SlideShare a Scribd company logo
1 of 62
Download to read offline
MODUL                                   May 8

HISTOLOGI
ORGAN
LIMFATIKA
                                        2012
Manusia selalu berinteraksi dengan lingkungannya baik lingkungan
yang bersifat biologis maupun fisik dalam seluruh kehidupannya.     Penjelasan
Lingkungan tersebut dapat bersifat menguntungkan maupun             Secara
merugikan. Terhadap zat organik maupun anorganik, baik yang
bersifat hidup maupun mati yang apabila masuk kedalam tubuh         Histologik
akan membahayakan maka individu mempunyai sistem tertentu           Organ-organ
guna menghindarkan diri dari kerusakan. Sistim ini dikenal dengan
sistim imun yang mempertahankan individu terhadap makromolekul      sistem imun
eksogen yang masuk kedalam tubuh maupun endogen yang dapat          Tubuh
berupa komponen abnormal. Dengan sistim ini maka manusia akan
mempunyai kekebalan atau imunitas.
                                                                    Manusia
PENDAHULUAN


       Di dalam kehidupannya, manusia selalu berinteraksi dengan lingkungannya baik
lingkungan yang bersifat biologis maupun fisik. Lingkungan tersebut dapat bersifat
menguntungkan maupun merugikan. Terhadap zat organik maupun anorganik, baik yang
bersifat hidup maupun mati yang apabila masuk kedalam tubuh akan membahayakan maka
individu mempunyai sistem tertentu guna menghindarkan diri dari kerusakan. Sistim ini dikenal
dengan sistim imun yang mempertahankan individu terhadap makromolekul eksogen yang
masuk kedalam tubuh maupun endogen yang dapat berupa komponen abnormal. Dengan
sistim ini maka manusia akan mempunyai kekebalan atau imunitas.


       Pengertian imunitas adalah suatu mekanisme fisiologis yang ada pada hewan maupun
manusia untuk dapat mengenal suatu zat sebagai asing terhadap dirinya, yang kemudian diikuti
aktifitas netralisasi, melenyapkan atau memasukkan kedalam metabolism sehingga
menguntungkan dirinya atau menimbulkan kerusakan jaringan sendiri. Zat asing atau
konfigurasi asing dikenal dengan antigen atau imunogen. Secara alamiah tubuh akan bereaksi
terhadap zat tersebut yang dikenali sebagai bukan miliknya. Respon imun alamiah ini dibedakan
menjadi Respon Imun Non Spesifik dan Respon Imun Spesifik (adaptif). Respon imun non
spesifik akan bereaksi secara stereotipik terhadap suatu antigen. Respon imun ini akan bereaksi
terhadap antigen apapun yang masuk kedalam tubuh dan tidak berrsifat selektif. Sistim imun
non spesifik merupakan pertahanan tubuh yang terdepan dan tidak ditujukan pada zat atau
mikro organisme tertentu sehingga disebut non spesifik. Sistim imun nonspesifik ini dapat
bersifat mekanik/fisik, biokimiawi, humoral maupun seluler. Yang bersifat mekanis atau fisik
antara lain kulit, selaput lender, silia jalan nafas, refleks batuk serta bersin. Pertahanan
biokimiawi meliputi pH asam dari keringat, berbagai lemak dan enzim pada kulit, sekresi
mukosa saluran nafas, lisosim keringat, ludah, airmata. ASI serta asam lambung. Sistim imun
non spesifik yang termasuk pertahanan humoral ialah sistim komplemen, interferon dan C-




       Modul Histologi Organ Limfatika                                                  Page 1
Reactive Protein (CRP). Sedang pertahanan seluler non spesifik meliputi sel fagosit seperti
makrofag, netrofil dan NK Cell.


       Sistim imun yang kedua adalah bersifat spesifik dan akan dibicarakan secara khusus
dalam modul ini. Sistim ini merupakan pertahanan tubuh yang membutuhkan waktu untuk
mengenal antigen terlebih dahulu sebelum memberikan reaksinya. Sistim imun spesifik
mempunyai kemampuan untuk mengenal konfigurasi yang dianggap asing bagi dirinya dan
secara genetic telah diprogramkan dapat mengenal dan bereaksi terhadap antigen tertentu. Sel
utama yang menyusun sistim ini ialah sel limfosit yang tersebar di seluruh tubuh baik sebagai
sel sendiri, jaringan limfatika maupun sebagai organ limfatika. Populasi sel limfosit dapat
dijumpai pada jaringan ikat tubuh, sel-sel epitel, sirkulasi darah, cairan getah bening serta
jaringa dan organ limfatika baik primer maupun sekunder. Meskipun mekanisme sistim imun
spesifik ini sangat menguntungkan tubuh dilihat dari segi perlindungannya, namun dalam hal-
hal tertentu respon imun ini respon imun ini dapat merugikan tubuh bahkan dapat bersifat
fatal. Hal ini terjadi apabila terdapat suatu penyimpangan baik secara morfologis maupun
fungsional. Gangguan-gangguan tersebut antara lain defisiensi sel limfosit oleh karena
produksinya berkurang maupun disrusak oleh mikro organism (virus), lumpuhnya mekanisme
respon imun terhadap suatu antigen, respon yang salah sperti pada alergi, reaksi anafilaktik dan
penyakit auto imun yang terjadi apabila jaringan tubuh sendiri dikenali sebagai antigen dengan
akibat terjadi respon imun terhadap jaringannya sendiri.


       Secara umum sistim imun mempunyai tiga fungsi utama, yaitu fungsi pertahanan,
homeostasis dan perondaan. Fungsi pertahanan dapat dilihat dari reaksi tubuh terhadap
mikroorganisme dan parasit. Hasil reaksinya berupa terbebas dari akibat yang merugikan atau
sebaliknya yaitu menderita sakit oleh karena sistim imun tidak dapat melawan antigen
tersebut.   Fungsi   homeostasis   bertujuan    memperoleh     keseimbangan      yaitu   dengan
menghancurkan unsure-unsur seluler yang telah rusak seperti sel darah yang telah habis masa
hidupnya. Fungsi perondaan (surveillance) ditujukan untuk memantau pengenalan terhadap


       Modul Histologi Organ Limfatika                                                   Page 2
sel-sel tubuh yang berubah menjadi abnormal oleh karena mutasi baik karena induksi zat kimia
tertentu, sinar radiasi maupun infeksi virus. Terdapat beberapa factor yang dapat
mempengaruhi mekanisme imun, antara lain factor genetik, metabolik, lingkungan, anatomi,
fisiologi, umur serta mikroba. Faktor-faktor tersebut dapat menurunkan fungsi sistim imun
sehingga menurunkan daya tahan tubuh. Sebagai contoh hormon steroid dapat menurunkan
daya fagositosis, gizi jelek dapat menimbulkan imunodefisiensi, usia lanjut akan diikuti dengan
kemunduran biologis termasuk sistim imun.




       Modul Histologi Organ Limfatika                                                  Page 3
SEL LIMFOSIT


       Sel limfosit merupakan sel darah putih yang agranuler, artinya tidak mempunyai granula
spesifik di dalam sitoplasmanya. Dari seluruh lekosit yang ad, sel limfosit ada sekitar 30% dari
seluruh jumlah lekosit. Sel ini diproduksi di dalam sumsum tulang. Berbeda dengan jenis sel
darah lainnya yang langsung dapat berfungsi begitu dilepas dari sumsum tulang, sel limfosit
belum dapat berfungsi penuh. Limfosit memerlukan deferensiasi lebih lanjut sebelum dapat
berfungsi penuh. Sejak semula sel-sel ini sudah diprogram untuk mengalami dua jalur
perkembangan yang berbeda. Melalui jalur pertama sel limfosit akan mengalami deferensiasi di
dalam kelenjar tymus, yang kemudian akan menjadi sel limfosit T. Sedang kelompok sel limfosit
lain akan melalui jalur perkembangan kedua di dalam jaringan limfatika yang mirip dengan
Bursa Fabricius burung. Pada manusia jaringan tersebut diduga terdapat di dalam sumsum
tulang sendiri. Sementara beberapa ahli lain berpendapat bahwa jaringan tersebut terdapat di
sepanjang saluran pencernaan. Melalui jalur perkembangan kedua ini sel berdeferensiasi
menjadi sel limfosit B.


       Di dalam tubuh dikenal limfosit dalam berbagai ukuran, yaitu limfosit kecil dengan
ukuran antara 4 – 7 mikron, limfosit sedang 7 – 11 mikron dan limfosit besar 11 – 15 mikron.
Limfosit kecil umumnya tewrdapat dalam sirkulasi darah, bentuk pipih dan pada preparat
hapusan darah tampak membesar berukuran antara 7 – 10 mikron. Di dalam jaringan limfatika
tampak limfosit berbagai ukuran antara 4 – 15 mikron. Di dalam medium cair tampak limfosit
berbentuk bulat, sedang dalam jaringan tampak berbentuk polihidral. Limfosit kecil mempunyai
nucleus yang tampak padat dikelilingi oleh lapisan tipis sitoplasma. Nukleus terletak sentral,
bentuk bulat dan tampak sebagai masa yang heterokromatis. Nukleolus kecil dan dapat
diidentifikasi pada preparat hapusan darah. Sitoplasma tercat basofil dan mengandung granula
azurofil. Dengan mikroskop electron tampak diplosom didekat nucleus dikelilingisejumlah kecil
apparatus Golgi dan mitokondria. Ribosom bebas dalam jumlah sedang tersebar dalam
sitoplasma. Granular endoplasmic reticulum kadang dapat terlihat, demikian pula tampak


       Modul Histologi Organ Limfatika                                                   Page 4
sejumlah kecil lisosom. Pada limfosit ukuran sedang tampak nucleus dengan nucleolus yang
lebih besar serta eukromatin. Sitoplasma lebih basofil disbanding limfosit kecil dengan ribosom
bebas yang lebih nyata. Limfosit ukuran besar sering dikenal dengan limfoblas, sel pirorinofil
atau sel imunoblas, tampak nucleus lebih eukromatin dengan dua nucleolus yang nyata.
Sitoplasma sangat basofil dengan sejumlah besar ribosom bebas, tampak pula granula azurofil
yang akan berwarna ungu dengan pewarnaan Romanowsky. Endoplasmik reticulum granular
tampak dalam bentuk sisterna lebih nyata, demikian pula jumlah apparatus Golgi, mitokondria
dan lisosom lebih banyak disbanding limfosit ukuran sedang. Limfosit ukuran besar ini sering
tampak berlokasi pada jaringan limfatika, yaitu pada bagian yang disebut centrum
germinativum. Limfosit ini merupakan bentuk yang teraktifasi oleh antigen yang sesuai. Dengan
demikian terdapat beberapa petunjuk guna membedakan ketiga macam limfosit tersebut yaitu
bahwa semakin besar ukuran maka 1) Sitoplasma lebih banyak serta mengandung ribosom yang
lebih banyak pula. 2) Kelompokan heterokromatin dalam nucleus yang lebih sedikit. 3)
Nukleolus tampak lebih jelas dalam inti yang lebih eukromatik, dan 4) Jumlah mitokondria yang
lebih banyak serta apparatus Golgi yang lebih besar.


       Selain klasifikasi menurut ukuran, limfosit juga dibedakan menjadi dua atas dasar tanda
molekuler khusus yang ada pada permukaan membrane sel. Kedua jenis tersebut adalah
limfosit T dan limfosit B. Sebagaimana telah disebutkan diatas, kedua jenis limfosit ini
mengalami jalur perkembangan yang berbeda dalam deferensiasinya. Antara limfosit T dan B
sukar dibedakan dengan mikroskop cahaya maupun electron mikroskop. Dengan scaning
mikroskop electron, sel limfosit T dalam sirkulasi darah tampak berukuran lebih kecil yaitiu
sekitar 4,5 mikron diameternya dan mempunyai permukaan relative lebih halus disbandingkan
dengan limfosit tipe B yang berukuran lebih besar, sekitar 5,6 mikron dan terlapisi oleh mikrovili
pendek pada permukaannya. Kedua macam limfosit tersebut dapat dibedakan oleh karena
adanya molekul immunoglobulin pada permukaan sel limfosit B yang dapat terdeteksi dengan
cara imunofuorescen. Pada permukaan limfosit B terdapat reseptor Fc yang dapat berikatan
dengan komplemen (C3). Sedang limfosit T tidak mempunyai reseptor tersebut. Limfosit T


       Modul Histologi Organ Limfatika                                                     Page 5
manusia akan membentuk “rossete” dengan sel darah merah domba/biri-biri, sehingga dengan
cara tersebut limfosit T dapat dibedakan dengan sel limfosit B. Saat ini untuk membedakan
kedua macam limfosit tersebut dipergunakan beberapa cara, yaitu 1) Menggunakan
marka/petanda yang terdapat pada masing-masing permukaan sel. 2) Melalui reaksinya
terhadap mitogen (agen yang dapat merangsang pembelahan sel) dan 3) Mobilitas
Elektroforesis. Melalui ketiga cara ini ternyata terdapat populasi limfosit yang tidak termasuk
limfosit T maupun B. Kelompok sel ini disebut sel Null yang tidak mempunyai petanda di
permukaannya dan diduga merupakan fase deferensiasi dari limfosit T dan limfosit B. Kedua
jenis limfosit tersebut dapat pula dibedakan dengan cara tidak langsung. Apabila antibody yang
diproduksi mengikat immunoglobulin dengan menyuntikkan antibody satu spesies kebinatang
spesies lain, maka anti-immunoglobulin antibody yang terbentuk resipien dapat diisolasi. Anti-
immunoglobulin antibody tersebut dapat berikatan dengan warna fluorescensi yang kemudian
akan berinteraksi dengan permukaan sel limfosit sehingga dapat diamati dengan mikroskop
fluerescen. Alternatif lain adalah atas dasar bahwa antibody dapat dilabel dengan iodine
radioaktif dan dapat diamati mikroskop cahaya atau mikroskop electron autoradiografi. Cara
yang ketiga adalah atas dasar bahwa antibody dapat berikatan dengan electron opaque ferritin,
hemocyanin atau enzim horseradish peroksidase sehingga dapat diamati dengan mikroskop
electron. Dengan cara tersebut dapat diidentifikasikan sel limfosit B yang telah dilabel dengan
anti-immunoglobulin antibody dan diinkubasikan pada suhu 0 derajad Celsius.


       Meskipun sel limfosit disebut sebagai lekosit agranuler, namun di dalam sitoplasmanya
didapatkan granula-granula dengan ukuran yang bervariasi dan tampak berwarna ungu dengan
pewarnaan Romanowsky. Granula ini berbeda dengan granula spesifik dan disebut granula
azurofil. Pada limfosit tikus putih didapatkan inklusiones berbentuk sferis dan besar yang
disebut Kurloff bodies. Pada preparat hapusan darah dapat dilihat dengan pewarnaan yang
sama dengan granula azurofil. Dalam keadaan hidup, Kurloff bodies tampak homogeny dan
berwarna hijau kekuningan. Selain itu tampak pula beberapa vacuole yang mengelilingi
sentrosoma dan dapat dilihat dengan pewarnaan Neutral Red.


       Modul Histologi Organ Limfatika                                                  Page 6
A. SEL LIMFOSIT T
       Sel limfosit diproduksi didalam sumsum tulang. Adanya dua macam tipe diakibatkan
tempat pematangannya yang berbeda. Sel limfosit T mengalami pematangan dan deprogram di
dalam kelenjar tymus. Sebagian besar sel T berumur panjang dan bersirkulasi dalam darah dan
cairan limfe. Prekursol sel mula-mula bermigrasi kejaringan tymus, sel kemudian disebut
tymosit. Sekl mula-mula berlokasi pada bagian korteks yang kemudian akan mengalami
deferensiasi dan memasuki bagian medulla. Dalam kelenjar tymus, sel tidak mengalami kontak
dengan konfigurasi asing atau antigen karena adanya mekanisme blood thymus barrier. Kondisi
ini dapat terjadi sehubungan bentuk stroma/kerangka dasar yang khas berbentuk epitel
retikuler, sehingga mampu menghalangi kontak dengan antigen. Sel limfosit T deprogram untuk
dapat mengenaldan bereaksi terhadap antigen tertentu dengan adanya reseptor khusus
dipermukaan membrane selnya. Reseptor tersebut tidak identik dengan reseptor yang ada
pada permukaan sel limfosit B. Apabila sel T teraktifasi oleh antigen yang sesuai maka sel akan
membesar dan mengalami proliferasi menghasilkan populasi sel sejenis. Sel-sel kemudian akan
mengalami deferensiasi menjadi empat macam subtype limfosit T, yaitu 1) Sel T pembunuh
(Cytotoxic T Limphocyt), sel ini mampu menghancurkan sel yang memuat antigen yang
dikenalinya. Reaksi imunologis dengan perantaraan sel pembunuh ini dikenal dengan reaksi
imunologis seluler. Sebagai contoh adalah dihancurkannya jaringan transplantasi oleh sel T
pembunuh. Sel mampu menghancurkan sel-sel cangkokan secara kontak langsung. Kontak
dilakukan prosesus sitoplasmatik dengan membrane sel sasaran. Sebagian membrane sel akan
bertindak sebagai gap junction sehingga dapat dilalui ion dan molekul kecil. Ion-ion Kalium akan
keluar dari sel sasaran dan Natrium bersama air akan masuk kedalam sel. Akibatnya akan
terjadi pembengkakan osmotis diikuti dengan lisis dan kematian sel. 2) Sel T memori, sel ini
akan berlokasi didalam kelenjar getah bening (limfonodus) mengalami proliferasi menjadi
limfosit ukuran kecil. Populasi sel ini sudah diprogram untuk bereaksi hanya dengan antigen
yang menyebabkan terbentuknya sel tersebut. Beberapa diantaranya akan mengalami
resirkulasi (keluar dari limfonodus, masuk aliran limfe dan sirkulasi darah serta kembali kedalam


       Modul Histologi Organ Limfatika                                                    Page 7
limfonodus). Apabila dikemudian hari antigen yang sama masuk kedalam tubuh, maka sel T
memori akan bereaksi dan bertindak lebih cepat.      3) Sel T Supresor, sel ini akan berperan
menekan aktifitas dari sel T Helper dan mampu bekerja sama dengan proses proliferasi dan
deferensiasi sel limfosit B maupun limfosit T. Sehingga sel ini mampu bekerja sama dengan
sistim imun humoral maupun seluler.        4) Sel T Helper, sel ini mampu merangsang respon
imun yang diselenggarakan oleh limfosit . Seperti diketahui bahwa sel limfosit dapat diaktifasi
melalui dua cara, yang pertama adalah kontak dengan antigen reseptor immunoglobulin yang
ada pada permukaan selnya. Cara yang kedua adalah melalui kerja sama dengan limfosit T.
Dalam hal ini aktifasi sel B tidak akan terjadi sebelum bekerja sama dengan limfosit T. Antigen
yang merangsang kondisi tersebut dikenal dengan Thymus Dependent Antigen . Limfosit T
mampu menolong aktifasi sel limfosit B oleh karena sel tersebut juga diprogram dapat bereaksi
spesifik dengan antigen yang berikatan dengan reseptor permukaan sel B, sel tersebut adalah
sel T Helper.


   B. SEL LIMFOSIT B
       Yang menjadi sel efektor dari sel limfosit B adalah sel Plasma. Bila ada antigen masuk
kedalam tubuh maka akan dikenali oleh limfosit B yang diprogramkan untuk antigen tersebut.
Sel kemudian teraktifasi dan menjadi besar ukurannya yang disebut dengan sel limfoblas, sel
pironinofil atau plasmablas. Sel kemudian akan mengalami proliferasi dan deferensiasi menjadi
sel plasma dan sel memori. Sel plasma mampu membentuk dan mensekresi antibodi yang akan
menetralisir antigen melalui ikatan antigen-antibodi atau melalui proses opsonisasi. Sel B
memori berbentuk limfosit kecil yang inaktif, berumur panjang dan berlokasi di dalam kelenjar
limfatika dalam jangka lama. Sel B memori dapat diaktifkan oleh antigen yang sejenis dengan
waktu yang relatif lebih cepat (Respon Imun Sekunder).


   C. SEL PLASMA
       Sel ini berfungsi mensintesis dan mensekresi immunoglobulin atau antibodi.
Endoplasmik retikulum granuler bentuk sisternal sangat menonjol. Sel plasma merupakan


       Modul Histologi Organ Limfatika                                                  Page 8
tahap deferensiasi akhir dari limfosit B. Populasi sel terdapat pada bagian medula dari kelenjar
limfatika, zona marginalis dan genjel-genjel lien serta tersebar dalam jaringan ikat tubuh.
Didalam lamina propria mukosa usus juga banyak didapatkan sel plasma yang dengan metode
immunofluoresen dapat diketahuii bahwa sel tersebut menghasilkan            immunoglobulin A.
Selama fase akut dari respon imun humoral, sejumlah besar sel plasma imatur tampak pada
bagian dalam korteks kelenjar limfatika (limfonodus) serta pada perbatasan antara pulpa putih
dan pulpa merah lien. Sel plasma matur jarang dijumpai dalam darah maupun cairan limfe.
Sedang bentuk imatur dapat dijumpai pula dalam darah dan cairan limfe. Dalam darah, sel
plasma berukuran seperti limfosit kecil, inti ditengah dan tercat gelap. Dalam sitoplasmanya
banyak dijumpai endoplasmik retikulum granuler. Sel plasma umumnya berukuran antara 6 –
20 mikron , berbentuk bulat atau polihidral tergantung dari lokasinya, inti eksentris, bulat
dengan nukleolus kecil. Di sepanjang membran inti tampak masa heterokromatis yang tersusun
radier sehingga memberi kesan gambaran seperti roda pedati. Sitoplasma tercat basofil kuat
kecuali jukstanuklear yang tampak sebagai daerah pucat dimana terdapat diplosom yan g
dikelilingi apparatus Golgi. Sifat basofil tersebut terutama berasal dari padatnya endoplasmik
retikulum granuler. Eksperimen immuno-labele dengan Ferritin atau Horseradish peroksidase,
tampak dalam sisternal endoplasmik retikulum dipenuhi oleh immunoglobulin. Apparatus Golgii
sel plasma matur berukuran besar dan didapatkan pula sejumlah kecil mitokondria. Di dalam
beberapa sisterna endoplasmik retikulum didapatkan masa padat dikenall dengan Russel bodies
yang merupakan masa yang mengandung molekul immunoglobulin yang belum sempurna. Hal
ini menunjukkan     bahwa masa tersebut       merupakan sisa-sisa sintesis atau oleh karena
transportasi immunoglobulin intraseluler yang terhambat. Sel plasmablas yang merupakan
prekursor dari sel plasma sukar dibedakan dengan limfoblas atau limfosit ukuran besar. Inti
kaya eukromatin dengan nukleolus yang besar. Dalam sitoplasma banyak poliribosom bebas.
Transisi dari plasmablas kesel plasma ditandai dengan kondensasi kromatin, nukleolus
mengecil, poliribosom menghilang, apparatus Golgi membesar, endoplasmik retikulum granuler
tersusun paralel, konsentris dan tampak membengkak.




       Modul Histologi Organ Limfatika                                                   Page 9
D. RESPON IMUNOLOGIS
       Limfosit mempunyai kemampuan mengenal makromolekul yang ada di permukaan
virus, bakteri maupun permukaan sel-sel yang mempunyai corak yang berbeda dengan kondisi
normal individu, yang kemudian terjadi reaksi pertahanan spesifik yang disebut respon imun.
Selama ontogeni sistim imun dan mungkin pula sepanjang kehidupan, sel limfosit selalu
dibentuk dan mungkin pula sepanjang kehidupan, sel limfosit selalu dibentuk dan setiap sel
diprogram untuk dapat mengenal dan bereaksi terhadap satu atau beberapa antigen tertentu
yang dikenal dengan teori seleksi klonal. Apabila ada antigen tertentu untuk pertama kali
masuk kedalam tubuh maka akan terjadi respon imun primer. Antigen akan segera dikenali oleh
sell limfosit yang sesuai, artinya yang secara genetik telah diprogram untuk bereaksii terhadap
antigen tersebut. Sel limfosit yang teraktifasi kemudian akan mengalami transformasi berupa
perubahan baik morfologi maupun biokimiawi. Sel akan berubah menjadi besar yang dikenal
dengan limfoblas dan kemudian akan mengalami proliferasi dan deferensiasi. Proliferasi akan
menghasilkan populasi sel yang sejenis, hall ini disebut dengan ekspansi klonal. Sedang
deferensiasi akan menghasilkan dua populasi sel yaitu sel efektor dan sel memori. Kelompok sel
efektor merupakan bentuk aktif yang akan bereaksi terhadap antigen yang bersangkutan,
sehingga terjadi netralisasi atau penghancuran secara langsung. Sedang kelompok sel memori
merupakan bentuk inaktif namun mampu menimbulkan respon imun yang lebih cepat dan lebih
efisien apabila dikemudian hari tubuh terpapar dengan antigen sejenis. Hall ini disebut respon
imun sekunder.


       Apabila yang teraktifasi adalah sel limfosit B, maka sel efektor yang terbentuk disebut
sel plasma atau plasmasit yang mampu mensintesis dan mensekresikan immunoglobulin atau
antibodi yang akan mengikat antigen membentuk kompleks antigen-antibodi sehingga tidak
memgahayakan tubuh. Namun dalam keadaan tertentu seperti kondisi hipersensitifitas akan
terjadi reaksi yang menyimpang. Hal ini justru dapat menimbulkan kerusakan jaringan tubuh
sendiri. Antibodi juga mampu memudahkan sel fagositosis seperti makrofag untuk dapat
melakukan fagositosis secara lebih efektif. Hal ini dikenal dengan proses opsonisasi. Apabila


       Modul Histologi Organ Limfatika                                                 Page 10
yang teraktifasi adalah limfosit T, maka deferensiasinya akan menghasilkan limfosit T
pembunuh (Cytotoxic Cell Lymphocyt) yang mampu menghancurkan antigen dengan kontak
langsung. Oleh karena sistim imun disini diperantarai oleh sel (sel pembunuh), maka reaksi
tersebut dikenal dengan respon imun seluler. Sedang respon imun yang dilakukan oleh sel
limfosit B yang diperantarai oleh immunoglobulin atau antibodi dikenal dengan respon imun
humoral.
       Sel limfosit mampu mengenali antigen dikarenakan pada permukaan sel limfosit baik B
maupun T dilengkapi oleh molekul reseptor. Pada permukaan limfosit T terdapat molekul
reseptor antigen yang berbentuk heterodimer yang mempunyai rantai alfa dan beta. Sedang
pada permukaan limfosit B terdapat molekul immunoglobulin. Terdapat perbedaan yang
menyolok didalam proses pengenalan antara limfosit B dan T. Limfosit B dapat melaksanakan
pengenalan dengan sendirinya tanpa bantuan dari luar sel. Sedang limfosit T, untuk dapat
mengenal antigen memerlukan bantuan sel lain yang dikenal dengan sel pelengkap atau
acesory cell yang merupakan sel penyaji antigen (Antigen Presenting Cell). Yang berperan
sebagai sel pelengkap tersebut antara lain sel makrofag dan sel Langerhans kulit. Sel-sel
tersebut mampu memproses secara kimiawi terlebih dahulu antigen, sehingga dapat disajikan
dan dikenali limfosit T. Antigen yang dapat dikenali oleh limfosit T dengan cara ini antara lain
antigen eksogen maupun endogen seperti sel tubuh yang sudah berubah sifat baik oleh karena
infeksi virus atau tumor. Sedang antigen eksogen ialah jaringan transplantasi.
       Pengenalan sel limfosit terhadap antigen terjadi oleh karena ikatan antara reseptor
membran sel limfosit dengan determinan antigenik atau epitop suatu konfigurasi asing.
Pengikatan antigen dengan sel limfosit T dapat dipelajari didalam laboratorium, di mana
suspensi limfosit Rodensia dicampur dengan eritrosit domba (yang merupakan antigen). Namun
teknik ini tidak dapat diaplikasikan pada limfosit manusia oleh karena sebagian besar limfosit
mengikat eritrosit domba secara tidak spesifik. Percobaan tersebut dapat pula dikombinasikan
dengan teknik autoradiografi serta teknik immunofluoresen dengan menggunakan labele
Yodium radioaktif dan Fluorokhrom-conjugated antibody.




       Modul Histologi Organ Limfatika                                                  Page 11
Sel limfosit T yang telah mengikat antigen akan mengalami transformasi menjadi
limfoblas yang mampu mengadakan proliferasi (proses amplifikasi). Sel menjadi berukuran lebih
besar (7 – 15 mikron), inti eukromatis, nukleolus besar serta didapatkan sejumlah besar
poliribosom dan apparatus Golgi yang dominan dalam sitoplasmanya. Terjadi fenomena
peripolesis dimana sel limfosit dalam kultur mampu bergerak, mengidentifikasi serta
mengadakan penetrasi kedalam sel-sel lain. Limfosit T yang telah mengalami transformasi
dapat mengadakan interaksi dengan limfosit B sehingga merangsang sel untuk berdeferensiasi
menjadi sel plasma yang kemudian akan memproduksi antibodi. Proliferasi limfoblas juga
menghasilkan T memori dalam bentuk limfosit kecil. Sel T pembunuh (Cytotoxic Lymphocyt)
dapat menyerang langsung sel asing atau melalui sintesis mediator limfokin. Kontak langsung
akan menyebabkan lisis sel. Mediator atau limfokin yang dihasilkan mempunyai BM 8000 –
80.000 dalton dan mempunyai aktifitas farmakologis. Zat tersebut bukan merupakan
immunoglobulin dan dapat diekstraksi dari supernatan kultur limfosit yang dirangsang dengan
mitogen. Mediator yang dapat diidentifikasi antara lain:
       1) Migration Inhibiting Factor (MIF), yang akan memobilisasikan makrofag serta
          merangsang sel tersebut berakumulasi disekitar antigen.
       2) Limfotoksin (LT), yang dapat membuat lisis sel.
       3) Lymphocyt Transforming Factor (LTF) atau Blastogenic Factor (BF, yang
          menyebabkan transformasi dan ekspansi klonal sel limfosit yang tidak teraktifasi.
          Dalam hal ini mirip dengan aksi mitogen.
       4) Cloning & Proliferation Factor (CIF & PIF), yang mampu menghambat mitosis didalam
          kultur sel.
       Reseptor antigen pada permukaan sel limfosit B adalah immunoglobulin. Dalam hal ini
dapat ditunjukkan dengan adanya ikatan spesifik dari antigen radioaktif dan membran sel yang
dapat dicegah dengan anti-immunoglobulin antibodi. Jumlah reseptor immunoglobulin
bervariasi antara 50.000 – 150.000 per sel. Keadaan ini jauh di atas reseptor limfosit T. Ikatan
tersebut dirangsang oleh antigenbentuk polimer seperti pada pneumokokus atau polisakarida.
Aktifasi sel B dapat pula dirangsang atau oleh karena partisipasi sel T (T Helper). Sel B yang


       Modul Histologi Organ Limfatika                                                  Page 12
teraktifasi akan menghasilkan dua kelompok sel yaitu sel plasma dan sel memori. Sel plasma
akan menghasilkan immunoglobulin yang pada manusia ada lima jenis, yaitu Ig G, Ig A, Ig M, Ig
D dan Ig E.


   E. IMMUNOGLOBULIN
       Immunoglobulin merupakan molekul glikoprotein yang tersusun oleh polipeptida (82 –
96 %) dan karbohidrat (4 – 18 %). Aktifitas biologiknya terletak pada komponen polipeptida,
dalam hal ini adalah akifitas antibodi. Aktifitas tersebut adalah mengikat substansi (antigen)
yang membangkitkan respon imun sehingga dihasilkan immunoglobulin tersebet. Di dalam
darah, kadar immunoglobulin sekitar 20 % dari seluruh komponen protein . Selain itu
immunoglobulin juga didapatkan dalam cairan ekstravaskuler , sekret kelenjar dan pada
permukaan membran sel limfosit B. Molekul immunoglobulin terdiri atas empat rantai
polipeptida yang masing-masing diikat melalui ikatan disulfida. Rantai polipeptida tersebut
merupakan rantai panjang atau rantai H (Heavy Chain) dan rantai pendek atau rantai L (Light
Chain). Berat Molekul rantai H sekitar 50.000 – 70.000 sedang BM rantai L sekitar 23.000.
Dalam setiap rantai tersebut terdapat dua regio yang berbeda sifat, yaitu regio V (Variable)
yang merupakan daerah tidak tetap dan regio C (Constan) yang merupakan daerah relatif
menetap susunan asam aminonya. Pada regio V inilah terjadi ikatan antara antibodi dan
antigen. Dilihat dari struktur ranta H nya, maka antibodi dibedakan menjadi lima kelas yaitu Ig
G, Ig A, Ig M, Ig E dan Ig D. Sebagian besar immunoglobulin dalam tubuh adalah type G yaitu
sekitar 75 %.


       1). IMMUNOGLOBULIN G
       Berat molekulnya 160.000 dan merupakan satu-satunya immunoglobulin yang mampu
menembus barrier plasenta masuk kedalam sirkulasi janin dan bertanggung jawab dalam
perlindungan bayi yang belum sempurna sistim imunnya. Ig G juga membantu meningkatkan
fagositosis makrofag lewat proses opsonisasi. Kada Ig G dalam tubuh bayi secara gradual akan
menurun sampai bulan ke enam kelahiran.


       Modul Histologi Organ Limfatika                                                 Page 13
2). IMMUNOGLOBULIN A
       Di dalam tubuh jumlahnya sekitar 15 % dari seluruh Immunoglobulin. Berat Molekulnya
160.000 dan terdapat di dalam air mata, kolostrum, saliva, sekret hidung, prostat dan di dalam
cairan vagina. Ig A dapat berikatan dengan komponen sekresi dengan perantaraan protein J.
Protein ini disekresikan oleh sel plasma yang terdapat pada lapisan mukosa dinding saluran
pencernaan, saluran pernafasan dan saluran kemih. Ikatan SIg A ini mempunyai Berat Molekul
400.000 dan bertanggung jawab melindungi mukosa terhadap invasi bakteri.


       3). IMMUNOGLOBULIN M
       Immunoglobulin jenis ini mempunyai Berat Molekul 900.000 dan merupakan 10 % dari
jumlah seluruh immunoglobulin yang ada. Ig M merupakan immunoglobulin yang paling efisien
dalam mengaktifkan komplemen. Komplemen adalah suatu kelompok enzim di dalam plasma
yang mempunyai kemampuan melisiskan bakteri serta ikut berpartisipasi dalam respon imun. Ig
M juga merupakan antibodi terhadap golongan darah.


       4). IMMUNOGLOBULIN D
       Ig D terdapat dalam jumlah sangat kecil dalam serum (0,2 %) dan memiliki BM sekitar
180.000. Ig D labil terhadap suhu dan enzim proteolitik dan sering terdapat bersama Ig M pada
permukaan limfosit yang belum terkena antigen. Mereka sukar dipelajari karena konsentrasinya
dalam darah sangat rendah. Fungsi dalam respon imun belum diketahui dengan pasti. Diduga Ig
Ini ikut terlibat dalam proses deferensiasi limfosit B dan pengenalan antigen.


       5). IMMUNOGLOBULIN E
       Ig E mempunyai BM 72.000 dan terdapat dalam serum hanya sedikit sekali yaitu sekitar
0,004 % Ig ini tidak berperan penting dalam respon terhadap masuknya mikroorganisme
patogen kedalam tubuh, namun terlibat dalam beberapa bentuk reaksi alergik. Bagian C nya
terikat erat pada sel mast jaringan ikat dan sel basofil darah. Interaksi kemudian dari Ig E


       Modul Histologi Organ Limfatika                                                Page 14
terikat dengan allergen menyebabkan sel mast mengalami degranulasi, membebaskan histamin
dan molekul aktif lainnya seperti SRS-A (Slow Reacting Substance of Anaphylaxis) dan ECF-A
(Eosinophil Chemotatic Factor of Anaphylaxis),         yang menimbulkan gejala klinik yang
berhubungan dengan allergi.
       Secara umum fungsi dari immunoglobulin atau antibodi adalah:

       1) Mengikat antigen atau epitop yang menyebabkan timbulnya respon imun yang
          bersangkutan. Di mana fungsi ini dilakukan oleh regio Variable dari kedua rantai
          immunoglobulin.

       2) Mengikat membran sel mast jaringan ikat melalui regio Constan sehingga terjadi
          degranulasi dan melepaskan Histamin serta molekul aktif lainnya, sebagaimana yang
          terjadi pada reaksi allergi.

       3) Mengikat molekul komplemen serta mengaktifkannya.

       4) Merangsang timbulnya proses opsonisasi sehingga meningkatkan daya fagositosis sel
          makrofag. Pada permukaan sel makrofag terdapat reseptor C yang dapat berikatan
          dengan regio C dari immunoglobulin.



   F. SIRKULASI SEL LIMFOSIT
       Sistim imun terdiri atas organ-organ limfatika, sel-sel limfosit yang menginfiltrasi epitel
dan jaringan ikat serta limfosit dalam sirkulasi darah dan limfe. Organ-organ limfatika umumnya
disusun oleh jaringan limfatika secara keseluruhan kecuali lien, di mana terdapat sebagian
jaringan yang tidak berfungsi immunologis yaitu pulpa merah lien. Kumpulan jaringan limfatika
dapat dijumpai di seluruh tubuh, kecuali dalam sistim saraf sentral. Sumsum tulang, meskipun
tidak termasuk dalam sistim imun merupakan sumber stem sel atau sel prekursor atau sel
punca limfosit pada akhir kehidupan embryonal dan pada kehidupan post natal. Daerah-daerah
sistim imun yang begitu tersebar, di dalam tubuh mempunyai jaringan komunikasi baik melalui
limfe maupun sirkulasi darah.

       Modul Histologi Organ Limfatika                                                    Page 15
Stem sel, sel punca atau prekursor limfosit mula-mula diproduksi didalam sakus vitelinus
embryo dan sumsum tulang pada keadaan dewasa. Dari jaringan tersebut, limfosit akan
bermigrasi melalui sirkulasi darah menuju ke jaringan limfatika primer yatu kelenjar tymus dan
jarinagn mirip dengan bursa fabrisius burung. Di dalam jaringan tersebut limfosit akan
mengalami proliferasi spontan (bukan karena rangsangan antigen) serta berdeferensiasi
menjadi limfosit T dan limfosit B. Kedua jenis limfosit kemudian akan memasuki aliran darah
kemudian akan berlokasi di dalam organ-organ limfatika maupun jaringan ikat tubuh. Apabila
limfosit kontak dengan antigen dan terjadi transformasi, proliferasi serta deferensiasi terbentuk
sel-sel efektor limfosit, Sel T pembunuh untuk limfosit T dan sel plasma untuk limfosit B.
Dengan demikian dapat berjalan fungsi perondaan dari sistim imun. Limfosit secara terus
menerus bergerak dari satu tempat ke tempat lain di seluruh tubuh melalui organ limfatika,
cairan limfe dan sirkulasi darah.


       Pergerakan sel-sel limfosit dapat bersifat cepat maupun lambat. Migrasi prekursor
limfosit dari sumsum tulang menuju ke jaringan limfatika primer (sentral) dan organ limfatika
sekunder (perifer) memerlukan waktu beberapa minggu. Sedang sirkulasi limfosit dalam darah
menuju kelenjar limfe, jaringan limfatika dan kembali kedalam darah hanya memerlukan waktu
beberapa jam saja. Corak migrasi ini dikenal dengan resirkulasi. Selain itu juga dikenal corak
pergerakan lain yaitu dalam keadaan reaksi imun akut, di mana sel efektor akan beredar
melalui cairan limfe dan sirkulasii darah . Sel plasma banyak dijumpai pada lamina propria
mukosa saluran pencernaan di mana sel akan mengalami maturasi dan mensintesis serta
mensekresikan Immunoglobulin A. Peristiwa resirkulasi dapat didemonstrasikan dengan
melakukan drainase sel-sel limfosit dalam fistula kronis dari duktus torasikus. Dengan cara inii
sebagian besar cairan limfe seluruh tubuh dapat ditampung, di mana pada manusia didapat 2 –
30 x 10.000/mm kubik, sebagian besar dalam bentuk limfosit kecil (90 – 95 %). Sebagian kecil
lainnya berukuran besar dan prekursor sel plasma akan menuju mukosa saluran pencernaan.
Limfosit kecil dari dukstus torasikus cukup untuk mengganti seluruh limfosit darah dalam


       Modul Histologi Organ Limfatika                                                   Page 16
keadaan konstan. Apabila drainase dilakukan dalam jangka panjang akan terjadi limfopenia
serta berkurangnya populasi limfosit dalam lien, limfonodus serta jaringan limfatika lainnya.


       Apabila dilakukan labelisasi radioaktif sel limfosit secara in vitro dan kemudian
disuntikkan secara intra vena akan dapat diamati kecepatan limfosit meninggalkan darah dan
berlokasi di dalam organ limfatika perifer. Sel limfosit ternyata tidak memasuki jaringan tymus
maupun sumsum tulang. Migrasi limfosit kecil hanya dari darah menuju            ke organ-organ
limfatika perifer serta jaringan limfatika yang kemudian meninggalkan jaringan masuk kedalam
darah dan cairan limfe lagi. Radiasi pada hilus lienalis akan menurunkan jumlah limfosit yang
berresirkulasi. Resirkulasi berjalan sangat cepat, hal ini dapat dilihat dari waktu yang
dibutuhkan limfosit untuk transit, misalkan waktu transit dalam sebagian besar sel yang
mengalami nresirkulasi adalah limfosit T (85 % pada tikus) dan sisanya limfosit B. Drainase pada
duktus torasikus mengakibatkan penurunan selekstif pada daerah tertentu. Mula-mula sel
limfosit menghilang pada bagian dalam korteks limfonodus, daerah selubung limfatik
periarterial lien dan pada daerah internoduler plaques Peyeri ilium. Kondisi tersebut mirip
dengan menghilangnya sel-sel limfosit pada neonatal rodensia yang mengalami tymektomi,
daerah tersebut dikenal dengan daerah tymus dependent. Kesimpulannya, komponen utama
yang mengalami resirkulasi adalah limfosit T. Sel-sel tersebut secara cepat mengalami
mobilisasi dari organ limfatika perifer. Apabila drainase duktus torasikus diperpanjang lagi
waktunya, maka akan tampak pengurangan sel-sel limfosit pada daerah tymus-dependent ,
yaitu pada daerah superfisial korteks dan genjel-genjel (cord) medula limfosnodus serta bagian
tepi pulpa putih lien. Mobilisasi lambat dari resirkulasi inii dialami oleh sel—sel limfosit B.
Labelisasi radioaktif sel limfosit B dan T yang kemudian disuntikkan secara intra vena
menunjukkan bahwa sel-sel tersebut akan berlokasi pada daerah-daerah tymus-dependent
maupun tymus-independent dari organ limfatika perifer. Di dalam darah manusia, 69 – 82 %
limfosit type T dan 20 – 30 % limfosit B.




       Modul Histologi Organ Limfatika                                                   Page 17
Resirkulasi sel-sel limfosit baik B maupun T kedalam limfonodus melalui venule post
kapiler spesifik yang disebut High Endothelial Venules (HEV) yang terdapat pada bagian dalam
korteks limfonodus (zona parakorteks) . Migrasi resirkulasi limfosit dari darah menuju
kejaringan limfatika dikenal dengan istilah Homing. Hal ini terjadi oleh karena adanya Homing
Receptor pada permukaan sel limfosit yang akan menempel pada sel endotel pembuluh darah
khusus (HEV) di dalam jaringan limfatika. Berbeda dengan sel-sel darah pada umumnya yang
dapat memasuki jaringan, sel limfosit tidak hanya demikian saja namun juga masuk kembali
kedalam sirkulasi darah. Resirkulasi inii tidak tergantung aktifasi antigen. Limfosit yang
mengalami resirkulasi terutama adalah limfosit T, memori serta limfosit T perawan.




       Modul Histologi Organ Limfatika                                               Page 18
JARINGAN LIMFATIKA




       Sel limfosit dapat berdiri sendiri di dalam cairan darah, cairan limfe, jaringan pengikat
longgar serta di dalam jaringan epitel. Pada beberapa organ terutama saluran pencernaan,
pernafasan maupun saluran kemih, sel-sel limfosit terdapat bersama-sama dengan sel plasma
dan makrofag membentuk masa padat di dalam jaringan longgar lamina propria. Di dalam
organ limfatika, seperti tymus, limfonodus, pulpa putih lien serta tonsila, sel-sel limfosit
tersusun sebagai jaringan limfatika yang tampak dominan dalam organ tersebut. Kerangka atau
stroma jaringan limfatika disusun oleh jaringan pengikat retikuler dengan sel-sel retikuler dan
serabut retikuler. Atas dasar kepadatannya jaringan limfatika dibedakan menjadi jaringan
limfatika jarang dan jaringan limfatika padat. Sedang secara morfologisnya, jaringan limfatika
dibedakan menjadi bentuk difusa dan bentuk noduler.


       Jaringan limfatika difusa tersusun oleh sel-sel limfosit yang tersebar dan tidak
membentuk bangunan tertentu. Jaringan limfatika ini dapat ditemukan pada daerah
internoduler korteks, bagian dalam korteks serta daerah medula limfonodus, selubung limfatk
periarterial lien, daerah internoduler tonsila dan plaques Peyeri ilium. Jaringan limfatika juga
disusun stroma mirip spons yang dipenuhi dengan sel-sel limfosit. Stroma disusun oleh sel dan
serabut retikuler yang berasal dari jaringan mesenkimal. Serabut retkuler dapat ditunjukkan
dengan pewarnaan impregnasi perak. Sel retikuler tampak berbentuk stelat dengan inti oval,
eukromatik dan sitoplasma asidofil. Pada pewarnaan vital, beberapa sel retikuler (tidak semua)
tampak residual bodies zat warna dalam sitoplasmanya, hal ini menunjukkan ada sel retikuler
yang mampu mengadakan fagositosis zat warna. Pengamatan dengan mikroskop elektron
menunjukkan adanya sisterna endoplasmik retikulum granuler dalam berbagai ukuran,
apparatus Golgi yang berkembang sempurna. Sedang organela lainnya tidak begitu nyata. Pada
bagian perifer sel umumnya bebas dari organela. Selain itu terdapat juga fixed-makrofag.
Percobaan dengan labelisasi 3H-Thymidin, sel retikuler dalam limfonodus menunjukkan proses


       Modul Histologi Organ Limfatika                                                  Page 19
regenerasi sel yang sangat lambat. Selama regenerasi limfonodus sesudah dilakukan radiasi,
tidak didapatkan sel retikuler yang terlabelisasi dalam parenkim jaringan limfatika.
Sebagaimana sel fibroblas, sel retikuler juga mampu mensintesis serabut retikuler. Sel-sel bebas
dalam jaringan limfatika difusa yang ada antara lain limfosit dalam berbagai ukuran, sel
makrofag dan sel plasma.


       Bentuk kedua dari jaringan limfatika adalah limfonodulus (nodulus limfatikus). Jaringan
berbentuk bulat, padat dan umumnya tersebar di antara jaringan limfatika difusa. Jaringan
limfatika bentuk nodulus ini dapat dijumpai pada korteks limfonodus, bagian perifer pulpa putih
lien, lamina propria saluran pencernaan, pernafasan dan saluran kemih. Jaringan ini juga
banyak didapat pada tonsila, plaques Peyeri dan apendiks. Limfonodulus dibedakan menjadi
primer dan sekunder. Yang terakhir ini disebut pula dengan sentrum germinativum. Nodulus
primer terutama disusun oleh sel-sel limfosit ukuran kecil dan tampak tercat lebih gelap.
Sentrum germinativum disusun sel-sel limfosit dengan ukuran yang lebih besar , tercat terang
atau pucat yang tersusun sferis dengan ujung berupa topi (cap) dari sel-sel limfosit kecil.
Sentrum germinativum terdapat pada hampr semua jaringan limfatika kecuali pada tymus.
Pada pengamatan dengan mikroskop cahaya, bangunan ini tampak sebagai suatu masa
yangsferis dengan populasi sel yang kelihatan gelap pada satu sisi serta populasi sel yang
tampak terang pada sisi yang lain. Sentrum germinativum dikelilingi oleh suatu kapsula yang
tersusun oleh sel-sel yang memanjang. Bentuk bangunan ini tampaknya dipengaruhi oleh
sekitarnya, di dalam limfonodus daerah terang dan ujung limfosit (limfosit cap) mengarah ke
sinus marginalis. Sedang pada lien mengarah ke piulpa merah. Pada saluran pencernaan dan
pernafasan posisi tadi mengarah ke permukaan epitel. Apabila pemotongan histologist tepat
melalui sumbu sentrum germinativum, maka gambaran polarisasi tersebut tidak kelihatan. Cap
yang tersusun limfosit-limfosit kecil tampak berbentuk sirkuler tipis yang mengelilingi sentrum
germinativum.




       Modul Histologi Organ Limfatika                                                  Page 20
Daerah yang tercat gelap dari sentrum germinativum terjadi oleh karena menyerap zat
warna secara kuat dari inti dan sitoplasma yang basofil. Sel-sel tersebut adalah limfoblas yang
(sel pironinofil), limfosit ukuran sedang dan besar dan sel-sel yang sedang mengalami
transformasi menjadi sel plasma. Kesemua sel tersebut akan berproliferasi, mengandung
antibody dalam ruangan perinuklearnya dan terdapat sisterna endoplasmic reticulum granuler.
Pada daerah ini juga terdapat sel-sel makrofag. Sel-sel bebas tersebut memenuhi stroma yang
disusun sel stelat yang satu sama lain dihubungkan dengan perantaraan desmosom. Sel ini akan
tampak jelas dengan pewarnaan perak dan disebut sebagai sel denritik oleh karena mempunyai
banyak prosesus. Pada perbatasan antara daerah gelap dan terang yaitu pada kutub sentrum
germinativum, sel-sel besar akan berubah menjadi sel-sel limfosit ukuran kecil yang tidak
menunjukkan gambaran proses pembelahan, jumlah sel makrofag menurun dan sel denritik
dengan sitoplasma eosinofilik tampak banyak mempunyai prosesus.


       Kapsula sentrum germinativum disusun oleh beberapa lapis sel retikuler yang berbentuk
pipih dan dihubungkan dan dihubungkan satu sama lain dengan perantaraan desmosom. Sel
plasma matur tersebar di dalam sentrum germinativum kecuali pada tonsila. Serabut-serabut
retikuler tersebar di bagian tengah dan tersusun konsentris di bagian tepi. Sentrum
germinativum tidak selalu tampak di dalam jaringan limfatika, pada suatu ketika bangunan ini
akan mengalami involusi dan menghilang. Sentrum germinativum pertama kali muncul sebagai
sarang-sarang kecil limfoblas yang secara progresif tumbuh dan mencapai diameter 1 mm.
Pada sentrum germinativum yang sangat besar banyak dijumpai sel-sel fagositosis dipenuhi
residual bodies dalam sitoplasmanya. Umur sentrum germinativum tidak diketahui secara pasti.


       Secara fungsional, sentrum germinativum dianggap berperan di dalam pembentukan sel
limfosit yang beberapa di antaranya yang beberapa di antaranya mati dan difagositosis oleh
makrofag. Penelitian secara autoradiografi pada tonsila setelah penyuntikan dengan 3H-
thymidin menunjukkan bahwa sel-sel limfosit muncul dari dalam sentrum germinativum dan
bergerak menuju daerah cap yang akhirnya bermigrasi kedalam jaringan epitel. Sel denritik


       Modul Histologi Organ Limfatika                                                 Page 21
tidak menunjukkan kemampuan fagositosis sebagaimana pendapat dahulu. Sel ini
menunjukkan dapat menjebak antigen sehingga lebih dapat kontak dengan sel limfosit,
mengikat kompleks antigen-antibodi serta partikel-partikel lain seperti karbon, titanium oksida
dan besi oksida.


       Sentrum germinativum juga terbentuk pada rodensia yang mengalami tymektomi
sewaktu lahir serta pada pasien dengan aplasis tymus konginetal. Pada burung keberadaanya
dapat dipertahankan meskipun dilekukan bursektomi. Pada penderita agammaglobulinemia
konginetal tidak didapatkan adanya sentrum germinativum. Suntikan limfosit B secara intra
vena menunjukkan bahwa sel-sel limfosit B akan berlokasi pada sentrum germinativum maupun
pada cap nya. Hal ini menunjukkan bahwa di dsalam sentrum germinativum terjadi proses
perkembangan       dan deferensiasi dari sel limfosit B. Munculnya sebtrum germinativum
tampaknya berhubungan erat dengan proses imun humoral. Bangunan tersebut terbentuk
selama berlangsungnya respon imun primer dan meningkat dengan cepat selama respon imun
sekunder. Sentrum germinativum jarang terbentuk pada binatang yang terisolasi dari
lingkungan bebas. Sel-sel limfosit penyusun sentrum germinativum mampu mensintesis
antibody dari jenis Ig G meskipun tidak mengalami deferensiasi menjadi sel plasma. Beberapa
sentrum germinativum menghasilkan monospesifik antibody, hal ini menimbulkan asumsi
bahwa seluruh populasi dalam satu sentrum germinativum merupakan sel klon yang sama
sebagai reaksi terhadap suatu antigen tertentu. Terdapat korelasi positip antara terbentuknya
sentrum germinativum dengan respon imun humoral. Sentrum germinativum bukan
merupakan tempat penghasil utama dari antibody maupun sel plasma. Pengamatan pada
embryo manusia menunjukkan bahwa sekresi antibody terjadi sebelum sentrum germinativum
terbentuk.


       Di dalam tubuh distribusi jaringan limfatika menempati lokasi yang strategis. Lokasi
tersebut dapat dibedakan menjadi tiga yaitu 1) Garis Pertahanan Pertama, antigen sering dapat
menembus membrane basalis epitel beberapa saluran dalam tubuh. Pada dinding organ


       Modul Histologi Organ Limfatika                                                 Page 22
tersebut terdapat jaringan limfatika bentuk noduler yang tersebar di dalam jaringan longgar
lamina proprianya, sebagai limfonodulus soliter maupun agregasi seperti yang terlihat pada
saluran pencernaan, pernafasan maupun saluran kemih. Demikian pula pada tonsila baik tonsila
lingualis, faringeal maupun nasofaringeal. 2) Garis Pertahanan Kedua, antigen yang lolos dari
garis pertahanan pertama akan memasuki organ melalui pembuluh limfe aferen dan kontak
dengan jaringan limfatika yang ada. 3) Garis Pertahanan Ketiga, antigen dapat bertahan dan
lolos dari garis pertahanan kedua serta dapat mencapai sirkulasi darah baik secara langsung
menembus venule atau kapiler maupun mengikuti aliran limfe keluar dari limfonodulus melalui
pembuluh limfe eferen sampai keduktus torasikus yang bermuara kedalam vena. Dengan
demikian antigen akan memasuki sirkulasi darah, sebagian besar darah akan sampai pada lien
yang mengandung sel-sel limfosit dalam pulpa putihnya.


       Sel-sel imunokompeten pada kulit kebanyakan terdapat pada papilla dermis, misalkan
sel limfosit, sel makrofag dan sel mast (mastosit). Hubungan kulit dengan sistim imunologis
dikenalm dengan konsep SALT (Skin Associated Lymphoid Tissue). Konsep tersebut mengandung
pengertian bahwa kulit memiliki suatu sistim imunitas tersendiri. Sel yang berperan di dalam
sistim tersebut dikenal dengan sel Langerhans yang mampu bertindak sebagai sel penyaji
antigen kepada limfosit. Komponen pada kulit yang mendukung SALT antara lain sel
Langerhans, sel limfosit, keratinosit serta sistim pembuluh limfe perifer pada kulit. Keratinosit
kulit merupakan tempat produksi zat perangsang limfosit T yang dikenal dengan Epidermal T-
cell Activating Factor (ATAF). Selain komponen seluler, dal;am kulit juga terdapat komponen
humoral yang terdiri atas protein anti mikroba, komplemen dan immunoglobulin. Sedang
komponen seluler umumnya berasal dari luar kulit. Di dalam kulit sel-sel tersebut dapat bersifat
sebagai sel penghuni seperti keratinosit, sel Langerhans, sel T dan sel denritik. Selain itu juga
terdapat sel-sel pendatang seperti monosit, granulosit dan mastosit. Sedang sel lain bersifat
pengembara yaitu sel NK dan sel denritik.




       Modul Histologi Organ Limfatika                                                   Page 23
Jaringan limfatika baik bentuk difusa maupun nodulus akan membentuk organ-organ
limfatika. Organ limfatika di dalam tubuh dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu organ
limfatika ptrimer atau sentral dan organ limfatika sekunderr atau perifer. Organ limfatika
primer tidak berfungsi langsung terhadap suatu konfigurasi asing atau antigen, tetapi lebih
merupakan tempat maturasi dari sel-sel limfosit. Yang termasuk organ limfatika primer ialah
kelenjar Tymus dan jaringan mirip Bursa Fabrisius. Tymus merupakan tempat pematangan sel-
sel limfosit T, oleh karena struktur histologisnya yang khas maka jaringan tymus tidak akan
kontak dengan antigen (Blood Thymus Barrier). Sedang jaringan mirip Bursa Fabrisius diduga
terdapat di dalam jaringan hemopoetik sumsum tulang, di dalam jaringan limfatika primer ini
terjadi pematangan dari sel-sel limfosit B. Sedang organ limfoid sekunder berperan langsung
terhadap masuknya antigen kedalam tubuh. Yang termasuk ini antara lain limfonodus, lien dan
tonsila.




                                               TYMUS




           Tymus merupakan organ limfatika primer yang terdapat di dalam rongga mediastinum
superior, di dapan pembuluh-pembuluh darah besar jantung. Tymus terdiri atas dua lobus yang
di antaranya dihubungkan dengan jaringan ikat. Pada usia pubertas tymus mencapai berat 30 –
40 gram, setelah itu tymus akan mengalami involusi secara progresif sehingga pada waktu
dewasa sebagioan besar organ hanya diisi oleh jaringan lemak. Tymus merupakan satu-satunya
organ limfatika primer pada manusia yang dapat diidentifikasi dan merupakan organ limfatika
yang dibentuk sejak masa embryonal. Di dalam tymus terjadi perkembangan stem sel/sel punca
dari sakus vitelinus yang kemudian mengalami deferensiasi menjadi sel tymus dependent atau
limfosit T. Proliferasi limfosit dalam tymus (sering disebut tymosit) terjadi tanpa rangsangan
antigen. Sebagian besar sel kemudian akan mengalami degenerasi di dalam organ . Sedang


           Modul Histologi Organ Limfatika                                            Page 24
sisanya akan memasuki sirkulasi darah dan menetap di dalam organ-organ lomfoid sekunder.
Sel limfosit T bertanggung jawab terhadap respon imun seluler, selain itu juga bekerja sama
dengan limfosit B dalam menyelenggarakan respon imun humoral. Di dalam jaringan limfatika
tymus tidak didapatkan sentrum germinativum dan tidak terdapat produksi antibody. Sel-sel
tymosit dalam hal ini belum mempunyai kompetensi immunologis. Pengambilan tymus
sebelum sistim imun terbentuk sempurna akan menghilangkan kemampuan imun spesifik
tubuh.


         Setiap lobus tymus dilapisi oleh kapsula tipis jaringan ikat longgar yang akan bercabang-
cabang membentuk septum-septum dan membagi-bagi organ mernjadi lobuli yang berbentuk
polihidral dengan diameter antara 0,5 – 2 mm. Masing-masing lobules berdiri sendiri dan tidak
ada hubungan dengan lobules lainnya. Sel utama yang menyusun lobulus ialah limfosit yang
dalam hal ini disebut      tymosit. Selain itu terdapat pula sel retikuler dan sejumlah kecil
makrofag. Bagian tepi lobules terutama disusun oleh limfosit ukuran kecil yang tersusun secara
padat. Pada bagian sentral jumlah limfosit menurun dan sel retikuler mempunyai sitoplasma
yang lebih asidofil. Dengan demikian bagian tepi lobuli tampak tercat lebih gelap dan dikenal
dengan korteks tymus. Sedang di bagian sentral lobuli, jaringan tampak tercat lebih terang dan
disebut sebagai medulla tymus. Cabang-cabang jaringan ikat septum bersama dengan
pembuluh darah masuk kedalam lobulus mulai dari korteks sampai pada perbatasan korteks-
medula. Sel-sel retikuler dari stroma tymus berbentuk stelat. Berbeda dengan jaringan limfatika
pada umumnya, sel-sel retikuler di sini saling berhubungan satu sama lain dengan desmosom
dan disebut dengan epitel retikuler.


KORTEKS TYMUS


         Sel-sel retikuler berbentuk stelat mempunyai sitoplasma asidofil, inti besar berbentuk
oval , diameter 7 – 11 mikron, tercat terang dengan satu atau dua nukleoli. Prosesus
protoplasmatisnya berhubungan dengan prosesua sel di dekatnya dengan perantaraan


         Modul Histologi Organ Limfatika                                                  Page 25
desmosom. Di dalam sitoplasmanya terdapat anyaman filamen yang beberapa di antaranya
memasuki desmosom. Selain itu terdapat pula organela-organela lain seperti mitokondria,
beberapa ribosom baik yang bebas maupun yang melekat pada endoplasmik retikulum, serta
apparatus Golgi. Kadang-kadang dijumpai vakuole berisi matriks yang transparan dan sejumlah
sisa-sisa debris. Kemampuan fagositosis sel retikuler sangat diragukan. Pada bagian tepi korteks
dan di sekitar pembuluh darah dibatasi dengan tegas oleh prosesus protoplasmatis sel retikuler
sehingga parenkim tymus terpisah dari jaringan ikat interlobularis maupun dengan tunika
advensisia pembuluh darah. Dengan demikian terdapat sawar darah-tymus (Blood Thymus
Barrier). Terdapat tiga komponen yang menyusun sawar ini, yaitu                 1) Dinding kapiler
beserta lamina basalisnya. 2) Ruangan perivaskuler yang berisi cairan jaringan dan makrofag
serta 3) Epitel retikuler. Korteks tymus sangat aktif memproduksi limfosit terutama pada masa
embryonal dan sekitar post natal. Tidak seperti organ limfatika lainnya seperti lien dan
limfonosdus yang memproduksi limfosit dipengaruhi kontak dengan antigen, tymus selalu
memproduksi limfosit serta tidak dipengaruhi kontak dengan antigen. Sehingga tymus
merupakan produser limfosit yang otonom.


       Bagian korteks disusun terutama oleh sel-sel limfosit kecil dalam berbagai
perkembangan. Inti oval, eukromatis dengan 1 atau 2 nukleoli, sitoplasma tercat basofil.
Dengan mikroskop elektron tampak jelas adanya poliribosom bebas, endoplasmik retikulum
granuler yang umumnya berbentuk sisternal, diplosom yang dikelilingi apparatus Golgi kecil dan
berlokasi dekat membran inti. Selain itu dijumpai pula sejumlah kecil mitokondria, multi
vesikuler bodies, granula-granula dan tetes-tetes lemak. Pada korteks ini terjadi proliferasi sel-
sel limfosit namun sebagian besar mengalami degenerasi dan sisa-sisanya difagosit makrofag.
Pada perbatasannya dengan bagian medula tampak sel-sel limfosit yang mati dengan inti
piknotik. Selain limfosit dan sel retikuler terdapat pula sel-sel makrofag yang tersebar di seluruh
korteks terutama pada perbatasannya dengan medula. Sel ini dapat dibedakan dengan sel l
retikuler oleh karena tidak mempunyai desmosom pada prosesus protoplasmatiknya. Selain itu
pada makrofag banyak dijumpai inklusiones yang PAS positip dalam sitoplasmanya, benda-


       Modul Histologi Organ Limfatika                                                     Page 26
benda tersebut merupakan residual bodies. Pada tymus yang mengalami involusi dijumpai
beberapa sel plasma baik pada parenkim maupun jaringan ikat interstisiilnya. Sel tersebut
terutama terdapat pada bagian tepi korteks dan sepanjang pembuluh darah. Sel plasma ini
belum jelas benar asalnya dan bagaimana terjadinya. Selain itu dijumpai pula beberapa sel mast
terutama pada jaringan di luar lobulus.


MEDULA TYMUS


       Di dalam medula bentuk sel retikuler sangat beraneka ragam (pleiomorpik). Di satu
tempat sel berbentuk stelat dengan banyak filamen dan sitoplasmanya, sedang ditempat lain
berukuran lebih besar dengan sitoplasma pucat dan mempunyai banyak prosesus
protoplasmatis. Bentuk badan sel bulat atau pipih. Terdapat pula sel retikuler yang bulat
dikelilingi oleh sel-sel bentuk pipih yang tersusun melingkar. Sel-sel pipih ini tersusun secara
epiteloid dan dihubungkan satu sama lain dengan perantaraan desmosom. Sel tersebut
mengandung granula keratohialin dan filamen-filamen dalam sitoplasmanya. Bangunan
tersebut dikenal dengan Hassal Bodies atau korpuskulum Hassal yang dapat mencapai 100
mikron diameternya. Sel bulat di bagian tengah mengalami degenerasi dan kalsifikasi. Hassal
bodies ini merupakan ciri khas pada bagian medula tymus dan dianggap berasal dari sel epitel
retikuler yang mengalami degenerasi.


       Sel-sel limfosit dalam medula lebih sedikit jumlahnya dibandingkan bagian korteks.
Bentuk sel ireguler dengan berbagai ukuran baik besar maupun sedang. Di dalam medula jarang
dijumpai makrofag, kadang-kadang dijumpai sel eosinofil sedang sel plasma tidak terdapat.
Sementara ahli berpendapat bahwa sel limfosit dii sini berasal dari proses resirkulasi sedang
ahli lain berpendapat sel berasal dari migrasi limfosit korteks.


PEMBULUH DARAH DAN SARAF




       Modul Histologi Organ Limfatika                                                  Page 27
Pembuluh darah dalam tymus berasal dari cabang mediastinal dan perikardiofrenika
ateria torasika interna. Setelah menembus kapsula pembuluh akan berjalan dalam jaringan ikat
interlobularis dan memberi cabang mengikuti septum sekunder sampai pada daerah
perbatasan korteks-medula tanpa menembus parenkim korteks. Arteriola pada daerah ini
kemudian akan bercabang-cabang sebagai kapiler, secara asenderen menuju ke bagian tepi
korteks dan berhubungan satu sama lain dengan perantaraan anastomose kolateral. Pada
korteks bagian tepi, kapiler akan membentuk anyaman dan menuju ke bagian dalam korteks
kembali serta bermuara pada venule post kapiler yang banyak terdapat pada perbatasan
korteks-medula. Darah dalam venule kemudian ditampung oleh vena tymika cabang dari vena
brakiosepal. Dengan adanya sawar darah-tymus maka parenkim tymus terutama bagian korteks
terlindung dari makromolekul asing. Sejumlah besar limfosit akan memasuki sirkulasi darah
melalui dinding venule post kapiler yang terdapat pada perbatasan korteks-medula. Sel endotel
di sini tidak menebal sebagaimana halnya venule pada organ limfatika sekunder.


       Tymus tidak mempunyai pembuluh limfe aferen, kadang-kadang dijumpai pembuluh
limfe di dalam jaringan ikat septum. Tymus mendapat persarafan dari nervus vagus dan saraf
simpatis. Serabut saraf simpatis terdapat pada dinding pembuluh darah. Sedang terminal saraf
vagus belum sepenuhnya diketahui.


HISTOGENESIS


       Pada manusia tymus berasal dari endoderm yang membatasi arkus brakhialis (insang)
ketiga pada setiap sisi dari linea mediana. Tymus primordial merupakan bangunan berlumen
lanjutan dari lumen faring embrio yang dindingnya disusun oleh epitel selapis silindris. Sel-sel
endoderm berproliferasi membentuk masa epitelial yang padat sehingga lumen menghilang.
Masa tersebut dikelilingi oleh jaringan mesenkim. Kedua sisi tymus primordial kemudian akan
menyatu pada saat embrio berumur 8 minggu. Pada saat itu mulai tampak sel-sel limfosit
(tymosit) di dalam masa epitel yang makin lama makin banyak jumlahnya, sementara itu


       Modul Histologi Organ Limfatika                                                  Page 28
pembuluh darah menembus masa             dan secara gradual sel-sel parenkim di sekitarnya
membentuk sel-sel stelat yang satu sama lain dihubungkan dengan desmosom. Masa medula
dibentuk lebih akhir pada bagian dalam lobulus. Sel-sel tymosit berasal dari sel-sel mesenkim,
sel epitel endodermis, sakus vitelinus dan dari sumsum tulang pada saat post natal. Sel-sel akan
bermigrasi kedalam tymus dan berdeferensiasi menjadi sel limfosit (tymosit).


       Pada manusia tymus adalah merupakan organ limfatika pertama yang mengandung sel
limfosit yang kemudian secara aktif memproduksi limfosit di sepanjang kehidupan embrional.
Rata-rata pertumbuhan tymus sesuai dengan kenaikan berat badan janin yang kemudian
berhenti menjelang trimester ketiga embrional. Setelah itu secara gradual berat akan menurun
sampai kelahiran. Pada rodensia perkembangan tymus masih terus berlangsung sampai usia 2
miggu post natal. Seiring dengan proses involusi tersebut, fungsi fisiologisnyapun menurun,
korteks menjadi lebih tipis dan parenkim terisi oleh sel-sel lemak yang berasal dari
prekursornya dalam jaringan ikat interlobularis. Pada keadaan dewasa parenkim tymus diganti
dengan jaringan lemak dengan pulau-pulau parenkim di antaranya. Pulau-pulau itu terutama
disusun oleh sel-sel retikuler yang membesar. Parenkim tymus tidak menghilang sama sekali
sampai usia tua. Percobaan dengan melakukan tymektomi pada rodensia dewasa menunjukkan
penurunan populasi limfosit, hal ini menunjukkan bahwa fungsi tymus masih dipertahankan
sampai dewasa. Namun pada manusia hal ini belum bisa dibuktikan.


       Proses involusi tymus dapat dipercepat oleh keadaan-keadaan tertentu sehingga terjadi
penurunan hebat yang dikenal dengan accidental involution. Keadaan tersebut dapat terjadi
pada diit yang jelek, radiasi, endotoksin bakteri, ACTH dan hormon steroid korteks adrenal.
Dalam keadaan ini ukuran tymus akan menurun dengan cepat terutama pada bagian korteks
oleh karena terjadi kematian hebat dari sel-sel limfosit yang kemudian difagositosis oleh
makrofag. Bagian medula lebih tahan terhadap trauma dibanding korteks. Involusi akut
tersebut akan diikuti dengan proses regenerasi yang intensif sehingga tymus menjadi berukuran
normal kembali.


       Modul Histologi Organ Limfatika                                                  Page 29
HISTOFISIOLOGI


       Tymus berfungsi sebagai tempat perkembangan sel-sel limfosit yang bertanggung jawab
terhadap penolakan jaringan transplantasi, reaksi hipersensitifitas lambat, respon imun
terhadap jamur, beberapa bakteri dan virus. Limfosit tymus dependent ini tidak memproduksi
antibodi, tetapi ikut berperan dalam respon imun humoral. Sel limfosit ini menjadi bersifat
imunokompeten setelah keluar dari organ dan memasuki sirkulasi darah maupun organ-organ
limfatika perifer. Tymosit (sel limfosit yang ada dalam tymus) merupakan bentuk prekursor
immatur dari limfosit T. Trymektomi pada binatang dewasa tidak begitu berpengaruh pada
populasi limfosit perifer maupun respon imun selulernya. Tetapi pada` rodensia yang baru lahir,
tymektomi berakibat terjadinya limfopenia yang ditandai dengan menurunnya populasi
resirkulasi limfosit, menurunnya kemampuan respon imun seluler serta tertekannya
pembentukan antibodi yang dalam hal ini membutuhkan kerjasama dengan limfosit T. Di bagian
dalam korteks (zona parakorteks) limfonodus serta jaringan limfatika periarterial lien tidak
berkembang dengan baik, sel plasma dan sentrum germinativum tidak terbentuk.


       Pada binatang rodensia, tymus terbentuk sempurna pada masa neonatal, tetapi
populasi perifer limfosit tymus dependent belum sempurna, baru beberapa waktu kemudian
populasi limfosit T perifer terbentuk. Apabila pada saat itu dilakukan tymektomi tidak akan
segera diikuti menurunnya kemampuan respon imun seluler maupun populasi limfosit T nya.
Penurunan terjadi apabila kemudian dilakukan radiasi total bodi. Tymektomi yang dilakukan
pada masa neonatus rodensia akan menurunkan kemampuan respon imun. Hal ini dapat diatasi
dengan melakukan pencangkokan jaringan tymus atau penyuntikan sel-sel dari lien dan
limfonodus. Injeksii suspensi tymus kurang efektif sebab hanya sedikit sel-sel maturnya.
Percobaan dengan melakukan tymektomi dan radiasi             pada binatang yang kemudian
dicangkokkan jaringan sumsum tulang serta jaringan tymus akan menunjukkan munculnya
populasi baru dari limfosit T. Dari percobaan ini dapat disimpulkan bahwa populasi limfosit


       Modul Histologi Organ Limfatika                                                 Page 30
dalam tymus berasal dari migrasi prekursor sumsum tulang. Penelitian juga menunjukkan
bahwa stem sel prekursor berasal dari sakus vitelinus embrio dan sumsum tulang post natal.
Tymus diduga memproduksi suatu faktor yang dapat merangsang deferensiasi limfosit T.


       Aktifitas deferensiasi sel mencapai puncaknya pada masa perinatal. Proliferasi limfosit
dalam korteks akan menghasilkan generasi sel yang akan terakumulasi di bagian dalam korteks
lobulus tymus. Proliferasi tersebut tidak tergantung dari stimulasi antigen sebagaimana terjadi
pada organ limfatika perifer atau sekunder. Mekanisme pengaturan jumlah produksi sel
sepenuhnya belum jelas. Umur limfosit di dalam tymus sangat pendek yaitu antara 2 – 3 hari
yang diikuti dengan kematian sebagian besar sel. Sel-sel yang mati ini kemudian akan difagosit
oleh makrofag. Sedang sel yang hidup akan bermigrasi kebagian medula dan masuk kedalam
sirkulasi darah melalui dinding venule post kapiler yang banyak terdapat pada perbatasan
korteks-medula.


       Limfosit yang keluar dari tymus kemudian disebut limfosit T yang akan berlokasi pada
zona parakorteks limfonodus, selubung limfatika periarterial pulpa putih lien, regio internoduler
tonsila, appendiks dan Plaques Peyeri usus. Sel-sel tersebut menunjukkan aktivitas resirkulasi
dari organ limfatika perifer masuk kedalam sirkulasi darah dan kembali masuk kedalam organ.
Di dalam suspensi tymus hanya sedikit saja sel limfosit kecil yang menunjukkan kemampuan
transformasi terhadap interaksi hemaglutinin atau sel allogenik. Sel limfosit ini kurang sensitif
terhadap radiasi maupun steroid adrenal dan berlokasi pada bagian medula. Pengamatan ini
menunjukkan bahwa limfosit korteks dapat berperan imunologis begitu migrasi kedalam
medula. Dalam korteks tymus tidak didapatkan sel-sel plasma oleh karena sel limfosit T tidak
berkembang menjadi sel plasma, selain itu apabila ada limfosit B yang menembus kapiler dan
memasuki korteks maka tidak akan dapat kontak dengan antigen. Di dalam medula tidak
terdapat sawar darah-tymus sehingga sel B dapat kontak dengan antigen dan terangsang
menjadi sel plasma.




       Modul Histologi Organ Limfatika                                                   Page 31
Modul Histologi Organ Limfatika   Page 32
LIMFONODUS
                                        (KELENJAR LIMFE)




      Limfonodus atau kelenjar limfe atau kelenjar getah bening berbentuk ovoid dengan
berbagai ukuran antara 1 – 25 mm, dan umumnya tersebar pada daerah paravertebra, di
sepanjang pembuluh darah besar dada dan abdomen, pada daerah leher, aksila dan inguinal.
Parenkim organ disusun oleh jaringan limfatika baik yang berbentuk difusa maupun noduler,
sehingga dapat mengenal dan bereaksi terhadap antigen dalam aliran limfe yang melewatinya.
Dengan adanya sel-sel makrofag di dalamnya maka organ ini dapat pula berfungsi
membersihkan cairan limfe dari berbagai benda seperti sel, kuman serta konfigurasi asing
lainnya. Limfonodus berbentuk ovoid dengan bagian yang mencembung serta sebagian kecil
lainnya cekung. Organ dibungkus oleh kapsula yang disusun oleh jaringan ikat padat dengan
parenkim sel-sel limfosit di dalamnya. Pada bagian yang mencembung ditembus oleh beberapa


      Modul Histologi Organ Limfatika                                             Page 33
pembuluh limfe aferen yang akan mengalirkan cairan limfe masuk kedalam parenkim organ.
Pada bagian yang cekung keluar pembuluh limfe eferen serta pembuluh darah dan saraf. Di
dalam pembuluh limfe aferen terdapat katub yang membuka kearah organ, sedang pada
pembuluh eferen katub membuka keluar. Kapsula disusun oleh serabut-serabut kolagen yang
tersusun padat dengan beberpa sel fibroblast. Pada kapsula bagian dalam didapatkan anyaman
serabut elastic, selain itu dijumpai pula beberapa sel otot polos terutama disekitar pembuluh-
pembuluh limfe baik aferen maupun eferen. Di bagian luar kapsula dilapisi jaringan pengikat
longgar dan sel-sel lemak. Kearah dalam          kapsula akan member cabang-cabang sebagai
trabekula yang akan membagi organ secara tidak sempurna. Pada binatang trabekula
berkembang lebih sempurna dibandingkan manusia. Trabekula lebih berkembang pada
limfonodus ukuran besar dibanding ukuran kecil, demikian pula antara limfonodus bagian
dalam dan perifer.


       Stroma limfonodus disusun oleh jaringan pengikat retikuler di mana serabut
retikulernya berhubungan dengan jaringan ikat kapsula dan trabekula. Jaringan stroma ini
disusun oleh sel-sel retikuler yang terikat pada anyaman serabut retikuler. Selain itu didapatkan
pula makrofag yang merupakan sel bebas. Terdapat beberapa macam sel retikuler tergantung
dari lokasinya. Pada daerah di mana banyak terdapat limfosit B sebagaimana pada limfonodulus
(jaringan limfatika bentuk nodulus), sel mempunyai banyak prosesus sitoplasma yang
berhubungan satu sama lain dengan perantaraan desmosom. Sel ini dikenal dengan sel denritik
yang mampu mengikat antigen pada permukaannya. Pada daerah yang terutama disusun oleh
sel limfosit T, sel mempunyai inti polimorfi dan prosesus sitoplasma saling beranyaman dengan
prosesus sel di dekatnya, sel ini dikenal dengan sel retikuler.


       Secara histologist limfonodus dapat dibedakan menjadi bagian korteks di sebelah tepi
yang tampak tercat lebih kuat dan bagian medulla di sebelah dalam yang tercat lebih pucat.
Tergantung dari tempatnya, maka gambaran tersebut dapat bervariasi bentuknya. Misalkan
limfonodus di daerah kavum abdomen mempunyai medulla yang lebih dominan, beberapa


       Modul Histologi Organ Limfatika                                                   Page 34
limfonodus di tempat lain mempunyai korteks yang utuh mengelilingi medulla. Kadangpkadang
dijumpai korteks dan medulla terletak di masing-masing kutub organ. Pada binatang babi, masa
korteks tampak pada bagian sentral dengan medulla tipis di bagian perifer.


       Pembuluh-pembuluh limfe aferen menembus permukaan cembung organ dan
mencurahkan isinya kedalam sinus marginalis, sinus kortikalis atau sinus subkapsularis. Sinus ini
tidak berbentuk rongga silindris tetapi lebih berbentuk rongga yang sferis dan memisahkan
antara kapsula dengan parenkim organ. Dari sinus marginalis akan membericabang menjadi
sinus intermedialis yang berbentuk rongga silindris. Sinus ini akan menembus parenkim korteks
bersama-sama dengan trabekula, sehingga dikenal dengan sinus trabekularis. Sinus kemudian
akan melanjutkan diri menjadi sinus yang berukuran lebih besar dengan bentuk yang tidak
teratur, bercabang-cabang serta saling mengadakan anasomose yang disebut sinus medularis.
Bangunan ini menembus masa medulla sehingga terbentuk genjel-genjel (cord) akat korda
medularis yang disusun oleh jaringan limfatika. Pada bagian hilus, sinus medularis          akan
menembus kapsula hilus yang tebal dan mencurahkan isinya kedalam pembuluh limfe eferen.
Pengamatan secara mikroskop electron menunjukkan bahwa dinding sinus terdiri atas selapis
sel-sel berbentuk pipih. Sel-sel tersebut adalah sel endotel yang di antaranya didapatkan sel-sel
makrofag. Di antara sel-sel endotel satu sama lain dihubungkan dengan perlekatan khusus yang
sukar ditembus partikel. Sel makrofag dinding sinus diduga berasal dari migrasi makrofag
parenkim. Perbandingan antara sel endotel dan makrofag dinding sinus sangat bervariasi . Pada
dinding sinus subkabsularis terutama disusun oleh sel-sel endotel, sedang pada dinding sinus
medularis banyak terdapat sel-sel makrofag. Pada lumen sinus tampak sel-sel berbentuk stelat
yang prosesus sitoplasmanya menghubungkan permukaan dinding-dinding sinus yang saling
berhadapan. Selain itu terdapat pula sel makrofag dan limfosit kecil. Dinding sinus dilapisi oleh
serabut retikuler yang berhubungan dengan jaringan stroma parenkim. Serabut retikuler
tersebut melekat langsung pada lamina basalis tanpa menembusnya. Anyaman prosesus
sitoplasma dalam lumen juga disokong oleh serabut retikuler yang berhubungan dengan
serabut retikuler dinding sinus dan serabut kolagen kapsula maupun trabekula. Susunan yang


       Modul Histologi Organ Limfatika                                                   Page 35
khas dari sinus tersebut berkaitan dengan fungsi filtrasi limfonodus. Cairan limfe yang masuk
organ melalui pembuluh limfe aferen menuju sinus subkapsularis, menembus sinus trabekularis
dan akhirnya menuju kedalam sinus medularis. Sistim sinus tersebut bertindak sebagai jebakan
terhadap konfigurasi asing maupun sisa-sisa jaringan yang terbawa aliran limfe.


       Di bawah mikroskop cahaya, korteks limfonodus tampak sebagai suatu masa padat yang
tersusun oleh sel-sel limfosit. Jaringan limfatika parenkim korteks limfonodus terdiri atas
nodulus primaries, nodulus sekundarius serta jaringan limfatika difusa. Nodulus sekundarius
disebut juga sentrum germinativum.. Bentuk nodulus umumnya berlokasi pada bagian tepi
korteks, sedang bentuk difusa menyusun bagian dalam korteks. Sel-sel limfosit yang menyusun
bagian dalam korteks (zona parakorteks) secara kontinyu mengalami resirkulasi. Pada zona
tersebut didapatkan venule post kapiler dengan sel-sel endotel berbentuk kuboid. Melalui
pembuluh darah tersebut terjadi proses resirkulasi.


       Nodulus limfatikus primer korteks disusun oleh sel-sel limfosit kecil secara padat dengan
stroma jaringan retikuler jarang. Didapatkan pula sedikit sel makrofag, limfosit ukuran besar
jarang dijumpai, sedang sel plasma tidak terdapat. Sel retikukuler stroma mempunyai inti pucat
dan banyak prosesus protoplasmatis. Di beberapa tempat, sel retikuler mempunyai organela
yang tersebar serta mempunyai hubungan antar sel desmosom, sel ini dikenal dengan sel
denritik. Nodulus sekundarius lebih banyak dijumpai pada bagian luar korteks. Bangunan ini
tampak lebih pucat dibandingkan nodulus primernya serta disusun oleh sel-sel limfosit dalam
stadium pembelahan. Sentrum germinativum banyak didapatkan pada bagian luar korteks dan
jarang dijumpai pada bagian dalam korteks, sedang pada medulla hamper tidak ada. Pada
korteks bagian dalam , gerombolan limfotik tampak lebih jarang dan terutama disusun oleh
limfosit ukuran kecil, kadang-kadang saja dijumpai limfosit besar, makrofag dan sel plasma.
Pada daerah ini tidak dijumpai sel denritik. Serabut-serabut retikuler lebih padat terutama pada
perbatasan antara korteks-medula. Medula limfonodus korda atau genjel-genjel tersusun oleh
gerombolan limfosit. Genjel-genjel tersebut bercabang-cabang dan saling mengadakan


       Modul Histologi Organ Limfatika                                                  Page 36
anastomose. Genjel-genjel ini tampak menonjol pada limfonodus yang sedang dalam keadaan
istirahat. Stroma tampak padat dengan anyaman serabutv retikuler, sel-sel retikuler dan
dipenuhi limfosit. Terdapat pula makrofag dan sel plasma, sedang sel denritik tidak dijumpai.


       Kapsula limfonodus tersusun padat oleh serabut-serabut kolagen dan beberapa sel
fibroblas. Pada permukaan dalam kapsula terdapat anyaman serabut elastis. Kadang-kadang
dijumpai pula beberapa sel otot polos terutama di sekitar muara pembuluh limfe aferen dan
eferen. Bangunan terluar kapsula didapatkan jaringan pengikat longgar yang mengelilingi organ.
Sedang pada permukaan dalamnya terdapat lapisan endotelium dari sinus. Di beberapa tempat,
kapsula memberi cabang trabekula yang berbentuk silindris tersusun oleh jaringan ikat padat
sehingga organ terbagi-bagi menjadi ruangan-ruangan yang tidak sempura.


       Pembuluh darah masuk kedalam limfonodus melalui hilus, hanya kadang-kadang saja
terdapat pembuluh darah yang masuk melalui kapsula. Setelah memasukii organ, pembuluh
akan berjalan mengikuti trabekula, bercabang-cabang dan memasuki parenkim organ sampai
kedalam medula sebagai anyaman kapiler. Terdapat pula arteri yang langsung menembus
medula menuju kekorteks dan membentuk pleksus-pleksus kapiler yang mengelilingi nodulus
limfatikus. Bentuk vena khusus venule post kapiler dengan endotel berbentuk kuboid
merupakan merupakan lanjutan dari pleksus kapiler menuju kekorteks sebelah dalam dan
memasuki genjel medula. Vena kemudian bercabang-cabang menjadi vena yang lebih kecil
dengan bentuk endotel normal. Venule post kapiler ini terutama terdapat pada zona
parakorteks, selain sel endotelnya lebih tinggi, tidak dijumpai sel otot polos pada dindingnya.
Dinding vena dapat diterobos oleh sel-sel limfosit melalui hubungan antar sel endotel. Dengan
demikian sel-sel limfosit dapat mengalami resirkulasi yaitu keluar masuk organ melalui
pembuluh darah dan limfe. Sel tersebut adalah sel limfosit T yang terutama berlokasi pada zona
parakorteks. Peristiwa tersebut dapat terjadi oleh karena adanya reseptor khusus pada
permukaan sel kuboid endotel yang sesuai untuk limfosit T.




       Modul Histologi Organ Limfatika                                                  Page 37
Serabut saraf memasuki limfonodus juga melalui hilus organ bersama-sama dengan
pembuluh darah. Setelah masuk organ, saraf kemudian membentuk pleksus perivaskuler. Pada
trabekula dan medula serabut saraf tidak berhubungan dengan pembuluh darah. Sedang pada
korteks serabut saraf merupakan tipe vasomotor.


HISTOFISIOLOGI


       Dinding kapiler limfatika mudah diterobos makromplekul maupun sel-sel jaringan ikat,
sehingga kapiler limfatk tidak dapat bertindak sebagai barrier. Sel-sel kuman dapat menembus
epidermis maupun sel epitelium membrana mukosa yang membatasi rongga-rongga tubuh.
Kuman tersebut dapat dihancurkan oleh sel-sel fagosit setempat maupun berproliferasi dan
menghasilkan toksin. Baik kuman maupun toksinnya akan memasuki aliran limfe. Limfonodus
berlokasi di sepanjang aliran limfe sehingga dapat menghambat kuman maupun partikel asing
lainnya memasuki sirkulasi darah. Kemampuan limfonodus untuk menfiltrasi cairan limfe ini
sudah lama dikemukakan oleh Virchow. Bentuk labirin yang dibentuk oleh sistim sinus serta
adanya sel-sel fagosit sangat berperan dalam kemampuan tersebut.


       Fungsi imunologis limfonodus terutama dijalankan oleh sel-sel makrofag. Di dalam
limfonodus istirahat terdapat sel-sel perawan baik tipe T maupun B yang pada suatu saat akan
mengalami respon imun primer sedang sel memorinya akan mengalami respon imun sekunder.
Apabila terdapat antigen yang sesuai, maka sel B akan mengalami proliderasi dan deferensiasi
menghasilkan     sel plasma yang akan memproduksi           antibodi dan disekresikan kedalam
pembuluh limfe eferen. Di dalam pembuluh limfe aferen limfonodus perifer hanya didapatkan
sedikit sel limfosit dan makrofag dan kadang-kadang dijumpai granulosit. Sedang di dalam
pembuluh eferen sel-sel yang ada mencapai 20 – 70 kali dibanding pembuluh aferen, di mana
98% terdiri atas limfosit kecil. Sebagian besar limfosit ini berasal dari sel yang mengalami proses
resirkulasi dan hanya sebagian kecil saja yang berasal dari prekursor limfosit limfonodulus.
Sebagian besar limfosit tersebut memasuki limfonodus melalui sel-sell kuboid endotel venule


       Modul Histologi Organ Limfatika                                                     Page 38
post kapiler zona parakorteks dan terdiri atas sel limfosit T . Sel-sel ini hanya sebentar berlokasi
pada limfonodus, kemudian akan bermigrasi kedalam sinus dan meninggalkan kelenjar lewat
pembuluh eferen. Sedang sel limfosit B tidak mengalami resirkulasi.


       Tymektomi pada neonatus akan diikuti menurunnya populasi sel T pada zona
parakorteks. Sedang populasi pada bagian korteks menetap. Percobaan dengan labelisasi radio
aktif kedalam kelenjar tymus menunjukkan bahwa tymosit (sel limfosit dalam tymus) home in
kedalam zona parakorteks. Limfosit dari sumsum tulang juga bermigrasi secara kontinyu
kedalam limfonodus yang sedang istirahat, namun tidak menempati lokasi yang khusus. Zona
parakorteks merupakan merupakan thymus dependent area, sedang daerah bursa dependent
area terdapat pada korteks, medula dan sentrum germinativum. Sel plasma berlokasi pada
medula, baik yang berasal dari perkembangan di dalam limfonodus sendiri maupun yang
berasal dari aliran limfe.


       Percobaan dengan pemaparan antigen menunjukkan respon primer pada limfonodus.
Pada hari pertama terjadi kenaikan jumlah granulosit baik dalam parenkim maupun sinus.
Sementara itu tampak limfosit ukuran sedang dan besar pada bagian dalam korteks. Antigen
dapat diamati pada vakuole fagositik makrofag sinus maupun medula. Pada hari kedua dan
ketiga sel-sel granulosit menghilang dan sel-sel limfoblas (sel pironinofil) meningkat jumlahnya
dengan cepat serta menunjukkan stadium-stadium pembelahan. Pada keadaan ini limfonodus
membesar dan banyak terbentuk sentrum-sentrum germinativum. Sel limfoblas mempunyai
inti pucat dan poliribosom yang menonjol . Didapatkan pula endoplasmik retikulum granuler,
beberapa mitokondria, sedang appartus Golgi berkembang sempurna namun tidak tampak
granula padat yang menjadi ciri khas dari organela sel plasma. Sel tersebut merupakan transisi
menuju bentuk sel plasma. Baik limfoblas maupun sel plasma mampu memproduksi antibodi.
Akhirnya jumlah sel plasma semakin meningkat dengan inti eksentris, kromatin padat dan
sejumlah besar endoplasmik retikulum granuler. Antibodi yang dihasilkan akan masuk kedalam
pembuluh eferen maupun pembuluh darah. Pada akhir minggu pertama setelah terpapar


       Modul Histologi Organ Limfatika                                                      Page 39
antigen struktur histologis limfonodus kembali normal. Sentrum germinativum tampak pada
korteks, genjel-genjel (cord) medula, terutama dekat hilus dan tersusun oleh sel plasma baik
imatur maupun matur. Selama minggu kedua sel plasma menunjukkan penurunan jumlah, dan
terutama terdapat pada medula. Antigen tetap terdapat dalam limfonodus baik sebagai
residual bodies di dalam sel makrofag maupun terikat pada sel denritik sentrum germinativum.
Pada respon imun sekunder limfonodus menunjukkan reaksi yang serupa namun terjadi lebih
cepat.


         Mekanisme respon imun seluler yang diperantarai sel limfosit T tidak sepenuhnya
diketahui. Antigen yang berasal dari pencangkokan jaringan banyak didapatkan pada
limfonodus setempat melalui pembuluh limfe aferen. Limfosit-limfosit kecil pada zona
parakorteks akan bereaksi dengan antigen dan berdeferensiasi menjadi limfoblas. Sel ini
kemudian akan berproliferasi menghasilkan limfosit dengan ukuran yang lebih kecil yang
kemudian bermigrasi dari limfonodus kedalam sirkulasi darah menuju kejaringan cangkok dan
menghancurkannya. Pada neonatus yang mengalami tymektomi menunjukkan tidak adanya
limfoblas pada zona parakorteks sebagai reaksi terhadap pencangkokan, sehingga dapat
bertahan hidup lebih lama. Tymektomi tidak akan menekan terbentuknya sentrum
germinativum dan sel plasma.




NODUS HEMAL


         Kadang-kadang di dalam limfonodus normal didapatkan sel-sel eritrosit yang dapat
berasal dari pembuluh limfe aferen maupun pembuluh darah organ. Beberapa sel dapat keluar
lewat pembuluh limfe eferen namun sebagian besar difagosit oleh makrofag. Yang dimaksud
dengan nodus hemal adalah limfonodus yang parenkimnya banyak didapatkan sel-sel eritrosit.
Hemal nodus terdapat pada hewan ruminansia (sapi) dan tidak terdapat pada manusia. Organ
tersebut terdapat di sepanjang pembuluh-pembuluh darah besar daerah leher dan pelvis, di


         Modul Histologi Organ Limfatika                                            Page 40
sekitar ginjal dan lien. Hemal nodus dibungkus oleh kapsula jaringan fibreus. Pada hilus
didapatkan arteri kecil dan vena besar, tidak mempunyai pembuluh limfe aferen dan
mempunyai venule post kapiler di mana dindingnya terinfiltrasi sel-sel limfosit yang mengalami
migrasi. Fungsi hemal nodus diduga mirip dengan fungsi lien pada umumnya.


HISTOGENESIS


       Limfonodus pertama kali dibentuk melalui transformasi sakus limfatikus embrional
menjadi anyaman-anyaman pembuluh limfe yang dikelilingi oleh jaringan mesenkimal pada
daerah-daerah yang akan ditempati limfonodus. Limfonodus pertama kali terbentuk pada
daerah jugularis dan daerah retroperitoneal. Sedang limfonodus popliteal dan inguinal
terbentuk kemudian. Sel-sel mesenkim kemudian membentuk limfonodus primordial, sinus-
sinus terbentuk tidak teratur dan dibatasi selapis sel mesenkimal.




       Modul Histologi Organ Limfatika                                                Page 41
LIEN




       Lien merupakan organ dalam organ abdomen, terletak pada hipokondrium kiri di bawah
diafragma. Sebagian besar organ diliputi oleh peritoneum viserale serta berhubungan dengan
lambung, diafragma dan ginjal kiri dengan perantaraan lipatan peritoneum yaitu ligamentum
gastrolienalis, frenikolienalis dan lienorenalis. Melalui ligementum yang terakhir ini masuk
pembuluh darah, pembuluh limfe maupun saraf lienalis. Lien berperan dalam filtrasi secara
kompleks terhadap cairan darah guna membersihkan dari partikel-partikel dan sisa-sisa sel
serta berperan dalam sistim imun. Pada beberapa vertebrata selain manusia, lien juga berperan
dalam pembentukan sel-sel darah dan sebagai tempat persediaan eritrosit yang sewaktu-waktu
dapat dimasukkan kedalam sirkulasi apabila dibutuhkan. Lien disusun oleh jaringan limfatika
serta pembuluh-pembuluh darah yang dalam organ akan kontak dengan sejumlah besar
makrofag,


STRUKTUR HISTOLOGIS


       Modul Histologi Organ Limfatika                                               Page 42
Pada preparat segar lien, tampak bangunan-bangunan bulat berwarna abu-abu dengan
dimeter sekitar 0,2 – o,7 mm dan dapat diamati dengan mata telanjang. Bangunan tersebut
adalah pulpa putih yang tersebar di antara masa berwarna merah gelap yang disebut pulpa
merah. Pulpa putih sering disebut pula Malphigian Bodies disusun oleh jaringan limfatika baik
difus maupun bentuk nodulus. Pada pulpa merah terdapat pembuluh-pembuluh darah dengan
bentuk ireguler sebagai sinus venosus, di antaranya terdapat jaringan genjel-genjel pulpa
merah (Billroth Cord). Warna merah di sini oleh karena banyaknya sel-sel eritrosit di dalam
sinus venosus maupun dalam genjel-genjel pulpa merah.


       Sebagaimana pada limfonodus, lien juga dibungkus oleh kapsula kolagen yang
bercabang-cabang sebagai trabekula. Kapsula tersebut menebal pada bagian hilus organ
sebagai tempat masuknya arteri serta vena dan pembuluh limfe meninggalkan lien. Pada
hewan yang mempunyai volume darah yang besar seperti kuda dan sapi mempunyai sedikit
pulpa putih serta mempunyai kerangka muskular dan jaringan ikat yang kuat. Sedang pada
spesies yang mempunyai volume darah yang relatif kecil seperti pada manusia, kelinci serta
hewan-hewan percobaan mempunyai pulpa putih yang lebih banyak, kerangka jaringan ikat
kurang kuat serta sedikit mengandung otot. Di dalam parenkim lien, pulpa putih mengelilingi
pembuluh darah dan terdapat celah-celah di antara sinus-sinus venosus pulpa merah.


PULPA PUTIH


       Pulpa putih lien membentuk selubung periarterial. Di mana arteri tersebut berasal dari
trabekula dan menembus parenkim. Jaringan limfatika periarterial terdapat di sepanjang
pembuluh darah tersebut (arteria sentralis lien) dan di beberapa tempat bercabang sebagai
kapiler. Di beberapa tempat, selubung tersebut membentuk sentrum germinativum yang
tersusun oleh limfosit bursa dependent (limosit B), sedang di luar itu disusun oleh limfosit yang
mengalami resirkulasi (limfosit T). Jaringan limfatika periarterial mempunyai stroma jaringan


       Modul Histologi Organ Limfatika                                                   Page 43
retikuler yang ireguler dan kurang begitu padat. Pada bagian perifer selubung tersebut terdapat
serabut-serabtu retikuler yang tersusun sirkuler dengan sel retikuler yang pipih membentuk
lapisan konsentris yang membatasinya dengan pulpa merah. Di dekat arteria sentralis terdapat
sejumlah serabut elastis di antara jaringan stroma. Di antara serabut retikuler tersebut dipenuhi
oleh sel-sel limfosit terutama yang berukuran kecil dan sedang. Terdapat pula sel plasma dan
makrofag yang semakin kearah tepi selubung jumlahnya semakin meningkat. Sel eritrosit jarang
didapatkan kecuali pada perbatasan dengan pulpa merah. Apabila jaringan terpapar antigen
yang berasal dari sirkulasi darah, maka akan terjadi respon imun dan terbentuklah limfoblas
dan sel plasma imatur pada jaringan limfatika periarterial yang segera terkumpul pada bagian
perifer. Sentrum germinativum umumnya terletak eksentris di dalam selubung limfatika
periarterial, kadang-kadang menonjol kedalam pulpa merah. Semakin tua usia individu maka
secara progresif bangunan ini menurun jumlahnya.


PULPA MERAH


       Pulpa merah tersusun oleh anyaman sinus venosus yang bercabang-cabang dan saling
beranastomose, di mana satu sama lain dipisahkan oleh genjel-genjel jaringan pulpa. Jaringan
ini mempunyai ketebalan yang bermacam-macam dan membentuk masa seluler yang spongeus
dengan stroma jaringan ikat retikuler. Serabut kolagen kapsula melanjutkan diri sebagai serabut
retikuler dalam jaringan pulpa. Terdapat pula sel-sel retikuler berbentuk stelat dan sel
makrofag. Beberapa serabut retikuler melekat pada endotelium sinus dengan perantaraan
substansia mirip lamina basalis guna menyokong dinding. Anyaman retikuler jaringan pulpa
dipenuhi sejumlah besar sel bebas seperti makrofag, sel-sel darah termasuk eritrosit, platelet
dan sel plasma. Dengan mikroskop cahaya, makrofag tanpa bulat, besar, ireguler dengan inti
berbentuk vesikuler. Di dalam sitoplasmanya sering didapatkan sisa-sisa eritrosit, netrofil serta
platelet. Kadang-kadang tampak masa pigmen kuning kecoklatan apabila dilakukan pewarnaan
dengan Prossian Blue serta bereaksi positip dengan enzim asam fosfatase lisosom. Pigmen




       Modul Histologi Organ Limfatika                                                   Page 44
tersebut terutama kelihatan apabila terdapat residu dari material yang seukar dicerna yang
umumnya berasal dari eritrosit seperti besi dalam bentuk ferritin atau hemosiderin.


       Pada beberapa mamalia dan lien embryo manusia banyak didapatkan sel-sel eritroblas
dalam berbagai ukuran, mieloblas, mielosit dan megakaryosit dalam pulpa merahnya
sebagaimana dalam jaringan hemopoetik pada umumnya. Pada bentuk dewasa gambaran
jaringan hemopoetik seperti ini tidak didapatkan , namun pada beberapa keadaan seperti
anemia, infeksi, leukemia serta keracunan zat yang merusak sel-sel darah kadang-kadang
jaringan tersebut dapat dijumpai. Hal ini disebut dengan mieloid metaplasia.


       Derah perifer pulpa putih, sekitar 80 – 100 mikron merupakan daerah perbatasan antara
pulpa putih dan pulpa merah yang dikenal dengan zona marginalis. Pada daerah ini terdapat
sinus-sinus venosus ukuran kecil yang tersebar mengelilingi pulpa putih. Serabut-serabut
retikuler membentuk anyaman mengelilingi pulpa yang dipenuhi sel-sel limfosit kecil serta sel
plasma. Pada regio pulpa merah dari zona marginalis masuk pembuluh darah arteri yang
diduga untuk pertama kali sel-sel darah kontak dengan parenkim pulpa merah. Sel-sel limfosit
yang berasal dari resirkulasi meninggalkan darah dan membentuk selubung periarterial.


KAPSULA DAN TRABEKULA


       Kapsula dan trabekula disusun jaringan pengikat padat, sel-sel otot polos dan anyaman
serabut elastis. Permukaan luar kapsula berbentuk cembung dan dibungkus mesothelium yang
berasal dari peritoneum. Pada manusia , kelinci dan rodensia, kapsula kaya akan serabut elastis
terutama pada lapisan dalamnya, terdapat pula sel-sel fibroblas dan sel otot polos. Trabekula
berbentuk pipih atau silindris yang membawa cabang-cabang pembuluh darah arteri, vena
serta pembuluh limfe. Jaringan trabekula disusun oleh serabut-serabut elastis serta otot polos.
Pada spesies tertetentu jumlah sel otot polos dominan dan bereaksi spontan dengan suntikan
adrenalin.


       Modul Histologi Organ Limfatika                                                  Page 45
ARTERI


         Cabang arteria lienalis memasuki organ melalui hilus lienalis dan melanjutkan diri
sepanjang trabekula sebagai arteri dengan diameter yang lebih kecil. Arteri tersebut merupakan
tipe muskular ukuran sedang dengan tunika advensisia dan dikelilingi jaringan ikat padat dari
trabekula. Arteri tersebut bercabang-cabang dan pada cabang dengan diameter 0,2 mm,
pembuluh darah meninggalkan trabekula. Pembuluh darah kemudian dikelilingi lapisan jaringan
limfatika dan disebut arteria sentralis. Lokasi arteria ini umumnya bertolak belakang dengan
posisi sentrum germinativum. Tidak pernah ada arteri sentralis yang menembus sentrum
germinativum. Arteria sentralis mempunyai tipe muskular dengan sel-sel endotel yang tinggi
dengan satu atau dua lapis otot polos. Sepanjang menembus pulpa putih, arteri memberikan
cabang-cabang sebagai kolateral kapiler yang mensuplai jaringan limfatika periarterial. Dinding
kapiler terdiri atas sel-sel endotel tinggi dengan beberapa perisit. Secara berangsur-angsur
bentuk endotel dan sel-sel perisit menghilang. Kapiler dikelilingi anyaman retikuler dari pulpa
putih dan dipadati serabut-serabut elastis. Kolateral kapiler tersebut berakhir pada zona
marginalis.


         Cabang arteria sentralis dengan diameter 40 – 50 mikron mempunyai selubung limfatik
yang tipis dan bercabang-cabang menjadi 2 – 6 pembuluh darah yang disebut arteria penisilus
atau arteria pula merah. Arteri tersebut mempunyai panjang 0,6 – 0,7 mm, endotelium tinggi
dan tidak terdapat membrana elastika interna. Pada tunika media terdapat selapis sel otot
polos, tidak terdapat membrana elastika eksterna dan mempunyai dan mempunyai tunika
advensisia yang tipis. Pada waktu memasuki pulpa merah, setiap arteri penisilus bercabang dua
atau tiga kapiler yang dindingnya tebal dan disebut sebagai kapiler berselubung atau Sheated
Capilary dengan endotel tinggi, berbentuk fusiform dan tersusun sejajar sumbu panjang. Antar
sel-sel endotel dihubungkan dengan intercellulair junction yang tersusun oleh berkas filamen
sitoplasmik dan melekat pada membrana basalis yang utuh. Pada manusia selubung kapiler ini


         Modul Histologi Organ Limfatika                                               Page 46
tipis dan berbentuk tubulus dengan panjang sekiter 50 -100 mikron, diameter 20 – 30 mikron
sedang pada binatang seperti babi dan kucing, selubung berbentuk sferis. Tidak seluruh kapiler
cabang dari arteri penisilus berselubung, terutama cabang terminalnya yang sering hanya
sebuah selubung saja. Kadang-kadang dijumpai 2 – 5 cabang dengan satu selubung atau 2 – 3
selubung tersusun secara seri sepanjang kapiler. Selubung kapiler disusun oleh anyaman
serabut-serabut dan sel-sel yang mengelilingai kapiler serta sel stelat pada bagian tepinya. Sel
tersebut mempunyai kromatin yang tersebar, sitoplasma asidofil, kaya akan asam fosfatase
yang kemungkinan merupakan sisa-sisa dari lisosom. Dengan elektron mikroskop sitoplasma
tampak dipenuhi residual bodies dan sisa-sisa fagositosis dari sel darah merah. Percobaan
dengan menyuntikan partikel secara intra vena menunjukkan kemampuan fagositosis dari sel,
hal ini menunjukkan bahwa sel-sel tersebut merupakan anggota dari makrofag sistim. Mengapa
sel-sel fagosit membentuk bangunan yang spesifik tersebut belum diketahui dengan jelas. Di
sekitar sel sering terdapat sejumlah kecil (kadang-kadang banyak) sel eritrosit. Kapiler
berselubung akan melanjutkan diri sebagai kapiler biasa.


VENA DAN SINUS VENOSUS


       Sinus venosus pada pulpa merah terutama terdapat di sekitar pulpa putih. Sinus
venosus mempunyai lumen lebar, sekitar 12 – 40 mikron, bentuk ireguler dengan diameter
yang bervariasi twergantung volume darah yang ada dalam organ. Dinding sinus tidak
mengandung lapisan otot polos dan hanya terdapat sel-sel endotel berbentuk fusiform dengan
panjang sekitar 100 mikron dan tersusun sejajar sumbu panjang sinus. Endotel pada bagian
tengah sinus tampak tebal dan menipis pada ujung-ujungnya. Dalam sitoplasmanya terdapat
vesikel pinositik baik adluminal maupun abluminal. Selain organela pada umumnya, di dalam
sitoplasma juga terdapat dua macam filamen yang berjalan sejajar sumbu panjang sel, yaitu
yaitu berkas filamen longgar yang bebas dan berkas filamen padat yang terikat pada bagian
basal sel. Berkas filamen padat tersebut tampak berjalan di sepanjang lamina basalis dan dapat
dilihat dengan pewarnaan Iron Hematoxiyllin sebagaimana endotel pada umumnya. Sel ini tidak


       Modul Histologi Organ Limfatika                                                  Page 47
Modulhistologi  blok imunologi
Modulhistologi  blok imunologi
Modulhistologi  blok imunologi
Modulhistologi  blok imunologi
Modulhistologi  blok imunologi
Modulhistologi  blok imunologi
Modulhistologi  blok imunologi
Modulhistologi  blok imunologi
Modulhistologi  blok imunologi
Modulhistologi  blok imunologi
Modulhistologi  blok imunologi
Modulhistologi  blok imunologi
Modulhistologi  blok imunologi
Modulhistologi  blok imunologi

More Related Content

What's hot

Makalah sistem imun
Makalah  sistem imunMakalah  sistem imun
Makalah sistem imunWarnet Raha
 
Makalah sistem imunologi jadi
Makalah sistem imunologi jadiMakalah sistem imunologi jadi
Makalah sistem imunologi jadiWarnet Raha
 
Bab 10 sistem pertahanan tubuh
Bab 10 sistem pertahanan tubuhBab 10 sistem pertahanan tubuh
Bab 10 sistem pertahanan tubuhSMAN 2 Indramayu
 
Biokimia Sistem Imunologi
Biokimia Sistem ImunologiBiokimia Sistem Imunologi
Biokimia Sistem ImunologiDedi Kun
 
Sistem imun
Sistem imunSistem imun
Sistem imunphrast
 
Sistem imun
Sistem imunSistem imun
Sistem imunsri ani
 
Sistem pertahanan tubuh
Sistem pertahanan tubuhSistem pertahanan tubuh
Sistem pertahanan tubuhKrisna Mustofa
 
Biologi reproduksi dan sistem imun
Biologi reproduksi dan sistem imunBiologi reproduksi dan sistem imun
Biologi reproduksi dan sistem imunimas lusyani
 
Sistem Imun Non-Spesifik
Sistem Imun Non-SpesifikSistem Imun Non-Spesifik
Sistem Imun Non-Spesifikmey9
 
Anatomi & fisiologi sistem imunologi
Anatomi & fisiologi sistem imunologiAnatomi & fisiologi sistem imunologi
Anatomi & fisiologi sistem imunologiYabniel Lit Jingga
 
150095252 makalah-imser-imunodefisiensi-komplemen
150095252 makalah-imser-imunodefisiensi-komplemen150095252 makalah-imser-imunodefisiensi-komplemen
150095252 makalah-imser-imunodefisiensi-komplemenOperator Warnet Vast Raha
 
Makalah konsep dasar pertahanan tubuh
Makalah konsep dasar pertahanan tubuhMakalah konsep dasar pertahanan tubuh
Makalah konsep dasar pertahanan tubuhRahmania Azwarini
 

What's hot (18)

Makalah sistem imun
Makalah  sistem imunMakalah  sistem imun
Makalah sistem imun
 
Makalah sistem imunologi jadi
Makalah sistem imunologi jadiMakalah sistem imunologi jadi
Makalah sistem imunologi jadi
 
Bab 10 sistem pertahanan tubuh
Bab 10 sistem pertahanan tubuhBab 10 sistem pertahanan tubuh
Bab 10 sistem pertahanan tubuh
 
Biokimia Sistem Imunologi
Biokimia Sistem ImunologiBiokimia Sistem Imunologi
Biokimia Sistem Imunologi
 
Sistem imun
Sistem imunSistem imun
Sistem imun
 
Sistem imun
Sistem imunSistem imun
Sistem imun
 
Sistem pertahanan tubuh
Sistem pertahanan tubuhSistem pertahanan tubuh
Sistem pertahanan tubuh
 
Ppt
Ppt Ppt
Ppt
 
Biologi reproduksi dan sistem imun
Biologi reproduksi dan sistem imunBiologi reproduksi dan sistem imun
Biologi reproduksi dan sistem imun
 
Makalah sistem kekebalan
Makalah sistem kekebalanMakalah sistem kekebalan
Makalah sistem kekebalan
 
Makalah imunologi autoimun
Makalah imunologi autoimun Makalah imunologi autoimun
Makalah imunologi autoimun
 
Sistem Imun Non-Spesifik
Sistem Imun Non-SpesifikSistem Imun Non-Spesifik
Sistem Imun Non-Spesifik
 
Imunologi darah
Imunologi darahImunologi darah
Imunologi darah
 
Anatomi & fisiologi sistem imunologi
Anatomi & fisiologi sistem imunologiAnatomi & fisiologi sistem imunologi
Anatomi & fisiologi sistem imunologi
 
150095252 makalah-imser-imunodefisiensi-komplemen
150095252 makalah-imser-imunodefisiensi-komplemen150095252 makalah-imser-imunodefisiensi-komplemen
150095252 makalah-imser-imunodefisiensi-komplemen
 
Makalah imunoglobin lengkap
Makalah imunoglobin lengkapMakalah imunoglobin lengkap
Makalah imunoglobin lengkap
 
Makalah konsep dasar pertahanan tubuh
Makalah konsep dasar pertahanan tubuhMakalah konsep dasar pertahanan tubuh
Makalah konsep dasar pertahanan tubuh
 
Makalah imunoglobin 2
Makalah imunoglobin 2Makalah imunoglobin 2
Makalah imunoglobin 2
 

Similar to Modulhistologi blok imunologi

Bab_10_Sistem_Pertahanan_Tubuh.pptx
Bab_10_Sistem_Pertahanan_Tubuh.pptxBab_10_Sistem_Pertahanan_Tubuh.pptx
Bab_10_Sistem_Pertahanan_Tubuh.pptxGerlhyReynaldoWaworu
 
Bab 10 Sistem Pertahanan Tubuh.pptx
Bab 10 Sistem Pertahanan Tubuh.pptxBab 10 Sistem Pertahanan Tubuh.pptx
Bab 10 Sistem Pertahanan Tubuh.pptxavita12
 
Makalah biologi tentang sistem imun dan rekayasa genetika
Makalah biologi tentang sistem imun dan rekayasa genetikaMakalah biologi tentang sistem imun dan rekayasa genetika
Makalah biologi tentang sistem imun dan rekayasa genetikaMJM Networks
 
Makalah biologi tentang sistem imun dan rekayasa genetika
Makalah biologi tentang sistem imun dan rekayasa genetikaMakalah biologi tentang sistem imun dan rekayasa genetika
Makalah biologi tentang sistem imun dan rekayasa genetikaMJM Networks
 
Makalah tekayasa genetika dan sistem imun
Makalah tekayasa genetika dan sistem imunMakalah tekayasa genetika dan sistem imun
Makalah tekayasa genetika dan sistem imunMJM Networks
 
Makalah sistem imunologi
Makalah sistem imunologiMakalah sistem imunologi
Makalah sistem imunologiWarnet Raha
 
396894246 makalah-respon-imun-terhadap-patogen-ekstraseluler-doc
396894246 makalah-respon-imun-terhadap-patogen-ekstraseluler-doc396894246 makalah-respon-imun-terhadap-patogen-ekstraseluler-doc
396894246 makalah-respon-imun-terhadap-patogen-ekstraseluler-docNiaPradini
 
Bab 10 Sistem Pertahanan Tubuh.pptx
Bab 10 Sistem Pertahanan Tubuh.pptxBab 10 Sistem Pertahanan Tubuh.pptx
Bab 10 Sistem Pertahanan Tubuh.pptxDekaMuliya1
 
Diagram Sistem Pertahanan Tubuh + Script for Audio
Diagram Sistem Pertahanan Tubuh + Script for AudioDiagram Sistem Pertahanan Tubuh + Script for Audio
Diagram Sistem Pertahanan Tubuh + Script for AudioSalsabila Azzahra
 
Sistem Imunitas
Sistem ImunitasSistem Imunitas
Sistem ImunitasIda Djafar
 

Similar to Modulhistologi blok imunologi (20)

Aplikasi imun
Aplikasi imunAplikasi imun
Aplikasi imun
 
Bab_10_Sistem_Pertahanan_Tubuh.pptx
Bab_10_Sistem_Pertahanan_Tubuh.pptxBab_10_Sistem_Pertahanan_Tubuh.pptx
Bab_10_Sistem_Pertahanan_Tubuh.pptx
 
Bab 10 Sistem Pertahanan Tubuh.pptx
Bab 10 Sistem Pertahanan Tubuh.pptxBab 10 Sistem Pertahanan Tubuh.pptx
Bab 10 Sistem Pertahanan Tubuh.pptx
 
Makalah biologi tentang sistem imun dan rekayasa genetika
Makalah biologi tentang sistem imun dan rekayasa genetikaMakalah biologi tentang sistem imun dan rekayasa genetika
Makalah biologi tentang sistem imun dan rekayasa genetika
 
Makalah biologi tentang sistem imun dan rekayasa genetika
Makalah biologi tentang sistem imun dan rekayasa genetikaMakalah biologi tentang sistem imun dan rekayasa genetika
Makalah biologi tentang sistem imun dan rekayasa genetika
 
ASKEP_SLE_DAN_HIPERSENSITIFITAS.doc
ASKEP_SLE_DAN_HIPERSENSITIFITAS.docASKEP_SLE_DAN_HIPERSENSITIFITAS.doc
ASKEP_SLE_DAN_HIPERSENSITIFITAS.doc
 
Makalah tekayasa genetika dan sistem imun
Makalah tekayasa genetika dan sistem imunMakalah tekayasa genetika dan sistem imun
Makalah tekayasa genetika dan sistem imun
 
SISTEM IMUN 1 .pptx
SISTEM IMUN 1 .pptxSISTEM IMUN 1 .pptx
SISTEM IMUN 1 .pptx
 
Askep imun
Askep imunAskep imun
Askep imun
 
BIOLOGI "Sistem Imunitas"
BIOLOGI "Sistem Imunitas"BIOLOGI "Sistem Imunitas"
BIOLOGI "Sistem Imunitas"
 
Makalah macam macam imunoglobulin
Makalah macam macam imunoglobulinMakalah macam macam imunoglobulin
Makalah macam macam imunoglobulin
 
Sistem Kekebalan Tubuh
Sistem Kekebalan Tubuh Sistem Kekebalan Tubuh
Sistem Kekebalan Tubuh
 
Makalah imunoglobin fitri andriani
Makalah imunoglobin fitri andrianiMakalah imunoglobin fitri andriani
Makalah imunoglobin fitri andriani
 
Makalah sistem imunologi
Makalah sistem imunologiMakalah sistem imunologi
Makalah sistem imunologi
 
Sistem imun
Sistem imunSistem imun
Sistem imun
 
396894246 makalah-respon-imun-terhadap-patogen-ekstraseluler-doc
396894246 makalah-respon-imun-terhadap-patogen-ekstraseluler-doc396894246 makalah-respon-imun-terhadap-patogen-ekstraseluler-doc
396894246 makalah-respon-imun-terhadap-patogen-ekstraseluler-doc
 
Makalah imunoglobin 2
Makalah imunoglobin 2Makalah imunoglobin 2
Makalah imunoglobin 2
 
Bab 10 Sistem Pertahanan Tubuh.pptx
Bab 10 Sistem Pertahanan Tubuh.pptxBab 10 Sistem Pertahanan Tubuh.pptx
Bab 10 Sistem Pertahanan Tubuh.pptx
 
Diagram Sistem Pertahanan Tubuh + Script for Audio
Diagram Sistem Pertahanan Tubuh + Script for AudioDiagram Sistem Pertahanan Tubuh + Script for Audio
Diagram Sistem Pertahanan Tubuh + Script for Audio
 
Sistem Imunitas
Sistem ImunitasSistem Imunitas
Sistem Imunitas
 

Modulhistologi blok imunologi

  • 1. MODUL May 8 HISTOLOGI ORGAN LIMFATIKA 2012 Manusia selalu berinteraksi dengan lingkungannya baik lingkungan yang bersifat biologis maupun fisik dalam seluruh kehidupannya. Penjelasan Lingkungan tersebut dapat bersifat menguntungkan maupun Secara merugikan. Terhadap zat organik maupun anorganik, baik yang bersifat hidup maupun mati yang apabila masuk kedalam tubuh Histologik akan membahayakan maka individu mempunyai sistem tertentu Organ-organ guna menghindarkan diri dari kerusakan. Sistim ini dikenal dengan sistim imun yang mempertahankan individu terhadap makromolekul sistem imun eksogen yang masuk kedalam tubuh maupun endogen yang dapat Tubuh berupa komponen abnormal. Dengan sistim ini maka manusia akan mempunyai kekebalan atau imunitas. Manusia
  • 2. PENDAHULUAN Di dalam kehidupannya, manusia selalu berinteraksi dengan lingkungannya baik lingkungan yang bersifat biologis maupun fisik. Lingkungan tersebut dapat bersifat menguntungkan maupun merugikan. Terhadap zat organik maupun anorganik, baik yang bersifat hidup maupun mati yang apabila masuk kedalam tubuh akan membahayakan maka individu mempunyai sistem tertentu guna menghindarkan diri dari kerusakan. Sistim ini dikenal dengan sistim imun yang mempertahankan individu terhadap makromolekul eksogen yang masuk kedalam tubuh maupun endogen yang dapat berupa komponen abnormal. Dengan sistim ini maka manusia akan mempunyai kekebalan atau imunitas. Pengertian imunitas adalah suatu mekanisme fisiologis yang ada pada hewan maupun manusia untuk dapat mengenal suatu zat sebagai asing terhadap dirinya, yang kemudian diikuti aktifitas netralisasi, melenyapkan atau memasukkan kedalam metabolism sehingga menguntungkan dirinya atau menimbulkan kerusakan jaringan sendiri. Zat asing atau konfigurasi asing dikenal dengan antigen atau imunogen. Secara alamiah tubuh akan bereaksi terhadap zat tersebut yang dikenali sebagai bukan miliknya. Respon imun alamiah ini dibedakan menjadi Respon Imun Non Spesifik dan Respon Imun Spesifik (adaptif). Respon imun non spesifik akan bereaksi secara stereotipik terhadap suatu antigen. Respon imun ini akan bereaksi terhadap antigen apapun yang masuk kedalam tubuh dan tidak berrsifat selektif. Sistim imun non spesifik merupakan pertahanan tubuh yang terdepan dan tidak ditujukan pada zat atau mikro organisme tertentu sehingga disebut non spesifik. Sistim imun nonspesifik ini dapat bersifat mekanik/fisik, biokimiawi, humoral maupun seluler. Yang bersifat mekanis atau fisik antara lain kulit, selaput lender, silia jalan nafas, refleks batuk serta bersin. Pertahanan biokimiawi meliputi pH asam dari keringat, berbagai lemak dan enzim pada kulit, sekresi mukosa saluran nafas, lisosim keringat, ludah, airmata. ASI serta asam lambung. Sistim imun non spesifik yang termasuk pertahanan humoral ialah sistim komplemen, interferon dan C- Modul Histologi Organ Limfatika Page 1
  • 3. Reactive Protein (CRP). Sedang pertahanan seluler non spesifik meliputi sel fagosit seperti makrofag, netrofil dan NK Cell. Sistim imun yang kedua adalah bersifat spesifik dan akan dibicarakan secara khusus dalam modul ini. Sistim ini merupakan pertahanan tubuh yang membutuhkan waktu untuk mengenal antigen terlebih dahulu sebelum memberikan reaksinya. Sistim imun spesifik mempunyai kemampuan untuk mengenal konfigurasi yang dianggap asing bagi dirinya dan secara genetic telah diprogramkan dapat mengenal dan bereaksi terhadap antigen tertentu. Sel utama yang menyusun sistim ini ialah sel limfosit yang tersebar di seluruh tubuh baik sebagai sel sendiri, jaringan limfatika maupun sebagai organ limfatika. Populasi sel limfosit dapat dijumpai pada jaringan ikat tubuh, sel-sel epitel, sirkulasi darah, cairan getah bening serta jaringa dan organ limfatika baik primer maupun sekunder. Meskipun mekanisme sistim imun spesifik ini sangat menguntungkan tubuh dilihat dari segi perlindungannya, namun dalam hal- hal tertentu respon imun ini respon imun ini dapat merugikan tubuh bahkan dapat bersifat fatal. Hal ini terjadi apabila terdapat suatu penyimpangan baik secara morfologis maupun fungsional. Gangguan-gangguan tersebut antara lain defisiensi sel limfosit oleh karena produksinya berkurang maupun disrusak oleh mikro organism (virus), lumpuhnya mekanisme respon imun terhadap suatu antigen, respon yang salah sperti pada alergi, reaksi anafilaktik dan penyakit auto imun yang terjadi apabila jaringan tubuh sendiri dikenali sebagai antigen dengan akibat terjadi respon imun terhadap jaringannya sendiri. Secara umum sistim imun mempunyai tiga fungsi utama, yaitu fungsi pertahanan, homeostasis dan perondaan. Fungsi pertahanan dapat dilihat dari reaksi tubuh terhadap mikroorganisme dan parasit. Hasil reaksinya berupa terbebas dari akibat yang merugikan atau sebaliknya yaitu menderita sakit oleh karena sistim imun tidak dapat melawan antigen tersebut. Fungsi homeostasis bertujuan memperoleh keseimbangan yaitu dengan menghancurkan unsure-unsur seluler yang telah rusak seperti sel darah yang telah habis masa hidupnya. Fungsi perondaan (surveillance) ditujukan untuk memantau pengenalan terhadap Modul Histologi Organ Limfatika Page 2
  • 4. sel-sel tubuh yang berubah menjadi abnormal oleh karena mutasi baik karena induksi zat kimia tertentu, sinar radiasi maupun infeksi virus. Terdapat beberapa factor yang dapat mempengaruhi mekanisme imun, antara lain factor genetik, metabolik, lingkungan, anatomi, fisiologi, umur serta mikroba. Faktor-faktor tersebut dapat menurunkan fungsi sistim imun sehingga menurunkan daya tahan tubuh. Sebagai contoh hormon steroid dapat menurunkan daya fagositosis, gizi jelek dapat menimbulkan imunodefisiensi, usia lanjut akan diikuti dengan kemunduran biologis termasuk sistim imun. Modul Histologi Organ Limfatika Page 3
  • 5. SEL LIMFOSIT Sel limfosit merupakan sel darah putih yang agranuler, artinya tidak mempunyai granula spesifik di dalam sitoplasmanya. Dari seluruh lekosit yang ad, sel limfosit ada sekitar 30% dari seluruh jumlah lekosit. Sel ini diproduksi di dalam sumsum tulang. Berbeda dengan jenis sel darah lainnya yang langsung dapat berfungsi begitu dilepas dari sumsum tulang, sel limfosit belum dapat berfungsi penuh. Limfosit memerlukan deferensiasi lebih lanjut sebelum dapat berfungsi penuh. Sejak semula sel-sel ini sudah diprogram untuk mengalami dua jalur perkembangan yang berbeda. Melalui jalur pertama sel limfosit akan mengalami deferensiasi di dalam kelenjar tymus, yang kemudian akan menjadi sel limfosit T. Sedang kelompok sel limfosit lain akan melalui jalur perkembangan kedua di dalam jaringan limfatika yang mirip dengan Bursa Fabricius burung. Pada manusia jaringan tersebut diduga terdapat di dalam sumsum tulang sendiri. Sementara beberapa ahli lain berpendapat bahwa jaringan tersebut terdapat di sepanjang saluran pencernaan. Melalui jalur perkembangan kedua ini sel berdeferensiasi menjadi sel limfosit B. Di dalam tubuh dikenal limfosit dalam berbagai ukuran, yaitu limfosit kecil dengan ukuran antara 4 – 7 mikron, limfosit sedang 7 – 11 mikron dan limfosit besar 11 – 15 mikron. Limfosit kecil umumnya tewrdapat dalam sirkulasi darah, bentuk pipih dan pada preparat hapusan darah tampak membesar berukuran antara 7 – 10 mikron. Di dalam jaringan limfatika tampak limfosit berbagai ukuran antara 4 – 15 mikron. Di dalam medium cair tampak limfosit berbentuk bulat, sedang dalam jaringan tampak berbentuk polihidral. Limfosit kecil mempunyai nucleus yang tampak padat dikelilingi oleh lapisan tipis sitoplasma. Nukleus terletak sentral, bentuk bulat dan tampak sebagai masa yang heterokromatis. Nukleolus kecil dan dapat diidentifikasi pada preparat hapusan darah. Sitoplasma tercat basofil dan mengandung granula azurofil. Dengan mikroskop electron tampak diplosom didekat nucleus dikelilingisejumlah kecil apparatus Golgi dan mitokondria. Ribosom bebas dalam jumlah sedang tersebar dalam sitoplasma. Granular endoplasmic reticulum kadang dapat terlihat, demikian pula tampak Modul Histologi Organ Limfatika Page 4
  • 6. sejumlah kecil lisosom. Pada limfosit ukuran sedang tampak nucleus dengan nucleolus yang lebih besar serta eukromatin. Sitoplasma lebih basofil disbanding limfosit kecil dengan ribosom bebas yang lebih nyata. Limfosit ukuran besar sering dikenal dengan limfoblas, sel pirorinofil atau sel imunoblas, tampak nucleus lebih eukromatin dengan dua nucleolus yang nyata. Sitoplasma sangat basofil dengan sejumlah besar ribosom bebas, tampak pula granula azurofil yang akan berwarna ungu dengan pewarnaan Romanowsky. Endoplasmik reticulum granular tampak dalam bentuk sisterna lebih nyata, demikian pula jumlah apparatus Golgi, mitokondria dan lisosom lebih banyak disbanding limfosit ukuran sedang. Limfosit ukuran besar ini sering tampak berlokasi pada jaringan limfatika, yaitu pada bagian yang disebut centrum germinativum. Limfosit ini merupakan bentuk yang teraktifasi oleh antigen yang sesuai. Dengan demikian terdapat beberapa petunjuk guna membedakan ketiga macam limfosit tersebut yaitu bahwa semakin besar ukuran maka 1) Sitoplasma lebih banyak serta mengandung ribosom yang lebih banyak pula. 2) Kelompokan heterokromatin dalam nucleus yang lebih sedikit. 3) Nukleolus tampak lebih jelas dalam inti yang lebih eukromatik, dan 4) Jumlah mitokondria yang lebih banyak serta apparatus Golgi yang lebih besar. Selain klasifikasi menurut ukuran, limfosit juga dibedakan menjadi dua atas dasar tanda molekuler khusus yang ada pada permukaan membrane sel. Kedua jenis tersebut adalah limfosit T dan limfosit B. Sebagaimana telah disebutkan diatas, kedua jenis limfosit ini mengalami jalur perkembangan yang berbeda dalam deferensiasinya. Antara limfosit T dan B sukar dibedakan dengan mikroskop cahaya maupun electron mikroskop. Dengan scaning mikroskop electron, sel limfosit T dalam sirkulasi darah tampak berukuran lebih kecil yaitiu sekitar 4,5 mikron diameternya dan mempunyai permukaan relative lebih halus disbandingkan dengan limfosit tipe B yang berukuran lebih besar, sekitar 5,6 mikron dan terlapisi oleh mikrovili pendek pada permukaannya. Kedua macam limfosit tersebut dapat dibedakan oleh karena adanya molekul immunoglobulin pada permukaan sel limfosit B yang dapat terdeteksi dengan cara imunofuorescen. Pada permukaan limfosit B terdapat reseptor Fc yang dapat berikatan dengan komplemen (C3). Sedang limfosit T tidak mempunyai reseptor tersebut. Limfosit T Modul Histologi Organ Limfatika Page 5
  • 7. manusia akan membentuk “rossete” dengan sel darah merah domba/biri-biri, sehingga dengan cara tersebut limfosit T dapat dibedakan dengan sel limfosit B. Saat ini untuk membedakan kedua macam limfosit tersebut dipergunakan beberapa cara, yaitu 1) Menggunakan marka/petanda yang terdapat pada masing-masing permukaan sel. 2) Melalui reaksinya terhadap mitogen (agen yang dapat merangsang pembelahan sel) dan 3) Mobilitas Elektroforesis. Melalui ketiga cara ini ternyata terdapat populasi limfosit yang tidak termasuk limfosit T maupun B. Kelompok sel ini disebut sel Null yang tidak mempunyai petanda di permukaannya dan diduga merupakan fase deferensiasi dari limfosit T dan limfosit B. Kedua jenis limfosit tersebut dapat pula dibedakan dengan cara tidak langsung. Apabila antibody yang diproduksi mengikat immunoglobulin dengan menyuntikkan antibody satu spesies kebinatang spesies lain, maka anti-immunoglobulin antibody yang terbentuk resipien dapat diisolasi. Anti- immunoglobulin antibody tersebut dapat berikatan dengan warna fluorescensi yang kemudian akan berinteraksi dengan permukaan sel limfosit sehingga dapat diamati dengan mikroskop fluerescen. Alternatif lain adalah atas dasar bahwa antibody dapat dilabel dengan iodine radioaktif dan dapat diamati mikroskop cahaya atau mikroskop electron autoradiografi. Cara yang ketiga adalah atas dasar bahwa antibody dapat berikatan dengan electron opaque ferritin, hemocyanin atau enzim horseradish peroksidase sehingga dapat diamati dengan mikroskop electron. Dengan cara tersebut dapat diidentifikasikan sel limfosit B yang telah dilabel dengan anti-immunoglobulin antibody dan diinkubasikan pada suhu 0 derajad Celsius. Meskipun sel limfosit disebut sebagai lekosit agranuler, namun di dalam sitoplasmanya didapatkan granula-granula dengan ukuran yang bervariasi dan tampak berwarna ungu dengan pewarnaan Romanowsky. Granula ini berbeda dengan granula spesifik dan disebut granula azurofil. Pada limfosit tikus putih didapatkan inklusiones berbentuk sferis dan besar yang disebut Kurloff bodies. Pada preparat hapusan darah dapat dilihat dengan pewarnaan yang sama dengan granula azurofil. Dalam keadaan hidup, Kurloff bodies tampak homogeny dan berwarna hijau kekuningan. Selain itu tampak pula beberapa vacuole yang mengelilingi sentrosoma dan dapat dilihat dengan pewarnaan Neutral Red. Modul Histologi Organ Limfatika Page 6
  • 8. A. SEL LIMFOSIT T Sel limfosit diproduksi didalam sumsum tulang. Adanya dua macam tipe diakibatkan tempat pematangannya yang berbeda. Sel limfosit T mengalami pematangan dan deprogram di dalam kelenjar tymus. Sebagian besar sel T berumur panjang dan bersirkulasi dalam darah dan cairan limfe. Prekursol sel mula-mula bermigrasi kejaringan tymus, sel kemudian disebut tymosit. Sekl mula-mula berlokasi pada bagian korteks yang kemudian akan mengalami deferensiasi dan memasuki bagian medulla. Dalam kelenjar tymus, sel tidak mengalami kontak dengan konfigurasi asing atau antigen karena adanya mekanisme blood thymus barrier. Kondisi ini dapat terjadi sehubungan bentuk stroma/kerangka dasar yang khas berbentuk epitel retikuler, sehingga mampu menghalangi kontak dengan antigen. Sel limfosit T deprogram untuk dapat mengenaldan bereaksi terhadap antigen tertentu dengan adanya reseptor khusus dipermukaan membrane selnya. Reseptor tersebut tidak identik dengan reseptor yang ada pada permukaan sel limfosit B. Apabila sel T teraktifasi oleh antigen yang sesuai maka sel akan membesar dan mengalami proliferasi menghasilkan populasi sel sejenis. Sel-sel kemudian akan mengalami deferensiasi menjadi empat macam subtype limfosit T, yaitu 1) Sel T pembunuh (Cytotoxic T Limphocyt), sel ini mampu menghancurkan sel yang memuat antigen yang dikenalinya. Reaksi imunologis dengan perantaraan sel pembunuh ini dikenal dengan reaksi imunologis seluler. Sebagai contoh adalah dihancurkannya jaringan transplantasi oleh sel T pembunuh. Sel mampu menghancurkan sel-sel cangkokan secara kontak langsung. Kontak dilakukan prosesus sitoplasmatik dengan membrane sel sasaran. Sebagian membrane sel akan bertindak sebagai gap junction sehingga dapat dilalui ion dan molekul kecil. Ion-ion Kalium akan keluar dari sel sasaran dan Natrium bersama air akan masuk kedalam sel. Akibatnya akan terjadi pembengkakan osmotis diikuti dengan lisis dan kematian sel. 2) Sel T memori, sel ini akan berlokasi didalam kelenjar getah bening (limfonodus) mengalami proliferasi menjadi limfosit ukuran kecil. Populasi sel ini sudah diprogram untuk bereaksi hanya dengan antigen yang menyebabkan terbentuknya sel tersebut. Beberapa diantaranya akan mengalami resirkulasi (keluar dari limfonodus, masuk aliran limfe dan sirkulasi darah serta kembali kedalam Modul Histologi Organ Limfatika Page 7
  • 9. limfonodus). Apabila dikemudian hari antigen yang sama masuk kedalam tubuh, maka sel T memori akan bereaksi dan bertindak lebih cepat. 3) Sel T Supresor, sel ini akan berperan menekan aktifitas dari sel T Helper dan mampu bekerja sama dengan proses proliferasi dan deferensiasi sel limfosit B maupun limfosit T. Sehingga sel ini mampu bekerja sama dengan sistim imun humoral maupun seluler. 4) Sel T Helper, sel ini mampu merangsang respon imun yang diselenggarakan oleh limfosit . Seperti diketahui bahwa sel limfosit dapat diaktifasi melalui dua cara, yang pertama adalah kontak dengan antigen reseptor immunoglobulin yang ada pada permukaan selnya. Cara yang kedua adalah melalui kerja sama dengan limfosit T. Dalam hal ini aktifasi sel B tidak akan terjadi sebelum bekerja sama dengan limfosit T. Antigen yang merangsang kondisi tersebut dikenal dengan Thymus Dependent Antigen . Limfosit T mampu menolong aktifasi sel limfosit B oleh karena sel tersebut juga diprogram dapat bereaksi spesifik dengan antigen yang berikatan dengan reseptor permukaan sel B, sel tersebut adalah sel T Helper. B. SEL LIMFOSIT B Yang menjadi sel efektor dari sel limfosit B adalah sel Plasma. Bila ada antigen masuk kedalam tubuh maka akan dikenali oleh limfosit B yang diprogramkan untuk antigen tersebut. Sel kemudian teraktifasi dan menjadi besar ukurannya yang disebut dengan sel limfoblas, sel pironinofil atau plasmablas. Sel kemudian akan mengalami proliferasi dan deferensiasi menjadi sel plasma dan sel memori. Sel plasma mampu membentuk dan mensekresi antibodi yang akan menetralisir antigen melalui ikatan antigen-antibodi atau melalui proses opsonisasi. Sel B memori berbentuk limfosit kecil yang inaktif, berumur panjang dan berlokasi di dalam kelenjar limfatika dalam jangka lama. Sel B memori dapat diaktifkan oleh antigen yang sejenis dengan waktu yang relatif lebih cepat (Respon Imun Sekunder). C. SEL PLASMA Sel ini berfungsi mensintesis dan mensekresi immunoglobulin atau antibodi. Endoplasmik retikulum granuler bentuk sisternal sangat menonjol. Sel plasma merupakan Modul Histologi Organ Limfatika Page 8
  • 10. tahap deferensiasi akhir dari limfosit B. Populasi sel terdapat pada bagian medula dari kelenjar limfatika, zona marginalis dan genjel-genjel lien serta tersebar dalam jaringan ikat tubuh. Didalam lamina propria mukosa usus juga banyak didapatkan sel plasma yang dengan metode immunofluoresen dapat diketahuii bahwa sel tersebut menghasilkan immunoglobulin A. Selama fase akut dari respon imun humoral, sejumlah besar sel plasma imatur tampak pada bagian dalam korteks kelenjar limfatika (limfonodus) serta pada perbatasan antara pulpa putih dan pulpa merah lien. Sel plasma matur jarang dijumpai dalam darah maupun cairan limfe. Sedang bentuk imatur dapat dijumpai pula dalam darah dan cairan limfe. Dalam darah, sel plasma berukuran seperti limfosit kecil, inti ditengah dan tercat gelap. Dalam sitoplasmanya banyak dijumpai endoplasmik retikulum granuler. Sel plasma umumnya berukuran antara 6 – 20 mikron , berbentuk bulat atau polihidral tergantung dari lokasinya, inti eksentris, bulat dengan nukleolus kecil. Di sepanjang membran inti tampak masa heterokromatis yang tersusun radier sehingga memberi kesan gambaran seperti roda pedati. Sitoplasma tercat basofil kuat kecuali jukstanuklear yang tampak sebagai daerah pucat dimana terdapat diplosom yan g dikelilingi apparatus Golgi. Sifat basofil tersebut terutama berasal dari padatnya endoplasmik retikulum granuler. Eksperimen immuno-labele dengan Ferritin atau Horseradish peroksidase, tampak dalam sisternal endoplasmik retikulum dipenuhi oleh immunoglobulin. Apparatus Golgii sel plasma matur berukuran besar dan didapatkan pula sejumlah kecil mitokondria. Di dalam beberapa sisterna endoplasmik retikulum didapatkan masa padat dikenall dengan Russel bodies yang merupakan masa yang mengandung molekul immunoglobulin yang belum sempurna. Hal ini menunjukkan bahwa masa tersebut merupakan sisa-sisa sintesis atau oleh karena transportasi immunoglobulin intraseluler yang terhambat. Sel plasmablas yang merupakan prekursor dari sel plasma sukar dibedakan dengan limfoblas atau limfosit ukuran besar. Inti kaya eukromatin dengan nukleolus yang besar. Dalam sitoplasma banyak poliribosom bebas. Transisi dari plasmablas kesel plasma ditandai dengan kondensasi kromatin, nukleolus mengecil, poliribosom menghilang, apparatus Golgi membesar, endoplasmik retikulum granuler tersusun paralel, konsentris dan tampak membengkak. Modul Histologi Organ Limfatika Page 9
  • 11. D. RESPON IMUNOLOGIS Limfosit mempunyai kemampuan mengenal makromolekul yang ada di permukaan virus, bakteri maupun permukaan sel-sel yang mempunyai corak yang berbeda dengan kondisi normal individu, yang kemudian terjadi reaksi pertahanan spesifik yang disebut respon imun. Selama ontogeni sistim imun dan mungkin pula sepanjang kehidupan, sel limfosit selalu dibentuk dan mungkin pula sepanjang kehidupan, sel limfosit selalu dibentuk dan setiap sel diprogram untuk dapat mengenal dan bereaksi terhadap satu atau beberapa antigen tertentu yang dikenal dengan teori seleksi klonal. Apabila ada antigen tertentu untuk pertama kali masuk kedalam tubuh maka akan terjadi respon imun primer. Antigen akan segera dikenali oleh sell limfosit yang sesuai, artinya yang secara genetik telah diprogram untuk bereaksii terhadap antigen tersebut. Sel limfosit yang teraktifasi kemudian akan mengalami transformasi berupa perubahan baik morfologi maupun biokimiawi. Sel akan berubah menjadi besar yang dikenal dengan limfoblas dan kemudian akan mengalami proliferasi dan deferensiasi. Proliferasi akan menghasilkan populasi sel yang sejenis, hall ini disebut dengan ekspansi klonal. Sedang deferensiasi akan menghasilkan dua populasi sel yaitu sel efektor dan sel memori. Kelompok sel efektor merupakan bentuk aktif yang akan bereaksi terhadap antigen yang bersangkutan, sehingga terjadi netralisasi atau penghancuran secara langsung. Sedang kelompok sel memori merupakan bentuk inaktif namun mampu menimbulkan respon imun yang lebih cepat dan lebih efisien apabila dikemudian hari tubuh terpapar dengan antigen sejenis. Hall ini disebut respon imun sekunder. Apabila yang teraktifasi adalah sel limfosit B, maka sel efektor yang terbentuk disebut sel plasma atau plasmasit yang mampu mensintesis dan mensekresikan immunoglobulin atau antibodi yang akan mengikat antigen membentuk kompleks antigen-antibodi sehingga tidak memgahayakan tubuh. Namun dalam keadaan tertentu seperti kondisi hipersensitifitas akan terjadi reaksi yang menyimpang. Hal ini justru dapat menimbulkan kerusakan jaringan tubuh sendiri. Antibodi juga mampu memudahkan sel fagositosis seperti makrofag untuk dapat melakukan fagositosis secara lebih efektif. Hal ini dikenal dengan proses opsonisasi. Apabila Modul Histologi Organ Limfatika Page 10
  • 12. yang teraktifasi adalah limfosit T, maka deferensiasinya akan menghasilkan limfosit T pembunuh (Cytotoxic Cell Lymphocyt) yang mampu menghancurkan antigen dengan kontak langsung. Oleh karena sistim imun disini diperantarai oleh sel (sel pembunuh), maka reaksi tersebut dikenal dengan respon imun seluler. Sedang respon imun yang dilakukan oleh sel limfosit B yang diperantarai oleh immunoglobulin atau antibodi dikenal dengan respon imun humoral. Sel limfosit mampu mengenali antigen dikarenakan pada permukaan sel limfosit baik B maupun T dilengkapi oleh molekul reseptor. Pada permukaan limfosit T terdapat molekul reseptor antigen yang berbentuk heterodimer yang mempunyai rantai alfa dan beta. Sedang pada permukaan limfosit B terdapat molekul immunoglobulin. Terdapat perbedaan yang menyolok didalam proses pengenalan antara limfosit B dan T. Limfosit B dapat melaksanakan pengenalan dengan sendirinya tanpa bantuan dari luar sel. Sedang limfosit T, untuk dapat mengenal antigen memerlukan bantuan sel lain yang dikenal dengan sel pelengkap atau acesory cell yang merupakan sel penyaji antigen (Antigen Presenting Cell). Yang berperan sebagai sel pelengkap tersebut antara lain sel makrofag dan sel Langerhans kulit. Sel-sel tersebut mampu memproses secara kimiawi terlebih dahulu antigen, sehingga dapat disajikan dan dikenali limfosit T. Antigen yang dapat dikenali oleh limfosit T dengan cara ini antara lain antigen eksogen maupun endogen seperti sel tubuh yang sudah berubah sifat baik oleh karena infeksi virus atau tumor. Sedang antigen eksogen ialah jaringan transplantasi. Pengenalan sel limfosit terhadap antigen terjadi oleh karena ikatan antara reseptor membran sel limfosit dengan determinan antigenik atau epitop suatu konfigurasi asing. Pengikatan antigen dengan sel limfosit T dapat dipelajari didalam laboratorium, di mana suspensi limfosit Rodensia dicampur dengan eritrosit domba (yang merupakan antigen). Namun teknik ini tidak dapat diaplikasikan pada limfosit manusia oleh karena sebagian besar limfosit mengikat eritrosit domba secara tidak spesifik. Percobaan tersebut dapat pula dikombinasikan dengan teknik autoradiografi serta teknik immunofluoresen dengan menggunakan labele Yodium radioaktif dan Fluorokhrom-conjugated antibody. Modul Histologi Organ Limfatika Page 11
  • 13. Sel limfosit T yang telah mengikat antigen akan mengalami transformasi menjadi limfoblas yang mampu mengadakan proliferasi (proses amplifikasi). Sel menjadi berukuran lebih besar (7 – 15 mikron), inti eukromatis, nukleolus besar serta didapatkan sejumlah besar poliribosom dan apparatus Golgi yang dominan dalam sitoplasmanya. Terjadi fenomena peripolesis dimana sel limfosit dalam kultur mampu bergerak, mengidentifikasi serta mengadakan penetrasi kedalam sel-sel lain. Limfosit T yang telah mengalami transformasi dapat mengadakan interaksi dengan limfosit B sehingga merangsang sel untuk berdeferensiasi menjadi sel plasma yang kemudian akan memproduksi antibodi. Proliferasi limfoblas juga menghasilkan T memori dalam bentuk limfosit kecil. Sel T pembunuh (Cytotoxic Lymphocyt) dapat menyerang langsung sel asing atau melalui sintesis mediator limfokin. Kontak langsung akan menyebabkan lisis sel. Mediator atau limfokin yang dihasilkan mempunyai BM 8000 – 80.000 dalton dan mempunyai aktifitas farmakologis. Zat tersebut bukan merupakan immunoglobulin dan dapat diekstraksi dari supernatan kultur limfosit yang dirangsang dengan mitogen. Mediator yang dapat diidentifikasi antara lain: 1) Migration Inhibiting Factor (MIF), yang akan memobilisasikan makrofag serta merangsang sel tersebut berakumulasi disekitar antigen. 2) Limfotoksin (LT), yang dapat membuat lisis sel. 3) Lymphocyt Transforming Factor (LTF) atau Blastogenic Factor (BF, yang menyebabkan transformasi dan ekspansi klonal sel limfosit yang tidak teraktifasi. Dalam hal ini mirip dengan aksi mitogen. 4) Cloning & Proliferation Factor (CIF & PIF), yang mampu menghambat mitosis didalam kultur sel. Reseptor antigen pada permukaan sel limfosit B adalah immunoglobulin. Dalam hal ini dapat ditunjukkan dengan adanya ikatan spesifik dari antigen radioaktif dan membran sel yang dapat dicegah dengan anti-immunoglobulin antibodi. Jumlah reseptor immunoglobulin bervariasi antara 50.000 – 150.000 per sel. Keadaan ini jauh di atas reseptor limfosit T. Ikatan tersebut dirangsang oleh antigenbentuk polimer seperti pada pneumokokus atau polisakarida. Aktifasi sel B dapat pula dirangsang atau oleh karena partisipasi sel T (T Helper). Sel B yang Modul Histologi Organ Limfatika Page 12
  • 14. teraktifasi akan menghasilkan dua kelompok sel yaitu sel plasma dan sel memori. Sel plasma akan menghasilkan immunoglobulin yang pada manusia ada lima jenis, yaitu Ig G, Ig A, Ig M, Ig D dan Ig E. E. IMMUNOGLOBULIN Immunoglobulin merupakan molekul glikoprotein yang tersusun oleh polipeptida (82 – 96 %) dan karbohidrat (4 – 18 %). Aktifitas biologiknya terletak pada komponen polipeptida, dalam hal ini adalah akifitas antibodi. Aktifitas tersebut adalah mengikat substansi (antigen) yang membangkitkan respon imun sehingga dihasilkan immunoglobulin tersebet. Di dalam darah, kadar immunoglobulin sekitar 20 % dari seluruh komponen protein . Selain itu immunoglobulin juga didapatkan dalam cairan ekstravaskuler , sekret kelenjar dan pada permukaan membran sel limfosit B. Molekul immunoglobulin terdiri atas empat rantai polipeptida yang masing-masing diikat melalui ikatan disulfida. Rantai polipeptida tersebut merupakan rantai panjang atau rantai H (Heavy Chain) dan rantai pendek atau rantai L (Light Chain). Berat Molekul rantai H sekitar 50.000 – 70.000 sedang BM rantai L sekitar 23.000. Dalam setiap rantai tersebut terdapat dua regio yang berbeda sifat, yaitu regio V (Variable) yang merupakan daerah tidak tetap dan regio C (Constan) yang merupakan daerah relatif menetap susunan asam aminonya. Pada regio V inilah terjadi ikatan antara antibodi dan antigen. Dilihat dari struktur ranta H nya, maka antibodi dibedakan menjadi lima kelas yaitu Ig G, Ig A, Ig M, Ig E dan Ig D. Sebagian besar immunoglobulin dalam tubuh adalah type G yaitu sekitar 75 %. 1). IMMUNOGLOBULIN G Berat molekulnya 160.000 dan merupakan satu-satunya immunoglobulin yang mampu menembus barrier plasenta masuk kedalam sirkulasi janin dan bertanggung jawab dalam perlindungan bayi yang belum sempurna sistim imunnya. Ig G juga membantu meningkatkan fagositosis makrofag lewat proses opsonisasi. Kada Ig G dalam tubuh bayi secara gradual akan menurun sampai bulan ke enam kelahiran. Modul Histologi Organ Limfatika Page 13
  • 15. 2). IMMUNOGLOBULIN A Di dalam tubuh jumlahnya sekitar 15 % dari seluruh Immunoglobulin. Berat Molekulnya 160.000 dan terdapat di dalam air mata, kolostrum, saliva, sekret hidung, prostat dan di dalam cairan vagina. Ig A dapat berikatan dengan komponen sekresi dengan perantaraan protein J. Protein ini disekresikan oleh sel plasma yang terdapat pada lapisan mukosa dinding saluran pencernaan, saluran pernafasan dan saluran kemih. Ikatan SIg A ini mempunyai Berat Molekul 400.000 dan bertanggung jawab melindungi mukosa terhadap invasi bakteri. 3). IMMUNOGLOBULIN M Immunoglobulin jenis ini mempunyai Berat Molekul 900.000 dan merupakan 10 % dari jumlah seluruh immunoglobulin yang ada. Ig M merupakan immunoglobulin yang paling efisien dalam mengaktifkan komplemen. Komplemen adalah suatu kelompok enzim di dalam plasma yang mempunyai kemampuan melisiskan bakteri serta ikut berpartisipasi dalam respon imun. Ig M juga merupakan antibodi terhadap golongan darah. 4). IMMUNOGLOBULIN D Ig D terdapat dalam jumlah sangat kecil dalam serum (0,2 %) dan memiliki BM sekitar 180.000. Ig D labil terhadap suhu dan enzim proteolitik dan sering terdapat bersama Ig M pada permukaan limfosit yang belum terkena antigen. Mereka sukar dipelajari karena konsentrasinya dalam darah sangat rendah. Fungsi dalam respon imun belum diketahui dengan pasti. Diduga Ig Ini ikut terlibat dalam proses deferensiasi limfosit B dan pengenalan antigen. 5). IMMUNOGLOBULIN E Ig E mempunyai BM 72.000 dan terdapat dalam serum hanya sedikit sekali yaitu sekitar 0,004 % Ig ini tidak berperan penting dalam respon terhadap masuknya mikroorganisme patogen kedalam tubuh, namun terlibat dalam beberapa bentuk reaksi alergik. Bagian C nya terikat erat pada sel mast jaringan ikat dan sel basofil darah. Interaksi kemudian dari Ig E Modul Histologi Organ Limfatika Page 14
  • 16. terikat dengan allergen menyebabkan sel mast mengalami degranulasi, membebaskan histamin dan molekul aktif lainnya seperti SRS-A (Slow Reacting Substance of Anaphylaxis) dan ECF-A (Eosinophil Chemotatic Factor of Anaphylaxis), yang menimbulkan gejala klinik yang berhubungan dengan allergi. Secara umum fungsi dari immunoglobulin atau antibodi adalah: 1) Mengikat antigen atau epitop yang menyebabkan timbulnya respon imun yang bersangkutan. Di mana fungsi ini dilakukan oleh regio Variable dari kedua rantai immunoglobulin. 2) Mengikat membran sel mast jaringan ikat melalui regio Constan sehingga terjadi degranulasi dan melepaskan Histamin serta molekul aktif lainnya, sebagaimana yang terjadi pada reaksi allergi. 3) Mengikat molekul komplemen serta mengaktifkannya. 4) Merangsang timbulnya proses opsonisasi sehingga meningkatkan daya fagositosis sel makrofag. Pada permukaan sel makrofag terdapat reseptor C yang dapat berikatan dengan regio C dari immunoglobulin. F. SIRKULASI SEL LIMFOSIT Sistim imun terdiri atas organ-organ limfatika, sel-sel limfosit yang menginfiltrasi epitel dan jaringan ikat serta limfosit dalam sirkulasi darah dan limfe. Organ-organ limfatika umumnya disusun oleh jaringan limfatika secara keseluruhan kecuali lien, di mana terdapat sebagian jaringan yang tidak berfungsi immunologis yaitu pulpa merah lien. Kumpulan jaringan limfatika dapat dijumpai di seluruh tubuh, kecuali dalam sistim saraf sentral. Sumsum tulang, meskipun tidak termasuk dalam sistim imun merupakan sumber stem sel atau sel prekursor atau sel punca limfosit pada akhir kehidupan embryonal dan pada kehidupan post natal. Daerah-daerah sistim imun yang begitu tersebar, di dalam tubuh mempunyai jaringan komunikasi baik melalui limfe maupun sirkulasi darah. Modul Histologi Organ Limfatika Page 15
  • 17. Stem sel, sel punca atau prekursor limfosit mula-mula diproduksi didalam sakus vitelinus embryo dan sumsum tulang pada keadaan dewasa. Dari jaringan tersebut, limfosit akan bermigrasi melalui sirkulasi darah menuju ke jaringan limfatika primer yatu kelenjar tymus dan jarinagn mirip dengan bursa fabrisius burung. Di dalam jaringan tersebut limfosit akan mengalami proliferasi spontan (bukan karena rangsangan antigen) serta berdeferensiasi menjadi limfosit T dan limfosit B. Kedua jenis limfosit kemudian akan memasuki aliran darah kemudian akan berlokasi di dalam organ-organ limfatika maupun jaringan ikat tubuh. Apabila limfosit kontak dengan antigen dan terjadi transformasi, proliferasi serta deferensiasi terbentuk sel-sel efektor limfosit, Sel T pembunuh untuk limfosit T dan sel plasma untuk limfosit B. Dengan demikian dapat berjalan fungsi perondaan dari sistim imun. Limfosit secara terus menerus bergerak dari satu tempat ke tempat lain di seluruh tubuh melalui organ limfatika, cairan limfe dan sirkulasi darah. Pergerakan sel-sel limfosit dapat bersifat cepat maupun lambat. Migrasi prekursor limfosit dari sumsum tulang menuju ke jaringan limfatika primer (sentral) dan organ limfatika sekunder (perifer) memerlukan waktu beberapa minggu. Sedang sirkulasi limfosit dalam darah menuju kelenjar limfe, jaringan limfatika dan kembali kedalam darah hanya memerlukan waktu beberapa jam saja. Corak migrasi ini dikenal dengan resirkulasi. Selain itu juga dikenal corak pergerakan lain yaitu dalam keadaan reaksi imun akut, di mana sel efektor akan beredar melalui cairan limfe dan sirkulasii darah . Sel plasma banyak dijumpai pada lamina propria mukosa saluran pencernaan di mana sel akan mengalami maturasi dan mensintesis serta mensekresikan Immunoglobulin A. Peristiwa resirkulasi dapat didemonstrasikan dengan melakukan drainase sel-sel limfosit dalam fistula kronis dari duktus torasikus. Dengan cara inii sebagian besar cairan limfe seluruh tubuh dapat ditampung, di mana pada manusia didapat 2 – 30 x 10.000/mm kubik, sebagian besar dalam bentuk limfosit kecil (90 – 95 %). Sebagian kecil lainnya berukuran besar dan prekursor sel plasma akan menuju mukosa saluran pencernaan. Limfosit kecil dari dukstus torasikus cukup untuk mengganti seluruh limfosit darah dalam Modul Histologi Organ Limfatika Page 16
  • 18. keadaan konstan. Apabila drainase dilakukan dalam jangka panjang akan terjadi limfopenia serta berkurangnya populasi limfosit dalam lien, limfonodus serta jaringan limfatika lainnya. Apabila dilakukan labelisasi radioaktif sel limfosit secara in vitro dan kemudian disuntikkan secara intra vena akan dapat diamati kecepatan limfosit meninggalkan darah dan berlokasi di dalam organ limfatika perifer. Sel limfosit ternyata tidak memasuki jaringan tymus maupun sumsum tulang. Migrasi limfosit kecil hanya dari darah menuju ke organ-organ limfatika perifer serta jaringan limfatika yang kemudian meninggalkan jaringan masuk kedalam darah dan cairan limfe lagi. Radiasi pada hilus lienalis akan menurunkan jumlah limfosit yang berresirkulasi. Resirkulasi berjalan sangat cepat, hal ini dapat dilihat dari waktu yang dibutuhkan limfosit untuk transit, misalkan waktu transit dalam sebagian besar sel yang mengalami nresirkulasi adalah limfosit T (85 % pada tikus) dan sisanya limfosit B. Drainase pada duktus torasikus mengakibatkan penurunan selekstif pada daerah tertentu. Mula-mula sel limfosit menghilang pada bagian dalam korteks limfonodus, daerah selubung limfatik periarterial lien dan pada daerah internoduler plaques Peyeri ilium. Kondisi tersebut mirip dengan menghilangnya sel-sel limfosit pada neonatal rodensia yang mengalami tymektomi, daerah tersebut dikenal dengan daerah tymus dependent. Kesimpulannya, komponen utama yang mengalami resirkulasi adalah limfosit T. Sel-sel tersebut secara cepat mengalami mobilisasi dari organ limfatika perifer. Apabila drainase duktus torasikus diperpanjang lagi waktunya, maka akan tampak pengurangan sel-sel limfosit pada daerah tymus-dependent , yaitu pada daerah superfisial korteks dan genjel-genjel (cord) medula limfosnodus serta bagian tepi pulpa putih lien. Mobilisasi lambat dari resirkulasi inii dialami oleh sel—sel limfosit B. Labelisasi radioaktif sel limfosit B dan T yang kemudian disuntikkan secara intra vena menunjukkan bahwa sel-sel tersebut akan berlokasi pada daerah-daerah tymus-dependent maupun tymus-independent dari organ limfatika perifer. Di dalam darah manusia, 69 – 82 % limfosit type T dan 20 – 30 % limfosit B. Modul Histologi Organ Limfatika Page 17
  • 19. Resirkulasi sel-sel limfosit baik B maupun T kedalam limfonodus melalui venule post kapiler spesifik yang disebut High Endothelial Venules (HEV) yang terdapat pada bagian dalam korteks limfonodus (zona parakorteks) . Migrasi resirkulasi limfosit dari darah menuju kejaringan limfatika dikenal dengan istilah Homing. Hal ini terjadi oleh karena adanya Homing Receptor pada permukaan sel limfosit yang akan menempel pada sel endotel pembuluh darah khusus (HEV) di dalam jaringan limfatika. Berbeda dengan sel-sel darah pada umumnya yang dapat memasuki jaringan, sel limfosit tidak hanya demikian saja namun juga masuk kembali kedalam sirkulasi darah. Resirkulasi inii tidak tergantung aktifasi antigen. Limfosit yang mengalami resirkulasi terutama adalah limfosit T, memori serta limfosit T perawan. Modul Histologi Organ Limfatika Page 18
  • 20. JARINGAN LIMFATIKA Sel limfosit dapat berdiri sendiri di dalam cairan darah, cairan limfe, jaringan pengikat longgar serta di dalam jaringan epitel. Pada beberapa organ terutama saluran pencernaan, pernafasan maupun saluran kemih, sel-sel limfosit terdapat bersama-sama dengan sel plasma dan makrofag membentuk masa padat di dalam jaringan longgar lamina propria. Di dalam organ limfatika, seperti tymus, limfonodus, pulpa putih lien serta tonsila, sel-sel limfosit tersusun sebagai jaringan limfatika yang tampak dominan dalam organ tersebut. Kerangka atau stroma jaringan limfatika disusun oleh jaringan pengikat retikuler dengan sel-sel retikuler dan serabut retikuler. Atas dasar kepadatannya jaringan limfatika dibedakan menjadi jaringan limfatika jarang dan jaringan limfatika padat. Sedang secara morfologisnya, jaringan limfatika dibedakan menjadi bentuk difusa dan bentuk noduler. Jaringan limfatika difusa tersusun oleh sel-sel limfosit yang tersebar dan tidak membentuk bangunan tertentu. Jaringan limfatika ini dapat ditemukan pada daerah internoduler korteks, bagian dalam korteks serta daerah medula limfonodus, selubung limfatk periarterial lien, daerah internoduler tonsila dan plaques Peyeri ilium. Jaringan limfatika juga disusun stroma mirip spons yang dipenuhi dengan sel-sel limfosit. Stroma disusun oleh sel dan serabut retikuler yang berasal dari jaringan mesenkimal. Serabut retkuler dapat ditunjukkan dengan pewarnaan impregnasi perak. Sel retikuler tampak berbentuk stelat dengan inti oval, eukromatik dan sitoplasma asidofil. Pada pewarnaan vital, beberapa sel retikuler (tidak semua) tampak residual bodies zat warna dalam sitoplasmanya, hal ini menunjukkan ada sel retikuler yang mampu mengadakan fagositosis zat warna. Pengamatan dengan mikroskop elektron menunjukkan adanya sisterna endoplasmik retikulum granuler dalam berbagai ukuran, apparatus Golgi yang berkembang sempurna. Sedang organela lainnya tidak begitu nyata. Pada bagian perifer sel umumnya bebas dari organela. Selain itu terdapat juga fixed-makrofag. Percobaan dengan labelisasi 3H-Thymidin, sel retikuler dalam limfonodus menunjukkan proses Modul Histologi Organ Limfatika Page 19
  • 21. regenerasi sel yang sangat lambat. Selama regenerasi limfonodus sesudah dilakukan radiasi, tidak didapatkan sel retikuler yang terlabelisasi dalam parenkim jaringan limfatika. Sebagaimana sel fibroblas, sel retikuler juga mampu mensintesis serabut retikuler. Sel-sel bebas dalam jaringan limfatika difusa yang ada antara lain limfosit dalam berbagai ukuran, sel makrofag dan sel plasma. Bentuk kedua dari jaringan limfatika adalah limfonodulus (nodulus limfatikus). Jaringan berbentuk bulat, padat dan umumnya tersebar di antara jaringan limfatika difusa. Jaringan limfatika bentuk nodulus ini dapat dijumpai pada korteks limfonodus, bagian perifer pulpa putih lien, lamina propria saluran pencernaan, pernafasan dan saluran kemih. Jaringan ini juga banyak didapat pada tonsila, plaques Peyeri dan apendiks. Limfonodulus dibedakan menjadi primer dan sekunder. Yang terakhir ini disebut pula dengan sentrum germinativum. Nodulus primer terutama disusun oleh sel-sel limfosit ukuran kecil dan tampak tercat lebih gelap. Sentrum germinativum disusun sel-sel limfosit dengan ukuran yang lebih besar , tercat terang atau pucat yang tersusun sferis dengan ujung berupa topi (cap) dari sel-sel limfosit kecil. Sentrum germinativum terdapat pada hampr semua jaringan limfatika kecuali pada tymus. Pada pengamatan dengan mikroskop cahaya, bangunan ini tampak sebagai suatu masa yangsferis dengan populasi sel yang kelihatan gelap pada satu sisi serta populasi sel yang tampak terang pada sisi yang lain. Sentrum germinativum dikelilingi oleh suatu kapsula yang tersusun oleh sel-sel yang memanjang. Bentuk bangunan ini tampaknya dipengaruhi oleh sekitarnya, di dalam limfonodus daerah terang dan ujung limfosit (limfosit cap) mengarah ke sinus marginalis. Sedang pada lien mengarah ke piulpa merah. Pada saluran pencernaan dan pernafasan posisi tadi mengarah ke permukaan epitel. Apabila pemotongan histologist tepat melalui sumbu sentrum germinativum, maka gambaran polarisasi tersebut tidak kelihatan. Cap yang tersusun limfosit-limfosit kecil tampak berbentuk sirkuler tipis yang mengelilingi sentrum germinativum. Modul Histologi Organ Limfatika Page 20
  • 22. Daerah yang tercat gelap dari sentrum germinativum terjadi oleh karena menyerap zat warna secara kuat dari inti dan sitoplasma yang basofil. Sel-sel tersebut adalah limfoblas yang (sel pironinofil), limfosit ukuran sedang dan besar dan sel-sel yang sedang mengalami transformasi menjadi sel plasma. Kesemua sel tersebut akan berproliferasi, mengandung antibody dalam ruangan perinuklearnya dan terdapat sisterna endoplasmic reticulum granuler. Pada daerah ini juga terdapat sel-sel makrofag. Sel-sel bebas tersebut memenuhi stroma yang disusun sel stelat yang satu sama lain dihubungkan dengan perantaraan desmosom. Sel ini akan tampak jelas dengan pewarnaan perak dan disebut sebagai sel denritik oleh karena mempunyai banyak prosesus. Pada perbatasan antara daerah gelap dan terang yaitu pada kutub sentrum germinativum, sel-sel besar akan berubah menjadi sel-sel limfosit ukuran kecil yang tidak menunjukkan gambaran proses pembelahan, jumlah sel makrofag menurun dan sel denritik dengan sitoplasma eosinofilik tampak banyak mempunyai prosesus. Kapsula sentrum germinativum disusun oleh beberapa lapis sel retikuler yang berbentuk pipih dan dihubungkan dan dihubungkan satu sama lain dengan perantaraan desmosom. Sel plasma matur tersebar di dalam sentrum germinativum kecuali pada tonsila. Serabut-serabut retikuler tersebar di bagian tengah dan tersusun konsentris di bagian tepi. Sentrum germinativum tidak selalu tampak di dalam jaringan limfatika, pada suatu ketika bangunan ini akan mengalami involusi dan menghilang. Sentrum germinativum pertama kali muncul sebagai sarang-sarang kecil limfoblas yang secara progresif tumbuh dan mencapai diameter 1 mm. Pada sentrum germinativum yang sangat besar banyak dijumpai sel-sel fagositosis dipenuhi residual bodies dalam sitoplasmanya. Umur sentrum germinativum tidak diketahui secara pasti. Secara fungsional, sentrum germinativum dianggap berperan di dalam pembentukan sel limfosit yang beberapa di antaranya yang beberapa di antaranya mati dan difagositosis oleh makrofag. Penelitian secara autoradiografi pada tonsila setelah penyuntikan dengan 3H- thymidin menunjukkan bahwa sel-sel limfosit muncul dari dalam sentrum germinativum dan bergerak menuju daerah cap yang akhirnya bermigrasi kedalam jaringan epitel. Sel denritik Modul Histologi Organ Limfatika Page 21
  • 23. tidak menunjukkan kemampuan fagositosis sebagaimana pendapat dahulu. Sel ini menunjukkan dapat menjebak antigen sehingga lebih dapat kontak dengan sel limfosit, mengikat kompleks antigen-antibodi serta partikel-partikel lain seperti karbon, titanium oksida dan besi oksida. Sentrum germinativum juga terbentuk pada rodensia yang mengalami tymektomi sewaktu lahir serta pada pasien dengan aplasis tymus konginetal. Pada burung keberadaanya dapat dipertahankan meskipun dilekukan bursektomi. Pada penderita agammaglobulinemia konginetal tidak didapatkan adanya sentrum germinativum. Suntikan limfosit B secara intra vena menunjukkan bahwa sel-sel limfosit B akan berlokasi pada sentrum germinativum maupun pada cap nya. Hal ini menunjukkan bahwa di dsalam sentrum germinativum terjadi proses perkembangan dan deferensiasi dari sel limfosit B. Munculnya sebtrum germinativum tampaknya berhubungan erat dengan proses imun humoral. Bangunan tersebut terbentuk selama berlangsungnya respon imun primer dan meningkat dengan cepat selama respon imun sekunder. Sentrum germinativum jarang terbentuk pada binatang yang terisolasi dari lingkungan bebas. Sel-sel limfosit penyusun sentrum germinativum mampu mensintesis antibody dari jenis Ig G meskipun tidak mengalami deferensiasi menjadi sel plasma. Beberapa sentrum germinativum menghasilkan monospesifik antibody, hal ini menimbulkan asumsi bahwa seluruh populasi dalam satu sentrum germinativum merupakan sel klon yang sama sebagai reaksi terhadap suatu antigen tertentu. Terdapat korelasi positip antara terbentuknya sentrum germinativum dengan respon imun humoral. Sentrum germinativum bukan merupakan tempat penghasil utama dari antibody maupun sel plasma. Pengamatan pada embryo manusia menunjukkan bahwa sekresi antibody terjadi sebelum sentrum germinativum terbentuk. Di dalam tubuh distribusi jaringan limfatika menempati lokasi yang strategis. Lokasi tersebut dapat dibedakan menjadi tiga yaitu 1) Garis Pertahanan Pertama, antigen sering dapat menembus membrane basalis epitel beberapa saluran dalam tubuh. Pada dinding organ Modul Histologi Organ Limfatika Page 22
  • 24. tersebut terdapat jaringan limfatika bentuk noduler yang tersebar di dalam jaringan longgar lamina proprianya, sebagai limfonodulus soliter maupun agregasi seperti yang terlihat pada saluran pencernaan, pernafasan maupun saluran kemih. Demikian pula pada tonsila baik tonsila lingualis, faringeal maupun nasofaringeal. 2) Garis Pertahanan Kedua, antigen yang lolos dari garis pertahanan pertama akan memasuki organ melalui pembuluh limfe aferen dan kontak dengan jaringan limfatika yang ada. 3) Garis Pertahanan Ketiga, antigen dapat bertahan dan lolos dari garis pertahanan kedua serta dapat mencapai sirkulasi darah baik secara langsung menembus venule atau kapiler maupun mengikuti aliran limfe keluar dari limfonodulus melalui pembuluh limfe eferen sampai keduktus torasikus yang bermuara kedalam vena. Dengan demikian antigen akan memasuki sirkulasi darah, sebagian besar darah akan sampai pada lien yang mengandung sel-sel limfosit dalam pulpa putihnya. Sel-sel imunokompeten pada kulit kebanyakan terdapat pada papilla dermis, misalkan sel limfosit, sel makrofag dan sel mast (mastosit). Hubungan kulit dengan sistim imunologis dikenalm dengan konsep SALT (Skin Associated Lymphoid Tissue). Konsep tersebut mengandung pengertian bahwa kulit memiliki suatu sistim imunitas tersendiri. Sel yang berperan di dalam sistim tersebut dikenal dengan sel Langerhans yang mampu bertindak sebagai sel penyaji antigen kepada limfosit. Komponen pada kulit yang mendukung SALT antara lain sel Langerhans, sel limfosit, keratinosit serta sistim pembuluh limfe perifer pada kulit. Keratinosit kulit merupakan tempat produksi zat perangsang limfosit T yang dikenal dengan Epidermal T- cell Activating Factor (ATAF). Selain komponen seluler, dal;am kulit juga terdapat komponen humoral yang terdiri atas protein anti mikroba, komplemen dan immunoglobulin. Sedang komponen seluler umumnya berasal dari luar kulit. Di dalam kulit sel-sel tersebut dapat bersifat sebagai sel penghuni seperti keratinosit, sel Langerhans, sel T dan sel denritik. Selain itu juga terdapat sel-sel pendatang seperti monosit, granulosit dan mastosit. Sedang sel lain bersifat pengembara yaitu sel NK dan sel denritik. Modul Histologi Organ Limfatika Page 23
  • 25. Jaringan limfatika baik bentuk difusa maupun nodulus akan membentuk organ-organ limfatika. Organ limfatika di dalam tubuh dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu organ limfatika ptrimer atau sentral dan organ limfatika sekunderr atau perifer. Organ limfatika primer tidak berfungsi langsung terhadap suatu konfigurasi asing atau antigen, tetapi lebih merupakan tempat maturasi dari sel-sel limfosit. Yang termasuk organ limfatika primer ialah kelenjar Tymus dan jaringan mirip Bursa Fabrisius. Tymus merupakan tempat pematangan sel- sel limfosit T, oleh karena struktur histologisnya yang khas maka jaringan tymus tidak akan kontak dengan antigen (Blood Thymus Barrier). Sedang jaringan mirip Bursa Fabrisius diduga terdapat di dalam jaringan hemopoetik sumsum tulang, di dalam jaringan limfatika primer ini terjadi pematangan dari sel-sel limfosit B. Sedang organ limfoid sekunder berperan langsung terhadap masuknya antigen kedalam tubuh. Yang termasuk ini antara lain limfonodus, lien dan tonsila. TYMUS Tymus merupakan organ limfatika primer yang terdapat di dalam rongga mediastinum superior, di dapan pembuluh-pembuluh darah besar jantung. Tymus terdiri atas dua lobus yang di antaranya dihubungkan dengan jaringan ikat. Pada usia pubertas tymus mencapai berat 30 – 40 gram, setelah itu tymus akan mengalami involusi secara progresif sehingga pada waktu dewasa sebagioan besar organ hanya diisi oleh jaringan lemak. Tymus merupakan satu-satunya organ limfatika primer pada manusia yang dapat diidentifikasi dan merupakan organ limfatika yang dibentuk sejak masa embryonal. Di dalam tymus terjadi perkembangan stem sel/sel punca dari sakus vitelinus yang kemudian mengalami deferensiasi menjadi sel tymus dependent atau limfosit T. Proliferasi limfosit dalam tymus (sering disebut tymosit) terjadi tanpa rangsangan antigen. Sebagian besar sel kemudian akan mengalami degenerasi di dalam organ . Sedang Modul Histologi Organ Limfatika Page 24
  • 26. sisanya akan memasuki sirkulasi darah dan menetap di dalam organ-organ lomfoid sekunder. Sel limfosit T bertanggung jawab terhadap respon imun seluler, selain itu juga bekerja sama dengan limfosit B dalam menyelenggarakan respon imun humoral. Di dalam jaringan limfatika tymus tidak didapatkan sentrum germinativum dan tidak terdapat produksi antibody. Sel-sel tymosit dalam hal ini belum mempunyai kompetensi immunologis. Pengambilan tymus sebelum sistim imun terbentuk sempurna akan menghilangkan kemampuan imun spesifik tubuh. Setiap lobus tymus dilapisi oleh kapsula tipis jaringan ikat longgar yang akan bercabang- cabang membentuk septum-septum dan membagi-bagi organ mernjadi lobuli yang berbentuk polihidral dengan diameter antara 0,5 – 2 mm. Masing-masing lobules berdiri sendiri dan tidak ada hubungan dengan lobules lainnya. Sel utama yang menyusun lobulus ialah limfosit yang dalam hal ini disebut tymosit. Selain itu terdapat pula sel retikuler dan sejumlah kecil makrofag. Bagian tepi lobules terutama disusun oleh limfosit ukuran kecil yang tersusun secara padat. Pada bagian sentral jumlah limfosit menurun dan sel retikuler mempunyai sitoplasma yang lebih asidofil. Dengan demikian bagian tepi lobuli tampak tercat lebih gelap dan dikenal dengan korteks tymus. Sedang di bagian sentral lobuli, jaringan tampak tercat lebih terang dan disebut sebagai medulla tymus. Cabang-cabang jaringan ikat septum bersama dengan pembuluh darah masuk kedalam lobulus mulai dari korteks sampai pada perbatasan korteks- medula. Sel-sel retikuler dari stroma tymus berbentuk stelat. Berbeda dengan jaringan limfatika pada umumnya, sel-sel retikuler di sini saling berhubungan satu sama lain dengan desmosom dan disebut dengan epitel retikuler. KORTEKS TYMUS Sel-sel retikuler berbentuk stelat mempunyai sitoplasma asidofil, inti besar berbentuk oval , diameter 7 – 11 mikron, tercat terang dengan satu atau dua nukleoli. Prosesus protoplasmatisnya berhubungan dengan prosesua sel di dekatnya dengan perantaraan Modul Histologi Organ Limfatika Page 25
  • 27. desmosom. Di dalam sitoplasmanya terdapat anyaman filamen yang beberapa di antaranya memasuki desmosom. Selain itu terdapat pula organela-organela lain seperti mitokondria, beberapa ribosom baik yang bebas maupun yang melekat pada endoplasmik retikulum, serta apparatus Golgi. Kadang-kadang dijumpai vakuole berisi matriks yang transparan dan sejumlah sisa-sisa debris. Kemampuan fagositosis sel retikuler sangat diragukan. Pada bagian tepi korteks dan di sekitar pembuluh darah dibatasi dengan tegas oleh prosesus protoplasmatis sel retikuler sehingga parenkim tymus terpisah dari jaringan ikat interlobularis maupun dengan tunika advensisia pembuluh darah. Dengan demikian terdapat sawar darah-tymus (Blood Thymus Barrier). Terdapat tiga komponen yang menyusun sawar ini, yaitu 1) Dinding kapiler beserta lamina basalisnya. 2) Ruangan perivaskuler yang berisi cairan jaringan dan makrofag serta 3) Epitel retikuler. Korteks tymus sangat aktif memproduksi limfosit terutama pada masa embryonal dan sekitar post natal. Tidak seperti organ limfatika lainnya seperti lien dan limfonosdus yang memproduksi limfosit dipengaruhi kontak dengan antigen, tymus selalu memproduksi limfosit serta tidak dipengaruhi kontak dengan antigen. Sehingga tymus merupakan produser limfosit yang otonom. Bagian korteks disusun terutama oleh sel-sel limfosit kecil dalam berbagai perkembangan. Inti oval, eukromatis dengan 1 atau 2 nukleoli, sitoplasma tercat basofil. Dengan mikroskop elektron tampak jelas adanya poliribosom bebas, endoplasmik retikulum granuler yang umumnya berbentuk sisternal, diplosom yang dikelilingi apparatus Golgi kecil dan berlokasi dekat membran inti. Selain itu dijumpai pula sejumlah kecil mitokondria, multi vesikuler bodies, granula-granula dan tetes-tetes lemak. Pada korteks ini terjadi proliferasi sel- sel limfosit namun sebagian besar mengalami degenerasi dan sisa-sisanya difagosit makrofag. Pada perbatasannya dengan bagian medula tampak sel-sel limfosit yang mati dengan inti piknotik. Selain limfosit dan sel retikuler terdapat pula sel-sel makrofag yang tersebar di seluruh korteks terutama pada perbatasannya dengan medula. Sel ini dapat dibedakan dengan sel l retikuler oleh karena tidak mempunyai desmosom pada prosesus protoplasmatiknya. Selain itu pada makrofag banyak dijumpai inklusiones yang PAS positip dalam sitoplasmanya, benda- Modul Histologi Organ Limfatika Page 26
  • 28. benda tersebut merupakan residual bodies. Pada tymus yang mengalami involusi dijumpai beberapa sel plasma baik pada parenkim maupun jaringan ikat interstisiilnya. Sel tersebut terutama terdapat pada bagian tepi korteks dan sepanjang pembuluh darah. Sel plasma ini belum jelas benar asalnya dan bagaimana terjadinya. Selain itu dijumpai pula beberapa sel mast terutama pada jaringan di luar lobulus. MEDULA TYMUS Di dalam medula bentuk sel retikuler sangat beraneka ragam (pleiomorpik). Di satu tempat sel berbentuk stelat dengan banyak filamen dan sitoplasmanya, sedang ditempat lain berukuran lebih besar dengan sitoplasma pucat dan mempunyai banyak prosesus protoplasmatis. Bentuk badan sel bulat atau pipih. Terdapat pula sel retikuler yang bulat dikelilingi oleh sel-sel bentuk pipih yang tersusun melingkar. Sel-sel pipih ini tersusun secara epiteloid dan dihubungkan satu sama lain dengan perantaraan desmosom. Sel tersebut mengandung granula keratohialin dan filamen-filamen dalam sitoplasmanya. Bangunan tersebut dikenal dengan Hassal Bodies atau korpuskulum Hassal yang dapat mencapai 100 mikron diameternya. Sel bulat di bagian tengah mengalami degenerasi dan kalsifikasi. Hassal bodies ini merupakan ciri khas pada bagian medula tymus dan dianggap berasal dari sel epitel retikuler yang mengalami degenerasi. Sel-sel limfosit dalam medula lebih sedikit jumlahnya dibandingkan bagian korteks. Bentuk sel ireguler dengan berbagai ukuran baik besar maupun sedang. Di dalam medula jarang dijumpai makrofag, kadang-kadang dijumpai sel eosinofil sedang sel plasma tidak terdapat. Sementara ahli berpendapat bahwa sel limfosit dii sini berasal dari proses resirkulasi sedang ahli lain berpendapat sel berasal dari migrasi limfosit korteks. PEMBULUH DARAH DAN SARAF Modul Histologi Organ Limfatika Page 27
  • 29. Pembuluh darah dalam tymus berasal dari cabang mediastinal dan perikardiofrenika ateria torasika interna. Setelah menembus kapsula pembuluh akan berjalan dalam jaringan ikat interlobularis dan memberi cabang mengikuti septum sekunder sampai pada daerah perbatasan korteks-medula tanpa menembus parenkim korteks. Arteriola pada daerah ini kemudian akan bercabang-cabang sebagai kapiler, secara asenderen menuju ke bagian tepi korteks dan berhubungan satu sama lain dengan perantaraan anastomose kolateral. Pada korteks bagian tepi, kapiler akan membentuk anyaman dan menuju ke bagian dalam korteks kembali serta bermuara pada venule post kapiler yang banyak terdapat pada perbatasan korteks-medula. Darah dalam venule kemudian ditampung oleh vena tymika cabang dari vena brakiosepal. Dengan adanya sawar darah-tymus maka parenkim tymus terutama bagian korteks terlindung dari makromolekul asing. Sejumlah besar limfosit akan memasuki sirkulasi darah melalui dinding venule post kapiler yang terdapat pada perbatasan korteks-medula. Sel endotel di sini tidak menebal sebagaimana halnya venule pada organ limfatika sekunder. Tymus tidak mempunyai pembuluh limfe aferen, kadang-kadang dijumpai pembuluh limfe di dalam jaringan ikat septum. Tymus mendapat persarafan dari nervus vagus dan saraf simpatis. Serabut saraf simpatis terdapat pada dinding pembuluh darah. Sedang terminal saraf vagus belum sepenuhnya diketahui. HISTOGENESIS Pada manusia tymus berasal dari endoderm yang membatasi arkus brakhialis (insang) ketiga pada setiap sisi dari linea mediana. Tymus primordial merupakan bangunan berlumen lanjutan dari lumen faring embrio yang dindingnya disusun oleh epitel selapis silindris. Sel-sel endoderm berproliferasi membentuk masa epitelial yang padat sehingga lumen menghilang. Masa tersebut dikelilingi oleh jaringan mesenkim. Kedua sisi tymus primordial kemudian akan menyatu pada saat embrio berumur 8 minggu. Pada saat itu mulai tampak sel-sel limfosit (tymosit) di dalam masa epitel yang makin lama makin banyak jumlahnya, sementara itu Modul Histologi Organ Limfatika Page 28
  • 30. pembuluh darah menembus masa dan secara gradual sel-sel parenkim di sekitarnya membentuk sel-sel stelat yang satu sama lain dihubungkan dengan desmosom. Masa medula dibentuk lebih akhir pada bagian dalam lobulus. Sel-sel tymosit berasal dari sel-sel mesenkim, sel epitel endodermis, sakus vitelinus dan dari sumsum tulang pada saat post natal. Sel-sel akan bermigrasi kedalam tymus dan berdeferensiasi menjadi sel limfosit (tymosit). Pada manusia tymus adalah merupakan organ limfatika pertama yang mengandung sel limfosit yang kemudian secara aktif memproduksi limfosit di sepanjang kehidupan embrional. Rata-rata pertumbuhan tymus sesuai dengan kenaikan berat badan janin yang kemudian berhenti menjelang trimester ketiga embrional. Setelah itu secara gradual berat akan menurun sampai kelahiran. Pada rodensia perkembangan tymus masih terus berlangsung sampai usia 2 miggu post natal. Seiring dengan proses involusi tersebut, fungsi fisiologisnyapun menurun, korteks menjadi lebih tipis dan parenkim terisi oleh sel-sel lemak yang berasal dari prekursornya dalam jaringan ikat interlobularis. Pada keadaan dewasa parenkim tymus diganti dengan jaringan lemak dengan pulau-pulau parenkim di antaranya. Pulau-pulau itu terutama disusun oleh sel-sel retikuler yang membesar. Parenkim tymus tidak menghilang sama sekali sampai usia tua. Percobaan dengan melakukan tymektomi pada rodensia dewasa menunjukkan penurunan populasi limfosit, hal ini menunjukkan bahwa fungsi tymus masih dipertahankan sampai dewasa. Namun pada manusia hal ini belum bisa dibuktikan. Proses involusi tymus dapat dipercepat oleh keadaan-keadaan tertentu sehingga terjadi penurunan hebat yang dikenal dengan accidental involution. Keadaan tersebut dapat terjadi pada diit yang jelek, radiasi, endotoksin bakteri, ACTH dan hormon steroid korteks adrenal. Dalam keadaan ini ukuran tymus akan menurun dengan cepat terutama pada bagian korteks oleh karena terjadi kematian hebat dari sel-sel limfosit yang kemudian difagositosis oleh makrofag. Bagian medula lebih tahan terhadap trauma dibanding korteks. Involusi akut tersebut akan diikuti dengan proses regenerasi yang intensif sehingga tymus menjadi berukuran normal kembali. Modul Histologi Organ Limfatika Page 29
  • 31. HISTOFISIOLOGI Tymus berfungsi sebagai tempat perkembangan sel-sel limfosit yang bertanggung jawab terhadap penolakan jaringan transplantasi, reaksi hipersensitifitas lambat, respon imun terhadap jamur, beberapa bakteri dan virus. Limfosit tymus dependent ini tidak memproduksi antibodi, tetapi ikut berperan dalam respon imun humoral. Sel limfosit ini menjadi bersifat imunokompeten setelah keluar dari organ dan memasuki sirkulasi darah maupun organ-organ limfatika perifer. Tymosit (sel limfosit yang ada dalam tymus) merupakan bentuk prekursor immatur dari limfosit T. Trymektomi pada binatang dewasa tidak begitu berpengaruh pada populasi limfosit perifer maupun respon imun selulernya. Tetapi pada` rodensia yang baru lahir, tymektomi berakibat terjadinya limfopenia yang ditandai dengan menurunnya populasi resirkulasi limfosit, menurunnya kemampuan respon imun seluler serta tertekannya pembentukan antibodi yang dalam hal ini membutuhkan kerjasama dengan limfosit T. Di bagian dalam korteks (zona parakorteks) limfonodus serta jaringan limfatika periarterial lien tidak berkembang dengan baik, sel plasma dan sentrum germinativum tidak terbentuk. Pada binatang rodensia, tymus terbentuk sempurna pada masa neonatal, tetapi populasi perifer limfosit tymus dependent belum sempurna, baru beberapa waktu kemudian populasi limfosit T perifer terbentuk. Apabila pada saat itu dilakukan tymektomi tidak akan segera diikuti menurunnya kemampuan respon imun seluler maupun populasi limfosit T nya. Penurunan terjadi apabila kemudian dilakukan radiasi total bodi. Tymektomi yang dilakukan pada masa neonatus rodensia akan menurunkan kemampuan respon imun. Hal ini dapat diatasi dengan melakukan pencangkokan jaringan tymus atau penyuntikan sel-sel dari lien dan limfonodus. Injeksii suspensi tymus kurang efektif sebab hanya sedikit sel-sel maturnya. Percobaan dengan melakukan tymektomi dan radiasi pada binatang yang kemudian dicangkokkan jaringan sumsum tulang serta jaringan tymus akan menunjukkan munculnya populasi baru dari limfosit T. Dari percobaan ini dapat disimpulkan bahwa populasi limfosit Modul Histologi Organ Limfatika Page 30
  • 32. dalam tymus berasal dari migrasi prekursor sumsum tulang. Penelitian juga menunjukkan bahwa stem sel prekursor berasal dari sakus vitelinus embrio dan sumsum tulang post natal. Tymus diduga memproduksi suatu faktor yang dapat merangsang deferensiasi limfosit T. Aktifitas deferensiasi sel mencapai puncaknya pada masa perinatal. Proliferasi limfosit dalam korteks akan menghasilkan generasi sel yang akan terakumulasi di bagian dalam korteks lobulus tymus. Proliferasi tersebut tidak tergantung dari stimulasi antigen sebagaimana terjadi pada organ limfatika perifer atau sekunder. Mekanisme pengaturan jumlah produksi sel sepenuhnya belum jelas. Umur limfosit di dalam tymus sangat pendek yaitu antara 2 – 3 hari yang diikuti dengan kematian sebagian besar sel. Sel-sel yang mati ini kemudian akan difagosit oleh makrofag. Sedang sel yang hidup akan bermigrasi kebagian medula dan masuk kedalam sirkulasi darah melalui dinding venule post kapiler yang banyak terdapat pada perbatasan korteks-medula. Limfosit yang keluar dari tymus kemudian disebut limfosit T yang akan berlokasi pada zona parakorteks limfonodus, selubung limfatika periarterial pulpa putih lien, regio internoduler tonsila, appendiks dan Plaques Peyeri usus. Sel-sel tersebut menunjukkan aktivitas resirkulasi dari organ limfatika perifer masuk kedalam sirkulasi darah dan kembali masuk kedalam organ. Di dalam suspensi tymus hanya sedikit saja sel limfosit kecil yang menunjukkan kemampuan transformasi terhadap interaksi hemaglutinin atau sel allogenik. Sel limfosit ini kurang sensitif terhadap radiasi maupun steroid adrenal dan berlokasi pada bagian medula. Pengamatan ini menunjukkan bahwa limfosit korteks dapat berperan imunologis begitu migrasi kedalam medula. Dalam korteks tymus tidak didapatkan sel-sel plasma oleh karena sel limfosit T tidak berkembang menjadi sel plasma, selain itu apabila ada limfosit B yang menembus kapiler dan memasuki korteks maka tidak akan dapat kontak dengan antigen. Di dalam medula tidak terdapat sawar darah-tymus sehingga sel B dapat kontak dengan antigen dan terangsang menjadi sel plasma. Modul Histologi Organ Limfatika Page 31
  • 33. Modul Histologi Organ Limfatika Page 32
  • 34. LIMFONODUS (KELENJAR LIMFE) Limfonodus atau kelenjar limfe atau kelenjar getah bening berbentuk ovoid dengan berbagai ukuran antara 1 – 25 mm, dan umumnya tersebar pada daerah paravertebra, di sepanjang pembuluh darah besar dada dan abdomen, pada daerah leher, aksila dan inguinal. Parenkim organ disusun oleh jaringan limfatika baik yang berbentuk difusa maupun noduler, sehingga dapat mengenal dan bereaksi terhadap antigen dalam aliran limfe yang melewatinya. Dengan adanya sel-sel makrofag di dalamnya maka organ ini dapat pula berfungsi membersihkan cairan limfe dari berbagai benda seperti sel, kuman serta konfigurasi asing lainnya. Limfonodus berbentuk ovoid dengan bagian yang mencembung serta sebagian kecil lainnya cekung. Organ dibungkus oleh kapsula yang disusun oleh jaringan ikat padat dengan parenkim sel-sel limfosit di dalamnya. Pada bagian yang mencembung ditembus oleh beberapa Modul Histologi Organ Limfatika Page 33
  • 35. pembuluh limfe aferen yang akan mengalirkan cairan limfe masuk kedalam parenkim organ. Pada bagian yang cekung keluar pembuluh limfe eferen serta pembuluh darah dan saraf. Di dalam pembuluh limfe aferen terdapat katub yang membuka kearah organ, sedang pada pembuluh eferen katub membuka keluar. Kapsula disusun oleh serabut-serabut kolagen yang tersusun padat dengan beberpa sel fibroblast. Pada kapsula bagian dalam didapatkan anyaman serabut elastic, selain itu dijumpai pula beberapa sel otot polos terutama disekitar pembuluh- pembuluh limfe baik aferen maupun eferen. Di bagian luar kapsula dilapisi jaringan pengikat longgar dan sel-sel lemak. Kearah dalam kapsula akan member cabang-cabang sebagai trabekula yang akan membagi organ secara tidak sempurna. Pada binatang trabekula berkembang lebih sempurna dibandingkan manusia. Trabekula lebih berkembang pada limfonodus ukuran besar dibanding ukuran kecil, demikian pula antara limfonodus bagian dalam dan perifer. Stroma limfonodus disusun oleh jaringan pengikat retikuler di mana serabut retikulernya berhubungan dengan jaringan ikat kapsula dan trabekula. Jaringan stroma ini disusun oleh sel-sel retikuler yang terikat pada anyaman serabut retikuler. Selain itu didapatkan pula makrofag yang merupakan sel bebas. Terdapat beberapa macam sel retikuler tergantung dari lokasinya. Pada daerah di mana banyak terdapat limfosit B sebagaimana pada limfonodulus (jaringan limfatika bentuk nodulus), sel mempunyai banyak prosesus sitoplasma yang berhubungan satu sama lain dengan perantaraan desmosom. Sel ini dikenal dengan sel denritik yang mampu mengikat antigen pada permukaannya. Pada daerah yang terutama disusun oleh sel limfosit T, sel mempunyai inti polimorfi dan prosesus sitoplasma saling beranyaman dengan prosesus sel di dekatnya, sel ini dikenal dengan sel retikuler. Secara histologist limfonodus dapat dibedakan menjadi bagian korteks di sebelah tepi yang tampak tercat lebih kuat dan bagian medulla di sebelah dalam yang tercat lebih pucat. Tergantung dari tempatnya, maka gambaran tersebut dapat bervariasi bentuknya. Misalkan limfonodus di daerah kavum abdomen mempunyai medulla yang lebih dominan, beberapa Modul Histologi Organ Limfatika Page 34
  • 36. limfonodus di tempat lain mempunyai korteks yang utuh mengelilingi medulla. Kadangpkadang dijumpai korteks dan medulla terletak di masing-masing kutub organ. Pada binatang babi, masa korteks tampak pada bagian sentral dengan medulla tipis di bagian perifer. Pembuluh-pembuluh limfe aferen menembus permukaan cembung organ dan mencurahkan isinya kedalam sinus marginalis, sinus kortikalis atau sinus subkapsularis. Sinus ini tidak berbentuk rongga silindris tetapi lebih berbentuk rongga yang sferis dan memisahkan antara kapsula dengan parenkim organ. Dari sinus marginalis akan membericabang menjadi sinus intermedialis yang berbentuk rongga silindris. Sinus ini akan menembus parenkim korteks bersama-sama dengan trabekula, sehingga dikenal dengan sinus trabekularis. Sinus kemudian akan melanjutkan diri menjadi sinus yang berukuran lebih besar dengan bentuk yang tidak teratur, bercabang-cabang serta saling mengadakan anasomose yang disebut sinus medularis. Bangunan ini menembus masa medulla sehingga terbentuk genjel-genjel (cord) akat korda medularis yang disusun oleh jaringan limfatika. Pada bagian hilus, sinus medularis akan menembus kapsula hilus yang tebal dan mencurahkan isinya kedalam pembuluh limfe eferen. Pengamatan secara mikroskop electron menunjukkan bahwa dinding sinus terdiri atas selapis sel-sel berbentuk pipih. Sel-sel tersebut adalah sel endotel yang di antaranya didapatkan sel-sel makrofag. Di antara sel-sel endotel satu sama lain dihubungkan dengan perlekatan khusus yang sukar ditembus partikel. Sel makrofag dinding sinus diduga berasal dari migrasi makrofag parenkim. Perbandingan antara sel endotel dan makrofag dinding sinus sangat bervariasi . Pada dinding sinus subkabsularis terutama disusun oleh sel-sel endotel, sedang pada dinding sinus medularis banyak terdapat sel-sel makrofag. Pada lumen sinus tampak sel-sel berbentuk stelat yang prosesus sitoplasmanya menghubungkan permukaan dinding-dinding sinus yang saling berhadapan. Selain itu terdapat pula sel makrofag dan limfosit kecil. Dinding sinus dilapisi oleh serabut retikuler yang berhubungan dengan jaringan stroma parenkim. Serabut retikuler tersebut melekat langsung pada lamina basalis tanpa menembusnya. Anyaman prosesus sitoplasma dalam lumen juga disokong oleh serabut retikuler yang berhubungan dengan serabut retikuler dinding sinus dan serabut kolagen kapsula maupun trabekula. Susunan yang Modul Histologi Organ Limfatika Page 35
  • 37. khas dari sinus tersebut berkaitan dengan fungsi filtrasi limfonodus. Cairan limfe yang masuk organ melalui pembuluh limfe aferen menuju sinus subkapsularis, menembus sinus trabekularis dan akhirnya menuju kedalam sinus medularis. Sistim sinus tersebut bertindak sebagai jebakan terhadap konfigurasi asing maupun sisa-sisa jaringan yang terbawa aliran limfe. Di bawah mikroskop cahaya, korteks limfonodus tampak sebagai suatu masa padat yang tersusun oleh sel-sel limfosit. Jaringan limfatika parenkim korteks limfonodus terdiri atas nodulus primaries, nodulus sekundarius serta jaringan limfatika difusa. Nodulus sekundarius disebut juga sentrum germinativum.. Bentuk nodulus umumnya berlokasi pada bagian tepi korteks, sedang bentuk difusa menyusun bagian dalam korteks. Sel-sel limfosit yang menyusun bagian dalam korteks (zona parakorteks) secara kontinyu mengalami resirkulasi. Pada zona tersebut didapatkan venule post kapiler dengan sel-sel endotel berbentuk kuboid. Melalui pembuluh darah tersebut terjadi proses resirkulasi. Nodulus limfatikus primer korteks disusun oleh sel-sel limfosit kecil secara padat dengan stroma jaringan retikuler jarang. Didapatkan pula sedikit sel makrofag, limfosit ukuran besar jarang dijumpai, sedang sel plasma tidak terdapat. Sel retikukuler stroma mempunyai inti pucat dan banyak prosesus protoplasmatis. Di beberapa tempat, sel retikuler mempunyai organela yang tersebar serta mempunyai hubungan antar sel desmosom, sel ini dikenal dengan sel denritik. Nodulus sekundarius lebih banyak dijumpai pada bagian luar korteks. Bangunan ini tampak lebih pucat dibandingkan nodulus primernya serta disusun oleh sel-sel limfosit dalam stadium pembelahan. Sentrum germinativum banyak didapatkan pada bagian luar korteks dan jarang dijumpai pada bagian dalam korteks, sedang pada medulla hamper tidak ada. Pada korteks bagian dalam , gerombolan limfotik tampak lebih jarang dan terutama disusun oleh limfosit ukuran kecil, kadang-kadang saja dijumpai limfosit besar, makrofag dan sel plasma. Pada daerah ini tidak dijumpai sel denritik. Serabut-serabut retikuler lebih padat terutama pada perbatasan antara korteks-medula. Medula limfonodus korda atau genjel-genjel tersusun oleh gerombolan limfosit. Genjel-genjel tersebut bercabang-cabang dan saling mengadakan Modul Histologi Organ Limfatika Page 36
  • 38. anastomose. Genjel-genjel ini tampak menonjol pada limfonodus yang sedang dalam keadaan istirahat. Stroma tampak padat dengan anyaman serabutv retikuler, sel-sel retikuler dan dipenuhi limfosit. Terdapat pula makrofag dan sel plasma, sedang sel denritik tidak dijumpai. Kapsula limfonodus tersusun padat oleh serabut-serabut kolagen dan beberapa sel fibroblas. Pada permukaan dalam kapsula terdapat anyaman serabut elastis. Kadang-kadang dijumpai pula beberapa sel otot polos terutama di sekitar muara pembuluh limfe aferen dan eferen. Bangunan terluar kapsula didapatkan jaringan pengikat longgar yang mengelilingi organ. Sedang pada permukaan dalamnya terdapat lapisan endotelium dari sinus. Di beberapa tempat, kapsula memberi cabang trabekula yang berbentuk silindris tersusun oleh jaringan ikat padat sehingga organ terbagi-bagi menjadi ruangan-ruangan yang tidak sempura. Pembuluh darah masuk kedalam limfonodus melalui hilus, hanya kadang-kadang saja terdapat pembuluh darah yang masuk melalui kapsula. Setelah memasukii organ, pembuluh akan berjalan mengikuti trabekula, bercabang-cabang dan memasuki parenkim organ sampai kedalam medula sebagai anyaman kapiler. Terdapat pula arteri yang langsung menembus medula menuju kekorteks dan membentuk pleksus-pleksus kapiler yang mengelilingi nodulus limfatikus. Bentuk vena khusus venule post kapiler dengan endotel berbentuk kuboid merupakan merupakan lanjutan dari pleksus kapiler menuju kekorteks sebelah dalam dan memasuki genjel medula. Vena kemudian bercabang-cabang menjadi vena yang lebih kecil dengan bentuk endotel normal. Venule post kapiler ini terutama terdapat pada zona parakorteks, selain sel endotelnya lebih tinggi, tidak dijumpai sel otot polos pada dindingnya. Dinding vena dapat diterobos oleh sel-sel limfosit melalui hubungan antar sel endotel. Dengan demikian sel-sel limfosit dapat mengalami resirkulasi yaitu keluar masuk organ melalui pembuluh darah dan limfe. Sel tersebut adalah sel limfosit T yang terutama berlokasi pada zona parakorteks. Peristiwa tersebut dapat terjadi oleh karena adanya reseptor khusus pada permukaan sel kuboid endotel yang sesuai untuk limfosit T. Modul Histologi Organ Limfatika Page 37
  • 39. Serabut saraf memasuki limfonodus juga melalui hilus organ bersama-sama dengan pembuluh darah. Setelah masuk organ, saraf kemudian membentuk pleksus perivaskuler. Pada trabekula dan medula serabut saraf tidak berhubungan dengan pembuluh darah. Sedang pada korteks serabut saraf merupakan tipe vasomotor. HISTOFISIOLOGI Dinding kapiler limfatika mudah diterobos makromplekul maupun sel-sel jaringan ikat, sehingga kapiler limfatk tidak dapat bertindak sebagai barrier. Sel-sel kuman dapat menembus epidermis maupun sel epitelium membrana mukosa yang membatasi rongga-rongga tubuh. Kuman tersebut dapat dihancurkan oleh sel-sel fagosit setempat maupun berproliferasi dan menghasilkan toksin. Baik kuman maupun toksinnya akan memasuki aliran limfe. Limfonodus berlokasi di sepanjang aliran limfe sehingga dapat menghambat kuman maupun partikel asing lainnya memasuki sirkulasi darah. Kemampuan limfonodus untuk menfiltrasi cairan limfe ini sudah lama dikemukakan oleh Virchow. Bentuk labirin yang dibentuk oleh sistim sinus serta adanya sel-sel fagosit sangat berperan dalam kemampuan tersebut. Fungsi imunologis limfonodus terutama dijalankan oleh sel-sel makrofag. Di dalam limfonodus istirahat terdapat sel-sel perawan baik tipe T maupun B yang pada suatu saat akan mengalami respon imun primer sedang sel memorinya akan mengalami respon imun sekunder. Apabila terdapat antigen yang sesuai, maka sel B akan mengalami proliderasi dan deferensiasi menghasilkan sel plasma yang akan memproduksi antibodi dan disekresikan kedalam pembuluh limfe eferen. Di dalam pembuluh limfe aferen limfonodus perifer hanya didapatkan sedikit sel limfosit dan makrofag dan kadang-kadang dijumpai granulosit. Sedang di dalam pembuluh eferen sel-sel yang ada mencapai 20 – 70 kali dibanding pembuluh aferen, di mana 98% terdiri atas limfosit kecil. Sebagian besar limfosit ini berasal dari sel yang mengalami proses resirkulasi dan hanya sebagian kecil saja yang berasal dari prekursor limfosit limfonodulus. Sebagian besar limfosit tersebut memasuki limfonodus melalui sel-sell kuboid endotel venule Modul Histologi Organ Limfatika Page 38
  • 40. post kapiler zona parakorteks dan terdiri atas sel limfosit T . Sel-sel ini hanya sebentar berlokasi pada limfonodus, kemudian akan bermigrasi kedalam sinus dan meninggalkan kelenjar lewat pembuluh eferen. Sedang sel limfosit B tidak mengalami resirkulasi. Tymektomi pada neonatus akan diikuti menurunnya populasi sel T pada zona parakorteks. Sedang populasi pada bagian korteks menetap. Percobaan dengan labelisasi radio aktif kedalam kelenjar tymus menunjukkan bahwa tymosit (sel limfosit dalam tymus) home in kedalam zona parakorteks. Limfosit dari sumsum tulang juga bermigrasi secara kontinyu kedalam limfonodus yang sedang istirahat, namun tidak menempati lokasi yang khusus. Zona parakorteks merupakan merupakan thymus dependent area, sedang daerah bursa dependent area terdapat pada korteks, medula dan sentrum germinativum. Sel plasma berlokasi pada medula, baik yang berasal dari perkembangan di dalam limfonodus sendiri maupun yang berasal dari aliran limfe. Percobaan dengan pemaparan antigen menunjukkan respon primer pada limfonodus. Pada hari pertama terjadi kenaikan jumlah granulosit baik dalam parenkim maupun sinus. Sementara itu tampak limfosit ukuran sedang dan besar pada bagian dalam korteks. Antigen dapat diamati pada vakuole fagositik makrofag sinus maupun medula. Pada hari kedua dan ketiga sel-sel granulosit menghilang dan sel-sel limfoblas (sel pironinofil) meningkat jumlahnya dengan cepat serta menunjukkan stadium-stadium pembelahan. Pada keadaan ini limfonodus membesar dan banyak terbentuk sentrum-sentrum germinativum. Sel limfoblas mempunyai inti pucat dan poliribosom yang menonjol . Didapatkan pula endoplasmik retikulum granuler, beberapa mitokondria, sedang appartus Golgi berkembang sempurna namun tidak tampak granula padat yang menjadi ciri khas dari organela sel plasma. Sel tersebut merupakan transisi menuju bentuk sel plasma. Baik limfoblas maupun sel plasma mampu memproduksi antibodi. Akhirnya jumlah sel plasma semakin meningkat dengan inti eksentris, kromatin padat dan sejumlah besar endoplasmik retikulum granuler. Antibodi yang dihasilkan akan masuk kedalam pembuluh eferen maupun pembuluh darah. Pada akhir minggu pertama setelah terpapar Modul Histologi Organ Limfatika Page 39
  • 41. antigen struktur histologis limfonodus kembali normal. Sentrum germinativum tampak pada korteks, genjel-genjel (cord) medula, terutama dekat hilus dan tersusun oleh sel plasma baik imatur maupun matur. Selama minggu kedua sel plasma menunjukkan penurunan jumlah, dan terutama terdapat pada medula. Antigen tetap terdapat dalam limfonodus baik sebagai residual bodies di dalam sel makrofag maupun terikat pada sel denritik sentrum germinativum. Pada respon imun sekunder limfonodus menunjukkan reaksi yang serupa namun terjadi lebih cepat. Mekanisme respon imun seluler yang diperantarai sel limfosit T tidak sepenuhnya diketahui. Antigen yang berasal dari pencangkokan jaringan banyak didapatkan pada limfonodus setempat melalui pembuluh limfe aferen. Limfosit-limfosit kecil pada zona parakorteks akan bereaksi dengan antigen dan berdeferensiasi menjadi limfoblas. Sel ini kemudian akan berproliferasi menghasilkan limfosit dengan ukuran yang lebih kecil yang kemudian bermigrasi dari limfonodus kedalam sirkulasi darah menuju kejaringan cangkok dan menghancurkannya. Pada neonatus yang mengalami tymektomi menunjukkan tidak adanya limfoblas pada zona parakorteks sebagai reaksi terhadap pencangkokan, sehingga dapat bertahan hidup lebih lama. Tymektomi tidak akan menekan terbentuknya sentrum germinativum dan sel plasma. NODUS HEMAL Kadang-kadang di dalam limfonodus normal didapatkan sel-sel eritrosit yang dapat berasal dari pembuluh limfe aferen maupun pembuluh darah organ. Beberapa sel dapat keluar lewat pembuluh limfe eferen namun sebagian besar difagosit oleh makrofag. Yang dimaksud dengan nodus hemal adalah limfonodus yang parenkimnya banyak didapatkan sel-sel eritrosit. Hemal nodus terdapat pada hewan ruminansia (sapi) dan tidak terdapat pada manusia. Organ tersebut terdapat di sepanjang pembuluh-pembuluh darah besar daerah leher dan pelvis, di Modul Histologi Organ Limfatika Page 40
  • 42. sekitar ginjal dan lien. Hemal nodus dibungkus oleh kapsula jaringan fibreus. Pada hilus didapatkan arteri kecil dan vena besar, tidak mempunyai pembuluh limfe aferen dan mempunyai venule post kapiler di mana dindingnya terinfiltrasi sel-sel limfosit yang mengalami migrasi. Fungsi hemal nodus diduga mirip dengan fungsi lien pada umumnya. HISTOGENESIS Limfonodus pertama kali dibentuk melalui transformasi sakus limfatikus embrional menjadi anyaman-anyaman pembuluh limfe yang dikelilingi oleh jaringan mesenkimal pada daerah-daerah yang akan ditempati limfonodus. Limfonodus pertama kali terbentuk pada daerah jugularis dan daerah retroperitoneal. Sedang limfonodus popliteal dan inguinal terbentuk kemudian. Sel-sel mesenkim kemudian membentuk limfonodus primordial, sinus- sinus terbentuk tidak teratur dan dibatasi selapis sel mesenkimal. Modul Histologi Organ Limfatika Page 41
  • 43. LIEN Lien merupakan organ dalam organ abdomen, terletak pada hipokondrium kiri di bawah diafragma. Sebagian besar organ diliputi oleh peritoneum viserale serta berhubungan dengan lambung, diafragma dan ginjal kiri dengan perantaraan lipatan peritoneum yaitu ligamentum gastrolienalis, frenikolienalis dan lienorenalis. Melalui ligementum yang terakhir ini masuk pembuluh darah, pembuluh limfe maupun saraf lienalis. Lien berperan dalam filtrasi secara kompleks terhadap cairan darah guna membersihkan dari partikel-partikel dan sisa-sisa sel serta berperan dalam sistim imun. Pada beberapa vertebrata selain manusia, lien juga berperan dalam pembentukan sel-sel darah dan sebagai tempat persediaan eritrosit yang sewaktu-waktu dapat dimasukkan kedalam sirkulasi apabila dibutuhkan. Lien disusun oleh jaringan limfatika serta pembuluh-pembuluh darah yang dalam organ akan kontak dengan sejumlah besar makrofag, STRUKTUR HISTOLOGIS Modul Histologi Organ Limfatika Page 42
  • 44. Pada preparat segar lien, tampak bangunan-bangunan bulat berwarna abu-abu dengan dimeter sekitar 0,2 – o,7 mm dan dapat diamati dengan mata telanjang. Bangunan tersebut adalah pulpa putih yang tersebar di antara masa berwarna merah gelap yang disebut pulpa merah. Pulpa putih sering disebut pula Malphigian Bodies disusun oleh jaringan limfatika baik difus maupun bentuk nodulus. Pada pulpa merah terdapat pembuluh-pembuluh darah dengan bentuk ireguler sebagai sinus venosus, di antaranya terdapat jaringan genjel-genjel pulpa merah (Billroth Cord). Warna merah di sini oleh karena banyaknya sel-sel eritrosit di dalam sinus venosus maupun dalam genjel-genjel pulpa merah. Sebagaimana pada limfonodus, lien juga dibungkus oleh kapsula kolagen yang bercabang-cabang sebagai trabekula. Kapsula tersebut menebal pada bagian hilus organ sebagai tempat masuknya arteri serta vena dan pembuluh limfe meninggalkan lien. Pada hewan yang mempunyai volume darah yang besar seperti kuda dan sapi mempunyai sedikit pulpa putih serta mempunyai kerangka muskular dan jaringan ikat yang kuat. Sedang pada spesies yang mempunyai volume darah yang relatif kecil seperti pada manusia, kelinci serta hewan-hewan percobaan mempunyai pulpa putih yang lebih banyak, kerangka jaringan ikat kurang kuat serta sedikit mengandung otot. Di dalam parenkim lien, pulpa putih mengelilingi pembuluh darah dan terdapat celah-celah di antara sinus-sinus venosus pulpa merah. PULPA PUTIH Pulpa putih lien membentuk selubung periarterial. Di mana arteri tersebut berasal dari trabekula dan menembus parenkim. Jaringan limfatika periarterial terdapat di sepanjang pembuluh darah tersebut (arteria sentralis lien) dan di beberapa tempat bercabang sebagai kapiler. Di beberapa tempat, selubung tersebut membentuk sentrum germinativum yang tersusun oleh limfosit bursa dependent (limosit B), sedang di luar itu disusun oleh limfosit yang mengalami resirkulasi (limfosit T). Jaringan limfatika periarterial mempunyai stroma jaringan Modul Histologi Organ Limfatika Page 43
  • 45. retikuler yang ireguler dan kurang begitu padat. Pada bagian perifer selubung tersebut terdapat serabut-serabtu retikuler yang tersusun sirkuler dengan sel retikuler yang pipih membentuk lapisan konsentris yang membatasinya dengan pulpa merah. Di dekat arteria sentralis terdapat sejumlah serabut elastis di antara jaringan stroma. Di antara serabut retikuler tersebut dipenuhi oleh sel-sel limfosit terutama yang berukuran kecil dan sedang. Terdapat pula sel plasma dan makrofag yang semakin kearah tepi selubung jumlahnya semakin meningkat. Sel eritrosit jarang didapatkan kecuali pada perbatasan dengan pulpa merah. Apabila jaringan terpapar antigen yang berasal dari sirkulasi darah, maka akan terjadi respon imun dan terbentuklah limfoblas dan sel plasma imatur pada jaringan limfatika periarterial yang segera terkumpul pada bagian perifer. Sentrum germinativum umumnya terletak eksentris di dalam selubung limfatika periarterial, kadang-kadang menonjol kedalam pulpa merah. Semakin tua usia individu maka secara progresif bangunan ini menurun jumlahnya. PULPA MERAH Pulpa merah tersusun oleh anyaman sinus venosus yang bercabang-cabang dan saling beranastomose, di mana satu sama lain dipisahkan oleh genjel-genjel jaringan pulpa. Jaringan ini mempunyai ketebalan yang bermacam-macam dan membentuk masa seluler yang spongeus dengan stroma jaringan ikat retikuler. Serabut kolagen kapsula melanjutkan diri sebagai serabut retikuler dalam jaringan pulpa. Terdapat pula sel-sel retikuler berbentuk stelat dan sel makrofag. Beberapa serabut retikuler melekat pada endotelium sinus dengan perantaraan substansia mirip lamina basalis guna menyokong dinding. Anyaman retikuler jaringan pulpa dipenuhi sejumlah besar sel bebas seperti makrofag, sel-sel darah termasuk eritrosit, platelet dan sel plasma. Dengan mikroskop cahaya, makrofag tanpa bulat, besar, ireguler dengan inti berbentuk vesikuler. Di dalam sitoplasmanya sering didapatkan sisa-sisa eritrosit, netrofil serta platelet. Kadang-kadang tampak masa pigmen kuning kecoklatan apabila dilakukan pewarnaan dengan Prossian Blue serta bereaksi positip dengan enzim asam fosfatase lisosom. Pigmen Modul Histologi Organ Limfatika Page 44
  • 46. tersebut terutama kelihatan apabila terdapat residu dari material yang seukar dicerna yang umumnya berasal dari eritrosit seperti besi dalam bentuk ferritin atau hemosiderin. Pada beberapa mamalia dan lien embryo manusia banyak didapatkan sel-sel eritroblas dalam berbagai ukuran, mieloblas, mielosit dan megakaryosit dalam pulpa merahnya sebagaimana dalam jaringan hemopoetik pada umumnya. Pada bentuk dewasa gambaran jaringan hemopoetik seperti ini tidak didapatkan , namun pada beberapa keadaan seperti anemia, infeksi, leukemia serta keracunan zat yang merusak sel-sel darah kadang-kadang jaringan tersebut dapat dijumpai. Hal ini disebut dengan mieloid metaplasia. Derah perifer pulpa putih, sekitar 80 – 100 mikron merupakan daerah perbatasan antara pulpa putih dan pulpa merah yang dikenal dengan zona marginalis. Pada daerah ini terdapat sinus-sinus venosus ukuran kecil yang tersebar mengelilingi pulpa putih. Serabut-serabut retikuler membentuk anyaman mengelilingi pulpa yang dipenuhi sel-sel limfosit kecil serta sel plasma. Pada regio pulpa merah dari zona marginalis masuk pembuluh darah arteri yang diduga untuk pertama kali sel-sel darah kontak dengan parenkim pulpa merah. Sel-sel limfosit yang berasal dari resirkulasi meninggalkan darah dan membentuk selubung periarterial. KAPSULA DAN TRABEKULA Kapsula dan trabekula disusun jaringan pengikat padat, sel-sel otot polos dan anyaman serabut elastis. Permukaan luar kapsula berbentuk cembung dan dibungkus mesothelium yang berasal dari peritoneum. Pada manusia , kelinci dan rodensia, kapsula kaya akan serabut elastis terutama pada lapisan dalamnya, terdapat pula sel-sel fibroblas dan sel otot polos. Trabekula berbentuk pipih atau silindris yang membawa cabang-cabang pembuluh darah arteri, vena serta pembuluh limfe. Jaringan trabekula disusun oleh serabut-serabut elastis serta otot polos. Pada spesies tertetentu jumlah sel otot polos dominan dan bereaksi spontan dengan suntikan adrenalin. Modul Histologi Organ Limfatika Page 45
  • 47. ARTERI Cabang arteria lienalis memasuki organ melalui hilus lienalis dan melanjutkan diri sepanjang trabekula sebagai arteri dengan diameter yang lebih kecil. Arteri tersebut merupakan tipe muskular ukuran sedang dengan tunika advensisia dan dikelilingi jaringan ikat padat dari trabekula. Arteri tersebut bercabang-cabang dan pada cabang dengan diameter 0,2 mm, pembuluh darah meninggalkan trabekula. Pembuluh darah kemudian dikelilingi lapisan jaringan limfatika dan disebut arteria sentralis. Lokasi arteria ini umumnya bertolak belakang dengan posisi sentrum germinativum. Tidak pernah ada arteri sentralis yang menembus sentrum germinativum. Arteria sentralis mempunyai tipe muskular dengan sel-sel endotel yang tinggi dengan satu atau dua lapis otot polos. Sepanjang menembus pulpa putih, arteri memberikan cabang-cabang sebagai kolateral kapiler yang mensuplai jaringan limfatika periarterial. Dinding kapiler terdiri atas sel-sel endotel tinggi dengan beberapa perisit. Secara berangsur-angsur bentuk endotel dan sel-sel perisit menghilang. Kapiler dikelilingi anyaman retikuler dari pulpa putih dan dipadati serabut-serabut elastis. Kolateral kapiler tersebut berakhir pada zona marginalis. Cabang arteria sentralis dengan diameter 40 – 50 mikron mempunyai selubung limfatik yang tipis dan bercabang-cabang menjadi 2 – 6 pembuluh darah yang disebut arteria penisilus atau arteria pula merah. Arteri tersebut mempunyai panjang 0,6 – 0,7 mm, endotelium tinggi dan tidak terdapat membrana elastika interna. Pada tunika media terdapat selapis sel otot polos, tidak terdapat membrana elastika eksterna dan mempunyai dan mempunyai tunika advensisia yang tipis. Pada waktu memasuki pulpa merah, setiap arteri penisilus bercabang dua atau tiga kapiler yang dindingnya tebal dan disebut sebagai kapiler berselubung atau Sheated Capilary dengan endotel tinggi, berbentuk fusiform dan tersusun sejajar sumbu panjang. Antar sel-sel endotel dihubungkan dengan intercellulair junction yang tersusun oleh berkas filamen sitoplasmik dan melekat pada membrana basalis yang utuh. Pada manusia selubung kapiler ini Modul Histologi Organ Limfatika Page 46
  • 48. tipis dan berbentuk tubulus dengan panjang sekiter 50 -100 mikron, diameter 20 – 30 mikron sedang pada binatang seperti babi dan kucing, selubung berbentuk sferis. Tidak seluruh kapiler cabang dari arteri penisilus berselubung, terutama cabang terminalnya yang sering hanya sebuah selubung saja. Kadang-kadang dijumpai 2 – 5 cabang dengan satu selubung atau 2 – 3 selubung tersusun secara seri sepanjang kapiler. Selubung kapiler disusun oleh anyaman serabut-serabut dan sel-sel yang mengelilingai kapiler serta sel stelat pada bagian tepinya. Sel tersebut mempunyai kromatin yang tersebar, sitoplasma asidofil, kaya akan asam fosfatase yang kemungkinan merupakan sisa-sisa dari lisosom. Dengan elektron mikroskop sitoplasma tampak dipenuhi residual bodies dan sisa-sisa fagositosis dari sel darah merah. Percobaan dengan menyuntikan partikel secara intra vena menunjukkan kemampuan fagositosis dari sel, hal ini menunjukkan bahwa sel-sel tersebut merupakan anggota dari makrofag sistim. Mengapa sel-sel fagosit membentuk bangunan yang spesifik tersebut belum diketahui dengan jelas. Di sekitar sel sering terdapat sejumlah kecil (kadang-kadang banyak) sel eritrosit. Kapiler berselubung akan melanjutkan diri sebagai kapiler biasa. VENA DAN SINUS VENOSUS Sinus venosus pada pulpa merah terutama terdapat di sekitar pulpa putih. Sinus venosus mempunyai lumen lebar, sekitar 12 – 40 mikron, bentuk ireguler dengan diameter yang bervariasi twergantung volume darah yang ada dalam organ. Dinding sinus tidak mengandung lapisan otot polos dan hanya terdapat sel-sel endotel berbentuk fusiform dengan panjang sekitar 100 mikron dan tersusun sejajar sumbu panjang sinus. Endotel pada bagian tengah sinus tampak tebal dan menipis pada ujung-ujungnya. Dalam sitoplasmanya terdapat vesikel pinositik baik adluminal maupun abluminal. Selain organela pada umumnya, di dalam sitoplasma juga terdapat dua macam filamen yang berjalan sejajar sumbu panjang sel, yaitu yaitu berkas filamen longgar yang bebas dan berkas filamen padat yang terikat pada bagian basal sel. Berkas filamen padat tersebut tampak berjalan di sepanjang lamina basalis dan dapat dilihat dengan pewarnaan Iron Hematoxiyllin sebagaimana endotel pada umumnya. Sel ini tidak Modul Histologi Organ Limfatika Page 47