2. Asal Muasal Istilah
Ahlus Sunnah Wal Jama’ah
Ketika menafsirkan surat Ali Imran ayat 106:
ٌهوُج ُو ُّد َوْسَت َو ٌهوُج ُو ُّضَيْبَت َم ْوَي
“Pada hari yang di waktu itu ada muka yang putih berseri, dan ada pula muka
yang hitam muram... ”Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma berkata:
ْسَت َو ،ِةَعاَمَجْال َو ِةَّنُّسال ِلْهَأ ُه ْوُج ُو ُّضَيْبَت
ُُْْْال َو ِةَعْدِبْال ِلْهَأ ُه ْوُج ُو ُّد َو
ِةََق
“ Putih berseri wajah Ahlus Sunnah wal Jamaah, dan hitam muram wajah
ahli bid’ah dan kelompok yang memisahkan diri (dari jama’ah kaum
muslimin, pen.) ”
(Imam Al Qurthubi, Al Jami ’li Ahkamil Quran, 4/167. Tafsir Ibnu Abi Hatim, 3/124. Imam Al Baghawi, Ma’alimut Tanzil, 2/87. Imam
Asy Syaukani, Fathul Qadir, 2/10. Imam Ibnul Jauzi, Zaadul Masir, 1/393. Imam As Suyuthi, Ad Durul Mantsur, 2/407)
3. Imam Muhammad bin Sirin radhiallahu ‘anhu menyebut
nama “Ahlus Sunnah”, dan ini merupakan riwayat yang lebih
valid dibanding sebelumnya.
َّصال ُْنب ُدَّمَحُم ٍ
َُْْعَج وُبَأ َانَثَّدَح
يِعَمْسِإ َانَثَّدَح َِّاحب
ُْنب ُل
ْبا ْنَع ِل َوْحَ ْ
اْل ٍم ِ
اصَع ْنَع َءَّاي ِ
َْك َز
َلاََق َين ِ
ْيِس ِن
ُكَي ْمَل
واُنو
َعََق َو اَّمَلَف ِدَانْسِ ْ
اْل ْنَع َونُلَأْسَي
َل واُّمَس واُلاََق ُةَنْتُِْال ْت
َان
َّنُّسال ِلْهَأ ىَلِإ َُْظْنُيَف ْمُكَلاَج ِ
ْ
ْنُي َو ْمُهُثيِدَح ُذَخْؤُيَف ِة
ىَلِإ َُْظ
ْمُهُثيِدَح ُذَخْؤُي َ
َلَف ِعَدِبْال ِلْهَأ
Berkata kepada kami Ja’far Muhammad bin Shabbah,
berkata kepada kami Ismail bin Zakariya, dari ‘Ashim, dari
Ibnu Sirin, katanya: Dahulu mereka tidak pernah
menanyakan tentang isnad. Ketika terjadi fitnah mereka
mengatakan: “Sebutlah nama periwayat kalian kepada kami,
maka jika dilihat dari Ahli Sunnah maka diambil hadits
mereka, dan jika dilihat dari Ahli Bid’ah maka jangan ambil
hadits darinya. ”
(Shahih Muslim, Bab Bayan Annal Isnaad minad Diin)
4. Definisi Ahlus
Sunnah wal
Jama’ah
Berkata Syaikh Muhammad Khalil
Hiras:
ِةَّنُّسالِب ُداَُْمْال َو
:
َّالط
َانَك يِتَّال ُةَقي ِ
ْ
َمَّلَس َو ِهْيَلَع ُ َّ
َّللا ىَّلَص ِ َّ
َّللا ُلوُسَْ اَهْيَلَع
ا ِ
ْوُهُظ َلْبََق ُهُباْحَصَأ َو
َ
الَقَمْال َو ِعَدِبْل
ِت
Maksud dari As Sunnah adalah
jalan yang Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam dan para
sahabatnya ada di atasnya,
sebelum nampaknya bid’ah dan
perkataan-perkataan menyimpang.
5. ِلْصَ ْ
اْل يِف ُةَعاَمَجْال َو
:
ُم ْوَقْال
َُْمْال َو ، َونُعِمَتْجُمْال
َانُه ْمِهِب ُدا
َنِم ِةَّمُ ْ
اْل ِهِذَه ُفَلَس
ِةَباَحَّصال
َينِذَّال ، َينِعِباَّتال َو
ىَلَع واُعَمَتْاج
ِك ْنِم ِيح ِ
َّْصال ِقَحْال
ِ َّ
َّللا ِباَت
ِلوُس َْ ِةَّنُس َو ىَلاَعَت
ُ َّ
َّللا ىَّلَص ِه
َمَّلَس َو ِهْيَلَع .
“Sedangkan Al Jama’ah pada
asalnya, bermakna: Kaum yang
berkumpul, tetapi yang dimaksud
di sini adalah pendahulu umat ini
dari kalangan sahabat, tabi’in, dan
orang-orang yang berkumpul di
atas kebenaran yang jelas dari
Kitabullah dan Sunnah RasulNya
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. ”
(Syaikh Muhammad Khalil Hiras, Syarh Al
‘Aqidah Al Wasithiyyah, Hal. 26)
6. Berkata Abdullah bin Mas’ud radhiallahu ‘anhu tentang makna Al-Jama’ah:
َكَدْح َو َتْنُك نِإ َو ، قَحَلا َقَفا َو اَم ُةَعاَمَجال
“Al Jama’ah adalah apa-apa yang bersesuaian dengan kebenaran, walau
pun kau seorang diri.”
(Syaikh Abdullah bin Abdil Hamid Al Atsari, Al Wajiz fi ‘Aqidah As Salaf Ash Shalih, Hal. 25)
7. Nama-nama Lain Ahlus Sunnah
Al-Firqatun Najiyah (Golongan yang Selamat)
Dari ‘Auf bin Malik radhiallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:
ِف ٌةَد ِاح َوَف ًةََق ِْْف َينِعْبَس َو ىَدْحِإ ىَلَع ُدوُهَيْال ْتََق ََْتْفا
ََق ََْتْفا َو ِ
ْاَّنال يِف َونُعْبَس َو ِةَّنَجْال ي
ْت
ُعْبَس َو ىَدْحِإَف ًةََق ِْْف َينِعْبَس َو ِْنيَتْنِث ىَلَع ى َْاَصَّنال
ِيذَّال َو ِةَّنَجْال يِف ٌةَد ِاح َو َو ِ
ْاَّنال يِف َون
ُسَُْن
َينِعْبَس َو ٍث َ
َلَث ىَلَع يِتَّمُأ َّنََق ِ
َْتَُْتَل ِهِدَيِب ٍدَّمَحُم
ُعْبَس َو ِانَتْنِث َو ِةَّنَجْال يِف ٌةَد ِاح َو ًةََق ِْْف
َون
ِ
ْاَّنال يِف
ُةَعاَمَجْال َلاََق ْمُه ْنَم ِ َّ
َّللا َلوُس َْ اَي َليَِق
“Yahudi terpecah menjadi 71 golongan, satu di surga, yang 70 di neraka. Nasrani terpecah
menjadi 72 golongan, satu di surga, 71 di neraka. Demi Dzat yang jiwa Muhammad ada di
tanganNya, umatku akan terpecah menjadi 73 golongan, satu di surga, 72 di neraka.”
Rasulullah ditanya: “Ya Rasulullah, siapakah mereka?” Beliau menjawab: Al Jama’ah.” (HR.
Ibnu Majah)
8. At-Thaifatul Manshurah (Kelompok yang Ditolong)
Dari Tsauban Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa
Sallam bersabda:
ْنَم ْمُهُُّْضَي َ
ل ِقَحْال ىَلَع َين ِ
ِْهاَظ يِتَّمُأ ْنِم ٌةَُِئاَط ُلا َزَت َ
ل
ُه َو ِ َّ
َّللا ُْْمَأ َيِتْأَي ىَّتَح ْمُهَلَذَخ
َذَك ْم
َكِل
“Ada sekelompok umatku yang senantiasa di atas kebenaran, tidaklah
memudharatkan mereka orang-orang yang menelantarkan mereka, sampai
Allah datangkan urusannya (kiamat), dan mereka tetap demikian.”
(HR. Muslim No. 1920)
9. Sawadul A’dzam (Kelompok Mayoritas)
Dari Ibnu Umar Radhiallahu ‘Anhuma, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa
Sallam bersabda:
ًادَبَأ ِةَل َ
َلَّضال ىَلَع َةَّمُ ْ
اْل ِهِذَه ُ َّ
َّللا ُعَمْجَي َ
ل
»
َلاََق َو
:
«
ِ َّ
َّللا ُدَي
َف ،َمَظْعَ ْ
اْل َدا َوَّسال واُعِبَّتاَف ِةَعاَمَجْال ىَلَع
ْنَم ُهَّنِإ
ِ
ْاَّنال يِف َّذَش َّذَش
“Tidaklah Allah kumpulkan umat ini dalam kesesatan selamanya.” Dan
beliau juga bersabda: “Tangan Allah atas jamaah, maka ikutilah As
Sawadul A’zham, maka barangsiapa yang menyempal, maka dia
menyempal ke neraka.”
(HR. Al Hakim, Al Mustadrak ‘Alash Shahihain, No. 391)
10. As-Salafiyyah
Istilah ini diinspirasikan dari hadits Aisyah Radhiallahu
‘Anha berikut, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa
Sallam bersabda kepadanya:
ِكَل َانَأ ُفَلَّسال َمْعِن َو
“Aku adalah sebaik-baiknya salaf (pendahulu) bagimu.”
(HR. Muslim, Ibnu Majah, dan Ahmad)
11. Anjuran Mengikuti
Ahlus Sunnah
َبَح ًادْبَع ْنِإ َو ِةَعاَّالط َو ِعْمَّسال َو ِ َّ
َّللا ى َوْقَتِب ْمُكي ِ
وصُأ
ِىدْعَب ْمُكْنِم ْ
شِعَي ْنَم ُهَّنِإَف ًّايِش
ىََْيَسَف
اََُلُخْال ِةَّنُس َو ىِتَّنُسِب ْمُكْيَلَعَف اًْيِثَك اًفََلِتْاخ
َع َو اَهِب واُكَّسَمَت َِيندِشاَّْال َينِيِدْهَمْال ِء
َع واُّض
اَهْيَل
َدْحُم َّلُك َّنِإَف ِ
ْوُمُاْل ِتاَثَدْحُم َو ْمُكَّايِإ َو ِذ ِاج َوَّنالِب
ٌةَلََلَض ٍةَعْدِب َّلُك َو ٌةَعْدِب ٍةَث
“Aku wasiatkan kepada kalian untuk bertakwa kepada Allah, tetap mendengar dan ta’at
kepada pemimpin walaupun yang memimpin kalian adalah seorang budak dari Habasyah.
Karena barangsiapa di antara kalian yang hidup sepeninggalku nanti, dia akan melihat
perselisihan yang banyak. Maka wajib bagi kalian untuk berpegang pada sunnah-ku dan
sunnah Khulafa’ur Rasyidin yang mereka itu telah diberi petunjuk. Berpegang teguhlah
dengannya dan gigitlah ia dengan gigi geraham kalian. Jauhilah dengan perkara (agama) yang
diada-adakan karena setiap perkara (agama) yang diada-adakan adalah bid’ah dan setiap
bid’ah adalah kesesatan”
(HR. At Tirmidzi no. 2676)
12. Contoh Kelompok yang Menyimpang
Syi’ah
• Ghuluw (berlebih-
lebihan) dalam
memuliakan Ali
radhiallahu ‘anhu dan
Ahlul Bait.
• Mengkafirkan orang-
orang yang berselisih
dengan Ali
• Ali dan para Imam
Ma’shum.
Khawarij
• Mengkafirkan orang
yang berada di luar
kelompoknya.
• Bersemangat dan keras
dalam beragama tapi
minim ilmu.
Haruriyah
• Pelaku dosa besar
adalah kafir dan halal
darahnya.
• Mereka mengatakan
bahwa Allah tidak
memiliki nama dan
sifat, sebab jika
memiliki keduanya,
maka Allah sama
dengan makhluq.
13. Mu’tazilah
• Orang yang berdosa besar itu berada di
manzilah baina al manzilatain
• Pelaku dosa besar masuk ke neraka kekal
selamanya
• Berpendapat bahwa sesungguhnya manusia
menciptakan perbuatannya sendiri bukan
karena kehendak Allah (qadariyah)
• Mereka menolak semua sifat Allah,
menyatakan bahwa Allah tidak dapat dilihat
pada hari kiamat, dan menyatakan Al-Qur’an
itu makhluk bukan kalamullah. Mereka juga
menyatakan Allah bi kulli makan; menurut
mereka orang mu’min tidak masuk neraka,
cuma mendatangi, karena jika masuk neraka,
tak mungkin keluar lagi dari neraka sama
sekali. Mereka pun mengingkari siksa kubur
Murji’ah
• Iman itu hanyalah dibenarkan di hati dan
lisan saja, tanpa memasukkan amalan.
• Para pelaku dosa besar imannya tetap
sempurna, dia tidak berhak dimasukkan ke
dalam neraka.
14. Mujassimah
• Dalam hal asma wa shifat
mereka berfaham ta’thil
(mengingkari adanya asma wa
sifat bagi Allah).
• Dalam hal perbuatan manusia
mereka berfaham Jabr
(Jabariyah/fatalis).
• Dalam hal dosa dan iman
mereka berfaham Irja’
(murji’ah), bahwa bagi mereka
pelaku dosa besar tetaplah
sempurna imannya, dan tidak
berhak dimasukkan ke dalam
neraka.
Jahmiyah
• Mereka menganggap Allah
memiliki jism (wujud) seperti
manusia. Mereka melakukan
tasybih (penyerupaan) dan
tamtsil (perumpamaan) Allah
dengan makhluk. Allah
memiliki wajah seperti wajah
makhluk, tanganNya seperti
makhluk, betisNya seperti
makhluk, marahNya seperti
makhluk, tertawaNya seperti
makhluk, bersemayamNya
seperti makhluk, dan lain-lain.
Nawashib
• Mereka adalah orang-orang
yang berkeyakinan bahwa
membenci dan memusuhi ‘Ali
bin Abi Thalib dan anak cucunya
(Ahlul Bait) merupakan bagian
dari agama. (Lihat Lisanul ‘Arab
dan Minhajus Sunnah, 4/554).
• Mereka sangat bangga ketika
berhasil menyakiti Ahlul Bait,
sampai-sampai tokoh kondang
mereka yang bernama ‘Imran
bin Hiththan melantunkan bait-
bait kegembiraannya atas
keberhasilan Abdurrahman bin
Muljim Al-Muradi dalam
operasinya membunuh ‘Ali bin
Abi Thalib.
15. Prinsip Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah
Ma’rifat kepada Allah; Ma’rifat kepada alam yang berada di balik alam semesta (malaikat, jin,
iblis, ruh); Ma’rifat kepada kitab-kitab, nabi, rasul, hari akhir dan peristiwa-peristiwa yang
mengiringinya, dan takdir.
ِ َّ
َّللا َلوُس َْ َّنَأ ُهْنَع ُ َّ
َّللا َي ِ
ض َْ َة َْْي َُْه يِبَأ ْنَع
ُ َّ
َّللا ىَّلَص
َّنلِل اًز ِ
ْاَب اًم ْوَي َانَك َمَّلَس َو ِهْيَلَع
ِ
اس
ُهاَتَأ ْذِإ
َلاََق ُانَميِ ْ
اْل اَم ِ َّ
َّللا َلوُس َْ اَي َلاَقَف يِشْمَي ٌلُج َْ
ُت ْنَأ ُانَميِ ْ
اْل
ِهِبُتُك َو ِهِتَكِئ َ
َلَم َو ِ َّ
اَّللِب َنِمْؤ
ُْ َو
ِهِئاَقِل َو ِهِلُس
ِ
ْ ِخ ْ
اْل ِثْعَبْالِب َنِمْؤُت َو
Dari Abu Hurairah radliallahu ‘anhu bahwa pada suatu hari Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam sedang berada bersama orang-orang, lalu datanglah seorang laki-laki dengan berjalan
kaki, lantas bertanya; “Wahai Rasulullah, apakah iman itu?” Beliau menjawab: “Engkau beriman
kepada Allah, malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para Rasul-Nya, pertemuan dengan-Nya, dan
kebangkitan di hari akhir.”
(HR. Bukhari No. 4404)
16. Ilahiyat (Ketuhanan)
Sifat Wajib bagi Allah
1. Wujud (ada, tanpa sebab akibat)
2. Qidam (terdahulu, tanpa permulaan)
3. Baqa’ (kekal/abadi)
4. Mukhalafatuhu lil Hawadits (berbeda dengan
makhluk/semua perkara yang baru)
5. Qiyamuhu bi Nafsihi (berdiri pada Dzat-Nya,
tidak butuh pada sesuatu apa pun)
6. Wahdaniyat (esa/tunggal)
7. Qudrat (kuasa)
Sifat Mustahil bagi Allah
1. ‘Adam (tidak ada)
2. Huduts (baru, ada permulaannya)
3. Fana’ (rusak/binasa)
4. Mumatsalatu lil hawaditsi (menyerupai
makhluknya)
5. Qiyamuhu bi ghairihi (berdiri pada selainnya)
6. Ta’addud (berbilang)
7. Ajzun (lemah)
17. Sifat Wajib bagi Allah
8. Iradat (berkehendak)
9. Ilmu (mengetahui)
10. Hayat (hidup)
11. Sama’ (mendengar)
12. Bashar (melihat)
13. Kalam (berfirman)
14. Qadiran (Maha Kuasa)
15. Muridan (Yang Berkehendak)
16. ‘Aliman (Maha Mengetahui)
17. Hayyan (Maha Hidup)
18. Sami’an (Maha Mendengar)
19. Bashiran (Maha Melihat)
20. Mutakalliman (Maha Berbicara)
Sifat Mustahil bagi Allah
8. Karahah (terpaksa)
9. Jahlun (bodoh)
10. Mautun (mati)
11. Shamamun (tuli)
12. ‘Umyun (buta)
13. Bukmun (bisu)
14. ‘Ajizan (yang lemah)
15. Mukrahan (dipaksa melakukan
sesuatu)
16. Jahilan (yang bodoh)
17. Mayyitan (yang mati)
18. Ashamma (yang tuli)
19. A’ma (yang buta)
20. Abkam (yang bisu)
18. Sikap Ahlus Sunnah
Terhadap Asmaul Husna dan
Shifatul Ulya
Secara umum, sikap Ahlus Sunnah wal
Jama’ah terhadap nama-nama Allah dan
sifat-saifatNya, terbagi atas tiga bagian,
yakni tatsbit (menetapkan apa adanya
sesuai zhahir
nash), tafwidh (menyerahkan maknanya
kepada Allah Ta’ala),
dan ta’wil (memberikan maknanya).
Bukan tahrif (menyimpangkan/merubah),
ta’thil (menafikan atau mengingkari),
dan tasybih (menyerupakan dengan
makhluk).
19. Dalam Fathul Bari, Al Imam Ibnu Hajar mengutip ucapan Ibnul Munayyar sebagai berikut:
َث َ
َلَث دَيْال َو هْج َوْال َو ِْنيَعْالَك اتَُ ِ
الص ِهِذَه يِف م َ
َلَكْال ِلْهَ ِ
ْل َو
ال َوَْقَأ ة
:
اَهَتَبْثَأ اتَذ اتَُ ِ
ص اَهَّنَأ اَهدَحَأ
َع ةَيَانِك ْنيَعْال َّنَأ يِناَّالث َو ، لْقَعْال اَهْيَلِإ ِيدَتْهَي َ
ل َو عْمَّسال
ِ
ص ْنَع ةَيَانِك دَيْال َو ، َْصَبْال ةَُ ِ
ص ْن
ةَُ
َلَع اَهْاَْْمِإ ثِلاَّالث َو ، ودُج ُوْال ةَُ ِ
ص ْنَع ةَيَانِك هْج َوْال َو ، ةَْْدُقْال
َّ
َّللا ىَلِإ اَهَانْعَم اًض َّوَُُم ْتَءاَج اَم ى
ىَلاَعَت
Bagi Ahli kalam, tentang sifat-sifat ini seperti ‘mata’, ‘wajah’, ‘tangan’, terdapat tiga
pendapat:
1. Sifat-sifat Allah adalah dzat yang ditetapkan oleh pendengaran (wahyu) dan tidak
mampu bagi akal untuk mengetahuinya.
2. Bahwa ‘mata ’adalah kinayah (kiasan) bagi penglihatan, ‘tangan ’adalah kinayah dari
kekuatan, dan ‘wajah ’adalah kinayah dari sifat wujud.
3. Melewatinya sebagaimana datangnya, dan menyerahkan (mufawwadha) maknanya
kepada Allah Ta’ala. (Fathul Bari, 20/484)
20. Fenomena Memprihatinkan
Diantara kelompok-kelompok tersebut ada yang saling klaim bahwa
pendapat merekalah yang paling tepat, dan merekalah Ahlus Sunnah.
Kelompok tatsbit, menganggap para pelaku ta’wil telah melakukan
bid’ah, dan mereka menjulukinya dengan kaum Asy’ariyah.
Sementara, para pelaku ta’wil menganggap bahwa pihak tatsbit telah
menganggap Allah Ta’ala serupa dengan makhluk (tasybih) dan
memiliki jasad (tajsim) karena menetapkan (itsbat) bahwa Allah
Ta’ala memiliki kaki, tangan, wajah, dan bersemayam. Sebab, ini
semua layak disandarkan kepada makhluk, bukan khaliq.
21. Tatsbit
Al Khalal berkata: telah mengabarkanku Ali bin ‘Isa bahwa Hambal
berkata kepada mereka: “Aku bertanya kepada Abu Abdillah (Imam
Ahmad bin Hambal) tentang hadits yang meriwayatkan bahwa ‘Allah
Ta’ala turun ke langit dunia’, ‘Allah melihat’, ‘Allah meletakkan
kakiNya’ , dan hadits-hadits semisalnya?
Imam Ahmad bin Hambal Radhiallahu ‘Anhu menjawab: “Kami
mengimaninya dan membenarkannya, kami tidak membantahnya
sama sekali, dan kami mengetahui bahwa apa-apa yang datang dari
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam adalah benar, jika sanadnya
shahih, dan kami tidaklah membantah firmanNya, dan kami tidaklah
mensifatiNya lebih banyak dari Dia sifatkan terhadap diriNya,
dengan tanpa batas, dan tanpa ujung. “Tidak ada yang serupa
denganNya, dan Dia Maha Mendengar dan Maha Melihat.
”(Imam Ibnul Qayyim, Ijtima ’Al Juyusy Al Islamiyah, Hal. 61. Syaikh
Dr. Abdullah ‘Azzam, Aqidah wa Atsaruha fi Bina ’Al Jiil, Hal. 57)
22. Tafwidz
Imam Adz Dzahabi rahimahullah
mengatakan bahwa sikap salaf
terhadap Bab Sifat-Sifat Allah Ta’ala
adalah tafwidh, berikut ucapannya:
وبابه ذلك في فقولنا
:
،ْالَقْا
َقائله إلى معناه وتُويض ،ْوالمْا
المعصوم الصادق
Adapun pendapat kami tentang itu
dan dalam bab ini adalah mengakui,
membiarkan, dan menyerahkan
(tafwidh) maknanya kepada
pengucapnya yang benar dan
ma’shum
(Imam Adz Dzahabi, Siyar A’lam An
Nubala, 8/105)
23. Ta’wil
ِ َّ
َّللا ِدَيِب َلْضَُْال َّنِإ ْلَُق
“Katakanlah: ‘Sesungguhnya karunia itu di tangan Allah..”’ (QS. Ali
Imran, 3: 73)
“ Yaitu semua urusan di bawah pengaturanNya. Dialah yang memberi
dan menolak. Dia memberikan karunia berupa ilmu, iman, dan seluruh
tindakan kepada siapa saja secara sempurna. Serta menyesatkan,
membutakan penglihatannya dan mata hatinya, menutup
pendengarannya dan hatinya, dan menjadikan pada pandangannya
halangan, dan Dialah yang memiliki hujjah dan hikmah. ”
(Tafsir Al Quran Al ‘Azhim, 2/60)
24. Dalam ayat lain, yang
menyebutkan sifat Wajhullah
(Wajah Allah), para Imam
Ahlus Sunnah pun
melakukan ta’wil:
Imam Ibnu Katsir
Rahimahullah mengatakan:
هنا ها َقوله وهكذا
:
{
ِلاَه ٍءَْيش ُّلُك
ٌك
ُهَهْج َو لِإ
}
أي
:
إياه إل .
“Demikian juga, firmanNya di
sini: “Segala sesuatu akan
binasa kecuali wajah-Nya”,
yaitu kecuali DiriNya ”(Imam
Ibnu Katsir, Tafsir Al Quran Al
‘Azhim, 6/261)
25. Sikap ta’wil ini di dukung deretan para
Imam kaum muslimin, baik fuqaha dan
muhadditsin, seperti:
1. Imam Al Ghazali
2. Imam An Nawawi
3. Imam Ibnu Hajar Al
Asqalani
4. Imam Al Khathabi
5. Imam Fakruddin Ar Razi
6. Imam Al Jashash
7. Imam As Suyuthi
8. Imam Al Baqillani
9. Imam Ibnu Daqiq Al ‘Id
10.Imam Izzuddin bin Abdusalam
11.Imam Abul Faraj bin Al Jauzi
12.Imam An Nasafi
13.Imam Al Bulqini
14.Imam Ar Rafi’I
15.Imam Al Baidhawi
16. Imam Al Amidi,
17.Imam Al ‘Iraqi
18.Imam Ibnu Al ‘Arabi
26. 19.Imam Al Qurthubi
20.Imam Al Qadhi ‘Iyadh
21.Imam Al Qarrafi
22.Imam Asy Syathibi
23.Imam Abu Bakar Ath Thurthusi
24.Imam Syahrustani
25.Imam Al Maziri
26.Imam Isfirayini
27.Imam Dabusi
28.Imam As Sarakhsi
29.Imam At Taftazani
30.Imam Al Bazdawi
31.Imam Ibnul Hummam
32.Imam Ibnu Nujaim
33.Imam Al Karkhi
34.Imam Al Kasani
35.Imam As Samarqandi,
27. Jika kita perhatikan, maka jumhur
ulama adalah melakukan ta’wil.
Namun, para ulama salaf (terdahulu),
lebih sedikit melakukan ta’wil. Ada
apa dibalik ini?
Ini bisa terjadi, lantaran Islam dan Al
Quran pada masa setelah mereka telah
menyebar ke seluruh penjuru dunia
yang penduduknya bukan berbahasa
Arab.
Sehingga, jika ayat-ayat dan hadits-
hadits sifat ini dibaca dan difahami
secara literal (zhahiriyah), maka bisa
menggelincirkan pemahaman orang
awam yang tidak bercita rasa bahasa
Arab. Oleh karena itu, bangkitlah para
ulama untuk melindungi nash-nash
tersebut, dari kemungkinan tafsiran
berbahaya orang-orang ‘Ajam (non
Arab).
28. Dari sisi ini, maka sebenarnya antara
salaf dan khalaf, memiliki tujuan yang
sama dengan sikap mereka itu, yakni
menjaga kesucian Al Quran.
Oleh karena itu, walau kita lebih
condong kepada pemahaman salaf,
tidak selayaknya menjadikan
polemik ini sebagai ajang saling
pengkafiran sesama umat Islam.
sebab, para ulama yang berselisih pun
tidak sampai tingkat seperti itu.
Sebab memojokkan
kaum Asy’ariyah (para penakwil) dan
menuduhnya keluar dari Ahlus
Sunnah, sama juga memojokkan
nama-nama para Imam kaum
muslimin di atas yang telah mendapat
posisi penting di hati umumnya kaum
muslimin.
29. Sikap Moderat
“Bersamaan ini, kami juga meyakini bawah ta’wil – ta’wil kaum
khalaf tidaklah mengharuskan jatuhnya hukum kafir dan fasik
kepada mereka, dan jangan sampai terjadi pertentangan
berkepanjangan di antara mereka dan selain mereka, baik yang
terdahulu dan sekarang, dada Islam lebih luas dari itu semua.
Orang yang paling kuat dalam memegang pendapat salaf –semoga
Allah meridhai mereka- pun telah melakukan ta’wil pada beberapa
tempat, dia adalah Imam Ahmad bin Hambal Radhiallahu ‘Anhu. DI
antaranya adalah ta’wilnya terhadap hadts: “Hajar Aswad adalah
Tangan Kanan Allah di muka bumi.” Dan hadits lainnya: “Hati
seorang mu’min berada di antara dua jari dari jari-jari Ar Rahman.”
Dan hadits: “Sesungguhnya saya mendapatkan Zat Ar Rahman dari
arah Yaman.”
(Al Imam Asy Syahid Hasan Al Banna, Majmu’ah Ar Rasail, Hal. 368.
Al Maktabah At Tafiqiyah)
30. Nubuwat (Kenabian)
Definisi Nabi dan Rasul menurut Al-Alusi:
ِهْيَلِإ َي ِح ْوُأ ْنَم َوُه َل ْوُسَّْال َّأن
،ٍدْيِدَج ٍع َْْشِب
ِبَّنال َو
ُّي
َم ِع َْْش ِ
ْْيِدْقَتِل ُث ْوُعْبَمْال َوُه
ُهَلْبََق ْن
.
“Rasul adalah seseorang yang diberi wahyu
oleh Allah Ta’ala dengan syariat baru,
sedangkan nabi adalah orang yang diutus
untuk menetapkan dan syariat rasul
sebelumnya.”
31. Tujuan Diutusnya Nabi dan Rasul
Allah Ta’ala berfirman,
َ َّ
َّللا ُوادُبْعا ِنَأ ً
ولُسَْ ٍةَّمُأ ِلُك يِف َانْثَعَب ْدَقَل َو
ُ اَّالط واُبِنَتْاج َو
َوت
“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): ‘Sembahlah Allah (saja), dan
jauhilah thaghut itu’” (QS. An-Nahl, 16: 36)
ْيَلِإ ي ِوحُن َّ
لِإ ٍلوُسَْ ْنِم َكِلْبََق ْنِم َانْلَس َْْأ اَم َو
َّ
لِإ َهَلِإ َ
ل ُهَّنَأ ِه
ُِوندُبْعاَف َانَأ
“Dan Kami tidak mengutus seorang Rasul pun sebelum kamu melainkan Kami wahyukan kepadanya: ‘Bahwasanya tidak ada
Tuhan (yang hak) melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku’” (QS. Al-Anbiyaa: 25)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
ِهْيَلَع اًّقَح َانَك َّلِإ ْيِلْبََق ٌّيِبَن ْنُكَي ْمَل ُهَّنِإ
ُهَتَّمُأ َّلُدَي ْنَأ
ُي َو ْمُهَل ُهُمَلْعَي اَم ِ
ْْيَخ ىَلَع
َلْعَي اَم ََّْش ْمُهُِْذْن
ْمُهَل ُهُم
(
ْواه
مسلم
.)
“Sesungguhnya tidak ada seorang nabi pun sebelumku kecuali diwajibkan kepadanya menunjuki umatnya kepada kebaikan
yang ia ketahui dan memperingatkan mereka terhadap keburukan yang ia ketahui.” (HR. Muslim)
32. Sifat Para Nabi dan
Rasul
1. Shidiq (jujur) tidak kidzib
(berdusta)
2. Amanah (terjaga
perbuatan, perkataan, dan
tingkah lakunya) tidak
khianat.
3. Tabligh (menyampaikan
semua yang diwahyukan)
tidak kitman
(menyembunyikan wahyu)
4. Fathanah (cerdas,
memiliki kekuatan hujjah),
tidak baladah.
33. Kema’shuman Para
Nabi dan Rasul
Ma’shum artinya terjaga dari terjerumus dalam
kekufuran, kesyirikan, melakukan dosa besar dan
dosa kecil yang mengandung kehinaan dan
kerendahan, menjauhi hal-hal yang merusak
harga diri dan menodai kemuliaan. Baik sebelum
menjadi nabi, maupun setelah menjadi nabi.
Para nabi dan rasul adalah manusia yang paling
sempurna dari segi fisik, paling suci amal
perbuatannya, paling bersih jiwanya, dan paling
indah perilakunya.
34. Sifat Jaiz Para Nabi dan
Rasul
• Para nabi dan rasul memiliki sifat-sifat yang
lumrah/boleh terjadi kepada mereka, yakni
sifat-sifat kemanusiaan yang tidak
membawa pada kekurangan dalam derajat
mereka yang luhur.
• Mereka merasakan kelelahan, menguap,
mengantuk, tidur, makan, minum, berjalan
di pasar, menikah, sakit, dan lain-lain.
35. Jumlah Para Nabi dan Rasul
Dalam hadits yang diriwayatkan dari Abu Umamah, disebutkan
bahwa Abu Dzar pernah bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam: “Berapa tepatnya jumlah para nabi.” Beliau
menjawab,
ِم ُلُسُّْال اًُْلَأ َونُْْشِع َو ٌةَعَب َْْأ َو ٍفْلَأ ُةَئاِم
َذ ْن
َشَع َةَسَْمخ َو ٍةَئاِم ُث َ
َلَث َكِل
َْ
اًْيَُِ اًّمَج
“Jumlah para nabi 124.000 orang, 315 diantara mereka adalah
rasul. Banyak sekali.” (HR. Ahmad)
36. Diantara sekian banyak nabi dan rasul
tersebut ada yang dikisahkan oleh
Allah Ta’ala kepada kita di dalam Al-
Quran dan disebutkan nama-namanya,
dan ada juga di antara mereka yang
tidak dikisahkan kepada kita.
Allah Ta’ala berfirman,
ِم َْكيَلَع ْمُهَانْصَصََق ْدََق َلُسُْ َو
ْمَل َلُسُْ َو ُلْبََق ْن
ُ َّ
َّللا َمَّلَك َو َْكيَلَع ْمُهْصُصْقَن
اًميِلْكَت ىَسوُم
“Dan (Kami telah mengutus) rasul-
rasul yang sungguh telah kami
kisahkan tentang mereka kepadamu
dahulu, dan rasul-rasul yang tidak
kami kisahkan tentang mereka
kepadamu, dan Allah telah berbicara
kepada Musa dengan langsung.” (QS.
An-Nisa, 4: 164).
37. Nabi dan Rasul yang dikisahkan oleh Allah Ta’ala kepada kita jumlahnya ada 25 orang. Delapan belas
diantaranya disebutkan dalam firman-Nya berikut ini,
َْْن ِهِم ْوََق ىَلَع َيمِها َْْبِإ َاهَانْيَتآ َانُتَّجُح َكْلِت َو
ََّكب َْ َّنِإ ُءَاشَن ْنَم ٍتاَجََْد ُعَف
ٌميِلَع ٌميِكَح
(
٨٣
)
اًحوُن َو َانْيَدَه َلُك َوبُقْعَي َو َاقَحْسِإ ُهَل َانْبَه َو َو
َانَمْيَلُس َو َد ُاوَد ِهِتَّي ِ
ُْذ ْنِم َو ُلْبََق ْنِم َانْيَدَه
َونَُْاه َو ىَسوُم َو َفُسوُي َو َُّوبيَأ َو
ُمْال ي ِ
زَْجن َكِلَذَك َو
َينِنِسْح
(
٨٤
)
ىَسيِع َو ىَيْحَي َو َّاي ِ
َْك َز َو
َين ِحِلاَّصال َنِم ٌّلُك َ
اسَيْلِإ َو
(
٨٥
)
َانَّْلضَف َلُك َو اًطوُل َو َ
سُنوُي َو َعَسَيْال َو َليِعاَمْسِإ َو
َينِمَلاَعْال ىَلَع
(
٨٦
)
”Dan Itulah hujjah kami yang kami berikan kepada Ibrahim untuk menghadapi kaumnya. Kami
tinggikan siapa yang kami kehendaki beberapa derajat. Sesungguhnya Tuhanmu Maha Bijaksana
lagi Maha Mengetahui. Dan kami telah menganugerahkan Ishak dan Yaqub kepadanya. Kepada
keduanya masing-masing telah kami beri petunjuk; dan kepada Nuh sebelum itu (juga) telah kami
beri petunjuk, dan kepada sebahagian dari keturunannya (Nuh) yaitu Daud, Sulaiman, Ayyub, Yusuf,
Musa dan Harun. Demikianlah kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Dan
Zakaria, Yahya, Isa dan Ilyas. semuanya termasuk orang-orang yang shaleh. Dan Ismail, Alyasa’,
Yunus dan Luth. masing-masing kami lebihkan derajatnya di atas umat (di masanya).”
(QS. Al-An’am, 6: 83-86)
Sisanya disebutkan dalam: QS. Ali Imran, 3: 33; QS. Al-A’raf, 7: 65; QS. Hud, 11: 61; QS. Hud, 11: 84;
QS. Al-Anbiya, 21: 85-86; QS. Al-Ahzab, 33: 40; QS. An-Nahl, 16: 63.
38. Karakteristik
Pengikut
Ahlus Sunnah
1. Perhatian terhadap Kitabullah dan sunnah.
2. Masuk ke dalam agama Islam secara keseluruhan.
3. Menjunjung persatuan (ijtima’) serta meninggalkan perpecahan
dan perbedaan dalam agama.
4. Meneladani (iqtida’) dan mengikuti petunjuk (ihtida’) para
imam pembawa petunjuk yang kredibel (aimmatul huda al-
‘udul).
5. Tasamuh (toleran) dan Tawazun (seimbang)
6. Tawassuth (Pertengahan), Tidak berlebihan (ghuluw) dan
memudah-mudahkan (tafrith), tidak menyulit-nyulitkan
(mufrithin) dan tidak meremehkan (mufarrithin).
7. Da’wah (mengajak) kepada Allah, beramar ma’ruf nahyi munkar,
berjihad dan melakukan Tajdid (pembaharuan) dalam Agama.
8. Inshaf (obyektif) dan adil, mereka mengedepankan hak Allah
Ta’ala di atas hak pribadi atau kelompok.