperhatikan
protokol kesehatan yang dikeluarkan oleh pemerintah.
Gejala Utama dari TBC adalah Batuk terus menerus. Gejala Tambahan antara lain: (1) Demam meriang berkepanjangan, (2) Sesak nafas dan Nyeri dada, (3) Berat badan dan nafsu makan menurun, dan (4) Serta Berkeringat di malam hari meski tanpa aktivitas fisik.
Anak-anak dan remaja, sebagai generasi penerus bangsa juga tidak luput dari bahaya penyakit TBC.
Kasus TBC pada anak, remaja dan dewasa muda berumur 0 sampai 24 tahun, tercatat sebanyak 26% dari total kasus TBC di Indonesia atau mencapai lebih dari 100.000 kasus. Kejadian penyakit TBC pada anak dan remaja dapat menjadi hambatan dalam menempuh Pendidikan dan jika tidak segera diobati, dapat menjadi sumber penularan di sekolah dan lingkungan. Dalam jangka panjang dapat menurunkan produktifitas, dampak kedepannya menghambat pertumbuhan ekonomi, dan meningkatkan kemiskinan serta kesenjangan ekonomi.
TEROBOSAN UNTUK MENCAPAI ELIMINASI TB 2030
Kampanye TOSS TB : “Temukan TB Obati Sampai Sembuh”
Gerakan Ketuk Pintu terintegrasi melalui Pendekatan Keluarga
Germas “ Gerakan Masyarakat Hidup Sehat [Mencakup Pencegahan TB]
Pengobatan TB RO jangka pendek dari 18-24 bulan menjadi 9-12 bulan.
Ekspansi layanan TB RO di 360 RS dan balai di 34 provinsi (KMK RI no. HK.01.07/MENKES/350/2017)
Perluasan layanan TB melalui sinkronisasi JKN TB dan penguatan jejaring Public Private Mix melalui Koalisi Organisasi Profesi
Peningkatan penelitian dan pengembangan TB dgn kerja sama semua lembaga penelitian termasuk dukungan sumber daya melalui JETSET (Jejaring Riset) TB
Data per 1 April 2021SR TB RO 2020 = Kohort 2018
Data per 8 April 2021SR TB RO Jan-Mar 2021 = Kohort Jan-Mar 2019
Sebagai perwujudan komitmen Pemerintah RI terhadap resolusi WHA 67.1 tentang End TB Strategy 2016 -2035 dan Kesepakatan Pertemuan Tingkat Menteri di Moscow 2017 maka dipandang perlu untuk menyusun sebuah Peta Jalan Penanggulangan TB Indonesia 2019-2030 sebagai pedoman yang akan memberikan kejelasan arah, tujuan, strategi, target dan pokok-pokok strategi utama pengendalian TB yang berkesinambungan menuju ke arah eliminasi TB pada tahun 2030.
Bersama dengan dokumen RPJMN dan Rencana Strategi Kementerian Kesehatan maka Peta Jalan Penanggulangan TB ini akan menjadi salah satu acuan utama dalam penyusunan Rencana Aksi Penanggulangan TB periode 5 tahunan sampai tahun 2030 baik di tingkat Nasional maupun daerah. Sebagai sebuah peta jalan maka dokumen ini bersifat terbuka terhadap perubahan situasi maupun perkembangan teknologi serta inovasi dalam penanggulangan TB. Dokumen Peta Jalan Penanggulangan TB 2019-2030 disusun oleh Kementerian Kesehatan RI dengan dukungan dari Komite Ahli TB, Akademisi dan Mitra Teknis Program Nasional Penanggulangan TB.
Tantangan pertama yang terjadi adalah keterlibatan mutisektor yang belum optimal sehingga kami mengajukan perpres penanggulangan TBC dan secara prinsip sudah disetujui oleh bapak presiden, saat ini kami sedang berproses rapat antar kementerian dan diharapkan pada akhir 2020 bisa terbit perpresnya. Dengan adanya perpres ini maka kolabarsi antar program dan lintas kementerian diharapkan akan semakin erat.
Pembiayaan program dalam eliminasi TBC juga masih kurang , apalagi ada wacana agar pelayanan TBC tidak lagi dibiayai oleh JKN, hal ini tentu saja akan memperberat masalah TBC di Indonesia.
Kepedulian pemda terhadap TBC juga masih belum optimal meski TBC menjadi salah satu indikator SPM Kesehatan, sehingga upaya monitoring SPM perlu ditingkatkan oleh kementerian dalam negeri.
Kontribusi dan kepatuhan swasta untuk memberikan pelaporan pasien TBC juga perlu ditingkatkan , sehingga upaya Publik Private Mix perlu makin didorong untuk meningkatkan partisipasi faskes swasta dalam pelaporan.
Pemberian obat pencegahan TBC juga masih belum optimal, dari modeling yang kami buat diperoleh hasil bahwa meski semua orang yng sakit TBC kita temukan dan diobati tetap saja kita tidak bisa mencapai eliminasi tahun 2030 kalau kita tidak memberikan obat pencegahan TBC pada Balita yang mempunyai kontak erat dengan pasien TBC serta ODHA.
Tantangan terbesar lainnya adalah masih mahalnya obat dan alkes karena masih import dan terkena pajak sehingga perlu didorong kemandirian produksi obat TBC dan meninjau regulasi pajak untuk obat dan alkes impor.
Salah satu strategi utama kami adalah dengan memberikan layanan berpusat pada pasien , momonitor pelaksanaan SPM serta memperkuat pembiayaan TB melalui JKN. Serta memperkuat keterlibatan komunitas dan optimalisasi digital health.
Terkait dengan upaya penanganan tuberkulosis, pada kesempatan ini saya ingin menyampaikan empat arahan penting untuk mempercepat upaya mengeliminasi TB di Indonesia, yaitu:
Pertama, meningkatkan intensitas edukasi, komunikasi, dan sosialisasi kepada masyarakat mengenai penyakit tuberkulosis ini dengan tujuan utama untuk:
1. Meningkatkan kesadaran masyarakat agar memahami dan memiliki kemampuan dalam melakukan pencegahan terhadap penyakit tuberkulosis;
2. Mendorong agar masyarakat yang terpapar pada risiko tuberkulosis atau memiliki gejala yang berhubungan dengan tuberkulosis agar segera melakukan pemeriksaan dan mendapatkan pengobatan. Dalam situasi pandemi Covid-19, tracing terhadap kasus Covid-19 dengan gejala mirip TB, seperti batuk, juga harus dilanjutkan dengan melakukan testing TB meskipun hasil testing Covid-19 nya negatif;
3. Mendorong pasien tuberkulosis agar memiliki kepatuhan dalam menjalani pengobatan sampai memperoleh kesembuhan, dan;
4. Memerangi stigma dan diskriminasi terhadap pasien tuberkulosis agar tidak dikucilkan di masyarakat.
Kedua, tingkatkan intensitas penjangkauan ke masyarakat (Reaching Out) untuk menemukan pasien tuberkulosis dan memastikannya masuk ke dalam sistem pengobatan tuberkulosis melalui layanan kesehatan yang tersedia.
Ketiga, lakukan penguatan fasilitas kesehatan, baik di Puskesmas, klinik atau layanan kesehatan masyarakat lainnya. Penguatan fasilitas kesehatan ini juga harus disertai dengan peningkatan kemampuan petugas kesehatan dalam melakukan diagnosa dan pengobatan tuberkulosis, serta memastikan ketersediaan obat-obatan tuberkulosis.
Keempat, memperkuat sistem informasi dan pemantauan untuk memastikan agar pasien tuberkulosis menjalani pengobatan sampai mencapai kesembuhan untuk memutus rantai penularan dan menghindari kemungkinan kebal atau resisten terhadap obat tuberkulosis.
Penemuan Kasus TBC aktif
Investigasi dan pemeriksaan kasus kontak
Skrining secara massal terutama pada kelompok beresiko
Skrining pada kondisi situasi khusus
Penemuan kasus pasif
Pemeriksaan pasien yang datang ke fasilitas pelayanan kesehatan
Salah satu kegiatan yang penting untuk mendukung keberhasilan strategi penemuan aktif ini adalah pelacakan dan investigasi kontak (contact tracing and contact investigation). Selanjutnya kegiatan ini akan disebut sebagai Investigasi kontak (IK), yang merupakan kegiatan pelacakan dan investigasi yang ditujukan pada orang-orang yang kontak dengan pasien TBC untuk menemukan terduga TBC. Kontak yang terduga TBC akan dirujuk ke layanan untuk pemeriksaan lanjutan dan bila terdiagnosis TBC, akan diberikan pengobatan yang tepat dan sedini mungkin. IK mempunyai 2 fungsi yaitu meningkatkan penemuan kasus dan mencegah penularan TBC. IK di Indonesia dikembangkan dengan mencari kasus yang tertular maupun yang merupakan sumber penularan pada kasus TBC terkonfirmasi bakteriologis dan TBC pada anak.
Investigasi kontak dapat dilakukan oleh petugas atau kader ataupun secara bersama dengan melibatkan Pengawas Menelan Obat (PMO). Selama ini kegiatan investigasi kontak telah dilakukan baik oleh petugas maupun kader dengan kunjungan rumah, namun peran PMO belum dieksplorasi lebih jauh padahal PMO adalah orang terdekat pasien.
Kegiatan ini dapat terintegrasi juga dengan pendekatan Program Indonesia Sehat melalui Pendekatan Keluarga (PIS-PK). Kegiatan kunjungan dilakukan oleh petugas kesehatan ke rumah dalam rangka mendeteksi 12 indikator PIS-PK yang salah satunya adalah indikator TBC. Jika ditemukan adanya terduga TBC, maka akan dirujuk ke layanan kesehatan untuk mendapatkan pelayanan sesuai standard. Selanjutnya terduga yang didiagnosis TBC akan dikunjungi petugas bekerja sama dengan kader untuk di investigasi kontak.