2. Pendahuluan
A. Logam Berat
Istilah logam berat menunjuk pada unsur logam yang mempunyai berat jenis
lebih tinggi dari 5 g/cm3. Disebut logam berat berbahaya karena umumnya memiliki
rapat massa tinggi dan sejumlah konsentrasi kecil dapat bersifat racun dan berbahaya.
Logam berat adalah komponen alamiah lingkungan yang mendapatkan perhatianlebih
akibat ditambahkan ke dalam tanah dalam jumlah yang semakin meningkat dan
bahaya yang mungkin ditimbulkan. Keberadaan logam berat di lingkungan yang
melebihi ambang batas akan merusak lingkungan dan menimbulkan masalah
kesehatan bagi makhluk hidup di lingkungan tersebut.
Beberapa logam berat yang berbahaya dan sering mencemari lingkungan
terutama adalah merkuri (Hg), timbal/timah hitam (Pb), arsenik (As), tembaga (Cu),
kadmium (Cd), kromium (Cr), dan nikel (Ni) (Fardiaz, 1992). Logam berat mudah
kehilangan elektron untuk membentuk kation dan bisa terdapat dalam bentuk unsur,
di dalam larutan sebagai ion atau kompleks dan sebagai endapan berkelarutan rendah.
Logam-logam berat biasanya beracun dan banyak di antaranya yang dapat
terakumulasi secara biologis melalui rantai makanan dan mengakibatkan pengaruh
yang merusak bagi makhluk hidup (Bone, et al, 2004).
Logam berat dianggap berbahaya bagi kesehatan bila terakumulasi secara
berlebihan di dalam tubuh. Beberapa diantaranya bersifat karsinogen. Dampak logam
berat terhadap kesehatan manusia terjadi secara tidak langsung melalui rantai
makanan organisme perairan maupun tanaman dan hewan yang berasal dari darat
yang digunakan sebagai sumber makanan. Deposit logam berat dalam jaringan
merupakan hasil akumulasi yang tinggi dan rendahnya proses ekskresi di organisme.
B. solidifikasi
Solidifikasi didefinisikan sebagai proses pemadatan suatu bahan berbahaya
dengan penambahan aditif. Solidifikasi merupakan salah satu metode yang paling
umum untuk melakukan stabilisasi. Solidifikasi dapat melibatkan reaksi kimiawi
antara limbah dengan bahan pembentuk padatan, isolasi mekanis di dalam suatu
matriks pengikat yang melindungi limbah dari pengaruh luar atau dengan suatu
kombinasi proses-proses fisika dan kimiawi. Teknik ini dapat dilakukan dengan
menguapkan air dari limbah berair atau lumpur limbah (sludge), penyerapan limbah
pada suatu padatan, reaksi dengan semen, reaksi dengan senyawa-senyawa silikat,
enkapsulasi atau penyisipan di dalam bahan polimer atau termoplastik (Manahan,
2000).
3. Pada proses solidifikasi kemungkinan terjadi stabilisasi yang secara umum
dapat didefinisikan sebagai proses pencampuran limbah dengan bahan tambahan
(aditif) dengan tujuan menurunkan laju migrasi bahan pencemar dari limbah serta
untuk mengurangi toksisitas limbah tersebut. Stabilisasi mencakup reaksi-reaksi
kimiawi yang menghasilkan produk-produk yang lebih tidak mudah menguap, lebih
tidak mudah larut dan lebih tidak reaktif. Solidifikasi limbah B3 banyak dilakukan
dengan menggunakan semen portland. Pada penerapannya, semen portland
menghasilkan matriks padat untuk isolasi limbah, secara kimiawi mengikat air dari
sludge dan dapat bereaksi secara kimiawi dengan limbah (misalnya kalsium dan basa
dalam semen portland bereaksi dengan limbah anorganik untuk mengurangi
kelarutannya). Akan tetapi, kebanyakan limbah ditahan secara fisik di dalam matriks
semen portland dan rawan terhadap perlucutan. Sebagai matriks solidifikasi, semen
portland mudah digunakan untuk sludge anorganik yang mengandung ion-ion logam
berat yang membentuk senyawa hidroksida dan karbonat tak larut dalam media
karbonat basa yang dihasilkan dari semen. Keberhasilan solidifikasi dengan semen
portland sangat bergantung pada apakah limbah mempengaruhi kekuatan dan
kestabilan produk perkerasan yang dihasilkan.
Gambar 1. Solidifikasi menggunakan cetakan berbentuk tabung.
Dapat dinyatakan bahwa proses solidifikasi adalah suatu tahapan proses
pengolahan limbah B3 untuk mengurangi potensi racun dan kandungan limbah B3
melalui upaya memperkecil/membatasi daya larut, pergerakan/penyebaran dan daya
racunnya (amobilisasi unsur yang bersifat racun) sebelum limbah B3 tersebut dibuang
ke tempat penimbunan akhir (landfill). Dan prinsip kerja solidifikasi adalah
pengubahan watak fisik dan kimiawi limbah B3 dengan cara penambahan senyawa
pengikat sehingga pergerakan senyawa-senyawa B3 dapat dihambat atau terbatasi dan
membentuk ikatan massa monolith dengan struktur yang kekar (massive) (KEP-03
/BAPEDAL/09/1995) .
Tujuan dari solidifikasi yaitu memperbaiki karakteristik fisik dan
mempermudah penanganan limbah; atau menurunkan luas permukaan yang dapat
4. memfasilitasi pelepasan pencemar dari dalam limbah (Bone et al, 2004). Solidifikasi
menghasilkan suatu padatan yang disebut monolith (mono = satu; lithos = batu).
Pengurangan pelepasan pencemar dari monolith dapat terjadi karenahal-hal sebagai
berikut (Spence, 2005):
1. Penurunan kelarutan pencemar dalam monolith karena terjadinya reaksi kimia
yang mengubah pencemar menjadi bentuk lain dengan kelarutan yang lebih
rendah;
2. Pembentukan monolith berkekuatan tinggi;
3. Penurunan luas permukaan kontak antara partikel pencemar dalam monolith
dengan komponen lain (terutama pelarut) di sekitar monolith;
4. Terperangkapnya pencemar secara fisik di dalam matriks padat, sehingga
akan mencegah terjadinya kontak antara pencemar dengan komponen lain
(terutama pelarut) di sekitar monolith. Mekanisme ini disebut encapsulation.
Proses stabilisasi/solidifikasi berdasarkan mekanismenya dapat dibagi menjadi 6
golongan, yaitu :
a) Macroencapsulation, yaitu proses dimana bahan berbahaya dalam limbah
dibungkus dalam matriks struktur yang besar;
b) Microencapsulation, yaitu proses yang mirip macroencapsulation tetapi bahan
pencemar terbungkus secara fisik dalam struktur kristal pada tingkat
mikroskopik;
c) Precipitation;
d) Adsorpsi, yaitu proses dimana bahan pencemar diikat secara elektrokimia
pada bahan pemadat melalui mekanisme adsorpsi;
e) Absorbsi, yaitu proses solidifikasi bahan pencemar dengan menyerapkannya
ke bahan pemadat;
f) Detoxification, yaitu proses mengubah suatu senyawa beracun menjadi
senyawa lain yang tingkat toksisitasnya lebih rendah atau bahkan hilang sama
sekali.
C. Uji Kekuatan Tekan / Unconfined Compressive Strength (UCS)
Kuat tekan adalah parameter kunci yang digunakan sebagai ukuran
kemampuan monolith bahan solidifikasi untuk menahan tekanan mekanis. Pengujian
kuat tekan material dilakukan untuk mengetahui mutu kuat tekan suatu material
tersebut dengan satuan luasan bidang tekan tertentu. Unconfined Compressive
Strength(UCS) terkait dengan perkembangan reaksi hidrasi di dalam produk
5. solidifikasi/stabilisasi dan ketahanan bahan monolith hasil proses
solidifikasi/stabilisasi sehingga merupakan parameter kunci. Uji ini merupakan salah
satu uji yang umumnya digunakan dan ada beberapa metode standar untuk
penentuannya. Semua melibatkan pembebanan vertikal terhadap
suatu monolith hingga mengalami kerusakan. Metode standar bervariasi satu sama
lain terutama dalam hal bentuk dan ukuran contoh. Karena kesederhanaannya,
pengukuran UCS cocok digunakan sebagai uji kelayakan (Spence, 2005). Pengujian
biasanya dilakukan pada hari ke-7, 14, 21 dan ke-28 (US EPA, 1989).
Cara pengujian kuat tekan mengikuti beberapa tahapan sebagai berikut:
Meletakkan benda uji pada mesin tekan secara sentries
Kemudian menjalankan mesin tekan dengan penambahan beban yang
konstan berkisar antara 2 sampai 4 kg/cm2 per detik.
Melakukan pembebanan sampai benda uji menjadi hancur dan kemudian
mencatat beban maksimum yang terjadi selama pemeriksaan benda uji.
Compressive Strength (UCS) terhadap produk solidifikasi. Dan hasil uji UCS
yang tercantum dalam dokumen US EPA OSWER Directive No. 9437.00-2A, akan
memenuhi syarat jika hasil ujinya pada hari ke-28 sejak produk dibuat adalah sebesar
≥ 50 psi ≈ 0,03445kN/cm2.
Gambar 2. Instrumen Compression Machine
Persyaratan hasil uji kekuatan tekan material bahan bangunan di Indonesia ditetapkan
melalui SNI. Salah satu contoh untuk kualitas dari bata beton pejaldibagi menjadi 4
kelas dengan batas nilai uji tekan sebagai berikut (SNI-03-0348-1989):
Kualitas 1 = nilai uji kekuatan tekan minimum = 100 kg / cm2 = 0,98 kN /
cm2.
Kualitas 2 = nilai uji kekuatan tekan minimum = 70 kg / cm2 = 0,686 kN /
cm2.
6. Kualitas 3 = nilai uji kekuatan tekan minimum = 40 kg / cm2 = 0,392 kN /
cm2.
Kualitas 4 = nilai uji kekuatan tekan minimum = 25 kg / cm2 = 0,245 kN /
cm2.
D. toxicity Characteristic Leaching Procedure (TCLP)
Uji Toxicity Characteristic Leaching Procedure (TCLP) merupakan uji
perlucutan yang digunakan sebagai penentuan salah satu sifat berbahaya atau
beracun suatu limbah dan juga dapat digunakan dalam
mengevaluasi produk pretreatment limbah sebelum di landfill (ditimbun dalam
tanah) dalam proses stabilisasi/solidifikasi (S/S). Setelah dilakukan solidifikasi,
selanjutnya terhadap hasil olahan tersebut dilakukan uji TCLP untuk mengukur
kadar/konsentrasi parameter dalam lindi (extract/eluate) (KEP-03
/BAPEDAL/09/1995). Tujuan dari uji TCLP ini adalah membatasi adanya lindi
(leaching) berbahaya yang dihasilkan dari penimbunan (landfilling) setelah limbah di
solidifikasi.
Uji TCLP dilakukan dengan cara menghancurkan material yang telah di
solidifikasi dan diayak dengan ukuran 9,5 millimeter. Pemilihan larutan ekstraksi
ditentukan berdasarkan pH dari larutan yang berasal dari pengocokan 5 g padatan dan
96,5 ml aquades. Jika pH kurang dari 5,0 maka larutan yang digunakan untuk
ekstraksi adalah dapar asetat / buffer sodium asetat dengan pH 4,93. Akan tetapi jika
pH dari padatan tersebut lebih dari 5 maka larutan yang digunakan untuk ekstraksi
adalah larutan asam asetat dengan pH 2,88 ± 0,05. Ekstraksi dilakukan dengan suatu
alat yang berputar secara rotasi dengan kecepatan putaran 30 ± 2 rpm selama 18 ± 2
jam. Larutan hasil pengocokan kemudian dilakukan penyaringan dan di analisa kadar
kandungan spesifiknya (Manahan, 2000).
7. Dftar pustaka
Bone, et al. 2004. Review of Scientific Literature on The Use of
Stabilisation/Solidification for The Treatment of Contaminated Soil, Solid
Waste and Sludges. Environment Agency.
Manahan, Stanley E. 2000. Environmental Science, Technology and Chemistry. Boca
Raton: CRC Press LLC.
Pemerintah Republik Indonesia. 1999. Peraturan Pemerintah No. 85 Tahun 1999
tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 1999. Tentang
Pengelolaan Limbah Berbahaya dan Beracun. Jakarta.
Spence. 2005. Stabilization and Solidification of Hazardous, Radioactive and Mixed
Wastes. CRC Press. Boca Raton: CRC Press.
US EPA. 1986. Handbook Stabilization/Solidification of Hazardous Wastes.
EPA/540/2-86/001.