SlideShare a Scribd company logo
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Muhammadiyah sebagai gerakan politik (political movement) maksudnya
adalah pergumulan dan keterlibatan muhammadiyah dikancah perpolitikan bangsa
Indonesia sejak zaman penjajahan hingga zaman sekarang ini. Sebagai gerakan islam
mau tidak mau muhammadiyah harus terlibat dalam strategi-strategi perjuangan dan
dakwah islam di tengah-tengah masyarakat yang terjajah dan pemerintah yang
dianggap tidak islami. Di dalam sejarah, tokoh-tokoh muhammadiyah banyak terlibat
dalam politik praktis. Sebagai contoh, K.H. Mas Mansur pernah menjadi tokoh SI
dan mendirikan partai islam Indonesia (PII) dan diikuti oleh kader-kader lain
erikutnya seperti Amin Rais. Namun demikian, mereka tidak pernah melibatkan
muhammadiyah dalam perjuangan politik praktis, sehingga dalam sejarahnya
muhammadiyah tidak pernah menjadi partai politik.
Bentuk keterlibatan politik muhammadiyah sekarang ini adalah high politics,
yakni lebih mengedepankan moral daripada sekedar memperoleh kekuasaan
sebagaiman pada umumnya perjuangan yang dilakukan oleh pelaku-pelaku low
politics (politik praktis kepartaian). Lalu apa yang ingin didapatkan muhammadiyah
dengan high politicsnya? Berpolitik tentu ada tujuan sebagaiman yang dikatakan
sebagai Harold Laswell mengenai pengertian politik,” who gets what, when and
how” politik adalah masalah siapa mendapat apa, kapan dan bagaimana.
Muhammadiyah bukanlah organisasi yang mempunyai kepentingan yang berkaitan
dengan “aspiring for power”, apakah itu untuk menduduki jabatan dalam bidang
eksekutif, misalnya presiden, wakil presiden dan mentri, ataupun dalam jabatan
dibidang legislative, apakah anggota DPR apalagi menjadi ketua dan wakil ketua di
lembaga tersebut. Kalau ada “orang-orang” muhammadiyah yang menghendakinya
maka itu merupakan urusan pribadinya karena muhammadoyah tidak akan
merekomendasikannya, namun juga tidak akan melarangnya. Akan tetapi kalau yang
bersangkutan membawa nama muhammadiyah, tentusaja muhammadiyah
menentangnya.
1
Sekalipun demikian, muhammadiyah mempunyai kepentingan yang sangat
besar agar supaya bagaiman mereka yang berada dalam kekuasaan (those who are in
power) menjalankan kekuasaannya dengan sebaik-baiknya, dengan memperhatikan
nilai-nilai moral, memegang amanah kedudukan dan jabatannya. Muhammadiyah
akan berusaha dalam batas kemampuan yang ada untuk “mengingatkan” mereka
yang memiliki kedudukan dalam jabatan untuk tidak menyalahgunakan kedudukan
dan jabatannya. Itulah yang secara popular di kalangan islam kita mengenalnya
dengan “amar ma’ruf nahi munkar”. Dan inilah yang sebenarnya disebut dengan
Amin Rais sebagai high politics.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari politik?
2. Bagaimana pergumulan Muhammadiyah dalam berpolitik?
3. Bagaimana perkembangan politik Muhammadiyah?
4. Apa landasan operasional politik Muhammadiyah?
5. Bagaimana high politics dan politics?
1.3 Tujuan Penulisan
Untuk memberikan pemahaman tentang islam dan Muhammadiyah sebagai
gerakan Islam, untuk lebih memahami dan mengetahui bagaimana peran dan
perkembangan muhammadiyah dalam berpolik, serta apa saja yang menjadi landasan
operasional politik muhammadiyah.
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Politik
Politik (“siasah”-bahasa arab; “politics”-bahas inggris) memiliki pengertian
yang sangat luas. Kata “politik” mengundang kontroversi terutama bagi mereka yang
tidak memahaminya.Akan tetapi apakah itu politik? Mungkin ada baiknya
diungkapkan mengenai apa makna politik. Ilmuan politik yang sanagat terkenal,
David Easton, menyatakn “politik” tidak lain daripada bagaiman mengalokasikan
sejumlah nilai secara otoritatif bagi sebuah masyarakat “authoratitative allocation of
values for a society”.
Artinya dalam kehidupan sehari-hari ada sejumlah nilai yang selalu dicari,
dikejar-kejar, dan tentu saja dipertaruhkan orang dalam hidup bermasyarakat serta
bernegara. Nilai-nilai tersebut tentu saja merupakan sesuatu yang sanagat berharga
atau bermakna dalam kehidupan sehingga orang dapat melakukan apa saja untuk
memperolehnya. Apakah nilai-nilai tersebut? Seorang ahli ilmu politik lainnya, Karl
W. Deutsch, mengelompokkan nilai-nilai tersebut dalam delapan kategori, termasuk
didalamnya kekuasaan, kekayaan, kehormatan, kesehatan, kesejahteraan
(enlightment), kebebasan, keamanan, dan lain-lainnya. Nilai-nilai tersebut
dialokasikan secara otoritatif, artinya sekali diputuskan oleh Negara bagaimana
mengalokasikannya, maka akan mengikat (binding) semua pihak yang
berkepentingan dengan nilai-nilai tersebut, sehingga negara memiliki hak untuk
memberikan paksaan fisik agar orang tunduk dan patuh terhadap keputusan yang
mengikat dalam rangka alokasi nilai tersebut.
Di dalam konteks masyarakat Indonesia sering terjadi kesenjangan antara ilmu
politik yang dipelajari dengan politik-politik yang terjadi. Ilmu politik adalah ilmu
social yang khusus mempelajari sifat dan tujuan dari Negara sejauh Negara
merupakan organisasi kekuasaan, beserta sifat tujuan dari gejala-gejala kekuasaan
lain yang resmi, yang dapat mempengaruhi Negara. Di dalam praktiknya, pengrtian
politik menjadi deterministic yakni segara urusan dan tindakan (kebijaksannan,
siasat, dan sebagainya) mengenai pengertian sesuatu Negara atau terhadap Negara
3
lain, tipu muslihat atau kelicikan, dan juga dipergunakan sebagai nama bagi sebuah
disiplin pengetahuan, yaitu ilmu politik. Segala aktivitas atau sikap yang
berhubungan dengan kekuasaan dan bermaksud mempengaruhi, dengan jalan
mengubah atau mempetahankan suatu macam bentuk susunan masyarakat. Pada
umumnya dikatakan bahwa politik adalah bermacam-macam kegiatan dalam suatu
system politik atau Negara yang bekenan dengan proses menentukan tujuan-tujuan
dari sistem itu dan melaksanakan tujuan-tujuan itu.
Dengan demikan maka seringkalai persoalan politik adalah persoalan
bagaimana menerapkan dan menfsirkan konsep-konsep atau teori-teori politik
terhadap fenomena di masyarakat yang mendekati kebenaran. Atas dasar itu maka di
dalam menjalankan politik akan tergantung pada perspektif dan paradigma apa yang
dipakai. Di dalam konsep islam, politik memiliki banyak arti antara lain; kegiatan
mendidik, memimpin, mengurus, menjaga kepentingan, menyuruh melakukan
kebaikan, menjalankan tugas dan sebaginya. Semua itu bertujuan untuk
mendatangkan kebaikan dan manfaat kepada masyarakat.
2.2 Pergumulan Muhammadiyah Dalam Berpolitik
Sejak berdirinya tahun 1912, muhammadiyah bukan partai politik, meskipun
pendirinya, Ahmad Dahlan (1868-1923), mengenal dari dekat tokoh-tokoh politik
indoesia seperti dr. Wahidin Sudirohusodo, pendiri budi utomo (Ahmad Dahlan
pernah menjadi anggota dan penasehat budi utomo), H. Samanhudi, H.O.S.
Cokroaminoto dan H. Agus Salimketiganya pendiri dan pemuka syarikat islam (SI)
(Ahmad Dahlan pernah menjadi anggota dan penasehat SI). Ketika H.O.S.
Cokroaminoto mengadakan kongres islam di Cirebon pada tahun 1921,
muhammadiyah ikut membantu penyelenggaraannya. Bahkan dalam kongres
tersebut, Ahmad Dahlan menyampaikan prasaran tentang pembaharuan pemikiran
islam dan konsep pendidikan islam.
Mas Mansur, tokoh puncak muhammadiyah (1937-43), juga pernah menjadi
anggota dan penasehat SI pada tahun 1915, selesai studinya dari timur tengah. Pada
tahun 1925, Mas Mansur sebagai tokoh muhammadiyah sekaligus sebagai tokoh SI,
H.O.S. Cokroaminoto , sebagai tokoh puncak SI, menjadi delegasi resmi Indonesia
yang menghadiri kongres dunia islam tentang khilafah islam di mekkah . Namun
4
setahun kemudian, pada 1926, SI mengeluarkan disiplin partai yang melarang
keanggotaan rangkap, dan muhammadiyah terkena disiplin partai ini, termasuk Mas
Mansur.
Ketika partai syarikat islam melakukan politik hijrah atau noncooperation
dengan pemerintah Hindia-Belanda muhammmadiyah menyadari sustu keharusan
adanya politik tidak hijrah atau cooperation. Oleh karena itu melalui Mas Mansur
dan Wiwoho, muhammadiyah mendirikan partai islam Indonesia PII pada tahun
1938, meskipun sebelumnya Mas Mansur menemui pemimpin partai SI agar
disiplin partai yang dikenakan kepada muhammadiyah bis adicabut. Namun harapan
muhammadiyah tidak terwujud. Jika terwujud keadaannya akan lain;
muhammmadiyah akan memperioritaskan saluran politiknya pada SI.
Setahun sebelumnya, pada September 1037, telah berdiri lembaga
permusyawaratan islam Indonesia bernama majelis A’la islam Indonesia (MIAI)
yang diprakarsai tokoh islam “empat serangkai”; Mas Mansur (Muhammadiyah),
Wiwoho Wondoamiseno (SI) Ahmad Dahlan dan Abdul Wahab (NU). Peleksanaan
lembaga ini diserahkan kepada tokoh “empat serangkai” tersebut. Di lembaga ini
bertemu berbagai organisasi islam, yang tercemin saat organisasi ini berdiri, yaitu
muhammadiyah, SI, Persatuan Islam, Al-Itsyad (Surabaya), Hidayatul Islamiyah
(Banyuwangi), dan Khairiyah (Surabaya).
Data sejarah di atas menunjukkan peran dan kontribusi aktif muhammadiyah
dalam perjuangan politik.Dan ini merupakan bagian dari perjuangan muhammadiyah
untuk mewujudkan cita-citanya muhammadiyah menyalurkan perjuangan politik
pada partai politik islam, tanpa harus menjadikan muhammadiyah sebagai partai
politik. Perjuangan politik ini dilakukan dengan melibatkan seluruh ekuatan umat
islam dengan satu tujuan, yaitu kemenangan islam. Dengan kata lain, perjuangan
politik bagi muhammadiyah didasarkan pada dua prinsip. Pertama, muhammadiyah
memerlukan aspirasi politik dan ini dilakukan di luar organiasi muhammadiyah.
Kedua, penyaluuran kemenangan islam dan umatnya secar keseluruhan. Karen aitu,
upanya untuk melibatkan dan memperdayajkan seluruh kekuatan umat islam
merupakan suatu keniscayaan.
Dua prinsip inilah yang dipegang teguh muhammadiyah ketika bersam tokoh-
tokoh islam lainnya mempelopori berdirinya partai majelis syura muslimin Indonesia
5
(Masyumi) pada 7-8 nopember 1945, di madrasah muallimin muhammdiyah
Yogyakarta. Saat pembentukan partai masyumi ini, ada pengakuan bahwa
muhammadiyah memerlukan saluran aspirasi dan perjuangan politik islam bagi
seluruh organisasi islam Indonesia. Meskipun demikian, pada 1947 SI keluar dari
masyumi, dan pada 1952 Nahdatul Ulama (NU) mengikutinya.
2.3 Perkembangan Politik Muhammadiyah
Tidak seperti halnya dengan Nahdatul Ulama (NU) , muhammadiyah
merupakan persyarikatan yang tidak pernah terlibat langsung dengan politik praktis.
Kalau NU pernah menjadi partai politik yakni partai NU (1955), maka
muhammadiyah tidak ernah mengakaminya, kecuali sempat melakukan “pernikahan”
dengan parpol. Persyarikatan yang didirikan di kampong kauman, Yogyakarta pada
18 november 1912 atau bertepatan dengan 8dzulhijah 1330 hijriah itu pernah
melakukan “pernikahan resmi” dengan parpol ketika menjadi anggota istimewa dari
masyumi.
Namun, gerakan islam modernis yang diirikan KH Ahmad Dahlan atau
Muhammad Darwis itu juga pernah melakukan “pernikahan siri” dengan parpol
ketika pendiri armusi (tanwir ponorogo). Selain itu, muhammadiyah pernah
melakukan “nikah mut’ah (kontrak)” ketika sebagaian pengurusnya terlibat dalam
pendirian PAN, tapi akhirnya ditinggalkan parpol bentukan Amin Rais itu. Model
paling akhir justru bukan “pernikahan”, melainkan “perceraian” organisasi
pemurnian dan pembaruan islam itu dengan parpol sebagaiman dirumuskan
dalamTanwir Denpasar (2001).
Relasi muhammadiyah dengan parpol itu sebenarnya sudah cukup jelas,
karena muhammadiyah secara historis tidak boleh berpolitik praktis. Muhammadiyah
sebagai gerakan dakwah itu mencangkup seluruh bidang kehidupan, ermasuk politik.
Politik dan partai politik itu berbeda. Sejak sidang tanwir di Denpasar pada tahun
2001, muhammadiyah bertekad mengintensifkan politikkebagsaan, sehingga
muhammadiyah tetap terlibat dalam politik.
Secara historis, politik yang melekat pada muhammadiyah adalah politik
kebangsaan yang sering disebut dengan politik “amar ma’ruf nahi munkar”
(mengajak ke kebaikan dan mencegah kemungkaran). Bahkan, para pemimpin
6
terdahulu di muhammadiyah sangat akif berpolitik seperti KH Ahmad Dahlan di budi
utomo atau KH Mas Mansur dalam BPUPKI. Artinya, muhammadiyah itu tidak
segan-segan menjadi pengeritik paling depan jika pemerintah bertindak salah, tapi
muhammadiyah juga menjadi pendukung terdepan jika pemerintah memang benar.
2.4 Landasan Operasional Politik Muhammadiyah
Secara normatif, gerak perjuangan Muhammdiyah dijelaskan dalam
Muqqodimmah Anggaran Dasar Muhammadiyah, Kepribadian
Muhammadiyah,Matan keyakinan dan cita-cita hidup muhammadiyah (MKCH)
bahwa Muhammadiyah sebagai gerakan dakwah amar ma’ruf nahi mungkar.
Sementara secara operasional, bahwa muhammadiyah memilih lahan dakwah
dibidang kemasyarakatan ditegaskan dalam khittah(garis) perjuangan
diantarannya ;Khittah Ponorogo 1969, khittah Surabaya 1978, khittah Denpasar
2002. Berikut ini adalah kutipan panjang tentang khittah perjuangan dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara.
Muhammadiyah meyakini bahwa politik dalam kehidupan bangsa dan negara
merupakan salah satu aspek dari ajaran islam dalam urusan keduniawian (al-umur
ad-dunyawiyat ) yang harus selalu dimotivasi,dijiwai da dibingkai oleh nilai-nilai
luhur agama dan moral yang utama. Karena itu diperlukan sikap dan moral yang
positif dari seluruh warga muhammadiyah dalam menjalani kehidupan politik dari
seluruh warga muhammadiyah dalam menjalani kehidupan politik untuk tegaknya
kehidupan berbangsa dan bernegara.
Muhammadiyah meyakini bahwa negara dan usaha-usaha membangun
kehidupan berbangsa dan bernegara, baik melalui perjuangan plitik maupun melalui
pengembangan masyarakat, pada dasarnya merupakan wahana yang mutlak
diperlukan untuk membangun kehidupan dimana nilai-nilai ilahiah melandasi dan
tumbuh subur bersamaan dengan tegaknya nilai-nilai kemanusiaan, keadilan,
perdamaian , ketertiban ,kkebersamaan dan keadaban untuk terwujudnya “ Baldatun
thayyibatun wa rabbun Ghafur”.
Muhammadiyah memilih perjuangan dalam kehidupa berbangsa dan bernegara
melalui usaha-usaha pembinaan atau perbedayaaan masyarakat guna terwujudnya
masyarakat yang madani (civil society) yang kuat sebagaimana tujuan
7
muhammadiyah untuk mewujudkan masyarakat islam yang sebenar-benarnya.
Sedangkan hal-hal yang berkaitan dengan kebijakan-kebijakan kenegaraan sebagai
proses dan hasil dari fungsi politik pemerintahab akan ditempuh melalui pendekatan-
pendekatan secara tepat dan kebijakan sesuai prinsp-prinsip perjuangan kelompok
kepentingan yang efektif dalam kehidupan negara demokratis.
Muhammadiyah mendorong secara kritis atas perjuangan politik yang besifat
praktis atau berorientasi pada kekuasaan (real politics ) untuk dijalankan oleh partai-
partai politik dan lembaga-lembaga formal kenegaraan dengan sebaik-baiknya
menuju terciptannya sistem politik yang demikratis dan berkeadaban sesuai dengan
cita-cita luhur bangsa dan negara . dalam hal ini nperjuangan politik yang dilakukan
oleh kekuatan-kekuatan politik hendaknya benar-benar mengendepankan
kepentingan rakyat dan tegaknya nilai-nilai utama sebagaimana yang menjadi
semangat dasar dan tujuan didirikannya negara Republik indinesia yang
diproklamasikan tahun 1945.
Muhammadiyah senantiasa memainkan peranan politiknya sebagai wujud dari
dakwah amar ma’ruf nahi mungkar dengan jalan mempengaruhi proses dan
kebajiakan negara agar tetap berjalan dengan sesuai dengan konstitusi dan cita-cita
luhur bangsa. Muhammadiyah secara aktif menjadi kekuatan perekat bangsa dan
berfungsi sebagai wahana pendidikan politik yang sehat menuju kehidupan nasional
yang damai dan beradaban.
Muhammadiyah tidak berafiliasi dan tidak mempunyai hubungan organisatoris
dengan kekuatan-kekuatan politik atau organisasi manapin.Muhammadiyah
senantiasa mengembangkan sikap positif dalam memandang perjuangan politik dan
menjalankan fungsi kritik sesuai dengan prinsip amar ma’ruf nahi mungkar demi
tegaknya sistem politik kenegaraan yang demokratis dan berkeadaban.
Muhammadiyah memberikan kebebasan kepada setiap anggota persyarikatan
untuk menggunakan hak pilihnya dalam kehidupan politiksesuai hati urani masing-
masing. Penggunaan hak pilih tersebut harus merupakan tanggung jawab sebagai
warga negara yang dilaksanakan secara rasional dan kritis ,sejalan dengan misi dan
kepentingan muhammmadiyah demi kemaslahatan baangsa dan negara.
1. Kebebasan Beraspurasi dalam politik praktis
8
Muhammadiyah meminta kepada segenap anggotannya yang aktif dalam
politik untuk benar-benar melaksanakan tugas dan kegiatan politik secara
sungguh-sungguh dengan mengedepankan tanggung jawab (amanah), dan
perdamaian (ishlah). Aktifitas politik tersebut harus sejalan dengan upaya
memperjuangkan misi persyarikatan dalam melaksanakan da’wah amar
ma’ruf nahi mungkar. Setiap anggota dbebaskan menyalurkan aspirasi
politiknya kepada salah satu partai,politik yang dipandang dapat menyarakan
misi islam untuk menegakkan keadilan sesuai dengan primsip-prinsip ajaran
islam.
2. Metamorfose sikap politik muhammadiyah
a. Tahun 1912 – 1926, muhammmadiyah dinyatakan buakn sebagai
organisasi politik, meskipun bvanyak anggota muhammadiyah yang
menjadi anggota aktif dalam organisasi budi utomo, sarikat islam, partai
sarikat islam indonesia.
b. Tahun 1927-1938, muhammadiyah memantapkan diri sebagai organisasi
islam dan amal. Anggota muhammadiyah yang memasuki partai sarikat
islam indonesia (PSII) terkena disiplin organisasi tidak boleh merangkap
keanggotaan dengan muhammadiyah.
c. Tahun 1938-1942, pada tahun 1923 para pemuka joung islami ten bond
(JIB) dan para anggota muhammadiyah berhasil mendirikan partai islam
indonesia (PII), tetapi muhammadiyah sebagai organisasi tetap tidak
menetapkan secara resmi terhadap eksistensi partai itu.
d. Tahun 1942 – 1945, muhammadiyah bersama dengan organisasi –
organisasi islam mendirikan majelis islam akla indonesia (MIAI) dan
muhammadiyah sebagai organisasi, tetap tidak merupakan bagian dari
majelis ini.
e. Tahun 1945 – 1960, pada tahun 1945 MIAI berubah menjadi majelis
syuro muslimin indonesia (masyumi) dan muhammadiyah sebagai
anggota istimewa dan dinyatakan sebagai bagian struktural dari partai itu.
Pada tahun 1950, muhammadiyah tidak lagi menjadi anggota istimewa
masyumi.
9
f. Tahun 1960 – 1965, muhammadiyah dalam posisi yang sulit sebab situasi
politik kenegaraan yang semakin panas, dan dominasi kekuatan komunis
sangat menentukan.
g. Tahun 1965 – 1971, muhammadiyah dinyatakan oleh pemerintah sebagai
organisasi masyarakat atau ormas yang berfungsi sebagai politik real.
Artinya muhammadiyah berhak mempunyai wakil-wakil dalam legislatif.
Pada periode ini ada usaha dari orang islam yang aspirasi politiknya
belum tertampung dalam partai politik yang ada. Akhirnya menetapkan
membentuk partai muslimin indonesia meskipun muhammadiyah masih
tetap memiliki independentsinya.
h. Tahun 1971 – sekarang, dalam bidang politik muhammadiyah berusaha
sesuai dengan hittah (garis) perjuangannya dengan dakwah amar makruf
nahi munkar dalam arti dan proporsi yang sebenar – benarnya,
muhammadiyah harus dapat membuktikan baik secara teoritis konseptual,
secara operasional, secara real bahwa ajaran islam mampu mengatur
masyarakat dalam negara republik indonesia yang berpancasila dan UUD
1945 menjadi masyarakat yang adil makmur serta sejahtera.
3. Moral Politik Muhammadiyah
Pemahaman terbalik(mafhum mukhalafah) dari diusungkannya materi
diatas dengan penekana pada dua khittah meskipuan sebenarnya masih ada
khittah surabaya 1978 yang perlu diusung seakan ingin mengamini bahwa
swlama ini muhammmadiyah memang belum atau tidak serius berjalan diatas
rel khittahnya yaitu sebagai ormas keagamaan. Selama ini ,muhammadiyah
kerap membuat putusan yang secara sadar atau tidak telah menyeret
muhammadiyah pada kubangan politik praktis . karena itu, tidak heran bila
selama perjalanan sejarahnya muhammmadiyah lebih banyak bersinggungan
dengan politik praktis.
Dua khittah ujung pandang dan denpasar sama-sama menegaskan
netralitas muhammadiyah terhadap kekuatan politik mana pun. Hanya yang
membedakan ,sebagai “khittah trasisi” ,khittah ujung pandang masih
belum,bisa membebaskan dari kungkungan khittah ponorogo,1969 yang
10
nuansa politiknya lebih kuat , sehingga masih menyebut kata parmosi “untuk
lebih memantapkan muhammmadiyah sebagai gerakan dakwah islam setelah
pemilu 1971, muhammadiyah melakukan amar ma’ruf nahi minkar secara
konstruktif dan positif terhadap parmusi seperti halnya terhadap partai-partai
politik dan oraganisasi-organisasi lainnya”(point 3). Bila dikaji dalama
konteks jamannya ,keluarnya rumusan khittah tersebut menarik untuk
dikritik,khittah ujung pandang misalnya selepas munculnya “kebijakan
politik” berupa khittah ponorogo yang begitu partisan .
Setelah menyadari bahwa selain khittah ponorogo tidak membawa
maslahah yang bertentangan dengan jati diri muhammmadiyah, juga realitas
politik saat itu yang mulai tidak kondusif lantaran negara militer mulai tampil
serba dominan melalui golkar dan juga pelaksanaan pemilu 1971 yqng sarat
dengan kecurangan ,keluarlah khittah ujung pandang yang menegaskan
netralitas politik muhammadiyah.
Begitu juga khittah denpasar diputuskan selepas muhammadiyah melalui
tanwir semarang 1998,memberikan rekomendasi dukungan atas berdirinnya
partai amanat nasional(PAN). Kerika PAN dinilai juga tidak membawa
maslahah,bahkan cenderung membebani ,karena muhammmadiyah selalu
saja diidentifikasika dan dikaitkan dengan PAN muhammadiyah pun
mengeluarkan rumusan khittah denpasar.
Varian politik keluarnya rumusan khittah ponorogo,khittah ujung
pandang,khittah surabaya,khittah denpasar dan muhammmadiyah yang
ambigu,juga menegaskan adannya tarik menarik dan terfragmentasiinya sikap
politikwarga muhammadiyah. Dan bila berkaca pada doktrin mainstream
dikalangan umat islam bahwa islam terfragmentasinnya sikap politik warga
muhammmadiyah cukup bisa dipahami. Apalagi ,sejarah muhammmadiyah
juga menunjukkan dominasi dalam relasinnya dengan politik.
Dominasi relasi ini setidaknya tergambar dari kedekatan KH Ahmad
Dahlan dengan Budi Utomo dan PSII . relasi i i boleh dikatakan sebagai titik
awal muhammadiyah bersinggungan dengan politik. Ketika dikomandoi KH
Mas Mansyur ,wajah politi muhammadiyah bahkan begitu dominan. KH Mas
Mansur misalnya,menjadi oenggagas berdirinnya oartai islam Indonesia
11
(PII),penggagas lahirnya MIAI dan Masyumi. Pasca orde lama ,ketika upaya
rehabilitas Masyumi gagal,Muhammmadiyah juga oenggagas lahirnya
parmusi.
Sewaktu rezim orde baru menerapkan kebijakan depolitisasi partai
politik,Muhammadiyah yang terpresentasikan lewat parmusi (MI) memfusi
ke dalam PPP . melalui rekomendasi Tanwir semarang 1998,Muhammadiyah
juga ikut membudani lahirnya PAN . Tahun 2004 melalui Tanwir Mataram ,
Muhammadiyah mengeluarkan rumusan politik yang cenderung vis a vis
khittah denpasar yang memberikan ‘lampu hijau” kepada AMM untuk
mengkaji kemungkinan berdirinnya partai baru. Keputusan Tanwir ini
kemuduan disikapi ditafsiri secara kritis oleh eksponen AMM dengan
mendirikan partai matahari bangsa (PMB).
2.5 High Politics and low Politics
Paparan diatas menggambarkan bahwa kebijakan politik muhammmadiyah
tampak sangat dipengaruhi situasi praksis-politik (low politics) yang melingkupinnya
ketimbang idealitas politik muhammmadiyah (high politics). Dengan begitu
,mengesankan tidak konsisitennya sikap dan posisi politik muhammdiyah. Sebagai
ormas keagamaan, muhammadiyah tidak seharusya terlibat pada wilayah politik
praktis. Meski begitu, sebagai organisasi dakwah amar ma’ruf nahi minkar,
muhammmadiyah juga tidak semestinya emoh pada politik. Hanya, politik yang
dimaksud adalah sebagaimana diamanatkan khitah Denpasar yang berwajah high
politics.
Sesunggguhnya yang dimaksud atau terjemahan yang tepat bagi high politics
bukan politik tinggi,tetapi politik yamg luhur, adiluhur dan berdimensi moral etis.
Sedangkan low politics bukan berarti politik remdah, tetapi politik yang terlalu
praktis dan seringkali cenderung nista. Bila sebuah organisasi menunjukkan sikap
yang tegas terhadap korupsi, mengajak luas untuk terus menggelinding proses
demokratisasi dan keterbukaan, maka organisasi tersebut sedang memainkan high
politics.
Sebaliknya ,bila sebuah organisasi melakukan geraka dan manuver politik
untuk memperebutkan kursi DPR, minta bagian dilebaga eksekutuf, membuat
12
kelompok penekan, membangun lobi serta berkasak-kusuk untuk mempertahankan
atau memeperluas vested interests, maka organisasi tersebut sedang melakukan
lowpolitocs. Ungkapan yang, mengatakan bahwa muhammmadiyah tidak ikut
bermain politiks praktis perlu diterjemahkan dalam konteks itu. Sampai kapanpun,
muhammadiyah tidak pernah terjun kedalam kancah power politics yang dapat
membahayakan kelangsungan hidupnya. Bermain langsung atau sekedar menjadi
pion kekuatan-kekuatan eksternal dalam gelanggang poltiks praktis, tidak pernah
terbayamgkan dalam pikiran muhammmadiyah.
Dengan mengambil posisi politis organisators, kedepan sudah semestinnya
muhammadiyah tidak lagi membuat putusan sejenis khittah ponorogo ,tanwir
semarang , dan tanwir makasar 2003 yang begitu partisan,termasuk sidang pleno
2004 yang mendukung “kader terbaik” amien rais sebagai calon presiden atau juga
surat keputusan seperti SK 149 tentang kebijakan mengenai konsolidasi organisasi
dan amal usaha muhammmadiyah, yang beberapa pointnya cenderung tidak
proporsional.
Dalam SK tersebut misalnya, sampai menyebut nama partai keadilan sejahtera
(PKS). Meski cukup bisa memahami konteks keluarnya SK tersebut, penyebutan
nama PKS cenderung bertentangan dengan semangat khittah unung pandang,dan
khittah denpasar,dalam SK tersebut juga ditegaskan kembali keputusan muktamar
muhammadiyah malang 2005 yang” menolak upaya-upaya mendirikan partai yang
emnggunakan nama.atau simbol- simbol persyarikatan muhammmadiyah “.yang
tidak semestinnya dikeluarkan menjadi ketetapan forum seperti muktamar
Andaikan SK tersebut dibuat sebelum berdirinnya PAN pada 1998 atau tidakk
disaat teman-teman PMB sedang menyosialisaikan partai barunnya,dua partai ini
sama-sama menggunakan simbol matahari ,tentu tidak terlalu menjadi persoalan.
Alih-alih mencoba mengambil posisi netral politik,dengan keluarnya SK Tersebut
justru menunjukkan sikap keberpihakan muhammmadiyah dan cenderung tidak
proporsional. Bila muhammadiyah secara serius ingin melakukan “pertaubatan
politik” dengan tidak lagi menyeret muhammmadiyah pada wilayah politik
praktis,segala sikap dan posisi politik muhammmadiyah harus sejalan dengan segala
sikap dan posisi poltik muhammmadiyah harus sejalan dengan semangat khittah
ujung pandang dan khittah denpasar.
13
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
• Muhammadiyah sebagai gerakan politik lebih mengedepankan moral
daripada sekedar memperoleh kekuasaan sebagaimana pada umumnya
perjuangan yang dilakukan oleh pelaku-pelaku politik praktis kepartaian.
• Dalam arti islam politik merupakan kegiatan untuk mendidik, memimpin,
mengurus, menjaga kepentingan, menyuruh melakukan kebaikan,
menjalankan tugas dengan dasar konsep islam.
• Perkembangan politik muhammadiyah tidak melibatkan langsung dengan
politik praktis.
• High politics bukan bermaksud politik tinggi, namun politik yang berbudi
luhur, adiluhung dan berdimensi moral etis. Sedangkan low politics bukan
berarti politik rendah namun politik yang cenderung terlalu praktis dan
seringkali cenderung nista.
14
DAFTAR PUSTAKA
Widiagdo, Bambang, Prof.Dr.MM. 2012. AIK 3 KEMUHAMMADIYAHAN. Umm
Press: Malang.
https://www.google.co.id/?
gws_rd=cr,ssl&ei=1vxWVquFIceZuQSo96SIDg#q=makalah+muhammadiyah+seba
gai+gerakan+politik+
15

More Related Content

What's hot

Politik islam dan Sejarahnya
Politik islam dan SejarahnyaPolitik islam dan Sejarahnya
Politik islam dan Sejarahnya
Yusuf Darismah
 
Ke imm-an
Ke imm-anKe imm-an
Ke imm-an
21031985
 
Makalah Majelis dan Lembaga Muhammadiyah
Makalah Majelis dan Lembaga MuhammadiyahMakalah Majelis dan Lembaga Muhammadiyah
Makalah Majelis dan Lembaga Muhammadiyah
Desy Rahmawati
 
Hubungan filsafat dan agama
Hubungan filsafat dan agamaHubungan filsafat dan agama
Hubungan filsafat dan agamaBuyung Iskandar
 
Pengambilan keputusan dalam manajemen
Pengambilan keputusan dalam manajemenPengambilan keputusan dalam manajemen
Pengambilan keputusan dalam manajemenAndrew Hutabarat
 
NORMA SOSIAL
NORMA SOSIALNORMA SOSIAL
NORMA SOSIAL
VisualBee.com
 
BAB X Muhammadiyah dan pemberdayaan perempuan.pptx
BAB X Muhammadiyah dan pemberdayaan perempuan.pptxBAB X Muhammadiyah dan pemberdayaan perempuan.pptx
BAB X Muhammadiyah dan pemberdayaan perempuan.pptx
Universitas Muhammadiyah Berau
 
Amal usaha muhammadiyah kedudukan dan fungsinya
Amal usaha muhammadiyah  kedudukan dan fungsinyaAmal usaha muhammadiyah  kedudukan dan fungsinya
Amal usaha muhammadiyah kedudukan dan fungsinya
School
 
Materi manajemen aksi
Materi manajemen aksiMateri manajemen aksi
Materi manajemen aksi
Rudi Sudirdja
 
Matan Keyakinan Hidup Muhammadiyah
Matan Keyakinan Hidup MuhammadiyahMatan Keyakinan Hidup Muhammadiyah
Matan Keyakinan Hidup Muhammadiyah
Nadia Tsalisa
 
Struktur Organisasi Muhammadiyah
Struktur Organisasi MuhammadiyahStruktur Organisasi Muhammadiyah
Struktur Organisasi Muhammadiyah
Alninda Hutami
 
Soal Jawab Seputar Gerakan Islam
Soal Jawab Seputar Gerakan IslamSoal Jawab Seputar Gerakan Islam
Soal Jawab Seputar Gerakan Islam
Anas Wibowo
 
Contoh nominal,ordinal,interval,dan rasio
Contoh nominal,ordinal,interval,dan rasioContoh nominal,ordinal,interval,dan rasio
Contoh nominal,ordinal,interval,dan rasio
firman afriansyah
 
Soal dan jawaban filsafat ilmu dari semua materi.docx alwi
Soal dan jawaban filsafat ilmu dari semua materi.docx alwiSoal dan jawaban filsafat ilmu dari semua materi.docx alwi
Soal dan jawaban filsafat ilmu dari semua materi.docx alwi
AlwiAssegaf
 
Pengertian dan urgensi muhammadiyah sebagai gerakan tajdid dan purifikasi
Pengertian dan urgensi muhammadiyah sebagai gerakan tajdid dan purifikasiPengertian dan urgensi muhammadiyah sebagai gerakan tajdid dan purifikasi
Pengertian dan urgensi muhammadiyah sebagai gerakan tajdid dan purifikasi
coepoe12
 
Etika dan-hukum-dalam-bisnis
Etika dan-hukum-dalam-bisnisEtika dan-hukum-dalam-bisnis
Etika dan-hukum-dalam-bisnis
085289742051
 
Aktualisasi Pancasila Di Kampus
Aktualisasi Pancasila Di KampusAktualisasi Pancasila Di Kampus
Aktualisasi Pancasila Di Kampus
Abida Muttaqiena
 
Hak Asasi Manusia dalam Islam
Hak Asasi Manusia dalam IslamHak Asasi Manusia dalam Islam
Hak Asasi Manusia dalam Islam
Adita Utami
 
Ideologi ideologi politik
Ideologi ideologi politikIdeologi ideologi politik
Ideologi ideologi politik
dinnianggra
 
KADERISASI MUHAMMADIYAH.pptx
KADERISASI MUHAMMADIYAH.pptxKADERISASI MUHAMMADIYAH.pptx
KADERISASI MUHAMMADIYAH.pptx
PerkaderanIPM
 

What's hot (20)

Politik islam dan Sejarahnya
Politik islam dan SejarahnyaPolitik islam dan Sejarahnya
Politik islam dan Sejarahnya
 
Ke imm-an
Ke imm-anKe imm-an
Ke imm-an
 
Makalah Majelis dan Lembaga Muhammadiyah
Makalah Majelis dan Lembaga MuhammadiyahMakalah Majelis dan Lembaga Muhammadiyah
Makalah Majelis dan Lembaga Muhammadiyah
 
Hubungan filsafat dan agama
Hubungan filsafat dan agamaHubungan filsafat dan agama
Hubungan filsafat dan agama
 
Pengambilan keputusan dalam manajemen
Pengambilan keputusan dalam manajemenPengambilan keputusan dalam manajemen
Pengambilan keputusan dalam manajemen
 
NORMA SOSIAL
NORMA SOSIALNORMA SOSIAL
NORMA SOSIAL
 
BAB X Muhammadiyah dan pemberdayaan perempuan.pptx
BAB X Muhammadiyah dan pemberdayaan perempuan.pptxBAB X Muhammadiyah dan pemberdayaan perempuan.pptx
BAB X Muhammadiyah dan pemberdayaan perempuan.pptx
 
Amal usaha muhammadiyah kedudukan dan fungsinya
Amal usaha muhammadiyah  kedudukan dan fungsinyaAmal usaha muhammadiyah  kedudukan dan fungsinya
Amal usaha muhammadiyah kedudukan dan fungsinya
 
Materi manajemen aksi
Materi manajemen aksiMateri manajemen aksi
Materi manajemen aksi
 
Matan Keyakinan Hidup Muhammadiyah
Matan Keyakinan Hidup MuhammadiyahMatan Keyakinan Hidup Muhammadiyah
Matan Keyakinan Hidup Muhammadiyah
 
Struktur Organisasi Muhammadiyah
Struktur Organisasi MuhammadiyahStruktur Organisasi Muhammadiyah
Struktur Organisasi Muhammadiyah
 
Soal Jawab Seputar Gerakan Islam
Soal Jawab Seputar Gerakan IslamSoal Jawab Seputar Gerakan Islam
Soal Jawab Seputar Gerakan Islam
 
Contoh nominal,ordinal,interval,dan rasio
Contoh nominal,ordinal,interval,dan rasioContoh nominal,ordinal,interval,dan rasio
Contoh nominal,ordinal,interval,dan rasio
 
Soal dan jawaban filsafat ilmu dari semua materi.docx alwi
Soal dan jawaban filsafat ilmu dari semua materi.docx alwiSoal dan jawaban filsafat ilmu dari semua materi.docx alwi
Soal dan jawaban filsafat ilmu dari semua materi.docx alwi
 
Pengertian dan urgensi muhammadiyah sebagai gerakan tajdid dan purifikasi
Pengertian dan urgensi muhammadiyah sebagai gerakan tajdid dan purifikasiPengertian dan urgensi muhammadiyah sebagai gerakan tajdid dan purifikasi
Pengertian dan urgensi muhammadiyah sebagai gerakan tajdid dan purifikasi
 
Etika dan-hukum-dalam-bisnis
Etika dan-hukum-dalam-bisnisEtika dan-hukum-dalam-bisnis
Etika dan-hukum-dalam-bisnis
 
Aktualisasi Pancasila Di Kampus
Aktualisasi Pancasila Di KampusAktualisasi Pancasila Di Kampus
Aktualisasi Pancasila Di Kampus
 
Hak Asasi Manusia dalam Islam
Hak Asasi Manusia dalam IslamHak Asasi Manusia dalam Islam
Hak Asasi Manusia dalam Islam
 
Ideologi ideologi politik
Ideologi ideologi politikIdeologi ideologi politik
Ideologi ideologi politik
 
KADERISASI MUHAMMADIYAH.pptx
KADERISASI MUHAMMADIYAH.pptxKADERISASI MUHAMMADIYAH.pptx
KADERISASI MUHAMMADIYAH.pptx
 

Similar to Muhammadiyah Sebagai Gerakan Politik (AIK 3)

Politik islam dan masyarakat madani
Politik islam dan masyarakat madaniPolitik islam dan masyarakat madani
Politik islam dan masyarakat madaniAndi Undu
 
MUHAMMADIYAH DAN KEBAHARUAN HUKUM DAN POLITIK
MUHAMMADIYAH DAN KEBAHARUAN HUKUM DAN POLITIKMUHAMMADIYAH DAN KEBAHARUAN HUKUM DAN POLITIK
MUHAMMADIYAH DAN KEBAHARUAN HUKUM DAN POLITIK
YendraDianPutraPerda
 
Kepemimpinan, politik dalam perpekstif islam
Kepemimpinan, politik dalam perpekstif islamKepemimpinan, politik dalam perpekstif islam
Kepemimpinan, politik dalam perpekstif islam
PEMPROP JABAR
 
metedologi pendidikan islam
metedologi pendidikan islammetedologi pendidikan islam
metedologi pendidikan islam
ghozali27
 
klp 3.pptx
klp 3.pptxklp 3.pptx
klp 3.pptx
WinaPermatasari
 
Kajian Politik Islam.docx
Kajian Politik Islam.docxKajian Politik Islam.docx
Kajian Politik Islam.docx
Zukét Printing
 
Kajian Politik Islam.pdf
Kajian Politik Islam.pdfKajian Politik Islam.pdf
Kajian Politik Islam.pdf
Zukét Printing
 
Makalah Sistem politik Islam
Makalah Sistem politik IslamMakalah Sistem politik Islam
Makalah Sistem politik Islam
Achmad Agung Ferrianto
 
KEPRIBADIAN MUHAMMADIYAH.pptx
KEPRIBADIAN MUHAMMADIYAH.pptxKEPRIBADIAN MUHAMMADIYAH.pptx
KEPRIBADIAN MUHAMMADIYAH.pptx
RidhoAsySyahid
 
4. bab
4. bab4. bab
Konsep politik an i b
Konsep politik an i bKonsep politik an i b
Konsep politik an i bM fazrul
 
Bab i
Bab iBab i
Pemikiran pilitik islam indonesia
Pemikiran pilitik islam indonesiaPemikiran pilitik islam indonesia
Pemikiran pilitik islam indonesia
Trisna Nurdiaman
 
SISTEM POLITIK DAN DEMOKRASI ISLAM
SISTEM POLITIK DAN DEMOKRASI ISLAMSISTEM POLITIK DAN DEMOKRASI ISLAM
SISTEM POLITIK DAN DEMOKRASI ISLAM
Bernopvida PM
 
Gerakan muhamadiyah print
Gerakan muhamadiyah printGerakan muhamadiyah print
Gerakan muhamadiyah print
Operator Warnet Vast Raha
 
Kh21345
Kh21345Kh21345
Kh21345
Suwardi St
 
Jawaban aik v Kemuhammadiyahan
Jawaban aik v KemuhammadiyahanJawaban aik v Kemuhammadiyahan
Jawaban aik v KemuhammadiyahanBarwhy Poenya
 
Partai politik-dalam-islam
Partai politik-dalam-islamPartai politik-dalam-islam
Partai politik-dalam-islam
apotek agam farma
 

Similar to Muhammadiyah Sebagai Gerakan Politik (AIK 3) (20)

Politik islam dan masyarakat madani
Politik islam dan masyarakat madaniPolitik islam dan masyarakat madani
Politik islam dan masyarakat madani
 
MUHAMMADIYAH DAN KEBAHARUAN HUKUM DAN POLITIK
MUHAMMADIYAH DAN KEBAHARUAN HUKUM DAN POLITIKMUHAMMADIYAH DAN KEBAHARUAN HUKUM DAN POLITIK
MUHAMMADIYAH DAN KEBAHARUAN HUKUM DAN POLITIK
 
Kepemimpinan, politik dalam perpekstif islam
Kepemimpinan, politik dalam perpekstif islamKepemimpinan, politik dalam perpekstif islam
Kepemimpinan, politik dalam perpekstif islam
 
metedologi pendidikan islam
metedologi pendidikan islammetedologi pendidikan islam
metedologi pendidikan islam
 
klp 3.pptx
klp 3.pptxklp 3.pptx
klp 3.pptx
 
Kajian Politik Islam.docx
Kajian Politik Islam.docxKajian Politik Islam.docx
Kajian Politik Islam.docx
 
Kajian Politik Islam.pdf
Kajian Politik Islam.pdfKajian Politik Islam.pdf
Kajian Politik Islam.pdf
 
Makalah Sistem politik Islam
Makalah Sistem politik IslamMakalah Sistem politik Islam
Makalah Sistem politik Islam
 
KEPRIBADIAN MUHAMMADIYAH.pptx
KEPRIBADIAN MUHAMMADIYAH.pptxKEPRIBADIAN MUHAMMADIYAH.pptx
KEPRIBADIAN MUHAMMADIYAH.pptx
 
4. bab
4. bab4. bab
4. bab
 
Konsep politik an i b
Konsep politik an i bKonsep politik an i b
Konsep politik an i b
 
Bab i
Bab iBab i
Bab i
 
Modul p kn kelas xi
Modul p kn kelas xiModul p kn kelas xi
Modul p kn kelas xi
 
Pemikiran pilitik islam indonesia
Pemikiran pilitik islam indonesiaPemikiran pilitik islam indonesia
Pemikiran pilitik islam indonesia
 
SISTEM POLITIK DAN DEMOKRASI ISLAM
SISTEM POLITIK DAN DEMOKRASI ISLAMSISTEM POLITIK DAN DEMOKRASI ISLAM
SISTEM POLITIK DAN DEMOKRASI ISLAM
 
Gerakan muhamadiyah print
Gerakan muhamadiyah printGerakan muhamadiyah print
Gerakan muhamadiyah print
 
Gerakan muhamadiyah print
Gerakan muhamadiyah printGerakan muhamadiyah print
Gerakan muhamadiyah print
 
Kh21345
Kh21345Kh21345
Kh21345
 
Jawaban aik v Kemuhammadiyahan
Jawaban aik v KemuhammadiyahanJawaban aik v Kemuhammadiyahan
Jawaban aik v Kemuhammadiyahan
 
Partai politik-dalam-islam
Partai politik-dalam-islamPartai politik-dalam-islam
Partai politik-dalam-islam
 

More from Audria

Laporan Hasil Pelaksanaan Studi Lapangan ke Home Industri Keripik Apel dan Do...
Laporan Hasil Pelaksanaan Studi Lapangan ke Home Industri Keripik Apel dan Do...Laporan Hasil Pelaksanaan Studi Lapangan ke Home Industri Keripik Apel dan Do...
Laporan Hasil Pelaksanaan Studi Lapangan ke Home Industri Keripik Apel dan Do...
Audria
 
Sistem Pengendalian Manajemen (perilaku dalam organisasi)
Sistem Pengendalian Manajemen (perilaku dalam organisasi)Sistem Pengendalian Manajemen (perilaku dalam organisasi)
Sistem Pengendalian Manajemen (perilaku dalam organisasi)
Audria
 
BAB 3. Perilaku Dalam Organisasi (Sistem Pengendalian Manajemen)
BAB 3. Perilaku Dalam Organisasi (Sistem Pengendalian Manajemen)BAB 3. Perilaku Dalam Organisasi (Sistem Pengendalian Manajemen)
BAB 3. Perilaku Dalam Organisasi (Sistem Pengendalian Manajemen)
Audria
 
Pengaruh Globalisasi Terhadap Bahasa Indonesia
Pengaruh Globalisasi Terhadap Bahasa IndonesiaPengaruh Globalisasi Terhadap Bahasa Indonesia
Pengaruh Globalisasi Terhadap Bahasa Indonesia
Audria
 
Membuka Wawasan Ibadah Maliyah
Membuka Wawasan Ibadah MaliyahMembuka Wawasan Ibadah Maliyah
Membuka Wawasan Ibadah MaliyahAudria
 
Pemerintah yang Bersih dan Berwibawa
Pemerintah yang Bersih dan BerwibawaPemerintah yang Bersih dan Berwibawa
Pemerintah yang Bersih dan BerwibawaAudria
 
Meningkatkan Produktivitas dan Mutu (Pengantar Bisnis Bab.9)
Meningkatkan Produktivitas dan Mutu (Pengantar Bisnis Bab.9)Meningkatkan Produktivitas dan Mutu (Pengantar Bisnis Bab.9)
Meningkatkan Produktivitas dan Mutu (Pengantar Bisnis Bab.9)Audria
 
Penyebab penderitaan (isbd)
Penyebab penderitaan (isbd)Penyebab penderitaan (isbd)
Penyebab penderitaan (isbd)
Audria
 
Budaya banjar
Budaya banjarBudaya banjar
Budaya banjarAudria
 

More from Audria (9)

Laporan Hasil Pelaksanaan Studi Lapangan ke Home Industri Keripik Apel dan Do...
Laporan Hasil Pelaksanaan Studi Lapangan ke Home Industri Keripik Apel dan Do...Laporan Hasil Pelaksanaan Studi Lapangan ke Home Industri Keripik Apel dan Do...
Laporan Hasil Pelaksanaan Studi Lapangan ke Home Industri Keripik Apel dan Do...
 
Sistem Pengendalian Manajemen (perilaku dalam organisasi)
Sistem Pengendalian Manajemen (perilaku dalam organisasi)Sistem Pengendalian Manajemen (perilaku dalam organisasi)
Sistem Pengendalian Manajemen (perilaku dalam organisasi)
 
BAB 3. Perilaku Dalam Organisasi (Sistem Pengendalian Manajemen)
BAB 3. Perilaku Dalam Organisasi (Sistem Pengendalian Manajemen)BAB 3. Perilaku Dalam Organisasi (Sistem Pengendalian Manajemen)
BAB 3. Perilaku Dalam Organisasi (Sistem Pengendalian Manajemen)
 
Pengaruh Globalisasi Terhadap Bahasa Indonesia
Pengaruh Globalisasi Terhadap Bahasa IndonesiaPengaruh Globalisasi Terhadap Bahasa Indonesia
Pengaruh Globalisasi Terhadap Bahasa Indonesia
 
Membuka Wawasan Ibadah Maliyah
Membuka Wawasan Ibadah MaliyahMembuka Wawasan Ibadah Maliyah
Membuka Wawasan Ibadah Maliyah
 
Pemerintah yang Bersih dan Berwibawa
Pemerintah yang Bersih dan BerwibawaPemerintah yang Bersih dan Berwibawa
Pemerintah yang Bersih dan Berwibawa
 
Meningkatkan Produktivitas dan Mutu (Pengantar Bisnis Bab.9)
Meningkatkan Produktivitas dan Mutu (Pengantar Bisnis Bab.9)Meningkatkan Produktivitas dan Mutu (Pengantar Bisnis Bab.9)
Meningkatkan Produktivitas dan Mutu (Pengantar Bisnis Bab.9)
 
Penyebab penderitaan (isbd)
Penyebab penderitaan (isbd)Penyebab penderitaan (isbd)
Penyebab penderitaan (isbd)
 
Budaya banjar
Budaya banjarBudaya banjar
Budaya banjar
 

Muhammadiyah Sebagai Gerakan Politik (AIK 3)

  • 1. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Muhammadiyah sebagai gerakan politik (political movement) maksudnya adalah pergumulan dan keterlibatan muhammadiyah dikancah perpolitikan bangsa Indonesia sejak zaman penjajahan hingga zaman sekarang ini. Sebagai gerakan islam mau tidak mau muhammadiyah harus terlibat dalam strategi-strategi perjuangan dan dakwah islam di tengah-tengah masyarakat yang terjajah dan pemerintah yang dianggap tidak islami. Di dalam sejarah, tokoh-tokoh muhammadiyah banyak terlibat dalam politik praktis. Sebagai contoh, K.H. Mas Mansur pernah menjadi tokoh SI dan mendirikan partai islam Indonesia (PII) dan diikuti oleh kader-kader lain erikutnya seperti Amin Rais. Namun demikian, mereka tidak pernah melibatkan muhammadiyah dalam perjuangan politik praktis, sehingga dalam sejarahnya muhammadiyah tidak pernah menjadi partai politik. Bentuk keterlibatan politik muhammadiyah sekarang ini adalah high politics, yakni lebih mengedepankan moral daripada sekedar memperoleh kekuasaan sebagaiman pada umumnya perjuangan yang dilakukan oleh pelaku-pelaku low politics (politik praktis kepartaian). Lalu apa yang ingin didapatkan muhammadiyah dengan high politicsnya? Berpolitik tentu ada tujuan sebagaiman yang dikatakan sebagai Harold Laswell mengenai pengertian politik,” who gets what, when and how” politik adalah masalah siapa mendapat apa, kapan dan bagaimana. Muhammadiyah bukanlah organisasi yang mempunyai kepentingan yang berkaitan dengan “aspiring for power”, apakah itu untuk menduduki jabatan dalam bidang eksekutif, misalnya presiden, wakil presiden dan mentri, ataupun dalam jabatan dibidang legislative, apakah anggota DPR apalagi menjadi ketua dan wakil ketua di lembaga tersebut. Kalau ada “orang-orang” muhammadiyah yang menghendakinya maka itu merupakan urusan pribadinya karena muhammadoyah tidak akan merekomendasikannya, namun juga tidak akan melarangnya. Akan tetapi kalau yang bersangkutan membawa nama muhammadiyah, tentusaja muhammadiyah menentangnya. 1
  • 2. Sekalipun demikian, muhammadiyah mempunyai kepentingan yang sangat besar agar supaya bagaiman mereka yang berada dalam kekuasaan (those who are in power) menjalankan kekuasaannya dengan sebaik-baiknya, dengan memperhatikan nilai-nilai moral, memegang amanah kedudukan dan jabatannya. Muhammadiyah akan berusaha dalam batas kemampuan yang ada untuk “mengingatkan” mereka yang memiliki kedudukan dalam jabatan untuk tidak menyalahgunakan kedudukan dan jabatannya. Itulah yang secara popular di kalangan islam kita mengenalnya dengan “amar ma’ruf nahi munkar”. Dan inilah yang sebenarnya disebut dengan Amin Rais sebagai high politics. 1.2 Rumusan Masalah 1. Apa pengertian dari politik? 2. Bagaimana pergumulan Muhammadiyah dalam berpolitik? 3. Bagaimana perkembangan politik Muhammadiyah? 4. Apa landasan operasional politik Muhammadiyah? 5. Bagaimana high politics dan politics? 1.3 Tujuan Penulisan Untuk memberikan pemahaman tentang islam dan Muhammadiyah sebagai gerakan Islam, untuk lebih memahami dan mengetahui bagaimana peran dan perkembangan muhammadiyah dalam berpolik, serta apa saja yang menjadi landasan operasional politik muhammadiyah. 2
  • 3. BAB II PEMBAHASAN 2.1. Pengertian Politik Politik (“siasah”-bahasa arab; “politics”-bahas inggris) memiliki pengertian yang sangat luas. Kata “politik” mengundang kontroversi terutama bagi mereka yang tidak memahaminya.Akan tetapi apakah itu politik? Mungkin ada baiknya diungkapkan mengenai apa makna politik. Ilmuan politik yang sanagat terkenal, David Easton, menyatakn “politik” tidak lain daripada bagaiman mengalokasikan sejumlah nilai secara otoritatif bagi sebuah masyarakat “authoratitative allocation of values for a society”. Artinya dalam kehidupan sehari-hari ada sejumlah nilai yang selalu dicari, dikejar-kejar, dan tentu saja dipertaruhkan orang dalam hidup bermasyarakat serta bernegara. Nilai-nilai tersebut tentu saja merupakan sesuatu yang sanagat berharga atau bermakna dalam kehidupan sehingga orang dapat melakukan apa saja untuk memperolehnya. Apakah nilai-nilai tersebut? Seorang ahli ilmu politik lainnya, Karl W. Deutsch, mengelompokkan nilai-nilai tersebut dalam delapan kategori, termasuk didalamnya kekuasaan, kekayaan, kehormatan, kesehatan, kesejahteraan (enlightment), kebebasan, keamanan, dan lain-lainnya. Nilai-nilai tersebut dialokasikan secara otoritatif, artinya sekali diputuskan oleh Negara bagaimana mengalokasikannya, maka akan mengikat (binding) semua pihak yang berkepentingan dengan nilai-nilai tersebut, sehingga negara memiliki hak untuk memberikan paksaan fisik agar orang tunduk dan patuh terhadap keputusan yang mengikat dalam rangka alokasi nilai tersebut. Di dalam konteks masyarakat Indonesia sering terjadi kesenjangan antara ilmu politik yang dipelajari dengan politik-politik yang terjadi. Ilmu politik adalah ilmu social yang khusus mempelajari sifat dan tujuan dari Negara sejauh Negara merupakan organisasi kekuasaan, beserta sifat tujuan dari gejala-gejala kekuasaan lain yang resmi, yang dapat mempengaruhi Negara. Di dalam praktiknya, pengrtian politik menjadi deterministic yakni segara urusan dan tindakan (kebijaksannan, siasat, dan sebagainya) mengenai pengertian sesuatu Negara atau terhadap Negara 3
  • 4. lain, tipu muslihat atau kelicikan, dan juga dipergunakan sebagai nama bagi sebuah disiplin pengetahuan, yaitu ilmu politik. Segala aktivitas atau sikap yang berhubungan dengan kekuasaan dan bermaksud mempengaruhi, dengan jalan mengubah atau mempetahankan suatu macam bentuk susunan masyarakat. Pada umumnya dikatakan bahwa politik adalah bermacam-macam kegiatan dalam suatu system politik atau Negara yang bekenan dengan proses menentukan tujuan-tujuan dari sistem itu dan melaksanakan tujuan-tujuan itu. Dengan demikan maka seringkalai persoalan politik adalah persoalan bagaimana menerapkan dan menfsirkan konsep-konsep atau teori-teori politik terhadap fenomena di masyarakat yang mendekati kebenaran. Atas dasar itu maka di dalam menjalankan politik akan tergantung pada perspektif dan paradigma apa yang dipakai. Di dalam konsep islam, politik memiliki banyak arti antara lain; kegiatan mendidik, memimpin, mengurus, menjaga kepentingan, menyuruh melakukan kebaikan, menjalankan tugas dan sebaginya. Semua itu bertujuan untuk mendatangkan kebaikan dan manfaat kepada masyarakat. 2.2 Pergumulan Muhammadiyah Dalam Berpolitik Sejak berdirinya tahun 1912, muhammadiyah bukan partai politik, meskipun pendirinya, Ahmad Dahlan (1868-1923), mengenal dari dekat tokoh-tokoh politik indoesia seperti dr. Wahidin Sudirohusodo, pendiri budi utomo (Ahmad Dahlan pernah menjadi anggota dan penasehat budi utomo), H. Samanhudi, H.O.S. Cokroaminoto dan H. Agus Salimketiganya pendiri dan pemuka syarikat islam (SI) (Ahmad Dahlan pernah menjadi anggota dan penasehat SI). Ketika H.O.S. Cokroaminoto mengadakan kongres islam di Cirebon pada tahun 1921, muhammadiyah ikut membantu penyelenggaraannya. Bahkan dalam kongres tersebut, Ahmad Dahlan menyampaikan prasaran tentang pembaharuan pemikiran islam dan konsep pendidikan islam. Mas Mansur, tokoh puncak muhammadiyah (1937-43), juga pernah menjadi anggota dan penasehat SI pada tahun 1915, selesai studinya dari timur tengah. Pada tahun 1925, Mas Mansur sebagai tokoh muhammadiyah sekaligus sebagai tokoh SI, H.O.S. Cokroaminoto , sebagai tokoh puncak SI, menjadi delegasi resmi Indonesia yang menghadiri kongres dunia islam tentang khilafah islam di mekkah . Namun 4
  • 5. setahun kemudian, pada 1926, SI mengeluarkan disiplin partai yang melarang keanggotaan rangkap, dan muhammadiyah terkena disiplin partai ini, termasuk Mas Mansur. Ketika partai syarikat islam melakukan politik hijrah atau noncooperation dengan pemerintah Hindia-Belanda muhammmadiyah menyadari sustu keharusan adanya politik tidak hijrah atau cooperation. Oleh karena itu melalui Mas Mansur dan Wiwoho, muhammadiyah mendirikan partai islam Indonesia PII pada tahun 1938, meskipun sebelumnya Mas Mansur menemui pemimpin partai SI agar disiplin partai yang dikenakan kepada muhammadiyah bis adicabut. Namun harapan muhammadiyah tidak terwujud. Jika terwujud keadaannya akan lain; muhammmadiyah akan memperioritaskan saluran politiknya pada SI. Setahun sebelumnya, pada September 1037, telah berdiri lembaga permusyawaratan islam Indonesia bernama majelis A’la islam Indonesia (MIAI) yang diprakarsai tokoh islam “empat serangkai”; Mas Mansur (Muhammadiyah), Wiwoho Wondoamiseno (SI) Ahmad Dahlan dan Abdul Wahab (NU). Peleksanaan lembaga ini diserahkan kepada tokoh “empat serangkai” tersebut. Di lembaga ini bertemu berbagai organisasi islam, yang tercemin saat organisasi ini berdiri, yaitu muhammadiyah, SI, Persatuan Islam, Al-Itsyad (Surabaya), Hidayatul Islamiyah (Banyuwangi), dan Khairiyah (Surabaya). Data sejarah di atas menunjukkan peran dan kontribusi aktif muhammadiyah dalam perjuangan politik.Dan ini merupakan bagian dari perjuangan muhammadiyah untuk mewujudkan cita-citanya muhammadiyah menyalurkan perjuangan politik pada partai politik islam, tanpa harus menjadikan muhammadiyah sebagai partai politik. Perjuangan politik ini dilakukan dengan melibatkan seluruh ekuatan umat islam dengan satu tujuan, yaitu kemenangan islam. Dengan kata lain, perjuangan politik bagi muhammadiyah didasarkan pada dua prinsip. Pertama, muhammadiyah memerlukan aspirasi politik dan ini dilakukan di luar organiasi muhammadiyah. Kedua, penyaluuran kemenangan islam dan umatnya secar keseluruhan. Karen aitu, upanya untuk melibatkan dan memperdayajkan seluruh kekuatan umat islam merupakan suatu keniscayaan. Dua prinsip inilah yang dipegang teguh muhammadiyah ketika bersam tokoh- tokoh islam lainnya mempelopori berdirinya partai majelis syura muslimin Indonesia 5
  • 6. (Masyumi) pada 7-8 nopember 1945, di madrasah muallimin muhammdiyah Yogyakarta. Saat pembentukan partai masyumi ini, ada pengakuan bahwa muhammadiyah memerlukan saluran aspirasi dan perjuangan politik islam bagi seluruh organisasi islam Indonesia. Meskipun demikian, pada 1947 SI keluar dari masyumi, dan pada 1952 Nahdatul Ulama (NU) mengikutinya. 2.3 Perkembangan Politik Muhammadiyah Tidak seperti halnya dengan Nahdatul Ulama (NU) , muhammadiyah merupakan persyarikatan yang tidak pernah terlibat langsung dengan politik praktis. Kalau NU pernah menjadi partai politik yakni partai NU (1955), maka muhammadiyah tidak ernah mengakaminya, kecuali sempat melakukan “pernikahan” dengan parpol. Persyarikatan yang didirikan di kampong kauman, Yogyakarta pada 18 november 1912 atau bertepatan dengan 8dzulhijah 1330 hijriah itu pernah melakukan “pernikahan resmi” dengan parpol ketika menjadi anggota istimewa dari masyumi. Namun, gerakan islam modernis yang diirikan KH Ahmad Dahlan atau Muhammad Darwis itu juga pernah melakukan “pernikahan siri” dengan parpol ketika pendiri armusi (tanwir ponorogo). Selain itu, muhammadiyah pernah melakukan “nikah mut’ah (kontrak)” ketika sebagaian pengurusnya terlibat dalam pendirian PAN, tapi akhirnya ditinggalkan parpol bentukan Amin Rais itu. Model paling akhir justru bukan “pernikahan”, melainkan “perceraian” organisasi pemurnian dan pembaruan islam itu dengan parpol sebagaiman dirumuskan dalamTanwir Denpasar (2001). Relasi muhammadiyah dengan parpol itu sebenarnya sudah cukup jelas, karena muhammadiyah secara historis tidak boleh berpolitik praktis. Muhammadiyah sebagai gerakan dakwah itu mencangkup seluruh bidang kehidupan, ermasuk politik. Politik dan partai politik itu berbeda. Sejak sidang tanwir di Denpasar pada tahun 2001, muhammadiyah bertekad mengintensifkan politikkebagsaan, sehingga muhammadiyah tetap terlibat dalam politik. Secara historis, politik yang melekat pada muhammadiyah adalah politik kebangsaan yang sering disebut dengan politik “amar ma’ruf nahi munkar” (mengajak ke kebaikan dan mencegah kemungkaran). Bahkan, para pemimpin 6
  • 7. terdahulu di muhammadiyah sangat akif berpolitik seperti KH Ahmad Dahlan di budi utomo atau KH Mas Mansur dalam BPUPKI. Artinya, muhammadiyah itu tidak segan-segan menjadi pengeritik paling depan jika pemerintah bertindak salah, tapi muhammadiyah juga menjadi pendukung terdepan jika pemerintah memang benar. 2.4 Landasan Operasional Politik Muhammadiyah Secara normatif, gerak perjuangan Muhammdiyah dijelaskan dalam Muqqodimmah Anggaran Dasar Muhammadiyah, Kepribadian Muhammadiyah,Matan keyakinan dan cita-cita hidup muhammadiyah (MKCH) bahwa Muhammadiyah sebagai gerakan dakwah amar ma’ruf nahi mungkar. Sementara secara operasional, bahwa muhammadiyah memilih lahan dakwah dibidang kemasyarakatan ditegaskan dalam khittah(garis) perjuangan diantarannya ;Khittah Ponorogo 1969, khittah Surabaya 1978, khittah Denpasar 2002. Berikut ini adalah kutipan panjang tentang khittah perjuangan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Muhammadiyah meyakini bahwa politik dalam kehidupan bangsa dan negara merupakan salah satu aspek dari ajaran islam dalam urusan keduniawian (al-umur ad-dunyawiyat ) yang harus selalu dimotivasi,dijiwai da dibingkai oleh nilai-nilai luhur agama dan moral yang utama. Karena itu diperlukan sikap dan moral yang positif dari seluruh warga muhammadiyah dalam menjalani kehidupan politik dari seluruh warga muhammadiyah dalam menjalani kehidupan politik untuk tegaknya kehidupan berbangsa dan bernegara. Muhammadiyah meyakini bahwa negara dan usaha-usaha membangun kehidupan berbangsa dan bernegara, baik melalui perjuangan plitik maupun melalui pengembangan masyarakat, pada dasarnya merupakan wahana yang mutlak diperlukan untuk membangun kehidupan dimana nilai-nilai ilahiah melandasi dan tumbuh subur bersamaan dengan tegaknya nilai-nilai kemanusiaan, keadilan, perdamaian , ketertiban ,kkebersamaan dan keadaban untuk terwujudnya “ Baldatun thayyibatun wa rabbun Ghafur”. Muhammadiyah memilih perjuangan dalam kehidupa berbangsa dan bernegara melalui usaha-usaha pembinaan atau perbedayaaan masyarakat guna terwujudnya masyarakat yang madani (civil society) yang kuat sebagaimana tujuan 7
  • 8. muhammadiyah untuk mewujudkan masyarakat islam yang sebenar-benarnya. Sedangkan hal-hal yang berkaitan dengan kebijakan-kebijakan kenegaraan sebagai proses dan hasil dari fungsi politik pemerintahab akan ditempuh melalui pendekatan- pendekatan secara tepat dan kebijakan sesuai prinsp-prinsip perjuangan kelompok kepentingan yang efektif dalam kehidupan negara demokratis. Muhammadiyah mendorong secara kritis atas perjuangan politik yang besifat praktis atau berorientasi pada kekuasaan (real politics ) untuk dijalankan oleh partai- partai politik dan lembaga-lembaga formal kenegaraan dengan sebaik-baiknya menuju terciptannya sistem politik yang demikratis dan berkeadaban sesuai dengan cita-cita luhur bangsa dan negara . dalam hal ini nperjuangan politik yang dilakukan oleh kekuatan-kekuatan politik hendaknya benar-benar mengendepankan kepentingan rakyat dan tegaknya nilai-nilai utama sebagaimana yang menjadi semangat dasar dan tujuan didirikannya negara Republik indinesia yang diproklamasikan tahun 1945. Muhammadiyah senantiasa memainkan peranan politiknya sebagai wujud dari dakwah amar ma’ruf nahi mungkar dengan jalan mempengaruhi proses dan kebajiakan negara agar tetap berjalan dengan sesuai dengan konstitusi dan cita-cita luhur bangsa. Muhammadiyah secara aktif menjadi kekuatan perekat bangsa dan berfungsi sebagai wahana pendidikan politik yang sehat menuju kehidupan nasional yang damai dan beradaban. Muhammadiyah tidak berafiliasi dan tidak mempunyai hubungan organisatoris dengan kekuatan-kekuatan politik atau organisasi manapin.Muhammadiyah senantiasa mengembangkan sikap positif dalam memandang perjuangan politik dan menjalankan fungsi kritik sesuai dengan prinsip amar ma’ruf nahi mungkar demi tegaknya sistem politik kenegaraan yang demokratis dan berkeadaban. Muhammadiyah memberikan kebebasan kepada setiap anggota persyarikatan untuk menggunakan hak pilihnya dalam kehidupan politiksesuai hati urani masing- masing. Penggunaan hak pilih tersebut harus merupakan tanggung jawab sebagai warga negara yang dilaksanakan secara rasional dan kritis ,sejalan dengan misi dan kepentingan muhammmadiyah demi kemaslahatan baangsa dan negara. 1. Kebebasan Beraspurasi dalam politik praktis 8
  • 9. Muhammadiyah meminta kepada segenap anggotannya yang aktif dalam politik untuk benar-benar melaksanakan tugas dan kegiatan politik secara sungguh-sungguh dengan mengedepankan tanggung jawab (amanah), dan perdamaian (ishlah). Aktifitas politik tersebut harus sejalan dengan upaya memperjuangkan misi persyarikatan dalam melaksanakan da’wah amar ma’ruf nahi mungkar. Setiap anggota dbebaskan menyalurkan aspirasi politiknya kepada salah satu partai,politik yang dipandang dapat menyarakan misi islam untuk menegakkan keadilan sesuai dengan primsip-prinsip ajaran islam. 2. Metamorfose sikap politik muhammadiyah a. Tahun 1912 – 1926, muhammmadiyah dinyatakan buakn sebagai organisasi politik, meskipun bvanyak anggota muhammadiyah yang menjadi anggota aktif dalam organisasi budi utomo, sarikat islam, partai sarikat islam indonesia. b. Tahun 1927-1938, muhammadiyah memantapkan diri sebagai organisasi islam dan amal. Anggota muhammadiyah yang memasuki partai sarikat islam indonesia (PSII) terkena disiplin organisasi tidak boleh merangkap keanggotaan dengan muhammadiyah. c. Tahun 1938-1942, pada tahun 1923 para pemuka joung islami ten bond (JIB) dan para anggota muhammadiyah berhasil mendirikan partai islam indonesia (PII), tetapi muhammadiyah sebagai organisasi tetap tidak menetapkan secara resmi terhadap eksistensi partai itu. d. Tahun 1942 – 1945, muhammadiyah bersama dengan organisasi – organisasi islam mendirikan majelis islam akla indonesia (MIAI) dan muhammadiyah sebagai organisasi, tetap tidak merupakan bagian dari majelis ini. e. Tahun 1945 – 1960, pada tahun 1945 MIAI berubah menjadi majelis syuro muslimin indonesia (masyumi) dan muhammadiyah sebagai anggota istimewa dan dinyatakan sebagai bagian struktural dari partai itu. Pada tahun 1950, muhammadiyah tidak lagi menjadi anggota istimewa masyumi. 9
  • 10. f. Tahun 1960 – 1965, muhammadiyah dalam posisi yang sulit sebab situasi politik kenegaraan yang semakin panas, dan dominasi kekuatan komunis sangat menentukan. g. Tahun 1965 – 1971, muhammadiyah dinyatakan oleh pemerintah sebagai organisasi masyarakat atau ormas yang berfungsi sebagai politik real. Artinya muhammadiyah berhak mempunyai wakil-wakil dalam legislatif. Pada periode ini ada usaha dari orang islam yang aspirasi politiknya belum tertampung dalam partai politik yang ada. Akhirnya menetapkan membentuk partai muslimin indonesia meskipun muhammadiyah masih tetap memiliki independentsinya. h. Tahun 1971 – sekarang, dalam bidang politik muhammadiyah berusaha sesuai dengan hittah (garis) perjuangannya dengan dakwah amar makruf nahi munkar dalam arti dan proporsi yang sebenar – benarnya, muhammadiyah harus dapat membuktikan baik secara teoritis konseptual, secara operasional, secara real bahwa ajaran islam mampu mengatur masyarakat dalam negara republik indonesia yang berpancasila dan UUD 1945 menjadi masyarakat yang adil makmur serta sejahtera. 3. Moral Politik Muhammadiyah Pemahaman terbalik(mafhum mukhalafah) dari diusungkannya materi diatas dengan penekana pada dua khittah meskipuan sebenarnya masih ada khittah surabaya 1978 yang perlu diusung seakan ingin mengamini bahwa swlama ini muhammmadiyah memang belum atau tidak serius berjalan diatas rel khittahnya yaitu sebagai ormas keagamaan. Selama ini ,muhammadiyah kerap membuat putusan yang secara sadar atau tidak telah menyeret muhammadiyah pada kubangan politik praktis . karena itu, tidak heran bila selama perjalanan sejarahnya muhammmadiyah lebih banyak bersinggungan dengan politik praktis. Dua khittah ujung pandang dan denpasar sama-sama menegaskan netralitas muhammadiyah terhadap kekuatan politik mana pun. Hanya yang membedakan ,sebagai “khittah trasisi” ,khittah ujung pandang masih belum,bisa membebaskan dari kungkungan khittah ponorogo,1969 yang 10
  • 11. nuansa politiknya lebih kuat , sehingga masih menyebut kata parmosi “untuk lebih memantapkan muhammmadiyah sebagai gerakan dakwah islam setelah pemilu 1971, muhammadiyah melakukan amar ma’ruf nahi minkar secara konstruktif dan positif terhadap parmusi seperti halnya terhadap partai-partai politik dan oraganisasi-organisasi lainnya”(point 3). Bila dikaji dalama konteks jamannya ,keluarnya rumusan khittah tersebut menarik untuk dikritik,khittah ujung pandang misalnya selepas munculnya “kebijakan politik” berupa khittah ponorogo yang begitu partisan . Setelah menyadari bahwa selain khittah ponorogo tidak membawa maslahah yang bertentangan dengan jati diri muhammmadiyah, juga realitas politik saat itu yang mulai tidak kondusif lantaran negara militer mulai tampil serba dominan melalui golkar dan juga pelaksanaan pemilu 1971 yqng sarat dengan kecurangan ,keluarlah khittah ujung pandang yang menegaskan netralitas politik muhammadiyah. Begitu juga khittah denpasar diputuskan selepas muhammadiyah melalui tanwir semarang 1998,memberikan rekomendasi dukungan atas berdirinnya partai amanat nasional(PAN). Kerika PAN dinilai juga tidak membawa maslahah,bahkan cenderung membebani ,karena muhammmadiyah selalu saja diidentifikasika dan dikaitkan dengan PAN muhammadiyah pun mengeluarkan rumusan khittah denpasar. Varian politik keluarnya rumusan khittah ponorogo,khittah ujung pandang,khittah surabaya,khittah denpasar dan muhammmadiyah yang ambigu,juga menegaskan adannya tarik menarik dan terfragmentasiinya sikap politikwarga muhammadiyah. Dan bila berkaca pada doktrin mainstream dikalangan umat islam bahwa islam terfragmentasinnya sikap politik warga muhammmadiyah cukup bisa dipahami. Apalagi ,sejarah muhammmadiyah juga menunjukkan dominasi dalam relasinnya dengan politik. Dominasi relasi ini setidaknya tergambar dari kedekatan KH Ahmad Dahlan dengan Budi Utomo dan PSII . relasi i i boleh dikatakan sebagai titik awal muhammadiyah bersinggungan dengan politik. Ketika dikomandoi KH Mas Mansyur ,wajah politi muhammadiyah bahkan begitu dominan. KH Mas Mansur misalnya,menjadi oenggagas berdirinnya oartai islam Indonesia 11
  • 12. (PII),penggagas lahirnya MIAI dan Masyumi. Pasca orde lama ,ketika upaya rehabilitas Masyumi gagal,Muhammmadiyah juga oenggagas lahirnya parmusi. Sewaktu rezim orde baru menerapkan kebijakan depolitisasi partai politik,Muhammadiyah yang terpresentasikan lewat parmusi (MI) memfusi ke dalam PPP . melalui rekomendasi Tanwir semarang 1998,Muhammadiyah juga ikut membudani lahirnya PAN . Tahun 2004 melalui Tanwir Mataram , Muhammadiyah mengeluarkan rumusan politik yang cenderung vis a vis khittah denpasar yang memberikan ‘lampu hijau” kepada AMM untuk mengkaji kemungkinan berdirinnya partai baru. Keputusan Tanwir ini kemuduan disikapi ditafsiri secara kritis oleh eksponen AMM dengan mendirikan partai matahari bangsa (PMB). 2.5 High Politics and low Politics Paparan diatas menggambarkan bahwa kebijakan politik muhammmadiyah tampak sangat dipengaruhi situasi praksis-politik (low politics) yang melingkupinnya ketimbang idealitas politik muhammmadiyah (high politics). Dengan begitu ,mengesankan tidak konsisitennya sikap dan posisi politik muhammdiyah. Sebagai ormas keagamaan, muhammadiyah tidak seharusya terlibat pada wilayah politik praktis. Meski begitu, sebagai organisasi dakwah amar ma’ruf nahi minkar, muhammmadiyah juga tidak semestinya emoh pada politik. Hanya, politik yang dimaksud adalah sebagaimana diamanatkan khitah Denpasar yang berwajah high politics. Sesunggguhnya yang dimaksud atau terjemahan yang tepat bagi high politics bukan politik tinggi,tetapi politik yamg luhur, adiluhur dan berdimensi moral etis. Sedangkan low politics bukan berarti politik remdah, tetapi politik yang terlalu praktis dan seringkali cenderung nista. Bila sebuah organisasi menunjukkan sikap yang tegas terhadap korupsi, mengajak luas untuk terus menggelinding proses demokratisasi dan keterbukaan, maka organisasi tersebut sedang memainkan high politics. Sebaliknya ,bila sebuah organisasi melakukan geraka dan manuver politik untuk memperebutkan kursi DPR, minta bagian dilebaga eksekutuf, membuat 12
  • 13. kelompok penekan, membangun lobi serta berkasak-kusuk untuk mempertahankan atau memeperluas vested interests, maka organisasi tersebut sedang melakukan lowpolitocs. Ungkapan yang, mengatakan bahwa muhammmadiyah tidak ikut bermain politiks praktis perlu diterjemahkan dalam konteks itu. Sampai kapanpun, muhammadiyah tidak pernah terjun kedalam kancah power politics yang dapat membahayakan kelangsungan hidupnya. Bermain langsung atau sekedar menjadi pion kekuatan-kekuatan eksternal dalam gelanggang poltiks praktis, tidak pernah terbayamgkan dalam pikiran muhammmadiyah. Dengan mengambil posisi politis organisators, kedepan sudah semestinnya muhammadiyah tidak lagi membuat putusan sejenis khittah ponorogo ,tanwir semarang , dan tanwir makasar 2003 yang begitu partisan,termasuk sidang pleno 2004 yang mendukung “kader terbaik” amien rais sebagai calon presiden atau juga surat keputusan seperti SK 149 tentang kebijakan mengenai konsolidasi organisasi dan amal usaha muhammmadiyah, yang beberapa pointnya cenderung tidak proporsional. Dalam SK tersebut misalnya, sampai menyebut nama partai keadilan sejahtera (PKS). Meski cukup bisa memahami konteks keluarnya SK tersebut, penyebutan nama PKS cenderung bertentangan dengan semangat khittah unung pandang,dan khittah denpasar,dalam SK tersebut juga ditegaskan kembali keputusan muktamar muhammadiyah malang 2005 yang” menolak upaya-upaya mendirikan partai yang emnggunakan nama.atau simbol- simbol persyarikatan muhammmadiyah “.yang tidak semestinnya dikeluarkan menjadi ketetapan forum seperti muktamar Andaikan SK tersebut dibuat sebelum berdirinnya PAN pada 1998 atau tidakk disaat teman-teman PMB sedang menyosialisaikan partai barunnya,dua partai ini sama-sama menggunakan simbol matahari ,tentu tidak terlalu menjadi persoalan. Alih-alih mencoba mengambil posisi netral politik,dengan keluarnya SK Tersebut justru menunjukkan sikap keberpihakan muhammmadiyah dan cenderung tidak proporsional. Bila muhammadiyah secara serius ingin melakukan “pertaubatan politik” dengan tidak lagi menyeret muhammmadiyah pada wilayah politik praktis,segala sikap dan posisi politik muhammmadiyah harus sejalan dengan segala sikap dan posisi poltik muhammmadiyah harus sejalan dengan semangat khittah ujung pandang dan khittah denpasar. 13
  • 14. BAB III PENUTUP 3.1. Kesimpulan • Muhammadiyah sebagai gerakan politik lebih mengedepankan moral daripada sekedar memperoleh kekuasaan sebagaimana pada umumnya perjuangan yang dilakukan oleh pelaku-pelaku politik praktis kepartaian. • Dalam arti islam politik merupakan kegiatan untuk mendidik, memimpin, mengurus, menjaga kepentingan, menyuruh melakukan kebaikan, menjalankan tugas dengan dasar konsep islam. • Perkembangan politik muhammadiyah tidak melibatkan langsung dengan politik praktis. • High politics bukan bermaksud politik tinggi, namun politik yang berbudi luhur, adiluhung dan berdimensi moral etis. Sedangkan low politics bukan berarti politik rendah namun politik yang cenderung terlalu praktis dan seringkali cenderung nista. 14
  • 15. DAFTAR PUSTAKA Widiagdo, Bambang, Prof.Dr.MM. 2012. AIK 3 KEMUHAMMADIYAHAN. Umm Press: Malang. https://www.google.co.id/? gws_rd=cr,ssl&ei=1vxWVquFIceZuQSo96SIDg#q=makalah+muhammadiyah+seba gai+gerakan+politik+ 15