Dokumen tersebut membahas mengenai penggunaan teknologi sinar ultraviolet (UV) untuk mendegradasi berbagai jenis polutan pada limbah cair, seperti surfaktan, warna reaktif, fenol, dan metilen biru. Teknologi UV dapat memecah ikatan kimia polutan tersebut dengan memanfaatkan energi tinggi foton UV untuk membentuk radikal hidroksil yang bereaksi lebih lanjut dengan polutan. Faktor seperti wak
1. PENGOLAHAN AIR LIMBAH
MENGGUNAKAN TEKNOLOGI
SINAR ULTRA-VIOLET
Kelompok 7
Muh. Syahrul Hidayat (193800042)
Rachmad Nur Hadiyanto K (193800006)
2. Latar Belakang
• Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik
industri maupun domestik (rumah tangga). Di mana masyarakat
bermukim, di sanalah berbagai jenis limbah akan dihasilkan. Ada sampah,
ada air kakus (black water), dan ada air buangan dari berbagai aktivitas
domestik lainnya (grey water).
• Penumpukan limbah di alam menyebabkan ketidakseimbangan ekosistem.
Untuk mengurangi pencemaran akibat limbah maka dibutuhkan
pengelolaan limbah. Pengelolahan limbah ini merupakan upaya
merencanakan melaksanakan, memantau, dan mengevaluasi
pendayagunaan limbah, serta pengendalian dampak yang ditimbulkannya.
Upaya pengelolaan limbah tidak mudah dan memerlukan pengetahuan
tentang limbah, unsur-unsur yang terkandung serta penanganan
limbah,selain itu perlu keterampilan mengelola limbah agar menjadi bahan
yang ekonomis.
3. Rumusan Masalah Tujuan
• Bagaimana pengertian dari
Teknologi UV ?
• Bagaimana fungsi Teknologi
UV pada Pengolahan Limbah
Cair ?
• Apa saja jenis polutan yang
bisa dikelolah ?
• Untuk mengetahui pengertian
dari Teknologi UV
• Untuk mengetahui fungsi
Teknologi UV pada
Pengolahan Limbah Cair
• Untuk mengetahui jenis
polutan apa saja yang bisa
dikelolah
4. Pengertian Air Limbah
• Air limbah adalah air yang membawa sampah (limbah) dari rumah
tinggal, bisnis dan industri yaitu campuran air dan padatan terlarut
atau tersuspensi dapat juga merupakan air buangan dari hasil
proses yang dibuang kedalam lingkungan (Pasetia et al., 2020)
• Karakteristik limbah secara umum terkelompok dalam karakteristik
kimia, fisik dan biologis. Karakteristik kimia mencakup BOD, COD,
kesadahan, pH dan lain-lain. Karakteristik fisik mencakup suhu,
warna, bau dan kekeruhan sedangkan karakteristik biologis adalah
keberadaan organisme pada air limbah (Elvince, 2020).
5. Pengolahan Air Limbah
• Secara Alami : Pengolahan air limbah secara alamiah dapat
dilakukan dengan pembuatan kolam stabilisasi. Dalam kolam
stabilisasi, air limbah diolah secara alamiah untuk menetralisasi
zat-zat pencemar sebelum air limbah dialirkan ke sungai. Karena
biaya yang dibutuhkan murah, cara ini direkomendasikan untuk
daerah tropis dan sedang berkembang (Kencanawati, 2016).
• Secara Buatan : Pengolahan air limbah dengan bantuan alat
dilakukan pada Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL).
Pengolahan ini dilakukan melalui tiga tahapan, yaitu primary
treatment (pengolahan pertama), secondary treatment (pengolahan
kedua), dan tertiary treatment (pengolahan lanjutan) (Kencanawati,
2016).
6. Pengolahan Air Limbah
• Primary treatment merupakan pengolahan pertama yang bertujuan
untuk memisahkan zat padat dan zat cair dengan menggunakan
filter (saringan) dan bak sedimentasi.
• Secondary treatment merupakan pengolahan kedua, bertujuan
untuk mengkoagulasikan, menghilangkan koloid, dan
menstabilisasikan zat organik dalam limbah.
• Tertiary treatment merupakan lanjutan dari pengolahan kedua,
yaitu penghilangan nutrisi atau unsur hara, khususnya nitrat dan
posfat, serta penambahan klor untuk memusnahkan
mikroorganisme patogen.
7. Penggunaan Teknolgi Ultra Violet
• Sinar Ultraviolet (UV) merupakan teknologi terbarukan berbasis
cahaya yang dapat digunakan untuk melengkapi standar disinfeksi
dan sterilisasi di rumah sakit maupun fasilitas kesehatan lainnya.
Radiasi Ultraviolet (UV) dapat secara efektif menonaktifkan
berbagai mikroorganisme pathogen sehingga dapat mengurangi
transmisi infeksi nosokomial di fasilitas kesehatan.
• Radiasi UV ini memiliki banyak keuntungan dibandingkan dengan
disinfeksi kimia secara konvensional, misalnya dengan klorinasi
atau ozonisasi. Karena tidak ada penambahan kimia, sehingga tidak
menyebabkan residu, tidak berbahaya dan tidak menimbulkan
resistensi pada bakteri. Panjang gelombang UV merupakan faktor
penting untuk inaktivasi mikroba dan efektifitasnya tergantung dari
variasi mikroba itu sendiri. Adapun variasi gelombang UV antara
lain; UVA (315-400 nm), UVB (280-315 nm) dan UVC (<280 nm).
8. Penggunaan Teknolgi Ultra Violet
Secara alamiah dengan pemaparan sinar matahari pada panjang gelombang > 290nm
tentunya akan memakan waktu relatif lama karena sifat bakterisidal dari panjang
gelombang > 290nm berkurang jika dibandingkan dengan panjang gelombang 253,7nm
yang dihasilkan secara buatan yaitu sumber TL-UV atau Neon UV. Dengan tersedia lampu
UV buatan (Neon UV) maka tentunya akan dapat diperpendek waktu penyinaran yaitu 76
detik. Untuk memanfaatkan seluruh permukaan lampu dapat dengan cara merendam
seluruh bagiannya di dalam air yang ditempatkan di sebuah tabung berdiameter kecil. Ini
dimaksudkan agar penyinaran lebih efektif (Anonim, 1988).
9. Jenis-jenis Polutan Yang Dikelolah Sinar UV
• Polutan Surfaktan = Senyawa ini termasuk dalam senyawa non biodegradable yaitu
tidak dapat didegradasi oleh mikroorganisme, dan juga banyak menimbulkan busa baik
pada sungai ataupun air tanah sehingga senyawa tersebut diganti dengan linear alkyl
sulphonat (LAS) yang lebih mudah didegradasi.
• Polutan Warna Reaktif = Senyawa aromatik antara lain senyawa hidrokarbon aromatik
dan turunannya, fenol dan turunannya serta senyawa-senyawa hidrokarbon yang
mengandung nitrogen.
• Polutan Fenol = merupakan salah satu senyawa organik dari buangan industri yang
berbahaya bagi manusia dan lingkungan. Fenol banyak terkandung dalam lilin yang
digunakan selama proses pembatikan. Fenol dapat memberikan efek yang buruk bagi
manusia dalam konsentrasi tertentu (Sunil et al., 2013).
• Polutan Metilen Biru = merupakan salah satu pewarna polutan yang tidak diinginkan
karena bersifat karsinogenik dan toksik. Zat warna ini juga dapat menimbulkan beberapa
efek seperti iritasi saluran pencernaan jika tertelan, menimbulkan sianosis jika terhirup,
dapat menyebabkan hipertensi pada dosis 20 mg/L
• Polutan Bakteri Coliform = berasal dari kotoran dan menyebabkan penyakit pada
manusia maupun hewan. Bakteri Coliform adalah salah satu indikator polusi yang banyak
terjadi saat ini, terutama disebabkan oleh limbah mentah dan terolah, serta dampak
tersebar dari tanah pertanian dan padang rumput (Yehia and Sabae, 2011).
11. Degradasi Polutan Surfaktan oleh UV
• CARA KERJA
• Limbah 5 liter dimasukkan kedalam reaktor dan ditambahkan TiO2 sebagai katalis dengan berat
yang divariasi, kemudian disinari dengan dengan lampu UV sesuai variasi yang dilakukan selama
2,5 jam, lalu dengan menggunakan stirrer magnetic pada kecepatan 200 rpm, sample diambil
tiap 30 menit untuk dilakukan analisa konsentrasi surfaktan dengan metode Methylen Blue
Active Subtance (MBAS).
12. menunjukkan bahwa semakin lama waktu penyinaran
maka prosentase penurunan konsentrasi surfaktan
semakin besar. Namun pada saat berat katalis yang
ditambahkan sebesar 1,7 gram dan selama penyinaran 2
jam persentase penurunan surfaktan menurun.
menunjukkan bahwa semakin lama waktu penyinaran
maka prosentase penurunan konsentrasi surfaktan
semakin besar. Hal ini dikarenakan dengan semakin
lamanya waktu penyinaran mengakibatkan katalis TiO2
memperoleh energy foton yang tetap berlanjut dari
cahaya dalam hal ini yaitu sinar dari lampu UV.
13. merupakan gabungan dari Gambar yang dicapai pada
kondisi terbaik terlihat semakin besar daya lampu UV
yang digunakan akan semakin besar daya lampu UV
yang digunakan akan semakin besar pula persentase
penurunan konsentrasi surfaktan yang didapatkan.
Sehingga terlihat daya lampu sangat berpengaruh
terhadap persentase penurunan konsentrasi surfaktan.
Hal ini dikarenakan semakin bertambahnya energy
foton yang diterima oleh surfaktan.
menunjukkan bahwa semakin lama waktu penyinaran
maka prosentase penurunan konsentrasi surfaktan
semakin besar. Begitu juga dengan penambahan TiO2
presentase penurunan konsentrasi surfaktan semakin
tinggi, Namun pada saat penambahn TiO2 sebesar 0,2
gram persen penurunan surfaktan pada grafik
mengalami anomaly dan tidak labil, gu (Anonim, 1981).
14. Degradasi Polutan Warna Reaktif oleh UV
• CARA KERJA
• Lampu UV yang digunakan memancarkan sinar dengan panjang gelombang dominan 100 – 280
nm ke dalam sampel uji dengan bantuan H2O2 dan TiO2 hingga nilai warna aktif berkurang,
maka energi foton yang dihasilkan oleh lampu UV tersebut dapat dihitung dengan pendekatan
matematis berdasarkan Persamaan Planck di bawah ini :
Sehingga didapatkan energi foton yang dihasilkan oleh
lampu UV dengan panjang gelombang 100 – 280 nm
sebagai berikut
15. pemaparan sinar UV pada air limbah sintetis tidak
mempengaruhi perubahan warna. Hal ini dikarenakan
daya oksidasi yang rendah oleh sinar UV. Dapat
disimpulkan bahwa proses oksidasi dengan hanya
menggunakan sinar UV kurang efektif dalam
penguraian warna.
pengaruh H2O2 pada penurunan warna sangat kecil
tanpa adanya sinar UV. Hal ini menunjukkan bahwa
kemampuan oksidasi H2O2 dalam menguraikan
pewarna tekstil (procion red) berlangsung lambat dan
lemah.
16. dapat dilihat bahwa semakin besar dosis H2O2 yang
dibubuhkan, maka pembentukan hidroksil radikal
dengan bantuan sinar UV didalam limbah warna
semakin banyak. Sehingga proses penurunan warna
akan semakin cepat. Dosis optimum H2O2 adalah 0,05
% dengan prosentase penurunan warna sebesar 99,4 %
dalam selang waktu 3 jam.
dapat dilihat bahwa dosis optimum TiO2 dalam
penurunan warna yaitu sebesar 1% dengan prosentase
penurunan sebesar 27,8% dengan selang waktu 3 jam.
Hal ini dikarenakan semakin banyak TiO2 yang
ditambahkan maka semakin keruh limbah warna saat
proses terjadi, sehingga TiO2 yang dapat terpapar oleh
sinar ultra violet hanya yang berada di permukaan air
limbah saja. Semakin sedikit jumlah TiO2 yang
terpapar maka pendegradasian akan semakin berjalan
lambat.
17. Degradasi Polutan Fenol oleh UV
• CARA KERJA
• Oksidasi pada senyawa fenolik dapat melalui reaksi autooksidasi. Autooksidasi merupakan
oksidasi yang disebabkan oleh keberadaan cahaya (UV) dan oksigen (H2O2/FeSO4). Dalam
kondisi terpapar cahaya (UV), oksigen akan lebih mudah menyerang suatu senyawa, sehingga
senyawa tersebut (Fenol) dapat melepaskan protonnya. Pelepasan proton ini semakin mudah
terjadi pada proton yang berdekatan dengan ikatan rangkap karena radikal elektron dapat
terdelokalisasi.
• Reaksi oksidasi fenol dengan sinar UV
18. semakin besar konsentrasi H2O2 yang ditambahkan,
degradasi fenol akan semakin meningkat karena •OH
yang terbentuk semakin banyak. Namun penambahan
konsentrasi H2O2 yang terlalu banyak menyebabkan
degradasi fenol kurang efektif, karena berkurangnya
jumlah •OH yang terbentuk
semakin banyak penambahan FeSO4 ke dalam limbah
maka persen degradasi fenol akan semakin besar.
Reaksi yang terjadi pada sistem FeSO4 ditunjukkan
pada persamaan (Mofrad et al., 2015) :
19. menunjukkan bahwa penyinaran dengan UV dapat meningkatkan persen degradasi fenol dalam
limbah cair batik. Semakin lama waktu penyinaran UV persen degradasi fenol meningkat secara
tajam. Waktu penyinaran UV yang semakin lama menyebabkan interaksi antara FeSO4/H2O2
dengan UV semakin efektif sehingga radikal •OH yang dihasilkan juga semakin banyak. Jumlah
radikal •OH yang banyak menyebabkan reaksi antara radikal •OH dengan senyawa fenol semakin
efektif, sehingga kandungan senyawa fenolik dalam air limbah semakin berkurang (Campo et al.,
2014). Setelah waktu penyinaran selama 60 menit penurunan kadar fenol naik tidak signifikan.
Hal ini dikarenakan fenol yang terdapat dalam limbah cair dimungkinkan bereaksi dengan
senyawa lain yang terdapat dalam limbah tersebut membentuk senyawa intemediet (Karci, 2014).
Menurut Babuponnusami and Muthukumar (2014).
20. Degradasi Polutan Metilen Biru oleh UV
• CARA KERJA
• Tiga buah gelas beker 50 mL diisi dengan 25 mL limbah batik, kemudian masing-masing
ditambah sejumlah Fe2O3 dan H2O2 optimum dan diatur pH nya pada pH optimum. Tahap
selanjutnya gelas dimasukkan ke dalam reaktor UV, diaduk dan diradiasi sinar UV selama waktu
optimum, kemudian diukur absorbansinya dengan spektrofotometer UV-Vis pada panjang
gelombang maksimum metilen biru.
• Setelah semua proses selesai, larutan dari masing-masing gelas beker kemudian disentrifugasi
dengan kecepatan 4500 rpm selama 10 menit. Larutan dari masing-masing gelas beker kemudian
diukur absorbansinya dengan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang maksimum
metilen biru, kemudian dimasukkan ke dalam persamaan regresi linear larutan metilen biru.
Nilai konsentrasi dari metilen biru kemudian dimasukkan ke dalam rumus persentase
penurunan, yang dirumuskan sebagai berikut :
21. Berdasarkan Tabel 2 dapat diketahui bahwa kondisi
reaksi Fe2O3/H2O2/UV memberikan efektivitas
degradasi metilen biru yang paling tinggi dibanding
kondisi reaksi lainnya yaitu sebesar 63 %.
menggunakan Fe2O3 sebagai katalis dan dikombinasi
dengan H2O2 sebagai oksidator terbukti dapat
mendegradasi zat warna metilen biru secara efektif.
Semakin tinggi konsentrasi Fe2O3 dan H2O2 yang
digunakan akan mempercepat proses degradasi zat
warna metilen biru yang ditandai dengan hilangnya
warna dari metilen biru itu sendiri. Penurunan kadar
zat warna metilen biru dalam limbah cair batik melalui
reaksi fotodegradasi dalam sistem Fe2O3/H2O2/UV
mencapai 63 %.
22. Degradasi Polutan Bakteri Coliform oleh UV
• CARA KERJA
• Objek penelitian air limbah terolah menggunakan penyinaran dengan ultraviolet 15 watt (panjang
gelombang 253,7nm) yang dirangkai sedemikian rupa menggunakan pipa PVC. Variabel bebas
dalam penelitian ini adalah penyinaran dengan ultraviolet 15 watt (panjang gelombang 253,7nm)
dengan variasi waktu lama penyinaran 0 menit, 3 menit, 6 menit dan 9 menit dalam menurunkan
bakteri total coliform.
23. • menunjukkan jumlah bakteri Total Coliform berbeda-beda.Padahasil pengujian awal atau sebelum
penyinaran didapatkan jumlah bakteri Total Coliform 2400x103 MPN/100ml. Terjadi penurunan
rata-rata jumlah total coliform pada waktu penyinaran yaitu 3 menit, 6 menit dan 9 menit.
• Untuk hasil efisiensi dengan variasi waktu penyinaran 0 menit (T1) didapatkan penurunan Jumlah
total coliform sebesar 0 %.
• Efisiensi waktu penyinaran 3 menit (T2) didapatkan penurunan Jumlah total coliform sebesar
99,98 %.
• Efisiensi waktu penyinaran 6 menit (T3) didapatkan penurunan Jumlah total coliform sebesar
99,9 %.
• Efisiensi waktu penyinaran 9 menit (T4) didapatkan penurunan jumlah total coliform sebesar 99,9
%.
Pada penelitian ini hipotesis telah membuktikan bahwa
penyinaran menggunakan neon ultraviolet (UV) 15 watt
dengan panjang gelombang 253,7 nm dapat
menurunkan kadar bakteri Total Coliform pada air
Limbah dengan variasi waktu kontak 6 menit, sehingga
dapat memenuhi baku mutu air limbah pada parameter
bakteriologis. Berarti dapat disimpulkan bahwa
penyinaran dengan menggunakan neon UV efektif
untuk membunuh bakteri total coliform pada air
limbah
24. Kesimpulan
• Sinar Ultraviolet (UV) merupakan teknologi terbarukan berbasis cahaya
yang dapat digunakan untuk melengkapi standar disinfeksi dan sterilisasi
di rumah sakit maupun fasilitas kesehatan lainnya. Radiasi Ultraviolet (UV)
dapat secara efektif menonaktifkan berbagai mikroorganisme pathogen
sehingga dapat mengurangi transmisi infeksi nosokomial di fasilitas
kesehatan.
• Fungsi teknologi UV pada pengolahan limbah cair yaitu sebagai
pendegradasi polutan di proses akhir pengolahan limbah cair. Dengan
bantuan senyawa katalis (FeSO4, H2O2,Fe2O3), sinar UV bisa menurunkan
kadar suatu polutan secara efektif.
• Pada teknologi UV bisa mengelolah berbagai polutan, contohnya yaitu
surfaktan, warna reaktif, fenol, metilen biru, dan bakteri coliform.