Buku Panduan Baca Tulis Al-Quran dan Praktik Ibadah.pdf
Muhammadiyah sebagai gerakan politik
1. KELOMPOK:10
Desy Retma Sawitri 201310170311001
Audria Rahardini 201310170311019
Galuh Sri Handini 201310170311035
Muhammadiyah Sebagai Gerakan
Politik
2. Pengertian Politik
Ilmu politik adalah ilmu social yang khusus mempelajari sifat dan
tujuan dari Negara sejauh Negara merupakan organisasi
kekuasaan, beserta sifat tujuan dari gejala-gejala kekuasaan lain
yang resmi, yang dapat mempengaruhi Negara.
Di dalam konsep islam, politik memiliki banyak arti antara lain;
kegiatan mendidik, memimpin, mengurus, menjaga kepentingan,
menyuruh melakukan kebaikan, menjalankan tugas dan sebaginya.
Semua itu bertujuan untuk mendatangkan kebaikan dan manfaat
kepada masyarakat.
3. Pergumulan Muhammadiyah Dalam Berpolitik
Sejak berdirinya tahun 1912, muhammadiyah bukan partai politik, meskipun
pendirinya, Ahmad Dahlan (1868-1923), mengenal dari dekat tokoh-tokoh
politik indoesia
Mas Mansur, tokoh puncak muhammadiyah (1937-43), juga pernah menjadi
anggota dan penasehat SI pada tahun 1915
Tahun 1925, Mas Mansur menjadi delegasi resmi Indonesia yang menghadiri
kongres dunia islam tentang khilafah islam di mekkah. Namun setahun
kemudian, pada 1926, SI mengeluarkan disiplin partai yang melarang
keanggotaan rangkap, dan muhammadiyah terkena disiplin partai ini,
termasuk Mas Mansur.
Melalui Mas Mansur dan Wiwoho, muhammadiyah mendirikan partai islam
Indonesia PII pada tahun 1938, yang sebelumnya Mas Mansur meminta
pemimpin partai SI agar disiplin partai yang dikenakan ke Muhammadiyah
dicabut, namun tidak terwujud.
Setahun sebelumnya, pada September 1037, telah berdiri lembaga
permusyawaratan islam Indonesia bernama majelis A’la islam Indonesia (MIAI)
yang diprakarsai tokoh islam “empat serangkai”; Mas Mansur
(Muhammadiyah), Wiwoho Wondoamiseno (SI) Ahmad Dahlan dan Abdul
Wahab (NU).
4. Perkembangan Politik Muhammadiyah
Muhammadiyah merupakan persyarikatan yang tidak pernah terlibat
langsung dengan politik praktis, namun pernah melakukan beberapa
pernikahan dengan parpol, seperti contohnya “nikah mut’ah (kontrak)” ketika
sebagaian pengurusnya terlibat dalam pendirian PAN, tapi akhirnya
ditinggalkan parpol bentukan Amin Rais itu. Model paling akhir justru bukan
“pernikahan”, melainkan “perceraian” organisasi pemurnian dan pembaruan
islam itu dengan parpol sebagaiman dirumuskan dalamTanwir Denpasar
(2001).
Relasi muhammadiyah dengan parpol itu sebenarnya sudah cukup
jelas, karena muhammadiyah secara historis tidak boleh berpolitik praktis.
Politik yang melekat pada muhammadiyah adalah politik kebangsaan yang
sering disebut dengan politik “amar ma’ruf nahi munkar” (mengajak ke
kebaikan dan mencegah kemungkaran). Bahkan, para pemimpin terdahulu di
muhammadiyah sangat akif berpolitik seperti KH Ahmad Dahlan di budi utomo
atau KH Mas Mansur dalam BPUPKI. Artinya, muhammadiyah itu tidak segan-
segan menjadi pengeritik paling depan jika pemerintah bertindak salah, tapi
muhammadiyah juga menjadi pendukung terdepan jika pemerintah memang
benar.
5. Landasan Operasional Politik
Muhammadiyah
Secara normatif, gerak perjuangan
Muhammdiyah dijelaskan dalam Muqqodimmah
Anggaran Dasar Muhammadiyah, Kepribadian
Muhammadiyah,Matan keyakinan dan cita-cita hidup
muhammadiyah (MKCH) bahwa Muhammadiyah
sebagai gerakan dakwah amar ma’ruf nahi mungkar.
Sementara secara operasional, bahwa muhammadiyah
memilih lahan dakwah dibidang kemasyarakatan
ditegaskan dalam khittah(garis) perjuangan
diantarannya ;Khittah Ponorogo 1969, khittah Surabaya
1978, khittah Denpasar 2002.
6. High Politics and low Politics
Yang dimaksud atau terjemahan yang tepat bagi high politics bukan
politik tinggi,tetapi politik yamg luhur, adiluhur dan berdimensi moral etis.
Sedangkan low politics bukan berarti politik remdah, tetapi politik yang terlalu
praktis dan seringkali cenderung nista.
kebijakan politik muhammmadiyah tampak sangat dipengaruhi situasi
praksis-politik (low politics) yang melingkupinnya ketimbang idealitas politik
muhammmadiyah (high politics). Dengan begitu ,mengesankan tidak
konsisitennya sikap dan posisi politik muhammdiyah. Sebagai ormas keagamaan,
muhammadiyah tidak seharusya terlibat pada wilayah politik praktis. Meski
begitu, sebagai organisasi dakwah amar ma’ruf nahi minkar, muhammmadiyah
juga tidak semestinya emoh pada politik.
7. Kesimpulan
Muhammadiyah sebagai gerakan politik lebih
mengedepankan moral daripada sekedar
memperoleh kekuasaan sebagaimana pada
umumnya perjuangan yang dilakukan oleh pelaku-
pelaku politik praktis kepartaian.
Dalam arti islam politik merupakan kegiatan untuk
mendidik, memimpin, mengurus, menjaga
kepentingan, menyuruh melakukan kebaikan,
menjalankan tugas dengan dasar konsep islam.
Perkembangan politik muhammadiyah tidak
melibatkan langsung dengan politik praktis.
High politics bukan bermaksud politik tinggi, namun
politik yang berbudi luhur, adiluhung dan berdimensi
moral etis. Sedangkan low politics bukan berarti
politik rendah namun politik yang cenderung terlalu
praktis dan seringkali cenderung nista.